LNH
LNH
Disusun oleh :
Bima Satria Aji
30101507407
Pembimbing:
dr. Dian Indah S, Sp. THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019
1
REFLEKSI KASUS
2
BAB I
PENDAHULUAN
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan
jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin. Pada protokol ini hanya
akan dibatasi pada limfoma non -Hodgkin.
Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan primer
kelenjar getah bening dan jaringan limfoid ekstra nodal, yang dapat berasal dari limfosit
B, limfosit T, dan sel NK. Saat ini terdapat 36 entitas penyakit yangdikategorikan sebagai
LNH dalam klasifikasi WHO.
LNH merupakan keadaan klinis yang kompleks dan bervariasi dalam hal
patobiologi maupun perjalanan penyakit. Insidennya berkisar 63.190 kasus pada tahun
2007 di AS dan merupakan penyebab kematian utama pada kanker pada pria usia 20-39
tahun . Di Indonesia, LNH bersama - sama dengan limfoma Hodgkin dan leukemia
menduduki urutan peringkat keganasan ke - 6.
Mengingat luasnya cakupan ilmu terkait dengan limfoma maligna non-hodgkin,
besarnya dampak kesehatan yang diakibatkan terutama bagi kelompok penduduk dewasa
usia produktif namun disertai keterbatasan data yang ada, maka perlu dipelajari lebih jauh
tentang limfoma maligna non-hodgkin. Tujuan laporan kasus ini dibuat adalah untuk
menguraikan tentang limfoma non-hodgkin.
1.2 Tujuan
3
1.3 Manfaat
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1)
pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi,
5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior).
Dorsum nasi Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari: 1) tulang hidung (os nasal), 2)
prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal ; sedangkan kerangka tulang
rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior
yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.(2)
5
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari nares anterior di
sebelah anterior hingga koana di posterior yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka suprema (rudimenter), konka
superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung
dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus
media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.(2)
1. Septum Nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid dan vomer, bagian anterior oleh kartilago
septum (kuadrilateral), premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan
inferior oleh os vomer, krista maksila, krista palatine serta krista sfenoid.(2)
6
2. Kavum Nasi
Dasar hidung
Dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os palatum.
Atap hidung
Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os
maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung
dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius
yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian
teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.
Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os
lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os
etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina
pterigoideus medial.
Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka; celah antara konka
inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior; celah antara konka media
dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus
superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas.
Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari masa lateralis os
etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada
maksila bagian superior dan palatum.
3. Meatus superior
7
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara
septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid
posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang
besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid
terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.(2)
4. Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas
dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal
dan bagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya
menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang
dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit
yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus
semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang
berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada
penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium
sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di
infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian
anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya
sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di
depan infundibulum.(2)
5. Meatus Inferior
8
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara
duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas
posterior nostril.(2)
6. Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum.(2)
KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase
dari sinus-sinus maksilaris, etmoidalis anterior, dan frontalis. Jika terjadi obstruksi pada
celah sempit ini maka akan terJdi perubahan patologis yg signifikan pada sinus terkait
9
Vaskularisasi Rongga Hidung
Pada bagian posterior, terdapat pleksus woodruff yang dibentuk oleh anastomosis dari a.
sfenopalatina, a.nasalis posterior dan a. faringeal ascendens
10
Persarafan Rongga Hidung
Rongga hidung bagian depan dan atas mendapat persarafan sensoris dari nervus
nasalis anterior cabang dari nervus ethmoidalis anterior. Rongga hidung bagian lainnya
mendapat persarafan sensoris dari nervus maxilla. Persarafan parasimpatis rongga hidung
berasal dari nervus nasalis posterior inferior & superior cabang dari ganglion sphenopalatina.
Persarafan simpatis berasal dari ganglion cervical superior. Efek persarafan parasimpatis
pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan vasodilatasi. Dalam rongga hidung, terdapat serabut
saraf pembau yang dilengkapi sel-sel pembau. Setiap sel pembau memiliki rambut-rambut
halus (silia olfaktoria) di ujungnya dan selaput lendir meliputinya untuk melembabkan rongga
hidung.(3)
11
SINUS PARANASAL
Secara embriologi sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dimulai
usia 3-4 bulan usia fetus kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Muara sinus ke
rongga hidung.
1. Sinus Maksila
Sinus yan paling besar dan sudah ada sejak lahir berukuran 6-8 cm. Muara ostiumnya di
hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Dinding inferiornya adalah prosessus
alveolaris dan palatum, dari segi klinik berdekatan dengan akar gigi m1 m2 dan kadang
c1 dan m3 bahkan akar dari gigi menonjol ke arah ruangan sinus sehingga mudah
terinfeksi akibat gigi geligi. Ostium sinus maksilaris lebih tinggi dari dasar sinus
sehingga drainase total diperankan oleh gerakan silia dan harus melalui infundibulum
apabila terdapat radang mukosa hidung akan menghalangi drainasenya.
