Urin
Urin
PENDAHULUAN
Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai
tempat untuk menampung produksi urin dan sebagai fungsi ekskresi. Selama
sampai beberapa hari post partum. Perubahan ini juga dapat memberikan gejala
kasus retensio plasenta diakibatkan oleh kandung kemih yang distensi akibat
retensi urin.2
menurut hasil penelitian Saultz et al berkisar 1,7% sampai 17,9%. Penelitian yang
dilakukan oleh Yip et al menemukan insidensi retensi urin post partum sebesar 4,9
% dengan volume residu urin 150 cc sebagai volume normal paska berkemih
spontan. Penelitian lain oleh Andolf et al menunjukkan insidensi retensi urin post
partum sebanyak 1,5%, dan hasil penelitian dari Kavin G et al sebesar 0,7%.3,4,5,6
1
10
kejadian retensi urin post partum sebesar 0,38% dari sebanyak 1.891 persalinan
spontan dan 222 persalinan dengan vakum ekstraksi. Dimana, usia penderita
terbanyak adalah kelompok usia 26-30 tahun (36,3%) dan paritas terbanyak
Retensio urin post partum paling sering terjadi setelah terjadi persalinan
tahun 2009 menunjukkan angka kejadian disfungsi kandung kemih post partum
Berikut ini akan diberikan suatu laporan kasus P1A0 Post Partum Spontan
Belakang Kepala dengan Retensi Urin. Akan dibahas mengenai penyakit, gejala
klinis, pemeriksaan diagnosis, dan tatalaksana yang telah diberikan dan akan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urin sisa
kurang dari 150 ml. Menurut Stanton, retensio urin adalah tidak bisa berkemih
mengeluarkan urin lebih dari 50% kapasitas kandung kemih.8 Literatur lain
menyabutkan juga batas waktu kejadian retensio urin adalah 6-10 jam
postpartum.9
Retensi urine akut lebih banyak terjadi akibat kerusakan yang permanen
khususnya gangguan pada otot detrusor berupa kontraksi dari otot detrusor
kurang atau tidak adekuat dalam fase pengosongan kandung kemih. Adanya
obstruksi pada uretra, karena overaktivitas otot uretra atau karena oklusi
kemih. Pasien post operasi dan post partum merupakan penyebab terbanyak
retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih
pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung
sfingter uretra
5
Anestesi
Merupakan retensi urin yang berlangsung > 24 jam post partum. Pada
a. Retensi urin covert (volume residu urin>150 ml pada hari pertama post
dengan volume residu setelah buang air kecil ≥ 150 ml dan tidak terdapat
b. Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis)
Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah
menunjukkan insidensi retensi urin jenis yang tampak (overt) secara klinis
6
dibawah 0,14%. Sementara itu, untuk kedua jenis retensi urin, tercatat
2.3 Patofisiologis
sebagian disebabkan oleh efek hormon progesteron yang menurunkan tonus otot
detrusor. Pada bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan tonusnya dan
biasanya merasa ingin berkemih ketika vesika urinaria berisi 250-400 ml urin.
Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang membesar menekan vesika urinaria.
Tekanan menjadi dua kali lipat ketika usia kehamilan memasuki 38 minggu.
terjadinya trauma intrapartum pada uretra dan vesika urinaria dan menimbulkan
urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akibatnya vesika urinaria
Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot
detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak
sempurna menyebabkan nyeri dan edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat
2. Primipara
5. Kala II lama
6. Trauma perineal yang berat seperti sobekan para uretral, klitoris, episiotomy
saat berkemih
Nokturia lebih dari 2-3 kali yang tidak berhubungan dengan pemberian ASI
Letak fundus uteri tinggi atau tidak berpindah dengan kandung kenih
bagian bawah.
Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis
urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan.
