Laporan Hasil Kuliah Lapangan Lia
Laporan Hasil Kuliah Lapangan Lia
Oleh :
Jullia Haliana
F071171301
DEPARTEMEN ARKEOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini dilakukan
sebagai bagian dari tugas mata kuliah Arkeologi Islam. Kami menyadari bahwa tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya hendak
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada.
1. Ibu Dr. Rosmmawati, S.S, M.Si., selaku dosen pengampu yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan
mengarahkan kami selama mengikuti kuliah Arkeologi Islam ;
2. Teman-teman saya Firda Anggraeni, Liswahyuni, Ummi Amalin, Ria Aprilia
dan Endriko yang ikut berpartisipasi dalam pengambilan data pada praktik
kuliah lapangan ;
3. Dan semua pihak yang membantu dan menyukseskan praktik kuliah lapangan
maupun penyusunan laporan saya.
Akhir kata, mohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan. Semoga laporan ini
dapat mendatangkan mamfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
arkeologi di Indonesia . Amin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................iv
DAFTAR FOTO ..........................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan & Mamfaat ....................................................................................................... 1
1.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan ..................................................................................... 2
BAB II PROFIL WILAYAH ...................................................................................... 3
2.1 Profil dan Latar Sejarah............................................................................................... 3
2.1.1 Profil Wilayah......................................................................................................... 3
2.1.2 Latar Sejarah .......................................................................................................... 8
Masa Kemerdekaan .......................................................................................................... 11
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................... 16
3.1 Kompleks Makan Raja-Raja Gowa di Katangka .................................................... 16
3.1.1 Deskripsi Lingkungan .......................................................................................... 16
3.1.2 Deskripsi Situs ...................................................................................................... 18
BAB IV PENUTUP...................................................................................................23
4.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 23
4.2 Saran............................................................................................................................. 23
LAMPIRAN GAMBAR ............................................................................................ 24
DATA INFORMAN ..................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 26
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Administratif Kabupaten Gowa .......... Error! Bookmark not defined.
Gamabar 2 Sketsa Komplek Makam Raja-Raja Gowa Katangka ... Error! Bookmark
not defined.
Gambar 3 Sketsa temuan sampel 3 .............................. Error! Bookmark not defined.
iv
DAFTAR FOTO
v
BAB 1 PENDAHULUAN
Kegiatan praktik kuliah lapangan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah Arkeologi Islam yang berlangsung selama satu hari.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan dari pagi hari hingga sore hari. Adapun kegiatan
yang dilakukan berupa perekaman data pada situs islam. Adapun situs islam yang kami
kunjungi adalah Kompleks Makam Raja-Raja Gowa Di Katangka, Desa Katangka,
Kelurahan Lakiung, Kecamatan Soomba Opu, Kabupaten Gowa.
1. Menjelaskan Situs Islam yang ada pada Kompleks Makam Raja-Raja Gowa Di
Katangka.
2. Mengidentifikasi tinggalan arkeologi pada Situs Kompleks Makan Raja-Raja
Gowa Di Katangka.
3. Memenuhi tugas Mata Kuliah Arkeologi Islam.
Adapun mamfaat dari praktik kuliah lapangan Arkeologi Islam adalah menambah
wawasan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman pesetra mata kuliah akan objek
1
arkeologi di masa islam, berupa tinggalam makam maupun Masjid di Kabupaten
Gowa.
2
BAB II PROFIL WILAYAH
3
Kabupaten yang berada pada bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan ini
berbatasan dengan 7 kabupaten/kota lain, yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan
Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Sinjai, Bulukumba, dan Bantaeng. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten
Takalar dan Jeneponto sedangkan di bagian Barat berbatasan dengan Kota Makassar
dan Takalar. Wilayah Kabupaten Gowa terbagi dalam 18 Kecamatan dengan jumlah
Desa/Kelurahan definitif sebanyak 169 dan 726 Dusun/Lingkungan. Wilayah
Kabupaten Gowa sebagian besar berupa dataran tinggi berbukit-bukit, yaitu sekitar
72,26% yang meliputi 9 kecamatan yakni Kecamatan Parangloe, Manuju,
Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan
Biringbulu. Selebihnya 27,74% berupa dataran rendah dengan topografi tanah yang
datar meliputi 9 Kecamatan yakni Kecamatan Somba Opu, Bontomarannu,
Pattallassang, Pallangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat, Bontonompo dan
Bontonompo Selatan.
