Anda di halaman 1dari 10

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH JAWA TIMUR


RESORT MADIUN KOTA

STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR
WHISTLE BLOWING SYSTEM

NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN


SOP-MDN-WBS-00 00 1/08

TANGGAL TERBIT : MARET 2019

Dibuat oleh Disahkan oleh


KASIWAS KAPOLRES MADIUN KOTA

ALBERTO M PINANDITO,. NASRUN PASARIBU, S.I.K., M.H.


S.H. AKBP NRP 79051518
IPDA NRP 70030140

1. TUJUAN
1.1 dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai
pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum,
pelindung, pengayom, dan pelayan kepada masyarakat, institusi Kepolisian
Negara Republik Indonesia harus bersih dan anti Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.

1.2 upaya pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme merupakan kewajiban


setiap orang termasuk pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sehingga setiap pegawai negeri pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia wajib mengingatkan, mencegah dan menolak perintah
atasan untuk melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan
korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

1.3 untuk mendorong pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik


Indonesia melaporkan pelanggaran hukum yang terjadi khususnya dalam
hal Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, perlu diberikan perlindungan kepada
pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
memberikan laporan.

2. DASAR

1
2.1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara
Republik........
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3851);
2.2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168)
2.3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia

3. MAKSUD DAN TUJUAN

3.1 Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) ini, dimaksudkan untuk


dapat dijadikan sebagai pedoman kerja bagi para pejabat polri maupun
penyidik yang menagani Whistle Blowing

3.2 Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) ini, bertujuan agar


terwujudnya SPI dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
dalam pengelolaan bidang operasional, sumber daya manusia, sarana
prasarana, dan anggaran keuangan.

4 RUANG LINGKUP

4.2 Penulisan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah untuk pegawai negeri
pada Kepolisian Negara Republik Indonesia melaporkan pelanggaran hukum
yang terjadi khususnya dalam hal Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, perlu
diberikan perlindungan kepada pegawai negeri pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang memberikan laporan.

5 Sistimatika

5.1 PENDAHULUAN

5.2 KETENTUAN UMUM PELAKSANAAN

5.3 TATA CARA PELAPORAN

5.4 TATA CARA PERLINDUNGAN PELAPOR

5.5 PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

2
5.7 SANKSI
5.8. PENGENDALIAN...
5.8 PENGENDALIAN

5.9 PENUTUP

6 KETENTUAN UMUM PELAKSANAAN

Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dimaksud dengan

6.1 Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah
merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri
6.2 Pelaporan Pelanggaran Hukum yang selanjutnya disebut Pelaporan
(Whistleblowing) adalah pengungkapan pelanggaran hukum di bidang
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang diduga dilakukan oleh Pegawai Negeri
pada Polri yang dilaporkan secara tertutup, setelah kewajiban untuk menolak
perintah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dilaksanakan.
6.3 Pelapor Pelanggaran Hukum yang selanjutnya disebut Pelapor
(Whistleblower) adalah Pegawai Negeri pada Polri yang melaporkan adanya
pelanggaran hukum di lingkungan Polri dan memiliki akses informasi yang
memadai dengan didukung oleh paling sedikit satu alat bukti yang sah.
6.4 Pelanggaran Hukum adalah perbuatan Pegawai Negeri pada Polri yang
melanggar peraturan perundang-undangan di bidang korupsi, kolusi, dan
nepotisme
6.5 Unit Perlindungan Pelapor yang selanjutnya disebut UPP adalah unit bersifat
sementara (ad hoc) yang bertugas, berfungsi, dan berwenang sebagai
pelaksana perlindungan pelapor.
6.6 Pejabat yang Berwenang adalah pejabat Polri yang diberi tugas dan
tanggung jawab untuk menangani laporan pelanggaran hukum dari pelapor
6.7 Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus
ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga,
mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggung jawab
pelapor.
6.8 Perlindungan adalah suatu bentuk perlindungan fisik, psikis, hukum dan/atau
administrasi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk memberikan
rasa aman terhadap pelapor dan keluarganya dari kemungkinan ancaman
yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda.
6.9 Ancaman adalah segala bentuk perbuatan baik langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan rasa tertekan, khawatir, takut dari keamanan,
keselamatan jiwa dan harta pelapor maupun keluarganya.
7. TUJUAN……

3
7. TUJUAN DARI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP):

