DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
A. Polusi Udara
B. Kelor
C. Prosedur kerja
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, rahmat, dan hidayah-Nya
Karya ilmiah Pemaksimalan tanaman kelor sebagai penetral polusi udara dapat
terselesaikan.
Karya ilmiah ini disusun dalam rangka Lomba Karya lmiah siswa sekolah menengah
kejuruan, dengan tema “LET’S CHANGE TO SAVE THE EARTH”.
Melalui kesempatan berharga ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya ilmiah ini, kepada yang terhormat :
3. Semua pihak yang terlibat dan banyak membantu dalam penilitian ini.
Semoga Karya ilmiah siswa ini dapat memberi manfaat kepada masyarakat. Apabila ada
kesalahan dalam pembuatan karya ilmiah ini, saya mohon maaf setulus-tulusnya.
Temanggung, 24 September2013
Penulis
ABSTRAK
Tanaman kelor merupakan salah satu jenis tanaman hijau yang kaya akan vitamin
C, bahkan kandungan vitamin C di dalam tanaman kelor kadarnya bisa mencapai 7 kali lipat
dibanding kadar vitamin C yang ada pada jeruk. Vitamin C merupakan vitamin yang
mempunyai antioksidan yang bisa digunakan untuk menangkal radikal bebas, yaitu polusi
udara. Ini menunjukkan bahwa tingkat polusi udara bisa diminimalisir menggunakan
tanaman kelor yang mengandung vitamin C yang lebih banyak, dimana vitamin C pada
pohon kelor ini berperan sebagai antioksidan yang dapat digunakan sebagai agen pelawan
radikal bebas yang lebih baik.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia sudah dilengkapi dengan majunya teknologi, baik itu teknologi
industri, teknologi pangan ataupun teknologi yang lainnya. Manusia menggunaan teknologi
tersebut untuk membantu kegiatan yang dilakukan di kehidupan sehari-hari. Sebuah
teknologi dalam penggunaanya mempunyai hasil output / keluaran, dimana hasil output /
keluaran tersebut ada yang bisa dimanfaatkan oleh manusia secara langsung dan ada pula
yang tidak bisa dimanfaatkan oleh manusia secara langsung karena sifatnya yang merusak
lingkungan, dalam konteks ini khususnya rusaknya lingkungan sekitar akibat tingkatan polusi
udara yang berpotensi untuk merusak kualitas dari udara itu sendiri semakin meningkat,
dan semakin beragam asal usulnya.
Pencemaran udara yang menjadian tingkat polutan udara semakin meningkat saat
ini banyak disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu oleh asap kendaraan bermotor, asap
rokok, pembakaran sampah, limbah asap pabrik, dan pembakaran hutan. Tentunya hal-hal
itu turut menyumbang peranan dalam meningkatnya tingkat polusi udara yang terjadi saat
ini. Pencemaran udara dalam jangka pendek ataupun jangka panjang dapat menimbulkan
efek buruk bagi lingkungan atau mahluk hidup yang ada disekitarnya.
Perlu dicari solusi yang tepat untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan polusi
udara yang terjadi saat ini. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan
memaksimalkan potensi pohon-pohon hijau yang terdapat di lingkungan sekitar untuk
digunakan sebagai solusi pencegah meningkatnya polusi udara.
Pohon kelor merupakan salah satu tanaman hijau yang potensial untuk mengurangi
tingkat polusi udara. Saat ini pohon kelor hanya dimanfaatkan sebagai obat-obatan
tradisional pada masyarakat tertentu, tentu ini sangat disayangkan jika potensi pohon kelor
dalam mengurangi tingkat polusi udara tidak diterapkan dalam kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pemaksimalan pohon kelor sebagai penetral polusi udara
ini adalah bagaimana kita dapat mencari alternatif yang dapat dimaksimalkan untuk
mengurangi tingkat polusi udara yang terjadi hampir di daerah mana saja. Tentunya langkah
ini nantinya tidak akan menimbulkan efek kerusakan untuk aspek-aspek lain yang ikut andil
didalamnya. Adanya pemaksimalan langkah alternatif dalam mengurangi tingkat polusi
udara diharapkan, manusia mempunyai rasa tanggung jawab dan kepedulian untuk menjaga
kelestarian lingkungan hidup, dimana kelestarian lingkungan ini akan berdampak positif bagi
kelestarian bumi.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis Pemaksimalan Tanaman Kelor sebagai Penetral
Polusi Udara ini, antara lain :
2. Sebagai salah satu usaha untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan memaksimalan
pengunaan pohon kelor sebagai pohon penetral polusi udara.
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan penulisan karya tulis Pemaksimalan pohon kelor sebagai penetral polusi
udara ini mempunyai manfaat, yaitu memberikan informasi kepada masyarakat tentang
penggunaan tanaman kelor sebagai penetral polusi udara yang dapat dimaksimalkan untuk
mengurangi tingkat polusi udara. Serta membuat gagasan baru dalam pemanfaatan
tanaman kelor sebagai penetral polusi udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Polusi Udara
Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,
atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan
tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia.
Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap
sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat
langsung dan lokal, regional, maupun global.
Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder.
Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran
udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil
dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-
pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari
pencemaran udara sekunder.
B. Kelor
Kelor atau merunggai (Moringa oleifera) adalah sejenis tumbuhan dari suku Moringaceae.
Tumbuhan ini memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Daun kelor berbentuk bulat telur dengan ukuran
kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai, dapat dibuat sayur atau obat. Bunganya berwarna
putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau, bunga ini keluar sepanjang
tahun dengan aroma bau semerbak.
Kelor mempunyai batang berkayu, tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis,
permukaan kasar; percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung
tumbuh lurus dan memanjang. Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling,
beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda. Buah
berbentuk panjang bersegi tiga, panjang 20-60 cm; buah muda berwarna hijau-setelah tua
menjadi cokelat, bentuk biji bulat-berwarna coklat kehitaman, berbuah setelah berumur 12-
18 bulan. Akar tunggang, berwarna putih, membesar seperti lobak. Pembudidayaan bisa
secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Tumbuh di dataran rendah maupun
dataran tinggi sampai di ketinggian 1000 m dpl.
Ada sebuah laporan hasil penelitian, kajian dan pengembangan terkait dengan
pemanfaatan tanaman kelor untuk penghijauan serta penahan penggurunan di Etiopia,
Somalia, dan Kenya oleh tim Jerman dari Institute for Scientific Cooperation, Tubingen,
1993. Laporan tersebut dikhususkan terhadap kawasan yang termasuk Etiopia, Somalia, dan
Sudan, karena sejak lama sudah menjadi tradisi penduduknya untuk menanam pohon kelor,
mengingat pohon tersebut dapat menjadi bagian di dalam kehidupan sehari-hari sebagai
bahan sayuran, bahan baku obat-obatan, juga untuk diperdagangkan (Anonim, 2013).
1. Vitamin C
Vitamin C pada pohon kelor 7 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan vitamin C pada jeruk.
2. Kalsium
Kalsium pada pohon kelor 4 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan kalsium pada susu.
3. Vitamin A
Vitamin A pada pohon kelor 4 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan vitamin A pada wortel.
4. Protein
Protein pada pohon kelor 2 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan protein pada susu.
5. Potasium
Potasium pada pohon kelor 3 kali lipat besarnya dibandingkan kandungan potasium pada jagung.
