Anda di halaman 1dari 75

PENGARUH JENIS GELLING AGENT TERHADAP DAYA

SEBAR SEDIAAN EMULGEL DENGAN BAHAN AKTIF


IBUPROFEN

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai syarat menyelesaikan Program Diploma III


Jurusan Farmasi

Disusun Oleh :

INDRIYANI FITRIA DWI UTAMI


P17335112215

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN FARMASI
2015
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

LEMBAR PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
INDRIY

ANI Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Karya Tulis Ilmiah dengan judul
FITRIA
PENGARUH JENIS GELLING AGENT TERHADAP DAYA SEBAR
DWI
SEDIAAN EMULGEL DENGAN BAHAN AKTIF IBUPROFEN
UTAMI Disusun Oleh :
Indriyani Fitria Dwi Utami

P17335112215
P173351
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada sidang
12215 Karya Tulis Ilmiah
Pembimbing

Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt.


NIP . 198611272015032003
Mengetahui
Ketua Jurusan Farmasi

Dra. Hj. Mimin Kusmiyati, M.Si.


NIP . 196308111994032001
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
INDRIY
Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan pada sidang Karya Tulis Ilmiah
ANI
Program Pendidikan Diploma III Jurusan Farmasi
FITRIA Politeknik Kesehatan Bandung

DWI Tanggal 29 Juli 2015

UTAMI
PENGARUH JENIS GELLING AGENT TERHADAP DAYA SEBAR
– SEDIAAN EMULGEL DENGAN BAHAN AKTIF IBUPROFEN

P173351 Disusun Oleh :


Indriyani Fitria Dwi Utami
12215
P17335112215
Penguji :

Tanda Tangan

Ketua : Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt ( )


NIP : 198611272015032003

Anggota : Dra. Atan Tachjamirah, M.Kes.,Apt ( )

Anggota : Widyastiwi, M.Si., Apt ( )


NIP : 199006052014022002
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka
mengubah diri mereka sendiri (Q.S. Ar- Ra’d : 11).

Jangan pernah berputus asa jika menghadapi kesulitan, karena setiap


tetes air hujan yang jernih berasal dari awan yang gelap. Allah tidak
akan memberikan ujian melebihi batas kemampuan dan sesungguhnya
bersama kesulitan itu ada kemudahan.

Bismilahirohmanirohim, rasa syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmatnya
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini bisa terselesaikan dengan baik. Karya Tulis Ilmiah ini saya
persembahkan untuk kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa yang tulus dan
tak pernah putus. Untuk adik dan kakak yang telah membantu dan memberikan dukungan.
Kalian akan selalu ada didalam hati saya, setiap langkah dan dalam kehidupanku.
iv

PENGARUH JENIS GELLING AGENT TERHADAP DAYA SEBAR SEDIAAN

EMULGEL DENGAN BAHAN AKTIF IBUPROFEN

INDRIYANI FITRIA DWI UTAMI – P17335112215

ABSTRAK

Ibuprofen merupakan anti inflamasi non steroid (AINS) golongan propionat yang berkhasiat
analgetik, antipiretik, dan antiradang. Untuk menghindari efek samping Ibuprofen secara oral
yaitu iritasi pada saluran pencernaan seperti ulserasi mukosa lambung dan mengalami first-
pass metabolism di hati maka dibuat sediaan topikal. Kadar Ibuprofen yang digunakan untuk
sediaan topikal adalah 5%. Emulgel merupakan bentuk sediaan yang menarik karena
memiliki sistem penghantaran obat ganda yaitu emulsi dan gel. Emulgel tidak mudah
dihilangkan dari kulit meskipun telah dicuci dengan air karena memiliki sistem emulsi juga
tidak menimbulkan rasa lengket ketika diaplikasikan pada kulit. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh dari jenis gelling agent terhadap daya sebar sediaan emulgel
ibuprofen. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif true eksperiment dengan
desain penelitian kelompok kontrol hanya post test. Pada penelitian ini dilakukan optimasi
formula dengan menggunakan gelling agent Na CMC, Carbomer, dan Viscolam. Konsentrasi
gelling agent yang digunakan adalah Na CMC 2,9%, Carbomer 1%, dan Viscolam 15%.
Dilakukan evaluasi fisik terhadap sediaan emulgel Ibuprofen yang meliputi organoleptik, uji
homogenitas, uji pH, uji viskositas, dan uji daya sebar emulgel. Hasil evaluasi daya sebar
dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian
menunjukan bahwa jenis gelling agent berpengaruh terhadap daya sebar emulgel dimana
emulgel dengan basis Na CMC mempunyai daya sebar < Viscolam < Carbomer.

Kata kunci : emulgel, ibuprofen, daya sebar, gelling agent


v

THE INFLUENCE TYPE OF GELLING AGENT TOWARD SPREADING

EMULGEL WITH IBUPROFEN AS ACTIVE INGREDIENT

INDRIYANI FITRIA DWI UTAMI – P17335112215

ABSTRACT

Ibuprofen is a non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID) use for analgesic, antipyretic,


and anti-inflammatory. Oral ibuprofen caused various of side effect : irritation of the
gastrointestinal tract like gastric mucosa ulceration and first-pass metabolism experience in
the liver. To avoid side effects before stated, ibuprofen were formulated as topical
preparation. Concentration of Ibuprofen for use topical preparation is 5%. Emulgel is a
interesting dosage form because it has a dual drug delivery system which is emulsions and
gels. Emulgel is not easily removed from the skin although it had been washed with water as
an emulsion system has also is not made sticky when applied to the skin. Objective of this
research was to knowing the influence type of gelling agent toward spreading ibuprofen
emulgel. This research is true experiment kuantitatif with post test only control group design.
In this experiment, optimization formula using Na CMC gelling agent, Carbomer, and
Viscolam. Concentration of gelling agent were 2.9% Na CMC, Carbomer 1%, and Viscolam
15%. Physical evaluation of the Ibuprofen emulgel include organoleptic, homogenity, pH
test, viscosity test, and test spreadibility of emulgel. Results of the spreadibility evaluation
was analyzed using Kruskal Wallis test with a level of 95%. The result showed that type of
gelling agent had effect on spreadibility, emulgel with base Na CMC have a spreadibility <
Viscolam < Carbomer.

Keywords : emulgel, ibuprofen, spreadibillity, gelling agent


vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh Jenis Gelling Agent terhadap Daya Sebar
Sediaan Emulgel dengan Bahan Aktif Ibuprofen”. Penulisan karya tulis ilmiah ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli
Madya Farmasi di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Bandung jurusan Farmasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini, terutama kepada :
1. Angreni Ayuhastuti, M.Si.,Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si. selaku Ketua Jurusan Farmasi sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis di Politeknik Kesehatan
Bandung.
3. Seluruh Dosen mata kuliah yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
kepada penulis.
4. Kedua Orang Tua, Kakak, Adik dan seluruh keluarga yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materil.
5. Sahabat- sahabatku : Ibu Ridha Febriani, Ibu Eris Endarwati, Ibu Enok
Komalasari, Ibu Istiwati, Sarah, serta teman-teman kelas 3A yang telah
memberikan dukungan dan semangat serta kebersamaan kita selama 3
tahun.
6. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dorongan semangat, bantuan, bimbingan serta doa.
vii

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap karya tulis
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dibidang farmasi.

Bandung, Agustus 2015

Penulis
viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACT ...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................3
1.3 Tujuan ......................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................5
2.2 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................................21
2.3 Hipotesis.................................................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................22
3.2 Rancangan Penelitian .............................................................................22
3.3 Populasi dan Sampel...............................................................................23
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................24
3.5 Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................24
3.6 Variabel Penelitian .................................................................................25
3.7 Definisi Operasional ...............................................................................26
3.8 Cara Pengumpulan Data .........................................................................26
3.9 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................26
3.10 Formulasi ................................................................................................27
3.11 Cara Kerja ...............................................................................................28
ix

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian .....................................................................................31
4.2 Pembahasan ...........................................................................................35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................42
5.2 Saran ......................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................43
LAMPIRAN ...........................................................................................................45
x

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Skema rancangan penelitian ...........................................................22


TABEL 3.2 Formula sediaan emulgel ibuprofen ...............................................27
TABEL 4.1 Hasil uji organoleptik sediaan emulgel ibuprofen .........................31
TABEL 4.2 Hasil uji homogenitas sediaan emulgel ibuprofen ........................32
TABEL 4.3 Hasil uji pH sediaan emulgel ibuprofen ........................................32
TABEL 4.4 Hasil uji viskositas sediaan emulgel ibuprofen .............................32
TABEL 4.5 Hasil uji daya sebar sediaan emulgel ibuprofen ............................33
TABEL 4.6 Jenis gel berdasarkan daya sebar ...................................................33
TABEL 4.7 Distribusi nilai rata-rata daya sebar menurut formula ...................33
TABEL 4.8 Signifikasi perbedaan rata-rata daya sebar menurut formula .........35
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Molekul Ibuprofen ...........................................................14


Gambar 2.2 Struktur Molekul Na CMC .............................................................15
Gambar 2.3 Struktur Molekul Tween 80 ...........................................................16
Gambar 2.4 Struktur Molekul Metil Paraben.....................................................18
Gambar 2.5 Struktur Molekul Propil Paraben ...................................................18
Gambar 2.6 Struktur Molekul Propilenglikol ....................................................19
Gambar 2.7 Struktur Molekul Trietanolamin ....................................................20
Gambar 2.8 Struktur Molekul Menthol .............................................................20
Gambar 2.9 Skema Kerangka Konsep Penelitian ..............................................21
Gambar 4.1 Histogram daya sebar F0-Fx ..........................................................34
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi hasil uji viskositas ....................................................45