12
2. Sinus Frontalis
Sinus frontalis mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia 8 tahun dan
mencapai ukuran maksimal usia 20 tahun. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang
relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dapat menjalar ke bagian
ini. Drainase melalui resessus frontal melalui infundibulum etmoid.
3. Sinus etmoidalis
Sinus etmoid merupakan sinus yang terpenting karena merupakan fokus infeksi pada
sinus-sinus lainnya. Anatomis etmoid berbentuk berongga rongga seperti sarang tawon.
Sel sel etmoid anterior lebih kecil ukurannya daripada etmoid posterior. Sel yang terbesar
di etmoid anterior disebut bula etmoid. Terdapat penyempitan pada daerah etmoid
anterior yang disebut infundibulum etmoid tempat bermuaranya tiga sinus yaitu sinus
etmoid anterior, sinus maksila dan sinus frontal. Atap sinus etmoid adakah fovea
etmoidalis berbatasan dengan lamina cribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina
papiresea yang sangat tipis berbatasan dengan rongga orbita.
4. Sinus sfenoid
Terletak didalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid jarang
mengalami peradangan kecuali pada kasus pan sinusitis. Muaranya di meatus nasi
superior bersama sinus etmoid posterior.
Secara histologi mukosa hidung dibagi menjadi mukosa pernapasan dan mukosa
olfaktori. Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel kolumner pseudokompleks bersilia dan ber sel goblet.
Mukosa respiratorik terletak pada konka superior atau sepertiga superior septum dan
permukaannya dilapisi oleh epitel kolumner pseudokompleks tidak bersilia. Normalnya
mukosa respiratorik berwarna merah muda karena dilapisi oleh palut lendir pada
permukaannya. Pada mukosa hidung terdapat pembuluh darah yang susunannya khas dan
menyerupai kavernosa yang bersifat erektil sehingga dapat dipengaruhi oleh sistem otonom.
13
Fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah: 1) sebagai jalan nafas; 2) pengatur kondisi
udara (air conditioning); 3) sebagai proteksi; 4) indra penghidu; 5) resonansi suara; 6) proses
bicara; 7) refleks nasal.(4)
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini
berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan
kemudian ekspirasi mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. (4)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara
yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : (4)
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,
sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh : (4)
4. Indra penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius
pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau
dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas
dengan kuat. (4)
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung
akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.(4).
6. Proses bicara
7. Refleks nasal
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal
terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya
15
menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus
zygomatikus os maksilla. Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala
yang berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus
alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial
dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified
columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga
hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.(2)
16
Sistem limfatik adalah sistem saluran limfe yang meliputi seluruh tubuh yang dapat
mengalirkan isinya ke jaringan dan kembali sebagai transudat ke sirkulasi darah. Sistem limfatik
terdiri dari pembuluh limfe, organ dan jaringan limfoid.8
Nodus dan nodulus limfoid adalah massa dari jaringan limfatik; mempunyai ukuran dan
lokasi bervariasi. Nodus biasanya lebih besar, panjangnya nodus berkisar 10 - 20 mm dan
mempunyai kapsul; sedangkan nodulus panjangnya antara sepersekian milimeter sampai
beberapa milimeter dan tidak mempunyai kapsul.
Organ limfoid berupa kumpulan nodulus kecil yang mengandung banyak limfosit
merupakan tempat awal terjadinya respon imun spesifik terhadap antigen protein yang dibawa
melalui sistem limfatik.8
Organ limfoid terdiri atas:
1. Organ limfoid primer
Organ limfoid primer atau sentral yaitu kelenjar timus dan bursa fabricius atau
sejenisnya seperti sumsum tulang, diperlukan untuk pematangan diferensiasi dan
proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen.
2. Organ limfoid sekunder
Organ limfoid sekunder utama adalah sistem imun kulit ( Skin Associated
Lymphoid Tissue/SALT), Mucosal Associated Lymphoid Tissue / MALT), Gut
Associated Lymphoid Tissue/ GALT), kelenjar limfe dan lien. Organ limfoid
sekunder mempunyai fungsi untuk menangkap dan mengumpulkan antigen yang
17
efektif, proliferasi dan diferensiasi limfosit yang disensitisasi oleh antigen spesifik
dan merupakan tempat utama produksi antibodi.8
Jaringan limfoid mukosa yang terorganisasi terdiri atas plak Peyer ( Peyer’s patch) di
usus kecil, tonsil faring dan folikel limfoid yang terisolasi.