Kelor mengandung Asam amino, yaitu asam amino non-esensial. Salah satu
contohnya adalah sistin yang berfungsi sebagai antioksidan, yang berperan sebagai
perlindungan terhadap radiasi dan polusi (Krisnadi, 2012). Asam askorbat adalah salah
satu senyawa kimia yang disebut vitamin C, Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang
larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit.
Asam askorbat atau vitamin C merupakan antioksidan yang melindungi sel dari stres
ekstraselular. Sebagai antioksidan, vitamin c mampu menetralkan radikal bebas. Radikal
bebas berasal dari molekul oksigen yang secara kimia strukturnya berubah akibat dari
aktifitas lingkungan. Aktifitas lingkungan yang dapat memunculkan radikal bebas antara lain
radiasi, polusi, dan merokok. (JogjaCamp,2012).
Mekanisme fungsi antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang
mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk
lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil
dibanding radikal lipida.(Cha,2011)
BAB III
METODOLOGI
1. Plastik 2 buah
3. Lilin 1 buah
4. Benang
5. Korek api
6. Timer
7. Tanaman kelor
C. Prosedur kerja
2. Menyalakan lilin.
4. Memasukkan asap yang ditimbulkan dari kertas kedalam dua plastik secara bersamaan,
dengan cara menempatkan plastik yang terbuka di atas kertas yang berasap.
5. Mengikatkan satu plastik yang sudah terdapat asapnya ke salah satu bagian daun kelor
menggunakan benang.
6. Memegang dan menutupi plastik lain yang telah diberi asap dari kertas menggunakan
tangan.
8. Membandingkan hasil dari plastik yang diberi perlakuan dengan tanaman kelor dan plastik
yang hanya diberi perlakuan ditutupi dengan tangan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil
Plastik yang sudah diberi asap didalamnya diikat ke salah satu bagian tanaman kelor,
dilakukan pengamatan kondisi yang terjadi pada tanaman kelor serta plastik dan asap yang
ada di dalamnya. Juga dilakukan pengamatan untuk asap dalam plastik yang hanya dipegang
dengan tangan. Sesaat plastik yang diberi asap didalamnya, yang diikat di tanaman kelor
kondisi asapnya masih pekat, kemudian dihitung lama waktu untuk proses menggunakan
timer. Setelah ditunggu selama 20 menit, perlahan kepekatan asap yang terdapat didalam
plastik mulai berkurang dan plastik sudah mulai bening kembali. Sedangkan kondisi asap
dari plastik yang hanya ditutupi dengan tangan, kepekatan asapnya belum berkurang.
B. Pembahasan
Dari data yang diperoleh dalam eksperimen, dapat dianalisa bahwa tanaman kelor
dapat dimaksimalkan sebagai penetral polusi udara yang baik, dan dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi tingkatan polusi udara yang ada di lingkungan. Polusi udara yang ada di
dalam plastik dapat diserap baik oleh tanaman kelor. Asap dari plastik yang hanya diberi
perlakuan ditutup dengan tangan, kepekatan asapnya belum berkurang ini menunjukkan
belum adanya alat/bahan untuk mengurangi polusi udara dari asap.
Dalam proses penetralan polusi udara oleh tanaman kelor ini, tidak lepas dari
peranan vitamin C yang terkandung dalam tanaman kelor itu sendiri, dimana vitamin C
tanaman kelor kandungannya 7 kali lipat dibandingkan kandungan vitamin C pada jeruk. Hal
ini mendukung proses penetralan polusi udara dari tanaman kelor yang lebih baik karena
vitamin C sebagai antioksidan mempunyai peran untuk menangkal radikal bebas yaitu polusi
udara. Ini menunjukkan tingkat polusi udara bisa diminimalisir menggunakan tanaman kelor
yang mengandung vitamin C yang lebih banyak, dimana vitamin C pada tanaman kelor ini
berperan sebagai antioksidan sebagai agen pelawan radikal bebas yang lebih baik.
Mengenai aspek yang timbul dari penggunaan tanaman kelor sebagai penetralan
polusi udara, tentunya ini akan berdampak positif. Disamping memaksimalkan penggunaan
tanaman kelor sebagai penetral polusi udara yang baik, juga ikut ambil peran dalam
pembudidayaan tanaman kelor. Bahkan tanaman kelor dapat digunakan untuk tanaman
peneduh di samping jalan raya. Ini secara otomatis juga ikut melestarikan dan
membudidayakan tanaman kelor yang dapat dilakukan dengan cara generatif
(menggunakan biji) ataupun secara vegetatif (stek batang).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Perlu diadakannya penelitian lebih jauh lagi mengenai besar potensi polusi udara yang dapat
dinetralisir oleh antioksidan dari vitamin C pada tanaman kelor.
2. Perlu adanya pembudidayaan tanaman kelor dalam usaha mengurangi tingkat polusi udara
yang ada di bumi.
3. Perlu mencari cara-cara yang lebih sederhana dan efisien dalam memanfaatkan tanaman
kelor untuk menetralkan polusi udara.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningrum D. 2004. Isolasi dan uji aktivitas antioksidan senyawa bioaktif dari daun. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Institut Pertanian Bogor.
Davies, MB. 1991. Vitamin C: Its Chemistry and Biochemistry. Cambridge. Diakses 21 September 2013.
Gordon, I. 1994. Functional Food, Food Design, Pharmafood. New York: Champman dan Hall.
http://daunkelor.com/
http://wikivitamin.com/category/vitamin-c-asam-askorbat/
Schuler P. 1990. Natural Antioxidant Exploited Comercially. New York: Elsevier Applied Science.
Tanggal akses 23 September 2013
IPTEKnet. 2005. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/. Tanggal akses 23
September 2013.
Daun Kelor Ternyata Bermanfaat
untuk Memperlancar Produksi
ASI
Oleh Novita JosephInformasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania Savitri -
Dokter Umum
Ada banyak sumber makanan yang dipercaya dapat memperlancar produksi ASI ibu
menyusui. Salah satunya adalah daun kelor. Ya, meski tak sepopuler si primadona
daun katuk, daun kelor terbukti berpotensi mendukung kelancaran produksi ASI.
Lantas, bagaimana cara mengolah daun kelor untuk dikonsumsi ibu menyusui?
Harus seberapa rutin mengonsumsinya untuk meraih manfaat yang satu ini?
Simak ulasannya di bawah ini.
Manfaat daun kelor untuk ASI
Daun kelor berasal dari pohon kelor, yang punya nama latin moringa oleifera. Daun
keloe didukung oleh rentetan nutrisi yang penting bagi tubuh, seperti vitamin A, B,
dan C. Per 100 gram daun kelor juga mengandung 75 kalori, 60 gram protein, 13
gram karbohidrat, dan 353 mg kalsium. Selain itu, daun kelor mengandung zat besi
yang bisa mencegah anemia. Total kandungan nutrisi dalam 200 mg daun kelor
bahkan setara dengan 4 butir telur dan 2 gram susu.
Mengutip Mindbodygreen, sebuah studi yang dipimpin oleh Dr. Michelle A. Taup,
MD., menemukan bahwa kelompok ibu menyusui yang rutin mengonsumsi kapsul
daun kelor sebanyak dua kali sehari mengalami peningkatan produksi ASI yang
cukup tinggi.
Bagi ibu menyusui yang harus mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi demi
menjamin ketersediaan ASI untuk buah hati, daun kelor adalah salah pilihan yang
tepat. Namun, konsumsi daun kelor tetap harus diimbangi dnegan dengan menu
makanan sehat lainnya.
