Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komplikasi dalam kasus kebidanan dapat terjadi di luar dugaan,


meskipun segala sesuatu yang telah dijalankan dengan rapih dan sempurna
dengan pengetahuan yang baik, penanganan persalinan yang hati-hati disertai
dengan ketelatian dengan baik pula, diharapkan kematian dan kesakitan ibu
hamil dapat ditekan sekecil-kecilnya dan setiap tenaga kesehatan diharapkan
mampu menengani persalinan normal maupun patologi dan berupaya agar tidak
terjadi komplikasi.
Tenaga kesehatan khususnya harus mengetahui dan menguasai tindakan-
tindakan yang harus dilakukan apabila memberikan pertolongan baik pada
persalinan normal maupun patologi. Pengetahuan tentang tindakan-tindakan
operatif kebidanan yaitu ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, embriotomi, SC,
versi ekstraksi, persalinan sungsang dan kuretase.
Bedah obstetri adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk membantu
atau mengatasi masalah-masalah yang terjadi selama proses persalinan.
Urutan indikasi tindakan bedah berdasarkan prioritas :
1. to save life
2. to release suffering
3. to correct deformity
Prinsip :
1. Tiap tindakan pembedahan harus didasarkan atas indikasi yang tepat
2. Perlu dipilih tindakan yang paling aman bagi ibu dan janin, mengingat kondisi
mereka dan lingkungannya

1
3. Tindakan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin
tidak timbul komplikasi pada ibu dan bayi.

Syarat yang perlu diperhatikan dalam tindakan pembedahan :


1. Persiapan preoperatif yang baik
2. Asepsis dan antisepsis yang baik
3. Anestesi / analgesia yang baik
4. Tindakan / prosedur yang baik
5. Evaluasi / penatalaksanaan postoperatif yang baik

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang dibahas
dalam makalah ini adalah
1. Jelaskan pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur dan
teknik ekstraksi vakum
2. Jelaskan pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur dan
teknik ekstraksi forceps
3. Jelaskan pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi , prosedur dan
teknik embriotomi
4. Jelaskan pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur dan
tehnik sectio caesarea
5. Jelaskan pengertian, tujuan , manfaat , indikasi , kontraindikasi , prosedur
dan teknik versi ekstraksi
6. Jelaskan pengertian, tujuan , manfaat , indikasi , kontraindikasi , prosedur
dan tehnik persalinan sungsang
7. Jelaskan pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur dan
teknik kuretase
8. Jelaskan pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur dan
teknik episiotomi

1.3 Tujuan Penulisan


1 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik ekstraksi vakum

2
2 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik ekstraksi forceps
3 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi , prosedur
dan teknik embriotomi
4 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan tehnik sectio caesarea
5 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik versi ekstraksi
6 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik persalinan sungsang
7 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik kuretase
8 Jelaskan pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur dan
teknik episiotomi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teknik Ektraksi Vakum


2.1.1 Definisi dan Syarat Ekstraksi Vakum
Ekstraksi vakum adalah suatu tindakan bantuan persalinan di mana janin
dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negatif (daya hampa udara)
dengan alat vakum (negative-preasure vacuum extractor) yang dipasang
dikepalanya. Hanya sebagai alat ekstraksi tidak baik sebagai alat rotasi (Farogk,
2009). Pada ekstraksi vakum, keadaan fisiologis yang diharapkan adalah
terbentuknya kaput suksadeneum pada kepala janin sebagai kompensasi akibat

3
penghisapan/ tekanan negatif. Kemudian setelah kepala menempel pada
mangkuk vakum, tarikan dilakukan dengan bantuan tenaga dari ibu (bersamaan
dengan saat his/ gerakan mengejan) mengandalkan penempelan kaput tersebut
pada mangkuk vakum (Farogk, 2009) Vakum memberi tenaga tambahan untuk
mengeluarkan bayi, dan biasanya digunakan saat persalinan sudah berlangsung
terlalu lama dan ibu sudah terlalu capek serta tidak kuat meneran lagi. Ekstraksi
vakum dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

1. Janin aterm, letak kepala, atau bokong


2. Janin harus dapat lahir pervaginam ( tidak ada disproporsi sefalopelvik)

3. Pembukaan serviks sudah lengkap (pada multigravida, dapat pada


pembukaan minimal 5 - 7 )

4. Kepala janin sudah engaged

5. Selaput ketuban sudah pecah, atau jika belum harus dipecahkan

6. Harus ada kontraksi uterus (his) dan tenaga mengejan ibu (reflex mengejan
baik).

7. Tidak boleh ada mukosa vagina atau jaringan servix yang terjepit antara
ekstraktor vakum dengan kepala janin

8. Penurunan kepala janin minimal Hodge II

9. Tekanan vakum sampai mencapai 50 mmHg

2.1.2 Alat Ekstraktor Vakum Alat Ekstraktor Vakum

1. Cup sejenis mangkuk dari logam yang agak mendatar dengan berbagai
ukuran biaswanya 3, 5, dan 7 cm (diameter 30 samapi dengan 60 mm)
dengan lubang di tengah-tengahnya. Ekstraktor utama yang ada terdiri dari

4
mangkuk yang terbuat dari karet yang lembut atau plastik dan bukan dari
logam. Dua macam ekstraktor vakum yang sering digunakan adalah
mangkuk polimer silikon dan mangkuk plastik sekali pakai yang lebih kecil.
2. Pipa atau selang karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan
mangkuk dan pada ujung yang lain dihubungkan dengan suatu alat penarik
dari logam.

