Anda di halaman 1dari 21

A.

Anatomi fisiologi Ginjal


Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di
belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm,
lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan
mengahadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia
dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih
antara 120-150 gram.

Gambar1. Anatomi Ginjal

Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal dan
lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota.
Dalam potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis,
yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis
(bagian dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis terdapat
bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut
pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks
rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi
dua atau tiga kaliks minor.

Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis masuk ke
dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus
kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih kecil, arteri
interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya menjadi arteriola aferen yang
menyusun glomerulus.
Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan bersama
dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11
dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti
bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari ginjal.

Histologi Ginjal

Gambar 2. Histologi Ginjal

Unit fungsional setiap ginjal adalah tubulus uriniferus mikroskopik. Tubulus ini terdiri atas
nefron (nephronum) dan duktus koligens (ductus coligens) yang menampung curahan dari
nefron. Jutaan nefron terdapat di setiap korteks ginjal. Nefron, selanjutnya terbagi lagi menjadi
dua komponen yaitu korpuskulum ginjal (corpusculum renale) dan tubulus ginjal (renal tubules).

Terdapat dua jenis nefron yaitu nefron kortikal (nephronum corticale)


yang terletak di korteks ginjal, sedangkan nefron jukstamedularis (nephronum juxtamedullare)
terdapat di dekat perbatasan korteks dan medulla ginjal. Meskipun semua nefron berperan
dalam pembentukan urin, nefron jukstamedularis membuat kondisi hipertonik di interstisium
medulla ginjal yang menyebabkan produksi urin yang pekat.

Korpuskulum ginjal merupakan segmen awal setiap nefron yang terdiri


atas kumpulan kapiler yang disebut glomerulus serta dikelilingi oleh dua lapis sel epitel yang
disebut kapsul glomerulus (capsula glomerularis Bowman). Stratum viseral atau lapisan dalam
(pars internus) kapsul terdiri atas sel epitel khusus bercabang, yaitu podosit (podocytus) yang
berbatasan dan membungkus kapiler glomerulus. Stratum parietal atau lapisan luar (pars
externus) kapsul glomerulus terdiri atas epitel selapis gepeng. Setiap korpuskulum ginjal
mempunyai polus vaskularis, tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen.
Filtrat dihasilkan oleh glomerulus yang merupakan utrafiltrat mirip dengan plasma tetapi tidak
mengandung protein lalu masuk ke spatium kapsular meninggalkan korpuskulum ginjal di polus
urinarius, tempat tubulus kontortus proksimal berasal.

Dua jenis tubulus mengelilingi korpuskulum ginjal. Kedua tubulus ini adalah tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal. Bagian tubulus ginjal yang berawal dari
korpuskulum ginjal sangat berkelok atau melengkung sehingga disebut tubulus kontortus
proksimal (tubulus proximalis pars convolute). Tubulus kontortus proksimal terbentuk dari satu
lapisan sel kuboid dengan sitoplasma bergranula eosinofilik, mitokondria memanjang , dan
memperihatkan lumen kecil tidak rata dengan brush border serta banyak lipatan membrane sel
basal yang dalam. Adanya mikrovili (limbus microvillus) di sel tubulus kontortus proksimal
meningkatkan luas permukaan dan mempermudah absorpsi bahan yang terfiltrasi. Batas sel
tubulus kontortus proksimal juga tidak jelas karena interdigitasi membran lateral dan basal yang
luas dengan sel-sel di sekitarnya.

Tubulus kontortus proksimal yang terletak di korteks, selanjutnya turun ke dalam


medulla untuk menjadi ansa henle. Ansa henle (ansa nephroni) terdiri dari beberapa bagian
yaitu bagian descendens tebal yang merupakan kelanjutan dari tubulus kontortus proksimal,
segmen descendens dan ascendens yang tipis, sert bagian ascendens tebal yang merupakan
awal dari tubulus kontortus distal (tubulus distal pars convolute). Bagian ascendens dari loop
terletak di samping bagian descendens dan meluas ke dalam medulaginjal. Nefron dengan
gIomerulus yang terletak dekat corticornedular (nefronjuxtamedullary) memiliki loop Henle yang
relatif panjang dan memanjang jauh ke medula. Sebaliknya, sebagian besar
lengkung Henledari nefron superfisial umumnya terletak di medula ray. Segmen
tipis loop mempunyai lumen yang sempit dan dindingnya tersusun atas sel epitel
skuamus.

