Anda di halaman 1dari 77

MAKALAH PEMAKSIMALAN TANAMAN

KELOR SEBAGAI PENETRAL POLUSI UDARA

PEMAKSIMALAN TANAMAN KELOR


SEBAGAI PENETRAL POLUSI UDARA
Disusun oleh :

Edi Kurniawan NIS 7909

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Polusi Udara

B. Kelor

C. Asam amino, asam askorbat, Vitamin C, dan Antioksidan

BAB III. METODOLOGI

A. Waktu dan tempat

B. Alat dan Bahan

C. Prosedur kerja

BAB IV. PEMBAHASAN

A. Hasil

B. Pembahasan

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, rahmat, dan hidayah-Nya
Karya ilmiah Pemaksimalan tanaman kelor sebagai penetral polusi udara dapat
terselesaikan.

Karya ilmiah ini disusun dalam rangka Lomba Karya lmiah siswa sekolah menengah
kejuruan, dengan tema “LET’S CHANGE TO SAVE THE EARTH”.

Melalui kesempatan berharga ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya ilmiah ini, kepada yang terhormat :

1. Drs. Purwono selaku Kepala Sekolah SMKN 1 Temanggung.

2. Tutik Setiyani,S.TP selaku pembimbing dalam penulisan karya ilmiah.

3. Semua pihak yang terlibat dan banyak membantu dalam penilitian ini.

Semoga Karya ilmiah siswa ini dapat memberi manfaat kepada masyarakat. Apabila ada
kesalahan dalam pembuatan karya ilmiah ini, saya mohon maaf setulus-tulusnya.

Temanggung, 24 September2013

Penulis

ABSTRAK

Tanaman kelor merupakan salah satu jenis tanaman hijau yang kaya akan vitamin
C, bahkan kandungan vitamin C di dalam tanaman kelor kadarnya bisa mencapai 7 kali lipat
dibanding kadar vitamin C yang ada pada jeruk. Vitamin C merupakan vitamin yang
mempunyai antioksidan yang bisa digunakan untuk menangkal radikal bebas, yaitu polusi
udara. Ini menunjukkan bahwa tingkat polusi udara bisa diminimalisir menggunakan
tanaman kelor yang mengandung vitamin C yang lebih banyak, dimana vitamin C pada
pohon kelor ini berperan sebagai antioksidan yang dapat digunakan sebagai agen pelawan
radikal bebas yang lebih baik.

Hasil penelitian, menunjukkan bahwa tanaman kelor dapat digunakan sebagai


penetral polusi udara. Di penelitian menunjukkan bahwa asap akan berkurang ketika diberi
perlakuan menggunakan tanaman kelor di dalam plastik. Tanaman kelor sebagai penetral
polusi udara, tentunya akan berdampak positif, karena disamping memaksimalkan
penggunaan tanaman kelor sebagai penetral polusi udara, juga ikut ambil peran dalam
pembudidayaan tanaman kelor. Jika tanaman kelor bisa dimaksimalkan sebagai penetral
polusi udara, secara otomatis juga turut melestarikan dan membudidayakan tanaman kelor
yang bisa dilakukan dengan cara generatif (menggunakan biji) ataupun secara vegetatif
(stek batang).

Kata kunci : Tanaman kelor, vitamin C, polusi udara, antioksidan.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia sudah dilengkapi dengan majunya teknologi, baik itu teknologi
industri, teknologi pangan ataupun teknologi yang lainnya. Manusia menggunaan teknologi
tersebut untuk membantu kegiatan yang dilakukan di kehidupan sehari-hari. Sebuah
teknologi dalam penggunaanya mempunyai hasil output / keluaran, dimana hasil output /
keluaran tersebut ada yang bisa dimanfaatkan oleh manusia secara langsung dan ada pula
yang tidak bisa dimanfaatkan oleh manusia secara langsung karena sifatnya yang merusak
lingkungan, dalam konteks ini khususnya rusaknya lingkungan sekitar akibat tingkatan polusi
udara yang berpotensi untuk merusak kualitas dari udara itu sendiri semakin meningkat,
dan semakin beragam asal usulnya.

Pencemaran udara yang menjadian tingkat polutan udara semakin meningkat saat
ini banyak disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu oleh asap kendaraan bermotor, asap
rokok, pembakaran sampah, limbah asap pabrik, dan pembakaran hutan. Tentunya hal-hal
itu turut menyumbang peranan dalam meningkatnya tingkat polusi udara yang terjadi saat
ini. Pencemaran udara dalam jangka pendek ataupun jangka panjang dapat menimbulkan
efek buruk bagi lingkungan atau mahluk hidup yang ada disekitarnya.

Perlu dicari solusi yang tepat untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan polusi
udara yang terjadi saat ini. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan
memaksimalkan potensi pohon-pohon hijau yang terdapat di lingkungan sekitar untuk
digunakan sebagai solusi pencegah meningkatnya polusi udara.

Pohon kelor merupakan salah satu tanaman hijau yang potensial untuk mengurangi
tingkat polusi udara. Saat ini pohon kelor hanya dimanfaatkan sebagai obat-obatan
tradisional pada masyarakat tertentu, tentu ini sangat disayangkan jika potensi pohon kelor
dalam mengurangi tingkat polusi udara tidak diterapkan dalam kehidupan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam pemaksimalan pohon kelor sebagai penetral polusi udara
ini adalah bagaimana kita dapat mencari alternatif yang dapat dimaksimalkan untuk
mengurangi tingkat polusi udara yang terjadi hampir di daerah mana saja. Tentunya langkah
ini nantinya tidak akan menimbulkan efek kerusakan untuk aspek-aspek lain yang ikut andil
didalamnya. Adanya pemaksimalan langkah alternatif dalam mengurangi tingkat polusi
udara diharapkan, manusia mempunyai rasa tanggung jawab dan kepedulian untuk menjaga
kelestarian lingkungan hidup, dimana kelestarian lingkungan ini akan berdampak positif bagi
kelestarian bumi.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan karya tulis Pemaksimalan Tanaman Kelor sebagai Penetral
Polusi Udara ini, antara lain :

1. Mengetahui potensi dari tanaman kelor sebagai penetral polusi udara.

2. Sebagai salah satu usaha untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan memaksimalan
pengunaan pohon kelor sebagai pohon penetral polusi udara.

D. Manfaat Penulisan

Diharapkan penulisan karya tulis Pemaksimalan pohon kelor sebagai penetral polusi
udara ini mempunyai manfaat, yaitu memberikan informasi kepada masyarakat tentang
penggunaan tanaman kelor sebagai penetral polusi udara yang dapat dimaksimalkan untuk
mengurangi tingkat polusi udara. Serta membuat gagasan baru dalam pemanfaatan
tanaman kelor sebagai penetral polusi udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Polusi Udara

Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,
atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan
tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia.
Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap
sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat
langsung dan lokal, regional, maupun global.

Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder.
Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran
udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil
dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-
pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari
pencemaran udara sekunder.

B. Kelor

Kelor atau merunggai (Moringa oleifera) adalah sejenis tumbuhan dari suku Moringaceae.
Tumbuhan ini memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Daun kelor berbentuk bulat telur dengan ukuran
kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai, dapat dibuat sayur atau obat. Bunganya berwarna
putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau, bunga ini keluar sepanjang
tahun dengan aroma bau semerbak.
Kelor mempunyai batang berkayu, tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis,
permukaan kasar; percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung
tumbuh lurus dan memanjang. Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling,
beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda. Buah
berbentuk panjang bersegi tiga, panjang 20-60 cm; buah muda berwarna hijau-setelah tua
menjadi cokelat, bentuk biji bulat-berwarna coklat kehitaman, berbuah setelah berumur 12-
18 bulan. Akar tunggang, berwarna putih, membesar seperti lobak. Pembudidayaan bisa
secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Tumbuh di dataran rendah maupun
dataran tinggi sampai di ketinggian 1000 m dpl.

Ada sebuah laporan hasil penelitian, kajian dan pengembangan terkait dengan
pemanfaatan tanaman kelor untuk penghijauan serta penahan penggurunan di Etiopia,
Somalia, dan Kenya oleh tim Jerman dari Institute for Scientific Cooperation, Tubingen,
1993. Laporan tersebut dikhususkan terhadap kawasan yang termasuk Etiopia, Somalia, dan
Sudan, karena sejak lama sudah menjadi tradisi penduduknya untuk menanam pohon kelor,
mengingat pohon tersebut dapat menjadi bagian di dalam kehidupan sehari-hari sebagai
bahan sayuran, bahan baku obat-obatan, juga untuk diperdagangkan (Anonim, 2013).

Kandungan gizi pada tanaman kelor dibanding bahan pangan lain :

1. Vitamin C

Vitamin C pada pohon kelor 7 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan vitamin C pada jeruk.

2. Kalsium

Kalsium pada pohon kelor 4 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan kalsium pada susu.

3. Vitamin A

Vitamin A pada pohon kelor 4 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan vitamin A pada wortel.

4. Protein

Protein pada pohon kelor 2 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan protein pada susu.

5. Potasium

Potasium pada pohon kelor 3 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan potasium pada jagung.

Beberapa manfaat tanaman kelor :


1. Meningkatkan ketahanan alamiah tubuh
2. Menyegarkan mata dan otak
3. Meningkatkan metabolisme tubuh
4. Meningkatkan stuktur sel tubuh
5. Meningkatkan serum kolesterol alamiah
6. Mengurangi kerutan dan garis-garis pada kulit
7. Meningkatkan fungsi normal hati dan ginjal
8. Memperindah kulit
9. Meningkatkan energi
10. Memudahkan pencernaan
11. Antioksidan
12. Memelihara sistem imunitas tubuh
13. Meningkatkan sistem sirkulasi yang menyehatkan
14. Memberi perasaan sehat secara menyeluruh
15. Mendukung kadar gula normal tubuh
16. Bersifat anti-peradangan

C. Asam amino, asam askorbat, Vitamin C, dan Antioksidan

Kelor mengandung Asam amino, yaitu asam amino non-esensial. Salah satu
contohnya adalah sistin yang berfungsi sebagai antioksidan, yang berperan sebagai
perlindungan terhadap radiasi dan polusi (Krisnadi, 2012). Asam askorbat adalah salah
satu senyawa kimia yang disebut vitamin C, Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang
larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit.

Asam askorbat atau vitamin C merupakan antioksidan yang melindungi sel dari stres
ekstraselular. Sebagai antioksidan, vitamin c mampu menetralkan radikal bebas. Radikal
bebas berasal dari molekul oksigen yang secara kimia strukturnya berubah akibat dari
aktifitas lingkungan. Aktifitas lingkungan yang dapat memunculkan radikal bebas antara lain
radiasi, polusi, dan merokok. (JogjaCamp,2012).

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses


oksidasi. Sifat antioksidan tersebut berasal dari gugus hidroksil dari nomor C 2 dan 3 yang
mendonorkan ion H+ bersama-sama dengan elektronnya menuju ke berbagai
senyawa oksidan seperti radikal bebas dengan
gugus oksigen atau nitrogen, peroksida dan superoksida. Komponen kimia yang berperan
sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa
golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada
bahan pangan, antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid.
Antioksidan terbukti sebagai agen pelawan radikal bebas yang efektif. Dalam sebuah
penelitian berskala kecil terungkap bahwa kebiasaan mengasup makanan yang mengandung vitamin C
bisa melindungi jantung dari efek polusi udara. Para peneliti dari Imperial College London
menemukan bahwa orang-orang yang memiliki kadar vitamin C tinggi dalam tubuhnya, mereka jarang
dirujuk ke rumah sakit saat cuaca berpolusi dibanding dengan yang memiliki kadar vitamin C rendah.
Hasil penelitian itu menambah bukti bahwa dampak polusi udara bisa dikurangi dengan antioksidan.

Mekanisme fungsi antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang
mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk
lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil
dibanding radikal lipida.(Cha,2011)
BAB III

METODOLOGI

A. Waktu dan tempat


Eksperimen tanaman kelor ini dilaksanakan pada hari Minggu 22 September 2013, di
rumah Edi kurniawan, di dusun sewatu, RT:04/RW:04, desa Campursari, Bulu, Temanggung.

B. Alat dan Bahan


Peralatan dan bahan yang digunakan meliputi:

1. Plastik 2 buah

2. Kertas 2 buah (dengan jenis dan jumlah yang sama)

3. Lilin 1 buah

4. Benang

5. Korek api
6. Timer

7. Tanaman kelor

C. Prosedur kerja

Tahapan eksperimen pada tanaman kelor :


1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Menyalakan lilin.

3. Membakar kedua kertas.

4. Memasukkan asap yang ditimbulkan dari kertas kedalam dua plastik secara bersamaan,
dengan cara menempatkan plastik yang terbuka di atas kertas yang berasap.