9
Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan
cystourethrography.1
Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau sama dengan 50ml,
sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat dikatakan abnormal dan
biasa disebut retensi urine. Namun volume residu urine antara 50-200ml menjadi
2.6 Penatalaksanaan
A. Bladder Training
spontan pada ibu post partum spontan dapat terjadi dalam 2- 6 jam post
partum.1
kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam
kemih menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila kateter
dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 2-6 jam.
dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih normalnya kurang atau sama
dengan 50 ml.1
berkemih.7
a. Secara umum, pertama kali diupayakan berbagai cara yang non invasif
b. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan jalan ke toilet untuk
berkemih spontan
B. Hidroterapi
pemulihan, salah satunya dapat mencegah terjadinya retensi urin pada masa
saraf pusat.15
nyeri terhambat oleh sensasi suhu yang diterima oleh nerve ending
antara serabut otot ke dalam saluran limfe. Selain itu, proses drainase
ini juga difasilitasi oleh pompa yang terjadi akibat kontaksi dan
relaksasi otot.17
Karena itu, hidroterapi dengan air dingin pada ibu post partum
RETENSIO URIN
Kateterisasi
Urinalisis, Kultur Urin
Antibiotika, banyak minum (3 liter/24
jam), prostaglandin
Urin < 500 ml Urin 500-1000 ml Urin 1000-2000 ml Urin > 2000 ml
Urin residu > 200 ml (obstetric) Urin residu < 200 ml (obstetric)
Urin residu > 100 ml (ginekologi) Urin residu < 100 ml (ginekologi)
Pulang
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
II. Anamnesa
1. Keluhan utama :
lendir darah. Pasien mulai keluar lendir darah sejak 6 jam SMRS (02.30).
Keluar air-air tidak ada. Pasien rajin ANC di puskesmas. Pasien pernah
manis.
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita
5. Riwayat Haid
Menarche umur 10 tahun, siklus haid 28 hari, teratur, lama 7 hari, tidak
HPHT : 12-06-2013
7. Riwayat Perkawinan:
8. Riwayat Kontrasepsi
9. Riwayat Obstetri:
Pemeriksaan
3. Tanda Vital
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36.4 oC
Pernapasan : 20 x/menit
BB : 65 kg TB: 153 cm
Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,
hidung.
Mulut : Bibir dan mukosa tidak anemis, perdarahan gusi tidak ada,
5. Thoraks
Paru
Jantung
B. Pemeriksaan Obstetri :
4. Pemeriksaan Dalam :
C. Pemeriksaan Penunjang
Hb Sahli 11 gr %.
IV. Diagnosa
JTHIU preskep
V. Penatalaksanaan
UUK kiri
his. Tangan kiri menahan kepala, kepala dilahirkan spontan, terjadi paksi
sejajar lantai, berturut-turut lahir badan, bokong, kedua kaki, air ketuban
berwarna kehijauan.
Dilakukan klem 2 posisi pada tali pusat, tali pusat dipotong, dilakukan
O: Tanda vital
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,60C
Kontraksi : Baik
O: Tanda vital
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,50C
Kontraksi : Baik
Tanggal
Follow up 14/3/2014 15/3/2014 16/17/2014
Pkl. 06.00 Pkl. 06.00 Pkl. 06.00
Perdarahan (<), Nyeri Perdarahan (<), Nyeri Perdarahan (<), Nyeri
(<), rasa tidak nyaman (<), rasa ingin kencing (<), rasa ingin kencing
S
di perut bawah (+), (+), BAB (-) (+), BAB (-)
susah kencing (+)
TD
120/70 100/70 100/80
(mmHg)
N
96 84 88
(kali/menit)
RR
O (kali/menit) 16 16 20
T
36,5 36,7 36,7
(0C)
TFU : setinggi pusat TFU : 2 jari ↓pusat TFU : 3 jari ↓pusat
Kontraksi baik Kontraksi baik Kontraksi baik
P1A0 post partum Spt P1A0 post partum Spt P1A0 post partum
A Bk (H1) + retensio Bk (H1) + retensio Spt Bk (H1) +
urin urin retensio urin
Pasien dirawat selama 3 hari di Bangsal kelas III Obstetri Ruang Cempaka
RSUD Ulin hari, keadaan umum pasien mulai membaik, penatalaksanaan untuk
retensio urin belum tuntas, keluhan nyeri dan perdarahan sudah berkurang dan
sudah bisa makan. Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 16 Maret
BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini pasien datang dengan G1P0A0, Hamil 36-37 minggu inpartu
kala I fase aktif. Dimana dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien dating jam
08.45 dengan keluhan keluar lendir darah. Pasien juga mengeluhkan ada keluar
lendir darah sejak 6 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan kencang-kencang sejak
9 jam SMRS. Keluar air-air tidak ada. Selama kehamilan pasien rajin ANC di
puskesmas. Pasien juga pernah USG di dr.Sp.OG dan dikatakan kehamilan baik-
baik saja. Selama kehamilan pasien ada pijat ditukang pijat sebanyak 4 kali
selama kehamilan.