Pars tebal ascendens loop henle berlanjut menjadi tubulus kontortus distal
di korteks ginjal. Berbeda dengan tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus
distal tidak memperlihatkan limbus microvilosus (brush border), selnya lebih kecil, dan lebih
banyak nukleus ditemukan per tubulus. Membran basolateral sel tubulus kontortus distal
menunjukkan banyaknya interdigitasi dan keberadaan mitokondria memanjang di dalam lipatan
ini. Fungsi utama tubulus distal adalah secara aktif mereabsorpsi ion natrium dan filtrat tubuli
menuju kapiler peritubuler ke sirkulasi sitemik untuk mempertahankan keseimbangan asam
basa cairan tubuh dan darah.

Filtrat glomerulus yang berasal dari kontortus distal mengalir menuju ke tubulus
koligens. Tubulus koligens bukan merupakan bagian nefron. Sejumlah tubulus koligens pendek
bergabung membentuk beberapa duktus koligens yang lebih besar. Sewaktu duktus koligens
turun ke arah papilla medulla, duktus ini disebut duktus papilaris. Duktus koligens yang lebih
kecil dilapisi oleh epitel kuboid turpulas pucat. Jauh di dalam medulla, epitel di duktus ini
berubah menjadi silindris. Di ujung setiap papilla, duktus papilaris mengalirkan isinya ke dalam
kaliks minor. Daerah papilla yang memperlihatkan lubang di duktus papilaris yaitu area kribrosa.
Korteks ginjal juga memperlihatkan banyak radius medularis terpulas pucat yang berjalan
vertikal dari basis piramid menuju korteks. Radius medularis terutama terdiri dari duktus
koligens, pembuluh darah, dan bagian lurus dari sejumlah nefron yang menembus korteks dari
basis piramid.

Fisiologi Ginjal

Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni
menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah serta mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit yang kemudian dibuang melalui urine.15 Pembentukan urin
adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam mempertahankan homeostatis tubuh. Pada
orang dewasa sehat, kurang lebih 1200 ml darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua
ginjal. Pada keadaan tertentu, aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30% (pada saat
latihan fisik) dan menurun hingga 12% dari cardiac output.

Proses pembentukan urine yang pertama terjadi adalah filtrasi, yaitu penyaringan darah
yang mengalir melalui arteria aferen menuju kapiler glomerulus yang dibungkus kapsula
bowman untuk menjadi filtrat glomerulusyang berisi zat-zat ekskresi. Kapiler glomerulus
tersusun atas sel endotel, membrane basalis dan sel epitel. Kapiler glomeruli berdinding porous
(berlubang lubang), yang memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180
L/hari). Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa metabolism tubuh, di antaranya
kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul berukuran lebih besar
(protein dan sel darah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh karena itu, komposisi cairan filtrat
yang berada di kapsul Bowman, mirip dengan yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini
tidak mengandung protein dan sel darah.
Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut
sebagai rerata filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR). Selanjutnya cairan
filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang
kemudian menghasilkan urine yang akan disalurkan melalui duktus koligentes. Proses dari
reabsorbsi filtrat di tubulus proksimal, ansa henle, dan sekresi di tubulus distal terus
berlangsung hingga terbentuk filtrat tubuli yang dialirkan ke kalises hingga pelvis ginjal.

Ginjal merupakan alat tubuh yang strukturnya amat rumit, berperan penting dalam
pengelolaan berbagai faal utama tubuh. Beberapa fungsi ginjal:

a. Regulasi volume dan osmolalitas cairan tubuh


b. Regulasi keseimbangan elektrolit
c. Regulasi keseimbangan asam basa
d. Ekskresi produk metabolit dan substansi asing
e. Fungsi endokrin
- Partisipasi dalam eritropoiesis
- Pengatur tekanan arteri
f. Pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3
g. Sintesa glukosa19,20