Lampiran 2 Dokumentasi hasil pembuatan sediaan emulgel ............................46
Lampiran 3 Dokumentasi hasil uji daya sebar F0 .............................................47
Lampiran 4 Dokumentasi hasil uji daya sebar F1 ............................................49
Lampiran 5 Dokumentasi hasil uji daya sebar F2 ..............................................51
Lampiran 6 Dokumentasi hasil uji daya sebar F3 .............................................53
Lampiran 7 Dokumentasi hasil uji daya sebar sediaan di pasaran ...................55
Lampiran 8 Perhitungan HLB ..........................................................................57
Lampiran 9 Histogram uji normalitas data .......................................................58
Lampiran 10 Hasil uji normalitas data ................................................................59
Lampiran 11 Hasil uji homogenitas data ............................................................60
Lampiran 12 Hasil uji kruskal wallis ..................................................................61
Lampiran 13 Hasil uji post hoc ...........................................................................62
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rematik adalah penyakit sendi yang disebabkan peradangan auto-imun,

bagian tubuh yang sering mengalami rematik adalah persendian tangan dan kaki,

lutut, bahu, serta tengkuk. Gejalanya berupa bengkak dan nyeri di sendi-sendi

tersebut. Nyeri yang paling hebat pada waktu pagi hari dan pada umumnya

berkurang setelah melakukan aktivitas (Tjay dan Rahardja, 2008). Ibuprofen

merupakan obat analgetik golongan AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) yang

banyak digunakan karena daya analgetik dan antiradangnya cukup baik dengan

efek samping yang relatif ringan. Untuk pengobatan arthritis reumathoid

ibuprofen diberikan dalam dosis harian sampai 3200 mg dalam dosis terbagi,

sehingga waktu pemberiannya sehari delapan kali untuk menghasilkan efek terapi

yang diinginkan (Hardman dkk., 2012).

Banyak obat nyeri dan rematik yang beredar dipasaran, mulai dari obat oral

sampai obat untuk pemakaian topikal. Obat nyeri dan peradangan topikal lebih

menguntungkan daripada sediaan oral karena sediaan topikal dapat terhindar dari

first pass metabolism dan juga efek samping terhadap gastro intestinal yang dapat

menyebabkan kerusakan pada lambung, selain itu pada penggunaan jangka

panjang pada penggunaan oral dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan

ginjal. Emulgel merupakan bentuk sediaan topikal yang paling menarik karena

memiliki sistem penghantaran obat ganda yaitu emulsi dan gel (Baibhav dkk.,

1
2

2012). Beberapa sediaan topikal seperti salep, krim, lotio memiliki banyak

kekurangan seperti bersifat lengket sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada

pasien ketika diaplikasikan, memiliki daya sebar yang kurang sehingga harus

menggosokan ketika digunakan, waktu kontak obat dengan kulit relatif singkat

karena sediaan mudah dihapuskan dari kulit, dan juga kurang stabil. Sediaan

emulgel memungkinkan kontak antara obat dengan kulit dapat terjadi dalam

waktu yang lama, sebab sediaan emulgel memiliki pembawa minyak yang tidak

mudah dihilangkan dari kulit tapi tidak menimbulkan rasa lengket pada kulit

(Singla dkk., 2012).

Kualitas suatu emulgel dilihat dari viskositas dan daya sebarnya. Viskositas

berperan penting dalam meningkatkan stabilitas emulgel. Daya sebar akan

mempengaruhi efek terapi secara topikal.

Dalam kesempatan ini, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh dari jenis

gelling agent terhadap daya sebar sediaan emulgel. Pada penelitian ini akan

dikembangkan formulasi sediaan emulgel dengan bahan aktif ibuprofen. Gelling

agent yang digunakan ada 3 jenis yaitu Na CMC (Carboxymethylcellulose

Sodium), Carbomer, dan Viscolam. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap

sediaan yang meliputi organoleptik, homogenitas, pH, viskositas dan uji daya

sebar.

Dari hasil uji daya sebar sediaan kemudian dibandingkan dengan daya sebar

sediaan yang ada di pasaran dan di lihat pengaruh dari gelling agent terhadap daya

sebar sediaan emulgel tersebut.


3

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh jenis gelling agent terhadap daya sebar sediaan

emulgel ibuprofen ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh jenis gelling agent terhadap daya sebar sediaan

emulgel ibuprofen .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui konsentrasi basis gel yang menghasilkan viskositas emulgel

ibuprofen yang sama dengan sediaan di pasaran.

2. Mengetahui formula mana yang mempunyai nilai daya sebar yang sama

dengan sediaan di pasaran.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan menambah informasi bagi perkembangan ilmu teknologi sediaan

farmasi tentang pengaruh jenis gelling agent terhadap daya sebar sediaan emulgel.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat terutama mahasiswa farmasi mengenai formulasi emulgel


4

ibuprofen dengan menggunakan gelling agent yang berbeda serta pengaruh jenis

gelling agent terhadap daya sebar sediaan emulgel ibuprofen.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Emulgel

Emulgel adalah emulsi baik itu tipe minyak dalam air (m/a) maupun air

dalam minyak (a/m), yang dibuat dalam bentuk gel dengan adanya penambahan

gelling agent. Kapasitas gel dalam sediaan emulgel, membuat formulasi emulsi

menjadi lebih stabil karena adanya penurunan tegangan permukaan dan tegangan

antar muka secara bersamaan dengan meningkatnya viskositas dari fase air (Shah

dkk., 2013).

Emulgel memiliki beberapa sifat yang menguntungkan seperti tixotropic,

mudah dioleskan, pelepasan obatnya mudah, bersifat melembutkan (emollient),

penampilan yang menyenangkan, dan memberikan stabilitas yang lebih baik

(Shah dkk., 2013). Emulgel mempunyai karakteristik yang dimiliki oleh suatu

sediaan emulsi dan gel sehingga memiliki tingkat penerimaan oleh pasien yang

tinggi. Oleh karena itu, emulgel saat ini telah banyak digunakan sebagai pembawa

dalam sediaan topikal (Ramadon, 2012).

Dibandingkan dengan sediaan yang lain, emulgel memiliki beberapa

kelebihan, yaitu :

1. Dapat membawa obat yang bersifat hidrofobik dan tidak larut air. Obat-obat

hidrofobik tidak dapat dicampurkan langsung kedalam basis gel karena

kelarutan menjadi penghalang utamanya dan menjadi masalah ketika obat

5
6

akan dilepaskan. Emulgel membantu mencampurkan obat yang hidrofobik

kedalam fase minyak, lalu globul fase minyak tersebut didispersikan

kedalam fase air dengan mencampurkannya pada basis gel.

2. Stabilitas yang lebih baik. Sediaan topikal/transdermal lain memiliki

stabilitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan sediaan emulgel.

Misalnya, sediaan serbuk bersifat higroskopis, krim yang menunjukan

inversi fase atau breaking, dan salep dapat menjadi tengik karena

menggunakan basis berminyak.

3. Memungkinkan biaya produksi yang lebih rendah. Pembuatan emulgel

terdiri dari tahapan yang pendek dan sederhana sehingga memungkinkan

untuk diproduksi. Tidak ada alat khusus yang dibutuhkan untuk

memproduksi emulgel. Selain itu, bahan yang digunakan merupakan bahan

yang mudah didapatkan dan terjangkau secara ekonomis.

4. Emulgel dapat dibuat menjadi sediaan lepas terkendali untuk obat-obat

dengan waktu paruh pendek.

Dalam pembuatan emulgel diperlukan beberapa komponen penting antara lain:

A. Bahan berair (fase air)

Bahan ini digunakan untuk membentuk fase air dari emulsi. Bahan yang

sering digunakan adalah air, alkohol.

B. Minyak (fase minyak)

Bahan ini digunakan untuk membentuk fase minyak dalam emulsi. Untuk

emulsi topikal biasanya digunakan minyak mineral baik tunggal maupun

dikombinasikan dengan parafin cair atau padat. Minyak hati ikan atau
7

berbagai minyak yang berasal dari sayuran seperti minyak jarak, minyak

arachis, minyak biji kapas dan minyak jagung juga digunakan sebagai fase

minyak dalam pembuatan emulgel.

C. Bahan pengemulsi (emulgator)

Bahan pengemulsi terutama digunakan untuk meningkatkan emulsifikasi

fase minyak dan fase air pada proses pembuatan. Pengemulsi dapat

menghambat pemisahan emulsi, dengan demikian dapat meningkatkan

stabilitas emulsi selama penyimpanan. Bahan pengemulsi yang biasa

digunakan dalam formulasi emulgel adalah polietilenglikol, sorbitan

monooleat dan monolaurat (span 80 dan span 20), polioksietilen sorbitan

monooleat dan monolaurat (tween 80 dan tween 20), asam stearat dan

natrium stearat.

D. Bahan pembentuk gel (gelling agent)

Bahan pembentuk gel digunakan untuk membentuk basis gel untuk

kemudian digabungkan dengan emulsi pada proses pembuatan emulgel.

Bahan pembentuk gel adalah bahan yang dapat meningkatkan konsistensi

bentuk sediaan dengan cara mengembang di fase air dan membentuk

struktur seperti gel. Digunakan sebagai bahan pengental dalam emulgel.

Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan adalah carbopol, HPMC, dan

Na CMC.

