Dunia mengenalnya sebagai salah satu tokoh pemimpin terbesar. Dialah juga
merupakan salah satu tokoh terbesar dalam Perang Salib. Namanya dikenal luas
takkala ia dapat menaklukkan kerajaan Jerusalem yang ketika itu dipimpin oleh
Guy The Lusignan Raja Jerusalem. Pasukan Shalahuddin dikenal sebagai pasukan
yang pemberani dibawah pimpinannya. Berikut biografi dan profil lengkapnya.
Bernama lengkap Salahuddin Al-Ayubi yang dikenal didunia barat sebagai Saladin
terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat
sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan
belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria,
yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.
A.LATAR BELAKANG
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan
selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara geografis, Bali terletak di
8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim
tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-
tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat kesenian dan peristirahatan,
terletak di Kabupaten Gianyar. Sedangkan Kuta, Seminyak, Jimbaran dan Nusa
Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan utama pariwisata, baik wisata
pantai maupun tempat peristirahatan, spa, dan lain-lain, terletak di Kabupaten
Badung.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang
pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan
tersebut terdapat gugusan gunung berapi. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari
lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339
ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%)
seluas 132.189 ha.
Alam Bali yang indah menjadikan pulau Bali terkenal sebagai daerah wisata.
Oleh karena itu, pihak sekolah kami sepakat untuk mengunjungi Pulau Bali
sebagai tempat kami belajar maupun berwisata kelas 11 yang ikut Field Study
tahun ajaran 2018/2019.
TUJUAN
Untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia kelas VIII Tahun Ajaran 2019/2020
yang berkaitan dengan Study Wisata
Untuk mengetahui objek wisata di Bali
Untuk mengetahui adat dan kebudayaan masyarakat Bali
Untuk mengasah kemampuan dalam penulisan makalah
Untuk menambah wawasan tentang wisata dan budaya di Indonesia
Ayah Najmuddin Ayyub
Paman Asaduddin Syirkuh
Dinasti Ayyubiyah
Salahuddin al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub dan
pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung
halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Iraq). Salahuddin lahir
di benteng Tikrit, Iraq tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa
Saljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada
Imaduddin Zanky, gubernur Saljuk untuk kota Mousul, Iraq. Ketika Imaduddin
berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub
(ayah Salahuddin) di angkat menjadi Gubernur Balbek dan menjadi pembantu
dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Salahuddin
mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik.
Setelah itu, Salahuddin melanjutkan pendidikannya ke Damaskus untuk
mempelajari teologi Sunni selama 10 tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin.
Pada tahun 1169 M, Salahuddin diangkat menjadi seorang Wazir (konselor).
Itulah kata-kata sebagai bukti kezuhudan dan kesahajaan dari seorang Salahuddin
Yusuf al-Ayyubi. Munkin kata-kata mutiara inilah yang harus dipegang oleh para
penguasa sekarang ini dan kepemimpinan seperti Salahuddin al-Ayyubi yang kita
harapkan muncul di zaman milenium yang serba amburadul seperti ini, walaupun
itu sebuah pengharapan yang hampir mustahil terwujud, tapi kita berharap saja ada
Salahuddin-Salahuddin baru yang akan memimpin dengan kebijaksanaan yang luar
biasa. Kisah kepemimpinan dan Suri Tauladannya masih tetap dikenang banyak
orang tak terkecuali orang-orang barat baik itu melalui puisi, novel dan sebuah
saksi sejarah.
Saat Salahuddin menjadi Sultan, kondisi umat islam dalam kondisi yang
mngenaskan secara rukhyah. Penyakit Wahn (cinta dunia dan takut mati). Penyakit
hati ini menyebar dan tumbuh di dalam hati sebagian besar kaum muslimin
sehingga api jihad benar-benar padam. Sebagaimana kita tahu bahwa semangat
jihad adalah modal yang tidak dimiliki oleh ummat lain. Sejarah membuktikan
bahwa semangat jihad inilah yang manurunkan keridhaan Allah atas setiap
kemenangan umat islam. Seperti Kemenangan Perang Badr, Kemenangan perang
Yarmuk, Kemenangan perang Khandak, dan Kemenangan perang lainnya. Di sisi
lain ukhuwah umat muslim sangatlah hancur. Secara politik umat islam terpecah-
pecah dalam beberapa kerajaan dan kesultana walaupun masih dalam satu
kekhalifahan Abbasyah yang berpusat di Baghdad.