Patologi Ginjal

Degenerasi dan Nekrosis

Dalam keadaan normal, sel berada pada keadaan homeostasis, di mana terdapat
keseimbangan sel dengan lingkungan sekitar. Sel yang terjejas merupakan satu rangkaian
perubahan biokimia atau morfologi yang terjadi ketika kondisi homeostasis mengalami
gangguan hebat. Perubahan tersebut bisa kembali ke kondisi normal (reversible) atau tidak
(irreversible). Terdapat bermacam-macam penyebab jejas pada sel, baik sebab eksogen (dari
luar tubuh) seperti trauma fisik (panas,dingin, suntukan jarum), kimiawi (racun, obat, bahan
toksik), dan biologi (virus, bakteri, parasit, jamur) maupun sebab endogen (dari dalam tubuh)
seperti kelainan genetik, metabolit, hormon, sitokin, dan substansi
bioaktif yang lain.

Sebagian besar perbedaan jejas reversibel dan ireversibel terletak pada penilaian
kualitatif. Apabila trauma yang dialami oleh sel ringan sehingga perubahan seluler yang terjadi
segera teratasi dan sel kembali dalam kondisi normal, disebut jejas yang reversibel. Sedangkan
apabila sel tidak mampu kembali ke kondisi normal, maka keadaan ini disebut jejas ireversibel.

Pada makhluk hidup/manusia, jejas ireversibel akan dikuti dengan


kematian sel, di mana di dalam sel akan terjadi reaksi degradatif berupa autolisis
(penghancuran oleh enzim intraseluler, misalnya protease, lipase) atau heterolisis
(penghancuran oleh enzin dari luar sel, missal bakteri, leukosit). Kematian sel di dalam
organisme hidup disebut nekrosis. Sel yang mengalami kematian mempunyai perubahan inti
yang tipikal, antara lain piknosis (penggumpalan kromatin), karioreksis (fragmentasi material
inti), dan kariolisis (kromatin inti menjadi lisis). Seiring waktu sekitar satu sampai dua hari, inti
pada sel yang nekrosis sama sekali menghilang, sementara itu sitoplasma berubah menjadi
masa asidofil suram bergranula.

Perubahan reversibel dan ireversibel dapat terjadi pada morfologi ginjal akibat
bermacam-macam agen penyebab jejas terutama agen kimiawi maupun radikal bebas.
Perubahan reversibel yang mungkin terjadi pada ginjal antara lain adalah degenerasi sel
tubulus, inflamasi sel tubulus, dan terbentuknya cast atau silinder, sedangkan perubahan
ireversibel dari sel tubulus antara lain adalah atrofi atau dilatasi lumen, fibrosis sel tubulus, dan
yang paling berat adalah nekrosis sel tubulus. Perubahan ireversibel biasanya ditandai dengan
hilangnya brush border dan inti sel yang memipih.

Nekrosis Tubular Akut

Nekrosis Tubular Akut (NTA) adalah suatu kelainan klinikopatologi yang secara
morfologik ditandai oleh destruksi sel epitel tubulus dan klinik dengan gangguan faal ginjal akut.
NTA dibedakan atas NTA iskemik dan NTA nefrotoksik. Nekrosis Tubular Akut (NTA) iskemik
dapat terjadi karena berkurangnya aliran darah ke ginjal, misalnya pada pasien yang
mengalami syok akibat perdarahan, trauma, luka bakar, trauma, obstruksi usus, reaksi
transfusi, dan operasi. Karena epitel tubulus-tubulus ginjal terutama tubulus proksimal
sangat peka terhadap suatu iskemia, maka jaringan ini akan mengalami kerusakan
dalam batas–batas tertentu, walaupun sisa jaringan ginjal lainnya tampak seperti
tidak mengalami kelainan. Iskemia adalah penyebab paling sering, dan lamanya
iskemia akan menentukan luasnya cedera yang terjadi dan prognosis kembalinya
fungsi ginjal. Penelitian menunjukkan bahwa iskemia selama 25 menit atau
kurang berakibat pada kerusakan ringan yang masih reversibel, sedangkan
iskemia 2 jam menimbulkan kerusakan berat yang ireversibel.
Gambar 3. Nekrosis Tubular Akut

