Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbicara masalah reaksi asam-basa atau yang biasa juga disebut reaksi
penetralan, maka tidak akan terlepas dari titrasi asam-basa. Perlu dipahami
terlebih dahulu bahwa reaksi asam- basa atau reaksi penetralan dapat dilakukan
dengan titrasi asam-basa. Adapun titrasi asam-basa ini terdiri dari titrasi asam
kuat-basa kuat, titrasi asam kuat-basa lemah, titrasi basa lemah-asam kuat, dan
titrasi asam lemah-basa lemah. Titrasi asam-basa ini ditentukan oleh titik
ekuivalen (equivalent point) dengan menggunakan indikator asam-basa.
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara
lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis (Charles
W Keenam, 1980). Analisis kualitatif adalah metode analisis yang menyatakan
jumlah zat terlarut tertentu yang terkandung dalam larutan sampel (Day dan
Underwood, 2002). Titrasi umumnya digunakan untuk pembakuan atau
standardisasi pada larutan baku sekunder, seperti NaOH dan HCl dengan
menggunakan larutan  baku primer, seperti asam oksalat, NaCl, atau larutan baku
sekunder yang telah dilakukan standardisasi terlebih dahulu menjadi larutan baku
primer (Sulastri, 2009).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum kali ini yaitu :
1. Untuk mengetahui titrasi asam basa.
2. Untuk mengetahui konsentrasi titrat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asidimetri
Asidimetri berasal dari kata asidi dan metri, dimana asidi berasal dari kata aad
yang berarti asam sedangkan metri berasal dari bahasa Yunani yang  berarti ilmu,
proses, seni mengukur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asidimetri adalah
pengukuran jumlah asam atau pengukuran dengan asam untuk menentukan basa.
Titrasi asidimetri-alkalimetri merupakan titrasi yang  berhubungan dengan reaksi
asam basa (Padmaningrum, 2006). Menurut  pengertian lain, alkalimetri dapat
diartikan sebagai suatu titrasi dengan larutan standar basa untuk menentukan asam
(Andari, 2013).

2.1 Alkalimetri
Alkalimetri merupakan metode yang berdasarkan pada reaksi netralisasi, yaitu
reaksi anatara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan air hidroksida yang
berasal dari basa yang membentuk molekul air. Oleh sebab itu, alkalimetri dapat
didefinisikan sebagai metode untuk menetapkan kadar asam dari suatu sampel
dengan menggunakan larutan basa yang sesuai (Andari, 2013). Reaksi penetralan
atau asidimetri-alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam
penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri (Basset, 1994).

2.3 Konsentrasi
Konsentrasi adalah jumlah zat terlarut di dalam sejumlah larutan tertentu.
Berbagai macam satuan konsentrasi larutan dapat digunakan untuk menjelaskan
secara kuantitatif jumlah relatif dari zat terlarut dan pelarut (Andy, 2009).
Konsentrasi dapat mempengaruhi sifat sifat larutan, semakin besar konsentrasi
yang ditambahkan kedalam larutan, maka penurunan titik bekunya semakin besar.
Hal ini menandakan bahwa larutan yang memiliki konsentrasi sama akan
memberikan sifat yang sama (Rohayati, 2010).

2
2.4 Standarisasi
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal
sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan
menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan
tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam
hal ini hanya sedikit, disebut standar primer (Sukmariah, 1990).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan
berikut:
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis, sehingga tidak menyerap uap air,
tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan
mudah digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif.
Kuantitas zat terlarut dalam suatu volume larutan itu, dimana volume itu diukur
dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari hubungan dasar berikut ini:
Mol = liter x konsentrasi molar  atau: Mol = ml x konsentrasi molar
Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui
molaritasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua
larutan akan bereaksi dengan tepat satu sama lain bila keduanya mengandung
gram ekuivalen yang sama. Dalam hubungan ini, kedua normalitas harus
dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga kedua volume (Brady, 1990).
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja
yang menjadi komponen penyusun dalam suatu sampel, sedangkan analisis
kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa banyak komposisi suatu
komponen dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan
jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel. Analisis kuantitatif konvensional
yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan
dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang

3
sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang
diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang
didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar
disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah
suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis
asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis
tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. Konsentrasi larutan asam basa sering
menggunakan satuan kemolaran (M), maka rumusan itu dapat diubah. Konversi
dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan valensi (n) asam atau
basa dengan kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan kemolaran
adalah membagi kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Dengan rumus : VA . MA . nA = VB . MB . nB
Keterangan :
VA  = Volume sebelum pengenceran
MA  = Molaritas sebelum pengenceran
VB  = Volume setelah pengenceran
MB = Molaritas setelah pengenceran
nA  = Valensi asam
nB  = Valensi basa (Keenan, 1991).
Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi.
Konstituen-konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah
unsur, rasikal, gugus fungsi, senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut
aspek analisis yang lebih sempit. Analisis pada umumnya terdiri atas analisis
kualitatif dilakukan sebelum analisis kuantitatif.  Tahapan penentuan analisis
kuantitatif adalah dengan usaha mendapatkan  sampel, mengubahnya menjadi
keadaan yang dapat terukur, pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang
terakhir perhitungan dan interprestasi data numerik (Khopkar, 1990).
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang
dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya
diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan
larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (konsentrasi) yang

4
diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan,
dihitung dari volume standar yang digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang
diketahui. Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah
diganti dengan analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik
menyatakan proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan
dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas.
Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu disebut titran, dan zat yang
sedang dititrasi disebut titrat (Khopkar, 1990).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila
memenuhi persyaratan berikut:
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu
yang tidak terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan
yang pasti dalam reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).

2.5 Prinsip Titrasi Asam Basa


Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer
sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara
stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai
“titik ekuivalen” (Charles W Keenam, 1980).
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titrant (Charles W Keenam, 1980).

2.6 Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH


Kadar suatu asam dapat ditentukan dengan cara titrasi menggunakan penitrasi
basa. Demikian pula sebaliknya, kadar suatu basa dapat ditentukan dengan titrasi

5
menggunakan penitrasi asam. Titrasi asam – basa pada prinsipnya melibatkan
reaksi penetralan ion H+ dari asam oleh ion OH- dari basa, atau sebaliknya. Asam
atau basa dalam air, apakah itu asam/basa kuat/lemah dapat terionisasi dalam air
(Day, 2001)
HA (aq) → H+ (aq)+ A- (aq) (asam lemah)
HX (aq) → H+ (aq) + X- (aq) (asam kuat)
BOH (aq) → B+ (aq) + OH-(aq) (basa lemah)
XOH (aq) → X+ (aq) + OH- (aq) (basa kuat)
Pada reaksi penetralan, reaksi yang sebenarnya terjadi hanyalah antara H+ dan
OH- H+(aq) + OH- (aq) → H2O (l). Kadar asam atau basa dalam suatu contoh
dapat ditentukan dengan cara titrasi penetralan. Misalnya kadar/ kemurnian asam
cuka yang beredar di pasaran dapat ditentukan melalui titrasi dengan penitrasi
basa seperti NaOH. Boraks (rumus kimia Na2B4O7) adalah zat aditif yang
termasuk garam basa yang disinyalir telah digunakan dalam jumlah berlebih
dalam pembuatan makanan seperti bakso (Day, 2001)
Kadar boraks dalam bakso dapat ditentukan dengan cara yang sederhana, yaitu
titrasi penetralan menggunakan penitrasi asam seperti HCl. Zat yang digunakan
sebagai penitrasi seperti di atas disebut zat baku atau zat standar. Zat baku dapat
dikelompokkan menjadi zat baku primer dan zat baku sekunder. Suatu zat
dimasukkan ke dalam kategori zat baku primer bila memenuhi syarat antara lain
memiliki kemurnian tinggi (~ 100 %), mudah dimurnikan, stabil dalam waktu
lama, stabil dalam bentuk larutannya dalam waktu penyimpanan relatif lama (~ 6
bulan), dan memiliki massa molekul relatif yang pasti. Zat baku primer tidak
memerlukan pembakuan, artinya bila ditimbang secara kuantitatif, maka
konsentrasinya dalam larutan yang dibuat secara kuantitatif pula, akan dapat
dipastikan melalui perhitungan (Day, 2001)
Beberapa zat baku primer yang umum digunakan untuk titrasi penetralan
adalah asam oksalat (COOH)2, natrium oksalat Na2C2O4, boraks (Na2B4O7 .
10H2O), natrium karbonat (Na2CO3 anhidrat). Semua zat baku primer memiliki
tingkat kemurnian pro analisa (p.a). Zat baku sekunder seperti HCl, NaOH, KOH,
H2SO4, bila akan digunakan sebagai penitrasi harus dibakukan dahulu
menggunakan penitrasi larutan zat baku primer. (Day, 2001)

