Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


CEDERA KEPALA RINGAN

Oleh :
PUTU DIMAS PRAMANANTA HARMAYA
1002105031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas jaringan otak (Smeltzer and Bare, 2002).
Cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunya kesadaran
sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya.
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak ada
kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi
(Mansjoer, 2000).

2. Epidemiologi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari
700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua
pertiga ii berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan
jumlah wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi
terhadap cedera bagian tubuh lainya (Smeltzer and Bare, 2002 ). Secara global insiden
cedera kepala meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan
kendaraan bermotor. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas
akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pasien cedera kepala ringan mengalami nyeri
kepala, beberapa penelitian menemukan bahwa 38% pasien cedera mengalami accute post
traumatik headeche (ATPH) dengan gejala paling sering pada daerah frontal dan tidak ada
hubunganya dengan berat luka cedera (Walter et al, 2005), juga dikatakan oleh Oshinsky
(2009) bahwa pasien trauma kepala ringan akan mengalami nyeri pada minggu pertama
setelah trauma, 12 dari 33 (36%), dari hasil penelitian sebelumnya juga menunjukan
bahwa dari 297 pasien cedera kepala mengalami nyeri kepala 3 hari sampai 1 miinggu
33% ( Bekkelund and Salvesen,2002 ).
3. Etiologi
Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi cedera kepala
adalah :
1. Kecelakaan lalu lintas.
2. Jatuh.
3. Pukulan.
4. Kejatuhan benda.
5. Kecelakaan kerja atau industri.
6. Cedera lahir.
7. Luka tembak.
Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala (Smeltzer, 2001:2210; Long,1996:203),
antara lain :
1) Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana merobek otak, misalnya
tertembak peluru atau benda tajam
2) Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
3) Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
bukan dari pukulan
4) Kontak benturan (Gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu objek
5) Kecelakaan lalu lintas
6) Jatuh
7) Kecelakaan industri
Serangan yang disebabkan karena olah raga
8) Perkelahian

4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan
fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan
udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan
P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak
akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan
parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
a) Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi:
 Gegar kepala ringan
 Memar otak
 Laserasi
b) Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
 Hipotensi sistemik
 Hipoksia
 Hiperkapnea
 Udema otak
 Komplikai pernapasan
 Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

5. Mekanisme cedera
Mekanisme cedera / trauma kepala, meliputi :
a) Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang
diam kemudian dipukul atau dilempar.
b) Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala yang
terbentur.
c) Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya
adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.

6. Klasifikasi
Cedera Kepala dibagi menjadi:
a. Cedera Kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pencahnya tengkorak atau
luka penetrasi. Besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh velositas, masa
dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan. Cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak
b. Cedera Kepala Tertutup
Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup
meliputi: komusio (gegar otak), kontusio (memar), dan laserasi (Brunner & Suddarth,
2001; Long,1990)

Cedera Kepala berdasarkan nilai GCS:


a. Cedera kepala ringan
Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit. Ditandai dengan nyeri
kepala, muntah, vertigo dan tidak ada penyerta seperti pada fraktur tengkorak,
kontusio/hematoma
b. Cedera kepala sedang
Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung)
c. Cedera kepala berat
Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio serebral,
laserasi, hematoma dan edema serebral (Hudack dan Gallo, 1996)
7. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dari terjadinya cedera kepala ringan adalah : Pingsan tidak lebih dari 10
menit, tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun, setelah sadar timbul nyeri,
pusing, muntah, GCS 13-15, tidak terdapat kelainan neurologis.
Gejala lain cedera kepala ringan adalah : Pada pernafasan secara progresif menjadi
abnormal, respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk, nyeri kepala dapat
timbul segera atau bertahap seiring dengan tekanan intrakranial, dapat timbul muntah-
muntah akibat tekanan intrakranial, perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara serta gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat (Corwin,
2000).
Gejala Klinis untuk trauma kepala ringan, sebagai berikut:
1) Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian
sembuh
2) Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
3) Mual atau dan muntah
4) Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun
5) Perubahan kepribadian diri
6) Letargik