NTA nefrotoksik disebabkan oleh berbagai bahan yang bersifat racun,


misalnya logam berat (merkuri/Hg), bahan organik (karbon tetraklorida), maupun
obat-obatan (gentamisin, antibiotika lain atau bahan kontras pemeriksaan
radiologik). Kerusakan ginjal akibat zat nefrotoksik terlihat dari adanya
penyempitan tubulus proksimal, nekrosis sel epitel tubulus proksimal, adanya
hialin cast di tubulus distal, pecahnya sel darah merah, koagluasi intavaskular,
pengendapan kristal oksalat dan asam urat, serta hipoksia jaringan. Tampak juga
degenerasi tubulus proksimal yang mengandung debris, tetapi membrana basalis
utuh.

Nekrosis tubular akut (NTA) adalah Acute Kidney Injury (AKI) yang
disebabkan oleh cedera iskemia atau nefrotoksik pada epitel tubulus ginjal,
sehingga dapat terjadi kerusakan dan kematian epitel tubulus.dengan gejala klinis
oliguria yang dilanjutkan diuresis. Perjalanan klinik dari NTA dibedakan atas
tahap awal, maintenance, dan penyembuhan. Tahap awal berlangsung selama 36
jam, ditandai dengan penurunan pengeluaran kemih (oliguria) dilanjutkan dengan
tahap maintenance yang berlangsung dari hari kedua sampai keenam di mana
pengeluaran kemih turun drastis sampai 50-400 ml/hari disertai tanda-tanda
uremia. Adanya kerusakan tubulus menyebabkan retensi cairan, sehingga terjadi
uremia, hiperkalemia, edem, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis, peningkatan
blood urea nitrogen (BUN) sekitar 25-30mg/dl per-hari, dan kreatinin kira-kira
2,5mg/dl per-hari.

Tahap penyembuhan ditandai dengan peningkatan pengeluaran urin mencapai 3 liter per
hari. Gangguan keseimbangan elektrolit dapat terjadi pada tahap ini. Risiko terkena infeksi
besar sehingga 25% penderita meninggal pada tahap ini. Setelah penyembuhan, epitel tubulus
diganti dengan sel yang belum memiliki kemampuan selektif, sehingga urin mudah lewat tanpa
absorpsi yang mengakibatkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit tertentu.

B. Definisi
Kista adalah suatu kantung tertutup yang dilapisi oleh jaringan epitel dan berisi cairan atau
bahan setengah padat.Kista ginjal dapat disebabkan oleh anomaly congenital ataupun
kelainan yang didapat. Kista ginjal dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu :
1. Ginjal multikistik diplastik
2. Ginjal polikistik
3. Kista ginjal Soliter.

Diantara bentuk – bentuk kista ginjal ini, ginjal polikistik berkembang secara progresif
menuju kerusakn kedua buah ginjal.

Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang berarti rongga
tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau bahan semisolid, jadi
polikistik (polycystic) ginjal adalah banyaknya kistik (cytstic) pada ginjal .

Kista – kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi yang
lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan.
Ginjal dapat membesar (kadang – kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh kelompok
kista – kista yang menyerupai anggur. Kista – kista itu terisi oleh cairan jernih atau
hemorargik

Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang berarti rongga
tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau bahan semisolid, jadi
polikistik (polycystic) ginjal adalah banyaknya kistik (cytstic) pada ginjal.

Kista – kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi yang lambat
laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal
dapat membesar (kadang – kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh kelompok kista –
.
kista yang menyerupai anggur. Kista – kista itu terisi oleh cairan jernih atau hemorargik
Penyakit Ginjal Polikista adalah suatu penyakit keturunan diamana pada kedua ginjal
ditemukan banyak kista, ginjal menjadi lebih besar tetapi memiliki lebih sedikit jaringan ginjal
yang masih berfungsi.

C. Klasifikasi
Polikistik memiliki dua bentuk yaitu bentuk dewasa yang bersifat autosomal dominan dan
bentuk anak-anak yang bersifat autosomal resesif. Namun pada buku lain menyebutkan
polikistik ginjal dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyakit ginjal polikistik resesif autosomal
(Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD) dan bentuk penyakit ginjal polikistik dominan
autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD).

Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)

1. Anomali perkembangan yang jarang ini secara gentis berbeda dengan dengan penyakit
ginjal polikistik dewasa karena memiliki pewarisan yang resesif autosomal, terdapat
subkategori perinatal, neonatal, infantile dan juvenil.
2. Terdiri atas setidaknya dua bentuk, PKD1 dan PKD2, dengan PKD1 memiliki lokus gen
pada 16p dan PKD2 kemungkinan pada kromosom 2. PKD2 menghasilkan perjalanan
penyakit yang secara klinis lebih ringan, dengan ekspresi di kehidupan lebih lanjut.

Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD)

1. Merupakan penyakit multisistemik dan  progresif yang dikarakteristikkan dengan formasi


dan pembesaran kista renal di ginjal  dan organ lainnya (seperti : liver, pancreas, limfa)
2. Kelainan ini dapat didiagnosis melalui biopsi ginjal, yang sering menunjukkan
predominasi kista glomerulus yang disebut sebagai penyakit ginjal glomerulokistik, serta
dengan anamnesis keluarga.
3. Terdapat tiga bentuk Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal

- ADPKD – 1 merupakan 90 % kasus, dan gen yang bermutasi terlentak pada lengan
pendek kromosom 16.
- ADPKF – 2 terletak pada lengan pendek kromosom 4 dan perkembangannya menjadi
ESRD terjadi lebih lambat daripada ADPKD
- Bentuk ketiga ADPKD telah berhasil di identifikasi, namun gen yang bertanggung
jawab belum diketahui letaknya.
D. Etiologi
1. Kelainan genetik yang menyebabkan panyakit ini bisa bersifat dominan maupun resesif.
Artinya penderita bisa memiliki 1 gen dominan dari salah satu orangtuanya atau 2 gen
resesif dari kedua orangtuanya.
2. Penderita yang memiliki gen dominan biasanya baru menunjukkan gejala pada masa
dewasa; penderita yang memiliki gen resesif biasanya menunjukkan penyakit yang berat
pada masa kanak-kanak.
3. Etiologi berdasarkan klasifikasi
a) Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom
6p. Manifestasi serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi cepat meninggal
akibat gagal ginjal. Ginjal memperlihat banyak kista kecil dikorteks dan medulla
sehingga ginjal tampak seperti spons (6)
b) Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD)
Diperkirakan  karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus sehingga
terjadi pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista yang semakin besar
akan menekan parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara perlahan fungsi
ginjal akan menurun. Hipertensi dapat terjadi karena iskemia jaringan ginjal yang
menyebabkan peningkatan rennin angiotensin.

E. Phatofisiologi
Kedua ginjal membesar dan secara makroskopis menampakkan banyak sekali kista di
seluruh korteks dan medula. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan bahwa “kista-kista”
merupakan dilatasi duktus kolektivus. Interstitium dan sisa tubutus mungkin normal pada
saat lahir, tetapi perkembangan fibrosis inierstisial dan atrofi tubulus dapat mengakibatkan
gagal ginjal.
Sebagian besar penderita juga mempunyai kista di dalam hati. Pada kasus-kasus yang
berat, kista dalam hati dapat dihubungkan dengan sirosis, hipertensi porta, dan kematian
karena varises esofagus. Apabila keparahan manifestasi butt melebihi keparahan
manifestasi keterlibatan ginjal, gangguannya disebut fibrosis hati kongenital. Apakah
penyakit polikistik infantil dan fibrosis ban kongenital merupakan ujung spektrum dari
sebuah gangguan tunggal yang berlawanan atau gangguan autosom resesif tersendiri
dengan manifestasi yang serupa, masih harus tetap ditentukan.
F. Pathway
kelainan genetik,
kongenital

Terjadi infeksi dan iritasi

Terjadi pembesaran pada ginjal

Jaringan yang berfungsi pada


Perut membuncit ginjal menurun
Peningkatan jaringan parut

Terganggunya perkembangan paru Obstruksi saluran kemih

Re ekspansi paru menurun Yang bermuara di vesika urinaria

POLA NAPAS TIDAK


Peningkatan tekanan vesika
EFEKTIF
urinaria

Menyebabkan luka Peningkatan kontraksi


otot vesika urinaria
Terjadinya kematian sel
Klien tidak tau dengan Kesulitan berkemih
penyakitnya
Menimbulkan mediator kimia
Terjadi retensi urine
DEFISIT PENGETAHUAN
PG, bradikinin, histamin
MK: PERUBAHAN
Muncul renal pain ELIMINASI URI

