Anda di halaman 1dari 10

75

UJI KUALITATIF DAN KUANTITATIF GOLONGAN SENYAWA


ORGANIK DARI KULIT DAN KAYU
BATANG TUMBUHAN Artocarpus dadah Miq.

Indarto
Pendidikan Fisika, FTK IAIN Raden Intan Lampung; e-mail: indartoalkimia@yahoo.com

Abstrak: Sekarang ini kimia tumbuhan atau yang dikenal dengan fitokimia telah berkembang menjadi
suatu disiplin ilmu tersendiri, yang berada di antara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan,
serta mempunyai kaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatian fitokimia adalah aneka ragam senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimiannya, biosintesisnya,
perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah, dan fungsi biologinya. Penentuan secara
kualitatif dapat memberikan informasi keberadaan senyawa atau golongan senyawa tertentu, dan
kuantitatif memungkinkan kita membedakan mana komponen utama dan mana komponen tambahan
dalam campuran. Tumbuhan A. dadah Miq. merupakan salah satu spesies dari Artocarpus. Uji yang
dilakukan secara kualitatif meliputi uji tanin, saponin, flavonoid, steroid, terpenoid, dan kardiak glikosida.
Uji kuantitatif meliputi uji fenol total, alkaloid, tanin, dan flavonoid. Dari uji yang telah dilakukan,
sampel kulit batang positif mengandung senyawa tanin, saponin, flavonoid, terpenoid, alkaloid, dan
kardiakglikosida. Sedangkan sampel kayu batang positif mengandung senyawa tanin, saponin, flavonoid,
steroid, terpenoid, dan alkaloid. Sedangkan uji yang dilakukan secara kuantitatif meliputi uji fenol total,
tanin, alkaloid, dan uji flavonoid. Dari uji ini, kandungan dalam kulit batang sebesar 0.0529 % untuk
fenol total, 27,7176 % tanin, 9,455 % flavonoid, dan 2,756 % alkaloid. Sedangkan dalam kayu batang
sebesar 0,5555 % fenol total, 0,8987 % tanin, 3,312 % flavonoid, dan 0,694 % alkaloid.

Kata kunci : artocarpus dadah, miq fitokimia,.


