Anda di halaman 1dari 22

Referat

Subarachnoid Hemorrhage

Oleh:
Reynold Andika Yohanata, S.Ked
1830912310084

Pembimbing:
dr. Muhammad Welly Dafif, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Januari, 2020

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHUAN........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke Iskemik
1. Definisi Stroke Iskemik .................................................. 3
2. Patogenesis Stroke Iskemik ............................................ 3
3. Trombogenesis pada Stroke Iskemik ............................... 5
4. Tatalaksana pada Stroke Iskemik .................................... 6
B. Alteplase
1. Definisi Alteplase .......................................................... 6
2. Mekanisme Kerja Alteplase ............................................ 6
C. Peran Alteplase pada Tatalaksana Stroke Iskemik
1. Indikasi Penggunaan Alteplase pada Stroke Iskemik ........ 8
2. Kontraindikasi Penggunaan Alteplase pada Stroke
Iskemik.......................................................................... 8
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Pasien yang Akan Diberikan
Alteplase ....................................................................... 11
4. Dosis dan Cara Penggunaan Alteplase pada Stroke
Iskemik ......................................................................... 12
5. Rekomendasi Pemberian Alteplase pada Kasus Stroke
Iskemik Menurut American Heart Association (AHA)….. 13
6. Efektivitas Penggunaan Alteplase pada Stroke Iskemik .... 15
BAB III PENUTUP 16
DAFTARoPUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan suatu penyakit non traumatik akibat gangguan pada

vaskularisasi sistem saraf pusat dan secara khas menyebabkan kerusakan yang

permanen pada sel saraf, baik akibat adanya infark serebri, intra serebral

hemoragik, atau subaraknoid hemoragik.(1)Secara global, pada tahun 2013

terdapat 6,5 juta jiwa yang meninggal akibat stroke. Hal tersebut menempatkan

stroke menjadi penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung iskemik.(2)

Tingginya angka kematian akibat stroke tersebut terutama diakibatkan oleh tidak

tepatnya ataupun kecepatan dalam penanganan stroke.

Penatalaksanaan stroke sangat bergantung pada jenis stroke yang dialami

oleh pasien. Secara umum, stroke diklasifikasikan menjadi dua, yakni stroke

hemoragik (15% total kasus stroke) dan stroke iskemik (85% total kasus

stroke).(3) Salah satu tatalaksana stroke iskemik akut yang diakui oleh US Food

and Drug Administration adalah pemberian recombinant tissue plasminogen

activator (rt-PA) alteplase yang saat ini merupakan merupakan satu-satunya obat

yang diindikasikan untuk stroke iskemik akut dan merupakan obat lini pertama

yang direkomendasikan oleh asosiasi stroke di seluruh dunia.(4)

Akan tetapi, meskipun alteplase merupakan obat yang direkomendasikan

oleh berbagai asosisasi stroke dunia dan merupakan lini pertama dalam

penatalaksanaan stroke iskemik akut, pada prakteknya alteplase tidak rutin

diberikan karena berbagai alasan. Hal tersebut terkait dengan kurangnya

1
pengetahuan tenaga medis tentang peran alteplase dalam penatalaksanaan stroke

iskemik akut, terutama terkait indikasi, kontraindikasi, kriteria inklusi dan

ekslusi, cara penggunaan alteplase, dan efek samping penggunaan alteplase yang

harus dipertimbangkan secara tepat sebelum alteplase diberikan untuk tatalaksana

stroke iskemik akut. Oleh karena itu, sangat penting bagi tenanga medis untuk

mengetahui tentang peran alteplase dalam penanganan stroke iskemik akut agar

alteplase dapat menjadi tatalaksana yang efektif pada kasus stroke iskemik akut,

sehingga angka mortalitas dan morbiditas akibat stroke iskemik akut dapat

diturunkan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Subarachnoid Hemorrhage

1. Definisi

Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subaraknoid (PSA)

merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan yang ditandai oleh nyeri kepala yang

sangat hebat, “worst headache ever” (VAS 9-10) yang muncul akut/tiba-tiba

akibat perdarahan di ruang subarahnoid.(PERDOSSI, 2016).1 Ruang subaraknoid

merupakan rongga yang memisahkan lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah

(arachnoidaeamater) selaput otak (meninges).2

Gambar 2.1 Penampang koronal bagian atas kepala1

3
2. Etiologi

Etiologi yang paling sering menyebabkan SAH adalah ruptur aneurisma

salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV).