NYERI AKUT
G. Manifestasi Klinik/ Tanda dan gejala
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik dominan autosomal
tidak menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat dimana ginjal telah cukup
membesar. Gejala yang ditimbulkan adalah :
1. Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang juga dirasakan
nyeri yang sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya iritasi di daerah peritoneal yang
diakibatkan oleh kista yang ruptur. Jika nyeri yang dirasakan terjadi secara konstan maka
itu adalah tanda dari perbesaran satu atau lebih kista.
2. Hematuri
Hematuria adalah gejala selanjtnya yang terjadi pada polikistik. Gross Hematuria terjadi
ketika kista yang rupture masuk kedalam pelvis ginjal. Hematuria mikroskopi lebih sering
terjadi dibanding gross hematuria dan merupakan peringatan terhadap kemungkinan
adanya masalah ginjal yang tidak terdapat tanda dan gejala.
3. Infeksi saluran kemih
4. Hipertensi
Hipertensi ditemukan dengan derajat yang berbeda pada 75% pasien. Hipertensi
merupakan penyulit karena efek buruknya terhadap ginjal yang sudah kritis.
5. Pembesaran ginjal
6. Pembesaran pada pasien ADPKD ginjal ini murapakan hasil dari penyebaran kista pada
ginjal yang akan disertai dengan penurunan fungsi ginjal, semakin cepat terjadinya
pembesaran ginjal makan semakin cepat terjadinya gagal ginjal.
7. Aneurisma pembulu darah otak
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) terdapat kista pada organ-
organ lain seperti : hati dan pangkreas.
Gejala lainnya :
1) Pada anak-anak, penyakit ginjal polikista menyebabkan ginjal menjadi sangat besar
dan perutnya membuncit.
2) Bayi baru lahir yang menderita penyakit berat bisa meninggal segera setelah
dilahirkan, karena gagal ginjal pada janin menyebabkan terganggunya perkembangan
paru-paru.
3) Gejalanya berupa nyeri punggung
4) darah dalam air kemih (hematuria)
5) infeksi dan nyeri kram hebat akibat batu ginjal (kolik renalis)
6) Pada penderita lain yang memiliki lebih sedikit jaringan ginjal yang berfungsi bisa
kelelahan, mual, berkurangnya pembentukan air kemih dan gejala lainnya akibat
gagal ginjal.

H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi, meskipun sangat jarang, atau kadang-
kadang terjadi perdarahan ke dalam kista. Hal ini akan dirasakan sebagai nyeri pada daerah
pinggang yang cukup berat. Apabila kista menekan atau menjepit ureter. dapat terjadi
hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi pyelonefritis akibat stasis urin

I. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga dan gejala-gejalanya.
Jika penyakit telah mencapai stadium lanjut dan ginjal sangat membesar, maka
diagnosisnya sudah pasti.
2. USG dan CT scan menunjukkan gambaran ginjal dan hati yang sudah dimakan ngengat
akbiat kista.
3. Pemeriksaan Urin
a) Proteinuria
b) Hematuria
c) Leukosituria
d) Kadang Bakteriuria
e) Pemeriksaan Darah
4. Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan:
a) Uremia
b) Anemia karena hematuria kronik.
c) Ultrasonografi ginjal

Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan noninvasive yang memiliki


tujuan untuk mengetahui ukuran dari ginjal dan kista. Selain itu juga dapat terlihat
gambaran dari cairan yang terdapat dalam cavitas karena pantulan yang ditimbulkan
oleh cairan yang mengisi kista akan memberi tampilan berupa struktur yang padat.
Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan screening terhadap
keturuan dan anggota keluarga yang lebih mudah untuk memastikan apakah ada atau
tidaknya kista ginjal yang gejalanya tidak terlihat (asymptomatic).
5. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat mengidentifikasi kistik
ginjal yang memiliki ukuran diameter 3 mm seperti pada lampiran 3.3. MRI dilakukan
untuk melakukan screening pada pasien polikistik ginjal autosomal dominan (ADPKD)
yang anggota keluarganya memiliki riwayat aneurisma atau stroke.
6. Computed tomography (CT)
Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontras.
7. Biopsi
Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika diagnosis tidak dapat
ditegagkan dengan pencitraan yang telah dilakukan.