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan dilakukan
menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri
dari perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf, radiologi, anastesi,
dan rehabilitasi medik. Klien dengan cedera kepala harus dipantau terus dari tempat
kecelakaan, selama transportasi : di ruang gawat darurat, unit radiology, ruang perawatan
dan unit ICU sebab sewaktu-waktu dapat berubah akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan
sebagainya. Menurut prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan berdasarkan
beratnya cedera yang didasarkan atas kesadaran pada saat diperiksa.
1) Klien dalam keadaan sadar ( GCS : 15 )
a) Cedera kepala simpleks ( simple head injury ).
Klien mengalami cedera kepala tanpa diikuti dengan gangguan kesadaran,
amnesia maupun gangguan kesadaran lainya. Pada klien demikian dilakukan
perawatan luka, periksa radiologi hanya atas indikasi, kepada kelurga diminta
untuk mengobservasi kesadaran.
b) Kesadaran terganggu sesaat.
Klien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan saat
diperiksa sudah sadar kembali, maka dilakukan pemeriksaan foto kepala dan
penatalaksanaan selanjutnya seperti cedera kepala simpleks.
2) Klien dengan kesadaran menurun.
Cedera kepala ringan atau minor head injury ( GCS : 13-15).
Kesadaran disorientasi atau not abay comand tanpa disertai defisit fokal serebral.
Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatan luka, dilakukan foto kepala, CT
Scan Kepala dilakukan jika dicurigai adanya hematoma intrakranial, misalnya ada
interval lusid, pada follow up kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi,
observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital.
Klien cedera kepala biasanya disertai dengan cedera multipel fraktur, oleh karena
itu selain disamping kelainan serebral juga bisa disertai dengan kelainan sistemik (
Corwin, 2000).

Menurut Mansjoer, (2000) penatalaksanaan cedera kepala adalah :


Cedera Kepala Ringan
Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu
dilakukan CT-Scan bila memenuhi kriteria berikut :
 Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam
batas normal.
 Foto servikal jelas normal
 Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam pertama,
dengan instruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat jika timbul gejala yang
lebih buruk.
Kriteria perawatan di rumah sakit :
- Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan.
- Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun
- Adanya tanda atau gejala neurologis fokal
- Intoksikasi obat atau alkohol
- Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
- Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.

9. Pemeriksaan Fisik
Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
2. TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS
a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
- Hidung : Hidung simetris , atau terdapat fraktur
- Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
- Di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
 Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan
cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
 Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama
antara kanan dan kiri dinding dada
 Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada
batas paru dan hepar.
 Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara
ronchi dan weezing.
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
 Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1
 Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin, berkeringat
 Perkusi : Suara pekak
 Auskultasi : Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena jugularis, oedema
c. Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS
 Kepala : Bentuk ovale, wajah tampak miring ke sisi kanan
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan bola
mata mampu mengikuti perintah.
 Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir
tampak kering, terdapat afasia.
 Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak
tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
d. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder )
 Inspeksi : Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada,
pemeriksaan genitalia eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.
 Palpasi : Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan.
 Perkusi : Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.
e. Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel )
 Inspeksi : Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada
kelainan, keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang,
terdapat diare, buang air besar perhari.
 Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri
tekan.
 Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah
hepar.
 Auskultasi : Peristaltik lebih cepat.
 Abdomen : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik ususnormal.
 Rektum : Rectal to see
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
 Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot,
kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
 Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit.

10. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi
a. CT-Scan : untuk mengidentifikasi adanya SOL hemografi, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan.
b. Angiografiserebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti kelainan
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
c. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya petologis.
d. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur)
e. BAER ( Brain Auditori Evoker Respon ) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
f. PET (Position Emission Yomography) menunjukan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak.
g. Fungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.
h. Kimia atau elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan status mental.

11. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala menurut Eka J. Wahjoepramono
(2005: 90) antara lain :
a. Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya
bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas, atelektasis, aspirasi,
pneumotoraks, atau gangguan gerak pernafasan dapat berdampak pasien mengalami
kesulitan bernafas dan pada akhirnya mengalami hipoksia.
b. Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan. Edema serebral
akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di dalam rongga tulang
tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya juga berakibat penurunan perfusi
jaringan otak.
c. Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu pada perdarahan
selaput otak (misalnya hematoma epidural dan subdural). Pada perdarahan dalam
jaringan otak (misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan dapat pula akibat
terjadinya kelainan parenkim otak yaitu berupa edema serebri.
d. Herniasi Jaringan Otak
Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena adanya
hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan intrakranial. Sampai
batas tertentu kenaikan ini akan dapat ditoleransi. Namun bila tekanan semakin tinggi
akhirnya tidak dapat diltoleransi lagi dan terjadilah komplikasi berupa pergeseran dari
struktur otak tertentu kearah celah-celah yang ada.
e. Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko
terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi
dapat menyebabkan terjadinya Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural,
Osteomilietis tulang tengkorak, bahkan abses otak.
f. Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang cukup sering
terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
- Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis
kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan
hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
- Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah pasien
sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
- Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam), lokasi/tempat
mengalami cedera.
- Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi cedera.
PRIMARY SURVEY :
2. Airway + Cervical Control
- Cek jalan napas paten atau tidak
- Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang, terdapat
cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
- Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring,
gurgling, crowing.
3. Breathing
- Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
- Gerakan dinding dada simetris atau tidak
- Irama napas cepat, dangkal atau normal
- Pola napas teratur atau tidak
- Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
- Ada sesak napas atau tidak (RR)
- Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Circulation
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
- Tekanan darah
- Sianosis, CRT
- Akral hangat atau dingin, Suhu
- Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
- Turgor kulit
- Diaphoresis
- Riwayat kehilangan cairan berlebihan
5. Disability
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
6. Exposure
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
SECONDARY SURVEY
7. Five Intervention/ Focused Adjunt/Fasilitate Family Presenced
- Full set of vital signs : Tekanan darah, Nadi, Temperature, Respirasi
- Focused Adjunt : Cardiac Monitoring, SpO2, ETCO2, Gastric Tube, Urinary
Chateter, diagnostic dan imaging.
8. Give Comfort
- Ada tidaknya nyeri
- Posisi
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
9. H 1 Sample
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala
10. H 2 Head To Toe
- Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
Kepala dan wajah

11. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri pada kepala
b. Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
klien mengalami sesak napas, klien menggunakan pernapasan cuping hidung
c. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak berhubungan dengan trauma kepala
d. Resiko Aspirasi
e. Risiko Syok berhubungan dengan Hipovolemia
f. Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma kepala
12. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kiteria hasil Intervensi Rasional

1. Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan NIC Label :


Pain Management
berhubungan keperawatan asuhan keperawatan
1. Kaji secara komprehensip terhadap
dengan agen cedera selama …x 2 jam, nyeri yang 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri
nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
fisik ditandai dirasakan klien berkurang dengan pasien
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan pasien criteria khasil :
nyeri dan faktor presipitasi
mengeluh nyeri NOC label : 2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara
pada kepala Pain Control nonverbal 2. Untuk mengetahui tingkat
 Klien melaporkan nyeri ketidaknyamanan dirasakan oleh
3. Gunakan strategi komunikasi
berkurang (skala 4) pasien
terapeutik untuk mengungkapkan
 Klien dapat mengenal 3. Untuk mengalihkan perhatian pasien
pengalaman nyeri dan penerimaan
lamanya (onset) nyeri dari rasa nyeri
klien terhadap respon nyeri
(skala 5) 4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri
 Klien dapat terhadap kualitas hidup( napsu makan,
menggambarkan faktor tidur, aktivitas,mood, hubungan sosial) 4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang
5. Tentukan faktor yang dapat
penyebab (skala 5) dirasakan klien berpengaruh terhadap
memperburuk nyeri
 Klien dapat menggunakan yang lainnya

teknik non farmakologis 6. Lakukan evaluasi dengan klien dan tim 5. Untuk mengurangi factor yang dapat