E. Bahan peningkat penetrasi

Peningkat penetrasi adalah bahan yang meningkatkan daya penetrasi obat

melalui kulit. Untuk meningkatkan penyerapan obat melalui barier kulit,


8

bahan penetrasi secara temporer mengganggu struktur yang sangat teratur

dari lapisan stratum korneum, fluidize saluran lemak antara korneosit,

mengubah partisi obat kedalam struktur kulit, atau meningkatkan

pengiriman obat kedalam kulit. Peningkat penetrasi yang biasa digunakan

adalah oleic acid, lechithin, urea, isopropyl myristat, linoleic acid, clove oil,

dan menthol (Singla dkk., 2012).

1) Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam

cairan lain dalam bentuk tetesan kecil (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2014). Fase terdispers disebut fase dalam dan media pendispers

disebut fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam berupa

minyak dan fase luar berupa air disebut emulsi minyak dalam air (m/a),

sebaliknya emulsi dengan fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air

dalam minyak (a/m). Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan

pengemulsi yang disebut emulgator/ emulsifying agent (Ansel, 2005).

Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar

permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di

sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan

permukaan antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama

pencampuran (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

2) Gel

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
9

suatu cairan, gel kadang – kadang disebut jeli (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2014).

Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua

konstituen yang terdiri dari massa seperti pagar yang rapat dan diselusupi oleh

cairan (Martin dkk., 2008). Jika matriks yang saling melekat kaya akan cairan,

maka disebut jelly, sedangkan jika cairannya hilang dan hanya tinggal

kerangkanya saja dikenal sebagai xerogel. Contoh xerogel adalah lembaran

gelatin, pita tragacanth, dan tetesan akasia (Martin dkk., 2008).

Polimer- polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik

meliputi gom alam tragacanth, pektin, carrageen, agar, asam alginat serta bahan-

bahan sintetis dan semi sintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa,

karboksimetilselulosa, dan carbopol yang merupakan polimer vinil sintesis

dengan gugus karboksil yang terionisasi (Lieberman dkk., 2008).

Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus

berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lieberman dkk., 2008).

2.1.2 Bahan Pembentuk Gel ( Gelling Agent)

Bahan pembentuk gel atau biasa disebut dengan gelling agent adalah bahan

tambahan yang digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam

sediaan obat dan sediaan kosmetik. Jenis- jenis bahan pembentuk gel biasanya

merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein. Gelling agent merupakan

komponen polimer dengan bobot molekul tinggi yang merupakan gabungan

molekul-molekul dari molekul polimer yang akan memberikan sifat kental pada
10

gel yang diinginkan. Pemilihan gelling agent dalam sediaan farmasi dan kosmetik

harus inert, aman, tidak bereaksi dengan komponen lain (Kaur, 2013).

Bahan pembentuk gel yang digunakan adalah makromolekul sintetik seperti

karbopol, turunan selulosa seperti karboksimetilselulosa atau hidroksipropil

metilselulosa, dan getah alam seperti tragakan. Selain itu dapat juga digunakan

akasia, asam alginat, bentonit, setostearil alkohol, koloid silikon dioksida, gelatin,

guar gum, polivinil alkohol, dan natrium alginat (Ansel, 2014).

2.1.3 Daya Sebar

Daya sebar menunjukan luasnya daerah penyebaran sediaan ketika

diaplikasikan ke kulit atau bagian yang sakit. Efek terapi secara topikal

dipengaruhi oleh daya sebar formulasi pada tempat target (Kaur, 2013).

Konsistensi formula yang optimum membantu memastikan dosis yang sesuai

untuk diaplikasikan ke tempat target. Apabila dosis berkurang, maka tidak akan

memberikan efek yang diinginkan, tapi dengan dosis yang berlebih akan

memberikan efek samping yang tidak diinginkan (Garg dkk., 2002). Viskositas

berbanding terbalik dengan daya sebar, dimana semakin tinggi viskositas maka

akan semakin kecil diameter penyebarannya (Arikumalasari dkk., tanpa tahun).

Metode yang paling banyak digunakan dalam pengukuran daya sebar adalah

metode parallel plate. Keuntungan metode ini adalah sederhana, mudah untuk

dilakukan, dan tidak memerlukan banyak biaya. Namun, metode ini kurang

sensitif karena data harus dihitung lagi secara manual (Kumar dkk., 2011).
11

2.1.4 Ibuprofen

Ibuprofen adalah obat pertama dari golongan asam propionat. Ibuprofen

merupakan anti inflamasi non steroid dan digunakan untuk menghilangkan gejala

penyakit rema seperti arthritis rheumatoid, artrosis, dan spondylosis. Obat ini

juga efektif untuk peradangan akibat trauma seperti terkena pukulan, benturan,

kecelakaan, atau memar akibat olahraga (Tjay dan Rahardja, 2008).

Mekanisme kerja dari ibuprofen adalah dengan menghambat sintesa

prostaglandin dimana kedua jenis cyclo-oxygenase diblokir (Tjay dan Rahardja,

2008).

Untuk arthritis reumathoid dan osteoarthritis dapat diberikan ibuprofen

secara oral dengan dosis harian sampai 3200 mg dalam dosis terbagi, walaupun

dosis lazimnya 1200 sampai 1800 mg. Sedangkan untuk tujuan pemeliharaan

dosis dapat dikurangi (Hardman dkk., 2012).

Efek samping pada saluran cerna dialami oleh 5-15 % pasien yang

menggunakan ibuprofen. Efek samping tersebut diantaranya nyeri epigastrik,

mual, nyeri ulu hati, dan rasa penuh di saluran cerna. Efek samping lain yang

mungkin terjadi adalah trombositopenia, ruam kulit, sakit kepala, pusing, dan

penglihatan kabur, ambliopia toksik, retensi cairan, dan edema. Pasien yang

mengalami gangguan mata harus menghentikan penggunaan ibuprofen. Ibuprofen

tidak dianjurkan untuk digunakan oleh wanita hamil, atau oleh ibu yang sedang

menyusui (Hardman dkk., 2012).


12

2.1.5 Analgetik

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan

jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan nilai ambang

toleransi nyeri berbeda-beda setiap orang. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal

merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya

gangguan di jaringan, seperti peradangan (rema/ encok), dan kejang otot. Nyeri

yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor /listrik) dapat

menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan

zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri antara lain histamin, brakidin,

leukotrien, dan prostaglandin. Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor

nyeri di ujung-ujung syaraf bebas pada permukaan kulit, mukosa, serta jaringan

lain dan menimbulkan reaksi radang serta kejang-kejang (Tjay dan Rahardja,

2008).

Analgetik adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa

nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya,

analgetik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik perifer (non narkotik)

yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral,

analgetik antiradang termasuk kelompok ini, dan analgetik narkotik yang khusus

digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fraktur dan kanker.

Rasa nyeri dapat dihilangkan dengan menggunakan penghilang rasa nyeri atau

analgetik. Nyeri ringan dapat ditangani dengan menggunakan analgetik perifer

seperti paracetamol, asetosal, asam mefenamat, propilfenazon atau aminofenazon.

Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri yang disertai
13

pembengkakan atau akibat trauma (jatuh, tendangan, tubrukan) sebaiknya diobati

dengan suatu analgetik antiradang seperti aminofenazon dan AINS (Anti

Inflamasi Non Steroid). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan

menggunakan morfin atau opiat lainnya (Tjay dan Rahardja, 2008).

AINS (anti inflamasi non steroid) berkhasiat analgetik, antipiretik, serta

antiradang banyak digunakan untuk menghilangkan gejala penyakit rema seperti

arthritis rheumatoid, artrosis, dan spondyliosis. Ibuprofen merupakan obat

golongan AINS (anti inflamasi non steroid) dari kelompok propionat yang paling

banyak digunakan, daya analgetik dan antiradangnya cukup baik pada penanganan

rema bila dibandingkan dengan salisilat (Tjay dan Rahardja, 2008).

2.1.6 Monografi Bahan

1. Ibuprofen

Ibuprofen berupa serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih. Rumus

kimia dari ibuprofen yaitu C13H18O2, dengan bobot molekul 206,3. Ibuprofen

praktis tidak larut dalam air, sangat larut dalam alkohol, aseton, kloroform, dan

metil alkohol; sedikit larut dalam etil asetat (Martindale, 2009). Struktur molekul

ibuprofen dapat dilihat pada gambar 2.1. Ibuprofen digunakan dalam sediaan

topikal baik itu krim, busa, gel, atau larutan semprot dengan kadar 5%, juga

tersedia dengan kadar 10% (Martindale, 2009).


14

Gambar 2.1. Struktur molekul ibuprofen

2. Na CMC (Carboxymethylcellulose Sodium)

Carboxymethylcellulose Sodium atau biasa disebut Na CMC berupa serbuk

granul putih atau hampir putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Na CMC

mempunyai kelarutan praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), eter, dan

toluen. Mudah terdispersi dalam air pada berbagai temperatur membentuk larutan

koloidal jernih. Na CMC stabil, bersifat higroskopis, dalam kondisi kelembaban

tinggi dapat menyerap lebih dari 50% air. Viskositasnya bervariasi tergantung

grade, larutan 1% b/v mempunyai viskositas 5-2000 cP. Peningkatan konsentrasi

menyebabkan viskositasnya juga meningkat. Pada pemanasan yang lama dapat

menyebabkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas. Viskositas Na CMC

stabil pada pH 4-10, optimal pada pH netral. Na CMC banyak digunakan untuk

membuat sediaan oral, topikal, parenteral terutama karena sifat peningkat

viskositasnya. Fungsi dari Na CMC adalah sebagai coating agent, stabilizing

agent, suspending agent, tablet and capsule disintegrant, pengikat tablet,

peningkat viskositas, dan water adsorbing agent (Rowe dkk., 2009). Struktur

molekul Na CMC dapat dilihat pada gambar 2.2.