Dari total luas Kabupaten Gowa, 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas
40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya,
Bontolempangan dan Tompobulu. Dengan bentuk topografi wilayah yang sebahagian
besar berupa dataran tinggi. Wilayah Kabupaten Gowa dilalui oleh 15 sungai besar dan
kecil yang sangat potensial sebagai sumber tenaga listrik dan untuk pengairan. Salah
satu diantaranya sungai terbesar di Sulawesi Selatan adalah sungai Jeneberang dengan
luas 881 Km2 dan panjang 90 Km. Di atas aliran sungai Jeneberang oleh Pemerintah
Kabupaten Gowa yang bekerja sama dengan Pemerintah Jepang, telah membangun
proyek multifungsi DAM Bili-Bili dengan luas + 2.415 Km2 yang dapat menyediakan
air irigasi seluas + 24.600 Ha, konsumsi air bersih (PAM) untuk masyarakat Kabupaten
Gowa dan Makassar sebanyak 35.000.000 m3 dan untuk Pembangkit Listrik Tenaga
Air yang berkekuatan 16,30 Mega Watt.
Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Gowa hanya
dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya musim kemarau
dimulai pada Bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan dimulai pada
Bulan Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu berganti setiap setengah tahun
setelah melewati masa peralihan, yaitu Bulan April-Mei dan Oktober-November.
Curah hujan di Kabupaten Gowa yaitu 237,75 mm dengan suhu 27,125°C. Curah hujan
tertinggi yang dipantau oleh beberapa stasiun/pos pengamatan terjadi pada Bulan
Desember yang mencapai rata-rata 676 mm, sedangkan curah hujan terendah pada
Bulan Juli - September yang bisa dikatakan hampir tidak ada hujan.
Visi :
4
Terwujudnya Gowa sebagai Daerah Tujuan Wisata, Sejarah dan Alam yang handal dan
berdaya saing tinggi di Sulawesi Selatan.
Misi :
Topologi
Topografi Kabupaten Gowa sebagian besar berupa dataran tinggi berbukit-
bukit, yaitu sekitar 72,26% yang meliputi 9 kecamatan yakni Kecamatan Parangloe,
Manuju, Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan,
Tompobulu dan Biringbulu. Selebihnya 27,74% berupa dataran rendah dengan
topografi tanah yang datar meliputi 9 Kecamatan yakni Kecamatan Somba Opu,
Bontomarannu, Pattallassang, Pallangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat,
Bontonompo dan Bontonompo Selatan.Dari total luas Kabupaten Gowa, 35,30%
mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan
Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya, Bontolempangan dan Tompobulu.Dengan
bentuk topografi wilayah yang sebahagian besar berupa dataran tinggi, maka wilayah
Kabupaten Gowa dilalui oleh 15 sungai besar dan kecil yang sangat potensial sebagai
sumber tenaga listrik dan untuk pengairan. Salah satu diantaranya sungai terbesar di
Sulawesi Selatan adalah sungai Jeneberang dengan luas 881 Km2 dan panjang 90
Km.Di atas aliran sungai Jeneberang oleh Pemerintah Kabupaten Gowa yang bekerja
sama dengan Pemerintah Jepang, telah membangun proyek multifungsi DAM Bili-Bili
dengan luas + 2.415 Km2 yang dapat menyediakan air irigasi seluas + 24.600 Ha,
komsumsi air bersih (PAM) untuk masyarakat Kabupaten Gowa dan Makassar
sebanyak 35.000.000 m3 dan untuk pembangkit tenaga listrik tenaga air yang
berkekuatan 16,30 Mega Watt.