J. Penatalaksanaan
Karena kista soliter sangat jarang memberikan gangguan pada ginjal, penetalaksanaan
kasus ini ialah konservatif, dengan evaluasi rutin menggunakan USG.Apabila kista
sedemikian besar, sehingga menimbulkan rasa nyeri atau muncul obstruksi, dapat
dilakukan tindakan bedah . Sementara ada kepustakaan yang menyatakan bahwa
meskipun kista ginjal asimptomatik, apabila ditemukan kista ginjal yang besar merupakan
indikasi operasi, karena beberapa kista yang demikian cenderung mengandung
keganasan. 
Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah (6,8) :
1. Aspirasi percutan
2. Bedah terbuka
a) Eksisi
b) Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim
c) Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista
d) Heminefrektomi
3. Laparoskopik
Pada tindakan aspirasi percutan harus diingat bahwa kista merupakan suatu kantung
tertutup dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-betul steril, dan perlu
pemberian antibiotik profilaksis. Karena apabila ada kuman yang masuk dapat
menimbulkan abses. Seringkali kista muncul lagi setelah dilakukan aspirasi, meskipun
ukurannya tidak sebesar awalnya. Pemberian injeksi sclerosing agent, dapat menekan
kemungkinan kambuhnya kista. Tetapi preparat ini sering menimbulkan inflamasi, dan
sering pasien mengeluh nyeri setelah pemberian injeksi. Yang perlu diperhatikan adalah
apabila terjadi komplikasi. Jika terjadi infeksi kista, perlu dilakuka drainase cairan kista
dan pemberian antibiotik. Pada komplikasi hidronefrosis akibat obstruksi oleh kista, dapat
dilakukan eksisi kista untuk membebaskan obstruksi. 
Pemberian antibiotik pada pyelonefritis akibat stasis urin karena obstruksi oleh kista akan
lebih efektif apabila dilakukan pengangkan kista, yang akan memperbaiki drainase urin.
Perawatan pascaoperasi harus baik. Drainase harus lancar. Setelah reseksi kista yang
cukup besar, cairan drainase sering banyak sekali, hingga beberapa ratus mililiter per
hari. Hal ini dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sebaiknya draininase
dipertahankan sampai sekitar 1 minggu pascaoperasi .

K. Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat.
Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan
aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit.
2. Sirkulasi
Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif,
hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah kotor.
3. Integritas Ego
Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada
harapan.
Tanda: Menolak, perhatian menyempit.
4. Eliminas
Gejala: Diare/konstipasi.
Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada konstipasi/adanya
peristaltik.
5. Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual dan muntah.
Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk,
membran mukosa pucat.
6. Hygiene
Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium.
Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium.
8. Keamanan
Tanda : penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis
Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38C-40C
9. Interaksi Sosial
Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi yang di
alami.
10. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit kista ginjal.

Pengkajian khusus :

1. Riwayat atau adanya faktor resiko


a. Perubahan metabolik atau diet
b. Imobilitas lama
c. Masukan cairan tak adekuat
d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya
e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu
2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral
menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu
lewat.
b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare
c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh dan bau
menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan
haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran
perkemihan dan hematuri bila terdapat kerusakan jaringan ginjal
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan
hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal).
pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam
urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat),
Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5
– 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi
sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular
Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran
pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki
0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang uriter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal
atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu
atau efek ebstruksi.
g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d peningkatan tekanan pada saluran vesika urinaria.
2. Inefektif pola nafas b.d penurunan reekspansi paru.
3. Perubahan eliminasi urin b.d kesulitan berkemih dan penurunan kontraksi otot saluran
kemih.
4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit.