7.1 sebagai pedoman dalam rangka memberikan perlindungan terhadap


Pegawai Negeri pada Polri yang melaporkan adanya pelanggaran hukum di
lingkungan Polri; dan
7.2 terwujudnya pelaksanaan tugas Polri guna mendukung pemerintahan yang
bersih dan tata kelola yang baik.
8. PRINSIP-PRINSIP DALAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INI:

8.1 tertutup, yaitu penanganan pelaporan dan perlindungan wajib dilakukan


dengan menjaga kerahasiaan pelaporan dan pelapor dalam setiap tahapan
kegiatan;
8.2 objektif, yaitu pelaporan berdasarkan fakta atau bukti;

8.3 akuntabel, yaitu pelaporan dan penanganan harus dapat


dipertanggungjawabkan
8.4 independen, yaitu penanganan pelaporan dan perlindungan bebas dari
pengaruh dan intervensi baik vertikal maupun horisontal; dan
8.5 koordinatif, yaitu proses dan tindak lanjut penanganan pelaporan
dilaksanakan dengan kerjasama sesuai mekanisme, tata kerja, dan prosedur
yang berlaku.
9. TATA CARA PELAPORAN

9.1 Sebelum melakukan pelaporan, Pelapor yang yang melihat, mendengar, dan
mengalami sendiri, wajib untuk mencegah, mengingatkan, menolak perintah
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
9.2 Pelapor yang melihat, mendengar, dan mengalami berhak melaporkan
terjadinya pelanggaran hukum kepada pejabat yang berwenang.

9.3 Pelapor dalam menyampaikan laporannya disertai identitas diri.

10. SYARAT PELAPORAN

10.1 Laporan yang disampaikan harus memenuhi syarat: fakta dan bukan opini;
dan
dilengkapi paling sedikit satu alat bukti dokumen.

10.2 Bentuk pelaporan terdiri dari laporan lisan; dan /atau laporan tertulis.

10.3 Bentuk Pelaporan disampaikan secara langsung dan Laporan tertulis


disampaikan melalui surat dan ditandatangani oleh pelapor.

11. Pejabat Yang Berwenang ditetapkan oleh Kapolres Madiun Kota .

11.1. KABAGSUMDA.......
4
11.1 Kabagsumda selaku Ketua;

11.2 Kasiwas selaku Wakil Ketua

11.3 Kasubbagkum Polres selaku anggota; dan

11.4 Kasi Propam selaku sekretaris.

12 PEJABAT YANG BERWENANG MENERIMA LAPORAN, MENINDAKLANJUTI


LAPORAN YANG MEMENUHI PERSYARATAN PELAPORAN PELANGGARAN
HUKUM

12.1 Dalam hal laporan tidak memenuhi persyaratan, laporan tidak ditindaklanjuti.

12.2 wajib menganalisis pemenuhan persyaratan laporan pelanggaran hukum

12.3 Laporan yang memenuhi persyaratan dilimpahkan oleh pejabat yang


berwenang kepada fungsi terkait yang berwenang menangani laporan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

12.4 Pejabat yang berwenang menerima laporan wajib merahasiakan identitas


pelapor

13. TATA CARA PERLINDUNGAN PELAPOR

13.1 Pelapor berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga,


dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan
kesaksian yang telah, sedang, dan akan diberikan;

13.2 ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan

13.3 meminta dilakukan pemeriksaan di tempat tersendiri dan di bawah sumpah


pada proses penyidikan
13.4 mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus

13.5 mendapat pendampingan dari pelaksana fungsi pembinaan hukum Polri

13.6 memberikan keterangan tanpa tekanan; dan

13.7 bebas dari pertanyaan yang menjerat.

13.8 Pelapor yang terlibat pelanggaran hukum berhakmendapatkan: pengurangan


sanksi administratif; dan/atau pembelaan hukum

14. BENTUK PERLINDUNGAN YANG DIBERIKAN KEPADA PELAPOR

14.1 Fisik, meliput;

14.1. perahasiaan dan penyamaran identitas;


1 14.1.2. perahasian......