5. Mengikatkan satu plastik yang sudah terdapat asapnya ke salah satu bagian daun kelor
menggunakan benang.

6. Memegang dan menutupi plastik lain yang telah diberi asap dari kertas menggunakan
tangan.

7. Mengamati perubahan yang terjadi.

8. Membandingkan hasil dari plastik yang diberi perlakuan dengan tanaman kelor dan plastik
yang hanya diberi perlakuan ditutupi dengan tangan.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Hasil

Mendukung terbuktinya tanaman kelor dapat dimaksimalkan sebagai penetral


polusi udara, maka telah dilakukan eksperimen terhadap tanaman kelor mengenai
peranannya dalam memaksimalkan usaha penetralan polusi udara yang baik.

Plastik yang sudah diberi asap didalamnya diikat ke salah satu bagian tanaman kelor,
dilakukan pengamatan kondisi yang terjadi pada tanaman kelor serta plastik dan asap yang
ada di dalamnya. Juga dilakukan pengamatan untuk asap dalam plastik yang hanya dipegang
dengan tangan. Sesaat plastik yang diberi asap didalamnya, yang diikat di tanaman kelor
kondisi asapnya masih pekat, kemudian dihitung lama waktu untuk proses menggunakan
timer. Setelah ditunggu selama 20 menit, perlahan kepekatan asap yang terdapat didalam
plastik mulai berkurang dan plastik sudah mulai bening kembali. Sedangkan kondisi asap
dari plastik yang hanya ditutupi dengan tangan, kepekatan asapnya belum berkurang.

B. Pembahasan
Dari data yang diperoleh dalam eksperimen, dapat dianalisa bahwa tanaman kelor
dapat dimaksimalkan sebagai penetral polusi udara yang baik, dan dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi tingkatan polusi udara yang ada di lingkungan. Polusi udara yang ada di
dalam plastik dapat diserap baik oleh tanaman kelor. Asap dari plastik yang hanya diberi
perlakuan ditutup dengan tangan, kepekatan asapnya belum berkurang ini menunjukkan
belum adanya alat/bahan untuk mengurangi polusi udara dari asap.

Dalam proses penetralan polusi udara oleh tanaman kelor ini, tidak lepas dari
peranan vitamin C yang terkandung dalam tanaman kelor itu sendiri, dimana vitamin C
tanaman kelor kandungannya 7 kali lipat dibandingkan kandungan vitamin C pada jeruk. Hal
ini mendukung proses penetralan polusi udara dari tanaman kelor yang lebih baik karena
vitamin C sebagai antioksidan mempunyai peran untuk menangkal radikal bebas yaitu polusi
udara. Ini menunjukkan tingkat polusi udara bisa diminimalisir menggunakan tanaman kelor
yang mengandung vitamin C yang lebih banyak, dimana vitamin C pada tanaman kelor ini
berperan sebagai antioksidan sebagai agen pelawan radikal bebas yang lebih baik.

Mengenai aspek yang timbul dari penggunaan tanaman kelor sebagai penetralan
polusi udara, tentunya ini akan berdampak positif. Disamping memaksimalkan penggunaan
tanaman kelor sebagai penetral polusi udara yang baik, juga ikut ambil peran dalam
pembudidayaan tanaman kelor. Bahkan tanaman kelor dapat digunakan untuk tanaman
peneduh di samping jalan raya. Ini secara otomatis juga ikut melestarikan dan
membudidayakan tanaman kelor yang dapat dilakukan dengan cara generatif
(menggunakan biji) ataupun secara vegetatif (stek batang).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanaman kelor sebagai alternatif dalam memaksimalkan usaha dalam


menyelamatkan bumi dari polusi udara yang semakin hari menjadi mengkhawatirkan.
Tanaman kelor dapat digunakan sebagai penetral polusi udara menggunakan antioksidan
yang berasal dari vitamin C yang banyak terkandung di dalam tanaman kelor. Pemaksimalan
penggunaan tanaman kelor dalam penetralan udara dapat serta membudidayakan tanaman
kelor, yang bermanfaat bagi penyelamatan bumi dari polusi udara.

B. Saran
1. Perlu diadakannya penelitian lebih jauh lagi mengenai besar potensi polusi udara yang dapat
dinetralisir oleh antioksidan dari vitamin C pada tanaman kelor.

2. Perlu adanya pembudidayaan tanaman kelor dalam usaha mengurangi tingkat polusi udara
yang ada di bumi.

3. Perlu mencari cara-cara yang lebih sederhana dan efisien dalam memanfaatkan tanaman
kelor untuk menetralkan polusi udara.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiningrum D. 2004. Isolasi dan uji aktivitas antioksidan senyawa bioaktif dari daun. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Institut Pertanian Bogor.

Cha, A. 2011. Zat aditif antioksidan. Jakarta. http://wikivitamin.com/sumber-vitamin-c asam-


askorbat/. Tanggal akses 24 September 2013, 08:22.

Davies, MB. 1991. Vitamin C: Its Chemistry and Biochemistry. Cambridge. Diakses 21 September 2013.

Gordon, I. 1994. Functional Food, Food Design, Pharmafood. New York: Champman dan Hall.

Gyorgi , AS. 1931. Vitamin C, and WWII. Szeged. http://manfaatvitaminc.com/tag/tips-mencegah-


polusi-dengan-vitaminc/. Tanggalakses21September 2013, 18:25.

http://daunkelor.com/

http://wikivitamin.com/category/vitamin-c-asam-askorbat/

Schuler P. 1990. Natural Antioxidant Exploited Comercially. New York: Elsevier Applied Science.
Tanggal akses 23 September 2013
IPTEKnet. 2005. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/. Tanggal akses 23
September 2013.
Daun Kelor Ternyata Bermanfaat
untuk Memperlancar Produksi
ASI
Oleh Novita JosephInformasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania Savitri -
Dokter Umum

Ada banyak sumber makanan yang dipercaya dapat memperlancar produksi ASI ibu
menyusui. Salah satunya adalah daun kelor. Ya, meski tak sepopuler si primadona
daun katuk, daun kelor terbukti berpotensi mendukung kelancaran produksi ASI.
Lantas, bagaimana cara mengolah daun kelor untuk dikonsumsi ibu menyusui?
Harus seberapa rutin mengonsumsinya untuk meraih manfaat yang satu ini?
Simak ulasannya di bawah ini.
Manfaat daun kelor untuk ASI
Daun kelor berasal dari pohon kelor, yang punya nama latin moringa oleifera. Daun
keloe didukung oleh rentetan nutrisi yang penting bagi tubuh, seperti vitamin A, B,
dan C. Per 100 gram daun kelor juga mengandung 75 kalori, 60 gram protein, 13
gram karbohidrat, dan 353 mg kalsium. Selain itu, daun kelor mengandung zat besi
yang bisa mencegah anemia. Total kandungan nutrisi dalam 200 mg daun kelor
bahkan setara dengan 4 butir telur dan 2 gram susu.

Mengutip Mindbodygreen, sebuah studi yang dipimpin oleh Dr. Michelle A. Taup,
MD., menemukan bahwa kelompok ibu menyusui yang rutin mengonsumsi kapsul
daun kelor sebanyak dua kali sehari mengalami peningkatan produksi ASI yang
cukup tinggi.

Bagi ibu menyusui yang harus mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi demi
menjamin ketersediaan ASI untuk buah hati, daun kelor adalah salah pilihan yang
tepat. Namun, konsumsi daun kelor tetap harus diimbangi dnegan dengan menu
makanan sehat lainnya.

Apakah ada efek samping mengonsumsi


daun kelor?
Setiap kali Anda ingin coba-coba makanan atau minuman baru selama masa hamil
atau menyusui, Anda wajib bertanya dan konsultasi dengan dokter Anda lebih dulu.
Pasalnya belum ada penelitian medis akurat yang menyarankan Anda mengonsumsi
ekstrak daun kelor ketika hamil ataupun menyusui.

Terlebih lagi, tak semua suplemrn dan obat herbal aman dikonsumsi. Ada
kemungkinan residu bahan kimia (misalnya, pestisida) tertinggal di dalam akar
tanaman, kulit kayu, dan bunga daun kelor yang dapat memicu kontraksi rahim dini,
yang membuat Anda berisiko mengalami komplikasi kehamilan. Baiknya, konsumsi
daun kelor harus di bawah pantauan dokter jika Anda berniat menggunakannya saat
hamil.

Bagaimana mengolah daun kelor untuk


dikonsumsi?
Ada perbedaan penggunaan daun kelor di Indonesia dengan di negara-negara lain.
Biasanya, di negara lain daun kelor diubah menjadi esktrak dalam bentuk kapsul
siap minum.
Di Indonesia, daun kelor seringnya diolah menjadi jamu rebusan yang Anda minum
airnya beberapa kali sehari, atau dilalap daunnya untuk teman lauk makan nasi. Tapi
cara ini tidak disarankan. Pasalnya, merebus daun kelor dalam suhu panas terlalu
lama ditakutkan dapat menghancurkan vitamin dan enzim penting yang terkandung

Mungkin, cara mengonsumsi daun kelor yang paling baik adalah dengan cara
diangin-anginkan di bawah sinar matahati sampai kering, lalu digerus mrnjadi bubuk.
Dengan begini, nutrisi yang ada dalam daun tetap utuh dan dapat dengan lebih
mudah mengalir mengikuti aliran darah. Anda bisa menambahkan bubuk daun kelor
ke dalam smoothies, jus, yogurt, atau bahkan ditaburkan pada makanan.
Makalah Memahami Cara Pemanfaatan Daun Kelor
Untuk Peningkatan Kesehatan Dan Gizi
(Memahami Cara Pemanfaatan Daun Kelor Untuk Peningkatan
Kesehatan Dan Gizi)

Oleh :
KELOMPOK III
Abdul Fandir
Nurul Fahmi

Sarima

Yusdalifah Anna
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini dengan tepat pada waktunya yang berjudul Memahami
Cara Pemenafaatan Daun Kelor Untuk Peningkatan Kesehatan Dan Gizi Makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pemanfaatan daun kelor untuk
peningkatan kesehatan dan gizi.

Kami berharap semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.Makalah ini kami akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Dan makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
senantiasa memberkati segala usaha kita Aamiin.

Makassar,20 Maret 2017

Penyusun
Kelompok 3

DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………………………........................................ 1

Daftar isi…………………………………………………………………………….......................................... 2

BAB I Pendahuluan

a. Latar Belakang……………………………………………………………..................................... 3

b. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 3

c. Tujuan………………………………………………………………………...................................... 4

BAB II Pembahasan

a. Sekilas Mengenai Tanaman Kelor …………………………………………………………… 5

b. Potensi gizi dan senyawa aktif pada daun kelor …………………….............................. 6

c. Manfaat Tanaman Kelor ……………………………………………………...…....................... 7

d. Kegunaan Tanaman Kelor ………………………………………………………..…................. 9


e. pemanfaatannya berdasarkan jenis penyakit ……………………………………………... 10

f. Pemanfaatan daun kelor untuk pengembangan produk makanan ………………….. 11

g. Peranan daun kelor untuk kesehatan dan mengatasi masalah gizi ……................... 13

BAB III Penutup

a. Kesimpulan…………………………………………………………………................................... 15

b. Daftar Pustaka…………………………………………………………………….......................... 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kelor merupakan salah satu tanaman sayuran yang multiguna. Hampir semua bagian
dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan karena mengandung senyawa aktif
dan gizi lengkap. Daun kelor juga kaya vitamin A dan C, khususnya Betakaroten. Para ahli
menganjurkan untuk mengkonsumsi betakaroten sebanyak 15.000-25.000 IU per hari
(Astawan, 2004).

Kandungan Vitamin C-nya setara dengan 6 kali vitamin C buah jeruk, sangat
bermanfaat untuk mencegah berbagai macam penyakit termasuk flu dan demam. Begitu
dahsyatnya khasiat daun kelor mengatasi aneka penyakit. Beberapa senyawa aktif dalam
daun kelor adalah arginin, leusin, dan metionin. Tubuh memang memproduksi arginin,
tetapi sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu asupan dari luar seperti daun kelor.
Kandungan arginin pada daun kelor segar mencapai 406,6 mg (Anwar, 2007).

Teh kelor, saus kelor, sirup kelor, sereal dan biskuit kelor merupakan produk yang
menggunakan daun kelor sebagai bahan utama. Kecukupan konsumsi sayuran sangat
diperlukan karena kandungan vitamin, mineral dan enzim selaku senyawa bioaktif yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kecukupan antibodi juga diperlukan untuk mempertahankan
ketahanan tubuh. Daun kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi
kebutuhan nutrisi dalam tubuh, sehingga orang yang mengonsumsi daun kelor akan
terbantu untuk meningkatkan energi dan ketahanan tubuh. Dalam bidang pangan,
pengolahan makanan semakin berkembang sehingga menghasilkan beragam produk olahan
yang beredar di pasaran. Selain itu, pola konsumsi masyarakat telah mengalami perubahan.
Hal ini terlihat dari kecenderungan mereka dalam memilih makanan yang praktis, ekonomis
dan cepat tersedia untuk dikonsumsi. Di daerah perkotaan, makanan siap saji lebih diterima
oleh masyarakat daripada kebiasaan pola makan sehat (Suryana et al, 2008).