Terlebih lagi, tak semua suplemrn dan obat herbal aman dikonsumsi. Ada
kemungkinan residu bahan kimia (misalnya, pestisida) tertinggal di dalam akar
tanaman, kulit kayu, dan bunga daun kelor yang dapat memicu kontraksi rahim dini,
yang membuat Anda berisiko mengalami komplikasi kehamilan. Baiknya, konsumsi
daun kelor harus di bawah pantauan dokter jika Anda berniat menggunakannya saat
hamil.
Mungkin, cara mengonsumsi daun kelor yang paling baik adalah dengan cara
diangin-anginkan di bawah sinar matahati sampai kering, lalu digerus mrnjadi bubuk.
Dengan begini, nutrisi yang ada dalam daun tetap utuh dan dapat dengan lebih
mudah mengalir mengikuti aliran darah. Anda bisa menambahkan bubuk daun kelor
ke dalam smoothies, jus, yogurt, atau bahkan ditaburkan pada makanan.
Makalah Memahami Cara Pemanfaatan Daun Kelor
Untuk Peningkatan Kesehatan Dan Gizi
(Memahami Cara Pemanfaatan Daun Kelor Untuk Peningkatan
Kesehatan Dan Gizi)
Oleh :
KELOMPOK III
Abdul Fandir
Nurul Fahmi
Sarima
Yusdalifah Anna
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini dengan tepat pada waktunya yang berjudul Memahami
Cara Pemenafaatan Daun Kelor Untuk Peningkatan Kesehatan Dan Gizi Makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pemanfaatan daun kelor untuk
peningkatan kesehatan dan gizi.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
senantiasa memberkati segala usaha kita Aamiin.
Penyusun
Kelompok 3
DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………........................................ 1
Daftar isi…………………………………………………………………………….......................................... 2
BAB I Pendahuluan
a. Latar Belakang……………………………………………………………..................................... 3
b. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 3
c. Tujuan………………………………………………………………………...................................... 4
BAB II Pembahasan
g. Peranan daun kelor untuk kesehatan dan mengatasi masalah gizi ……................... 13
a. Kesimpulan…………………………………………………………………................................... 15
b. Daftar Pustaka…………………………………………………………………….......................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
Kelor merupakan salah satu tanaman sayuran yang multiguna. Hampir semua bagian
dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan karena mengandung senyawa aktif
dan gizi lengkap. Daun kelor juga kaya vitamin A dan C, khususnya Betakaroten. Para ahli
menganjurkan untuk mengkonsumsi betakaroten sebanyak 15.000-25.000 IU per hari
(Astawan, 2004).
Kandungan Vitamin C-nya setara dengan 6 kali vitamin C buah jeruk, sangat
bermanfaat untuk mencegah berbagai macam penyakit termasuk flu dan demam. Begitu
dahsyatnya khasiat daun kelor mengatasi aneka penyakit. Beberapa senyawa aktif dalam
daun kelor adalah arginin, leusin, dan metionin. Tubuh memang memproduksi arginin,
tetapi sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu asupan dari luar seperti daun kelor.
Kandungan arginin pada daun kelor segar mencapai 406,6 mg (Anwar, 2007).
Teh kelor, saus kelor, sirup kelor, sereal dan biskuit kelor merupakan produk yang
menggunakan daun kelor sebagai bahan utama. Kecukupan konsumsi sayuran sangat
diperlukan karena kandungan vitamin, mineral dan enzim selaku senyawa bioaktif yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kecukupan antibodi juga diperlukan untuk mempertahankan
ketahanan tubuh. Daun kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi
kebutuhan nutrisi dalam tubuh, sehingga orang yang mengonsumsi daun kelor akan
terbantu untuk meningkatkan energi dan ketahanan tubuh. Dalam bidang pangan,
pengolahan makanan semakin berkembang sehingga menghasilkan beragam produk olahan
yang beredar di pasaran. Selain itu, pola konsumsi masyarakat telah mengalami perubahan.
Hal ini terlihat dari kecenderungan mereka dalam memilih makanan yang praktis, ekonomis
dan cepat tersedia untuk dikonsumsi. Di daerah perkotaan, makanan siap saji lebih diterima
oleh masyarakat daripada kebiasaan pola makan sehat (Suryana et al, 2008).
B. Rumusan Masalah
3. Apa Peranan daun kelor untuk kesehatan dan mengatasi masalah gizi ?
C. Tujuan
3. Mengetahui Apa Peranan daun kelor untuk kesehatan dan mengatasi masalah gizi ?
BAB II
PEMBAHASAN
Kelor adalah tanaman jenis perdu dengan ketinggian pohon berkisar antara 7 -11
meter. Batang kayunya getas (mudah patah), bercabang jarang, tapi berakar kuat. Batang
pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur berukuran kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai. Bunganya berwarna putih kekuning kuningan dan tudung
pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau
semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Di Jawa disebut kelentang.
Berbentuk mirip kacang panjang berwarna hijau dan keras dengan ukuran panjang sekitar
30 cm. Sedang getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).
Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah
300-500 meter di atas permukaan laut.
Di Jawa, secara tradisional, kelor kerap dibuat tanaman pagar, sedangkan daunnya
dibuat sayur. Tapi, banyak pula yang memanfaatkan bagian dari tanaman yang berasa pahit
ini untuk bahan obat tradisional.
Menurut Simbolan et al., (2007), kandungan kimia yang dimiliki daun kelor
yakni asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin,
leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan
methionin. Daun kelor juga mengandung makro elemen seperti potasium,
kalsium, magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan,
zinc, dan besi. Daun kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B, Vitamin
C, mineral terutama zat besi. Menurut Fuglie (2001) menyebutkan kandungan
kimia daun kelor per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1. Akar, batang dan kulit
batang kelor mengandung saponin dan polifenol. Selain itu kelor juga
mengandung alkaloida, tannin, steroid, flavonoid, gula tereduksi dan minyak
atsiri. Akar dan daun kelor juga mengandung zat yang berasa pahit dan getir.
Sementara biji kelor mengandung minyak dan lemak (Utami dan Puspaningtyas,
2013).
Hasil studi fitokimia daun kelor (Moringa oleifera) menyebutkan bahwa daun kelor
mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, phenols yang juga dapat
menghambat aktivitas bakteri. Komposisi dan konsentrasi senyawa fitokimia mengalami
perubahan selama pertumbuhan tanaman. Daun yang lebih muda mempunyai kandungan
fitokimia paling tinggi (Nugraha, 2013).
Berkat kandungan gizi yang terdapat di dalamnya, selain sebagai obat, kelor juga
bermanfaat sebagai multivitamin. Terbukti bahwa kelor telah berhasil mencegah wabah
kekurangan gizi di beberapa negara di Afrika dan menyelamatkan banyak nyawa anak-anak
dan ibu-ibu hamil.
Tabel 1.1
Calori 26 92 205
Mg (mg) 24 24 368
(From Moringa oleifera: Natural Nutrition for the Tropics by Lowell Fuglie)
Dilihat dari nilai gizinya kelor adalah tanaman berkhasiat sejati (miracle tree), artinya
tanaman ini bisa dimanfaatkan dari akar, biji, batang, buah dan daun serta mengandung gizi
tinggi. Kandungan gizi daun kelor segar, setara dengan:
Kelor (Moringa oleifera) adalah salah satu tanaman yang banyak dijumpai di tanah
air, hampir semua orang Indonesia pernah mendengar kata “daun kelor”. Bahkan ada
pepatah yang mengatakan “dunia ini tidak selebar daun kelor”. Pepatah ini sangat dikenal
luas dalam kehidupan kita. Pepatah ini mengandung makna bahwa kesuksesan dapat
diperoleh di berbagai bidang kehidupan yang dapat memberikan kesempatan kepada kita.