76

PENDAHULUAN Senyawa kimiawi hasil isolasi


dari tumbuhan banyak dimanfaatkan
Indonesia merupakan negara sebagai obat. Di indonesia spesies
tropis yang kaya akan sumber daya tumbuhan yang banyak dimanfaatkan
alam terutama tumbuhan. Indonesia sebagai obat salah satunya berasal dari
dikenal sebagai megabiodiversity famili Moraceae.
terbesar kedua di dunia setelah Brasilia. Moraceae merupakan suatu
Tumbuhan merupakan sumber bahan famili tumbuhan di alam yang
kimia hayati (chemical resources), merupakan produk dari
sehingga biodiversitas dapat dipandang keanekaragaman hayati di hutan tropik
sebagai suatu industri atau pabrik bahan maupun subtropik. Salah satu genus
kimiawi yang berproduksi sepanjang dari famili ini adalah Artocarpus. Di
tahun menghasilkan bahan kimia indonesia sendiri Artocarpus banyak
berguna (Chemical Prospectives) dimanfaatkan sebagai ramuan obat
melalui proses rekayasa bioteknologi tradisional, misalnya bunga dari A.
alami (Achmad dalam Ersam, 2001). communis dimanfaatkan untuk
Sekarang ini kimia tumbuhan mengobati sakit gigi, abu dari daunnya
atau yang dikenal dengan fitokimia digunakan untuk mengobati sakit kulit,
telah berkembang menjadi suatu disiplin dan bagian daunnya digunakan untuk
ilmu tersendiri, yang berada di antara mengobati pendarahan. Begitu juga
kimia organik bahan alam dan biokimia dengan kulit batang A. elastica yang
tumbuhan, serta mempunyai kaitan erat digunakan untuk mencegah kehamilan,
dengan keduanya. Bidang perhatian daunnya digunakan untuk obat
fitokimia adalah aneka ragam senyawa tuberkolosis, sedangkan getahnya untuk
organik yang dibentuk dan ditimbun obat disentri (Heyne, 1987 dalam
oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur Suhartati, 2001).
kimianya, biosintesisnya, perubahan Tumbuhan A. dadah.merupakan
serta metabolismenya, penyebarannya salah satu spesies dari Artocarpus yang
secara alamiah, dan fungsi biologinya. keberadaanya mulai langka di alam. A.
Pada semua pekerjaan tersebut dadah ini merupakan tumbuhan yang
diperlukan suatu metode pemisahan, endemik hanya di Indonesia dan masih
pemurnian, dan identifikasi kandungan sedikit sekali orang yang meneliti.
yang terdapat dalam tumbuhan yang Sehingga diperlukan uji fitokimia lebih
memiliki sifat yang berbeda-beda dan lanjut mengenai kandungan senyawa
juga memiliki jumlah yang banyak. organik yang terdapat dalam tumbuhan
Jadi, kemajuan pengetahuan kita ini, dalam hal ini dikhususkan bagian
mengenai fitokimia berkaitan langsung kulit dan kayu batangnya.
dengan keberhasilan memanfaatkan
teknik yang sudah dikenal dan BAHAN DAN METODE
meneruskan pengembangan teknik baru Bahan
untuk memecahkan suatu masalah baru Bahan yang digunakan adalah
yang menonjol (Robinson, 1995). serbuk sampel bagian kayu dan kulit
77

batang tanaman Artocarpus dadah. kemudian dididihkan lalu disaring. 0,5


Pelarut yang dipakai meliputi dietileter, mL Filtratnya kemudian ditambah 5 mL
etanol, etilasetat, metanol, aquades. ammonia encer dan 5 mL asam sulfat
Bahan kimia yang dipakai antara lain pekat dan diamati.
alumunium klorida 1%, ammonia encer,
ammonium hidroksida pekat dan encer, Flavonoid 2
asam asetat anhidrida, asam asetat Sebanyak 2 gram sampel
glasial, asam klorida 1%, asam klorida dimasukkan ke dalam gelas kimia, lalu
0,1 N, asam sulfat pekat, butanol, fenol, ditambah dengan 20 mL aquades
besi(III)klorida 0,1%, besi(III)klorida kemudian dididihkan dan disaring. 0,5
0,1 M, kalium heksasianoferrat (III) mL Filtratnya ditambahkan 5 tetes
0,008 M, kloroform, minyak zaitun, aluminium klorida 1% dan diamati.
tanin standar, pereaksi Meyer dan
Wagner. Flavonoid 3
Sebanyak 5 gram sampel
Metode dimasukkan ke dalam gelas kimia, lalu
Uji Kualitatif ditambahkan 10 mL etilasetat kemudian
Tanin dididihkan dan disaring. 0,5 mL
Ke dalam gelas kimia Filtratnya lalu ditambahkan 1 mL
dimasukkan sebanyak 0,5 gram serbuk larutan ammonia encer, setelah itu
sampel, kemudian ditambahkan 20 mL diamati perubahannya.
aquades lalu dididihkan dan disaring.
Setelah itu 0,5 mL filtrat ditambahkan Steroid
ferriklorida 0,1% dan diamati terjadinya Ke dalam gelas kimia
perubahan warna. dimasukkan 2 gram sampel dan
ditambah dengan 20 mL metanol yang
Saponin mengandung 2 mL asam sulfat
Ke dalam gelas kimia dididihkan dan disaring, setelah itu
dimasukkan serbuk sampel sebanyak 2 ditambahkan 2 mL asam asetat anhidrat,
gram, lalu ditambah dengan 20 mL lalu diamati perubahannya.
aquades kemudian dididihkan lalu
disaring. Diambil 10 mL filtratnya dan Terpenoid
ditambahkan 5 mL aquades kemudian Ke dalam gelas kimia
dikocok kuat hingga terbentuk busa. dimasukkan 2 gram sampel dan
Lalu busanya ditambahkan 3 tetes ditambahkan 10 mL etanol didihkan dan
minyak zaitun, setelah itu dikocok disaring, setelah itu diambil 5 mL
kembali dan diamati terbentuknya ekstrak kemudian ditambahkan 2 mL
emulsi. kloroform dan 3 mL asam sulfat pekat,
Flavonoid 1 lalu diamati perubahannya.
Sebanyak 2 gram sampel
dimasukkan ke dalam gelas kimia dan Kardiak glikosida
ditambah dengan 20 mL aquades
78