B. Rumusan Masalah

1. Apa Potensi gizi dan senyawa aktif pada daun kelor?

2. Bagaimana Pemanfaatan daun kelor untuk pengembangan produk makanan?

3. Apa Peranan daun kelor untuk kesehatan dan mengatasi masalah gizi ?

C. Tujuan

1. Mengetahu Potensi gizi dan senyawa aktif pada daun kelor?

2. Mengetahui Bagaimana Pemanfaatan daun kelor untuk pengembangan produk makanan?

3. Mengetahui Apa Peranan daun kelor untuk kesehatan dan mengatasi masalah gizi ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas Mengenai Tanaman Kelor

Tanaman Kelor (Moringa oleifera) atau dikenal juga sebagai Moringa


pterygosperma, merupakan tanaman dari keluarga Moringaceae. Kelor adalah jenis
tanaman yang mudah ditemukan di seluruh daerah di tanah air. Ada beberapa sebutan
(nama) lokal untuk tanaman ini. Selain Kelor yang menjadi nama dalam bahasa Indonesia,
sebutan tersebut juga digunakan oleh masyarakat di Jawa, Sunda, Bali dan Lampung.
Sedangkan sebutan lainnya antara lain
adalah Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo); Keloro (Bugis), Kawano (Su
mba), Ongge (Bima), Hau fo (Timor).

Kelor adalah tanaman jenis perdu dengan ketinggian pohon berkisar antara 7 -11
meter. Batang kayunya getas (mudah patah), bercabang jarang, tapi berakar kuat. Batang
pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur berukuran kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai. Bunganya berwarna putih kekuning kuningan dan tudung
pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau
semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Di Jawa disebut kelentang.
Berbentuk mirip kacang panjang berwarna hijau dan keras dengan ukuran panjang sekitar
30 cm. Sedang getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).
Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah
300-500 meter di atas permukaan laut.

Selain itu, dalam pendapat sebagian masyarakat, konon kelor mengandung


kekuatan magis, batangnya dapat dipakai untuk melunturkan kesaktian (black magic)
seseorang. Adanya kandungan magis itu menyebabkan batang pohon kelor sering diburu
orang untuk dijadikan jimat, pemegang jimat ini bisa kebal senjata tajam. Tanaman ini juga
bisa dipakai mengobati orang kejang-kejang kesurupan. Biasanya itu terjadi karena diganggu
roh jahat. Cara mengobatinya dengan mengambil daun kelor, lalu diremas dan dibalurkan di
semua persendian sang pasien.

Di Jawa, secara tradisional, kelor kerap dibuat tanaman pagar, sedangkan daunnya
dibuat sayur. Tapi, banyak pula yang memanfaatkan bagian dari tanaman yang berasa pahit
ini untuk bahan obat tradisional.

B. Potensi gizi dan senyawa aktif pada daun kelor

Menurut Simbolan et al., (2007), kandungan kimia yang dimiliki daun kelor
yakni asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin,
leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan
methionin. Daun kelor juga mengandung makro elemen seperti potasium,
kalsium, magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan,
zinc, dan besi. Daun kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B, Vitamin
C, mineral terutama zat besi. Menurut Fuglie (2001) menyebutkan kandungan
kimia daun kelor per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1. Akar, batang dan kulit
batang kelor mengandung saponin dan polifenol. Selain itu kelor juga
mengandung alkaloida, tannin, steroid, flavonoid, gula tereduksi dan minyak
atsiri. Akar dan daun kelor juga mengandung zat yang berasa pahit dan getir.
Sementara biji kelor mengandung minyak dan lemak (Utami dan Puspaningtyas,
2013).

Hasil studi fitokimia daun kelor (Moringa oleifera) menyebutkan bahwa daun kelor
mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, phenols yang juga dapat
menghambat aktivitas bakteri. Komposisi dan konsentrasi senyawa fitokimia mengalami
perubahan selama pertumbuhan tanaman. Daun yang lebih muda mempunyai kandungan
fitokimia paling tinggi (Nugraha, 2013).

Berkat kandungan gizi yang terdapat di dalamnya, selain sebagai obat, kelor juga
bermanfaat sebagai multivitamin. Terbukti bahwa kelor telah berhasil mencegah wabah
kekurangan gizi di beberapa negara di Afrika dan menyelamatkan banyak nyawa anak-anak
dan ibu-ibu hamil.

Berikut Kandungan Gizi dalam setiap 100 g Tanaman Kelor :

Tabel 1.1

Deskripsi Biji Daun Tepung daun

Kadar Air (%) 86.9 75.0 7.5

Calori 26 92 205

Protein (g) 2.5 6.7 27.1

Lemak (g) 0.1 1.7 2.3

Carbohydrate (g) 3.7 13.4 38.2

Fiber (g) 4.8 0.9 19.2

Minerals (g) 2.0 2.3 -

Ca (mg) 30 440 2,003

Mg (mg) 24 24 368

P (mg) 110 70 204


K (mg) 259 259 1,324

Cu (mg) 3.1 1.1 0.57

Fe (mg) 5.3 7 28.2

S (mg) 137 137 870

Oxalic acid (mg) 10 101 1.6%

Vitamin A - B carotene (mg) 0.11 6.8 16.3

Vitamin B -choline (mg) 423 423 -

Vitamin B1 -thiamin (mg) 0.05 0.21 2.64

Vitamin B2 -riboflavin (mg) 0.07 0.05 20.5

Vitamin B3 -nicotinic acid (mg) 0.2 0.8 8.2

Vitamin C -ascorbic acid (mg) 120 220 17.3

Vitamin E -tocopherol (mg) - - 113

Arginine (g/16g N) 3.6 6.0 1.33%

Histidine (g/16g N) 1.1 2.1 0.61%

Lysine (g/16g N) 1.5 4.3 1.32%

Tryptophan (g/16g N) 0.8 1.9 0.43%

Phenylanaline (g/16g N) 4.3 6.4 1.39%

Methionine (g/16g N) 1.4 2.0 0.35%

Threonine (g/16g N) 3.9 4.9 1.19%

Leucine (g/16g N) 6.5 9.3 1.95%

Isoleucine (g/16g N) 4.4 6.3 0.83%

Valine (g/16g N) 5.4 7.1 1.06%

(From Moringa oleifera: Natural Nutrition for the Tropics by Lowell Fuglie)
Dilihat dari nilai gizinya kelor adalah tanaman berkhasiat sejati (miracle tree), artinya
tanaman ini bisa dimanfaatkan dari akar, biji, batang, buah dan daun serta mengandung gizi
tinggi. Kandungan gizi daun kelor segar, setara dengan:

 4x vitamin A yang dikandung wortel,

 7x vitamin C yang terkandung pada jeruk,

 4x mineral Calsium dari susu,

 3x mineral Potassium pada pisang,

 3/4x zat besi pada bayam, dan

 2x protein dari yogurt.

Sedangkan kandungan gizi daun kelor yang dikeringkan setara dengan:

 10x vitamin A yang dikandung wortel,

 1/2x vitamin C yang terkandung pada jeruk,

 17x mineral Calsium dari susu,

 15x mineral Potassium pada pisang,

 25x zat besi pada bayam, dan

 9x protein dari yogurt.

C. Manfaat Tanaman Kelor Dalam Kehidupan Sehari-hari

Kelor (Moringa oleifera) adalah salah satu tanaman yang banyak dijumpai di tanah
air, hampir semua orang Indonesia pernah mendengar kata “daun kelor”. Bahkan ada
pepatah yang mengatakan “dunia ini tidak selebar daun kelor”. Pepatah ini sangat dikenal
luas dalam kehidupan kita. Pepatah ini mengandung makna bahwa kesuksesan dapat
diperoleh di berbagai bidang kehidupan yang dapat memberikan kesempatan kepada kita.

Kelor adalah tanaman jenis perdu dengan ketinggian pohon berkisar antara 7 -11
meter. Batang kayunya getas (mudah patah), bercabang jarang, tapi berakar kuat. Batang
pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur berukuran kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai. Bunganya berwarna putih kekuning kuningan dan tudung
pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau
semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Di Jawa disebut kelentang.
Berbentuk mirip kacang panjang berwarna hijau dan keras dengan ukuran panjang sekitar
30 cm. Sedang getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).
Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah
300-500 meter di atas permukaan laut.

Di Indonesia, khususnya di kampung atau pedesaan, pohon kelor banyak ditanam


sebagai pagar hidup, ditanam di sepanjang tepi ladang atau sawah. Fungsi dari penanaman
pohon kelor ini selain sebagai tanaman penghijau juga sebagai tanda batas tanah atau
ladang kepemilikan seseorang. Selama ini, daun kelor muda banyak dimanfaatkan sebagai
bahan sayuran oleh sebagian besar penduduk kampung atau desa di Indonesia, selain itu biji
kelor pun bermanfaat sejak beberapa tahun silam.

Pemanfaatan biji kelor telah dikembangkan di Indonesia, antara lain


melalui Program United Nations Development Programme (UNDP) bekerjasama dengan ITB.
Melalui program tersebut, biji kelor diolah menjadi bahan pengendap/koagulator untuk
penjernihan air secara cepat, murah dan aman. Karena kandungan senyawa pada serbuk biji
kelor memiliki sifat anti mikroba, khususnya terhadap bakteri,, bakteri Coli yang terdapat di
dalam air yang dijernihkan.

Menurut hasil pengujian oleh tim ahli dari UNDP, untuk pengolahan air minum di
kawasan pantai atau rawa tidak membutuhkan banyak biji kelor. Cukup 2-3 pohon dewasa
selama setahun dengan keluarga sebanyak 6-8 orang, dengan perhitungan kebutuhan air
sekitar 20 liter/hari/ jiwa.
Di beberapa negara, pemanfaatan kelor juga mulai dikembangkan untuk bahan
pembuatan kosmetik. Sementara di beberapa negara di Benua Afrika, Kelor telah menjadi
komoditas yang menjanjikan peluang bisnis yang menggiurkan.

D. Kegunaan Tanaman Kelor Dalam Bidang Kesehatan

Dengan penelitian ilmiah, terungkap bahwa daun ini ternyata mengandung berbagai
unsur nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk memulihkan dan menjaga kesehatan. Variasi
dan kadar kandungan nutrisi daun kelor berada di luar batas-batas kewajaran. Fenomena
aneh ini diakui di dunia barat sekalipun karena memang dasarnya adalah penelitian ilmiah.
Tidak heran banyak media masa internasional mempopulerkan pohon kelor sebagai
“miracle tree” alias pohon ajaib, bahkan ada yang menyebutnya sebagai "tree for life".
Memang mengagumkan. Bayangkan saja, jika kita memiliki sebuah pohon di halaman rumah
yang bisa ditanam dan dirawat dengan mudah, tidak mati meskipun diterpa kemarau
panjang, daunnya dapat dijadikan sayur untuk memenuhi semua kebutuhan vitamin dan
mineral dalam tubuh, bisa digunakan sebagai obat, selain itu bijinya juga bisa untuk
menjernihkan air yang minum.

Seperti yang disebutkan di atas, bahwa tanaman kelor penting dalam mengatasi gizi
buruk terutama bagi bayi dan balita serta ibu menyusui. Daunnya dapat dikonsumsi segar,
dimasak atau disimpan dalam bentuk serbuk untuk persediaan beberapa bulan tanpa harus
dimasukkan kedalam lemari pendingin tanpa kehilangan kandungan nutrisi. Selain itu, ada
beberapa senyawa aktif dalam daun kelor yang cukup berguna bagi tubuh, beberapa
senyawa aktif tersebut adalah arginin, leusin, dan metionin. Tubuh memang memproduksi
arginin, tetapi sangat terbatas. Oleh karena itu perlu asupan dari luar seperti kelor.
Kandungan arginin pada daun kelor segar mencapai 406,6 mg, sedangkan pada daun kering,
1.325 mg. Menurut Dr. Mien Karmini, arginin meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh.
Di samping itu, arginin juga mempercepat proses penyembuhan luka, meningkatkan
kemampuan untuk melawan kanker, dan memperlambat pertumbuhan tumor.
Sementara metionin yang kadarnya mencapai 117 mg pada daun segar dan 350 mg
(kering) mampu menyerap lemak dan kolesterol. Oleh karena itu, metionin menjadi kunci
kesehatan hati yang banyak berhubungan dengan lemak. Kekurangan metionin
menyebabkan beragam penyakit seperti rematik kronis, sirosis, dan gangguan ginjal. Kadar
valin dalam daun segar 374 mg atau 1.063 mg (kering) berfungsi dalam sistem saraf dan
pencernaan. Perannya antara lain membantu gangguan saraf otot, gangguan mental,
emosional, dan insomnia.