2.1. Ruptur aneurisma

Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak

seperti :

a. Aneurisma sakuler (berry)

Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi

tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio

arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna

(pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%),

dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan

menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum ruptur. Misalnya, aneurisma pada

arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan

paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami diplopia)3.

b. Aneurisma fusiformis

Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut

aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen

intrakranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri

basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau

hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan

batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat

mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurismal terutama pada sisi-sisinya.

4
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena

merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan

struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi

pada suplai darah serebral.3

c. Aneurisma mikotik

Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya

terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan

oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan;

struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.3

2.2. Malformasi arterivenosa

Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari

jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau

lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui

kapiler yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat

menampung tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan

merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan yang

berasal dari arteri. Pembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur

dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi pada aneurisma.9 MAV

dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat

terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.1

2.3. Penyebab lain

Penyebab lain dari SAH yaitu trauma (fraktur pada basis cranii yang

berujung pada aneurisma arteri karotis interna), cedera iatrogenik selama

5
pembedahan, penyebab hematologik (DIC/ disseminated intravascular

coagulation, hemofilia, purpura trombotik trombositopenik) infeksi, tumor

susunan saraf pusat, angiopati amiloid, dan vaskulitis.medscape

3. Epidemiologi

Perdarahan subaraknoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO

(Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul

pertama kali pada usia 40-60 tahun. SAH lebih sering dijumpai pada perempuan

dengan rasio 3:2.kalbemed Dan jika penyebabnya adalah MAV (malformasi

arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering pada laki-laki daripada wanita.

4. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya SAH dapat dibagi menjadi yang dapat

dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.

Tabel 2.1 Faktor Risiko SAH

Yang dapat dimodifikasi Yang tidak dapat dimodifikasi


Hipertensi
Riwayat SAH
Merokok (masih atau riwayat)
Konsumsi alkohol
Riwayat keluarga SAH atau aneurisma
Tingkat pendidikan rendah
Indeks Massa Tubuh rendah Penderita atau riwayat keluarga menderita
Konsumsi narkoba polikistik renal atau penyakit jaringan ikat
Bekerja keras terlalu ekstrim pada 2 jam (sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan
sebelum onset dan pseudoxanthoma elasticum)

5. Patogenesis

Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral

utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15%

dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah

arteri komunikans anterior diikuti oleh arteri komunikans posterior dan arteri

6
bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah

di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arteri cerebri posterior.4

Gambar 2.2 Sirkulus Willisi

Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang

dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan

7
ruptur tidak dipahami, namun diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial

terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami

perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari

aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk

vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen

berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan

kolagen dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma

bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk risiko ruptur

menjadi rendah.4

Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan

kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur.

Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada

aneurisma yang tidak ruptur.4

Puncak kejadian aneurisma pada SAH terjadi pada dekade keenam

kehidupan. Hanya 20% dari aneurisma yang ruptur terjadi pada pasien berusia

antara 15 dan 45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat dikaitaan dengan

kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari, dan aktivitas berat.4

Hampir 50% dari pasien yang memiliki SAH, ketika dianamnesis pasti

memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum

perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba

di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam

pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan.

Sekitar 20-25% kembali ruptur dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu

8
pertama setelah kejadian pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua

hampir 70%.4

6. Manifestasi Klinis

Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar,

meliputi :

1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,

2. Hilangnya kesadaran,

3. Fotofobia

4. Gejala neurologis fokal maupun global (meningismus, timbulnya

bangkitan, perubahan memori atau kemampuan konsentrasi)

5. Mual dan muntah.

Tanda-tanda klasik atau tanda peringatan ini dapat muncul beberapa jam,

hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.5

Tanda-tanda peringatan bisa hanya berupa nyeri kepala yang mendadak dan

kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri

tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan

seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum

pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut: defek medan

penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang

terlokalisasi.5

Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan

defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal.

Aneurisma pada arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius,

9
defek medan penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah di suatu tempat.

Aneurisma pada arteri karotis internus di dalam sinus kavernosus, bila tidak

menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat menimbulkan sindrom sinus

kavernosus. 5

Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,

kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat

menimbulkan paresis okulomotorius. 5

Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan SAH saja atau kombinasi dengan

hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian tanda

klinis dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defisit

neurologis berat dan koma. 5

Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa

terjadi pada SAH. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari

kemudian. Disfasia tidak muncul pada SAH tanpa komplikasi, bila ada disfasia

maka perlu dicurigai adanya hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah

munculnya demensia dan labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis

bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans

anterior. 5

Disfungsi nervi kranialis dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi

langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari

pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK/ tekanan intrakranial. Nervus optikus

seringkali terkena akibat SAH. Pada penderita dengan nyeri kepala mendadak dan

terlihat adanya SAH maka hal itu bersifat patognomik untuk SAH. 5 Gangguan

10
fungsi motorik dapat berkaitan dengan SAH yang cukup luas atau besar, atau

berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya vasospasme.