(skala 5) kesehatan lain tentang ukuran memperburuk nyeri yang dirasakan


 Klien menggunakan pengontrolan nyeri yang telah klien
analgesic sesuai instruksi dilakukan 6. untuk mengetahui apakah terjadi
7. Berikan informasi tentang nyeri
(skala 5) pengurangan rasa nyeri atau nyeri
termasuk penyebab nyeri, berapa lama
yang dirasakan klien bertambah.
nyeri akan hilang, antisipasi terhadap
Pain Level 7. Pemberian “health education” dapat
ketidaknyamanan dari prosedur
 Klien melaporkan nyeri mengurangi tingkat kecemasan dan
8. Control lingkungan yang dapat
berkurang (skala 5) membantu klien dalam membentuk
mempengaruhi respon
 Klien tidak tampak mekanisme koping terhadap rasa
ketidaknyamanan klien( suhu ruangan,
mengeluh dan menangis nyer
cahaya dan suara)
(skala 5) 9. Hilangkan faktor presipitasi yang dapat 8. Untuk mengurangi tingkat

 Ekspresi wajah klien tidak meningkatkan pengalaman nyeri ketidaknyamanan yang dirasakan

menunjukkan nyeri (skala klien( ketakutan, kurang pengetahuan) klien.


10. Ajarkan cara penggunaan terapi non
5)
farmakologi (distraksi, guide
 Klien tidak gelisah (skala 9. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
imagery,relaksasi)
5) bertambah.
11. Kolaborasi pemberian analgesic 10. Agar klien mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi dalam
memanagement nyeri yang
dirasakan.
11.Pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri pasien
2. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Respiratory Monitoring Respiratory Monitoring
Pola Napas keperawatan selama …. x 2 jam 1. Pantau frekuensi, irama dan 1. Untuk mengetahui frekuensi, irama
berhubungan diharapkan klien mempunyai pola kedalaman pernapasan. Catat dan kedalaman pernapasan klien
2. Untuk mengetahui adanya kelainan
dengan napas yang efektif dengan criteria ketidakteraturan pernapasan
pada paru klien
hiperventilasi hasil: 2. Catat kompetensi reflek batuk dan
3. Untuk mencegah apneu dan
NOC Label : Respiratory status:
ditandai dengan kemampuan untuk melindungi jalan
kurangnya suplai oksigen pada klien
Ventilation
klien mengalami napas sendiri 4. Untuk mempermudah ekspansi dada
1. Pola Napas klien normal (irama
sesak napas, klien 3. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai klien
teratur, RR= 16-24 x/menit)
5. Untuk meningkatkan kadar oksigen
menggunakan 2. Tidak ada pernapasan cuping indikasi
dalam pulmonal
pernapasan cuping hidung (skala 3) 4. Anjurkan klien untuk bernapas dalam
6. Memantau aliran gas dalam darah
3. Pergerakan dada simetris (skala
hidung dan batuk efektif
4)
5. Berikan terapi O2 tambahan
4. Nilai AGD normal :
 PH darah= 7,35-7,45 6. Cek AGD
 PaO2 = 80-100 mmHg
 PaCO2 = 35-45 mmHg
 HCO3 = 22-26 m.Eq/L
3. Risiko Setelah diberikan asuhan NIC : Neurologic monitoring Neurologic monitoring
a. Monitor tingkat kesadaran klien
Ketidakefektifan keperawatan selama ... x 2 jam a. Mengetahui kesadaran klien,
b. Monitor GCS klien
Perfusi Jaringan diharapkan perfusi jaringan otak c. Monitor TTV klien apakah klien mengalami penurunan
d. Monitor pernapasan klien seperti
Otak berhubungan efektif kesadaran atau tidak
Kiteria Hasil : Neurological ABC, kedalaman, pola, dan usaha
dengan trauma b. Mengetahui
Status pernapasan
kepala c. Perubahan pada frekuensi,disritmia
e. Monitor ICP dan CPP
 Tingkat kesadaran membaik dan denyut jantung dapat terjadi,
(GCS: E4 M6 V5). yang mencerminkan trauma batang
 TD dalam batas normal otak pada tidak adanya penyakit
Cerebral Perfussion Promotion
remaja 110/65 mmHg). jantung yang mendasari. Tipe dari
 Tidak terjadi muntah a. Kolaborasikan penanganan hipertensi pola pernapasan merupakan tanda
progresif dengan agen inotropic atau yang berat dari adanya peningkatan
 Tidak sakit kepala vasokonstriktif bila diperlukan TIK/daerah serebral yang terkena.
b. Kolaborasi pemberian obat titrate
 SaO2 normal( > 95%) d. Mengetahui status pernapasan klien
vasoactif, agen untuk memperbanyak
e. Mengetahi parameter hemodinamik
volume intravascula (koloid, transfusi
klien
darah, dan kristaloid)
c. Kolaborasi pemberian agen rheologik
Cerebral Perfussion Promotion
(mannitol dosis rendah atau LMDs
(Low-molecular-weight dextrans) bila a. Untuk menjaga parameter
diperlukan hemodinamik dan
d. Monitor status neurologik (GCS)
e. Kolaborasikan dan monitor dari efek menjaga/mengoptimalkan CPP
osmotik dan loop-active diuretik dan (Tekanan perfusi serebral)
kortikosteroid b. Menjaga parameter hemodinamik
f. Pantau adanya tanda kelebihan cairan c. Mannitol mempertahankan gradien
(ronchi, distensi vena jugular, edema osmotik antara plasma dan otak,
dan peningkatan sekresi paru) dengan akibat pergeseran cairan
g. Pantau dan tentukan hantaran oksigen
keluar dari otak
jaringan (PaCO2, SaO2, hemoglobin
d. Pengkajian kecenderungan adanya
dan cardiac output) jika
memungkinkan perubahan tingkat kesadaran dan
h. Kolaborasi pemberian kalsium chanel
potensial peningkatan TIK adalah
blocker
sangat berguna dalam menentukan
lokasi, penyebaran/luasnya dan
perkembangan dari kerusakan
serebral.
e. Mencegah terjadinya pengeluaran
cairan yang berlebih akibat diuretik
f. Mencegah terjadinya kelebihan
cairan dengan memanta dan segera
memberi penatalaksanaan yang
sesuai
g. Memantau tanda – tanda syok
dengan melihat hantaran oksigen ke
jaringan untuk menentukan
penatalaksanaan yang sesuai
h. antagonis kalsium (calcium
channel blocker) berefek
mengurangi konsumsi oksigen
jantung, anti hipertensi poten.
4. Risiko Aspirasi Setelah diberikan asuhan NIC Label: NIC Label:
keperawatan selama … X 1 jam, Aspiration Precautions Aspiration Precautions