Tubuh juga memerlukan leusin karena tak mampu memproduksi sendiri. Daun kelor
segar mengandung 492 mg leusin yang berperan dalam pembentukan protein otot dan
fungsi sel normal. “Leusin sangat penting untuk pertumbuhan sel sehingga anak-anak dan
remaja mutlak memerlukannya. Ambang batas kebutuhan leusin adalah 55 mg per g
protein,” kata Mien Karmini.

Secara tradisional pemanfaatan akar, daun dan biji kelor sebagai obat, dianggap
manjur untuk beberapa jenis penyakit antara lain : Sakit kuning (Lever),
Reumatik/encok/Pegal linu, Rabun ayam, Sakit mata, Sukar buang air kecil, Alergi/biduren,
Cacingan, Luka bernanah.

E. Berikut cara pemanfaatannya, berdasarkan jenis penyakit :

1. Sakit Kuning

Bahan: 3-7 gagang daun kelor, 1 sendok makan madu dan 1 gelas air kelapa hijau.

Cara Membuat: Daun kelor ditumbuk halus, diberi 1 gelas air kelapa dan disaring. Kemudian
ditambah 1 sendok makan madu dan diaduk sampai merata.

Cara menggunakan: diminum, dan dilakukan secara rutin sampai sembuh.

2. Reumatik, Nyeri dan Pegal Linu

Bahan: 2-3 gagang daun kelor, 1/2 sendok makan kapur sirih;

Cara Membuat : Kedua bahan tersebut ditumbuk halus;


Cara menggunakan : dipakai untuk obat gosok (param).

3. Rabun Ayam

Bahan: 3 gagang daun kelor;

Cara Membuat: Daun kelor ditumbuk halus, diseduh dengan 1 gelas air masak dan disaring.
Kemudian dicampur dengan madu dan diaduk sampai merata.Cara menggunakan: diminum
sebelum tidur.

4. Sakit Mata

Bahan : 3 gagang daun kelor;

Cara Membuat : Daun kelor ditumbuk halus, diberi 1 gelas air dan diaduk sampai merata.
Kemudian didiamkan sejenak sampai ampasnya mengendap; Cara menggunakan : air
ramuan tersebut digunakan sebagai obat tetes mata.

5. Sukar Buang Air Kecil

Bahan: 1 sendok sari daun kelor dan sari buah ketimun atau wortel yang telah diparut dalam
jumlah yang sama;

Cara Membuat: Bahan-bahan tersebut dicampur dan ditambah dengan 1 gelas air,
kemudian disaring.

Cara menggunakan: diminum setiap hari.

6. Cacingan

Bahan: 3 gagang daun kelor, 1 gagang daun cabai, 1-2 batang meniran;

Cara Membuat: semua bahan tersebut direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih hingga
tinggal 1 gelas, kemudian disaring; Cara menggunakan: diminum.

7. Biduren (alergi)
Bahan : 1-3 gagang daun kelor, 1 siung bawang merah dan adas pulasari secukupnya; Cara
Membuat: semua bahan tersebut direbus dengan 3 gelas air

Cara Membuat : daun kelor ditumbuk sampai halus.

Cara menggunakan : ditempelkan pada bagian yang luka sebagai obat luar.

F. Pemanfaatan daun kelor untuk pengembangan produk makanan.

1. Spageti adalah salah satu olahan makanan yang barat yang kini tengah digemari oleh
masyarakat Indonesia. Makanan ini terbuat dari adonan tepung terigu tanpa ditambahan
apapun. Namun sekarang ini masyarakat sering berinovasi untuk membuat sesuatu yang
baru sehingga lebih disukai masyarakat seperti spageti sayuran sudah ada di mana-mana. Di
tangan dingin pria yang berasal dari Probolinggo, Jawa Timur, spageti pun bisa diolah dari
daun kelor. Syaiful Hadi awalnya terinspirasi dari teman yang mempunyai ide spageti
sayuran hingga dia berpikir untuk membuat inovasi lebih baik lagi dengan menggunakan
daun kelor yang telah diakui oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO sebagai dianggap sebagai
tanaman ajaib karena bisa mengatasi gizi buruk dunia.

2. Roti kini semakin digemari oleh semua kalangan masyarakat. Jika dahulu masyarakat
Indonesia lebih banyak memilih mengkonsumsi nasi untuk sarapan, maka saat ini roti telah
menjadi pilihan mereka di pagi hari untuk sarapan maupun sebagai camilan, karena mudah
dikonsumsi dan mudah didapat di mana saja. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil survei
yang dilakukan dibeberapa kota besar di Indonesia, bahwa sebanyak 70% masyarakat
memilih untuk mengkonsumsi roti pada pagi hari. Bila pada umumnya roti tawar hanya
memiliki varian rasa cokelat, pandan.

PT Mofera Indonesia dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,


telah melakukan inovasi dengan cara memproduksi pangan olahan yang sehat berbahan
daun Kelor yang mudah untuk dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat. Kelor memiliki
kandungan nutrisi yang jauh melampaui kandungan nutrisi bahan pangan pada umumnya.
Bahkan, dari hasil penelitian mengatakan bahwa Kelor terbukti mampu menyelamatkan
jutaan manusia dari kelaparan dan kekurangan gizi (malnutrisi) di Afrika dan belahan dunia
lainnya. Dan, secara ilmiah pun, Kelor terbukti dapat mengatasi berbagai macam penyakit
serius seperti kanker, tumor, hipertensi, diabetes, bahkan direkomendasikan untuk
dikonsumsi oleh penderita HIV AIDS. Maka dari itu, tak heran jika tanaman ini dikenal
sebagai “Miracle Tree” atau “Trees of Life.” Moringa Oleifera Bread merupakan produk roti
tawar yang mengandung lebih banyak protein, zat besi, dan kalsium dengan tambahan
serbuk daun kelor. Produk roti tawar ini mengandung 10% serbuk kelor sebagai tambahan
nutrisi. Selain itu, roti ini mengandung pewarna alami (hijau) karna penambahan dari serbuk
daun kelor itu sendiri.

G. Peranan daun kelor untuk kesehatan dan mengatasi masalah gizi

Defisiensi protein dalam diet merupakan masalah nutrisi yang paling serius dalam
kasus gizi buruk, yang sering dikenal dengan istilah Kurang Energi Protein (KEP). Anak-anak
dan balita membutuhkan lebih banyak protein untuk pertumbuhan dan pertukaran energi
yang lebih aktif. Dampak yang ditimbulkan KEP pada balita menyebabkan pertumbuhan
yang tidak normal, menurunnya immunitas, dan tingkat kecerdasan yang rendah. Pada
stadium yang berat, KEP pada balita dapat menyebabkan kwarshiorkor sampai kematian
(Almatsier, dalam Hadi dan Kholis , 2010 : 144).

Kelor merupakan komoditas pangan yang penting sebagai sumber gizi alami daerah
tropis . Banyaknya kandungan gizi yang dimiliki oleh daun Moringa oleifera membuatnya
baik untuk dijadikan makanan pendamping bagi tumbuh kembang anak (Syariati , 2011 : 11)
. Disamping itu tanaman kelor telah berhasil digunakan untuk mengatasi malnutrisi pada
anak yang terbukti dengan pertambahan berat badan yang signifikan (Fuglie, dalam Zakaria
dkk , 2012 : 46). Yayasan Mata Internasional (berbasis di Maryland, USA) menganjurkan
konsumsi Kelor untuk pencegahan kekurangan gizi pada anak dan menyelamatkan
penglihatannya yang rentan kebutaan karena defisiensi vitamin A. Telah dilaporkan dari
proyek penelitian WHO bahwa kelor mampu membantu mengatasi malnutrisi pada anak-
anak di beberapa Negara Afrika dengan pemanfaatan serbuk daun kelor. Kelebihan dari
daun Kelor adalah mudah diperoleh tanpa biaya tinggi dan mampu mengatasi malnutrisi
lebih cepat dibandingkan nutrisi modern seperti susu bubuk, minyak goreng dan gula
(Luthfiyah , 2012 : 43) .

Hasil penelitian Luthfiyah ,Widjajajanto (2011: 135) membuktikan bahwa dengan


pemberian serbuk daun kelor dosis 180 mg , 360 mg dan 720 mg per hari dapat
meningkatkan keadaan fisik kondisi KEP (Kurang Energi Protein) pada keadaan fisik normal.

Fuglie , dalam Luthfiyah (2012 : 43) melaporkan bahwa konsumsi 8 gr serbuk daun
kelor sehari dapat memberikan kontribusi zat gizi kepada balita usia 1-3 tahun , yaitu 14%
protein , 40% kalsium, 23% besi dan hampir semua kebutuhan vitamin A . Sedangkan dalam
100 gr bubuk serbuk daun kelor, dapat memberikan lebih dari sepertiga kebutuhan kalsium ,
besi , protein , tembaga , belerang dan vitamin B pada wanita usia subur . Menurut hasil
penelitiannya , daun Kelor ternyata mengandung vitamin A , C , B , kemudian kalsium ,
kalium , besi , dan protein dalam jumlah tinggi serta mudah dicerna dan diasimilasi oleh
tubuh manusia.

Melihat dari sisi nutrisinya, daun kelor sangat potensial untuk mengatasi masalah
gizi buruk di Indonesia . Sedangkan dari sisi kandungan klorofilnya yang tinggi sangat
mungkin dimanfaatkan sebagai pewarna alami makanan seperti kue bolu .Dengan demikian
kue bolu akan aman bagi kesehatan karena ditambahkan dengan pewarna alami dan
bukannya pewarna sintesis yang seringkali membahayakan kesehatan .
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Dari pembahasan masalah di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kelor bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, di beberapa negara maju,
pemanfaatan kelor mulai dikembangkan untuk bahan pembuatan kosmetik. Salah seorang
investor asal Jepang beberapa tahun silam juga berniat membuka perkebunan kelor di Musi
Banyuasin untuk bahan baku industri di negara Sakura. Di samping itu, kelor telah menjadi
komoditas yang menjanjikan peluang bisnis yang menggiurkan khususnya di beberapa
negara di Benua Afrika.

2. Kelor juga berguna dalam bidang kesehatan. Mulai dari akar, daun dan biji kelor semua
bermanfaat khususnya dalam bidang kesehatan. Secara tradisional pemanfaatan akar, daun
dan biji kelor sebagai obat dianggap manjur untuk beberapa jenis penyakit, antara lain : a)
Sakit Kuning, b) Reumatik, Nyeri dan Pegal Linu, c) Rabun Ayam, d) Sakit Mata, e) Sukar
Buang Air Kecil, f) Cacingan, g) Biduren (alergi), h) Luka bernanah.
DAFTAR PUSTAKA

http://daunkelor.com/category/manfaat-daun-kelor, diakses 02 Mei 2012.

http://flora-faunaindonesia.blogspot.com/2011/05/mitos-pohon-kelor.html, diakses 11 Mei 2012.

http://mrwindu-back2nature.blogspot.com/2011/12/manfaat-daun-kelor.html, diakses 02 Mei


2012.

http://www.blogster.com/firsonigosa/kelor-tanaman-bermanfaat-untuk-berantas-gizi-buruk,
diakses 29 April 2012.

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/sehat/2012/02/27/733/Kelor-Tanaman-
Sehat-Berkhasiat, diakses 02 Mei 2012.
Sitorus, M. dkk. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Jakarta : Kanisius.

Yuwono, Trius dan Pius Abdullah. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. Surabaya:
Arkola.

http://www.kompasiana.com/charitylatanza/roti-tawar-kelor-inovasi-olahan-pangan-yang-
sehat_5852c369b07e61b22f17f5f6/diakses 22 Maret 2017nurulfahmigizi.blogspot.com

M Astawan,T Wresdayati.2004.Diet Sehat dengan Makanan Berserat.Solo:Tiga Serangkai Pustaka


Mandiri.

Mangkunegara,Anwar Prabu AA.(2007). Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Makalah tentang manfaat daun
kelor
DAUN KELOR UNTUK MENINGKATKAN STATUS GIZI ANAK KURANG
ENERGI PROTEIN (KEP)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

KEP(kekurangan energy protein) merupakan salah satu masalah gizi


utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat
gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran
masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient,
namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%)
sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan
prevalensi KEP.

Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan


Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein.
Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Manismic Kwashiorkor
disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP umumnya diderita oleh
balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda
anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan,
depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-
tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut
rontok dan flek hitam pada kulit.

Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah


konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa,
KEP timbul pada anggota keluarga rumah tangga miskin oleh karena
kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat
dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit
busung lapar atau HO (Honger Oedeem).

Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupa


kan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan
banyaknya kasus Honger Oedem (Busung Lapar)
dan kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa s
ejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan
penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional kita. Bahkan
sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan
pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan
keadaan gizi masyarakat.

Daun kelor yang dikenal dengan nama latin Moringa oleifera, yang
masuk kedalam famili Moringaceae, di berbagai daerah di Indonesia menjadi
bahan pangan yang kaya akan nutrisi dan banyak dijumpai di pasar-pasar
tradisional. Daun yang dikenal sebagai daun untuk memandikan mayat di
pulau jawa ini sesungguhnya memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi
sehingga dapat menjadi alternatif penanggulangan kasus KEP masyarakat
kurang mampu di Indonesia.

Oleh karena itu maka karya ilmiah ini dibuat untuk menambah
wawasan akan manfaat daun kelor yang selama ini dianggap mistis oleh
masyarakat namun berguna bagi kesehatan.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Di Indonesia, Kurang Energi Protein merupakan salah satu masalah Gizi


Buruk terbesar yang belum terpecahkan sampai sekarang.

2. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan sumber zat gizi yang mudah


dijangkau keluarga miskin mengakibatkan angka kejadian KEP terus tinggi.

3. Pandangan masyarakat jawa yang menilai daun kelor adalah daun mistis
sehingga menghambat penggunaan daun kelor sebagai salah satu sumber
zat gizi untuk menanggulangi KEP.

4. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan kandungan gizi daun kelor.

1.3 Maksud dan Tujuan

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan


pandangan pada masyarakat akan tingginya nilai gizi daun kelor untuk
menanggulangi gizi buruk, serta menghapus stigma masyarakat yang
memandang daun kelor adalah daun mistis dan tidak boleh dikonsumsi
manusia.

1.4 Manfaat dan Kegunaan

Diharapkan hasil dari tulisan ini dapat memberikan manfaat antara


lain:

1. Dapat menjadi referensi pembaca untuk menanggulangi kejadian KEP


disekitarnya.

2. Dapat membuka wawasan masyarakat akan kegunaan daun kelor bagi


kesehatan terutama bagi anak dengan KEP.

3. Dapat menghapus stigma negative masyarakat akan daun kelor.

4. Dapat memberikan alternatif bagi masyarakat kurang mampu untuk


mendapatkan sumber makanan sarat gizi yang murah dan mudah didapat.

5. Dapat memberikan motivasi masyarakat untuk menanam tanaman kelor.


BAB II

ISI

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)

Di Indonesia, Kurang Energi Protein (KEP) merupakan satu dari lima


masalah gizi buruk yang sulit diberantas. Gizi buruk yang terjadi di Indonesia
umumnya disebabkan tingkat ekonomi yang rendah yang mengakibatkan
kurangnya kemampuan untuk memperoleh bahan makanan yang bergizi.

Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-
hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari
80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS (Depkes RI, 1998).

KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB


dan umur yang dibandingkan dengan indeks BB untuk standar WHO-NCHS
sebagaimana tercantum dalam KMS (Depkes RI, 1998).
2.1.2 Protein Bagi Tubuh

Protein adalah salah satu dari enam zat gizi yang membentuk struktur
tubuh manusia. Selain pada karbohidrat dan lemak, protein dapat
menghasilkan sejumlah energi. Tubuh yang kurang energi protein biasanya
sering merasa lemas. Bahkan, bisa menyebabkan penyakit anemia,
berkurangnya sel darah merah sehingga tidak mampu mengangkat oksigen
sesuai jumlah yang dibutuhkan tubuh. (Ahira, 2010)

Protein pada tubuh dikenal dengan nama hemoglobin (Hb) yang


terdapat di dalam sel darah merah. Kemudian, albumin dan globilum yang
terdapat dalam plasma darah. Protein berfungsi mengkatalisasikan reaksi-
reaksi biokimia di dalam tubuh. Protein adalah hormon yang merangsang
suatu enzim dalam tubuh. (Ahira, 2010)

Protein di dalam tubuh berbentuk koloid yang dapat mempertahankan


derajat keasaman (pH) cairan tubuh. Bila cairan tubuh terlampau asam atau
terlampau basah dibanding susunan normal, protein dapat menetralkan
kembali sehingga biokimia dapat berjalan normal. Protein juga bisa
membantu keseimbangan antara cairan intraseluler dengan cairan
ekstraseluler. Jika bergabung dengan lemak, protein membentuk lipoprotein,
yaitu molekul yang berfungsi mengatur lemak di dalam plasma darah. (Ahira,
2010)

Protein berfungsi sebagai pengatur sumber energi, mengatur reaksi


biokimia, mengatur keseimbangan asam pada keseimbangan antara cairan
intra dan ekstraseluler pertumbuhan dan perkembangan, pertahanan tubuh,
pengangkutan lemak, dan lain-lain. Protein dibagi menjadi dua jenis.
1. Protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan disebut protein nabati.
Kandungan protein dalam kacang-kacangan lebih tinggi dibanding protein
hewani, yaitu berkisar 23–35 gram protein per 100 gram kacang-kacangan.

2. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani. Mengandung


semua jenis amino, termasuk di antaranya 9 jenis asam amino yang
dibutuhkan manusia. Protein hewani, misalnya daging, jeroan, susu, keju,
telur. (Ahira, 2010)

2.1.3 Kandungan Protein Dalam Daun Kelor

Protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan selama ini hanya


diketahui didapatkan dari kacang-kacangan yaitu sebesar 23-35 gram protein
per 100 gram kacang-kacangan. Namun selain kacang-kacangan ada
tumbuhan lain yang kandungan proteinnya tergolong tinggi dibandingkan
sayuran jenis lain. Yaitu daun kelor. Per 100 gram daun kelor mengandung
6,7 gram protein dan tepung daun kelor mengandung 27 gram protein.
(treesforlife, 2010)

Berikut adalah kandungan gizi daun kelor :

Biji Daun Tepung daun

Kadar Air (%) 86.9 75.0 7.5

Calori 26 92 205

Protein (g) 2.5 6.7 27.1


Lemak (g) 0.1 1.7 2.3

Carbohydrate (g) 3.7 13.4 38.2

Fiber (g) 4.8 0.9 19.2

Minerals (g) 2.0 2.3 -

Ca (mg) 30 440 2,003

Mg (mg) 24 24 368

P (mg) 110 70 204

K (mg) 259 259 1,324

Cu (mg) 3.1 1.1 0.57

Fe (mg) 5.3 7 28.2

S (mg) 137 137 870

Oxalic acid (mg) 10 101 1.6%

Vitamin A – Beta carotene 0.11 6.8 16.3


(mg)
423 423 -
Vitamin B -choline (mg)
0.05 0.21 2.64
Vitamin B1 -thiamin (mg)
0.07 0.05 20.5
Vitamin B2 -riboflavin (mg)
0.2 0.8 8.2
Vitamin B3 -nicotinic acid
120 220 17.3
(mg)
- - 113
Vitamin C -ascorbic acid
(mg) 3.6 6.0 1.33%

Vitamin E -tocopherol (mg) 1.1 2.1 0.61%

Arginine (g/16g N) 1.5 4.3 1.32%

Histidine (g/16g N) 0.8 1.9 0.43%

Lysine (g/16g N) 4.3 6.4 1.39%

Tryptophan (g/16g N) 1.4 2.0 0.35%

Phenylanaline (g/16g N) 3.9 4.9 1.19%

Methionine (g/16g N) 6.5 9.3 1.95%

Threonine (g/16g N) 4.4 6.3 0.83%

Leucine (g/16g N) 5.4 7.1 1.06%

Isoleucine (g/16g N)

Valine (g/16g N)

(treesforlife, 2010)

Kandungan gizi terbesar dalam daun kelor antara lain protein,


karbohidrat, kalsium, kalium, potassium (sodium), magnesium, vitamin A
(beta carotene), vitamin B (choline), dan vitamin C.

2.2 Pembahasan
Krisis ekonomi yang sudah melewati satu decade melanda Indonesia
telah menyebabkan berbagai dampak negatif terutama di sektor kesehatan
gizi masyarakat. Salah satu dampak yang terlihat sekarang ini adalah
rendahnya konsumsi makanan bergizi terutama bagi anak-anak di perkotaan
atau pedesaan. Daya beli yang rendah bagi penduduk kelas menengah ke
bawah, menyebabkan banyak orang tidak bisa membeli makanan bergizi
seperti susu, daging dan telur.

Terlebih adanya kenaikan harga bahan pokok terutama daging-


dagingan, hasil unggas, dan susu akhir-akhir ini semakin mempersulit
keadaan masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya anak-anak balita
yang meninggal akibat kekurangan gizi atau gizi buruk. Sosialisasi minum
susu dan makanan bergizi kepada murid-murid sekolah dasar, dan kegiatan
sejenis lainnya tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi
susu atau produk peternakan lainnya. Hal ini berkaitan dengan daya beli
masyarakat yang semakin rendah.

Seiring dengan menurunnya kemampuan masyarakat menyediakan


bahan makanan bergizi bagi keluarga, angka kejadian gizi buruk semakin
meningkat. Utamanya kejadian Kurang Energi Protein (KEP). Banyak
diantara penderita KEP adalah anak-anak dari keluarga kurang mampu yang
beralasan lemahnya kondisi ekonomi menyebabkan tidak mampu membeli
daging, ayam, ikan, telur, dan susu, sehingga anaknya hanya makan nasi
dan sayuran. Padahal tidak hanya energi dan protein yang dibutuhkan anak-
anak tidak semata-mata hanya berasal dari sumber hewani. Dengan
pemilihan bahan makanan yang tepat kebutuhan energi dan protein anak-
anak dapat diperoleh dari sumber nabati (tumbuh-tumbuhan) disekitar kita.

Rendahnya pengetahuan masyarakat akan kandungan gizi tumbuh-


tumbuhan disekitar yang dapat mencegah dan menanggulangi kelaparan
meyebabkan kejadian gizi buruk sulit diberantas. Seperti contohnya daun
kelor. Selama ini masyarakat menganggap remeh daun kelor, terutamanya
masyarakat jawa yang menganggap daun kelor adalah daun mistis yang
digunakan untuk memandikan mayat, mengusir setan dan sebagainya
sehingga tidak boleh dikonsumsi manusia. Pendapat ini kurang tepat.
Memang daun kelor tidak boleh dikonsumsi, itu hanya bila daun yang akan
dikonsumsi baru digunakan memandikan mayat karena kuman-kuman yang
ada pada mayat akan menempel pada daun. Bila daun yang digunakan baru
dipetik dari pohon atau tidak digunakan untuk apa-apa sebelumnya, maka
daun kelor sangat baik untuk dikonsumsi.

Tanaman kelor telah digunakan oleh nenek moyang kita sebagai


tanaman untuk sayur, obat atau sebagai lalapan. Tanaman ini adalah
tanaman yang toleran terhadap musim kemarau yang panjang, dan bertahan
hidup dengan merontokkan daunnya pada saat kemarau. Kelor termasuk
jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketingginan batang 5 -11 meter.
Pohon Kelor tidak terlalu besar, batang kayunya mudah patah dan
cabangnya agak jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Daunnya
berbentuk bulat telur (oval) dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk
dalam satu tangkai.

Tanaman kelor mengandung gizi yang tinggi dan sangat bermanfaat


untuk perbaikan gizi. Terbukti bahwa kelor telah berhasil mencegah wabah
kekurangan gizi di beberapa negara di Afrika dan menyelamatkan banyak
nyawa anak-anak dan ibu-ibu hamil. Dilihat dari nilai gizinya kelor adalah
tanaman berkhasiat sejati (miracle tree), artinya tanaman ini bisa
dimanfaatkan dari akar, batang, buah dan daun serta mengandung gizi tinggi.
Kandungan gizi daun kelor segar (lalapan), setara dengan; 4x vitamin A
yang dikandung wortel, 7x vitamin C yang terkandung pada jeruk, 4x mineral
Calsium dari susu, 3x mineral Potassium pada pisang, 3/4x zat besi pada
bayam, dan 2x protein dariyogurt. Sedangkan kandungan gizi daun kelor
yang dikeringkan setara dengan; 10x vitamin A yang dikandung wortel, 1/2x
vitamin C yang terkandung pada jeruk, 17x mineral Calsium dari susu, 15x
mineral Potassium pada pisang, 25x zat besi pada bayam, dan 9x protein
dari yogurt.