3. Rantai dari logam yang berhubungan dengan alat bundar dan datar; alat
tersebut dimasukan ke dalam rongga mangkuk sehingga dapat menutup
lubangnya, selanjutnya rantai dimasukkan ke dalam pipa karet dan setelah
ditarik kuat, dikaitkan kepada alat penarik.

4. Pipa karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan alat penarik dan
dengan ujung yang lain dengan botol penampung cairan yang terisap (lendir,
darah, air ketuban, dan sebagainya)

5. Manometer untuk membuat dan mengatur tekanan negatif dan pompa tangan
atau elektrik untuk mengisap udara, yang berhubungan dengan botol
penampung dan menyelenggarakan vakum antara mangkuk dan kepala janin.

2.1.3 Indikasi Ekstraksi Vakum

a. Indikasi Ibu

1) Power ibu menurun: frekuensi his semakin menurun, nadi ibu cepat > 100
x/mnt, nafas cepat > 40x/mnt
2) Decom tingkat I: sesak nafas yang dialami ibu setelah ibu mengejan

5
3) Tekanan darah naik: ibu pusing, ada kenaikan tekanan sistole dan diastole
(> 130/80)
4) Tidak kuat mengejan: penurunan kepala janin statis, saat ibu mengejan dua
kali kepala tidak mengalami penurunan
5) Adanya kenaikan suhu: suhu naik lebih dari normal, > 37,5
b. Indikasi Janin
1) Gawat janin: denyut jantung janin 160x/mnt
2) Indikasi waktu kala II memanjang: pada primi peralinan kala II > 2 jam,
pada multi > 1 jam (Mansjoer Arif, 2009).

2.1 4 Kontraindikasi Ekstraksi Vakum


Pemakaian ekstraksi vakum mempunyai kontraindikasi sebagai berikut:
a. Kontraindikasi Ekstraksi Vakum Pada Janin
1) Prematuritas karena kepala terlampau lembut dan mudah terjadi kerusakan
intrakranial.
2) Kelainan letak kepala janin
3) Letak muka karena bola mata dapat keluar dari orbita dan mengisi
mangkok
4) Letak dahi.
5) Kelainan putar paksi.
6) Disproporsi sefalopelvik.
7) Fetal distress
8) Ekstraksi vakum pada letak bokong dapat dilakukan apabila telah diyakini
benar bahwa tidak ada disproporsi sefalopelvik, pembukaan sudah
lengkap, dan ada indikasi untuk mengakhiri persalinan, misalnya : keadaan
gawat janin.
b. Kontraindikasi Ekstraksi Vakum Pada Ibu
1) Ruptura uteri membakat (imminens).
2) Keadaan ibu dimana ibu tidak boleh mengejan, misalnya pada penyakit
jantung berat, preeklampsia berat, asma berat, dan sebagainya (Mansjoer

6
Arif, 2009).

2.2 Teknik Ekstraksi Forceps


2.2.1 Definisi
Forsep adalah tindakan obstetric yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat
cunam. (abdul bari,2000)

Ekstraksi forcep adalah suatu persalinan buatan,janin dilahirkan dengan


cunam yang dipasang dikepalanya.cunam yang umum dipakai adalah cunam
niagle,sedang pada kepala yang menyusul dipakai cunam piper dengan lengkung
panggul agak datar dan tangkai yang panjang,melengkung keatas dan terbuka.
(Bobak,2004:798)

2.2.2 Jenis-jenis Persalinan Ekstraksi Forceps


1) Forcep rendah (low forcep)
Forcep yang digunakan telah dipasang pada kepala janin yang berada
sekurang-kurangnya pada hodge III.
2) Forcep tengah (midforcep)
Pemasangan forcep pada saat kepala janin sudah masuk dan menancap di
panggul pada posisi antara hodge II dan Hodge III.

3) Forcep tinggi

Dilakukan pada kedudukan kepala diantara Hodge I dan Hodge II,


artinya ukuran terbesar kepala belum melewati pintu atas panggul dengan
perkataan lain kepala masih bisa digoyang.forcep tinggi saat ini sudah diganti
dengan section cesarean.

2.2.3 Syarat ekstrasi forcep

7
Keadaan yang menjadi syarat untuk memutuskan partus dengan ekstraksi
forcep adalah sebagai berikut:
1) Pembukaan harus lengkap
Jika pembukaan belum lengkap bibir sevik dapat terjepit antara kepala
anak dan sendok sehingga servik juga bisa robek yang sangat membahayakan
karena dapat menimbulkan pendarahan hebat.
2) Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
Jika ketuban belum pecah maka selaput janin ikut tertarik oleh forcep
dan dapat menimbulkan tarikan pada plasenta yang dapat terlepas karenanya
(solution plasenta)
3) Ukuran terbesar kepala harus sudah bisa melewati pintu atas panggul
Kepala sekurang kurangnya sampai di hodge III untuk letak belakang
kepala supaya tidak tersesat oleh caput succedanum dalam menentukan
turunya kepala maka toucher harus selalu di control oleh palpasi
4) Kepala harus dapat dipegang oleh forcep
Forcep tidak boleh dipasang pada kepala yang luar biasa ukuran atau
bentuknya,seperti:premature,hidrochepal.
5) Panggul tidak boleh terlalu sempit

2.2.4 Indikasi Ekstrasi Forcep


a. Indikasi ibu
1) Persalinan distosia:persalinan terlantar,rupture uteri imminem,kala dua
lama
2) Ekslampsi/pre ekslampsi
3) Profilaksi penyakit sistemik ibu :gestosis,hipertensi,penyakit
jantung,penyakit paru-paru