klien tidak mengalami aspirasi Monitor status kesadaran, reflek batuk,  Mengkaji factor risiko yang dapat
dengan criteria hasil: dan kemamuan menelan klien menyebabkan terjadinya aspirasi
 ketika terjadi penurunan kesadaran
NOC Label: Monitor status pernapasan klien
 Mengetahui dengan segera ketika

Pertahankan jalan napas klien terjadi asprasi pada klien
Respiration status
 Melindungi klien dari gangguan
 RR Klien dalam rentang yang diakibatkan oleh sumbatan

Posisikan kepala klien 30-450
normal (12-20 X/menit) jalan napas
 Ritme pernapasan klien  Mencegah lidah klien jatuh ke
Airway Suctioning
normal belakang
 Kedalam inspirasi klien  Tentukan kebutuhan suction oral Airway Suctioning
normal ataupun tracheal klien
 Tidak terdapat suara napas  Aspirasi nasopharing dengan bulb  Memberikan rute sucton dengan
tambahan syringe atau suction tepat
 Klien tidak mendengkur  Membersihkan jalan napas akibat
 Berikan nasal airway untuk suction
Neurological Status sumbatan yang didapatkan klien
nasotracheal
akibat terjadi penurunan kesadaran
 Kesadaran klien compos  Berikan oksigen 100% saat melakukan
 Memberikan jalur suction yang
mentis suction
optimal
 Reaksi komunikasi klien Neurological monitoring  Mencegah terjadinya hipoksia saat
normal suction
 Pola napas klien normal  Pantau ukuran pupil, bentuk,
Neurological monitoring
kesimetrisan, dan reflek pupil klien
 Monior tingkat kesadaran klien  Mengetahui fungsi otak klien