15

Gambar 2.2. Struktur molekul Na CMC

3. Carbomer

Carbomer atau Carbopol merupakan homopolimer dari polimer akrilik.

Pemeriannya berupa serbuk berwarna putih, halus, higroskopis, dan bersifat asam.

Dalam bidang farmasi, carbomer dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi,

pembentuk gel, pensuspensi, dan bahan pengikat tablet. Carbomer dengan

konsentrasi 0,5- 2 % dapat digunakan sebagai bahan pembentuk gel. Carbomer

dapat larut dalam air dan setelah dinetralkan dapat larut dalam etanol 95%.

Carbomer dalam larutan 0,5% memiliki pH sebesar 2,7- 3,5 serta memiliki

viskositas yang rendah dan bila telah dinetralkan dengan basa seperti NaOH, akan

memiliki viskositas yang tinggi. Viskositas akan berkurang apabila pH kurang

dari 3 atau lebih besar dari 12 (Rowe dkk., 2009).

4. Viscolam

Viscolam mengandung sodium polyacryloyldimethyl taurate, hidrogeneted

polidecene, dan tridecet 10. Viscolam berbentuk suspensi berwarna putih.

Viscolam dalam larutan 2% memiliki pH 6-8. Viscolam sering digunakan sebagai


16

polimer cair didasarkan pada konsep hydro swelling droplets dimana terjadi

pembesaran ukuran droplets air tanpa perlu pemanasan atau modifikasi pH.

5. Emulsifiying Agent ( Tween 80 dan Span 80)

a. Tween 80

Nama lain dari tween 80 adalah polisorbat 80. Tween 80 memiliki bau yang

khas dan hangat, rasa agak pahit, dan berwarna kuning. Memiliki kelarutan larut

dalam etanol dan dalam air, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak sayur.

Polisorbat merupakan surfaktan hidrofilik non ionik yang mengandung 20 unit

oksietilena dan digunakan sebagai emulsifiying agent pada emulsi tipe minyak

dalam air. Penggunaan tween 80 secara kombinasi memiliki range konsentrasi

sebesar 1-10 %. Nama kimia untuk tween 80 adalah polyoxyethylen 20 sorbitan

monooleat dengan rumus kimia C64H124O26, dengan berat molekul 1310.

Mempunyai nilai HLB 15, berbentuk cairan berminyak berwarna kuning (Rowe

dkk., 2009). Struktur molekul tween 80 dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Struktur molekul tween 80


17

b. Span 80

Nama lain dari span 80 adalah sorbitan monooleat. Span 80 berupa cairan

kental jernih berwarna kuning, seperti minyak, bau khas lemah, rasa pahit dan

hangat. Kelarutan ester sorbitan umumnya larut atau terdispersi dalam minyak,

larut dalam pelarut organik, dalam air meskipun tidak larut tapi dapat terdispersi.

Nama kimia untuk span 80 adalah (Z)- sorbitan mono-9 octadecenoate dengan

rumus kimia C24H44O6, dengan berat molekul 429. Mempunyai nilai HLB 4,3

berbentuk cairan berwarna kuning (Rowe dkk., 2009).

6. Parafin Cair

Parafin cair merupakan cairan kental, transparan, tidak berfluorosensi, tidak

berwarna, hampir tidak berbau dan tidak berasa. Kelarutan dari parafin adalah

praktis tidak larut dalam air dan etanol, larut dalam kloroform dan eter. Parafin

merupakan salah satu bahan yang memiliki sifat emollient, merupakan bahan yang

dapat membantu menjaga kulit agar tetap lembut dan halus. Fungsi dari emollient

yaitu sebagai lubrikan pada permukaan kulit, mengurangi pengelupasan pada

kulit, serta meningkatkan penampilan kulit. Beberapa emollient menunjukan sifat

lipofilik yang kuat, sehingga sering disebut bahan oklusif. Bahan oklusif yaitu

bahan berminyak untuk menghambat penguapan air pada permukaan kulit

sehingga kadar airnya meningkat (Rowe dkk., 2009).

7. Pengawet

a. Metil Paraben

Metil paraben berupa hablur tidak berwarna atau kristal putih, berbau khas

lemah, mempunyai rasa sedikit panas. Metil paraben mudah larut dalam etanol,
18

dan larut dalam 400 bagian air. Nama lain dari metil paraben adalah nipagin.

Nama kimia dari metil paraben adalah Methyl-4-hydroxybenzoate dengan rumus

kimia C8H8O3 dan berat molekul 152,15. Dalam sediaan topikal metil paraben

digunakan dengan konsentrasi 0,02-0,3 % (Rowe dkk., 2009).Struktur molekul

metil paraben dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Struktur molekul metil paraben

b. Propil Paraben

Propil paraben berupa Kristal putih, tidak berbau dan tidak berasa. Propil

paraben mudah larut dalam aseton, kelarutannya dalam etanol 95% adalah 1:1,

dalam propilenglokol 1:3,9 dan dalam air 1:2500. Nama lainnya adalah nipasol,

dengan nama kimianya adalah Propyl 4-hydroxybenzoate. Propil paraben

mempunyai rumus molekul C10H12O3 dengan berat molekul 180,20. Konsentrasi

yang biasa digunakan untuk sediaan topikal adalah 0,01-0,6% (Rowe dkk., 2009).

Struktur molekul propil paraben dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Struktur molekul propil paraben


19

Metil paraben dan propil paraben berfungsi sebagai pengawet antimikroba.

Keduanya memiliki aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Kombinasi paraben dapat

meningkatkan aktivitasnya sebagai pengawet karena aktivitas antimikroba

meningkat seiring dengan meningkatnya panjang rantai alkil, olehkarena itu

kombinasi metil-, etil-, propil-, dan butil paraben sering digunakan, contohnya

kombinasi metil dan propil paraben (Rowe dkk., 2009).

8. Propilenglikol

Propilenglikol berupa cairan bening atau tidak berwarna, kental, berbau,

dengan rasa sedikit manis dan pedas seperti gliserin. Kelarutan dari propilenglikol

adalah larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, larut dalam 1:6 bagian eter,

tidak larut dalam minyak mineral, tetapi larut dalam beberapa minyak esensial.

Nama kimia dari propilenglikol adalah 1,2-Propanediol, mempunyai rumus kimia

C3H8O2 dengan berat molekul 76,09. Pada sediaan topikal digunakan sebagai

humektan dengan konsentrasi sampai 15% (Rowe dkk., 2009). Struktur molekul

dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Struktur molekul propilenglokol

9. TEA (Triethanolamine)

Triethanolamin atau TEA berupa cairan kental, tidak berwarna hingga

kuning pucat, bau lemah, mirip amoniak, higroskopis. Triethanolamin mudah


20

larut dalam air, larut dalam kloroform, dan larut dalam etanol. Triethanolamin

dapat digunakan sebagai humektan ataupun sebagai emulsifiying agent.

Mempunyai rumus kimia C6H15NO3 dengan berat molekul 149,19 (Rowe dkk.,

2009). Struktur molekul triethanolamin dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Struktur molekul trietanolamin

10. Menthol

Mentol adalah zat yang diperoleh dari minyak atsiri beberapa spesies

Mentha atau dibuat secara sintetik. Struktur molekul dari mentol dapat dilihat

pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur molekul menthol

Mentol berupa hablur berbentuk jarum atau prisma, tidak berwarna, bau

tajam seperti minyak permen, rasa panas dan aromatik diikuti rasa dingin. Mentol

sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol 95% P, kloroform P, dan
21

eter P, mudah larut dalam parafin cair P, dan minyak atsiri. Mentol digunakan

sebagai peningkat penetrasi, ketika digunakan mentol akan melebarkan pembuluh

darah, menyebabkan sensasi dingin diikuti oleh efek analgesik. Mentol digunakan

untuk sediaan topikal dengan kadar antara 0,05-10% (Rowe dkk., 2009).

11. Aquadest

Aquadest berupa cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak

berasa. Nama lain dari aquadest adalah air suling. Aquadest dibuat dengan cara

menyuling air yang dapat diminum. Rumus kimia dari aquadest adalah H2O

dengan berat molekul 18,02.

2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Emulgel ibuprofen
yang mengandung Daya sebar
gelling agent Na
CMC, Carbomer, dan
Viscolam

Gambar 2.9. Skema kerangka konsep penelitian

2.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

H0 : Tidak ada pengaruh jenis gelling agent terhadap daya sebar sediaan

ibuprofen emulgel.

Ha : Ada pengaruh jenis gelling agent terhadap daya sebar sediaan ibuprofen

emulgel.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif true eksperiment karena

ada perlakuan terhadap sampel yaitu pembuatan sediaan emulgel ibuprofen

dengan menggunakan variasi jenis gelling agent.

3.2 Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini adalah desain kelompok kontrol hanya post test (post

test only control group design). Penelitian ini menggunakan kontrol negatif yaitu

sediaan emulgel yang tidak mengandung gelling agent. Dibawah ini adalah skema

dari rancangan penelitian.