8
4) Ibu keletihan
b. Indikasi janin
1) Janin yang mengalami distress
2) Presentase yang belum pas
3) Janin berhenti rotasi
4) Kelahiran kepala pada presentase bokong
c. Indikasi waktu
1) Indikasi pinard (2 jam mengedan tidak lahir)
2) Modifikasi remeltz
Setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitosin, tunggu 1
jam tidak lahir dilakukan ekstrasi forsep

2.2.5 Kontraindikasi Ekstrasi Forcep


1) Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagi sehingga
kepala sulit dipegang oleh forcep.
2) Anencephalus
3) Adanya disproporsi cepalo pelvic
4) Kepala masih tinggi
5) Pembukaan belum lengkap
6) Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel
7) Jika lingkaran kontraksi patologis bandel sudah setinggi pusat atau lebih

2.2.6 Persiapan Ekstrasi Forcep


a. Persiapan untuk ibu
1) Rambut kemaluan dicukur
2) Kantong kemih dikosongkan
3) Atur posisi litotomi
4) Perineum dan sekitarnya di desinfeksi
5) Pasang duk steril

9
b. Persiapan penolong
1) Cuci tanggan secara furbringer
2) Memakai baju steril
3) Memakai sarung tangan steril
c. Persiapan alat
1) Duk steril
2) Sarung tanggan steril
3) Alat persalinan normal
4) Alat forcep
5) Alat untuk episiotomy dan menjahit
6) Kateter
7) Obat obat desinfektan dan uterotonika
d. Persiapan untuk bayi
1) Penghisap lender dan alat resusitasi lainya
2) Alat pemanas bayi

2.2.7 Komplikasi Ekstrasi Forcep


a. Komplikasi pada ibu
1) Perdarahan yang disebabkan oleh retensio plasenta,atonia uteri serta
jahitan robekan jalan lahir yang lepas
2) Infeksi
3) Trauma jalan lahir seperti terjadinya fistula vesiko vaginal,fistula recto
vagina,vistula utero vagina,rupture uteri,rupture serviks dan robekan
perineum
b. Komplikasi pada bayi
1) Trauma ekstrasi forcep dapat menyebabkan cacat karena aplikasi forcep
2) Infeksi yang berkembang menjadi sepsis dapat menyebabkan kematian
serta encephalitis hinga meningitis
3) Gangguan susunan saraf pusat yang dapat menimbulakn gangguan
intelektual

10
4) Ganguan pendengara dan keseimbangan

2.3 Teknik Embriotomi


2.3.1 Definisi
Terdapat sejumlah tindakan pembedahan obstetri yang bertujuan untuk
memperkecil ukuran kepala, memperkecil ukuran bahu atau volume rongga dada
pada janin mati dengan tujuan agar dapat dilahirkan per vaginam. Pada era
modern tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi dan digantikan dengan tindakan
sectio caesar yang dianggap lebih aman untuk keselamatan ibu.

2.3.2 Jenis tindakan


a. Kraniotomi
b. Dekapitasi

c. Kleidotomi

d. Eviserasi

e. Spondilotomi

f. Pungsi

2.3.2 Indikasi
a. Bila ada ancaman keselamatan ibu.
1) Pre-eklampsi berat dan eklampsi
2) Ancaman robekan rahim
3) Perdarahan yang banyak
4) Adanya tanda-tanda infeksi
5) Partus lama dan ibu sangat lemah
6) Anemia berat (gravis)
7) Penyakit jantung (dekompensasi kordis)
8) Penyakit paru-paru berat, dsb
b. Pada keadaan dimana partus spontan tidak mungkin dilakukan
1) Letak lintang

11
2) Diproporsi sefalo-pelvic
3) Presentasi muka dan dahi
4) Presentasi tulang ubun-ubun posterior
c. Pada janin hidup dengan kelaian:
1) Hidrosefalus, anensefalus dan monstrum
2) Hidrops fetalis
3) Distosia bahu
2.3.3 Kontraindikasi
1) Janin hidup, kecuali pada janin hidup dengan kelainan seperti yang telah
disebutkan,
2) Kesempitan panggul absolut (CV kurang dari 6 cm)

2.3.4 Syarat
1) Janin sudah mati, kecuali pada kasus hidrosepalus, hidrops fetalis atau pada
kleidotomi
2) Conjugata vera lebih dari 6 vm
3) Pembukaan servik > 7 cm
4) Ketuban sudah pecah
5) Jalan lahir normal

2.3.5 Kraniotomi

Tindakan untuk memperkecil ukuran kepala janin dengan cara memberi


lubang dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat dilahirkan
pervaginam.
Tindakan kraniotomi biasanya disusul dengan ekstraksi kepala dengan
menggunakan kranioklast sehingga tindakan ini lazim disebut sebagai
tindakan perforasi & kranioklasi

Alat yang digunakan:

12
1. Pisau bedah (scalpel)
2. Perforator SIMPSON

3. Kranioklast

4. Cunam BOER

5. Cunam Mouzeaux

Perforator SIMPSON:
1. Peforator memiliki dua daun dengan tepi tajam dan ujung yang runcing,

masing-masing dibatasi dengan “ bahu penahan “


2. Tangkai perforator bila daun sedang dalam keadaan tertutup, akan dalam
keadaan terbuka dengan sebuah “penahan”

3. “Penahan” tersebut menjaga agar daun perforator selalu dalam keadaan


tertutup

4. Dengan menekan gagang secara serempak, daun perforator akan terpisah


satu sama lain ( terbuka )

Cranioclast BRAUN:

1. Terdiri dari dua daun ( sendok jantan dan betina ) yang pemasangannya
dilakukan secara terpisah.
2. Sendok jantan dimasukkan kedalam lubang ditengkorak kepala janin.

13
3. Sendok betina diletakkan pada daerah muka janin.

