Sap Komunikasi Terapeutik
Sap Komunikasi Terapeutik
Disusun Oleh :
ALVIN ILMIAH (1901031017)
I. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mengikuti penyuluhan di harapkan keluarga pasien dapat memahami
dan menambah wawasan mengenai cara berkomunikasi yang terapeutik pada
pasien.
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
1. Menjelaskan macam-macam komunikasi terapeutik.
2. Menjelaskan manfaat dan tujuan dalam melakukan komunikasi
terapeutik.
3. Menjelaskan pentingnya peran Komunikasi Keluarga bagi Pasien
II. Materi
1. Pengertian Keluarga
2. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
3. Peran keluarga di Bidang kesehatan
4. Pengertian Komunikasi Terapeutik
5. Bentuk-bentuk Komunikasi Terapeutik
6. Tujuan Komunikasi Terapeutik
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
8. Proses Komunikasi
9. Hambatan komunikasi
10. Komunikasi pada Pasien Stroke
III. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
IV. Media
1. Leafleat
V. Setting Tempat
Keterangan:
: Keluarga
: Pemateri
: Pasien
1. Evaluasi Struktur
- Rencana pelaksanaan PKRS direncanakan pada saat pertama praktik
klinik di R. Melati
- ITim penyuluh dan sasaran tepat pada posisi yang direncanakan;
- Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan;
- Penyuluhan mengunakan leaflet yang sudah siap untuk diberikan;
- Pengorganisasian dan persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan 60 menit
sebelum pelaksanaan dan saat penyuluhan dilaksanakan.
- Kontrak dengan sasaran dilaksanakan 1 hari sebelum pelaksanaan
2. Evaluasi Proses
- Penyaji mampu menguasai materi penyuluhan yang disampaikan;
- Keluarga mendengarkan penjelasan dengan baik dan aktif bertanya
dalam penyuluhan
- Selama penyuluhan berlangsung tidak ada keluarga yang meninggalkan
tempat.
- Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan SAP yang telah dibuat.
3. Evaluasi Hasil
- Acara dimulai jam 10.00 WIB dan berakhir pada jam 10.30 WIB
- Acara berlangsung sesuai dengan rundown acara dan tidak terjadi
hambatan
- Penyaji menyampaikan materi dengan baik dan lancar sesuai dengan
materi SAP
- Keluarga terbukti memahami materi yang telah disampaikan penyaji
dapat diketahui dengan presentase hasil post test dan pre test
- Pelaksanaan sesuai dengan SAP yang telah di buat.
- Minimal 80% dari keluarga yang mengikuti penyuluhan mampu
menyebutkan definisi komunikasi terapeutik
- Minimal 80% dari peserta yang mengikuti penyuluhan mampu
menyebutkan manfaat dan tujuan dari komunikasi terapeutik
Lampiran
A. Definisi Keluarga
Keluarga adalah suatu ikatan atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang
berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan
yang sudah sendiri dengan atau tanpa anak, dan tinggal disuatu rumah tangga.
Menurut UU No. 10 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga sejahtera (Suprajitno, 2004).
Keluarga merupakan subsistem komunikasi sebagai sistem sosial yang bersifat
unik dan dinamis. Oleh Karena itu perawat komunitas perlu memberikan intervensi
pada keluarga untuk membantu keluarga dalam peningkatan pemberdayaan peran
keluarga. Allender & Spradley, (1997, dalam achjar, 2010) memberikan alasan
mengapa keluarga menjadi penting, karena keluarga sebagai sistem, membutuhkan
pelayanan kesehatan seperti halnya individu agar dapat meilakukan tugas sesuai
perkembangannya. Tingkat kesehatan individu berkaitan dengan tingkat kesehatan
keluarga, begitu juga sebaliknya dan tingkat fungsional keluarga sebagai unit terkecil
dari komunitas dapat mempengaruhi derajat kesehatan sistem diatasnya. Keluarga
sebagai suatu sistem, dimana sistem keluarga merupakan bagian dari suprasistem
yang lebih besar dan disusun dari beberapa subsistem, perubahan pada salah satu
anggota keluarga akan
H. Proses komunikasi
Dalam prosesnya, komunikasi memiliki dua tahap, yaitu proses komunikasi
secara primer dan sekunder. (Effendy, 2011:11-18)
1. Proses Komunikasi Secara Primer
Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah
bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara
langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator
kepada komunikan. Pada tahapan pertama, seorang komunikator menyandi
(encode) pesan atau informasi yang akan disampaikan kepada komunikan.
Pada tahap ini komunikator mentransisikan pikiran/ perasan ke dalam
lambang yang diperkirakan dapat dimengerti oleh komunikan. Kemudian
komunikan mengawasandi (decode) pesan ataupun informasi tersebut
dimana komunikan menafsirkan lambang yang mengandung pikiran atau
perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertiannya. Setelah itu,
komunikan akan bereaksi (response) tehadap pesan tersebut dan
memberikan umpan balik (feedback). Jika terdapat umpan balik positif,
komunikan akan memberikan reaksi yang menyenangkan sehingga
komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, jika terdapat umpan balik negatif,
komunikan memberikan reaksi yang tidak menyenangkan sehinngga
komunikator enggan melanjutkan komunikasinya. Dalam tahap umpan
balik ini, terdapat transisi fungsi dimana komunikan menjadi encoder dan
komunikator menjadi decoder.
2. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi ini adalah lanjutan dari proses komunikasi primer
dimana terdapat alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai
lambang sebagai media pertama dalam penyampaian pesan oleh sesorang
kepada orang lainnya. Biasanya penggunaan alat atau sarana ini digunakan
seseorang dalam melancarkan komunikasi dimana komunikannya berada
relatif jauh atau berjumlah banyak. Terdapat beberapa contoh media kedua
yang dimaksud yang sering digunakan dalam komunikasi, yaitu telepon,
surat, surat kabar, radio, majalah, televisi, dan banyak lainnya. Peranan
media sekunder ini dilihat penting dalam proses komunikasi karena dapat
menciptakan efiesiensi dalam mencapai komunikan. Tetapi kekurangan
dari media sekunder ini adalah keefektifan dan keefesiensian penyebaran
pesan-pesan yang bersifat persuasif karena kerangka acuan khalayak yang
menjadi sasaran komunikasinya tidak diketahui komunikator dan dalam
prosesnya, umpan balik berlangsung tidak pada saat itu yang dalam hal ini
disebut umpan balik tertunda (delayed feedback).
I. Hambatan komunikasi
Hambatan-hambatan dalam komunikasi menurut Ruslan (2008:9-10) antara
lain:
1. Hambatan dalam proses penyampaian (Sender Baries)
Hambatan bisa datang dari pihak komunikatr yang kesulitan dalam
menyampaikan pesan-pesan, tidak menguasai materi pesan, dan belum
berkemapuan menjadi komunikator yang handal. Hambatan ini juga
berasal dari penerima pesan (receiver barrier) karena sulitnya komunikan
memahami pesan. Kegagalan komunikasi terjadi dikarenakan berbagai
faktor antara lain feed back bahasa tidak tercapai, mediu barrier kurang
tepat, dan hambatan dalam memahami pesan.
2. Hambatan secara Fisik (Physical Barrier)
Secara fisik yang menghambat komunikasi efektif, misalnya
pendengaran kurang tajam dan gangguan pada sistem pengeras suara yang
terjadi dalam penyampaian informasi.
3. Hambatan secara Sematik (Sematik Pers)
Hambatan segi sematik (behasa dan arti perkataan), yaitu adanya
perbedaan pengertian dan pemahaman anatara pemberi pesan dan
penerima tentang bahasa atau lambang.
4. Hambatan Sosial (psychossosial noise)
Hambatan ini tediri atas aspek kebudayaan, adat, istiadat, kebiasaan,
persepsi, dan nilai-nilai yang dianut. Sehingga kebutuhan serta harapan-
harapan kedua belah pihak dalam berkomunikasi juga berbeda.
J. Gangguan komunikasi pada pasien stroke
Dua jenis gangguan dalam berkomuniasi yang menurut sifatnya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Effendy, 2003: 45-46):
a. Gangguan Mekanik (mechanical, channel noise)
Gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat
fisik, contohnya adalah: huruf yang tidak jelas, huruf terbalik halaman yang sobek
pada surat kabar atau bunyi riuh hadirin pada saat seseorang memimpin rapat.
b. Gangguan Semantik (semantic noise)
Gangguan yang menjadikan pengertian sebuah pesan komunikasi menjadi
rusak. Arti kata semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata yang
sebenarnya atau perubahan pengertian kata. Setiap orang dapat memiliki
pengertian yang berbeda dari sebuah lambang kata yang sama yang disebabkan
oleh dua jenis pengertian, yaitu: (1) pengertian denotatif (denotative meaning)
adalah pengertian suatu perkataan yang lazim ada dalam kasus yang diterima oleh
masyarakat dengan bahasa dan kebudayaan yang sama, dan (2) pengertian
konotatif (connotative meaning) adalah pengertian yang bersifat emosional dari
pengalaman dan latar belakang seseorang.
Gangguan pada penderita stroke bersifat gangguan fisik. Stroke adalah
terjadinya gangguan pada aktivitas suplai darah ke otak. Ketika aliran darah
menuju otak terganggu, maka oksigen dan nutrisi tidak dapat dikirim ke otak.
Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak hingga membuat mati.
Matinya sel-sel otak kadang menyebabkan pembuluh darah otak pecah, sehingga
mengakibatkan perdarahan pada bagian otak (Koni, 2009). Gangguan komunikasi
pada penderita stroke terjadi karena perubahan pada sistem saraf pusat. Hambatan
komunikasi verbal tidak diatasi maka akan berakibat ketidak mampuan individu
untuk mengekspresikan keadaan dirinya dan dapat berakibat lanjut pada
penurunan harga diri pasien (Batticaca, 2008).
Sari, Ariska Dwi Etika. 2015. Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan Sistem
Persarafan: Stroe Non Hemoragik di Ruang Cempaka III RSUD Pandan Arang
Boyolali. Naskah Publikasi: Fakultas Ilmi Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.