Tabel 3.1. Skema rancangan penelitian


Pretest Treatment Post test
P0 R - T1 O1
P1 R - T2 O2
P2 R - T3 O3
P3 R - T4 O4

Keterangan Gambar :
P0 = Populasi kontrol negatif tanpa mengandung gelling agent
P1 = Populasi dari sediaan emulgel yang mengandung Na CMC
P2 = Populasi dari sediaan emulgel yang mengandung Carbomer
P3 = Populasi dari sediaan emulgel yang mengandung Viscolam
R = Sampel di ambil secara acak atau random
T1 = Perlakuan terhadap sampel yang tidak mengandung gelling agent
T2 = Perlakuan terhadap sampel yang mengandung Na CMC
T3 = Perlakuan terhadap sampel yang mengandung Carbomer
T4 = Perlakuan terhadap sampel yang mengandung Viscolam
O1 = Daya sebar sampel yang tidak mengandung gelling agent
O2 = Daya sebar sampel yang mengandung Na CMC
22
23

O3 = Daya sebar sampel yang mengandung Carbomer


O4 = Daya sebar sampel yang mengandung Viscolam

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini meliputi :

1. Emulgel dengan bahan aktif ibuprofen dengan kadar 5% menggunakan

gelling agent Na CMC dengan konsentrasi 2,9%.

2. Emulgel dengan bahan aktif ibuprofen dengan kadar 5% menggunakan

gelling agent Carbomer dengan konsentrasi 1%.

3. Emulgel dengan bahan aktif ibuprofen dengan kadar 5% menggunakan

gelling agent Viscolam dengan konsentrasi 15%.

3.3.2 Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan diperoleh dari populasi dengan

pengambilan sampel secara simple random sampling. Jumlah pengulangan yang

dilakukan sebanyak enam kali (6x). Dilakukan perhitungan dengan menggunakan

rumus federer.

(n-1) (t-1) ≥ 15

Dimana n= jumlah pengulangan

t = jumlah perlakuan

Jumlah pengulangan = (n-1)(t-1) ≥ 15


(n-1)(4-1)≥ 15
(n-1)3 ≥ 15
3n-3 ≥ 15
3n ≥ 18
n≥6
24

Kriteria inklusi dan eklusi dalam perlakuan diambil sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Populasi dengan viskositas 89 d Pa.s

b. Populasi dengan pH antara 4,5 sampai 6,5.

c. Sediaan emulgel ibuprofen yang memenuhi persyaratan evaluasi seperti

organoleptik, homogenitas, pH, viskositas, dan daya sebar.

2. Kriteria Eklusi

a. Sediaan emulgel yang tidak mengandung zat aktif ibuprofen.

b. Sediaan emulgel yang tidak memenuhi syarat evaluasi yang meliputi

organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji viskositas, dan uji daya sebar.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung jurusan Farmasi jalan Prof. Eyckman

No.24 Bandung. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Mei sampai dengan

03 Juli 2015.

3.5 Bahan dan Alat Penelitian

3.5.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibuprofen (Quadrant),

parafin cair (Brataco), span 80 (Brataco), tween 80 (Brataco), mentol (Brataco),

metil paraben (Brataco), propil paraben (Brataco), etanol (Brataco), propilenglikol


25

(Brataco), Na CMC (Quadrant), Viscolam, Carbomer (Quadrant), Trietanolamin

(Brataco), dan Aquadest.

3.5.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

(Mettler Toledo), hot plate, kertas perkamen, cawan uap, mortir, stamper, spatel

logam, pipet tetes, batang pengaduk, beker gelas 50 ml (Pyrex), beker gelas 100

ml (Pyrex), pH meter (Metller Toledo), viscometer stomer (Hake Viscotester VT-

02), kaca objek.

3.6 Variabel Penelitian

Variabel dari penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah NaCMC dengan konsentrasi 2,9%,

Carbomer dengan konsentrasi 1%, dan Viscolam dengan konsentrasi 15%,

digunakan sebagai gelling agent.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini daya sebar sediaan ibuprofen emulgel.

3. Variabel terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah viskositas sediaan, suhu

pencampuran dan teknik pembuatan sediaan emulgel yaitu kecepatan

pengadukan dan waktu pencampuran.


26

3.7 Definisi Operasional

1. Gelling agent atau bahan pembentuk gel adalah bahan tambahan yang

digunakan dalam pembuatan gel untuk menambah kekentalan sediaan gel.

Skala pengukurannya adalah nominal.

2. Daya sebar adalah diameter penyebaran emulgel pada kaca setelah

didiamkan selama 1 menit. Cara ukurnya yaitu dengan mengukur diameter

penyebaran sediaan emulgel yang telah diberi beban/ berat. Alat ukur yang

digunakan adalah penggaris, hasil ukurnya dalam cm dan skala

pengukurannya adalah rasio.

3.8 Cara Pengumpulan Data

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari

hasil pengukuran daya sebar sediaan di laboratorium, sedangkan data sekunder

dalam penelitian ini adalah data penunjang yang diperoleh dari buku maupun

jurnal penelitian.

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Hasil penelitian yang dilakukan diolah dan dianalisis dengan menggunakan

dua cara yaitu:

1. Pendekatan teoritis

Data yang diperoleh dari pengujian dibandingkan dengan persyaratan dalam

pustaka.
27

2. Pendekatan statistik

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan SPSS

versi 20, menggunakan uji Anova. Taraf kepercayaan yang digunakan

adalah 95%. Jika data tidak normal dan tidak homogen maka menggunakan

uji non parametrik yaitu Kruskal Wallis.

3.10 Formulasi

Formula sediaan emulgel ibuprofen dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Formula sediaan emulgel ibuprofen


F0 F1 F2 F3
Nama Bahan
(%) (%) (%) (%)
Ibuprofen 5 5 5 5
Paraffin liquid 7,5 7,5 7,5 7,5
Span 80 2,8 2,8 2,8 2,8
Tween 80 7,2 7,2 7,2 7,2
Menthol 1 1 1 1
Methyl paraben 0,18 0,18 0,18 0,18
Propil paraben 0,02 0,02 0,02 0,02
Etanol 5 5 5 5
Propilenglikol 10 10 10 10
Na CMC - 2,9 - -
Carbomer - - 1 -
Viscolam - - - 15
TEA - - - Qs
Aquadest ad 100 100 100 100

Keterangan :
F0 : kontrol negatif atau sediaan emulgel ibuprofen yang tidak mengandung
gelling agent.
F1 : formula sediaan emulgel ibuprofen yang mengandung Na CMC sebagai
gelling agent.
F2 : formula sediaan emulgel ibuprofen yang mengandung carbomer sebagai
gelling agent.
F3 : formula sediaan emulgel ibuprofen yang mengandung viscolam sebagai
gelling agent.
28

3.11 Cara Kerja

1) Studi pendahuluan.

Dilakukan studi pendahuluan terlebih dahulu untuk mencari kadar basis gel

yang digunakan yaitu kadar basis gel yang memberikan nilai viskositas

sediaan emulgel yang sama dengan sediaan di pasaran yaitu 89 d Pa.s.

2) Pengembangan bahan pembentuk gel.

Mendispersikan bahan pembentuk gel Na CMC kedalam air dingin dengan

cara ditaburkan sedikit demi sedikit ke dalam aquadest kemudian bagian

yang belum terbasahi ditetesi aquadest dengan menggunakan pipet tetes

hingga semua bagian serbuk terbasahi, kemudian digerus homogen sampai

terbentuk gel. Viscolam ditambahkan trietanolamin secukupnya hingga

terbentuk masa gel kemudian gel digerus . Carbomer didispersikan kedalam

air dingin kemudian digerus sambil ditetes- tetesi dengan trietanolamin

secukupnya, digerus sampai terbentuk masa gel.

3) Pembuatan emulgel.

Proses selanjutnya adalah membuat emulsi dengan metode fusi dengan cara

mencampurkan fase minyak dan fase air. Fase minyak terdiri dari span 80

dan parafin cair lalu keduanya dicampurkan. Fase air terdiri dari tween 80,

propilenglikol, dan air ketiganya dicampurkan ke dalam beker gelas . Kedua

fase yang telah dibuat kemudian dipanaskan diatas hot plate hingga

mencapai suhu 70°C. Setelah kedua fase mencapai suhu yang sama,

dicampurkan fase minyak ke dalam fase air, diaduk hingga terbentuk

emulsi. Emulsi yang terbentuk kemudian dicampurkan ke dalam gel yang


29

telah dibuat sebelumnya, diaduk hingga terbentuk emulgel. Methyl paraben,

prophyl paraben, dan menthol dilarutkan ke dalam etanol, ibuprofen

dilarutkan ke dalam etanol, selanjutnya dicampurkan kedalam emulgel yang

telah terbentuk lalu digerus hingga homogen.

4) Evaluasi sediaan emulgel.

a. Uji organoleptik

Uji organoleptik merupakan pengujian yang dilakukan dengan alat indera

manusia untuk mengukur tingkat penerimaan pasien. Pengujian

dilakukan dengan melihat secara visual warna, bau, dan bentuk dari

sediaan.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan emulgel

pada kaca objek, lalu diratakan dengan menggunakan batang pengaduk

kemudian diamati susunannya homogen atau tidak.

c. Uji pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang telah

dikalibrasi dengan larutan dapar yang sesuai. Kemudian elektroda

dicelupkan kedalam sediaan yang akan diukur, lalu dicatat nilai pH yang

tertera pada layar.

d. Uji viskositas

Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Viscotester VT 02.

Emulgel yang telah dibuat sebanyak 120 gram kemudian diletakan dalam

pot salep yang tersedia, selanjutnya dipasangkan spindle 1 pada alat.