Ke dalam gelas kimia Sebanyak 500 mg sampel


dimasukkan 2 gram sampel dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, lalu
ditambahkan 10 mL metanol dididihkan ditambahkan 50 mL aquades, diaduk
dan disaring, kemudian ditambahkan dengan menggunakan pengocok
asam asetat glasial yang mengandung 1 mekanik selama 1 jam. Setelah itu
tetes FeCl3 1 % dan juga ditambahkan larutan disaring dan dimasukkan ke
asam sulfat pekat lalu diamati dalam labu ukur 50 mL dan
perubahannya. ditambahkan air hingga tepat tanda
batas. Kemudian dipipet 5 mL filtrat
Alkaloid ditambah 0,8 mL kalium
Sebanyak 3 gram sampel heksasianoferrat(III) 0,008 M dalam 0,1
ditambah 10 mL larutan 0,05 N amonia- N asam klorida dan 0,8 mL ferriklorida
kloroform. Kemudian campuran 0,1 M dalam 0,1 N asam klorida.
dikocok selama satu menit, kemudian Kemudian didiamkan, setelah itu diukur
disaring kedalam tabung reaksi. Kepada serapannya dengan menggunakan
filtrat tersebut ditambahkan 5 mL spektrofotometer ultraungu-tampak
H2SO4 dan dikocok dengan teratur, pada panjang gelombang 420 nm.
didiamkan sampai terbentuk dua
lapisan. Lapisan atas (fase air) Alkaloid
dipisahkan dan diuji dengan pereaksi Ke dalam gelas kimia 250 mL,
Meyer dan Wagner. sebanyak 5 gram sampel ditambah 200
mL asam asetat 10% dalam metanol,
Uji kuantitatif lalu didiamkan selama 24 jam dan
Uji fenol total disaring. Kemudian dipekatkan dengan
Sebanyak 2 gram sampel memanaskannya pada penangas air
ditambah 300 mL dietileter, lalu hingga volume menjadi ¼ volume
disoklet selama 2 jam untuk awalnya. Setelah itu ditambahkan
menghilangkan lemaknya. Setelah itu ammonium hidroksida pekat tetes demi
sampel sampel bebas lemak tersebut tetes sampai terbentuk endapan
ditambahkan 50 mL dietileter dan sempurna. Larutan dibiarkan dan
dididihkan selama 10 menit, kemudian endapan tersebut dikumpulkan dan
disaring. 5 mL ekstraknya ditambahkan dicuci dengan ammonium hidroksida
10 mL aquades, 2 mL ammonium encer, lalu disaring dan dikeringkan lalu
hidroksida pekat, dan 5 mL n-butanol, ditimbang beratnya.
dikocok lalu didiamkan hingga
terbentuk dua fase dan sampai timbul Flavonoid
warna. Kemudian diukur serapannya Dalam Erlenmeyer 10 gram
dengan spektrofotometer ultraungu- serbuk sampel diekstrak dengan 100 mL
tampak pada panjang gelombang 255 metanol-air 80% pada suhu ruang
nm. selama 24 jam. Kemudian seluruh
larutan disaring dan dipindahkan ke
Tanin dalam krusibel. Lalu diuapkan hingga
79