5
Kondisi Geografis
Kabupaten Gowa berada pada 12° 38.16' Bujur Timur dari Jakarta dan 5 °33.6'
Bujur Timur dari Kutub Utara. Sedangkan letak wilayah administrasinya antara 12
°33.19' hingga 13 °15.17' Bujur Timur dan 5 °5' hingga 5 °34.7' Lintang Selatan dari
Jakarta. Kabupaten yang berada pada bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan ini
berbatasan dengan 7 kabupaten/kota lain, yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan
Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Sinjai, Bulukumba, dan Bantaeng. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten
Takalar dan Jeneponto sedangkan di bagian Barat berbatasan dengan Kota Makassar
dan Takalar.
Luas wilayah Kabupaten Gowa adalah 1.883,33 km2 atau sama dengan 3,01%
dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kabupaten Gowa terbagi dalam
18 Kecamatan dengan jumlah Desa/Kelurahan definitif sebanyak 167 dan 726
Dusun/Lingkungan. Wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar berupa dataran tinggi
berbukit-bukit, yaitu sekitar 72,26% yang meliputi 9 kecamatan yakni Kecamatan
Parangloe, Manuju, Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya,
Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu. Selebihnya 27,74% berupa dataran
rendah dengan topografi tanah yang datar meliputi 9 Kecamatan yakni Kecamatan
Somba Opu, Bontomarannu, Pattallassang, Pallangga, Barombong, Bajeng, Bajeng
Barat, Bontonompo dan Bontonompo Selatan.
Dari total luas Kabupaten Gowa, 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas
40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya,
Bontolempangan dan Tompobulu. Dengan bentuk topografi wilayah yang sebahagian
besar berupa dataran tinggi, wilayah Kabupaten Gowa dilalui oleh 15 sungai besar dan
kecil yang sangat potensial sebagai sumber tenaga listrik dan untuk pengairan. Salah
satu diantaranya sungai terbesar di Sulawesi Selatan adalah sungai Jeneberang dengan
luas 881 Km2dan panjang 90 Km. Di atas aliran sungai Jeneberang oleh Pemerintah
Kabupaten Gowa yang bekerja sama dengan Pemerintah Jepang, telah membangun
proyek multifungsi DAM Bili-Bili dengan luas + 2.415 Km2yang dapat menyediakan
air irigasi seluas + 24.600 Ha, komsumsi air bersih (PAM) untuk masyarakat
Kabupaten Gowa dan Makassar sebanyak 35.000.000 m3dan untuk pembangkit tenaga
listrik tenaga air yang berkekuatan 16,30 Mega Watt.
Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Gowa hanya
dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya musim kemarau
dimulai pada Bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan dimulai pada
6
Bulan Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu berganti setiap setengah tahun
setelah melewati masa peralihan, yaitu Bulan April-Mei dan Oktober-Nopember.
Curah hujan di Kabupaten Gowa yaitu 237,75 mm dengan suhu 27,125°C. Curah hujan
tertinggi yang dipantau oleh beberapa stasiun/pos pengamatan terjadi pada Bulan
Desember yang mencapai rata-rata 676 mm, sedangkan curah hujan terendah pada
Bulan Juli - September yang bisa dikatakan hampir tidak ada hujan.
Wisata
Malino merupakan kawasan wisata yang memiliki panorama alam yang
sangat menakjubkan.Di kawasan yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas
permukaan laut ini terdapat Hutan Wisata Malino atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Hutan Pinus yang terdiri dari deretan pohon pinus yang tumbuh sumbur,
kokoh dan rindang.
Pengunjung dapat menyaksikan pesona alam yang sangat memukau, yaitu hamparan
hutan pinus yang tumbuh subur, hijau dan rindang. Selain hamparan hutan pinus, di
kawasan ini juga terdapat tumbuhan peninggalan Belanda yang terbilang langka, yaitu
tumbuhan edelweis dan pohon turi yang bunganya berwarna orange, serta jenis bunga
masamba yang dapat berubah warnanya tiap bulan dari hijau, kuning hingga menjadi
putih. Di puncak pegunungan Malino juga terhampar luas kebun sayur-mayur yang
hijau.