30

Viskositas sediaan emulgel dapat dilihat dari pergerakan jarum penunjuk

viskositas. Uji viskositas dilakukan sebanyak 3 x dan nilai viskositas

yang dikehendaki adalah 89 d Pa.s sesuai dengan viskositas dari sediaan

yang ada di pasaran.

e. Uji daya sebar

Uji daya sebar dilakukan dengan cara menimbang sediaan emulgel

sebanyak 0,35 gram, kemudian diletakan pada kaca berukuran 10x5 cm.

Ditutup dengan kaca penutup yang sudah ditimbang dengan berat 5,8 ± 1

gram dari ketinggian 5 cm kemudian dibiarkan selama 1 menit. Diamati

diameter penyebaran emulgel. Dilakukan juga pengukuran daya sebar

terhadap sediaan emulgel yang ada di pasaran.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Kualitas dari suatu sediaan emulgel dapat dilihat dari pengujian terhadap

karakteristik fisik sediaan emulgel yang meliputi pemeriksaan organoleptik,

homogenitas, pH, viskositas dan daya sebar.

4.1.1 Hasil Uji Karakterikstik Fisik Sediaan Emulgel Ibuprofen

1) Uji Organoleptik Sediaan

Berdasarkan pengujian organoleptik, emulgel ibuprofen berwarna putih

kecuali F0 (kontrol negarif) berwarna putih kekuningan. Semua formula memiliki

bau khas mentol, dengan konsistensi yang kental (F1), kental agak cair (F2),

kental sedikit cair (F3), dan konsistensi cair untuk F0 (kontrol negatif). Hasil uji

organoleptik dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil uji organoleptik sediaan emulgel ibuprofen


Formula Warna Bau Konsistensi
F0 Putih kekuningan Bau khas menthol Cair
F1 Putih Bau khas menthol Kental
F2 Putih Bau khas menthol Kental agak cair
F3 Putih Bau khas menthol Kental sedikit cair

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan emulgel yang

telah dibuat homogen atau tidak. Dari pengujian yang dilakukan semua formula

31
32

memiliki susunan yang homogen. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel

4.2.

Tabel 4.2. Hasil uji homogenitas sediaan emulgel ibuprofen


Formula Homogenitas
F0 Homogen
F1 Homogen
F2 Homogen
F3 Homogen

3) Uji pH Sediaan Emulgel Ibuprofen

Hasil pengujian pH sediaan menunjukan bahwa F1-F3 berada pada rentang

6,13- 6,45. Untuk F0 nilai pH cukup asam yaitu 4,10. Data pH sediaan dapat

dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil uji pH sediaan emulgel ibuprofen


Formula Replika 1 Replika 2 Replika 3 Rata-Rata ± SD
F0 4,08 4,07 4,16 4,10 ± 0,05
F1 6,14 6,07 6,17 6,13 ± 0,05
F2 6,48 6,17 6,44 6,36 ± 0,17
F3 6,45 6,48 6,42 6,45 ± 0,03

4) Uji Viskositas

Hasil pengujian viskositas menunjukan bahwa F1- F3 memiliki nilai

viskositas yang sama dengan sediaan di pasaran yaitu 89 d Pa.s, sedangkan F0

atau kontrol negatif memiliki nilai viskositas yang sangat rendah yaitu 0,01396

d Pa.s. Data hasil uji viskositas sediaan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil uji viskositas sediaan emulgel ibuprofen


Formula Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Rata- Rata ± SD
F0 0,01378 0,01460 0,01349 0,01396 ± 0,058
F1 89 89 89 89 ± 0
F2 89 89 89 89 ± 0
F3 89 89 89 89 ± 0
Fx 89 89 89 89 ± 0
33

5) Uji Daya Sebar Sediaan

Berdasarkan pengujian daya sebar emulgel, F0 atau kontrol negatif memiliki

daya sebar yang besar yaitu 10 cm, kemudian formula 2 (F2) 2,85 cm, formula 3

(F3) 2,53 cm dan formula 1 (F1) 2,3 cm. F1 memilki nilai daya sebar yang sama

dengan sediaan yang ada di pasaran. Apabila dilihat dari nilai daya sebarnya F1

dan Fx merupakan jenis gel semi cair, sedangkan F0,F2, dan F3 merupakan jenis

gel cair. Jenis gel berdasarkan ukuran daya sebarnya dapat dilihat pada tabel 4.6.

Data hasil uji daya sebar sediaan emulgel ibuprofen dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil uji daya sebar sediaan emulgel ibuprofen


Replikasi Formula 0 Formula1 Formula 2 Formula 3 Merek x
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 10 2,3 2,8 2,5 2,3
2 10 2,3 2,8 2,5 2,3
3 10 2,3 2,8 2,5 2,3
4 10 2,3 2,9 2,5 2,3
5 10 2,3 2,9 2,6 2,3
6 10 2,3 2,9 2,6 2,3
Rata- rata 10 ± 0 2,3 ± 0 2,85 ± 0,05 2,53 ± 0,05 2.3 ± 0
± SD

Jenis gel apabila dilihat dari nilai daya sebarnya dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 4.6. Jenis gel berdasarkan daya sebar


Jenis Gel Pengukuran (Dalam Cm)
Gel Cair Lebih dari 2,4
Gel Semi Cair 1,9-2,4
Gel Semi Padat 1,9-1,6
Gel Padat 1,6-1,4
Gel Sangat Padat Kurang dari 1,4
34

Dibawah ini merupakan grafik histogram antara formula dengan diameter

penyebaran .

12

10
Diameter penyebaran

8 Replikasi 1
6 Replikasi 2
Replikasi 3
4
Replikasi 4
2
Replikasi 5
0
Replikasi 6
F0 F1 F2 F3 Fx

Formula

Gambar 4.1. Histogram daya sebar F0-Fx

4.1.2 Hasil Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi

20. Data yang telah dientri kemudian diuji normalitas dan homogenitasnya. Hasil

uji normalitas dan homogenitas data dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11.

Setelah dilakukan uji normalitas data dan uji homogenitas ternyata data yang

digunakan tidak normal dan tidak homogen, maka uji Anova tidak bisa

digunakan. Dilakukan uji non parametrik yaitu Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal

Wallis dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi nilai rata- rata daya sebar menurut formula
Variabel N Mean SD Kruskal Wallis (Asymp Sig)
(Formula)
F0 6 10,00 0
F1 6 2,300 0
F2 6 2,850 0,548 0,000
F3 6 2,533 0,516
Fx 6 2,300 0
35

Untuk mengetahui formula mana yang berbeda, maka dilakukan uji Post Hoc,

dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Signifikasi perbedaan rata- rata daya sebar menurut formula
( Hasil Uji Pos Hoc)
Formula F0 F1 F2 F3 Fx
F0 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
F1 0,000* 0,000* 0,000* 1,000
F2 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
F3 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
Fx 0,000* 0,000* 0,000*
*Berbeda bermakna p<0,01

4.2 Pembahasan

4.2.1 Optimasi Sediaan Emulgel

Untuk mendapatkan formula yang tepat, maka dilakukan optimasi sediaan

terlebih dahulu. Optimasi dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi gelling agent

yang dapat menghasilkan sediaan emulgel ibuprofen yang memiliki viskositas

yang sama dengan sediaan yang ada di pasaran. Sebagai kontrol positif digunakan

emulgel merek x, karena merupakan sediaan emulgel dan memiliki kandungan

obat sebagai anti inflamasi non steroid. Langkah pertama yang dilakukan adalah

mengukur viskositas dari sediaan yang ada di pasaran. Didapat nilai viskositasnya

adalah 89 d Pa.s. Selanjutnya dilakukan optimasi sediaan.

Berdasarkan hasil optimasi emulgel diketahui Na CMC dengan kadar 2,9%

menghasilkan viskositas yang sama dengan kontrol positif, hal ini disebabkan

semakin tinggi kadar gelling agent tahanan untuk mengalir semakin besar. Na
36

CMC dengan kadar 2,9 % sudah mampu membentuk matriks gel dengan

viskositas yang sesuai.

Berdasarkan hasil optimasi emulgel diketahui kadar carbomer yang

memberikan nilai viskositas yang sama dengan kontrol positif adalah carbomer

1%. Hal ini disebabkan karena carbomer merupakan gelling agent yang kuat dan

dengan konsentrasi yang kecil sudah bisa memberikan viskositas yang baik.

Netralisasi gugus karboksilat pada carbomer menggunakan basa yang sesuai

seperti trietanolamin akan menyebabkan carbomer membentuk gel yang kental.

Berdasarkan hasil optimasi emulgel, diketahui kadar viscolam yang

memberikan nilai viskositas yang sama dengan kontrol positif adalah viscolam

15%. Hal ini disebabkan karena viscolam merupakan gelling agent berbentuk

suspensi cair, sehingga untuk mendapatkan viskositas yang dikehendaki

membutuhkan viscolam dengan konsentrasi yang tinggi. Untuk mengembangkan

gel viscolam maka harus ditambahkan basa seperti trietanolamin sehingga terjadi

proses netralisasi dan membentuk gel yang kental.

4.2.2 Formulasi Emulgel Ibuprofen

Setelah dilakukan optimasi maka dilakukan formulasi dan pembuatan

sediaan emulgel ibuprofen, sediaan yang dibuat sebanyak 120 gram. Sediaan

emulgel dibuat dengan cara mencampurkan emulsi ke dalam basis gel. Fase

minyak terdiri dari parafin cair, span 80 sedangkan fase air terdiri dari tween 80,

propilenglikol, dan air. Kemudian kedua fase dipanaskan sampai mencapai suhu

70° C karena pada suhu tersebut terjadi penurunan tegangan permukaan pada
37

kedua fase, sehingga dalam pencampuran kedua fase menjadi lebih mudah dan

menghasilkan sistem yang lebih stabil dengan ukuran globul yang kecil.