kering di atas penangas air kemudian Tanin merupakan golongan senyawa


ditimbang beratnya. polifenol, polifenol mampu mereduksi
besi (III) menjadi besi (II) (Budini,
HASIL DAN PEMBAHASAN 1980). Hal ini juga merupakan cara
Uji Kualitatif klasik untuk mendeteksi senyawa fenol,
Tanin yaitu dengan menambahkan larutan
Hasil uji tanin dari sampel kulit besi(III) klorida 1% dalam air atau
dan kayu batang dengan pereaksi FeCl3 etanol pada larutan cuplikan
0,1 % menunjukkan uji positif yaitu menimbulkan warna hijau, merah, ungu,
warna larutan menjadi kuning kehijauan biru atau hitam (Harborne, 1987)
untuk kulit batang dan cokelat
kehijauan untuk kayu batang. Hal ini
terjadi karena adanya reaksi reduksi.

Tabel 1. Data hasil uji kualitatif


Uji Kulit Batang Kayu Batang
Tanin + +
Saponin + +
Flavonoid 1 + +
Flavonoid 2 + +
Flavonoid 3 + +
Steroid - +
Terpenoid + +
Kardiak Glikosida + -
Alkaloid (Meyer) + +
Alkaloid (Wagner) + +

yang tidak larut dalam air (Robinson,


Saponin 1995).
Pada uji ini, 10 mL ekstrak
sampel ditambah 5 mL akuades, Uji Flavonoid 1
kemudian dikocok hingga berbusa. Pada Dalam uji ini, 0,5 mL ekstrak
busa tersebut ditambahkan 3 tetes sampel ditambah 5 mL amonia encer.
minyak zaitun kemudian dikocok Terlihat perubahan warna larutan
kembali. Hal ini terlihat terbentuk menjadi agak kuning. Hal ini terjadi
emulsi dari kedua sampel tersebut. Hal karena flavonoid termasuk dari senyawa
ini menunjukan uji positif adanya fenol. Bila fenol direaksikan dengan
senyawa saponin. Penambahan minyak basa akan terbentuk warna yang
zaitun disini sebagai sumber kolesterol, disebabkan terjadinya sistem konjugasi
karena untuk memurnikan banyak dari gugus aromatik (Markham,1988).
saponin dengan menambahkan
kolesterol, yang menyebabkan
pembentukan senyawa kompleks adisi
80