Melihat kondisi seperti itu, Salahuddin berpikir bahwa untuk melawan Pasukan
Salib tidak hanya membutuhkan pasukan dalam jumlah besar, melainkan juga api
jihad yang berkobar-kobar dalam setiap jiwa kaum muslimin. Salahuddin ingin
membangkitkan semangat jihad dengan menghadirkan kembali semangat juang
dan kepahlawanan Rasulullah Muhammad SAW. Kemudian Salahuddin
menggagas sebuah festival yang dinamai dengan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Tujuan dari festival ini adalah untuk mengembalikan semangat juang Rasulullah
dengan mempelajari sirah-sirahnya. Di festival ini, dikaji habis-habisan sirah
nabawiyah (sejarah Nabi) dan Atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan
dengan nilai-nilai perjuangan (jihad).
Pada awalnya, gagasan Salahuddin ini ditentang oleh para ulama, karena kegiatan
ini adalah bid’ah (kegiatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah).
Salahuddin menegaskan bahwa acara ini bukanlah kegiatan ritual yang merupakan
bid’ah yang dilarang, tetapi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan Syiar.
Kemudian Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah Abbasiyah, an-Nashir di
Baghdad. Dan Khalifah pun menyetujuinya.
Salahuddin sendiri tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di Mesjid kecil
bernama al-Khaganah di Via (jalan Do-lorossa, dekat Gereja makam suci.
Kantornya terdiri dari 2 ruangan berpenerangan minim yang luasnya tak mampu
menampung 6 orang yang duduk berkeliling. Salahudi sangat menghindari korupsi
yang sering menghinggapi para Raja pemenang perang).
“Di Eropa, Salahuddin al-Ayyubi atau Saladin telah menyentuh alam khayalan
para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai
sebagai suri tauladan kaum ksatria”, ungkap Hitti. Sifat penyayang dan belas
kasihan Salahuddin ketika peperangan sangat jauh berbeda dibanding kekejaman
Perang Salib. Ahli sejarah Kristian pun mengakui mengenai hal itu. Penulis Barat,
Lane-Poole mengagumi kebaikan hati Salahuddin yang mampu mencegah dan
meredam amarah umat islam dari upaya balas dendam. Lane-Poole juga
melukiskan Salahuddin telah menunjukkan ketinggian akhlaknya ketika orang
Kristian menyerah kalah. “Tentaranya sangat bertanggung jawab, menjaga
peraturan setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan sehingga tidak ada
kedengaran orang Kristian dianiaya.”
Advertisement
Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, di
mana Jerusalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen.
Setahun berikutnya Shalahuddin meninggal dunia di Damaskus setelah Richard
kembali ke Inggris. Bahkan ketika rakyat membuka peti hartanya ternyata hartanya
tak cukup untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka
yang membutuhkannya.
"....Anakku," konon begitulah pesan Sultan itu kepada anaknya, az-Zahir,
menjelang wafat, "...Jangan tumpahkan darah... sebab darah yang terpercik tak
akan tertidur."Selain dikagumi Muslim, Shalahuddin atau Saladin/salahadin
mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang dan
kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya
adalah The Talisman (1825) karya Walter Scott.
Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak ingin
menengoknya. Bahkan di salah satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah
Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an
itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-Mu, ya,
Kristus, adalah kerajaan abadi...."
Tapi jika masa lalu tak mudah pergi, dari bagian manakah dari Saladin yang akan
datang kepada kita kini? Dari ruang makamnya yang kusam, mitos apa yang akan
kita teruskan? Kisah Saladin adalah kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar
cerita dahsyat bagaimana agama-agama telah menunjukkan kemampuannya untuk
memberi inspirasi keberanian dan ilham pengorbanan - yang kalau perlu dalam
bentuk pembunuhan.
Tapi sebagian besar kisah Saladin - yang tersebar baik di Barat maupun di Timur
dari sejarah Perang Salib yang panjang di abad ke- 12 itu - adalah juga cerita
tentang seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin
menumpahkan darah. Saladin merebut Jerusalem kembali di musim panas 1187.
Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk
menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Dan
ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah
menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan
sebagian besar mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika
pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu
dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.
Dalam hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang tampaknya dilakukan
Saladin. Meskipun tak selamanya ia tanpa cacat, meskipun ia tak jarang
memerintahkan pembunuhan, kita toh tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam
itu bersikap baik kepada Raja Richard Berhati Singa yang datang dari Inggris
untuk mengalahkannya. Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin
mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter.
Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan
dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam
bisa melahirkan orang sebaik itu.
Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang
sebaik itu. Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang
gagah berani dari abad ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah
zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah sebenarnya masa silam?
Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di tahun 1970-an, saya
kembali ke pusat Damaskus, lewat lorong bazar yang sibuk di depan Masjid
Umayyah. Kota itu riuh, keriuhan yang mungkin tanpa sejarah.
TUGAS
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
BIOGRAFI SALAHUDDIN AL-AYYUBI