Emulgel memiliki kandungan air, dimana air merupakan media yang baik

untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga dalam formulasi ditambahkan

metil paraben dan propil paraben sebagai pengawet. Kombinasi dari metil paraben

dan propil paraben dapat meningkatkan aktivitasnya sebagai antimikroba. Bahan

tambahan lain yang digunakan dalam formula adalah menthol. Menthol

merupakan bahan yang dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit, selain

itu juga menthol dapat memberikan sensasi dingin pada kulit diikuti oleh efek

analgetik.

4.2.3 Evaluasi Sediaan

Uji organoleptik dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan cara

melakukan pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari sediaan yang telah

dibuat. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa sediaan emulgel

ibuprofen dengan kontrol negatif atau sediaan yang tidak mengandung gelling

agent (F0) mempunyai konsistensi yang cair dan berwarna putih kekuningan , hal

tersebut dikarenakan F0 tidak ada bahan pembentuk gel atau gelling agent yang

dapat berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari sediaan. Emulgel yang dibuat

memiliki bau khas mentol dan memiliki warna putih seperti susu. Hal ini

disebabkan karena dalam formula emulgel ibuprofen mengandung mentol dan

karena adanya pencampuran antara emulsi dengan gelling agent sehingga

membentuk sediaan yang berwarna putih susu.


38

Semua formula memiliki susunan yang homogen setelah dioleskan pada

kaca objek.

Dari hasil penelitian terhadap pH sediaan dapat dilihat bahwa kontrol

negatif atau F0 yang tidak menggunakan gelling agent memiliki pH yang asam.

Nilai pH sediaan tidak boleh terlalu asam karena akan menyebabkan iritasi pada

kulit dan juga tidak boleh terlalu basa karena akan menyebabkan kulit bersisik.

Sedangkan F1- F3 berada pada rentang pH kulit yaitu 4,5 sampai 6,5.

Dari hasil penelitian terhadap viskositas menunjukan bahwa F0 memiliki

nilai viskositas yang rendah. Hal ini dikarenakan kontrol negatif atau F0 tidak

mengandung gelling agent, dimana gelling agent berguna untuk meningkatkan

kekentalan atau viskositas sediaan. Sedangkan F1- F3 memiliki nilai viskositas

yang sama dengan sediaan yang ada di pasaran. Gelling agent dapat membentuk

matriks sehingga dapat menjebak droplet-droplet minyak dari emulsi yang ada

dalam sistem emulgel. Semakin banyak konsentrasi gelling agent maka

viskositasnya akan semakin meningkat. Adanya peningkatan viskositas tersebut

dapat membatasi pergerakan droplet- droplet minyak sehingga dapat

meminimalkan terjadinya penggabungan droplet- droplet minyak/ coalescence.

Sifat fisik lain yang diuji dari sediaan emulgel adalah daya sebar. Pengujian

daya sebar sediaan berkaitan dengan tingkat penerimaan pasien atau

pengaplikasian emulgel di kulit. Daya sebar yang baik dapat membuat sediaan

mudah untuk diaplikasikan tanpa harus menggunakan tekanan yang besar dan

dapat tinggal di kulit dalam waktu yang lama. Penghantaran dosis obat yang tepat

juga dipengaruhi oleh daya sebar.


39

Salah satu faktor yang mempengaruhi daya sebar adalah jumlah dan

kekuatan matriks gel. Semakin banyak dan kuat matriks gel maka daya sebar akan

menurun, kenaikan konsentrasi gelling agent akan menambah dan memperkuat

matriks gel.

Pada penelitian ini, berat kaca yang digunakan sebagai alas adalah 35,536

gram, sedangkan berat tutup kaca yang digunakan adalah 5,844 gram. Dari hasil

penelitian terhadap daya sebar dapat dilihat bahwa kontrol negatif memiliki daya

sebar yang besar yaitu 10 cm, dikarenakan F0 atau kontrol negatif tidak

mengandung gelling agent yang akan membentuk matriks dan meningkatkan

viskositas sediaan sehingga konsistensinya cair dan memiliki viskositas yang

rendah. Daya sebar dari suatu sediaan berbanding terbalik dengan viskositasnya.

Semakin tinggi viskositasnya, maka daya sebarnya akan semakin rendah, semakin

rendah viskositasnya maka daya sebarnya semakin tinggi.

Daya sebar yang dikehendaki adalah 2,3 cm sesuai dengan daya sebar

sediaan yang ada di pasaran. Formula 1 (F1) memiliki daya sebar yang sama

dengan sediaan yang ada di pasaran yaitu 2,3 cm, dikarenakan F1 mengandung

gelling agent dan mempunyai konsistensi yang kental dimana konsistensi dari

sediaan juga akan mempengaruhi daya sebar. Formula 2 (F2) memiliki daya sebar

yang lebih besar dari formula 1, walaupun nilai viskositasnya sama tetapi

konsistensi dari sediaan yang sedikit cair menyebabkan F2 memiliki daya sebar

yang lebih besar, begitu juga dengan formula 3 (F3).

Berdasarkan nilai daya sebar yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa

formula 1 (F1) merupakan jenis gel semi cair, sedangkan formula 2 (F2) dan
40

formula 3(F3) merupakan jenis gel cair. Nilai daya sebar dari F1< F3< F2 atau

nilai daya sebar NaCMC < Viscolam < Carbomer. Walaupun formula 1 memiliki

nilai daya sebar yang sama dengan daya sebar sediaan di pasaran, namun dari segi

penampilan sediaan emulgel formula 3 memiliki penampilan yang bagus, dan

lebih lembut ketika diaplikasikan pada kulit, yaitu sediaan yang menggunakan

Viscolam sebagai gelling agent kemungkinan hal tersebut disebabkan karena

viscolam merupakan gelling agent dengan nama dagang (paten).

4.2.4 Analisis Data

Dari hasil uji normalitas data dapat dikatakan data tersebut terdistribusi

normal apabila :

A. Dilihat dari grafik histogram dan kurva normal, apabila bentuknya

menyerupai lonceng, data tersebut berdistribusi normal.

B. Menggunakan nilai skewness dan standar erornya, bila nilai skewness dibagi

standar errornya menghasilkan angka ≤ 2, maka distribusinya normal.

C. Uji kolmogorov smirnov, bila hasil uji signifikan (p value > 0,05) maka

distribusi normal.

Berdasarkan pada pengujian kenormalan data bila dilihat dari grafik

histogram dan kurva normal, maka distribusinya tidak normal hal tersebut karena

kurva tidak berbentuk lonceng. Sedangkan dilihat dari perbandingan nilai

skewness dengan standar errornya juga mengasilkan angka 3,65 hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal, karena nilainya lebih dari 2.
41

Dilihat dari uji kolmogorov smirnov, menghasilkan nilai signifikan 0,000 nilai

tersebut < 0,005 sehingga dapat dikatakan data tidak berdistribusi normal.

Setelah uji kenormalan data, maka dilakukan uji homogenitas data. Data

dikatakan homogen apabila didapat nilai signifikan > 0,05. Dari hasil uji

homogenitas data didapat nilai signifikan 0,000 maka dapat dikatakan bahwa data

tidak homogen.

Uji kenormalan data dan uji homogenitas menunjukan bahwa data yang

dimiliki tidak terdistribusi normal dan tidak homogen. Oleh karena itu tidak bisa

digunakan uji Anova, karena syarat untuk uji anova adalah data harus

berdistribusi normal dan harus homogen, maka dapat digunakan uji non

parametrik yaitu Kruskal Wallis Test dengan taraf kepercayaan 95%.

Dari uji Kruskal Wallis didapatkan nilai signifikan 0,000. Hipotesis nol pada

uji Kruskal Wallis adalah tidak ada pengaruh jenis gelling agent terhadap daya

sebar sediaan emulgel ibuprofen. Sedangkan hipotesis alternatifnya adalah ada

pengaruh perbedaan jenis gelling agent terhadap daya sebar sediaan emulgel

ibuprofen. Dengan menggunakan α= 0,05, dari hasil diatas maka hipotesis nol

ditolak. Dapat dikatakan bahwa ada pengaruh perbedaan jenis gelling agent

terhadap daya sebar sediaan emulgel ibuprofen. Namun, belum diketahui

kelompok mana yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka harus

dilakukan uji banding ganda/ Post Hoc. Pada hasil uji Post Hoc terlihat perbedaan

yang bermakna pada α 0,05 yang ditandai dengan tanda *. Dapat dikatakan bahwa

ada perbedaan yang bermakna antara F0 dengan F1, F2, F3, Fx, F1 dengan F2,F3,

F2 dengan F3,Fx, F3 dengan Fx.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis gelling agent

berpengaruh terhadap daya sebar emulgel ibuprofen. Konsentrasi basis gel yang

optimal yaitu Na CMC 2,9%, Carbomer 1%, dan Viscolam 15%. Emulgel dengan

basis gel Na CMC mempunyai nilai daya sebar < viscolam < carbomer. Emulgel

yang memberikan nilai daya sebar yang sama dengan sediaan yang ada di pasaran

adalah emulgel dengan menggunakan basis Na CMC 2,9% (formula 1). Sediaan

emulgel yang dibuat telah memenuhi persyaratan uji seperti organoleptik,

homogenitas, pH, dan viskositas. Dapat dikatakan bahwa ada perbedaan yang

bermakna antara F0 dengan F1, F2, F3,Fx, F1 dengan F2,F3, F2 dengan F3, Fx,

F3 dengan Fx.