presentasi kepala, dan Leopold IV : sudah masuk PAP (3/5). His didapatkan 3 kali
dalam 10 menit lamanya 40 detik. Pada Vaginal Touche didapatkan portio teraba
lunak konsistensi kenyal, arah mendatar, ketuban (+), pembukaan 5cm, bagian
Pada pukul 12.55 lahir bayi laki-laki dengan berat badan 3100 gr, panjang
badan 50 cm, Skor Apgar 6-7-8, skor Ballad 38-40mgg, anus (+), kelainan
spontan setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan
urin sisa kurang dari 150 ml atau menurut Stanton, retensio urin adalah tidak bisa
Retensi Urin akut merupakan retensi urine yang berlangsung ≤ 24 jam post
partum. Retensi urin akut lebih banyak terjadi akibat kerusakan yang permanen
khususnya gangguan pada otot detrusor berupa kontraksi dari otot detrusor kurang
atau tidak adekuat dalam fase pengosongan kandung kemih. Adanya obstruksi
pada uretra, karena overaktivitas otot uretra atau karena oklusi mekanik.
Kerusakan juga bias pada ganglion parasimpatis dinding kandung kemih. Pasien
post operasi dan post partum merupakan penyebab terbanyak retensi urine akut.
Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder
peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi
dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan
dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat. Retensio urine biasanya
disebabkan oleh trauma kandung kemih. Nyeri atau interfensi sementara pada
2
4
sensitif. Pada keadaan ini, kandung kemih sangat mengembang ketika keinginan
dan kemampuan untuk berkemih sangat rendah. Walaupun sejumlah kecil urine
Seksio sesaria dengan riwayat partus lama menyebabkan udem dan hematom
jaringan periuretra
sfingter uretra
Anestesi
Retensi urin kronik merupakan retensi urin yang berlangsung > 24 jam post
partum. Pada kasus retensi urine kronik, perhatian dikhususkan untuk peningkatan
atas dua, retensi urin post partum yang tidak terdeteksi (covert) oleh
dengan volume residu setelah buang air kecil ≥ 150 ml dan tidak terdapat
Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah
adalah kesulitan buang air kecil, pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-
saat berkemih, rasa tidak puas setelah berkemih, kandung kemih terasa penuh (
volume yang kecil, nokturia lebih dari 2-3 kali yang tidak berhubungan dengan
kesulitan dalam memulai berkemih setelah persalinan, letak fundus uteri tinggi
atau tidak berpindah dengan kandung kenih yang teraba ( terdeteksi melalui
Pada kasus, dapatkan retensi urin setelah 18 jam post partum, maka
dimasukkan dalam retensi urin akut. Sedangkan Menirut pembagian yang lainnya,
2
6
kasus ini dimasukkan kedalam retensi urin overt dikarenakan pada kasus pasien
mengeluh tidak bisa kencing dan mengeluhkan rasa tidak nyaman di daerah perut
bawah.
sebagian disebabkan oleh efek hormon progesteron yang menurunkan tonus otot
detrusor. Pada bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan tonusnya dan
biasanya merasa ingin berkemih ketika vesika urinaria berisi 250-400 ml urin.
Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang membesar menekan vesika urinaria.
Tekanan menjadi dua kali lipat ketika usia kehamilan memasuki 38 minggu.
terjadinya trauma intrapartum pada uretra dan vesika urinaria dan menimbulkan
urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akibatnya vesika urinaria
Faktor risiko retesio urin antra lain adalah riwayat kesulitan berkemih,
primipara, pasca anestesi blok epidural, spinal, atau pudenda, persalinan yang
lama dan/ atau distosia bahu, kala II lama, trauma perineal yang berat seperti
sobekan para uretral, klitoris, episiotomy yang besar, rupture grade 2 atau grade 3,
Pada kasus ini faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya retensi urin
pemeriksaan residu urin dengan cara pasien diperintahkan untuk minum banyak
lalu berkemih sampai pasien merasa kandung kemihnya sudah tidak ada keinginan
residu urin yang masih tersisa didalam kandung kemih pasien. Pada keadaan
normal, residu urin atau urin yang keluar setelah kateterisasi pertama harus ≤ 50-
150 ml, dan pasien tidak mengalami retensi urin. Tetapi pada kasus didapatkan
residu urin 400 ml. Penatalaksanaan yang dilakukan setelah itu adalah
pemasangan kateter selama 24 jam dengan pola intermiten yaitu selang kateter
dijepit atau diikat lalu di buka jepit atau ikatan tersebut per 4 jam atau jka pasien
kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk
menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila kateter dilepas, pasien
harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 2-6 jam. Setelah berkemih
secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa
residu urin minimal. Bila kandung kemih mengandung lebih dari 150 ml residu
urin , drainase kandung kemih dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih
atas permintaan sendiri dengan alasan sudah bisa berkemih dengan normal.
RETENSIO URIN
Kateterisasi
Urinalisis, Kultur Urin
Antibiotika, banyak minum (3 liter/24
jam), prostaglandin
Urin < 500 ml Urin 500-1000 ml Urin 1000-2000 ml Urin > 2000 ml
Urin residu > 200 ml (obstetric) Urin residu < 200 ml (obstetric)
Urin residu > 100 ml (ginekologi) Urin residu < 100 ml (ginekologi)
Pulang
Pasien dirawat selama 3 hari di Bangsal kelas III Obstetri Ruang Cempaka
RSUD Ulin hari, keadaan umum pasien mulai membaik, penatalaksanaan untuk
retensio urin belum tuntas, keluhan nyeri dan perdarahan sudah berkurang dan
sudah bisa makan. Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 16 Maret
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus pasien wanita 20 tahun dengan P1A0 post partum
Pasien dirawat selama 3 hari di Bangsal kelas III Obstetri Ruang Cempaka
RSUD Ulin hari, keadaan umum pasien mulai membaik, penatalaksanaan untuk
retensio urin belum tuntas, keluhan nyeri dan perdarahan sudah berkurang dan
sudah bisa makan. Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 16 Maret
DAFTAR PUSTAKA
1. Andi. Retensio Urin Post Partum. Dalam : Jurnal kedokteran Indonesia, Vol.
Portland, 2001.
6. Yip S, Bringer G, Hin L, et al. Urinary retention in the post partum period.
Jakarta, 2002.
3
2
1: 136-138.
11. Santoso BI, Mengatasi Komplikasi Pasca Operasi Berupa Gangguan Miksi
:2009.
12. Rizki, TM, Tesis Kejadian retensi urin paska seksio sesarea dan bedah
13. Liang CC, Chang SD, ChenSH, et all. Postpartum urinary retention after
2007 : 229–32.
17. De Cheney AH, Nathaan L. Current obstetric and gynecologic diagnosis and
th
treatment, 10 edition. Mc. Graw – Hill, Inc. 2006.
33