5
14.1. perahasiaan penanganan proses pelaporan
2
14.1. penjagaan dan pengawalan pribadi dan keluarga; dan/atau
3
14.1. penempatan di tempat khusus;
4
14.2 Psikologis, meliputi:

14.2. tidak dikucilkan;


1
14.2. tidak diterlantarkan; dan
2
14.2. tidak dimutasi demosi.
3
14.3 Dalam hal bawahan melaporkan pelanggaran hukum yang diduga dilakukan
oleh atasan langsung, pelapor dimutasikan ke tempat lain.
14.4 Dalam hal pelapor tidak berkenan dengan bentuk perlindungan pelapor dapat
mengajukan permohonan perlindungan dalam bentuk lain sesuai dengan
permintaannya.

15. MEKANISME PEMBERIAN PERLINDUNGAN

15.1 Perlindungan diberikan atas dasar permohonan dari pelapor dan/atau


keluarganya.

15.2 Permohonan diajukan secara lisan atau tertulis kepada pejabat yang
berwenang menerima laporan
15.3 Pejabat yang berwenang menerima laporan wajib menentukan pelaksanaan
pemberian perlindungan dengan UPP.

15. UNIT PERLINDUNGAN PELAPOR MELAKUKAN TINDAKAN:

15.1 melengkapi persyaratan administrasi; dan

15.2 mengusulkan bentuk perlindungan kepada pejabat yang berwenang.

15.3 Kelengkapan persyaratan administrasi berupa surat penetapan yang


diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala UPP yang berisi antara lain:

15.3. perintah pemberian perlindungan;


1
15.3. penunjukan anggota Polri yang akan memberikan perlindungan;
2
15.3. bentuk perindungan yang diberikan;
3
15.3. waktu dimulai dan lamanya pemberian perlindungan; dan/atau
4
15.3. penyediaan tempat khusus perlindungan
5

16. KEWAJIBAN.........

6
16. KEWAJIBAN PELAPOR SELAMA DALAM PERLINDUNGAN

16.1 menaati petunjuk atau pedoman pemberian perlindungan yang diberikan oleh
UPP
16.2 meminta persetujuan UPP dalam hal memberikan setiap keterangan di luar
kepentingan penyelidikan; dan

16.3 melaporkan setiap keberadaan dan kegiatannya selama dalam perlindungan

17. Penghentian Pemberian Perlindungan

17.1 Perlindungan oleh UPP diberikan terhitung sejak diterbitkannya Surat


Perintah Perlindungan sampai dengan dihentikannya perlindungan.

17.2 Pemberian perlindungan oleh UPP dihentikan dalam hal:

17.2. perintah pemberian perlindungan;


1
17.2. UPP menetapkan bahwa perlindungan tidak diperlukan lagi;
2
17.2. pemeriksaan sudah ditingkatkan ke penyidikan dan perlindungan
2 pelapor dar UPP dialihkan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK); dan

17.2. permohonan pelapor.


3
17.3 Penghentian perlindungan dengan memperhatikan:

17.3. perkiraan intelijen;


1
17.3. kepentingan publik; dan/atau
2
17.3. proses perkembangan kasus yang terjadi
3
17.4 Penghentian pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
harus diberitahukan secara tertulis kepada pihak pelapor disertai alasan
penghentian pemberian perlindungan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) hari sebelum perlindungan dihentikan
18. UNIT PERLINDUNGAN PELAPOR

18.1 UPP pada Polres Madiun Kota beranggotakan unsur:

18.1. Satsabhara Polres Madiun Kota;


1
18.1. Satreskrim Polres Madiun Kota;
2
18.1. Satintelkam Polres Madiun Kota; dan
3
18.1. Siepropam Polres Madiun Kota.
4

18.1.5 SIWAS........
7
18.1. Siewas Polres Madiun Kota
5
18.2 UPP pada tingkat Polres/ta dikoordinir oleh unsur Kasat Reskrim sebagai
Kepala UPP tingkat Polres/ta

18.3 UPP berdasarkan Keputusan Kapolres Madiun Kota .

18.4 UPP bertanggung jawab dan melaporkan secara berkala pelaksanaan tugas
kepada Kapolres.

19. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

19.1 Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan oleh Kapolres Madiun Kota ,


yang pelaksanaannya oleh Wakapolres pada tingkat Polres.

20. SANKSI

20.1 Pelapor yang laporannya terbukti tidak benar dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

20.2 UPP yang tidak melaksanakan perlindungan sebagaimana telah diatur dalam
peraturan ini dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

21. PEMBIAYAAN

21.1 Pembiayaan selama proses perlindungan terhadap pelapor menggunakan


anggaran dukungan operasional Kepala Kesatuan.

8
9
10

Anda mungkin juga menyukai