Tanaman yang berasal dari negara India, dan berkembang sampai ke


samudera pasifik, Amerika Latin, Asia Tenggara dan Afrika ini dipakai
sebagai tanaman anti-santet, atau tanaman berkhasiat untuk mengatasi ilmu
hitam di Indonesia. Selain itu juga sebagian penduduk di Indonesia sudah
memakai tanaman ini sebagai sayur atau lalapan serta obat tradisional. Di
India kelor berkhasiat sebagai obat; anemia, anxiety, asma, bronchitis,
katarak, kolera, conjunctivitis, batuk, diarrhea, infeksi mata dan telinga,
demam, gangguan kelenjar, sakit kepala, tekanan darah tidak normal, radang
sendi, gangguan pernafasan, scurvy, kekurangan cairan sperma dan
tuberculosis.

Di beberapa negara, tanaman kelor diolah dalam bentuk makanan


seperti; tepung daun kelor, bubur, sirup, teh daun kelor, sauce kelor, biskuit
kelor dan lainnya. Sementara itu di Indonesia sedikit sekali orang yang
memanfaatkan tanaman kelor ini sebagai makanan.

Mengacu pada kandungan gizi daun kelor yang begitu banyak, maka
daun kelor disarankan digunakan untuk menanggulangi kejadian Kurang
Energi Protein pada masyarakat kurang mampu. Terutama bila daun kelor
dijadikan tepung terlebih dahulu kemudian diolah menjadi bahan makanan
lain, status gizi anak Kurang Energi Protein akan lebih cepat meningkat.
Ketersediaan daun kelor yang melimpah dapat menjadi pertimbangan
masyarakat untuk memanfaatkan daun kelor sebagai salah satu sumber zat
gizi keluarga.
Dengan mempertimbangkan rendahnya daya beli masyarakat dan
tingginya harga bahan makanan, alangkah baiknya bila daun kelor mulai
dijadikan alternatif sumber zat gizi penanggulangan KEP.
ANEMIA PADA PASIEN TBC
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat menimbulkan


morbiditas dan mortalitas. World Health Organization memperkirakan bahwa sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dengan angka tertinggi di
Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Peningkatan kasus tuberkulosis baru pada anak terjadi
sekitar 1,3 juta setiap tahun dan lebih dari 450.000 anak kurang dari 15 tahun meninggal
dunia.1

Laporan WHO pada tahun 2008 menyebutkan Indonesia menduduki peringkat


ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,5 juta kasus baru), setelah India (2,1juta kasus) dan
Cina (1,1 juta kasus). Di Indonesia terdapat tiga juta penduduk dengan tersangka TB dan
220.000 dengan sputum BTA positif (2,4 per 1000 penduduk).2 Diperkirakan jumlah kasus
TB anak per tahun 5%-6% dari seluruh kasus TB. Kelompok usia terbanyak 12-60 bulan
(42,9%), sedangkan 16,5% bayi kurang dari 12 bulan. Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan
nilai skoring lebih besar sama dengan 6 (skoring TB t6).1 Berdasarkan fakta epidemiologis
tersebut, dibutuhkan upaya lebih lanjut untuk mengendalikan TB di Indonesia.2

Zat besi merupakan mineral yang esensial untuk proses metabolisme, antara lain
berperan mengangkut oksigen ke jaringan, untuk sintesis deoxyribo nucleic acid (DNA) dan
untuk mengangkut elektron yang dibutuhkan sel. Defisiensi besi pada anak menyebabkan
pertumbuhan kurang optimal, kemampuan belajar menurun dan dihubungkan dengan
intelligence quotient (IQ) yang rendah.3,4 Defisiensi besi juga menimbulkan gangguan
respons tubuh terhadap infeksi karena terjadi penurunan fungsi neutrofil dan gangguan
proliferasi sel T.4

Anemia adalah keadaan yang menggambarkan penurunan kadar hemoglobin (Hb)


dan hematocrit (Ht) sesuai usia pada suatu populasi. Defisiensi zat besi yang lanjut akan
menyebabkan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi paling banyak dijumpai di
dunia, ditunjukkan dengan morfologi eritrosit mikrositik hipokromik dan beberapa
parameter biokimia. Penurunan kadar feritin adalah parameter pertama untuk mengetahui
penurunan simpanan zat besi.5

Asupan yang tidak adekuat ditambah dengan terjadinya infeksi tuberkulosis dapat
memicu malnutrisi serta memperparah kondisi infeksi tuberkulosis. Pada pasien dengan
tuberkulosis, terjadinya penurunan nafsu makan, perubahan pola makan, malabsorbsi zat
gizi, dan perubahan metabolisme dapat mengakibatkan wasting. Dalam berbagai studi
menunjukkan bahwa penderita tuberkulosis memiliki status gizi yang lebih rendah daripada
kelompok kontrol sehat. 5

Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada proses


eritropoesis oleh mediator inflamasi, pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan
metabolisme besi, adanya malabsorbsi dan ketidak cukupan zat gizi dikarenakan rendahnya
nafsu makan. Baik anemia penyakit kronik maupun anemia defisiensi besi dapat terjadi pada
penderita tuberkulosis, dan anemia normokromik normositik merupakan jenis anemia yang
paling sering ditemui pada penderita tuberkulosis.6

Obat anti tuberkulosis ini masih menimbulkan dampak negatif bagi pasien,
diantaranya dampak hemoragik yaitu dapat menyebabkan anemi 2 Anemia pada
tuberkulosis dapat terjadi karena gangguan pada proses eritropoesis oleh mediator
inflamasi, pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, adanya
malabsorbsi dan ketidak cukupan zat gizi karena rendahnya nafsu makan. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa anemia penyakit kronis lebih banyak ditemukan pada
penderita tuberkulosis dibanding dengan anemia defisiensi besi. Penurunan anemia
defisiensi dapat ditandai dengan simpanan besi, penurunan ferritin serum, penurunan besi
serum yang disertai dengan meningkatnya transferin serum, penurunan Mean Corpuscular
Volume (MCV) dan penurunan kadar hemoglobin.6

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Anemia

1. Pengertian Anemia

Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di
bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. Poplack dan Varat menyatakan, bahwa
anemia ditegakkan bila konsentrasi Hb di bawah persentil tiga sesuai usia dan jenis kelamin
berdasarkan populasi normal. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala
klinis yang sering tidak khas. Klasifikasi anemia pada anak menurut World Health
Organisation (WHO) tahun 2015 adalah berdasarkan usia (Tabel 1).7 Berdasarkan derajat
dari anemia maka WHO dan National Cancer Institute (NCI) mengklasifikasikan anemia
menjadi 4 kelompok, yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Konsentrasi hemoglobin pada anak menurut WHO

Usia Hemoglobin (g/dL)

6 bulan - < 5 tahun < 11

> 5 tahun - 14 tahun < 12

Sumber : WHO,2015

Suatu anemia berat yang kronis dikatakan bila konsentrasi Hb ≤ 7 g/dL selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih. Anemia berat dapat bersifat akut dan kronis. Anemia kronis dapat
disebabkan oleh anemia defisiensi besi (ADB), sickle cell anemia (SCA), talasemia,
spherocytosis, anemia aplastik dan leukemia. Anemia berat kronis juga dapat dijumpai pada
infeksi kronis seperti tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria,
cacing dan lainnya.

Tabel 2. Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCl

Derajat WHO NCI

Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0


g/dL

Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL

Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal

Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL

Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL

Derajat 4 (mengancam < 6.5 g/dL < 6.5 g/dL


jiwa)

Sel darah merah mengandung hemoglobin yang bertanggung jawab mengangkut


oksigen dari paru-paru ke bagian tubuh lain. Kurangnya sel darah merah dalam tubuh
otomatis akan mengurangi jumlah hemoglobin yang berarti jaringan tubuh tidak akan
mendapat cukup pasokan oksigen. Agar produksi sel darah merah dan hemoglobin tetap
lancar, sumsum tulang harus sehat yang disertai dengan asupan makanan yang cukup zat
besi dan vitamin.10

Anemia kekurangan zat besi terjadi ketika tidak ada cukup zat besi dalam tubuh. Zat
besi ditemukan dalam daging, buah kering, dan beberapa sayuran. Zat besi digunakan oleh
tubuh untuk membuat hemoglobin, yang membantu menyimpan dan membawa oksigen
dalam sel darah merah.8,9

2. Penyebab Anemia

Ada banyak kondisi yang menyebabkan kekurangan zat besi. Pada pria dan wanita
pasca-menopause paling umum adalah pendarahan di perut dan usus. Hal ini dapat
disebabkan oleh: 8,9,10

- Non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)

- Ulkus peptikum

- Kanker perut dan kanker usus

Pada wanita usia reproduktif, penyebab paling umum dari anemia defisiensi besi
adalah:

- Periode berat

- Kehamilan karena tubuh membutuhkan zat besi tambahan untuk bayi

Kurangnya zat besi dianggap sebagai penyebab paling umum anemia. Berikut ini
adalah beberapa alasan lain yang dapat menyebabkan kekurangan zat besi.

a. Kehamilan & Persalinan

Kehamilan dan persalinan memicu kekurangan zat besi karena asupan zat besi harus
dibagi antara ibu dan janin. Kondisi ini semakin diperparah saat ibu hamil tidak
mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan cukup zat besi.

b. Menstruasi

Periode menstruasi berat setiap bulan bisa mengakibatkan hilangnya banyak darah.
Ketika kehilangan ini tidak diganti dengan asupan makanan kaya zat besi, seorang wanita
berpotensi mengalami anemia. Perdarahan internal juga dapat terjadi akibat trauma, operasi,
kanker, atau terlalu sering melakukan donor darah.

c. Diet Rendah Zat Besi


Diet rendah zat besi serta rendah vitamin B12 atau asam folat juga bisa
menyebabkan anemia. Anemia akibat defisiensi asam folat dikenal sebagai anemia
megaloblastik. Vitamin B12 diperlukan untuk sintesis sel darah merah, memelihara sistem
saraf, dan membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak.

Selain anemia, kekurangan vitamin B12 juga memicu pertumbuhan berlebih bakteri di
usus kecil, gangguan malabsorpsi, inflamasi usus, dan infeksi cacing pita.

d. Perdarahan Internal

Perdarahan internal bisa terjadi pada kondisi medis seperti ulkus atau tumor yang
akhirnya memicu anemia. Perdarahan pada sistem pencernaan juga bisa menjadi penyebab.
Kondisi ini terjadi ketika darah turut keluar bersama tinja tanpa disadari.

e. Malabsorpsi

Malabsorpsi terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan nutrisi dalam makanan.
Hal ini menyebabkan kondisi seperti penyakit celiac.

f. Penyakit Darah & Infeksi

Penyakit darah seperti leukemia dan infeksi penyakit seperti malaria dan septicaemia
akan menyebabkan penghancuran sel darah merah.

g. Obat-obatan

Obat-obatan termasuk alkohol, antibiotik, anti-inflamasi, atau obat anti-koagulan bisa


memicu anemia.

h. Penyebab lainnya Anemia

dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 10

1) Gangguan pembentukan eritrosit

Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu


seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta gangguan
pada sumsum tulang.

2) Perdarahan

Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah
dalam sirkulasi.

3) Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.

3. Klasifikasi anemia

Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis


anemia:

a. Anemia normositik normokrom.

Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis,


dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan
jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks
eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %),
bentuk dan ukuran eritrosit.

b. Anemia makrositik hiperkrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl,
MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin
B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan
myelodisplasia)

c. Anemia mikrositik hipokrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23
pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia mikrositik hipokrom:

1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.

2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.

Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik

2.2. Tuberkulosis Paru

1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei)
saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri
tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.11
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium
tuberculosis yang menyebabkan kerusakan terutama pada paru, menimbulkan gangguan
berupa batuk, sesak napas, bahkan dapat menyebar ke tulang, otak, dan organ lainnya,
bahkan bisa menyebabkan kematian.11,12,13

Yang khas dari infeksi Mycobacterium tuberkulosis adalah batuk kronik lebih dari 3
minggu yang tanpa atau dengan berdahak atau berdarah. Kekhasan ini yang menggiring
pasien untuk menemui dokter selama ini tidak terjadi biasanya kasus yang di dapatkan
adalah dalam keadaan sudah luas.

2. Penyebab Tuberkulosis

Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa.


Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Hasil penemuan ini diumumkan di Berlin
pada tanggal 24 Maret 1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari
Tuberkulosis. Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran 0,5-4
mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat). Dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil
tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin,
bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.13,14

Gejala lain adalah demam dengan keringat terutama pada malam haripenurunan
berat badan karena menurunnya nafsu makan, mengakibatkan pula menderita menjadi lesu
dan pucat. Batuk yang sering berkembang menjadi nyeri dada dan bahu yang sedikit
terangkat karena ada sesak napas. Keadaan ini biasanya sudah lanjut. Batuk darah itu
menandakan terbentuknya lubang (kaviti) pada organ paru dan hal ini menunjukkan
keadaan infeksi yang suatu saat berpotensi kegawatan bila terjadi batuk darah yang masif.