LIMFOMA NON-HODGKINS
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan
jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua
18
kelompok besar, yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin. Pada protokol ini hanya
akan dibatasi pada limfoma non -Hodgkin.7
Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan primer
kelenjar getah bening dan jaringan limfoid ekstra nodal, yang dapat berasal dari limfosit
B, limfosit T, dan sel NK. Saat ini terdapat 36 entitas penyakit yangdikategorikan sebagai
LNH dalam klasifikasi WHO.7
Etiologi :
Etiologi pasti terjadinya keganasan LNH pada manusia masih belum jelas. Penelitian
selama ini banyak dilakukan terhadap hewan menunjukkan keterlibatan virus yang dikenal
sebagai virus onkogenik. Faktor lain yang diduga berperan pada terjadinya limfoma antara lain:
mutasi, faktor lingkungan dan imunodefisiensi.8
Manifestasi Klinis :
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non - spesifik,
diantaranya7:
Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
Demam 38 derajat C >1 minggu tanpa sebab yang jelas
Keringat malam banyak
Cepat lelah
Penurunan nafsu makan
Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau
pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat
pembesaran kelenjar getah bening mediastinum maupun splenomegali.
Pemeriksaan fisik:
Pembesaran KGB
Kelainan/pembesaran organ (hati/limpa)
Performance status: ECOG atau WHO/Karnofsky
19
Pemeriksaan penunjang:
A. Biopsi eksisional atau core biopsy
1. Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling representa tif, superfisial, dan
perifer. Jika terdapat kelenjarsuperfisial/perifer yang paling representatif, maka tidak
perlu biopsi intraabdominal atau intratorakal. Kelenjar
getah bening yang disarankan adalah dari leher dan supraclavicular, pilihan kedua adalah
aksila dan pilihan terakhir adalah inguinal.Spesimen kelenjar diperiksa7:
a. Rutin
Histopatologi: sesuai klasifikasi WHO terbaru
b. Khusus
Immunohistokimia
Molekuler (hibridisasi insitu) EBV
2. Diagnosis awal harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup hanya
dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit dibiopsi, maka kombinasi core
biopsy FNAB bersama - sama dengan teknik lain (IHK, Flowcytometri `dan lain - lain)
mungkin dapat mencukupi untuk diagnosis7.
B. Laboratorium
1. Rutin
Hematologi:
Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht,
leukosit,trombosit, LED, hitung jenis
Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah
Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik:
SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH,
protein total, albumin - globulin
Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
Gula darah sewaktu
Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg)
Khusus:
20
Gamma GT
Serum Protein Elektroforesis (SPE)
Imunoelektroforesa (IEP)
Tes Coomb
B2 mikroglobulin
KLASIFIKASI STADIUM
Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi
jangkitan harus didata dengan cermat baik jumlah dan ukurannya serta digambar secara
skematis.Hal ini penting dalam menilai hasil pengobatan.Disepakati menggunakan sistem
staging menurut Ann –Arborr7.
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 70 th
21
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
No. CM : 000715853
Ruang : Cempaka
2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada pasien, pada tanggal 30 November 2019 pukul 22.40 WIB di
IGD RSUD R.A. Kartini Jepara.
a. Keluhan utama
Muntah darah
22
Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
23
Status gizi : Normal
Nadi : 90 x/menit
Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,6 0C
TB : 165 cm
Bb : 77 kg
Pemeriksaan Telinga
Bagian Auricula Dexter Sinister
Auricula Bentuk normal Bentuk normal
Nyeri tragus (-) Nyeri tragus (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Pre auricular Bengkak (-) Bengkak (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Fistula (-) Fistula (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Retro auricular Bengkak (-) Bengkak (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
24
Fistula (-) Fistula (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Mastoid Bengkak (-) Bengkak (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Fistula (-) Fistula (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
CAE Serumen (-) Serumen (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Membran Intak Intak
timpani Putih mengkilat Putih mengkilat
Refleks cahaya (+) Refleks cahaya (+)
Retraksi (-) Retraksi (-)
Bulging (-) Bulging (-)
Pemeriksaan Hidung
Bagian Hidung Luar
Dextra Sinistra
Deformitas - -
Kelainan Kongenital - -
Trauma - -
Tanda Peradangan - -
Massa - -
Rhinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal Normal
cavum nasi Blood Clothing -
Sekret - -
Mukosa Hiperemis Tidak bisa dinilai
Benda asing - -
Perdarahan + (Blood clothing) -
Palatal phenomen - -
Konka nasi media Tidak bisa dinilai Sulit dinilai
Konka nasi inferior. Tidak bisa dinilai Normal
Septum Tidak bisa dinilai Normal
25
Transluminasi Tidak dilakukan
Massa Tidak bisa dinilai -
LOKASI DEKSTRA/SINISTRA
Sinus Frontalis Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Tenggorokan
Mukosa buccal dan Mukosa mulut basah berwarna merah muda, tidak ada massa,
ginggiva stomatitis(-), ulkus (-), gingiva bengkak (-)
Ukuran T1 T1
Detritus - -
Peri Tonsil - -
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Klink Haematologi
Nilai Normal
Pemeriksaan Hasil Satuan
Kesan Lab :
X foto SPN
Kesan : Tampak Kesuraman pada sinus maksilaris dextra, adanya destruksi tidak
dapat di interpretasi.