4. Penguncian dilakukan setelah kedua daun terpasang dengan benar.

Teknik

1. Ibu dalam posisi lithotomi.


2. Tangan kiri operator dimasukkan secara obstetrik kedalam jalan lahir dan
diletakkan diantara kepala janin dan bagian simfisis menghadap ke bawah.
Seorang asisten melakukan fiksasi kepala janin dari sebelah luar disebelah
atas simfisis. (gambar 3)

3. Dengan pisau bedah, dibuat lubang pada ubun-ubun besar atau sutura
sagitalis.

4. Perforator Naegele dalam keadaan tertutup dimasukkan jalan lahir secara


horisontal dengan bagian lengkung berada diatas dan ujung yang runcing
mengarah kebawah dibawah perlindungan telapak tangan kiri ( agar tidak
mencederai dinding vesica urinaria) dan selanjutnya ujung perforator dalam
keadaan tertutup dimaskkan kedalam lubang pada kepala janin yang sudah
dibuat sebelumnya.

5. memasukkan perforator dapat dilakukan tanpa terlebih dulu membuat lubang


pada ubun-ubun besar atau sutura sagitalis yaitu dengan cara menembuskan
langsung perforator ke kepala janin ; dalam hal ini, agar ujung perforator
tidak meleset maka arah perforator harus tegak lurus dengan kepala janin ]

6. Setelah perforator berada didalam tengkorak kepala janin, lubang perforasi


diperlebar dengan cara membuka dan menutup perforator dalam arah tegak

14
lurus dan horisontal sedemikian rupa sehingga lubang perforasi berbentuk
irisan silang ( gambar 4 )

7. Dengan perlindungan telapak tangan kiri, perforator dikeluarkan


dalam keadaan tertutup dari jalan lahir.

8. Jaringan otak tak perlu dikeluarkan secara khusus oleh karena akan keluar
dengan sendirinya saat ekstraksi kepala.

Gambar Asisten operator menahan posisi kepala agar tidak tertdorong keatas saat
perforator dimasukkan rongga kepala

Gambar Membuka dan menutup perforator untuk melebarkan lubang perforasi

15
Ekstraksi kepala
Untuk melakukan ekstraksi kepala dapat digunakan:
1. Pemasangan cunam Muzeaux sebanyak 2 buah pada kulit kepala janin
2. Cranioclast Braun
Cunam Muzeux
Untuk ekstraksi kepala setelah tindakan perforasi hanya boleh dilakukan
dimana kulit kepala masih kuat dan hubungan antara tulang kepala masih kuat
dan kepala janin sudah didasar panggul.

Teknik:

1. Dengan perlindungan spekulum, 2 buah cunam Museux dipasang satu diatas


dan satu dibawah lubang perforasi.
2. Setelah cunam menjepit kulit kepala dengan baik, dilakukan traksi searah
sumbu jalan lahir sambil mengikuti gerakan putar paksi dalam.

3. Setelah suboksiput dibawah simfisis, dilakukan elevasi kepala sehingga


secara berurutan lahirlah ubun-ubun besar, dahi, muka dan dagu.

4. Setelah kepala janin lahir, tubuh janin dilahirkan dengan cara seperti biasa.

16
Cranioclast BRAUN

1. Tangan kiri dimasukkan kedalam jalan lahir.


2. Sendok jantan dipegang dengan tangan kanan secara horisontal dengan
bagian yang bergerigi menghadap keatas, kemudian dimasukkan kedalam
lubang perforasi sedalam mungkin ; bagian sendok yang melengkung
diarahkan kemuka janin dan tangkainya dipegang oleh asisten.

3. Sendok betina dipegang seperti memegang pensil, dengan arah sejajar


pelipatan depan paha, sendok betina dimasukkan kedalam jalan lahir
sedemikian rupa sehingga daun cranioclast betina terletak di wajah janin.

4. Kedua sendok cranioclast ditutup, dilakukan pemeriksaan dalam untuk


memeriksa apakah ada bagian jalan lahir yang terjepit dan apakah
pemasangan instrumen sudah benar.

5. Bila pemasangan sudah benar, kedua sendok cranioclast dikunci serapat


mungkin dan dikerjakan ekstraksi kepala dengan menarik pemegang
cranioclast.

6. Arah traksi harus sesuai dengan sumbu panggul dan diikuti dengan gerakan
putar paksi dalam.

7. Setelah occiput nampak dibawah arcus pubis, dilakukan elevasi keatas pada
tangkai cranioclast sehingga secara berurutan lahir ubun-ubun besar, dahi,
muda dan dagu anak.

8. Setelah kepala lahir, kunci cranioclast dibuka dan daun cranioclast dibuka
satu persatu kemudian tubuh anak dilahirkan dengan cara seperti biasa.

17
Gambar Memasukkan sendok jantan kedalam lobang perforasi yang sudah terbentuk

Gambar Memasang sendok betina yang berlubang dibagian depan wajah anak.

Catatan :

a. Pada letak sungsang, kraniotomi dikerjakan pada foramen magnum melalui arah
belakang atau dari arah muka dibawah mulut.
b. Setelah dikerjakan perforasi, ‘after coming head’ dilahirkan dengan cara seperti
persalinan kepala.

c. Bila saat ekstraksi kepala terdapat tulang tengkorak yang terlepas maka serpihan
tulang tersebut diambil dengan cunam BOER agar tidak melukai jalan lahir saat
dilakukan ekstraksi kepala.