Kelor adalah tanaman jenis perdu dengan ketinggian pohon berkisar antara 7 -11
meter. Batang kayunya getas (mudah patah), bercabang jarang, tapi berakar kuat. Batang
pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur berukuran kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai. Bunganya berwarna putih kekuning kuningan dan tudung
pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau
semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Di Jawa disebut kelentang.
Berbentuk mirip kacang panjang berwarna hijau dan keras dengan ukuran panjang sekitar
30 cm. Sedang getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).
Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah
300-500 meter di atas permukaan laut.
Menurut hasil pengujian oleh tim ahli dari UNDP, untuk pengolahan air minum di
kawasan pantai atau rawa tidak membutuhkan banyak biji kelor. Cukup 2-3 pohon dewasa
selama setahun dengan keluarga sebanyak 6-8 orang, dengan perhitungan kebutuhan air
sekitar 20 liter/hari/ jiwa.
Di beberapa negara, pemanfaatan kelor juga mulai dikembangkan untuk bahan
pembuatan kosmetik. Sementara di beberapa negara di Benua Afrika, Kelor telah menjadi
komoditas yang menjanjikan peluang bisnis yang menggiurkan.
Dengan penelitian ilmiah, terungkap bahwa daun ini ternyata mengandung berbagai
unsur nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk memulihkan dan menjaga kesehatan. Variasi
dan kadar kandungan nutrisi daun kelor berada di luar batas-batas kewajaran. Fenomena
aneh ini diakui di dunia barat sekalipun karena memang dasarnya adalah penelitian ilmiah.
Tidak heran banyak media masa internasional mempopulerkan pohon kelor sebagai
“miracle tree” alias pohon ajaib, bahkan ada yang menyebutnya sebagai "tree for life".
Memang mengagumkan. Bayangkan saja, jika kita memiliki sebuah pohon di halaman rumah
yang bisa ditanam dan dirawat dengan mudah, tidak mati meskipun diterpa kemarau
panjang, daunnya dapat dijadikan sayur untuk memenuhi semua kebutuhan vitamin dan
mineral dalam tubuh, bisa digunakan sebagai obat, selain itu bijinya juga bisa untuk
menjernihkan air yang minum.
Seperti yang disebutkan di atas, bahwa tanaman kelor penting dalam mengatasi gizi
buruk terutama bagi bayi dan balita serta ibu menyusui. Daunnya dapat dikonsumsi segar,
dimasak atau disimpan dalam bentuk serbuk untuk persediaan beberapa bulan tanpa harus
dimasukkan kedalam lemari pendingin tanpa kehilangan kandungan nutrisi. Selain itu, ada
beberapa senyawa aktif dalam daun kelor yang cukup berguna bagi tubuh, beberapa
senyawa aktif tersebut adalah arginin, leusin, dan metionin. Tubuh memang memproduksi
arginin, tetapi sangat terbatas. Oleh karena itu perlu asupan dari luar seperti kelor.
Kandungan arginin pada daun kelor segar mencapai 406,6 mg, sedangkan pada daun kering,
1.325 mg. Menurut Dr. Mien Karmini, arginin meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh.
Di samping itu, arginin juga mempercepat proses penyembuhan luka, meningkatkan
kemampuan untuk melawan kanker, dan memperlambat pertumbuhan tumor.
Sementara metionin yang kadarnya mencapai 117 mg pada daun segar dan 350 mg
(kering) mampu menyerap lemak dan kolesterol. Oleh karena itu, metionin menjadi kunci
kesehatan hati yang banyak berhubungan dengan lemak. Kekurangan metionin
menyebabkan beragam penyakit seperti rematik kronis, sirosis, dan gangguan ginjal. Kadar
valin dalam daun segar 374 mg atau 1.063 mg (kering) berfungsi dalam sistem saraf dan
pencernaan. Perannya antara lain membantu gangguan saraf otot, gangguan mental,
emosional, dan insomnia.
Tubuh juga memerlukan leusin karena tak mampu memproduksi sendiri. Daun kelor
segar mengandung 492 mg leusin yang berperan dalam pembentukan protein otot dan
fungsi sel normal. “Leusin sangat penting untuk pertumbuhan sel sehingga anak-anak dan
remaja mutlak memerlukannya. Ambang batas kebutuhan leusin adalah 55 mg per g
protein,” kata Mien Karmini.
Secara tradisional pemanfaatan akar, daun dan biji kelor sebagai obat, dianggap
manjur untuk beberapa jenis penyakit antara lain : Sakit kuning (Lever),
Reumatik/encok/Pegal linu, Rabun ayam, Sakit mata, Sukar buang air kecil, Alergi/biduren,
Cacingan, Luka bernanah.
1. Sakit Kuning
Bahan: 3-7 gagang daun kelor, 1 sendok makan madu dan 1 gelas air kelapa hijau.
Cara Membuat: Daun kelor ditumbuk halus, diberi 1 gelas air kelapa dan disaring. Kemudian
ditambah 1 sendok makan madu dan diaduk sampai merata.
Bahan: 2-3 gagang daun kelor, 1/2 sendok makan kapur sirih;
3. Rabun Ayam
Cara Membuat: Daun kelor ditumbuk halus, diseduh dengan 1 gelas air masak dan disaring.
Kemudian dicampur dengan madu dan diaduk sampai merata.Cara menggunakan: diminum
sebelum tidur.
4. Sakit Mata
Cara Membuat : Daun kelor ditumbuk halus, diberi 1 gelas air dan diaduk sampai merata.
Kemudian didiamkan sejenak sampai ampasnya mengendap; Cara menggunakan : air
ramuan tersebut digunakan sebagai obat tetes mata.
Bahan: 1 sendok sari daun kelor dan sari buah ketimun atau wortel yang telah diparut dalam
jumlah yang sama;
Cara Membuat: Bahan-bahan tersebut dicampur dan ditambah dengan 1 gelas air,
kemudian disaring.
6. Cacingan
Bahan: 3 gagang daun kelor, 1 gagang daun cabai, 1-2 batang meniran;
Cara Membuat: semua bahan tersebut direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih hingga
tinggal 1 gelas, kemudian disaring; Cara menggunakan: diminum.
7. Biduren (alergi)
Bahan : 1-3 gagang daun kelor, 1 siung bawang merah dan adas pulasari secukupnya; Cara
Membuat: semua bahan tersebut direbus dengan 3 gelas air
Cara menggunakan : ditempelkan pada bagian yang luka sebagai obat luar.
1. Spageti adalah salah satu olahan makanan yang barat yang kini tengah digemari oleh
masyarakat Indonesia. Makanan ini terbuat dari adonan tepung terigu tanpa ditambahan
apapun. Namun sekarang ini masyarakat sering berinovasi untuk membuat sesuatu yang
baru sehingga lebih disukai masyarakat seperti spageti sayuran sudah ada di mana-mana. Di
tangan dingin pria yang berasal dari Probolinggo, Jawa Timur, spageti pun bisa diolah dari
daun kelor. Syaiful Hadi awalnya terinspirasi dari teman yang mempunyai ide spageti
sayuran hingga dia berpikir untuk membuat inovasi lebih baik lagi dengan menggunakan
daun kelor yang telah diakui oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO sebagai dianggap sebagai
tanaman ajaib karena bisa mengatasi gizi buruk dunia.
