Anda di halaman 1dari 4

LANDASAN TEORI

Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi
suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar).
Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan).
Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur
volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).

Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna
pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi.
Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk
mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu
disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).

Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai
standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu
sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang
diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer
(Sukmariah, 1990).

Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:

1.Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang


diketahui kemurniannya.

2.Harus stabil.

3.Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air,
tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).

Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah
digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut dalam
suatu volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari
hubungan dasar berikut ini:

Mol = liter x konsentrasi molar

atau:

Mmol = ml x konsentrasi molar

Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui


molaritasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan
bereaksi dengan tepat satu sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama. Dalam
hubungan ini, kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga kedua
volume (Brady, 1990).

Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi komponen
penyusun dalam suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai
beberapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif
berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel. Analisis kuantitatif konvensional
yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi
suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi.
Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan
standar disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah suatu
larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika
digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri.
Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M), maka rumusan itu dapat
diubah. Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan valensi (n) asam atau
basa dengan kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan kemolaran adalah membagi
kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dengan rumus :

VA . MA . nA = VB . MB . nB

Keterangan :

VA = Volume sebelum pengenceran

MA = Molaritas sebelum pengenceran

VB = Volume setelah pengenceran

MB = Molaritas setelah pengenceran

nA = Valensi asam

nB = Valensi basa (Keenan, 1991).

Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi. Konstituen-
konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus fungsi,
senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit. Analisis pada
umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis kuantitatif. Tahapan penentuan
analisis kuantitatif adalah dengan usaha mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan
yang dapat terukur, pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan dan
interprestasi data numerik (Khopkar, 1990).

Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan
untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan
kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak
ditetapkan, dihitung dari volume standar yang digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang
diketahui. Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan analisiss
titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi, sedangkan yang
disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang
melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu disebut titran, dan zat yang
sedang dititrasi disebut titrat (Khopkar, 1990).

Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi
persyaratan berikut:

1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang
tidak terlalu lama.

2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan
yang pasti dalam reaktan.

3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.

4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).

Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen (larutan normal)
sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekuivalen zat penitrasi.
Berat ekuivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya.
Volumetri dapat dibagi menjadi:

1. Asidi dan alkalimetri

2. Oksidimetri

3. Argentometri

Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang
diketahui adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:

1. Titrasi asam dengan basa kuat

Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.

Misal:

HCl + NaOH NaCl + H2O


2. Titrasi asam lemah dan basa kuat

Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misal :
asam asetat dengan NaOH.

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

3. Titrasi basa lemah dan asam kuat

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.
Misal : NH4Cl dan HCl

NH4OH + HCl NH4Cl + H2O

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.
Misal : asam asetat dan NH4OH

CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O (Sukmariah, 1990).

Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti peningkatan kadar logam berat
dalam biota laut yang pada gilirannya melalui rantai makanan akan menimbulkan keracunan akut
dan khronik, bahkan bersifat karsinogenik pada manusia konsumen hasil laut (Keman, 1998).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Pikir (1993) dengan metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA)
menyimpulkan bahwa kerang yang berasal dari Pantai Kenjeran Suraba ya, mengandung logam
berat Cadmium (Cd) sebesar 1,22 ppm dan kerang dari Pantai Keputih Surabaya, mengandung 1,09
ppm logam berat Cadmium. Penelitian lain yang dilakukan dengan metode yang sama oleh
Moesriati (1995) terhadap beberapa jenis ikan dan kerang di Pantai Kenjeran Surabaya menyatakan
bahwa kadar logam berat Cadmium dalam daging kerang adalah 1,21 ppm (Sukmariah, 1990).

Anda mungkin juga menyukai