LP CKR
LP CKR
Oleh :
PUTU DIMAS PRAMANANTA HARMAYA
1002105031
2. Epidemiologi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari
700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua
pertiga ii berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan
jumlah wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi
terhadap cedera bagian tubuh lainya (Smeltzer and Bare, 2002 ). Secara global insiden
cedera kepala meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan
kendaraan bermotor. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas
akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pasien cedera kepala ringan mengalami nyeri
kepala, beberapa penelitian menemukan bahwa 38% pasien cedera mengalami accute post
traumatik headeche (ATPH) dengan gejala paling sering pada daerah frontal dan tidak ada
hubunganya dengan berat luka cedera (Walter et al, 2005), juga dikatakan oleh Oshinsky
(2009) bahwa pasien trauma kepala ringan akan mengalami nyeri pada minggu pertama
setelah trauma, 12 dari 33 (36%), dari hasil penelitian sebelumnya juga menunjukan
bahwa dari 297 pasien cedera kepala mengalami nyeri kepala 3 hari sampai 1 miinggu
33% ( Bekkelund and Salvesen,2002 ).
3. Etiologi
Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi cedera kepala
adalah :
1. Kecelakaan lalu lintas.
2. Jatuh.
3. Pukulan.
4. Kejatuhan benda.
5. Kecelakaan kerja atau industri.
6. Cedera lahir.
7. Luka tembak.
Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala (Smeltzer, 2001:2210; Long,1996:203),
antara lain :
1) Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana merobek otak, misalnya
tertembak peluru atau benda tajam
2) Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
3) Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
bukan dari pukulan
4) Kontak benturan (Gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu objek
5) Kecelakaan lalu lintas
6) Jatuh
7) Kecelakaan industri
Serangan yang disebabkan karena olah raga
8) Perkelahian
4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan
fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan
udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan
P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak
akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan
parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
a) Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi:
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
b) Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikai pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
5. Mekanisme cedera
Mekanisme cedera / trauma kepala, meliputi :
a) Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang
diam kemudian dipukul atau dilempar.
b) Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala yang
terbentur.
c) Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya
adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.
6. Klasifikasi
Cedera Kepala dibagi menjadi:
a. Cedera Kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pencahnya tengkorak atau
luka penetrasi. Besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh velositas, masa
dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan. Cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak
b. Cedera Kepala Tertutup
Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup
meliputi: komusio (gegar otak), kontusio (memar), dan laserasi (Brunner & Suddarth,
2001; Long,1990)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan dilakukan
menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri
dari perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf, radiologi, anastesi,
dan rehabilitasi medik. Klien dengan cedera kepala harus dipantau terus dari tempat
kecelakaan, selama transportasi : di ruang gawat darurat, unit radiology, ruang perawatan
dan unit ICU sebab sewaktu-waktu dapat berubah akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan
sebagainya. Menurut prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan berdasarkan
beratnya cedera yang didasarkan atas kesadaran pada saat diperiksa.
1) Klien dalam keadaan sadar ( GCS : 15 )
a) Cedera kepala simpleks ( simple head injury ).
Klien mengalami cedera kepala tanpa diikuti dengan gangguan kesadaran,
amnesia maupun gangguan kesadaran lainya. Pada klien demikian dilakukan
perawatan luka, periksa radiologi hanya atas indikasi, kepada kelurga diminta
untuk mengobservasi kesadaran.
b) Kesadaran terganggu sesaat.
Klien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan saat
diperiksa sudah sadar kembali, maka dilakukan pemeriksaan foto kepala dan
penatalaksanaan selanjutnya seperti cedera kepala simpleks.
2) Klien dengan kesadaran menurun.
Cedera kepala ringan atau minor head injury ( GCS : 13-15).
Kesadaran disorientasi atau not abay comand tanpa disertai defisit fokal serebral.
Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatan luka, dilakukan foto kepala, CT
Scan Kepala dilakukan jika dicurigai adanya hematoma intrakranial, misalnya ada
interval lusid, pada follow up kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi,
observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital.
Klien cedera kepala biasanya disertai dengan cedera multipel fraktur, oleh karena
itu selain disamping kelainan serebral juga bisa disertai dengan kelainan sistemik (
Corwin, 2000).
9. Pemeriksaan Fisik
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
2. TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS
a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
- Hidung : Hidung simetris , atau terdapat fraktur
- Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
- Di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan
cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama
antara kanan dan kiri dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada
batas paru dan hepar.
Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara
ronchi dan weezing.
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1
Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin, berkeringat
Perkusi : Suara pekak
Auskultasi : Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena jugularis, oedema
c. Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS
Kepala : Bentuk ovale, wajah tampak miring ke sisi kanan
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan bola
mata mampu mengikuti perintah.
Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir
tampak kering, terdapat afasia.
Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak
tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
d. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder )
Inspeksi : Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada,
pemeriksaan genitalia eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.
Palpasi : Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan.
Perkusi : Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.
e. Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel )
Inspeksi : Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada
kelainan, keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang,
terdapat diare, buang air besar perhari.
Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri
tekan.
Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah
hepar.
Auskultasi : Peristaltik lebih cepat.
Abdomen : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik ususnormal.
Rektum : Rectal to see
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot,
kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit.
11. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala menurut Eka J. Wahjoepramono
(2005: 90) antara lain :
a. Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya
bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas, atelektasis, aspirasi,
pneumotoraks, atau gangguan gerak pernafasan dapat berdampak pasien mengalami
kesulitan bernafas dan pada akhirnya mengalami hipoksia.
b. Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan. Edema serebral
akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di dalam rongga tulang
tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya juga berakibat penurunan perfusi
jaringan otak.
c. Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu pada perdarahan
selaput otak (misalnya hematoma epidural dan subdural). Pada perdarahan dalam
jaringan otak (misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan dapat pula akibat
terjadinya kelainan parenkim otak yaitu berupa edema serebri.
d. Herniasi Jaringan Otak
Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena adanya
hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan intrakranial. Sampai
batas tertentu kenaikan ini akan dapat ditoleransi. Namun bila tekanan semakin tinggi
akhirnya tidak dapat diltoleransi lagi dan terjadilah komplikasi berupa pergeseran dari
struktur otak tertentu kearah celah-celah yang ada.
e. Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko
terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi
dapat menyebabkan terjadinya Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural,
Osteomilietis tulang tengkorak, bahkan abses otak.
f. Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang cukup sering
terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
- Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis
kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan
hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
- Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah pasien
sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
- Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam), lokasi/tempat
mengalami cedera.
- Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi cedera.
PRIMARY SURVEY :
2. Airway + Cervical Control
- Cek jalan napas paten atau tidak
- Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang, terdapat
cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
- Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring,
gurgling, crowing.
3. Breathing
- Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
- Gerakan dinding dada simetris atau tidak
- Irama napas cepat, dangkal atau normal
- Pola napas teratur atau tidak
- Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
- Ada sesak napas atau tidak (RR)
- Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Circulation
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
- Tekanan darah
- Sianosis, CRT
- Akral hangat atau dingin, Suhu
- Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
- Turgor kulit
- Diaphoresis
- Riwayat kehilangan cairan berlebihan
5. Disability
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
6. Exposure
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
SECONDARY SURVEY
7. Five Intervention/ Focused Adjunt/Fasilitate Family Presenced
- Full set of vital signs : Tekanan darah, Nadi, Temperature, Respirasi
- Focused Adjunt : Cardiac Monitoring, SpO2, ETCO2, Gastric Tube, Urinary
Chateter, diagnostic dan imaging.
8. Give Comfort
- Ada tidaknya nyeri
- Posisi
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
9. H 1 Sample
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala
10. H 2 Head To Toe
- Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
Kepala dan wajah
teknik non farmakologis 6. Lakukan evaluasi dengan klien dan tim 5. Untuk mengurangi factor yang dapat
Ekspresi wajah klien tidak meningkatkan pengalaman nyeri ketidaknyamanan yang dirasakan
5. Risiko Syok Setelah diberikan asuhan NIC: Shock management: volume Shock management: volume
berhubungan keperawatan.... X 24 jam, 1. Monitor tanda gejala dari perdarahan 1. Dengan mengetahui tanda dan
dengan diharapkan tanda-tanda vital klien yang peresisten gejala dari perdarahan yang
Hipovolemia stabil dan respon terhadap lama,diharapkan dapat menetapkan
pengobatan baik dengan kriteria penanganan yang tepat, agar risiko
hasil: syok dapat dihindari
NOC: Vital sign 2. Cegah terjadi kehilangan 2. Kehilangan volume darah yang
TD : 90/60 – 120/80 mmHg volumedarah berlebih masif dapat mengakibatkan syok
Nadi : 60 – 100 x/mnt hemoragik akibat kurangnya
RR : 16 – 22 x/mnt
Suhu : 36 - 370C ± 0,50C volume darah guna perfusi ke
(aksila) jaringan
Missouri :Mosby
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Missouri : Mosby
Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Corwin, E.J., (2000). Patofisiologi, Alih Bahasa Brahn U , Pandit EGC ,Jakarta
Desember 2013
http://asuhankeperawatandankasus.blogspot.com/2012/11/ckr-cidera-kepala-