2. Roti kini semakin digemari oleh semua kalangan masyarakat. Jika dahulu masyarakat
Indonesia lebih banyak memilih mengkonsumsi nasi untuk sarapan, maka saat ini roti telah
menjadi pilihan mereka di pagi hari untuk sarapan maupun sebagai camilan, karena mudah
dikonsumsi dan mudah didapat di mana saja. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil survei
yang dilakukan dibeberapa kota besar di Indonesia, bahwa sebanyak 70% masyarakat
memilih untuk mengkonsumsi roti pada pagi hari. Bila pada umumnya roti tawar hanya
memiliki varian rasa cokelat, pandan.
Defisiensi protein dalam diet merupakan masalah nutrisi yang paling serius dalam
kasus gizi buruk, yang sering dikenal dengan istilah Kurang Energi Protein (KEP). Anak-anak
dan balita membutuhkan lebih banyak protein untuk pertumbuhan dan pertukaran energi
yang lebih aktif. Dampak yang ditimbulkan KEP pada balita menyebabkan pertumbuhan
yang tidak normal, menurunnya immunitas, dan tingkat kecerdasan yang rendah. Pada
stadium yang berat, KEP pada balita dapat menyebabkan kwarshiorkor sampai kematian
(Almatsier, dalam Hadi dan Kholis , 2010 : 144).
Kelor merupakan komoditas pangan yang penting sebagai sumber gizi alami daerah
tropis . Banyaknya kandungan gizi yang dimiliki oleh daun Moringa oleifera membuatnya
baik untuk dijadikan makanan pendamping bagi tumbuh kembang anak (Syariati , 2011 : 11)
. Disamping itu tanaman kelor telah berhasil digunakan untuk mengatasi malnutrisi pada
anak yang terbukti dengan pertambahan berat badan yang signifikan (Fuglie, dalam Zakaria
dkk , 2012 : 46). Yayasan Mata Internasional (berbasis di Maryland, USA) menganjurkan
konsumsi Kelor untuk pencegahan kekurangan gizi pada anak dan menyelamatkan
penglihatannya yang rentan kebutaan karena defisiensi vitamin A. Telah dilaporkan dari
proyek penelitian WHO bahwa kelor mampu membantu mengatasi malnutrisi pada anak-
anak di beberapa Negara Afrika dengan pemanfaatan serbuk daun kelor. Kelebihan dari
daun Kelor adalah mudah diperoleh tanpa biaya tinggi dan mampu mengatasi malnutrisi
lebih cepat dibandingkan nutrisi modern seperti susu bubuk, minyak goreng dan gula
(Luthfiyah , 2012 : 43) .
Fuglie , dalam Luthfiyah (2012 : 43) melaporkan bahwa konsumsi 8 gr serbuk daun
kelor sehari dapat memberikan kontribusi zat gizi kepada balita usia 1-3 tahun , yaitu 14%
protein , 40% kalsium, 23% besi dan hampir semua kebutuhan vitamin A . Sedangkan dalam
100 gr bubuk serbuk daun kelor, dapat memberikan lebih dari sepertiga kebutuhan kalsium ,
besi , protein , tembaga , belerang dan vitamin B pada wanita usia subur . Menurut hasil
penelitiannya , daun Kelor ternyata mengandung vitamin A , C , B , kemudian kalsium ,
kalium , besi , dan protein dalam jumlah tinggi serta mudah dicerna dan diasimilasi oleh
tubuh manusia.
Melihat dari sisi nutrisinya, daun kelor sangat potensial untuk mengatasi masalah
gizi buruk di Indonesia . Sedangkan dari sisi kandungan klorofilnya yang tinggi sangat
mungkin dimanfaatkan sebagai pewarna alami makanan seperti kue bolu .Dengan demikian
kue bolu akan aman bagi kesehatan karena ditambahkan dengan pewarna alami dan
bukannya pewarna sintesis yang seringkali membahayakan kesehatan .
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Kelor bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, di beberapa negara maju,
pemanfaatan kelor mulai dikembangkan untuk bahan pembuatan kosmetik. Salah seorang
investor asal Jepang beberapa tahun silam juga berniat membuka perkebunan kelor di Musi
Banyuasin untuk bahan baku industri di negara Sakura. Di samping itu, kelor telah menjadi
komoditas yang menjanjikan peluang bisnis yang menggiurkan khususnya di beberapa
negara di Benua Afrika.
2. Kelor juga berguna dalam bidang kesehatan. Mulai dari akar, daun dan biji kelor semua
bermanfaat khususnya dalam bidang kesehatan. Secara tradisional pemanfaatan akar, daun
dan biji kelor sebagai obat dianggap manjur untuk beberapa jenis penyakit, antara lain : a)
Sakit Kuning, b) Reumatik, Nyeri dan Pegal Linu, c) Rabun Ayam, d) Sakit Mata, e) Sukar
Buang Air Kecil, f) Cacingan, g) Biduren (alergi), h) Luka bernanah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.blogster.com/firsonigosa/kelor-tanaman-bermanfaat-untuk-berantas-gizi-buruk,
diakses 29 April 2012.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/sehat/2012/02/27/733/Kelor-Tanaman-
Sehat-Berkhasiat, diakses 02 Mei 2012.
Sitorus, M. dkk. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Jakarta : Kanisius.
Yuwono, Trius dan Pius Abdullah. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. Surabaya:
Arkola.
http://www.kompasiana.com/charitylatanza/roti-tawar-kelor-inovasi-olahan-pangan-yang-
sehat_5852c369b07e61b22f17f5f6/diakses 22 Maret 2017nurulfahmigizi.blogspot.com
Mangkunegara,Anwar Prabu AA.(2007). Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Makalah tentang manfaat daun
kelor
DAUN KELOR UNTUK MENINGKATKAN STATUS GIZI ANAK KURANG
ENERGI PROTEIN (KEP)
BAB I
PENDAHULUAN
Daun kelor yang dikenal dengan nama latin Moringa oleifera, yang
masuk kedalam famili Moringaceae, di berbagai daerah di Indonesia menjadi
bahan pangan yang kaya akan nutrisi dan banyak dijumpai di pasar-pasar
tradisional. Daun yang dikenal sebagai daun untuk memandikan mayat di
pulau jawa ini sesungguhnya memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi
sehingga dapat menjadi alternatif penanggulangan kasus KEP masyarakat
kurang mampu di Indonesia.
Oleh karena itu maka karya ilmiah ini dibuat untuk menambah
wawasan akan manfaat daun kelor yang selama ini dianggap mistis oleh
masyarakat namun berguna bagi kesehatan.
3. Pandangan masyarakat jawa yang menilai daun kelor adalah daun mistis
sehingga menghambat penggunaan daun kelor sebagai salah satu sumber
zat gizi untuk menanggulangi KEP.
ISI
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-
hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari
80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS (Depkes RI, 1998).
Protein adalah salah satu dari enam zat gizi yang membentuk struktur
tubuh manusia. Selain pada karbohidrat dan lemak, protein dapat
menghasilkan sejumlah energi. Tubuh yang kurang energi protein biasanya
sering merasa lemas. Bahkan, bisa menyebabkan penyakit anemia,
berkurangnya sel darah merah sehingga tidak mampu mengangkat oksigen
sesuai jumlah yang dibutuhkan tubuh. (Ahira, 2010)
Calori 26 92 205
Mg (mg) 24 24 368
Isoleucine (g/16g N)
Valine (g/16g N)
(treesforlife, 2010)
2.2 Pembahasan
Krisis ekonomi yang sudah melewati satu decade melanda Indonesia
telah menyebabkan berbagai dampak negatif terutama di sektor kesehatan
gizi masyarakat. Salah satu dampak yang terlihat sekarang ini adalah
rendahnya konsumsi makanan bergizi terutama bagi anak-anak di perkotaan
atau pedesaan. Daya beli yang rendah bagi penduduk kelas menengah ke
bawah, menyebabkan banyak orang tidak bisa membeli makanan bergizi
seperti susu, daging dan telur.