Uji Flavonoid 2 batang. Hal ini menunjukan uji positif


Sebanyak 0,5 mL ekstrak adanya flavonoid.
sampel kulit dan kayu batang setelah
ditambahkan 5 tetes AlCl3 1 % sampel Steroid
berubah menjadi kuning. Hal ini Sampel diekstrak dengan
menunjukan uji positif adanya senyawa metanol yang mengandung 2 mL
flavonoid dalam sampel. Suatu sampel H2SO4, hasil ekstraksi tersebut
yang mengandung flavonoid, bila kemudian ditambah dengan asam asetat
direaksikan dengan AlCl3 akan anhidrat. Hasil yang diperoleh
terbentuk warna kuning, hal ini terjadi menujukkan terjadi perubahan warna
karena terbentuknya senyawa kompleks larutan, untuk kulit batang warna
antara flavonoid dengan AlCl3 seperti larutan cokelat kemerahan dan kayu
pada Gambar 1 (Harborne, 1987). batang berwarna kuning kehijauan. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa sampel
OH
kulit batang menunjukan uji negatif dan
kayu batang menunjukan uji positif. Uji
OH O
OH positif adanya steroid apabila terjadi
perubahan warna menjadi hijau atau
O Glk O Ram
biru, hal ini berdasarkan reaksi
OH O Liebermann-Buchard yang menyatakan
Kompleks AlCl3 bila suatu steroid direaksikan dengan
Gambar 1. Kompleks AlCl3 dengan flavonoid asam asetat anhidrat dan setetes asam
sulfat pekat akan menghasilkan warna
Uji Flavonoid 3 hijau atau biru (Robinson, 1995).
Dalam uji ini sampel diekstrak Reaksi yang terjadi antara
dengan etiasetat, digunakannya etil steroid dengan asam asetat anhidrat
asetat sebagai pelarut karena etil asetat adalah reaksi asetilasi gugus –OH pada
merupakan pelarut yang baik untuk steroid. Sebagai contoh, senyawa 5-
beberapa jenis flavonoid seperti katekin Kolestan-3, 6-diol yang mengalami
dan proantosianidin (Robinson,1995). asetilasi pada gugus –OH pada C3,
Selain itu juga etilasetat merupakan sehingga dihasilkan senyawa 3-
pelarut yang baik untuk mendeteksi asetoksi-5-Kolestan-6-ol (Ahmad,
flavon dan flavonol (Harborne, 1987). 1986), reaksinya dapat dilihat pada
Kemudian ekstrak sampel tersebut Gambar 2 berikut :
ditambah amonia encer, dan
menghasilkan suatu larutan yang
berwarna kuning kecoklatan untuk kulit
batang dan warna kuning untuk kayu
81

CH3

CH3
O CH3
CH3 OH
C
OH
O
HO H3C

(CH3CO)2O
a
b
Gambar 2. senyawa 5-Kolestan-3, 6-diol, b. senyawa 3-asetoksi-5-
Kolestan-6-ol

Terpenoid cincin cokelat kemerahan untuk kulit


Pada uji ini, sampel diekstrak batang, sedangkan untuk kayu batang
dengan etanol, kemudian filtratnya tidak terbentuk cincin berwarna. Hal ini
ditambahkan kloroform dan asam sulfat menunjukan bahwa sampel kulit batang
pekat. Hasil yang teramati terbentuk positif mengandung kardiak glikosida,
warna cokelat kemerahan pada sedangkan kayu batang menunjukan uji
antarmuka. Pada kulit batang warnanya negatif.
lebih pekat dari kayu batang. Hal ini Uji positif adanya kardiak
menunjukan dalam kedua sampel glikosida adalah terbentuknya suatu
tersebut mengandung senyawa lapisan cincin violet di bawah cincin
terpenoid (Odeoga, 2005). cokelat dan akan nampak cincin hijau
Terbentuknya warna cokelat yang tipis, kardiak glikosida sendiri
kemerahan pada daerah antarmuka berada pada lapisan berwarna cokelat
karena ditambahkan pereaksi asam yang menunjukan adanya senyawa
klorosulfonat atau pereaksi Brieskorn & deoksi gula dan kardenolida.
Briner yang sering digunakan untuk
membedakan secara khas triterpenoid Alkaloid
yang berwarna merah dan senyawa Dalam uji ini, sampel diekstrak
steroid yang berwarna cokelat (Gerlach dengan N-ammonia-kloroform
dalam Robinson, 1995) sehingga pada kemudian disaring dan ditambahkan
daerah antarmuka terlihat warna cokelat asam sulfat pekat yang tujuannya untuk
kemerahan. menggaramkan alkaloid. Setelah itu
dikocok sehingga terbentuk dua lapisan.
Kardiak glikosida Lapisan atas yang merupakan fase air
Hasil ekstrak sampel dengan diuji dengan pereaksi Meyer dan
metanol ditambahkan asam asetat Wagner. Dari kedua uji ini menunjukan
glasial yang mengandung 1 tetes FeCl3 hasil yang positif, yaitu terbentuk
1 % dan juga ditambahkan asam sulfat endapan putih untuk uji Meyer dan
pekat. Dari reaksi tersebut terbentuk endapan cokelat untuk uji Wagner.
82