5.2 Saran

1. Perlu digunakan bahan aktif murni karena bahan aktif yang ada di

laboratorium tidak sesuai dengan sifat dari bahan aktif, seperti kelarutannya.

2. Perlu dilakukan uji efektivitas analgetik dan anti radang sediaan emulgel

ibuprofen.

42
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Lani. 2013. Formulasi Emulgel Minyak Cengkeh (Oleum caryophylli)


Sebagai Anti Bau Kaki: Pengaruh Carbopol 940 Dan Sorbitol Terhadap
Sifat Fisik Dan StabilitasFisik. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma. Halaman 10-20.

Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.


Jakarta : UI Press.

Ansel, Howard C dan Allen,Loyd. 2014. Pharmaceutical Dosage Form and Drug
Delivery System. Tenth edition.

Baibhav, Joshi dkk. 2012. Development and Characterization of Clarithromycin


Emulgel for topical delivery. International Journal of Drug Development &
Research. Juli-September . Vol. 4.Issue 3. ISSN 0975-9344. Halaman 310-
311.

Bakhri, Andi Syamsul. 2011. Pengaruh Emulgator Novomer dan Viscolam


Terhadap Kestabilan Fisik Krim Dari Kombinasi Ekstrak Etanol Akar
Murbei (Morrus alba L.) Dan Buah Mahkota (Phaleria macrocarpa Boerl).
Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Hasanudin. Makasar. Halaman 10-11.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi


V. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Hardman, Joel G dkk. 2012. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi.
Edisi 10. Halaman 689-692.

Kaur, Loveleen Preet, Tarun Kumar Guleri. 2013. Topical Gel: A Recent
Approach for Novel Drug delivery. Asian Journal Of Biomedical &
pharmaceutical Sciences. Sri Sai College of Pharmacy,Punjab State, India.
Halaman 1-5.

Kumar, Kotta Kranthi dkk. 2011. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research. Vol. 4, Issue 2, 2011 ISSN - 0974-2441. Santhiram College of
Pharmacy4.India. Halaman 1-6.

Lachman, Leon dkk. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ketiga.
Jakarta: UI Press.

43
44

Mappa, Tiara dkk. 2013. Formulasi Gel Ekstrak Daun Sasaladahan (Peperomia
pellucida (L.) H.B.K) Dan Uji Efektifitasnya Terhadap Luka Bakar Pada
Kelinci (Oryctolagus Cuniculus). Jurnal Ilmiah Farmsi vol 2 No.2. Manado:
FMIPA UNSRAT. Halaman 51.

Martin, Alred dkk. 2008. Farmasi Fisik. Edisi ketiga. Jakarta : UI Press.

Panjaitan, Ester dkk. 2012. Formulasi Gel Dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah
(Zingiber officinale Roscoe). Journal of Pharmaceutics and Pharmacology.
Vol 1(1) : Halaman 9-20.

Ramadon, Delly. 2012. Penetapan Daya Penetrasi Secara In Vitro Sediaan Gel
Dan Emulgel Yang Mengandung Kapsaisinoid Dari Ekstrak Buah Cabai
Rawit ( Capsicum frutescens L). Skripsi. FMIPA. UI. Halaman 19-22.

Rowe, Raymond C.2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed.,


London: Pharmaceutical Press.

Shah, Arpan A, dkk. 2013. Emulgel : A Topical Preparation For Hydrofobic


Drugs. Pharmtechmedica. Vol-2/Issue-5/Sept-Oct 2013. Kalol Institute of
Pharmacy. India. Halaman 370, 372-373.

Singla, Vikas dkk. 2012. A New Platform For Topical Drug Delivery.
International Journal Of Pharma And Bio Sciences. Vol 3. Jan-Maret. Rayat
Institute Of Pharmacy. Punjab. Halaman 1-14.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Cetakan pertama.
Jakarta: Gramedia.

Varma, V. Naga Sravan Kumar. 2014. Calcipotriol Delivery Into The Skin As
Emulgel For Effective Permeation. Saudi Pharmaceutical Journal. 15
Februari. Department of Pharmaceutics. JSS College of Pharmacy. India.
Halaman 3-6.
45

Lampiran 1 : Dokumentasi hasil uji viskositas

Gambar hasil uji viskositas emulgel


pasaran

Gambar hasil uji viskositas F1

Gambar hasil uji viskositas F2

Gambar hasil uji viskositas F3


46

Lampiran 2 : Dokumentasi hasil pembuatan sediaan emulgel

Sediaan emulgel tanpa gelling agent

Sediaan emulgel basis Na CMC

Sediaan emulgel basis Carbomer

Sediaan emulgel basis Viscolam


47

Lampiran 3 : Dokumentasi hasil uji daya sebar F0

Replikasi 1

Replikasi 2

Replikasi 3

Replikasi 4
48

Replikasi 5

Replikasi 6
49

Lampiran 4 : Dokumentasi hasil uji daya sebar F1

Replikasi 1

Replikasi 2

Replikasi 3

Replikasi 4
50

Replikasi 5

Replikasi 6
51

Lampiran 5 : Dokumentasi hasil uji daya sebar F2

Replikasi 1

Replikasi 2

Replikasi 3

Replikasi 4
52

Replikasi 5

Replikasi 6
53

Lampiran 6 : Dokumentasi hasil uji daya sebar F3

Replikasi 1

Replikasi 2

Replikasi 3

Replikasi 4
54

Replikasi 5

Replikasi 6
55

Lampiran 7 : Dokumentasi hasil uji daya sebar sediaan emulgel di pasaran

Replikasi 1

Replikasi 2

Replikasi 3

Replikasi 4
56

Replikasi 5

Replikasi 6
57

Lampiran 8 : Perhitungan HLB

Diketahui : HLB Parafin Liquid = 12


HLB Span 80 = 4,3
HLB Tween 80 = 15,0
Dibuat sediaan emulgel sebanyak 120 gram
7,5
Paraffin liquid = 100 𝑥 120 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 9 𝑔𝑟𝑎𝑚
10
Emulgator = 100 𝑥 120 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 12 𝑔𝑟𝑎𝑚
9
Jumlah HLB butuh fase minyak = 9 𝑥 12 = 12
𝐻𝐿𝐵 𝑏𝑢𝑡𝑢 ℎ−𝐻𝐿𝐵 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ
Tween 80 = 𝐻𝐿𝐵 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 −𝐻𝐿𝐵 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ

12−4,3
=
15−4,3

7,7
= 10,7

= 0,72
Tween 80 yang dibutuhkan = 0,72 x 12
= 8,64 gram
Span 80 yang dibutuhkan = 12- 8,64
= 3,36 gram
8,64
% Tween 80 = 𝑥 100 = 7,2 %
12

3,36
% Span 80 = x 100 = 2,8%
12
58

Lampiran 9 : Histogram uji normalitas data


59

Lampiran 10 : Hasil uji normalitas data

Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 3,997 ,5587

95% Confidence Interval for Lower Bound 2,854


Mean Upper Bound 5,139

5% Trimmed Mean 3,757

Median 2,500

Variance 9,364

Diameter_peyebaran Std. Deviation 3,0600

Minimum 2,3

Maximum 10,0

Range 7,7

Interquartile Range ,6

Skewness 1,562 ,427

Kurtosis ,500 ,833

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Diameter_peyebaran ,440 30 ,000 ,545 30 ,000

a. Lilliefors Significance Correction


60

Lampiran 11 : Hasil uji homogenitas data

Test of Homogeneity of Variances


Diameter_peyebaran

Levene Statistic df1 df2 Sig.

68,125 4 25 ,000
61

Lampiran 12 : Hasil uji kruskal wallis

Ranks

Formula_ke N Mean Rank

F0 6 27,50

F1 6 6,50

F2 6 21,50
Diameter_peyebaran
F3 6 15,50

Fx 6 6,50

Total 30

a,b
Test Statistics

Diameter_peye
baran

Chi-Square 28,644
df 4
Asymp. Sig. ,000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable:
Formula_ke
62

Lampiran 13 : Hasil uji post hoc

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Diameter_peyebaran
LSD

(I) Formula_ke (J) Formula_ke Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I-J) Lower Bound Upper Bound
*
F1 7,7000 ,0194 ,000 7,660 7,740
*
F2 7,1500 ,0194 ,000 7,110 7,190
F0
*
F3 7,4667 ,0194 ,000 7,427 7,507
*
Fx 7,7000 ,0194 ,000 7,660 7,740
*
F0 -7,7000 ,0194 ,000 -7,740 -7,660
*
F2 -,5500 ,0194 ,000 -,590 -,510
F1 *
F3 -,2333 ,0194 ,000 -,273 -,193
Fx ,0000 ,0194 1,000 -,040 ,040
*
F0 -7,1500 ,0194 ,000 -7,190 -7,110
*
F1 ,5500 ,0194 ,000 ,510 ,590
F2 *
F3 ,3167 ,0194 ,000 ,277 ,357
*
Fx ,5500 ,0194 ,000 ,510 ,590
*
F0 -7,4667 ,0194 ,000 -7,507 -7,427
*
F1 ,2333 ,0194 ,000 ,193 ,273
F3 *
F2 -,3167 ,0194 ,000 -,357 -,277
*
Fx ,2333 ,0194 ,000 ,193 ,273
*
F0 -7,7000 ,0194 ,000 -7,740 -7,660

F1 ,0000 ,0194 1,000 -,040 ,040


Fx
*
F2 -,5500 ,0194 ,000 -,590 -,510
*
F3 -,2333 ,0194 ,000 -,273 -,193

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Anda mungkin juga menyukai