RESUME
Pemeriksaan Subjektif
RPS
28
RPD : Pleuro Pnemonia Dextra
Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Sinus : terdapat nyeri tekan dan ketuk pada sinus maxilaris dextra
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: Darah rutin
Biopsi PA
Durante op : polip ++ pada sinus maxilarris dextra dan cairan pada sinus maxillaris
DIAGNOSIS BANDING
Tumor nasofaring
DIAGNOSIS
Limfoma Maligna Non-Hodgkins Nasal Dextra
PENATALAKSANAAN
1) Non medikamentosa
Bed rest
29
3) Post Operatif ( 1 hari pasca operasi) :
Rencana aff tampon CWL hari Rabu, 4 Desember 2019 di poli THT
Rencana aff tampon hidung hari Jumat, 6 Desember 2019 di poli THT
Infus Rl 20 tpm
30
Inj. Futrolite 1 flash/ 24 jam iv drip
Diet lunak 3x
PROGNOSIS
Ad vitam: dubia ad malam
FOLLOW UP
Tanggal Keadaan Klinis Progam / Terapi
2/12/2019 S: Hidung nyeri kanan Infus Rl 20 tpm
O: perdarahan (+), massa nasal (+) Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr
kanan Inj. Kalnex 3 x 500 mg
A : tumor nasal dextra Inj Dexamethason 3 x 3 amp
P: Rencana Extirpasi Tumor Nasal Inj. Vit K 1 x 1 amp
Selasa 3/12/2019 jam 08.00 WIB
31
Tunggu hasil foto SPN, Puasa 6 jam
preop
3/12/2019 S: Pasien mengeluh nyeri hidung post Pasang tampon hidung 1x24
operasi jam
O: KU lemah, awasi TTV
Inf. RL 20 tpm
A: Nyeri post op extirpasi tumor
P: Monitor KU, TTV tanda Inj. Futrolite 1 flash/24 jam
perdarahan, terpasang tampon
Inj. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam iv
1x24jam, aff tampon CWL Rabu
pagi. Inj. Kalnex 500mg/12 jam iv
BAB IV
PEMBAHASAN
33
Keluhan utama : Muntah darah Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri
RPS
di leher, ketiak atau pangkal paha (terutama bila
Mimisan sejak tadi sore sehingga berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat
muntah darah pembesaran kelenjar getah bening mediastinum maupun
splenomegali.
Hidung tersumbat sudah sejak 3
bulan yang lalu
pemeriksaan fisik:
Nyeri pada tulang wajah khususnya Pembesaran KGB
pipi kanan Kelainan/pembesaran organ (hati/limpa)
Pemeriksaan Objektif
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut kurang sesuai dengan Limfoma
Non Hodgkins pada pasien ini didiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang yang sudah sesuai dengan teori yang ada
BAB V
KESIMPULAN
Limfoma non hodgkin adalah kanker yang berawal dari sistim limfatik, tumbuh akibat
perubahan sel limfosit yang sebelumnya normal menjadi ganas dan menyebar ke berbagai organ
tubuh termasuk kepala dan leher.
Pada limfoma non - Hodgkin tubuh membentuk limfosit yang abnormal yang akan terus
membelah dan bertambah banyak dengan tidak terkontrol. Limfosit yang bertambah banyak ini
akan memenuhi kelenjar getah bening dan menyebabkan pembesaran.
Tumor bersifat heterogen dengan lokasi bervariasi, dapat dijumpai diluar nodulus
sepanjang aliran limfatik yang dikenal dengan limfoma non hodgkin ekstranodal. Pada daerah
kepala dan leher, limfoma non hodgkin ekstranodal ditemukan di berbagai tempat, antara lain:
cincin waldeyer, sinus paranasalis, cavum nasi, laring, rongga mulut, kelenjar ludah, tiroid dan
orbita.Tonsil merupakan tempat tersering.
Mekanisme terjadinya belum diketahui dengan pasti. Faktor - faktor yang diduga
berperan pada terjadinya limfoma non hodgkin antara lain: virus onkogen yang menyebabkan
mutasi melalui translokasi kromosom, faktor lingkungan (karsinogen, kemoterapi, radiasi), dan
imunodefisiensi.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
7. Komite Penanggulangan Kanker Nasional, Panduan Penatalaksanaan Limfoma Non-
Hodgkins. Jakarta, 2016.
8. Surarso, Bhakti. Patogenesis Limfoma Non Hodgkin Ekstra Nodal Kepala dan Leher,
Surabaya, 2009.
37