Uji Kuantitatif

Tabel 2. Data Uji Kuantitatif


Uji Kulit Batang Kayu Batang
Fenol total 0.0529 % 0,5555 %
Tanin 27,7176 % 0,8987 %
Flavonoid 9,455 % 3,312 %
Alkaloid 2,756 % 0,694 %

Alkaloid
Fenol total
Dalam uji ini, sampel disoklet Dalam uji alkaloid ini, sampel
terlebih dahulu dengan eter selama dua dimaserasi dengan asam asetat 10 %
jam, hal ini untuk menghilangkan dalam metanol. Hal ini bertujuan untuk
kandungan lemak yang ada dalam mengekstrak alkaloid yang bersifat basa
sampel. Lemak bersifat non polar (Robinson, 1995). Hasil ekstrak ini
sehingga digunakan pelarut eter yang kemudian dipekatkan hingga
juga non polar. Kemudian sampel bebas volumenya menjadi ¼ dari volume
lemak dilarutkan kembali dalam eter awal. Kemudian ekstrak tersebut
dan ditambahkan NH4OH dan n-butanol dibasakan dengan menambahkan
selanjutnya diencerkan dengan air, NH4OH sehingga alkaloid tersebut akan
dikocok dan didiamkan hingga mengendap. Fungsi dari penambahan
terbentuk dua fase. Fase organik dan NH4OH adalah untuk mengendapkan
fase air dipisahkan, fase air diukur alkaloid. Endapan tersebut dipisahkan
absorbansinya dengan spektrofotometer dengan cara disaring dan kemudian
UV/VIS pada panjang gelombang 255 dikeringkan, setelah kering ditimbang
nm. Sebelumnya disiapkan larutan beratnya. Dari hasil pengerjaan ini,
standar fenol dengan konsentrasi 0, 10, diperoleh berat alkaloid untuk sampel
20, 40, 60 dan 80 ppm. kulit batang sebesar 0,1378 gram atau
Dari hasil pengukuran dan 2,756 % berat sampel. Sedangkan untuk
dilakukan perhitungan, diperoleh sampel kayu batang sebesar 0,0347
kandungan fenol dalam sampel kulit gram atau 0,694 % berat sampel. Dari
batang sebanyak 1,058 mg atau 0,0529 data tersebut dapat disimpulkan bahwa
% berat sampel. Sedangkan kandungan kandungan alkaloid dalam kulit batang
fenol total dalam sampel kayu batang lebih banyak dibandingkan dalam kayu
sebanyak 1,111 mg atau 0,555 % berat batang.
sampel. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa kayu batang Tanin
mengandung senyawa fenol lebih Pada uji ini, sampel dilarutkan
banyak dari pada kulit batang. dalam air dan dikocok dengan
menggunakan pengocok mekanik
selama satu jam. Kemudian disaring, 1
83