Perdarahan dapat meluas ke arah parenkim otak. Sementara itu, hematom dapat

menekan secara ekstra-aksial. 5

Iskemik otak yang terjadi kemudian merupakan ancaman pada penderita

SAH. Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-cabang besar

sirkulus Willisi yang terpapar darah akan mengalami vasospasme yang

berlangsung antara 1-2 minggu tau lebih lama lagi. 5

7. Diagnosis

Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara 23%

hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi

lebih cermat. Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA.

Maka dari itu faktor risiko terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada tabel

2.1.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai semua gejala dan tanda seperti yang

dijelaskan sebelumnya. Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan pemeriksan

CT scan, pungsi lumbal, dan angiografi.1

Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena

sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat;

sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah

serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah serangan. 1

Gambar 4. CT scan Perdarahan Subarakhnoid

11
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic

selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting

untuk menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang

mendukung diagnosis SAH adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat

pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosit meningkat, bahkan perdarahan

kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL.

Xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk

eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal. 1

Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk

deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena

non-invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap

seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki

aneurisma multiple. Foto radiologik yang negatif harus diulang 7-14 hari setelah

onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus

dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vaskular di otak

maupun batang otak.1

Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan

prognosis pada SAH seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan.

12
Gambar 2.3 Skala Hunt dan Hess

Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk

mengklasifikasikan SAH berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT

scan.

Tabel 2.2 Skor Fisher

Diskripsi adanya darah berdasarkan


Skor
CT scan kepala
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertical
terdapat darah ukuran <1 mm, tidak ada
jendalan
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan
vertical terdapat darah tebal dengan
ukuran >1 mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau
intraventrikuler secara difus atau tidak
ada darah

8. Tatalaksana

Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah

identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan

pembedahan atau tindakan intravaskular lain. Jalan napas harus dijamin aman dan

13
pemantauan invasif terhadap central venous pressure dan/ atau pulmonary artery

pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk

mencegah peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi pasien harus dilakukan

secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesik dan pasien harus

istirahat total.1

SAH yang disertai dengan peningkatan tekanan intrakranial harus

diintubasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai PCO2 sekitar 30-35

mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan

intrakranial seperti6 :

- Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intrakranial secara

signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).

- Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurunkan tekanan intrakranial

- Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan intrakranial,

namun masih kontrovesial.

Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang,

pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis

dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika

perlu diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin.

Akan tetapi, rekomendasi saat ini menganjurkan penggunaan obat-obat anti

hipertensi pada SAH jika MABP diatas 130 mmHg. Setelah aneurisma dapat

diamankan, sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi, tetapi sampai saat ini belum

ada kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesik seringkali diperlukan, obat-obat

narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua faktor penting yang

14
dihubungkan dengan prognosis buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia,

karena itu keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap thrombosis vena

dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan peralatan kompresif

sekunsial, heparin subkutan dapat diberikan setlah dilakukan penatalaksanaan

terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat mengurangi risiko komplikasi

iskemik, direkomendasikan nimodipin oral. 1,6

Hasil penelitian terakhir yang dilakukan mengemukakan bahwa

penambahan obat cilostazol oral pada microsurgical clipping dapat mencegah

kejadian vasospasme serebral dengan menurunkan risiko-risiko yang

memperparah kejadian vasospasme serebral.7

Adapun beberapa penanganan yang dapat dilakukan sendiri di rumah

pasca pengobatan, seperti10 :

1. Mengkonsumsi obat secara teratur

2. Rajin memeriksakan tekanan darah

3. Mengkonsumsi makanan yang sehat

4. Minum banyak cairan

5. Menghindari kebiasan merokok

9. Komplikasi

Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada

perdarahan subaraknoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status mental,

defisit neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda

dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas. 1

15
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko

perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus

dikelola hati-hati dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine

(hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi (hipertensi). Tekanan darah sistolik

harus dipertahankan >100 mmHg untuk semua pasien selama ±21 hari. Sebelum

ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160 mmHg

dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai

120-220 mmHg. 1

Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat terjadi

adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsi.1

10. Prognosis

Sekitar 10% penderita SAH meninggal sebelum tiba di RS dan 40%

meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun

pertama sekitar 60%, dan jika tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar

70%. Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30% penderita meninggal

dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam 2 bulan

pertama.5

Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat pada tabel

Sistem Ogilvy dan Carter berikut ini.