18
Gambar ( kiri ) Melakukan perforasi pada after coming head dari bagian belakang

Gambar ( kanan ) Melakukan perforasi pada after coming head dari arah depan

2.3.6 Dekapitasi
Tindakan untuk memisahkan kepala dari tubuh janin dengan cara
memotong leher janin.
Indikasi : Letak Lintang
Teknik:
a. Dengan pengait BRAUN
1. Bila letak janin adalah letak lintang dengan tangan menumbung, maka
lengan yang menumbung diikat dulu dengan tali (dengan ikatan
SIEGEMUNDIN agar tidak masuk kembali kejalan lahir) dan ditarik
kearah bokong oleh asisten.

2. Tangan operator yangdekat dengan leher janin dimasukkan kedalam jalan


lahir dan langsung mencekap leher janin dengan ibu jari didepan leher
dan jari-jari lain dibelakang leher.

3. Tangan lain memasukkan pengait BRAUN kedalam jalan lahir dengan


ujung menghadap kebawah. Pengait dimasukkan jalan lahir dengan cara

19
menyelusuri tangan dan ibu jari operator yang berada didalam jalan lahir
sampai menemui leher dan kemudian dikaitkan pada leher janin.

4. Dengan pengait ini, leher janin ditarik kebawah sekuat mungkin dan
kemudian diputar kearah kepala janin (pada saat yang sama, asisten
memfiksasi kepala anak dari dinding abdomen) untuk mematahkan
tulang leher janin.

Gambar ( kiri ) Memasukkan pengait kedalam jalan lahir

Gambar ( kanan ) Memasang pengait pada leher janin

b. Dengan gunting SIEBOLD

20
1. Tangan penolong yang dekat dengan kepala janin dimasukkan kedalam
jalan lahir.
2. Dipasang spekulum vagina.

3. Dengan dilindungi oleh telapak tangan yang didalam jalan lahir, leher
janin dipotong sedikit demi sedikit dengan gunting SIEBOLD secara
avue mulai dari kulit, otot dan tulang leher.

4. Setelah kepala anak terpisah, tubuh dilahirkan dengan menarik lengan


janin dan kemudian kepala dilahirkan secara Mouriceau.

c. Dengan gergaji GIGLI


1. Gergaji kawat GIGLI dilingkarkan di leher janin.
2. Dengan perlindungan dua buah spekulum vagina atas dan bawah, gergaji
dinaik turunkan sampai leher janin putus.

3. Badan dan kepala anak dlahirkan dengan yang sudah dijelaskan diatas.

Gambar Gergaji kawat GIGLI

Gambar Pemasangandan pemotongan leher dengan kawat

21
2.3.7 Kleidotomi

Tindakan memotong atau mematahkan 1 atau dua buah klavikula untuk


memperkecil diameter lingkar bahu.
Indikasi: Distosia bahu
Instrumen: Gunting Dubois atau Gunting SIEBOLD
Teknik
1. Pasien berada pada posisi lithotomi
2. Satu tangan operator masuk jalan lahir dan langsung memegang klavikula
bawah

3. Dengan spekulum yang terpasang di vagina, tangan lain melakukan


pemotongan klavikula bersamaan dengan tindakan ini, assisten melakukan
fiksasi kepala dari arah luar

4. Bila dengan satu klavikula yang terpotong, bahu masih masih belum dapat
dilahirkan maka dapat dilakukan pemotongan klavikula kontraleteral

Gambar Kleidotomi

22
2.3.8 Eviserasi atau Eksenterasi
Definisi: Tindakan merusak dinding abdomen atau thorax untuk mengeluarkan
organ visceral
Indikasi: Letak lintang

2.3.9 Spondilotomi

Definisi: Tindakan memotong ruas tulang belakang

Indikasi: Letak lintang dorso inferior

2.3.10 Pungsi

Definisi: Tindakan untuk mengeluarkan cairan dar kepala janin

Indikasi: Hidrosepalus

Teknik: Transabdominal atau transvaginal

Gambar Pungsi , Hidrosepalus pada presentasi kepala yang menyebabkan distosia,


pungsi dilakukan melalui ubun-ubun besar (bila mungkin), Pasca pungsi, kepala
mengecil dan ditarik dengan cunam Mouseaux

23
2.4 Teknik Sectio Caesarea
2.4.1 Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010). Menurut
Amru Sofian (2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin &
Hardhi, 2013). Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui
insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)
(Rasjidi, 2009).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang
tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada
dinding abdomen dan dinding uterus.

2.4.2 Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013) etiologi Sectio Caesarea ada dua yaitu
sebagai berikut:
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua
disertai kelainan letak ada, disporporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/
panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, placenta previa terutama pada primigravida, solutsio
placenta tingkat I - II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi-eklampsia,
atas permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forseps ekstraksi.

2.4.3 Jenis-jenis sectio caesarea


a) Sectio caesarea transperitoneal
1) Sectio Caesarea kasik atau corporal

24
Yaitu dengan melakukan sayatan / insisi melintang dari kiri kekanan
pada segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.

2) Sectio Caesarea Ismika atau profunda


Yaitu melakukan sayatan / insisi melintang dari kiri kekanan pada
segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan
b) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal

2.4.4 Komplikasi
Menurut Wikjosastro (2007) komplikasi Sectio Caesarea sebagai berikut:
a. Komplikasi pada ibu
1) Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas; atau bersifat berat, seperti peritonitis,
sepsis dan sebagainya.
Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala – gejala yang merupakan presdisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya).
1) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang–cabang arteri uterina ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
2) Komplikasi lainnya
Komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru –
paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
3) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.

25
b. Komplikasi pada bayi
Nasib anak yang dilahirkan dengan Sectio Caesarea banyak tergantung
dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan Sectio Caesarea.

2.4.5 Indikasi dan Kontraindikasi


Menurut Rasjidi (2009) indikasi dan kontra indikasi dari Sectio Caesarea
sebagai berikut:
A. Indikasi Sectio Caesarea
1) Indikasi mutlak Indikasi Ibu
a) Panggul sempit absolut
b) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi
c) Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi
d) Stenosis serviks atau vagina
e) Placenta previa
f) Disproporsi sefalopelvik
g) Ruptur uteri membakat
2) Indikasi janin
a) Kelainan letak
b) Gawat janin
c) Prolapsus placenta
d) Perkembangan bayi yang terhambat
e) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena
preeklampsia.
3) Indikasi relatif
a) Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya
b) Presentasi bokong
c) Distosia
d) Fetal distress
e) Preeklampsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
f) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu

4) Indikasi Sosial
a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
b) Wanita yang ingin Sectio Caesarea elektif karena takut bayinya
mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi
resiko kerusakan dasar panggul.

26
c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan.

B. Kontra indikasi
Kontraindikasi dari Sectio Caesarea adalah:
1) Janin mati
2) Syok
3) Anemia berat
4) Kelainan kongenital berat
5) Infeksi piogenik pada dinding abdomen
6) Minimnya fasilitas operasi sectio caesarea.

2.5 Teknik Versi Ekstraksi


2.5.1 Definisi
Versi yang dilakukan dengan satu tangan penolong di dinding perut ibu
dan yang satu di dalam

2.5.2 Syarat-syarat:

1. Pembukaan lengkap atau hampir lengkap


2. Ketuban belum atau sudah pecah belum melampaui 6 jam
3. Bagian terendah dari janin belum masuk PAP atau bila sudah masuk masih
dapat didorong ke atas
4. Janin dapat lahir per vaginam
5. Dinding rahim dan perut cukup rileks
6. Janin hidup
2.5.3 Indikasi
1. Letak lintang, khususnya gemeli anak ke 2
2. Presentasi kepala dengan prolaps tali pusat (paling lambat 8 menit bayi harus
lahir)
3. Presentasi dahi
4. Presentasi muka dengan dagu di belakang

27
2.5.4 Kontra indikasi:
1. Cacat rahim: bekas SC, bekas enuclease myoma
2. Ruptura uteri imminens
3. Oligohydramnion
4. Terdapat lingkaran bandle

2.5.5 Komplikasi:
a. Ibu
1. Perdarahan post partum
2. Trauma jalan lahir
3. Infeksi

b. Janin
1. Asfiksia
2. Perdarahan intracranial
3. Luksasi/fraktur anggota gerak

2.6 Teknik Persalinan Sungsang

2.6.1 Definisi

28
Pengertian Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri (Prawirohardjo, 2008, p.606).

2.6.2 Klasifikasi letak sungsang

Presentasi bokong murni (frank breech) Yaitu letak sungsang dimana


kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujung kaki setinggi bahu atau kepala
janin. 2) Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) Yaitu letak
sungsang dimana kedua kaki dan tangan menyilang sempurna dan di samping
bokong dapat diraba kedua kaki. 3) Presentasi bokong kaki tidak sempurna
(incomplete breech) Yaitu letak sungsang dimana hanya satu kaki di samping
bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. (Kasdu, 2005, p.28)

2.6.3 Diagnosis

Diagnosis letak sungsang yaitu pada pemeriksaan luar kepala tidak


teraba di bagian bawah uterus melainkan teraba di fundus uteri. 7 8 Kadang-
kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala,
tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut
menyatakan bahwa kehamilannya terasa lain daripada yang terdahulu, karena
terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah.
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi
daripada umbilicus. Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar
tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah
berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila masih ada keragu-raguan, harus
dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik. Setelah
ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan
adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka
harus dibedakan dengan tangan.

29
Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang
letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama
dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong janin mengalami
edema, sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka.
Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan antara bokong dengan muka karena
jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan
jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola
tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat
diraba di samping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak
sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong (Prawirohardjo, 2008,
pp.609-611).

2.6.4 Etiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan didalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relative lebih banyak, sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam
presentasi kepala, letak sungsang, ataupun letak lintang. Pada kehamilan
triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative
berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar
daripada kepala, maka bokong dipaksa menempati ruang yang lebih luas di
fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil di segmen
bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan
belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada
kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi
kepala.

Faktor-faktor lain yang memegang peranan dalam terjadinya letak


sungsang diantaranya adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion,
hidrosefalus, plasenta previa, dan panggul sempit. Kadang-kadang letak

30
sungsang disebabkan karena kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus.
Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan
letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus
(Prawirohardjo, 2008, p.611).

2.6.5 Komplikasi persalinan letak sungsang

a. Komplikasi pada ibu


1) Perdarahan
2) Robekan jalan lahir
3) Infeksi
b. Komplikasi pada bayi
1) Asfiksia bayi, dapat disebabkan oleh :
1. Kemacetan persalinan kepala (aspirasi air ketuban-lendir)
2. Perdarahan atau edema jaringan otak
3. Kerusakan medula oblongata
4. Kerusakan persendian tulang leher
5. Kematian bayi karena asfiksia berat.
2) Trauma persalinan

1. Dislokasi-fraktur persendian, tulang ekstremitas

2. Kerusakan alat vital : limpa, hati, paru-paru atau jantung 18

3. Dislokasi fraktur persendian tulang leher : fraktur tulang dasar kepala ;


fraktur tulang kepala ; kerusakan pada mata, hidung atau telinga ;
kerusakan pada jaringan otak.

3) Infeksi, dapat terjadi karena :


1. Persalinan berlangsung lama
2. Ketuban pecah pada pembukaan kecil
3. Manipulasi dengan pemeriksaan dalam

31
2.7 Teknik Kuretase

2.7.1 Definisi
Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat
pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan manipulasi instrumen
(sendok kuret) ke dalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepas jaringan
tersebut dengan teknik pengerokan secara sistematik.

2.7.2 Tujuan Kuretase


1. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim yaitu mengambil sedikit
jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui penyebab dari
perdarahan abnormal yang terjadi misalnya perdarahan pervaginam yang
tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau
kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/fertilitas.
2. Kuret sebagai terapi, bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada
keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hail kehamilan yang telah
gagal berkembang, menghentikanperdarahan akibat mioma dan polip dari
dalam rongga rahim, menghentikan perdarahan akibat gangguan hormone
dengan cara mengeluarkan lapisan dalam mengeluarkan lapisan dalam
rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa jaringan janin di dalam
rahim setelah proes persalinan, hamil anggur, menghilangkan polip rahim.

2.7.3 Manfaat Kuretase

Kuretase ini memiliki beberapa manfaat tidak hanya untuk calon ibu atau
wanita yang mengalami keguguran, namun juga beberapa hal lainnya untuk
memeriksa masalah atau kesehatan pada rahim, diantaranya adalah:
a) Membersihkan rahim sesudah keguguran.
b) Mendiagnosa keadaan tertentu yang ada pada rahim.
c) Pendarahan pervaginam yang tidak teratur.
d) Membersihkan jaringan plasenta yang tersisa sesudah proses persalinan di
kemudian hari.

32
e) Menghilangkan blighted ovum atau tidak ada janin dalam kandung telur.
f) Hamil anggur
g) Menghindari rahim tidak bisa kontraksi karena pembuluh darah pada rahim
tidak menutup sehingga terjadi pendarahan.
h) Membersihkan sisa jaringan pada dinding rahim yang bisa menjadi tempat
kuman berkembang biak dan timbul infeksi.
2.7.4 Indikasi kuretase
Abortus inkomplit, sisa plasenta, biopsi endometrium, hiperplasia
endometrium.
Menurut SupriyaIndikasi kuretase dibagi menjadi dua yaitu :

1) Diagnostik : Jaringan endometrium untuk diagnosis histologi


2) Terapeutik : Pengangkatan jaringan plasenta setelah abortus atau melahirkan,
mengangkat polip atau endometrium hiperplastik.

2.7.5 Prosedur Kuretase


a. Persiapan pasien sebelum kuretase adalah:

1) Puasa
Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan
dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut
dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
2) Persiapan psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret.
Ada yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk
mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang merasakan biasa saja, seperti
halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual. Sebab,
segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah
ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa
sakit sangat mungkin terjadi karena rasa takut akan menambah kuat rasa

33
sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan
bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya udah bekerja lebih
dahulu.
3) Minta Penjelasan Dokter
Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada
dokter secara lengkap, mulai dari pengertian kuret, alasan kenapa harus
dikuret, persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau resiko
yang mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib
menjelaskan segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap
diharapkan dapat membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang
dalam pelaksanaan kuret.

b. Teknik Kuretase
1) Menentukan Letak Rahim
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam dengan menggunakan
alat-alat yang ummnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung.
Karena itu alat-alat tersebut harus dimasukkan sesuai dengan letak rahim.
Tujuannya supaya tidak terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.

2) Penduga rahim (sondage)


Yaitu dengan memasukkan penduga rahim sesuai dengan letak
rahim dan tentukan panjang atau dalamnya penduga rahim. Caranya
adalah, setelah ujung penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk
tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde
keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.

34
3) Kuretase
Pada teknik ini harus memakai sendok kuret yang cukup besar.
Jangan memasukkan sendok kuret dengan kekuatan, dan pengerokan
biasanya dimulai di bagian tengah. Memakai sendok kuret yang tajam
(ada tanda bergerigi) lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan
kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur kelapa).
Dengan demikian, kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan.

4) Kuretase dengan cara penyedotan (suction curretage)


Dalam tahun-tahun terakhir ini lebih banyak digunakan oleh
karena perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih
kecil. Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya
uterus ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan serviks
dipegang dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk
mengetahui panjang dan jalanya kavum uteri. Anastesi umum dengan
penthoal sodium, atau anastesia percervikal block dilakukan dan 5 satuan
oksitosin disuntikkan pada korpus uteri dibawah kandung kencing dekat
pada perbatasanya pada serviks.

2.7.6 Komplikasi Kuretase


a. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada
kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus ke
rongga peritoneum, ke rongga peritoneum, ke ligatum latum, atau ke kandung
kencing. Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi
perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, maka penderita harus diawasi

35
dengan seksama dengan mengamati keadaan umum nadi, tekanan darah,
kenaikan suhu, turunya hemoglobin dan keadaan perut bawah. Jika keadaan
meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparotomi
percobaan dengan segera.

b. Luka pada serviks uteri


Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksaan maka dapat
timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada
ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul adalah perdarahan
yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat
jangka panjang ialah kemungkinan timnulnya incompetent cervik.

c. Perlekatan dalam kavum uteri


Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-
sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan sampai terkerok, karena
hal itu dapat menyebabkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di
beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila
tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

d. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa ada
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan
transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa
kedalam uterus dan vagina.

2.8 Episiotomi
2.8.1 Definisi

Menurut Sarwono (2007), episiotomi merupakan suatu tindakan insisi


pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin

36
selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum
dan kulit sebelah depan perineum (Sarwono, 2007, hal. 171).

2.8.2 Tujuan Episiotomi

Tujuan episiotomi yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai


pengganti robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat mencegah
vagina robek secara spontan, karena jika robeknya tidak teratur maka
menjahitnya akan sulit dan hasil jahitannya pun tidak rapi, tujuan lain episiotomi
yaitu mempersingkat waktu ibu dalam mendorong bayinya keluar (Williams,
2009, hal. 160).

2.8.3 Waktu Pelaksanaan Episiotomi


Menurut Benson dan Pernoll (2009), episiotomi sebaiknya dilakukan
ketika kepala bayi meregang perineum pada janin matur, sebelum kepala sampai
pada otot-otot perineum pada janin matur (Benson dan Pernoll, 2009, hal. 177).
Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka
episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu
lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. sehingga salah satu tujuan episiotomi
itu sendiri tidak akan tercapai. Episiotomi biasanya dilakukan pada saat kepala
janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada waktu his. Jika dilakukan
bersama dengan penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar dokter melakukan
episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep (Williams, 2009, hal.
161).

2.8.4 Tindakan Episiotomi


Pertama pegang gunting epis yang tajam dengan satu tangan, kemudian
letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antaraa kepala bayi dan perineum searah
dengan rencana sayatan. Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his). Kemudian
selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan tengah.
Gunting perineum, dimulai dari fourchet (komissura posterior) 45 derajat ke
lateral kiri atau kanan. (Sarwono, 2006, hal. 457).

37
2.8.5 Indikasi Episiotomi
Untuk persalinan dengan tindakan atau instrument (persalinan dengan
cunam, ekstraksi dan vakum); untuk mencegah robekan perineum yang kaku
atau diperkirakan tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan,
dan untuk mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak /
presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan
menyediakan tempat yang luas untuk persalinan yang aman (Sarwono, 2006, hal
455-456).

2.8.6 Jenis - Jenis Episiotomi


Sebelumnya ada 4 jenis episiotomi yaitu; Episiotomi medialis,
Episiotomi mediolateralis, Episiotomi lateralis, dan Insisi Schuchardt. Namun
menurut Benson dan Pernoll (2009), sekarang ini hanya ada dua jenis
episiotomi yang di gunakan yaitu:
a. Episiotomi median, merupakan episiotomi yang paling mudah dilakukan dan
diperbaiki. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke
bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani

b. Episiotomi mediolateral, digunakan secara luas pada obstetri operatif karena


aman. Sayatan di sini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju
ke arah belakang dan samping.

2.8.7 Benang Yang Digunakan Dalam Penjahitan Episiotomi

Alat menjahit yang digunakan dalam perbaikan episitomi atau laserasi


dapat menahan tepi – tepi luka sementara sehingga terjadi pembentukan kolagen
yang baik. Benang yang dapat diabsorbsi secara alamiah diserap melalui
absorbsi air yang melemahkan rantai polimer jahitan. Benang sintetik yang
dapat diabsorbsi yang paling banyak digunakan adalah polygarin 910 (Vicryl)
yang dapat menahan luka kira-kira 65% dari kekuatan pertamanya setelah 14
hari penjahitan dan biasanya diabsorbsi lengkap setelah 70 hari prosedur

38
dilakukannya. Ukuran yang paling umum digunakan dalam memperbaiki
jaringan trauma adalah 2-0, 3-0, dan 4-0, 4-0 yang paling tipis. Benang jahit
yang biasa digunakan dalam kebidanan dimasukkan ke dalam jarum, dan
hampir semua jahitan menggunakan jarum ½ lingkaran yang runcing pada
bagian ujungnya. Ujung runcing dapat masuk dalam jaringan tanpa merusaknya.
(Walsh,2008, hal. 560).

2.8.8 Penyembuhan Luka Episiotomi

Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu:
a. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam
jaringan,serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi
enzim proteolitik yang memakan jaringan yang mengalami cedera.
b. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk
benang–benang kolagen pada tempat cedera.
c. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan
yang rusak kemudian menutup luka. Proses penyembuhan sangat
dihubungani oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran darah
yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya. Penyembuhan luka
sayatan episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa hal. Tidak
adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan.
Keterampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat
diatur kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari
sedikit mungkin pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf
terpotong, pembuluh darah tidak akan terbentuk lagi (Walsh, 2008, hal. 55).

BAB III

PENUTUP

39
3.1 Kesimpulan

Obstetri operatif adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk


membantu/mengatasi masalah-masalah yang terjadi selama proses persalinan. Tindakan
ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawa sang ibu, mengurangi penderitaan ibu dan
janin dan memperbaiki kelainan bentuk/letak janin. Tindakan obstetri operatif yang
dilakukan yaitu ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, embriotmi, sectio cesarea, versi
ekstraksi, persalinan sungsang, kuret, dan episiotomi.

3.2 Saran

Tenaga medis yang menangani pasien yang dilakukan tindakan obsetetri


operatif melakukan observasi apakah ada perdarahan pervaginam,dan
melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mencegah timbulnya komplikasi
pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, Leveno, dkk. 2009. Obstetri William Pandua ringkas. Edisi 23.
EGC: Jakarta

40
2. Oxorn, William. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan. ANDI:
Yogyakarta
3. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta
4. Douglas GR, Stromme WB, 1963, Operative Obstetrics, Inc New York,
Appleton-Century-Crofts
5. Husodo L, 1997, Pembedahan Vaginal Dengan Merusak Janin dalam ILMU
KEBIDANAN (ed) edisi ke 3, Jakarta, YBPSP
6. Martius G, 1980, Operative Obstetrics:Indication and Techniques, Stuttgart,
George Thieme Verlag Rudigerstrabe
7. Myerscough PR, 1978, Munro Kerr’s Operative Obstetrics 9th ed, London, A
Bailliere Tindal,

41
42
43
44
45

Anda mungkin juga menyukai