M. Intervensi

N Tujuan / Rencana Tindakan Rasional


o Kriteria Hasil
Dx
1 Setelah 1.Minta px untuk 1.Untuk menilai skala nyeri px.
dilakukan menilai nyeri pada
tindakan skala 0-10. 2.Untuk mengetahui lokasi,
keperawatan 2.Lakukan pengkajian karakteristik, durasi frekuensi,
selama ± 24jam nyeri yang kualitas, keparahan nyeri.
rasa nyeri px komprehensif meliputi 3.Mengetahui ungkapan nonverbal
menurun atau lokasi, karakteristik, px.
berkurang durasi frekuensi, 4.Agar px tidak terfokus pada nyeri
dengan kriteria kualitas, yang dirasakan.
hasil: intensitas/keparahan
a.      nyeri. 5.Untuk pemberian analgetik yang
Perasaa sesuai.
n 3.Observasi isyarat
senang ketidaknyamanan
secara nonverbal.
fisik dan 4.Ajarkan penggunaan
psikologi teknik
s. nonfarmakologis
b.     (distraksi, relaksasi).
Ekspresi 5.Kolaboratif dalam
wajah pemberian analgetik.
menunju
kkan
kenyama
nan.
2 Setelah 1.Pantauadanyapucat 1.Untuk mengetahui adanya
dilakukan dan sianosis. gangguan difusi.
tindakan selama 2.Menilai dan mengetahui RR.
± 24jam 2.Pantaukecepatan,
diharapkan: irama, kedalaman dan 3.Mengetahui adanya penggunaan
a.       usaharespirasi. otot bantu dalam pernafasan.
menunju 4.Mengetahui adanya bunyi
kan pola 3.Observasi dan abnormal atau tambahan dalam
nafas dokumentasiekspansi paru.
efektif. dada bilateral pada 5.Untuk mengalihkan perhatian dan
b.      pxdenganventilator. merelaksasikan bernafas.
Kedalam 4.Auskultasibunyi nafas,
aninspira perhatikanadanyakea 6.Untuk meberikan obat bronkodilator
si dan bnormalan. yang sesuai dengan indikasi.
kemuda
hanbern 5.Informasikankepadap
afas. x dan
c.       Tidak keluargatentangteknik
ada relaksasiuntukmening
penggun katkanpolapernafasan
aan otot .
bantu. 6.Kolaborasi dalam
pemberian obat
bronkodilator sesuai
dengan progam.
3 Setelah 1.Mempertahankan pola 1.Agar pola eliminasi urin yang
dilakukan eliminasi urin yang otimum.
tindakan otimum. 2.Untuk mengetahui dan menilai
keperawatan 2.Pantau perkembangan.
selama ± 2x24 eliminasi,frekuensi,
jam diharapkan konsistensi,volume 3.Untuk mengetahui pemeriksaan
masalah dapat dan warna dengan dengan tepat.
teratasi dengan tepat. 4.Agar eliminasi dapat lancar dan
kriteria standar: 3.Dapatkan spesimen teratur.
1. Menunjukan urin pancar tengah 5.Untuk menyeimbangkan kebutuhan
kontinesia urin. dengan tepat. cairan dan elimanasi.
4.Intruksikan pada px
untuk berespon
segera terhadap keb
eliminasi.
5.Ajarkan px untuk
minum 200ml cairan
pada saat makan.
4 Setelah 1.Kaji status mental dan 1.Untuk mengetahui tingkat dari
dilakukan tingkat ansietasnya. anxietas px
tindakan 2.Berikan penjelasan 2.Agar mengetahui tentang penyakit
keperawatan tentang penyakitnya yang dialami.
selama ± 2x24 dan sebelum
jam diharapkan tindakan prosedur. 3.Agar px dapat mengungkapkan
masalah dapat 3.Beri kesempatan perasaan.
teratasi dengan untuk 4.Agar px mendapat dukungan dari
kriteria standar: mengungkapkan pihak keluarga.
1. Px perasaan.
mengungkapka 4.Libatkan
n sudah keluarga/pasien
mengetahui dalam perawatan
tentang penyakit dan beri dukungan
yang sedang serta petunjuk
dialami. sumber penyokong.
DAFTAR PUSTAKA

Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit Kedokteran,
EGC, Jakarta, 1997
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK pajajaran,
1996
M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume
2, Jakarta, EGC, 2002
Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya, 200
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC. 2000

Anda mungkin juga menyukai