Tabel 2.3 Tabel Sistem Ogilvy dan Carter1

Skor Keterangan
1 Nilai Hunt dan Hess > III
1 Skor skala Fisher > 2
1 Ukuran aneurisma > 10 mm
1 Usia pasien > 50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior
berukuran besar (≥ 25mm)

16
Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter,

yaitu skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai prognosis

lebih baik.

Pendapat lain mengemukakan bahwa prognosis pasien-pasien SAH

tergantung lokasi dan jumlah perdarahan serta ada tidaknya komplikasi yang

menyertai. Disamping itu usia tua dan gejala-gejala yang berat memperburuk

prognosis. Seseorang dapat sembuh sempurna setelah pengobatan tapi beberapa

orang juga meninggal walaupun sudah menjalani penatalaksanaan.8

Sedangkan prognosis yang baik dapat dicapai jika pasien-pasien ditangani

secara agresif seperti resusitasi preoperatif yang agresif, tindakan bedah sedini

mungkin, penatalaksanaan tekanan intrakranial dan vasospasme yang agresif serta

perawatan intensif perioperatif dengan fasilitas dan tenaga medis yang

mendukung.9

17
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Alteplase merupakan satu-satunya obat yang direkomendasikan dan diakui

FDA untuk tatalaksana stroke iskemik akut.

2. Alteplase merupakan agen trombolitik yang bekerja dengan mengubah

plasminogen menjadi plasmin, suatu enzim proteolitik yang mampu

mendegradasi fibrin sehingga integritas bekuan darah akan terganggu dan

kemudian hancur.

3. Penggunaan alteplase harus memperhatikan indikasi, kontraindikasi, kriteria

inklusi dan eksklusi pasien yang akan mendapatkan alteplase, dan komplikasi

yang mungkin dapat terjadi setelah pemberian alteplase.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Cheung RT. A systematic approach to the definition of stroke. Austin


Journal of Cerebrovascular Disease & Stroke. 2014.

2. Benjamin EJ, Blaha MJ, Chiuve SE, Cushman M, Das SR, Deo R, de
Ferranti SD, Floyd J, Fornage M, Gillespie C, Isasi CR. Heart disease and
stroke statistics—2017 update: a report from the American Heart
Association. Circulation. 2017 Mar 7;135(10):e146-603. 3. Acheampong
P, Ford GA. Pharmacokinetics of alteplase in the treatment of ischaemic
stroke. 2012;271–81.

4. Yayan J. Effects of alteplase in the treatment of acute ischemic stroke.


International journal of general medicine. 2012;5:743.

5. Neurosciences and the Senses Health Network. Protocol for Administering


Alteplase in Acute Ischaemic Stroke.Neurosciences and the Senses Health
Network. 2011.

6. Khandelwal P, Yavagal DR, Sacco RL. Acute ischemic stroke intervention.


Journal of the American College of Cardiology. 2016 Jun 7;67(22):2631-
44.

7. Bivard A, Lin L, Parsonsb MW. Review of stroke thrombolytics. Journal of


stroke. 2013;15(2):90.

8. Guo Y, Li P, Guo Q, Shang K, Yan D, Du S, Lu Y. Pathophysiology and


biomarkers in acute ischemic stroke–a review. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research. 2013;12(6):1097-105.

9. Bandera E, Botteri M, Minelli C, Sutton A, Abrams KR, Latronico N.


Cerebral blood flow threshold of ischemic penumbra and infarct core in
acute ischemic stroke. Stroke. 2006 May 1;37(5):1334-9.

10. Lee SH. Pathophysiology of Ischemic Stroke InAcute Ischemic Stroke.


Springer Singapore. 2017 (pp. 3-25).

11. Rabinstein AA. Treatment of Acute Ischemic Stroke.American Academy of


Neurology. 2017;62–81.

12. Jauch EC, Saver JL, Adams HP, Bruno A, Demaerschalk BM, Khatri P,
McMullan PW, Qureshi AI, Rosenfield K, Scott PA, Summers DR.
Guidelines for the early management of patients with acute ischemic stroke.
Stroke. 2013 Mar 1;44(3):870-947.

19
13. Whiteley WN, Thompson D, Murray G, Cohen G, Lindley RI, Wardlaw J,
Sandercock P. Effect of alteplase within 6 hours of acute ischemic stroke
on all-cause mortality (third International Stroke Trial). Stroke. 2014 Dec
1;45(12):3612-7.

20

Anda mungkin juga menyukai