Jika pengunjung ingin mencari suasana yang berbeda, di sekitar kawasan wisata Hutan
Malino ini terdapat beberapa tempat wisata yang tidak kalah menariknya, yaitu Air
Terjun Takapala yang terletak di Bulutana, Air Terjun Lembanna yang berada kira-kira
8 km dari Kota Malino, Pemandian Lembah Biru, Perkebunan Teh milik Nittoh dari
Jepang di daerah Pattapan, Tanaman Hortikultura di daerah Karenpia, dan kekayaan
flora dan fauna yang beraneka ragam.
Lokasi
Kawasan wisata Hutan Malino berada di sebelah selatan Kota Makassar,
tepatnya di Kecamatan Tingimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan,
Indonesia. Akses Kawasan wisata Malino terletak sekitar 70 km dari Kota
Sungguminasa (Gowa) atau 90 km dari Kota Makassar. Dari Kota Sungguminasa,
perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan
umum dalam waktu sekitar 2-3 jam.
7
Bagi pengunjung yang ingin lebih lama menikmati keindahan alam Malino
tidak perlu merasa khawatir, karena di kawasan ini tersedia hotel dan vila untuk
menginap. Di lokasi wisata air terjun, tersedia penginapan dengan tarif Rp. 50.000,-
per malam. Tersedia pula kuda sewaan untuk mencapai air terjun Takapala yang berada
sekitar 4 km di sebelah timur kota Malino.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1320 (Hasil Seminar Mencari Hari Jadi
Gowa) dengan diangkatnya Tumanurung menjadi Raja Gowa maka kedudukan
sembilan raja kecil itu mengalami perubahan, kedaulatan mereka dalam daerahnya
masing-masing dan berada di bawah pemerintahan Tumanurung Bainea selaku Raja
Gowa Pertama yang bergelar Karaeng Sombaya Ri Gowa. Raja kecil hanya
merupakan Kasuwiyang Salapanga (Sembilan Pengabdi), kemudian lembaga ini
berubah menjadi Bate Salapang (Sembilan Pemegang Bendera).
MASA KERAJAAN
Pada tahun 1320 Kerajaan Gowa terwujud atas persetujuan kelompok kaum
yang disebut Kasuwiyang-Kasuwiyang dan merupakan kerajaan kecil yang terdiri dari
9 Kasuwiyang yaitu Kasuwiyang Tombolo, Lakiyung, Samata, Parang-parang, Data,
Agang Je’ne, Bisei, Kalling, dan Sero. Pada masa sebagai kerajaan, banyak peristiwa
penting yang dapat dibanggakan dan mengandung citra nasional antara lain Masa
Pemerintahan I Daeng Matanre Karaeng Imannuntungi Karaeng Tumapa’risi Kallonna
berhasil memperluas Kerajaan Gowa melalui perang dengan menaklukkan Garassi,
Kalling, Parigi, Siang (Pangkaje’ne), Sidenreng, Lempangang, Mandalle dan lain-lain
kerajaan kecil, sehingga Kerajaan Gowa meliputi hampir seluruh dataran Sulawesi
Selatan.
8
menciptakan aksara Makassar yang terdiri dari 18 huruf yang disebut Lontara Turiolo.
Pada tahun 1051 H atau tahun 1605 M, Dato Ribandang menyebarkan Agama Islam di
Kerajaan Gowa dan tepatnya pada tanggal 9 Jumadil Awal tahun 1051 H atau 20
September 1605 M, Raja I Mangerangi Daeng Manrabia menyatakan masuk agama
Islam dan mendapat gelar Sultan Alauddin. Ini kemudian diikuti oleh Raja Tallo I
Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katangka dengan gelar Sultan Awwalul Islam
dan beliaulah yang mempermaklumkan shalat Jum’at untuk pertama kalinya.