3. Klasifikasi Tuberkulosis

Tuberkulosis diklasifikasikan menjadi12,13,14 :

1) Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:

a) Tuberkulosis Paru BTA (+)

~ Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

~ Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
~ Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b) Tuberkulosis Paru BTA (-)

~ Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan
radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

~ Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis

2) Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-
lain.

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat
lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan
bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

2.3 Hubungan Antara Penyakit Tuberkulosis Paru Dengan Defisiensi Besi

Dalam paradigma epidemiologi, terjadinya suatu penyakit dikarenakan adanya


interaksi dari faktor inang (host), faktor penyebab (agent), dan faktor lingkungan
(environment). Interaksi ini akan menentukan apakah suatu infeksi kuman akan
berkembang menjadi suatu penyakit.

Kuman yang potensial, inang yang lemah, reaksi inang yang tidak tepat dan lingkungan
yang cocok untuk kuman, akan memperbesar kemungkinan timbulnya penyakit.
Bergantung pada ketiga hal tersebut, maka dengan demikian risiko sakit pada setiap orang
tidaklah sama untuk setiap penyakit.

Kekurangan zat besi pada inang dicurigai sebagai faktor yang memudahkan sakit,
karena respons imun yang terganggu. Secara imunologis, infeksi laten dapat terjadi
bertahun-tahun selama fungsi makrofag adekuat melawan upaya M. tuberculosis untuk
berkembangbiak. Pada kondisi makrofag gagal maka upaya selanjutnya dari tubuh adalah
membentuk granuloma untuk melokalisir kuman. Pada tahap adanya granuloma ini maka
keadaan disebut sakit TB, di mana sudah terdapat kerusakan jaringan. Dari latar belakang di
atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran faktor inang dalam kejadian sakit
pada anak kontak dengan kasus indeks jelas. Faktor inang meliputi status gizi dan status
besi.
Seng diketahui berperan penting dalam sistem imun. Defisiensi seng juga
mempengaruhi pembentukan imunitas didapat dengan cara mengganggu fungsi limfosit T
dan B, dan produksi sitokin. Peran defisiensi seng dalam mengganggu imunitas akan lebih
nyata bila resistensi pejamu sudah menurun pada saat infeksi.

Tubuh mengandung 2-2,5gram seng yang terbesar di hampir semua sel. Sebagian besar
seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan ynag banyak
mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozid, kulit, rambut,
dan kuku.

Defisiensi seng pada TB resiten akan dapat berdampak pada sintesa protein dan
menyebabkan penurunan jumlah T sel, sehingga peka terhadap infeksi dan waktu
penyembuhan yang lama. Angka kecukupan seng yang dianjurkan untuk orang dewasa
adalah 9,3—13,4 mg.

2.4 Penyebaran Tuberkulosis Paru.

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tb
(Mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut, biasanya masuk ke dalam tubuh manusia
melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian, kuman tersebut dapat menyebar dari
paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui
saluran nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis dapat terjadi pada semua kelompok umur baik di paru maupun di luar paru,
namun lebih sering menyerang paru yang disebut tuberkulosis paru dan dapat juga
menyerang organ lain selain paru seperti kelenjar limfa, kulit, otak, tulang, usus, dan ginjal
yang disebut tuberkulosis ekstra paru (Depkes RI, 2008).

Penyebaran M. Tuberculosis ke jaringan tubuh dikaitkan dengan fungsi esensial zat


besi yaitu: sebagai alat angkut oksigen dari paru- paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut
elektron didalam sel, dan sebagai bagian terpadu sebagai reaksi enzim di dalam jaringan
tubuh. Apabila di dalam tubuh tejadi kekurangan zat besi maka berpengaruh terhadap
sistem kekebalan tubuh. Defisiensi besi dapa mempengaruhi pertahanan tubuh antara lain:

1. Respon kekebalan sel limfosit- T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel- sel
tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintetesis DNA. Berkurangnya
sintesis DNA inidisebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang
membutuhkan besi untik dapat berfungsi.

2. Sel darah putih yang menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara efektif dalam
keadaan tubuh yang kekurangan zat besi.

3. Enzim mieloperoksida berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh akan terganggu pada
defisiensi besi.
4. Dua protein pengikat yaitu besi transferin dan laktoferin mencegah terjadinya infeksi
dengan cara memisahkan besi dari mikroorganisme yang membutuhkannya untuk
perkembangbiakan.

Berikut ini, perjalanan kuman Tb M. tuberculosis didalam paru menuju ke organ


lainnya:

1. Infeksi primer

Individu yang terinfeksi basil tuberkulosis untuk pertama kalinya, pada mulanya
hanya memberikan reaksi seperti jika terdapat benda asing di saluran pernafasan yaitu
paru- paru. Hal ini disebabkan karena karena tubuh tidak mempunyai pengalaman dengan
basil tuberkulosis. Hanya proses fagositosis oleh makrofag dlam alveolus paru yang dihadapi
oleh basil tuberkulosis. Namun, makrofag yang memfagositosis belum diaktifkan. Selama
periode tersebut, basil tuberkulosis berkembang biak dengan bebas, baik ekstraselular
maupun intraselular di dalam sel yang memfagositosisnya. Selama dua minggu, tubuh hanya
membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme peradangan, tetapi kemudian tubuh
juga mengupayakan pertahanan imunitas selular (delayed hypersensitivity). Setelah
dua minggu terinfeksi basil tuberkulosis, tubuh baru mengenal seluk-beluk basil
tuberkulosis. Setelah 2- 12 minggu, basil tuberkulosis akan mendapat perlawanan yang
berarti dari mekanisme sistem pertahanan tubuh; timbul reaktivitas dan peradangan
spesifik. Proses pembentukan pertahanan imunitas selular akan lengkap setelah 12 minggu.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman Tb
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

2. Infeksi Pasca Primer

Individu yang pernah mengalami infeksi primer biasanya mempunyai mekanisme


daya kekebalan tubuh terhadap basil tuberkulosis. Hal ini dapat terlihat pada tes tuberkulin
yang menimbulkan hasil reaksi positif. Jika orang sehat yang pernah mengalami infeki
primer mengalami penurunan daya tahan tubuh, ada kemungkinan terjadi reaktivasi basil
tuberkulosis yang sebelumnya berada dalam keadaan dorman. Menurut Rab (1996), dalam
bukunya menyatakan bahwa 10% dari infeksi tuberkulosis pimer akan mengalami reaktivasi,
terutama setelah 2 tahun dari infeksi pimer. Kuman akan disebarkan melalui hematogen ke
bagian segmen apical posterior. Reaktivasi dapat juga terjadi melalui metastasis hematogen
ke berbagai jaringan tubuh.

2.5 Penanggulangan dan Pencegahan Tuberkulosis Paru


 Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota
sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan
prasarana.

 Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

 Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program


penanggulangan TB.

 Pengembangan strategi DOTS untuk peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses,


penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya TB-MDR

 Penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh sarana pelayanan kesehatan, meliputi


Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Balai
Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), dan Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktik
Swasta (DPS).

 Pengembangan pelaksanaan program penanggulangan TB di tempat kerja (TB in workplaces),


Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan (TB in prison), TNI dan POLRI.

 Program penanggulangan TB dengan pendekatan program DOTS Plus (MDR), Kolaborasi TB-
HIV, PAL (Practical Approach to Lung Health), dan HDL (Hospital DOTS Linkages).

 Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama/kemitraan


dengan lintas program dan sektor terkait, pemerintah dan swasta dalam wadah Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB).

 Peningkatan kemampuan laboratorium TB di berbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk


peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

 Menjamin ketersediaan Obat Anti TB (OAT) untuk penanggulangan TB dan diberikan kepada
pasien secara cuma-cuma.

 Menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai
untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

 Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan


terhadap TB.

 Menghilangkan stigma masyarakat terhadap Pasien TB agar tidak dikucilkan dari keluarga,
masyarakat dan pekerjaannya.
 Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam


penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah
satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi kedalam pelayanan kesehatan dasar
sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan
oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS dapat
menghemat biaya program penanggulangan TB sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:

1. Komitmen politis.

2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tata laksana kasus
yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Rencana kerja strategi 2006-
2010, merupakan kelanjutan dari Renstra sebelumnya, yang mulai difokuskan pada
perluasan jangkauan pelayanan dan kualitas DOTS. Untuk itu diperlukan suatu strategi
dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, yang dituangkan pada tujuh strategi utama
pengendalian TB, yang meliputi:

Ekspansi “Quality DOTS”:

1. Perluasan dan peningkatan pelayanan DOTS berkualitas

2. Menghadapi tantangan baru, TB-HIV, TB-MDR

3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan

4. Melibatkan penderita dan masyarakat

Ekspansi tersebut diatas didukung dengan:

1. Penguatan kebijakan dan kepemilikan daerah

2. Kontribusi terhadap sistem pelayanan kesehatan

3. Penelitian operasional
Pokok-pokok kegiatan program TB dengan strategi DOTS adalah sebagai berikut:

1. Tatalaksana Pasien TB:

 Penemuan tersangka TB

 Diagnosis

 Pengobatan

2. Manajemen Program:

 Perencanaan

 Pelaksanaan

 Pencatatan dan Pelaporan

 Pelatihan

 Bimbingan teknis (supervisi)

 Pemantapan mutu laboratorium

 Pengelolaan logistik

 Pemantauan dan Evaluasi (Surveilance)

3. Kegiatan penunjang:

 Promosi

 Kemitraan

 Penelitian

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium


tuberculosis yang menyebabkan kerusakan terutama pada paru, menimbulkan gangguan
berupa batuk, sesak napas, bahkan dapat menyebar ke tulang, otak, dan organ lainnya,
bahkan bisa menyebabkan kematian.

Defisiensi besi atau anemia adalah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya sel darah
merah dalam tubuh. Defisiensi besi atau anemia menyebabkan darah tidak mampu
memasok cukup oksigen bagi tubuh. Defisiensi besi atau anemia dapat terjadi karena
konsumsi makanan yang kurang seimbang, gangguan absorbsi besi, perdarahan, menstruasi,
terkena penyakit infeksi.

Kurangnya zat besi dianggap sebagai penyebab paling umum anemia. Kekurangan zat
besi pada inang dicurigai sebagai faktor yang memudahkan sakit, karena respons imun yang
terganggu. Zat besi dan seng diketahui berperan penting dalam sistem imun. Oleh karena
itu, jika penderita TB mengalami defisiensi besi, maka dapat memperburuk
penyakitnya. Defisiensi besi dan seng pada TB resiten akan dapat berdampak pada sintesa
protein dan menyebabkan penurunan jumlah T sel, sehingga peka terhadap infeksi dan
waktu penyembuhan yang lama.

Penyebaran M. Tuberculosis ke jaringan tubuh dikaitkan dengan fungsi esensial zat


besi yaitu: sebagai alat angkut oksigen dari paru- paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut
elektron didalam sel, dan sebagai bagian terpadu sebagai reaksi enzim di dalam jaringan
tubuh.

Untuk menangani atau menanggulangi tuberkulosis ini, strategi DOTS merupakan


salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif.

3.2 Saran

Melihat cara pencegahan dan penanganan TB berupa strategi DOTS yang telah ada
dan dinilai merupakan cara intervensi yang paling efektif, sebaiknya seluruh pelayanan
kesehatan bersama masyarakat menggalakkan strategi tersebut dan menjalankan dengan
baik segala program-program yang berhubungan dengan DOTS tersebut. Namun, tidak ada
salahnya ketika melaksanakan program, asupan zat besi masyarakat turut dijaga sehingga
imunitas masyarakat dapat terjaga dengan baik dan dapat terhindar dari risiko difisiensi zat
besi dan dapat terhindar/sembuh dari TB.

DAFTAR PUSTAKA

1.Kartasasmita CB, Basir D. Tuberkulosis (Epidemiologi). Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,


Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke 1. Jakarta: IDAI; 2008: h.162-
77.

2. Depkes RI. Kerangka kerja strategi pengendalian TBC Indonesia: 2006-2010. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI; 2008.

3. Conrad ME. Iron deficiency anemia. Med J 2012;3:114-24.

4. Weiss G. Iron and Immunity: a double-edged sword.Eur J Clin Invest 2012;32:70-8.

5. Brugnara C. Iron deficiency and erythropoiesis: new diagnostic approaches. Clin Chem
2003;49:15738

6. Purnasari, Galih, 2011. Tuberkulosis. Penelitian Fakultas Kedokteran : Universitas


Diponegoro

7. World Health Organization. 2015. Iron deficiency anaemia: assessment, prevention, and
control. A guide for programme managers. Geneva: WHO/NHD/01.3. Diunduh dari:
http://www.who.int/nutrition/publications/ en/ida_assessment_prevention_control.pdf

8. Rosline, H., Ainul, S. A. Z., Hazlina, N., Zaidah, W., 2005. Anemia and Iron Status of Malay
Women Attending An Antenatal Clinic in Kubang Kerian, Kelantan, Malaysia. Southeast
Asian J Trop Med Public 36 (5): 1304-1307.