Mengacu pada kandungan gizi daun kelor yang begitu banyak, maka
daun kelor disarankan digunakan untuk menanggulangi kejadian Kurang
Energi Protein pada masyarakat kurang mampu. Terutama bila daun kelor
dijadikan tepung terlebih dahulu kemudian diolah menjadi bahan makanan
lain, status gizi anak Kurang Energi Protein akan lebih cepat meningkat.
Ketersediaan daun kelor yang melimpah dapat menjadi pertimbangan
masyarakat untuk memanfaatkan daun kelor sebagai salah satu sumber zat
gizi keluarga.
Dengan mempertimbangkan rendahnya daya beli masyarakat dan
tingginya harga bahan makanan, alangkah baiknya bila daun kelor mulai
dijadikan alternatif sumber zat gizi penanggulangan KEP.
ANEMIA PADA PASIEN TBC
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zat besi merupakan mineral yang esensial untuk proses metabolisme, antara lain
berperan mengangkut oksigen ke jaringan, untuk sintesis deoxyribo nucleic acid (DNA) dan
untuk mengangkut elektron yang dibutuhkan sel. Defisiensi besi pada anak menyebabkan
pertumbuhan kurang optimal, kemampuan belajar menurun dan dihubungkan dengan
intelligence quotient (IQ) yang rendah.3,4 Defisiensi besi juga menimbulkan gangguan
respons tubuh terhadap infeksi karena terjadi penurunan fungsi neutrofil dan gangguan
proliferasi sel T.4
Asupan yang tidak adekuat ditambah dengan terjadinya infeksi tuberkulosis dapat
memicu malnutrisi serta memperparah kondisi infeksi tuberkulosis. Pada pasien dengan
tuberkulosis, terjadinya penurunan nafsu makan, perubahan pola makan, malabsorbsi zat
gizi, dan perubahan metabolisme dapat mengakibatkan wasting. Dalam berbagai studi
menunjukkan bahwa penderita tuberkulosis memiliki status gizi yang lebih rendah daripada
kelompok kontrol sehat. 5
Obat anti tuberkulosis ini masih menimbulkan dampak negatif bagi pasien,
diantaranya dampak hemoragik yaitu dapat menyebabkan anemi 2 Anemia pada
tuberkulosis dapat terjadi karena gangguan pada proses eritropoesis oleh mediator
inflamasi, pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, adanya
malabsorbsi dan ketidak cukupan zat gizi karena rendahnya nafsu makan. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa anemia penyakit kronis lebih banyak ditemukan pada
penderita tuberkulosis dibanding dengan anemia defisiensi besi. Penurunan anemia
defisiensi dapat ditandai dengan simpanan besi, penurunan ferritin serum, penurunan besi
serum yang disertai dengan meningkatnya transferin serum, penurunan Mean Corpuscular
Volume (MCV) dan penurunan kadar hemoglobin.6
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Anemia
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di
bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. Poplack dan Varat menyatakan, bahwa
anemia ditegakkan bila konsentrasi Hb di bawah persentil tiga sesuai usia dan jenis kelamin
berdasarkan populasi normal. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala
klinis yang sering tidak khas. Klasifikasi anemia pada anak menurut World Health
Organisation (WHO) tahun 2015 adalah berdasarkan usia (Tabel 1).7 Berdasarkan derajat
dari anemia maka WHO dan National Cancer Institute (NCI) mengklasifikasikan anemia
menjadi 4 kelompok, yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Konsentrasi hemoglobin pada anak menurut WHO
Sumber : WHO,2015
Suatu anemia berat yang kronis dikatakan bila konsentrasi Hb ≤ 7 g/dL selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih. Anemia berat dapat bersifat akut dan kronis. Anemia kronis dapat
disebabkan oleh anemia defisiensi besi (ADB), sickle cell anemia (SCA), talasemia,
spherocytosis, anemia aplastik dan leukemia. Anemia berat kronis juga dapat dijumpai pada
infeksi kronis seperti tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria,
cacing dan lainnya.
Anemia kekurangan zat besi terjadi ketika tidak ada cukup zat besi dalam tubuh. Zat
besi ditemukan dalam daging, buah kering, dan beberapa sayuran. Zat besi digunakan oleh
tubuh untuk membuat hemoglobin, yang membantu menyimpan dan membawa oksigen
dalam sel darah merah.8,9
2. Penyebab Anemia
Ada banyak kondisi yang menyebabkan kekurangan zat besi. Pada pria dan wanita
pasca-menopause paling umum adalah pendarahan di perut dan usus. Hal ini dapat
disebabkan oleh: 8,9,10
- Ulkus peptikum
Pada wanita usia reproduktif, penyebab paling umum dari anemia defisiensi besi
adalah:
- Periode berat
Kurangnya zat besi dianggap sebagai penyebab paling umum anemia. Berikut ini
adalah beberapa alasan lain yang dapat menyebabkan kekurangan zat besi.
Kehamilan dan persalinan memicu kekurangan zat besi karena asupan zat besi harus
dibagi antara ibu dan janin. Kondisi ini semakin diperparah saat ibu hamil tidak
mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan cukup zat besi.
b. Menstruasi
Periode menstruasi berat setiap bulan bisa mengakibatkan hilangnya banyak darah.
Ketika kehilangan ini tidak diganti dengan asupan makanan kaya zat besi, seorang wanita
berpotensi mengalami anemia. Perdarahan internal juga dapat terjadi akibat trauma, operasi,
kanker, atau terlalu sering melakukan donor darah.
Selain anemia, kekurangan vitamin B12 juga memicu pertumbuhan berlebih bakteri di
usus kecil, gangguan malabsorpsi, inflamasi usus, dan infeksi cacing pita.
d. Perdarahan Internal
Perdarahan internal bisa terjadi pada kondisi medis seperti ulkus atau tumor yang
akhirnya memicu anemia. Perdarahan pada sistem pencernaan juga bisa menjadi penyebab.
Kondisi ini terjadi ketika darah turut keluar bersama tinja tanpa disadari.
e. Malabsorpsi
Malabsorpsi terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan nutrisi dalam makanan.
Hal ini menyebabkan kondisi seperti penyakit celiac.
Penyakit darah seperti leukemia dan infeksi penyakit seperti malaria dan septicaemia
akan menyebabkan penghancuran sel darah merah.
g. Obat-obatan
2) Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah
dalam sirkulasi.
3) Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
3. Klasifikasi anemia
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl,
MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin
B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan
myelodisplasia)
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23
pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
Yang khas dari infeksi Mycobacterium tuberkulosis adalah batuk kronik lebih dari 3
minggu yang tanpa atau dengan berdahak atau berdarah. Kekhasan ini yang menggiring
pasien untuk menemui dokter selama ini tidak terjadi biasanya kasus yang di dapatkan
adalah dalam keadaan sudah luas.