 Monitor GCS klien dengan ketat  Mengetahui secara dini perburukan


kondisi klien
 Monitor tonjolan lidah klien
 GCS merupakan tanda kesadaran
klien
 Menjegah lidah menyumbat jalan
napas

5. Risiko Syok Setelah diberikan asuhan NIC: Shock management: volume Shock management: volume
berhubungan keperawatan.... X 24 jam, 1. Monitor tanda gejala dari perdarahan 1. Dengan mengetahui tanda dan
dengan diharapkan tanda-tanda vital klien yang peresisten gejala dari perdarahan yang
Hipovolemia stabil dan respon terhadap lama,diharapkan dapat menetapkan
pengobatan baik dengan kriteria penanganan yang tepat, agar risiko
hasil: syok dapat dihindari
NOC: Vital sign 2. Cegah terjadi kehilangan 2. Kehilangan volume darah yang
 TD : 90/60 – 120/80 mmHg volumedarah berlebih masif dapat mengakibatkan syok
 Nadi : 60 – 100 x/mnt hemoragik akibat kurangnya
 RR : 16 – 22 x/mnt
 Suhu : 36 - 370C ± 0,50C volume darah guna perfusi ke

(aksila) jaringan

NOC: medication response 3. Berikan terapi IV 3. Pemberian terapi cairan IV

 Terdapat efek terapeutik dari bertujuan untuk meresusitasi cairan

pengobatan tubuh yang hilang akibat perdarahan


4. Kadar hemoglobin/hematokrit yang
 Kadar darah dalam tubuh 4. Catat kadar hemoglobin/ hematokrit rendah menunjukkan rendahnya
normal sebelum dan sesudah kehilangan aliran darah ke jaringan sehingga
 Tidak terdapat reaksi alergi perlu dilakukan resusitasi
dan efek samping dalam 5. Merecovery kondisi pasien akibat
pemberian medikasi 5. Berikan transfusi darah sesuai perdarahan
indikasi

6. Resiko Infeksi Setelah diberikan asuhan NIC label : Wound Care


berhubungan keperawatan selama …. x 2 jam 1. Monitor karakteristik, warna, ukuran, 1. Untuk mengetahui keadaan luka dan
dengan trauma diharapkan pasien dapat terhindar cairan dan bau luka perkembangannya
kepala dari risiko infeksi, dengan criteria 2. Bersihkan luka dengan normal salin 2. Normal salin merupakan cairan
hasil : isotonis yang sesuai dengan cairan di
NOC label : Tissue Integrity: Skin tubuh
and Mucous membranes 3. Rawat luka dengan konsep steril 3. Agar tidak terjadi infeksi dan
1. Integritas kulit klien normal terpapar oleh kuman atau bakteri
(skala 5) 4. Ajarkan klien dan keluarga untuk 4. Agar keluarga pasien mengetahui
2. Temperatur kulit klien normal melakukan perawatan luka tanda dan gejala dari infeksi
(skala 5) 5. Berikan penjelasan kepada klien dan
3. Tidak adanya lesi pada kulit keluarga mengenai tanda dan gejala dari 5. Pemberian antibiotic untuk mencegah
(skala 5) infeksi timbulnya infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
NOC label: Wound healing:
primary and secondary jaringan:
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
2. menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera
berulang
3. menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004. Nursing Interventions Classification (NIC).

Missouri :Mosby

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Missouri : Mosby

Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Jilid Satu. Edisi Kedelapan. Jakarta : EGC

Corwin, E.J., (2000). Patofisiologi, Alih Bahasa Brahn U , Pandit EGC ,Jakarta

Arif. (2000). Cedera Kepala Ringan, http://www.ebdosama.blogspot.com/ diakses 15

Desember 2013

Brooker. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC

Tarwoto. (2007). Patofisiologi cedera kepala ringan,

http://ml.scribd.com/doc/58939642/jurnal diakses 15 Desember 2013

Amran, A. (2010). CKR (Cidera Kepala Ringan.

http://asuhankeperawatandankasus.blogspot.com/2012/11/ckr-cidera-kepala-

ringan.html. Diakses 15 Desember 2013

Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai