PENDAHULUAN
1
3. Tindakan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin
tidak timbul komplikasi pada ibu dan bayi.
2
2 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik ekstraksi forceps
3 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi , prosedur
dan teknik embriotomi
4 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan tehnik sectio caesarea
5 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik versi ekstraksi
6 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik persalinan sungsang
7 Mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur
dan teknik kuretase
8 Jelaskan pengertian, tujuan, manfaat, indikasi, kontraindikasi, prosedur dan
teknik episiotomi
BAB II
PEMBAHASAN
3
penghisapan/ tekanan negatif. Kemudian setelah kepala menempel pada
mangkuk vakum, tarikan dilakukan dengan bantuan tenaga dari ibu (bersamaan
dengan saat his/ gerakan mengejan) mengandalkan penempelan kaput tersebut
pada mangkuk vakum (Farogk, 2009) Vakum memberi tenaga tambahan untuk
mengeluarkan bayi, dan biasanya digunakan saat persalinan sudah berlangsung
terlalu lama dan ibu sudah terlalu capek serta tidak kuat meneran lagi. Ekstraksi
vakum dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
6. Harus ada kontraksi uterus (his) dan tenaga mengejan ibu (reflex mengejan
baik).
7. Tidak boleh ada mukosa vagina atau jaringan servix yang terjepit antara
ekstraktor vakum dengan kepala janin
1. Cup sejenis mangkuk dari logam yang agak mendatar dengan berbagai
ukuran biaswanya 3, 5, dan 7 cm (diameter 30 samapi dengan 60 mm)
dengan lubang di tengah-tengahnya. Ekstraktor utama yang ada terdiri dari
4
mangkuk yang terbuat dari karet yang lembut atau plastik dan bukan dari
logam. Dua macam ekstraktor vakum yang sering digunakan adalah
mangkuk polimer silikon dan mangkuk plastik sekali pakai yang lebih kecil.
2. Pipa atau selang karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan
mangkuk dan pada ujung yang lain dihubungkan dengan suatu alat penarik
dari logam.
3. Rantai dari logam yang berhubungan dengan alat bundar dan datar; alat
tersebut dimasukan ke dalam rongga mangkuk sehingga dapat menutup
lubangnya, selanjutnya rantai dimasukkan ke dalam pipa karet dan setelah
ditarik kuat, dikaitkan kepada alat penarik.
4. Pipa karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan alat penarik dan
dengan ujung yang lain dengan botol penampung cairan yang terisap (lendir,
darah, air ketuban, dan sebagainya)
5. Manometer untuk membuat dan mengatur tekanan negatif dan pompa tangan
atau elektrik untuk mengisap udara, yang berhubungan dengan botol
penampung dan menyelenggarakan vakum antara mangkuk dan kepala janin.
a. Indikasi Ibu
1) Power ibu menurun: frekuensi his semakin menurun, nadi ibu cepat > 100
x/mnt, nafas cepat > 40x/mnt
2) Decom tingkat I: sesak nafas yang dialami ibu setelah ibu mengejan
5
3) Tekanan darah naik: ibu pusing, ada kenaikan tekanan sistole dan diastole
(> 130/80)
4) Tidak kuat mengejan: penurunan kepala janin statis, saat ibu mengejan dua
kali kepala tidak mengalami penurunan
5) Adanya kenaikan suhu: suhu naik lebih dari normal, > 37,5
b. Indikasi Janin
1) Gawat janin: denyut jantung janin 160x/mnt
2) Indikasi waktu kala II memanjang: pada primi peralinan kala II > 2 jam,
pada multi > 1 jam (Mansjoer Arif, 2009).
6
Arif, 2009).
3) Forcep tinggi
7
Keadaan yang menjadi syarat untuk memutuskan partus dengan ekstraksi
forcep adalah sebagai berikut:
1) Pembukaan harus lengkap
Jika pembukaan belum lengkap bibir sevik dapat terjepit antara kepala
anak dan sendok sehingga servik juga bisa robek yang sangat membahayakan
karena dapat menimbulkan pendarahan hebat.
2) Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
Jika ketuban belum pecah maka selaput janin ikut tertarik oleh forcep
dan dapat menimbulkan tarikan pada plasenta yang dapat terlepas karenanya
(solution plasenta)
3) Ukuran terbesar kepala harus sudah bisa melewati pintu atas panggul
Kepala sekurang kurangnya sampai di hodge III untuk letak belakang
kepala supaya tidak tersesat oleh caput succedanum dalam menentukan
turunya kepala maka toucher harus selalu di control oleh palpasi
4) Kepala harus dapat dipegang oleh forcep
Forcep tidak boleh dipasang pada kepala yang luar biasa ukuran atau
bentuknya,seperti:premature,hidrochepal.
5) Panggul tidak boleh terlalu sempit
8
4) Ibu keletihan
b. Indikasi janin
1) Janin yang mengalami distress
2) Presentase yang belum pas
3) Janin berhenti rotasi
4) Kelahiran kepala pada presentase bokong
c. Indikasi waktu
1) Indikasi pinard (2 jam mengedan tidak lahir)
2) Modifikasi remeltz
Setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitosin, tunggu 1
jam tidak lahir dilakukan ekstrasi forsep
9
b. Persiapan penolong
1) Cuci tanggan secara furbringer
2) Memakai baju steril
3) Memakai sarung tangan steril
c. Persiapan alat
1) Duk steril
2) Sarung tanggan steril
3) Alat persalinan normal
4) Alat forcep
5) Alat untuk episiotomy dan menjahit
6) Kateter
7) Obat obat desinfektan dan uterotonika
d. Persiapan untuk bayi
1) Penghisap lender dan alat resusitasi lainya
2) Alat pemanas bayi
10
4) Ganguan pendengara dan keseimbangan
c. Kleidotomi
d. Eviserasi
e. Spondilotomi
f. Pungsi
2.3.2 Indikasi
a. Bila ada ancaman keselamatan ibu.
1) Pre-eklampsi berat dan eklampsi
2) Ancaman robekan rahim
3) Perdarahan yang banyak
4) Adanya tanda-tanda infeksi
5) Partus lama dan ibu sangat lemah
6) Anemia berat (gravis)
7) Penyakit jantung (dekompensasi kordis)
8) Penyakit paru-paru berat, dsb
b. Pada keadaan dimana partus spontan tidak mungkin dilakukan
1) Letak lintang
11
2) Diproporsi sefalo-pelvic
3) Presentasi muka dan dahi
4) Presentasi tulang ubun-ubun posterior
c. Pada janin hidup dengan kelaian:
1) Hidrosefalus, anensefalus dan monstrum
2) Hidrops fetalis
3) Distosia bahu
2.3.3 Kontraindikasi
1) Janin hidup, kecuali pada janin hidup dengan kelainan seperti yang telah
disebutkan,
2) Kesempitan panggul absolut (CV kurang dari 6 cm)
2.3.4 Syarat
1) Janin sudah mati, kecuali pada kasus hidrosepalus, hidrops fetalis atau pada
kleidotomi
2) Conjugata vera lebih dari 6 vm
3) Pembukaan servik > 7 cm
4) Ketuban sudah pecah
5) Jalan lahir normal
2.3.5 Kraniotomi
12
1. Pisau bedah (scalpel)
2. Perforator SIMPSON
3. Kranioklast
4. Cunam BOER
5. Cunam Mouzeaux
Perforator SIMPSON:
1. Peforator memiliki dua daun dengan tepi tajam dan ujung yang runcing,
Cranioclast BRAUN:
1. Terdiri dari dua daun ( sendok jantan dan betina ) yang pemasangannya
dilakukan secara terpisah.
2. Sendok jantan dimasukkan kedalam lubang ditengkorak kepala janin.
13
3. Sendok betina diletakkan pada daerah muka janin.
Teknik
3. Dengan pisau bedah, dibuat lubang pada ubun-ubun besar atau sutura
sagitalis.
14
lurus dan horisontal sedemikian rupa sehingga lubang perforasi berbentuk
irisan silang ( gambar 4 )
8. Jaringan otak tak perlu dikeluarkan secara khusus oleh karena akan keluar
dengan sendirinya saat ekstraksi kepala.
Gambar Asisten operator menahan posisi kepala agar tidak tertdorong keatas saat
perforator dimasukkan rongga kepala
15
Ekstraksi kepala
Untuk melakukan ekstraksi kepala dapat digunakan:
1. Pemasangan cunam Muzeaux sebanyak 2 buah pada kulit kepala janin
2. Cranioclast Braun
Cunam Muzeux
Untuk ekstraksi kepala setelah tindakan perforasi hanya boleh dilakukan
dimana kulit kepala masih kuat dan hubungan antara tulang kepala masih kuat
dan kepala janin sudah didasar panggul.
Teknik:
4. Setelah kepala janin lahir, tubuh janin dilahirkan dengan cara seperti biasa.
16
Cranioclast BRAUN
6. Arah traksi harus sesuai dengan sumbu panggul dan diikuti dengan gerakan
putar paksi dalam.
7. Setelah occiput nampak dibawah arcus pubis, dilakukan elevasi keatas pada
tangkai cranioclast sehingga secara berurutan lahir ubun-ubun besar, dahi,
muda dan dagu anak.
8. Setelah kepala lahir, kunci cranioclast dibuka dan daun cranioclast dibuka
satu persatu kemudian tubuh anak dilahirkan dengan cara seperti biasa.
17
Gambar Memasukkan sendok jantan kedalam lobang perforasi yang sudah terbentuk
Gambar Memasang sendok betina yang berlubang dibagian depan wajah anak.
Catatan :
a. Pada letak sungsang, kraniotomi dikerjakan pada foramen magnum melalui arah
belakang atau dari arah muka dibawah mulut.
b. Setelah dikerjakan perforasi, ‘after coming head’ dilahirkan dengan cara seperti
persalinan kepala.
c. Bila saat ekstraksi kepala terdapat tulang tengkorak yang terlepas maka serpihan
tulang tersebut diambil dengan cunam BOER agar tidak melukai jalan lahir saat
dilakukan ekstraksi kepala.
18
Gambar ( kiri ) Melakukan perforasi pada after coming head dari bagian belakang
Gambar ( kanan ) Melakukan perforasi pada after coming head dari arah depan
2.3.6 Dekapitasi
Tindakan untuk memisahkan kepala dari tubuh janin dengan cara
memotong leher janin.
Indikasi : Letak Lintang
Teknik:
a. Dengan pengait BRAUN
1. Bila letak janin adalah letak lintang dengan tangan menumbung, maka
lengan yang menumbung diikat dulu dengan tali (dengan ikatan
SIEGEMUNDIN agar tidak masuk kembali kejalan lahir) dan ditarik
kearah bokong oleh asisten.
19
menyelusuri tangan dan ibu jari operator yang berada didalam jalan lahir
sampai menemui leher dan kemudian dikaitkan pada leher janin.
4. Dengan pengait ini, leher janin ditarik kebawah sekuat mungkin dan
kemudian diputar kearah kepala janin (pada saat yang sama, asisten
memfiksasi kepala anak dari dinding abdomen) untuk mematahkan
tulang leher janin.
20
1. Tangan penolong yang dekat dengan kepala janin dimasukkan kedalam
jalan lahir.
2. Dipasang spekulum vagina.
3. Dengan dilindungi oleh telapak tangan yang didalam jalan lahir, leher
janin dipotong sedikit demi sedikit dengan gunting SIEBOLD secara
avue mulai dari kulit, otot dan tulang leher.
3. Badan dan kepala anak dlahirkan dengan yang sudah dijelaskan diatas.
21
2.3.7 Kleidotomi
4. Bila dengan satu klavikula yang terpotong, bahu masih masih belum dapat
dilahirkan maka dapat dilakukan pemotongan klavikula kontraleteral
Gambar Kleidotomi
22
2.3.8 Eviserasi atau Eksenterasi
Definisi: Tindakan merusak dinding abdomen atau thorax untuk mengeluarkan
organ visceral
Indikasi: Letak lintang
2.3.9 Spondilotomi
2.3.10 Pungsi
Indikasi: Hidrosepalus
23
2.4 Teknik Sectio Caesarea
2.4.1 Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010). Menurut
Amru Sofian (2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin &
Hardhi, 2013). Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui
insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)
(Rasjidi, 2009).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang
tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada
dinding abdomen dan dinding uterus.
2.4.2 Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013) etiologi Sectio Caesarea ada dua yaitu
sebagai berikut:
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua
disertai kelainan letak ada, disporporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/
panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, placenta previa terutama pada primigravida, solutsio
placenta tingkat I - II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi-eklampsia,
atas permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forseps ekstraksi.
24
Yaitu dengan melakukan sayatan / insisi melintang dari kiri kekanan
pada segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.
2.4.4 Komplikasi
Menurut Wikjosastro (2007) komplikasi Sectio Caesarea sebagai berikut:
a. Komplikasi pada ibu
1) Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas; atau bersifat berat, seperti peritonitis,
sepsis dan sebagainya.
Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala – gejala yang merupakan presdisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya).
1) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang–cabang arteri uterina ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
2) Komplikasi lainnya
Komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru –
paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
3) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.
25
b. Komplikasi pada bayi
Nasib anak yang dilahirkan dengan Sectio Caesarea banyak tergantung
dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan Sectio Caesarea.
4) Indikasi Sosial
a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
b) Wanita yang ingin Sectio Caesarea elektif karena takut bayinya
mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi
resiko kerusakan dasar panggul.
26
c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan.
B. Kontra indikasi
Kontraindikasi dari Sectio Caesarea adalah:
1) Janin mati
2) Syok
3) Anemia berat
4) Kelainan kongenital berat
5) Infeksi piogenik pada dinding abdomen
6) Minimnya fasilitas operasi sectio caesarea.
2.5.2 Syarat-syarat:
27
2.5.4 Kontra indikasi:
1. Cacat rahim: bekas SC, bekas enuclease myoma
2. Ruptura uteri imminens
3. Oligohydramnion
4. Terdapat lingkaran bandle
2.5.5 Komplikasi:
a. Ibu
1. Perdarahan post partum
2. Trauma jalan lahir
3. Infeksi
b. Janin
1. Asfiksia
2. Perdarahan intracranial
3. Luksasi/fraktur anggota gerak
2.6.1 Definisi
28
Pengertian Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri (Prawirohardjo, 2008, p.606).
2.6.3 Diagnosis
29
Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang
letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama
dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong janin mengalami
edema, sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka.
Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan antara bokong dengan muka karena
jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan
jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola
tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat
diraba di samping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak
sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong (Prawirohardjo, 2008,
pp.609-611).
2.6.4 Etiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan didalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relative lebih banyak, sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam
presentasi kepala, letak sungsang, ataupun letak lintang. Pada kehamilan
triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative
berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar
daripada kepala, maka bokong dipaksa menempati ruang yang lebih luas di
fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil di segmen
bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan
belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada
kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi
kepala.
30
sungsang disebabkan karena kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus.
Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan
letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus
(Prawirohardjo, 2008, p.611).
31
2.7 Teknik Kuretase
2.7.1 Definisi
Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat
pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan manipulasi instrumen
(sendok kuret) ke dalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepas jaringan
tersebut dengan teknik pengerokan secara sistematik.
Kuretase ini memiliki beberapa manfaat tidak hanya untuk calon ibu atau
wanita yang mengalami keguguran, namun juga beberapa hal lainnya untuk
memeriksa masalah atau kesehatan pada rahim, diantaranya adalah:
a) Membersihkan rahim sesudah keguguran.
b) Mendiagnosa keadaan tertentu yang ada pada rahim.
c) Pendarahan pervaginam yang tidak teratur.
d) Membersihkan jaringan plasenta yang tersisa sesudah proses persalinan di
kemudian hari.
32
e) Menghilangkan blighted ovum atau tidak ada janin dalam kandung telur.
f) Hamil anggur
g) Menghindari rahim tidak bisa kontraksi karena pembuluh darah pada rahim
tidak menutup sehingga terjadi pendarahan.
h) Membersihkan sisa jaringan pada dinding rahim yang bisa menjadi tempat
kuman berkembang biak dan timbul infeksi.
2.7.4 Indikasi kuretase
Abortus inkomplit, sisa plasenta, biopsi endometrium, hiperplasia
endometrium.
Menurut SupriyaIndikasi kuretase dibagi menjadi dua yaitu :
1) Puasa
Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan
dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut
dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
2) Persiapan psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret.
Ada yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk
mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang merasakan biasa saja, seperti
halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual. Sebab,
segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah
ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa
sakit sangat mungkin terjadi karena rasa takut akan menambah kuat rasa
33
sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan
bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya udah bekerja lebih
dahulu.
3) Minta Penjelasan Dokter
Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada
dokter secara lengkap, mulai dari pengertian kuret, alasan kenapa harus
dikuret, persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau resiko
yang mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib
menjelaskan segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap
diharapkan dapat membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang
dalam pelaksanaan kuret.
b. Teknik Kuretase
1) Menentukan Letak Rahim
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam dengan menggunakan
alat-alat yang ummnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung.
Karena itu alat-alat tersebut harus dimasukkan sesuai dengan letak rahim.
Tujuannya supaya tidak terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.
34
3) Kuretase
Pada teknik ini harus memakai sendok kuret yang cukup besar.
Jangan memasukkan sendok kuret dengan kekuatan, dan pengerokan
biasanya dimulai di bagian tengah. Memakai sendok kuret yang tajam
(ada tanda bergerigi) lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan
kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur kelapa).
Dengan demikian, kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan.
35
dengan seksama dengan mengamati keadaan umum nadi, tekanan darah,
kenaikan suhu, turunya hemoglobin dan keadaan perut bawah. Jika keadaan
meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparotomi
percobaan dengan segera.
d. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa ada
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan
transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa
kedalam uterus dan vagina.
2.8 Episiotomi
2.8.1 Definisi
36
selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum
dan kulit sebelah depan perineum (Sarwono, 2007, hal. 171).
37
2.8.5 Indikasi Episiotomi
Untuk persalinan dengan tindakan atau instrument (persalinan dengan
cunam, ekstraksi dan vakum); untuk mencegah robekan perineum yang kaku
atau diperkirakan tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan,
dan untuk mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak /
presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan
menyediakan tempat yang luas untuk persalinan yang aman (Sarwono, 2006, hal
455-456).
38
dilakukannya. Ukuran yang paling umum digunakan dalam memperbaiki
jaringan trauma adalah 2-0, 3-0, dan 4-0, 4-0 yang paling tipis. Benang jahit
yang biasa digunakan dalam kebidanan dimasukkan ke dalam jarum, dan
hampir semua jahitan menggunakan jarum ½ lingkaran yang runcing pada
bagian ujungnya. Ujung runcing dapat masuk dalam jaringan tanpa merusaknya.
(Walsh,2008, hal. 560).
Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu:
a. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam
jaringan,serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi
enzim proteolitik yang memakan jaringan yang mengalami cedera.
b. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk
benang–benang kolagen pada tempat cedera.
c. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan
yang rusak kemudian menutup luka. Proses penyembuhan sangat
dihubungani oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran darah
yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya. Penyembuhan luka
sayatan episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa hal. Tidak
adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan.
Keterampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat
diatur kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari
sedikit mungkin pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf
terpotong, pembuluh darah tidak akan terbentuk lagi (Walsh, 2008, hal. 55).
BAB III
PENUTUP
39
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, Leveno, dkk. 2009. Obstetri William Pandua ringkas. Edisi 23.
EGC: Jakarta
40
2. Oxorn, William. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan. ANDI:
Yogyakarta
3. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta
4. Douglas GR, Stromme WB, 1963, Operative Obstetrics, Inc New York,
Appleton-Century-Crofts
5. Husodo L, 1997, Pembedahan Vaginal Dengan Merusak Janin dalam ILMU
KEBIDANAN (ed) edisi ke 3, Jakarta, YBPSP
6. Martius G, 1980, Operative Obstetrics:Indication and Techniques, Stuttgart,
George Thieme Verlag Rudigerstrabe
7. Myerscough PR, 1978, Munro Kerr’s Operative Obstetrics 9th ed, London, A
Bailliere Tindal,
41
42
43
44
45