6
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Titrasi Asam Basa ini dilakukan pada Hari Kamis, 24 Oktober
2019 Pukul 09:20 – 11:20 WIB. Di Lantai 1 Gedung Laboratorium Bioteknologi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Bioteknologi, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.

3.2 Alat dan bahan yang digunakan


Alat yang digunakan pada kegiatan praktikum titrasi asam basa mata kuliah
Kimia Dasar diantaranya adalah Beaker glass 250 mL, buret 50 mL, gelas ukur 25
mL, Erlenmeyer 250 mL, pipet tetes. Ada pun bahan yang dibutuhkan diantaranya
yaitu Larutan HCl 0,1 N sebanyak 100 mL, larutan NaOH, indikator fenolptalein.

3.3 Cara kerja


Adapun cara kerja yang dilakukan dalam kegiatan praktikum standarisasi ini
adalah sebagai berikut :
1. Dimasukkan larutan standar HCl ke dalam buret 50 mL.
2. Dimasukkan 25 mL larutan contohh (NaOH) kedalam Erlenmeyer.
3. Ditambahkan 2-3 tetes larutan indikator fenolfptalein pada contoh.
4. Dilakukan hingga terjadi perubahan warna pada contoh.
5. Dicatat volume larutan standar yang dibutuhkan.
6. Diulangi titrasi secara duplo.
7. Ditentukan konsentrasi larutan contoh menggunakan rumus : V1M1 = V2M2

7
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Titrasi
Titras Volume Larutan Standar Konsentrasi Larutan Contoh
i ke- (HCl 0,1 N) (mL) (NaOH) (N)
1 15,5 Ml 0,062 M
2 14,6 Ml 0,0584 M
3 16,4 mL 0,0656 M

4.2 Pembahasan
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya
diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan  biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer
maupun titrant biasanya berupa larutan.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam
proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi
kompleks dan lain sebagainya. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan latrutan basa dan sebaliknya.
Pada percobaan ini praktikan menentukan molaritas NaOH dengan
menggunakan proses titrasi antara larutan HCl sebanyak 25 ml 0,1 M dengan
larutan NaOH. 25 ml. Larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak
25 ml, lalu ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolfptalein berfungsi sebagai
pemberi tanda apabila titrasi telah mencapai titik ketimbangan yang ditandai
dengan terjadinya perubahan warna. Lalu di goyang-goyangkan sehingga warna
nya berubah menjadi warna pink muda. Kemudian, ditetesi dengan larutan HCl
yang sudah disediakan di dalam buret sebanyak 25 ml setetes demi setetes dengan
sambil digoyang-goyangkan erlenmeyer tersebut hingga ekuivalent atau habis
bereaksi pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan dengan di
tandai oleh perubahan warna menjadi bening. Saat larutan menunjukkan
perubahan warna paling awal itulah yang disebut titik akhir titrasi. Kemudian