9
Nama-Nama Raja Kerajaan Gowa dari Tahun 1320 s/d 1957
10
23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua
kalinya pada tahun 1735.
24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742).
25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753).
26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-
1795).
27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-
1769).
28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri
Mattanging (1770-1778).
29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka
(1816-1825).
31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826).
32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga
ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893).
33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri
Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei 1895).
34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang
ri Bundu'na; Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai
di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895, ia melakukan perlawanan
terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan
dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal
akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur
Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946).
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir
Aidudin (1946-1978) sekaligus menjadi Kepala Daerah TK II Gowa (bupati
Gowa) pertama dan mendeklarasikan diri sebagai Raja Gowa terakhir setelah
Kerajaan Gowa dinyatakan bergabung dengan NKRI.
Masa Kemerdekaan
11
pembentukan 13 Daerah Indonesia Bagian Timur. Sejarah Pemerintahan Daerah Gowa
berkembang sesuai dengan sistem pemerintahanan negara. Setelah Indonesia Timur
bubar dan negara berubah menjadi sistem Pemerintahan Parlemen berdasarkan
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950 dan Undang-undang Darurat
Nomor 2 Tahun 1957, maka daerah Makassar bubar. Pada tanggal 17 Januari 1957
ditetapkan berdirinya kembali Daerah Gowa dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan ditetapkan sebagai daerah Tingkat II . Selanjutnya dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah untuk seluruh
wilayah Indonesia tanggal 18 Januari 1957 telah dibentuk Daerah-daerah Tingkat II.
b) Koordinator Gowa Timur, meliputi Distrik Parigi, Inklusif Malino Kota dan
Tombolopao. Koordinatonya berkedudukan di Malino.
12
a. Kecamatan Tamalate dari Distrik Mangasa dan Tombolo.
13
Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan No.574/XI/1975 dibentuklah
Kecamatan Bungaya hasil pemekaran Kecamatan Tompobulu. Berdasarkan PP No. 34
Tahun 1984, Kecamatan Bungaya di defenitifkan sehingga jumlah kecamatan di
Kabupaten Gowa menjadi 9 (sembilan).
14
12. H. Ichsan Yasin Limpo, SH. (2005-2015)
13. Adnan Purichta IchsanSH, MH (2015 sampai sekarang)
15
BAB III PEMBAHASAN
16
Foto 3 : Lingkungan Kompleks Makam Raja-Raja Gowa Katangka Sebelah Barat
17
ini juga berada ditengah pemukiman warga yang padat. Sekitar komleks makam
raja-raja Gowa Katangka terdapat jenis Flora yaitu pohon ketapang, tanaman
bunga dan rumput liar, sedangkan fauna terdapat Kambing milik warga sekitar.
Akses menuju komlpek makam ini dapat ditempuh melalui kendaraan roda
empat, kendaraan roda dua, dan jalan kaki.
18
Komplek makam raja-raja Gowa Katangka dikelilingi oleh tembok yang cukup
tinggi, pada Komplek ini terdapat 7 kubah. Kontruksi bangunan menyerupai kubah
pyramid yang dibuat dari batu bata yang diplester berlapis kapur, empat panel dinding
yang dan pilar sudut dan pintu. Bentuk dasar kubah adalah bujur sangkar yang sisi-
sisinya berukuran 4m dengan ketinggian badan 160-280 cm serta ketebalan dinding 70
cm. Bentuk atapnya adalah limas segi empat dengan lengkup lunas kapal, sedangkan
pada bagian atap kubah dipasangi keramik asing Cina (kendi) berwarna emas. Di sisi
selatan kubah terdapat pintu yang berteras berbentuk ceruk untuk memasuki kubah.
Didalam kubah berderet bangunan makam dari timur kebarat sebanyak dua baris.
Didalam kubah terdapat lebih dari satu makam.