9. Abdulmuthalib, 2009. Kelainan Hematologik. Dalam: Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T.,


Wiknjosastro, G.H., penyunting. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo --- Ed. 4, Cet. 2 ---
Jakarta : PT Bina Pustaka, 774- 780.
10. Rebeca.2001. Iron-Deficiency Anemia: Reexamining the Nature and Magnitude of the
Public Health Problem.American

11. Aditama, Tjandra Yoga, 2006. Tuberkulosis, Rokok dan Perempuan. FK-UI. Jakarta

12 .Lumbantobing, Tonny, 2009. Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru Dan Kondisi Rumah
Terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga Di Kabupaten Tapanuli
Utara Tahun 2008 . Tesis Mahasiswa FKM USU, Medan

13. Misnadiarly, 2006. Tuberkulosis dan Mikobakterium Atipik. Dian Rakyat, Jakarta

14. Notoatmodjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta, Jakarta


Penyakit Kronis yang Sering
Menyebabkan Anemia
Oleh Kemal Al Fajar

Penyakit kronis merupakan salah satu penyebab tubuh tidak dapat berfungsi dengan
sempurna. Ini diakibatkan adanya infeksi berkelanjutan ataupun kerusakan organ.
Selama beberapa dekade terakhir, diketahui bahwa riwayat penyakit kronis
berkontribusi pada munculnya kondisi anemia pada seseorang.
Namun, anemia akibat penyakit kronis ini memiliki mekanisme perkembangan
penyakit yang berbeda dari anemia pada umumnya.
Mengenal anemia pada penyakit kronis
Anemia pada umumnya merupakan kondisi yang muncul saat tubuh tidak memiliki
sel darah merah (hemoglobin) sehat yang mencukupi. Kondisi serupa juga dapat
dialami oleh penderita penyakit kronis, namun kondisi anemia diakibatkan oleh
adanya peradangan yang merusak atau mengganggu produksi sel darah merah
yang sehat Akibatnya, tubuh mengalami kekurangan oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin.

Anemia pada penyakit kronis merupakan jenis anemia yang paling sering terjadi,
setelah anemia akibat defisiensi zat besi. Karena penyebab utamanya adalah
peradangan, jenis anemia ini dapat terjadi pada siapa saja yang mengalami penyakit
kronis, karena adanya inflamasi dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi
produksi sel darah merah yang sehat. Meskipun demikian, lansia dengan penyakit
kronis lebih berisiko mengalami anemia. Anemia akibat inflamasi juga dapat terjadi
karena infeksi akut pada anak-anak.

Seberapa bahayakah anemia


akibat penyakit kronis?
Anemia pada penyakit kronis cenderung terjadi secara lambat dan menimbulkan
dampak yang ringan ataupun tidak menimbulkan gejala serius. Pada umumnya,
penderita penyakit kronis yang mengalami anemia akan merasakan perasaan tidak
nyaman dari kondisi biasanya dan disertai beberapa gejala berikut:

 Lemas
 kelelahan
 Kulit terlihat pucat
 Jantung berdetak cepat
 Sesak napas

Lamanya anemia yang dialami penderita penyakit kronis bergantung pada kondisi
fisik penderita, jenis, dan keparahan penyakit yang menyebabkannya. Jika jenis
anemia ini terjadi dalam waktu yang lama dan bertambah parah, oksigen dalam
darah dapat mengalami penurunan yang serius sehingga memicu intoleransi
aktivitas fisik. Ini merupakan suatu kondisi di mana seseorang menjadi mudah lelah
serta dapat memicu kegagalan fungsi jantung dan organ lainnya.
Bagaimana penyakit kronis bisa
menimbulkan anemia?
Penyakit kronis menimbulkan beberapa perubahan pada fungsi tubuh, khususnya
dalam mekanisme pembentukan sel darah merah. Inflamasi berkepanjang
menyebabkan umur sel darah merah menjadi lebih pendek, namun di saat yang
bersamaan terjadi defisiensi zat besi karena sel darah merah tidak dapat diserap
dengan sempurna. Ditambah lagi adanya hambatan proses daur ulang sel darah
merah.

Selain itu, penurunan produksi sel darah merah juga terjadi akibat adanya gangguan
tubuh dalam merespon hormon erythropoietin (EPO) yang dihasilkan oleh ginjal
untuk menstimulasi sumsum tulang dalam pembentukan darah.

Penyakit kronis apa saja yang dapat


memicu anemia?
Berikut beberapa kondisi penyakit kronis yang dapat memicu terjadinya anemia:

1. Penyakit ginjal

Gangguan pada ginjal merupakan risiko utama perkembangan anemia pada


penderita penyakit kronis. Hal ini disebabkan karena penyakit ginjal dapat memicu
gangguan produksi hormon EPO dan malabsorbsi zat besi. Kondisi gagal ginjal pada
seseorang juga berkaitan dengan munculnya anemia karena defisiensi zat besi dan
asam folat akibat metode pengobatan cuci darah pada penderita.

2. Infeksi dan inflamasi kronis

Adanya inflamasi maupun infeksi menyebabkan sistem imun tubuh menghasilkan


protein sitokin untuk mekanisme pertahanan. Namun, sitokin juga dapat
mempengaruhi respon tubuh terhadap EPO dan menghambat penyerapan zat besi
dalam darah sehingga menyebabkan kondisi anemia.

Penyakit infeksi kronis yang dapat menyebabkan anemia di antaranya:

 HIV/AIDS
 Tuberkulosis
 Sifilis
 infeksi pada jantung (endokarditis)
 infeksi tulang (osteomyelitis)

Sedangkan beberapa penyakit degeneratif juga dapat menyebabkan inflamasi kronis


seperti:

 rheumatoid arthritis
 lupus
 diabetes
 penyakit jantung
 inflamasi usus atau inflammatory bowel disease (IBD)

3. Kanker

Terdapat dua jenis kanker meningkatkan risiko terjadinya anemia seperti kanker
payudara dan kanker limfa. Selain itu, kondisi anemia juga dapat terjadi dan
bertambah parah akibat adanya kerusakan dari kemoterapi dan radiasi serta
penyebaran sel kanker yang mempengaruhi sumsum tulang.

Bagaimana mengatasi anemia akibat


penyakit kronis?
Karena terjadinya anemia disebabkan oleh penyakit kronis, maka keduanya perlu
ditangani secara bersamaan. Penanganan penyakit kronis penyebab anemia
memerlukan obat anti-inflamasi untuk mengurangi risiko terjadinya kerusakan dalam
jangka panjang. Selain itu, penggunaan hormon EPO yang membantu pembentukan
sel darah juga diperlukan oleh penderita gagal ginjal terutama yang sedang
menjalani cuci darah.

Selama masa pengobatan, penderita penyakit kronis memerlukan asupan zat


besi, vitamin B12 dan asam folat tambahan untuk mencegah defisiensi nutrisi akibat
pola makan. Hal ini dapat dilakukan melalui konsumsi bahan makanan seperti
daging putih, kacang-kacangan dan sereal serta bayam. Suplementasi nutrisi
tersebut juga mungkin diperlukan terutama jika penderita mengalami kehilangan
banyak darah, malabsorbsi nutrisi dan mengalami kanker.

Baca Juga:

 Bagaimana Penyakit Kronis Bisa Bikin Susah Hamil?


 Satu dari 6 Wanita Indonesia Berisiko Kanker, Plus Fakta Lainnya yang Perlu Anda
Tahu Tentang Kanker
 3 Penyakit Kronis yang Sering Menyebabkan Anemia

https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/anemia/penyakit-kronis-penyebab-anemia/
Anemia pada Tuberkulosis Paru
Ardi Pramono

Abstract

Pulmonary tuberculosis (TB) is still a serious health problem worldwide. The prevalence
of pulmonary TB in Indonesia is 3.43 per ten thousand popu¬lation. It is the second
cause of death after cardiovascular diseases or the first cause in infectious diseases.
Chronic anemia disease usually occurs in pulmonary tuberculosis. The objective of this
study was to reveal the inci¬dence of anemia in patients with tuberculosis. Data was
collected from PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital medical records in the year of
2000. We found 43 male and 23 female subjects who were diagnosed as tuberculosis
because of their clinical findings. Patients with cough were 72.73%, 50% with dispneu,
18,18% with “night sweat”, and 24.24% with bloody cough. There were 27.27% patients
with positive AFB (Acid-Fast Bacillus), 62.12% with positive chest x-ray. All subjects had
Hb concentration of 12% g/dl.. This findings showed that male patients were categorized
as anemic, while in fe- I male were normal.

Tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang


maupun negara maju. Angka kejadian tuberkulosis paru di Indonesia 3,43 persepuluh
ribu penduduk dan merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit
kardiovaskuler atau urutan pertama pada penyakit infeksi. Anemia penyaki: kronis sering
menyertai penderita dengan tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk: j mengetahui
kejadian anemia pada penderita tuberkulosis paru dewasa di YogyakaitL Data diambil
dari rekam medik penderita yang berobat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun
2000. Didapatkan 66 subjek penderita yang didiagnosis TB paru Diagnosis didasarkan
atas hasil uji bakteriologis bakteri tahan asam (BTA) posir h zejala klinis, uji radiologis
paru dan pemeriksaan penunjang. Ditemukan gejala klinis penderita berupa batuk
72,73%, keringat malam 18,18%, sesak napas 50% dan eatuk darah pada 24,24% baik
sebagai gejala tunggal maupun bersama-sama. Hasil pemeriksaan penunjang
menunjukkan penderita dengan BTA + sebanyak 27,27%, ronsen paru positif 62,12%,.
Kadar Hb ditemukan rata-rata 12g% pada pria dan L2g% pada wanita. Kadar Hb pada
pria termasuk kategori anemia, sedangkan pada wanita termasuk normal bawah.
Anemia yang ditemukan pada penderita TB merupakan anemia pada penyakit kronik.
Penanganan anemia jenis ini terutama ditujukan pada penyakit dasar, tetapi perlu
diperiksa lebih lanjut apakah benar ane¬mia penyakit kronis atau sebab lain, sehingga
penanganan lebih tepat.
Keywords

pulmonary tuberculosis; clinical finding; chronic anemia disease; tuberkulosis paru;


gejala klinis; pemeriksaan penunjang; anemia penyakit kronik.

Full Text:
PDF

References
Aditama, T.Y. 1996. Perkembangan di Bidang Tuberkulosis Paru. Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia. 5:339-42

Bahar, A.Tatalaksana Baru Tuberkulosis Paru. 1994. Acta Medica Indonesia. 26:29-41.

Cole, R.A., Lu, H.M., Shi,Y.Z., Wang. J.,Hua,D.,Zhon,A.T. 1997. Clinical Evaluation of a
Rapid Immunochromatographic Assay Based on The 38 kDa Antigen of Mycobacterium
Tuberkulosis on Patients Pulmonary Tuberkulosis in China. Tubercle and Lung Disease.
77:363-8.

Dep. Kes RI. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. 1994. Direktorat
Jenderal P2M dan PLP Depkes RI, cetakan III. 586-94

Leonardo Sa, Papelbaum, M. 1999.Anemia of Cronic Disease. Hematology.


Medstudents Homepage.

Marcia Datz. 1999. Hematology Approach to the Patient with Anemia. University of Sao
Paulo — Brazil. Metstudent Homepage.

Misnadiarty, Simanjuntak, C.H., Gunawan, S. 1994. Penelitian Tuberkulosis, Tinjauan


Beberapa Tuberkulosis di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. 586-94.

Parwati, 1.1997. Beberapa Metode Pemeriksaan Laboratorium untuk Menunjang


Diagnosis Penyakit Paru, dalam: Simposisum Nasional Penggunaan Antimikroba dalam
Bidang Respirologi. Kumpulan Makalah Ilmiah, Bandung.

Soemantri, E.S. 1997. Penatalaksanaan Penyakit Tuberkidosis Masa Kini Khususnya


pada Penderita dengan Mikobakterium Tuberkulosa yang Resisten. Dalam: Simposisum
Nasional Penggunaan Antimikroba dalam Bidang Respirologi. Kumpulan Makalah
Ilmiah, Bandung.
Raviglione, M.C., O’Brien, R.J. 1998. Tuberkulosis. In : Fauci A.S., Braunwald E.,
Isselbacher

K.J. Harrison’s Principle of Internal Medicine, 14 th ed. Me Graw Hill Health Profession
Division, New York. 1004-14.

Anda mungkin juga menyukai