8
praktikan mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer
maka praktikan bisa menghitung kadar titrant. Hal ini sesuai dengan prinsip titrasi
asam basa menurut Charles W Keenam, (1980).
Proses titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. Dalam titrasi pertama di dapatkan
volume titrasinya sebanyak 15,5 ml hingga warna nya berwarna bening atau tidak
berwarna. Pada titrasi kedua di dapatkan volume titrasinya 14,6 ml hingga
warnanya pun sama yaitu tidak berwarna atau bening. Dan terakhir pada titrasi
ketiga didapatkan volume titrasinya 12,4 ml hingga memberikan warna yang sama
pula yaitu tidak berwarna. Dari ketiga percobaan titrasi ternyata memberikan hasil
volume yang berbeda-beda hal ini pun berpengaruh pada hasil konsentrasinya.
Untuk mengetahui besar konsentrasinya di hitung dengan menggunakan rumus
V1M1 = V2M2 sesuai menurut Keenan, (1991).
Adapun besar konsentrasi pada titrasi pertama yang di hitung menggunakan
rumus tersebut yaitu 0,062 M, pada titrasi kedua sebesar 0,0584 M dan pada titrasi
ketiga sebesar 0,0656 M. Pada hasil pengamatan menunjukan pada titrasi ketiga
konsentrasinya lebih besar dibandingkan dengan titrasi pertama dan kedua karena
volume yang digunakannya pun lebih banyak. Namun, dari ketiga percobaan
titrasi tersebut kurang dan tidak mendekati 0,1 M kegagalan ini bisa saja
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kurang telitinya mata saat
memperhatikan perubahan warna yang terjadi, yang sebenarnya mungkin
perubahan warna awal belum terjadi namun karena tidak diperhatikan dengan
seksama sehingga penetesan tidak di lanjutkan, kurang telitinya saat
melaksanakan proses titrasi, kurang telitinya pembuatan larutan NaOH pada
proses penimbangan, kurang tepatnya dalam perhitugan tetesan larutan HCl yang
memungkinkan kekurangan atau kelebihan penetesa pada saat hampir mencapai
titik ekuivalen aliran kran buret.

9
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara
lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Adapun
titrasi asam-basa ini terdiri dari titrasi asam kuat-basa kuat, titrasi asam kuat-basa
lemah, titrasi basa lemah-asam kuat, dan titrasi asam lemah-basa lemah. Titrant
ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
(artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini
disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi
dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai
keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.

5.2 Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang dapat
membantu yaitu lebih berhati-hati saat melakukan praktikum tirasi asam dan basa
dan diperlukan ketelitian serta kecermatan oleh para praktikan. Menciptakan
suasana yang lebih kondusif agar praktikum berjalan dengan baik. Sebaiknya alat
dan bahan praktikum harus lengkap agar jalannya praktikum lebih baik. Praktikan
diharapkan hadir sepenuhnya saat jadwal praktikum. Dan kerja sama antara
asisten laboratorium dengan praktikan harus ditingkatkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Andari, S. 2013. Perbandingan Kadar Koroprofen Tablet secara Alkalimetri


Spekfotometri UV. Jurnal Eduhealth. Vol. 3 (3) : 114-119
Andy. 2009. Larutan Konsentrasi Larutan dan Sifat Koligatif Larutan. Bandung:
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Charles W Keenam. 1980. Ilmu Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Day, R. dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A. and Underwood, AL. (2001). Quantitative Analysis. India: Prentice
Hall.
Grafindo.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Rohayati Safitri N. 2010. Penurunan Titik Beku Larutan. Jurnal Sains Kimia.
Vol.II (2) 115-121.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2 Binarupa Aksara. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sulastri, I. 2009. Analisis Kadar Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak pada Biji Pinang
Sirih. Jurnal Chemica. Vol. 10 (1) : 59-63.

11
12
13

Anda mungkin juga menyukai