3.1.2 Deskripsi Temuan
Sampel 1
19
Makam ini berbentuk persegi panjang ukuran panjang 217 cm, lebar 91
cm, dan tinggi 31 cm. Bidang jirat terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian tepi
(pinggir) dan tengah. Bagian tepi dihiasi dengan ragam hias daun-daunan yang
distilir tumbuh dari bonggol bunga. Bagian tengah bidang jirat dihiasi motif
tanaman. Tanaman ini berdaun dan berbunga, tumbuh dari sebuah bonggol, dua
ekor burung hinggap tersamar di atas dahan. Terdapat dua nisan silinrik bersisi
delapan dihiasi dengan ragam hias daun-daun yang distilir tumbuh dari bonggol
bunga, ukuran tinggi 83 cm. Pada gunungan berbentuk segi tiga ukuran lebar
98 cm, tinggi 64 cm dan tebal 5 cm. Di tengah-tengah bidang ini terdapat
medalion (lingkaran) yang dipenuhi tulisan Arab. Lingkaran ini dikelilingi oleh
hiasan daun-daunan yang distilir, yang tumbuh dari ceplok bunga dan
membentuk segi tiga. Kedua sisi miringnya bergelombang mengikuti bentuk
sulur-suluran. Tepi bawah gunungan dihiasi pelipit serta hiasan daun-daunan
yang tumbuh dari ceplok bunga yang berada di tengah.
Sampel 2
20
Foto 10 : Temuan Sampel 2 Makam Raja-Raja Gowa Katangka Sebelah Utara
Sampel 3
21
Foto 12 : Temuan Sampel 3 Kompleks Makam Raja-Raja Gowa Katangka
22
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari objek praktik kuliah lapangan kali ini mencerminkan perkembangan
kemampuan manusia dalam berfikir dalam pembuatan motif ragam hias yang terdapat
pada makam raja-raja gowa khususnya Katangka. Dilihat dari nisan-nisan yang
terdapat pada makam terdapat beberapa tipe nisan dan motif ragam hias yang berbeda
meskipun merupakan keturunan yang sama. Jadi, kesimpulan yang dapat ditarik bahwa
pada masa islam sudah terjadi akulturasi antara budaya berupa bentuk ajaran-ajaran
tasawuf pada kompleks makam kuno, menunjukkan bahwa pada asal mula
perkembangan agama islam telah dipengaruhi. Sebagian yang kita ketahui bahwa
ketika islam masuk ke Makassar kerajaan Gowa Tallo dalam masa kejayaan, berperan
sebagai pusat perdagangan dikawasan Asia Tenggara. Para pedagang dari berbagai
negara termasuk para pedagang islam telah menetap di sekitar pusat kerajaan sebagai
Bandar perdagangan yang terbesar pada masa itu. Banyaknya tokoh-tokoh agama islam
yang berasal dari Sumatera dan Jawa yang memegang peranan penting dalam
pemerintahan kerajaan Gowa Tallo. Hal ini tentunya secara logis membawa pula
unsur-unsur budaya Melayu dan Jawa kedalam budaya Makassar, seperti Nampak pada
penggunaan beberapa tipe nisan tipe Aceh dan inskrifsi yang bercorak tasawuf Melayu
. adapun kehadiran nisan tipe Demak-Troloyo, yang merupakan bukti adanya pengaruh
dari Jawa yang berkembang pada abad ke-18 M.
4.2 Saran
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa apa yang telah dibuat
penulis masih banyak kekurangan, oleh karena itu masih diperlukan lagi
pengembangan lebih lanjut untuk perbaikan kedepannya.
23
LAMPIRAN GAMBAR
24
DATA INFORMAN
25
DAFTAR PUSTAKA
Rosmawati. (2011). Tipe Nisan Aceh dan Demak Troloyo Pada Kompleks Makam Sultan
Hasanuddin, Tallo dan Katangka. Walannae Vol 12 No. 1 Juni 2011: 209-220.
Uka Tjanrasasmita, S. T. (1983). Ragam Hias Beberapa Makam Islam di Sulawesi Selatan.
https://sulselprov.go.id/pages/info_lain/6
http://gowakab.go.id/sejarah-kabupaten-gowa/
26