2. Penyebab Tuberkulosis
Gejala lain adalah demam dengan keringat terutama pada malam haripenurunan
berat badan karena menurunnya nafsu makan, mengakibatkan pula menderita menjadi lesu
dan pucat. Batuk yang sering berkembang menjadi nyeri dada dan bahu yang sedikit
terangkat karena ada sesak napas. Keadaan ini biasanya sudah lanjut. Batuk darah itu
menandakan terbentuknya lubang (kaviti) pada organ paru dan hal ini menunjukkan
keadaan infeksi yang suatu saat berpotensi kegawatan bila terjadi batuk darah yang masif.
3. Klasifikasi Tuberkulosis
1) Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:
~ Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
~ Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
~ Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan
radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
~ Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-
lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat
lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan
bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
Kuman yang potensial, inang yang lemah, reaksi inang yang tidak tepat dan lingkungan
yang cocok untuk kuman, akan memperbesar kemungkinan timbulnya penyakit.
Bergantung pada ketiga hal tersebut, maka dengan demikian risiko sakit pada setiap orang
tidaklah sama untuk setiap penyakit.
Kekurangan zat besi pada inang dicurigai sebagai faktor yang memudahkan sakit,
karena respons imun yang terganggu. Secara imunologis, infeksi laten dapat terjadi
bertahun-tahun selama fungsi makrofag adekuat melawan upaya M. tuberculosis untuk
berkembangbiak. Pada kondisi makrofag gagal maka upaya selanjutnya dari tubuh adalah
membentuk granuloma untuk melokalisir kuman. Pada tahap adanya granuloma ini maka
keadaan disebut sakit TB, di mana sudah terdapat kerusakan jaringan. Dari latar belakang di
atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran faktor inang dalam kejadian sakit
pada anak kontak dengan kasus indeks jelas. Faktor inang meliputi status gizi dan status
besi.
Seng diketahui berperan penting dalam sistem imun. Defisiensi seng juga
mempengaruhi pembentukan imunitas didapat dengan cara mengganggu fungsi limfosit T
dan B, dan produksi sitokin. Peran defisiensi seng dalam mengganggu imunitas akan lebih
nyata bila resistensi pejamu sudah menurun pada saat infeksi.
Tubuh mengandung 2-2,5gram seng yang terbesar di hampir semua sel. Sebagian besar
seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan ynag banyak
mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozid, kulit, rambut,
dan kuku.
Defisiensi seng pada TB resiten akan dapat berdampak pada sintesa protein dan
menyebabkan penurunan jumlah T sel, sehingga peka terhadap infeksi dan waktu
penyembuhan yang lama. Angka kecukupan seng yang dianjurkan untuk orang dewasa
adalah 9,3—13,4 mg.
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tb
(Mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut, biasanya masuk ke dalam tubuh manusia
melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian, kuman tersebut dapat menyebar dari
paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui
saluran nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis dapat terjadi pada semua kelompok umur baik di paru maupun di luar paru,
namun lebih sering menyerang paru yang disebut tuberkulosis paru dan dapat juga
menyerang organ lain selain paru seperti kelenjar limfa, kulit, otak, tulang, usus, dan ginjal
yang disebut tuberkulosis ekstra paru (Depkes RI, 2008).
1. Respon kekebalan sel limfosit- T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel- sel
tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintetesis DNA. Berkurangnya
sintesis DNA inidisebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang
membutuhkan besi untik dapat berfungsi.
2. Sel darah putih yang menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara efektif dalam
keadaan tubuh yang kekurangan zat besi.
3. Enzim mieloperoksida berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh akan terganggu pada
defisiensi besi.
4. Dua protein pengikat yaitu besi transferin dan laktoferin mencegah terjadinya infeksi
dengan cara memisahkan besi dari mikroorganisme yang membutuhkannya untuk
perkembangbiakan.
1. Infeksi primer
Individu yang terinfeksi basil tuberkulosis untuk pertama kalinya, pada mulanya
hanya memberikan reaksi seperti jika terdapat benda asing di saluran pernafasan yaitu
paru- paru. Hal ini disebabkan karena karena tubuh tidak mempunyai pengalaman dengan
basil tuberkulosis. Hanya proses fagositosis oleh makrofag dlam alveolus paru yang dihadapi
oleh basil tuberkulosis. Namun, makrofag yang memfagositosis belum diaktifkan. Selama
periode tersebut, basil tuberkulosis berkembang biak dengan bebas, baik ekstraselular
maupun intraselular di dalam sel yang memfagositosisnya. Selama dua minggu, tubuh hanya
membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme peradangan, tetapi kemudian tubuh
juga mengupayakan pertahanan imunitas selular (delayed hypersensitivity). Setelah
dua minggu terinfeksi basil tuberkulosis, tubuh baru mengenal seluk-beluk basil
tuberkulosis. Setelah 2- 12 minggu, basil tuberkulosis akan mendapat perlawanan yang
berarti dari mekanisme sistem pertahanan tubuh; timbul reaktivitas dan peradangan
spesifik. Proses pembentukan pertahanan imunitas selular akan lengkap setelah 12 minggu.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman Tb
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Program penanggulangan TB dengan pendekatan program DOTS Plus (MDR), Kolaborasi TB-
HIV, PAL (Practical Approach to Lung Health), dan HDL (Hospital DOTS Linkages).
Menjamin ketersediaan Obat Anti TB (OAT) untuk penanggulangan TB dan diberikan kepada
pasien secara cuma-cuma.
Menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai
untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
Menghilangkan stigma masyarakat terhadap Pasien TB agar tidak dikucilkan dari keluarga,
masyarakat dan pekerjaannya.
Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.
1. Komitmen politis.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tata laksana kasus
yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Rencana kerja strategi 2006-
2010, merupakan kelanjutan dari Renstra sebelumnya, yang mulai difokuskan pada
perluasan jangkauan pelayanan dan kualitas DOTS. Untuk itu diperlukan suatu strategi
dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, yang dituangkan pada tujuh strategi utama
pengendalian TB, yang meliputi:
3. Penelitian operasional
Pokok-pokok kegiatan program TB dengan strategi DOTS adalah sebagai berikut:
Penemuan tersangka TB
Diagnosis
Pengobatan
2. Manajemen Program:
Perencanaan
Pelaksanaan
Pelatihan
Pengelolaan logistik
3. Kegiatan penunjang:
Promosi
Kemitraan
Penelitian
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Defisiensi besi atau anemia adalah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya sel darah
merah dalam tubuh. Defisiensi besi atau anemia menyebabkan darah tidak mampu
memasok cukup oksigen bagi tubuh. Defisiensi besi atau anemia dapat terjadi karena
konsumsi makanan yang kurang seimbang, gangguan absorbsi besi, perdarahan, menstruasi,
terkena penyakit infeksi.
Kurangnya zat besi dianggap sebagai penyebab paling umum anemia. Kekurangan zat
besi pada inang dicurigai sebagai faktor yang memudahkan sakit, karena respons imun yang
terganggu. Zat besi dan seng diketahui berperan penting dalam sistem imun. Oleh karena
itu, jika penderita TB mengalami defisiensi besi, maka dapat memperburuk
penyakitnya. Defisiensi besi dan seng pada TB resiten akan dapat berdampak pada sintesa
protein dan menyebabkan penurunan jumlah T sel, sehingga peka terhadap infeksi dan
waktu penyembuhan yang lama.