mL ekstrak diencerkan hingga 10 mL atau 27,7176% berat sampel. Sedangkan


kemudian ditambahkan pereaksi untuk kayu batang sebesar 4,4935 mg
besi(III) klorida 0,1 M dalam asam atau 0,8987% berat sampel. Dari data
klorida 0,1 N, penambahan pereaksi ini tersebut, terlihat bahwa kandungan
dimaksudkan untuk mereduksi besi (III) tanin dalam kulit batang lebih banyak
menjadi besi (II). Setelah itu dari pada kayu batang.
ditambahkan kalium
heksasianoferrat(III) 0,008 M dalam Flavonoid
asam klorida 0,1 N sehingga diperoleh Dalam uji kuantitatif flavonoid,
larutan berwarna biru. Dalam hal ini, sampel dimaserasi selama 24 jam
ion heksasianoferrat (III) mengoksidasi dengan metanol 80 %. Digunakannya
besi (II) menjadi besi (III) sehingga metanol 80 % untuk maserasi karena
terbentuk heksasianoferrat (II). metanol 80% merupakan pelarut yang
paling baik dan paling sering digunakan
Fe2+ + [Fe(CN)6]3- → Fe3+ +[Fe(CN)6]4- untuk ekstraksi flavonoid (Robinson,
1995).
Kemudian ion-ion tersebut Ekstrak disaring dan diuapkan
bergabung membentuk endapan yang pelarutnya hingga kering, sehingga
berwarna biru turnbull. diperoleh padatan kering flavonoid.
Padatan flavonoid tersebut kemudian
4Fe3+ + 3[Fe(CN)6]4- → Fe4[Fe(CN)6]3 ditimbang beratnya. Untuk sampel kulit
batang diperoleh berat flavonoid sebesar
(Svehla, 1985) 0,9455 gram atau 9.455 % berat sampel.
Sedangkan untuk sampel kayu batang
Sebelum dilakukan pengukuran sebesar 0,3312gram atau 3,312 % berat
absorbansinya, larutan tersebut sampel. Dari data tersebut, terlihat
didiamkan sampai endapan biru yang bahwa kandungan flavonoid dalam kulit
terbentuk mengendap semua sehingga batang lebih banyak dibandingkan
akan mempermudah dalam pengukuran. dalam kayu batang.
Pada pengukuran ini juga disiapkan
larutan standar tanin dengan konsentrasi
0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. KESIMPULAN
Setelah preparasi sampel dan larutan
standar selesai, kemudian diukur 1. Kulit batang Artocarpus dadah
absorbansinya dengan Spektrofotometer mengandung senyawa organik
UV/VIS pada panjang gelombang 420 diantaranya senyawa tanin,
nm. saponin, flavonoid, terpenoid,
Dari data yang diperoleh kardiakglikosida, dan alkaloid.
kemudian dilakukan perhitungan 2. Bagian kayu batang Artocarpus
dengan persamaan regresi linear, dadah mengandung senyawa
sehingga diperoleh kandungan tanin organik diantaranya senyawa tanin,
dalam kuit batang sebesar 138,58 mg
84

saponin, flavonoid, steroid, Penerbit ITB. Bandung. Hal 1-


terpenoid, dan alkaloid. 173.
3. Senyawa organik yang paling Robinson, Trevor. 1995. Kandungan
banyak terkandung dalam kulit Organik Tumbuhan Tinggi.
batang adalah tannin, yaitu sekitar Penerbit ITB. Bandung. Hal 71-
138,58 mg atau 27,7176% berat 285.
sampel. Suhartati, T. 2001. Senyawa Fenol
4. Kulit batang Artocarpus dadah Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis
memiliki kandungan tanin, Cempedak Indonesia. Disertasi.
alkaloid, dan flavonoid lebih Penerbit ITB. Bandung.
banyak dari pada kayu batang. Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis
5. Kandungan fenol total lebih banyak Anorganik Kualitatif Makro dan
terdapat dalam kayu batang dari Semimikro. Alih bahasa Setiono
pada kulit batang. dan Hadyana. PT. Kalman Media
Pustaka. Jakarta. Hal 257.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S.A. 1986. Kimia Organik


Bahan Alam. Penerbit Karunika
Universitas Terbuka. Jakarta. Hal
65-73.
Ersam, T. 2004. Keunggulan
Biodiversitas Hutan Tropika
Indonesia dalam Merekayasa
Model Molekul Alami. Makalah
Seminar Nasional Kimia VI.
Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia.
Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Alih
bahasa Kosasih Padmawinata.
ITB Bandung. Hal 1-107.
H. O. Odeoga, D. E. Okwu, and B. O.
Mbaebie, Phytochemical
constituents of some Nigerian
medicinal plants, African Journal
of Biotechnology Vol. 4(7), 685-
688, 2005.
Markham, K.R. 1988. Cara
Mengidentifikasi Flavonoid.

Anda mungkin juga menyukai