3.2 Saran
Melihat cara pencegahan dan penanganan TB berupa strategi DOTS yang telah ada
dan dinilai merupakan cara intervensi yang paling efektif, sebaiknya seluruh pelayanan
kesehatan bersama masyarakat menggalakkan strategi tersebut dan menjalankan dengan
baik segala program-program yang berhubungan dengan DOTS tersebut. Namun, tidak ada
salahnya ketika melaksanakan program, asupan zat besi masyarakat turut dijaga sehingga
imunitas masyarakat dapat terjaga dengan baik dan dapat terhindar dari risiko difisiensi zat
besi dan dapat terhindar/sembuh dari TB.
DAFTAR PUSTAKA
2. Depkes RI. Kerangka kerja strategi pengendalian TBC Indonesia: 2006-2010. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI; 2008.
5. Brugnara C. Iron deficiency and erythropoiesis: new diagnostic approaches. Clin Chem
2003;49:15738
7. World Health Organization. 2015. Iron deficiency anaemia: assessment, prevention, and
control. A guide for programme managers. Geneva: WHO/NHD/01.3. Diunduh dari:
http://www.who.int/nutrition/publications/ en/ida_assessment_prevention_control.pdf
8. Rosline, H., Ainul, S. A. Z., Hazlina, N., Zaidah, W., 2005. Anemia and Iron Status of Malay
Women Attending An Antenatal Clinic in Kubang Kerian, Kelantan, Malaysia. Southeast
Asian J Trop Med Public 36 (5): 1304-1307.
11. Aditama, Tjandra Yoga, 2006. Tuberkulosis, Rokok dan Perempuan. FK-UI. Jakarta
12 .Lumbantobing, Tonny, 2009. Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru Dan Kondisi Rumah
Terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga Di Kabupaten Tapanuli
Utara Tahun 2008 . Tesis Mahasiswa FKM USU, Medan
13. Misnadiarly, 2006. Tuberkulosis dan Mikobakterium Atipik. Dian Rakyat, Jakarta
Penyakit kronis merupakan salah satu penyebab tubuh tidak dapat berfungsi dengan
sempurna. Ini diakibatkan adanya infeksi berkelanjutan ataupun kerusakan organ.
Selama beberapa dekade terakhir, diketahui bahwa riwayat penyakit kronis
berkontribusi pada munculnya kondisi anemia pada seseorang.
Namun, anemia akibat penyakit kronis ini memiliki mekanisme perkembangan
penyakit yang berbeda dari anemia pada umumnya.
Mengenal anemia pada penyakit kronis
Anemia pada umumnya merupakan kondisi yang muncul saat tubuh tidak memiliki
sel darah merah (hemoglobin) sehat yang mencukupi. Kondisi serupa juga dapat
dialami oleh penderita penyakit kronis, namun kondisi anemia diakibatkan oleh
adanya peradangan yang merusak atau mengganggu produksi sel darah merah
yang sehat Akibatnya, tubuh mengalami kekurangan oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin.
Anemia pada penyakit kronis merupakan jenis anemia yang paling sering terjadi,
setelah anemia akibat defisiensi zat besi. Karena penyebab utamanya adalah
peradangan, jenis anemia ini dapat terjadi pada siapa saja yang mengalami penyakit
kronis, karena adanya inflamasi dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi
produksi sel darah merah yang sehat. Meskipun demikian, lansia dengan penyakit
kronis lebih berisiko mengalami anemia. Anemia akibat inflamasi juga dapat terjadi
karena infeksi akut pada anak-anak.
Lemas
kelelahan
Kulit terlihat pucat
Jantung berdetak cepat
Sesak napas
Lamanya anemia yang dialami penderita penyakit kronis bergantung pada kondisi
fisik penderita, jenis, dan keparahan penyakit yang menyebabkannya. Jika jenis
anemia ini terjadi dalam waktu yang lama dan bertambah parah, oksigen dalam
darah dapat mengalami penurunan yang serius sehingga memicu intoleransi
aktivitas fisik. Ini merupakan suatu kondisi di mana seseorang menjadi mudah lelah
serta dapat memicu kegagalan fungsi jantung dan organ lainnya.
Bagaimana penyakit kronis bisa
menimbulkan anemia?
Penyakit kronis menimbulkan beberapa perubahan pada fungsi tubuh, khususnya
dalam mekanisme pembentukan sel darah merah. Inflamasi berkepanjang
menyebabkan umur sel darah merah menjadi lebih pendek, namun di saat yang
bersamaan terjadi defisiensi zat besi karena sel darah merah tidak dapat diserap
dengan sempurna. Ditambah lagi adanya hambatan proses daur ulang sel darah
merah.
Selain itu, penurunan produksi sel darah merah juga terjadi akibat adanya gangguan
tubuh dalam merespon hormon erythropoietin (EPO) yang dihasilkan oleh ginjal
untuk menstimulasi sumsum tulang dalam pembentukan darah.
1. Penyakit ginjal
HIV/AIDS
Tuberkulosis
Sifilis
infeksi pada jantung (endokarditis)
infeksi tulang (osteomyelitis)
rheumatoid arthritis
lupus
diabetes
penyakit jantung
inflamasi usus atau inflammatory bowel disease (IBD)
3. Kanker
Terdapat dua jenis kanker meningkatkan risiko terjadinya anemia seperti kanker
payudara dan kanker limfa. Selain itu, kondisi anemia juga dapat terjadi dan
bertambah parah akibat adanya kerusakan dari kemoterapi dan radiasi serta
penyebaran sel kanker yang mempengaruhi sumsum tulang.
Baca Juga:
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/anemia/penyakit-kronis-penyebab-anemia/
Anemia pada Tuberkulosis Paru
Ardi Pramono
Abstract
Pulmonary tuberculosis (TB) is still a serious health problem worldwide. The prevalence
of pulmonary TB in Indonesia is 3.43 per ten thousand popu¬lation. It is the second
cause of death after cardiovascular diseases or the first cause in infectious diseases.
Chronic anemia disease usually occurs in pulmonary tuberculosis. The objective of this
study was to reveal the inci¬dence of anemia in patients with tuberculosis. Data was
collected from PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital medical records in the year of
2000. We found 43 male and 23 female subjects who were diagnosed as tuberculosis
because of their clinical findings. Patients with cough were 72.73%, 50% with dispneu,
18,18% with “night sweat”, and 24.24% with bloody cough. There were 27.27% patients
with positive AFB (Acid-Fast Bacillus), 62.12% with positive chest x-ray. All subjects had
Hb concentration of 12% g/dl.. This findings showed that male patients were categorized
as anemic, while in fe- I male were normal.
Full Text:
PDF
References
Aditama, T.Y. 1996. Perkembangan di Bidang Tuberkulosis Paru. Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia. 5:339-42
Bahar, A.Tatalaksana Baru Tuberkulosis Paru. 1994. Acta Medica Indonesia. 26:29-41.
Cole, R.A., Lu, H.M., Shi,Y.Z., Wang. J.,Hua,D.,Zhon,A.T. 1997. Clinical Evaluation of a
Rapid Immunochromatographic Assay Based on The 38 kDa Antigen of Mycobacterium
Tuberkulosis on Patients Pulmonary Tuberkulosis in China. Tubercle and Lung Disease.
77:363-8.
Dep. Kes RI. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. 1994. Direktorat
Jenderal P2M dan PLP Depkes RI, cetakan III. 586-94
Marcia Datz. 1999. Hematology Approach to the Patient with Anemia. University of Sao
Paulo — Brazil. Metstudent Homepage.
K.J. Harrison’s Principle of Internal Medicine, 14 th ed. Me Graw Hill Health Profession
Division, New York. 1004-14.