Anda di halaman 1dari 5

LATAR BELAKANG

Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan tradisional yang secara turun temurun digunakan
sebagai ramuan obat tradisional. Pengobatan tradisional dengan tanaman obat diharapkan dapat
dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Sekarang ini pemeritah tengah menggalakkan
pengobatan kembali ke alam (back to nature) (Latief, 2014).

Pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan pengobatan modern. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia mendukung pengembangan obat tradisional yaitu fitofarmaka. Oleh
karena itu, diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat
atau sediaan galenik (Latief, 2014).

Mendapatkan ekstrak agar sesuai dengan mutu yang diharapakan, perlu dilakukan karakteristik ekstrak
sebagai langkah awal untuk menstandarisasi ekstrak. Demikian didapatkan produk herbal terjamin
kualitas mutunya (Latief, 2014). Tujuan dari standarisasi adalah untuk menjamin sediaan mengandung
zat aktif dengan dosis efektif, komposisi batch setiap proses produksi selalu tetap dan mencegah
pemalsuan (Setiawan, 2008).

Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang terulangkan (reproducible). Kandungan
kimia yang dapat digunakan sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, kandungan kimia
yang hanya sebagai penanda (marker) atau yang memiliki sidik jari (fingerprint pada kromatogram). Oleh
karena itu, untuk mendapatkan mutu simplisia yang sama dibutuhkan bibit unggul yang dapat
diperbanyak dengan kultur jaringan dan ditanam dengan berpedoman pada cara bercocok tanam yang
baik (Setiawan, 2008). Cairan penyari yang dapat digunakan berupa air, etanol, air-etanol atau Pelarut
lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana dan mudah diusahakan, sedangkan kerugian maserasi adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurna (Rusli, 2010).

Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi yang terkandung dalam suatu larutan atau suspensi yang
memiliki perbedaan karakteristik. Fraksinasi dilakukan secara berkesinambungan dimulai dengan pelarut
non polar, dilanjutkan dengan pelarut semi polar dan diakhiri dengan menggunakan pelarut polar. Akhir
dari proses fraksinasi akan didapatkan fraksifraksi yang mengandung senyawa yang secara berurutan dari
senyawa non polar, semi polar dan polar (Purwanto, 2015).

II.

TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memahami dan melakukan pemisahan cair-cair
senyawa dari bahan alam dengan corong pisah.

Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan kepolaran


tergantung dari jenis senyawa yang terkandung dalam tumbuhan. Fraksinasi dilakukan untuk mengetahui
sifat senyawa yang terdapat dalam ekstrak akan sangat mempengaruhi proses fraksinasi. Oleh karena itu,
jika digunakan air sebagai pengekstraksi maka senyawa yang terekstraksi akan bersifat polar, termasuk
senyawa yang bermuatan listrik. Jika digunakan pelarut non polar misalnya heksan, maka senyawa yang
terekstraksi bersifat non ndungan dan manfaat yang polar dalam ekstrak. Sehingga dapat digolongkan
dapat diberikan oleh tanaman tersebut (Anief, 1997). Ekstraksi dan/atau fraksinasi campuran kompleks
alami untuk mendapatkan senyawa murni atau konsentrat yang menarik subjek yang luas (Zermane et
al., 2014).

Corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair, biasanya untuk
memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran antara dua fase pelarut dengan nilai densitas
yang berbeda yang tak tercampur. Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa
organik lipolilik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroform, ataupun etil asetat. Pelarut organik selalu
berada di atas fase air kecuali pelarut yang memiliki atom dari unsur halogen. Sehingga dapat
digolongkan mana senyawa yang bersifat polar dan yang tidak bersifat polar. Pemisahan ini didasarkan
pada tiap bobot dari fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada pada bagian dasar sementara fraksi yang
lebih ringan akan berada di atas. Tujuannya untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu
dari kandungan yang lain. Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non
polar akan masuk ke pelarut non polar (Voigt, 1995).

Ekstrak yang telah dilarutkan dalam aquades, nantinya akan dimasukkan ke dalam corong pisah dan di
campur dengan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya. Setelah itu corong pisah di kocok. Setelah
dikocok akan terbentuk dua lapisan. Pelarut yang memiliki massa jenis lebih tinggi akan berada di lapisan
bawah dan yang memiliki massa jenis lebih kecil akan berada di lapisan paling atas. Senyawa yang
terkandung dalam ekstrak nantinya akan terpisah sesuai dengan tingkat kepolaran pelarut yang
digunakan. Senyawa akan tertarik oleh pelarut yang tingkat kepolarannya sama dengan senyawa
tersebut (Harbone, 1984).

Proses yang terjadi saat dilakukannya pemisahan yaitu :

A. Adsorpsi, adsorpsi komponen atau senyawa di antara permukaan padatan dengan cairan (solid liquid
interface). Agar terjadi pemisahan dengan baik, maka komponen-komponen tersebut harus mempunyai
afinitas yang berbeda terhadap adsorben dan ada interaksi antara komponen dengan adsorben dan ada
interaksi antara komponen dengan adsorben.

b. Partisi, fase diam dan fase gerak berupa cairan yang tidak saling bercampur. Senyawa yang akan
dipisahkan akan berpartisi antara fase diam dan fase gerak. Fase diam memberikan dacrah yang sangat
luas bagi fase gerak maka pemisahan berlangsung lebih baik (Suryo, 2009).

Macam-macam proses fraksinasi, diantaranya adalah sebagai berikut

A. Proses Fraksinasi Kering (Winterization)

Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan komposisi dari
suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses yang lain, namun hasil kemurnian
fraksinasinya rendah.

b. Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination)


Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah (Wetting Agent)
atau disebut juga proses Hydrophilization atau detergent process. Hasil fraksi dari proses ini sama
dengan proses fraksinasi kering.

C. Proses Fraksinasi dengan Menggunakan Solvent (pelarut)

Ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut yang digunakan adalah
aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena
menggunakan bahan pelarut.

D. Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation)

Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada titik didih suatu zat atau
bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini
membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi cukup lebih cepat dan kemurniannya
lebih tinggi.

(Harbone, 1984).

3.5 Pemilihan Pelarut

Pemilihan pelarut untuk melarutkan komponen terlarut sangat dipengaruhi oleh sifat kepolaran dan
kenonpolaran suatu pelarut. Pelarut polar mempunyai tetapan dielektrik yang tinggi sehingga dapat
mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion dengan muatan yang berlawanan. Pelarut polar juga
memiliki kekuatan yang tinggi untuk memecah ikatan kovalen pada elektrolit dengan membentuk reaksi
asam basa (ampiprotik). Contohnya molekul air dapat menyebabkan ionisasi dari senyawa HCI.
Disamping itu, pelarut polar juga memiliki kekuatan untuk menginvasi molekul dan ion dengan gaya
interaksi dipol, terutama pembentukan ikatan hidrogen sehingga dapat menyebabkan suatu senyawa
dapat larut. Sebagai contoh adalah interaksi antara garam natrium pada asam oleat dengan molekul air
(Hanum & Maesen, 1997).

Pelarut non polar dapat melarutkan zat terlarut non polar dengan tekanan dalam yang sama melalui
interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap dalam larutan dengan adanya gaya Van Der Wals
London yang lemah, sehingga minyak dan lemak dapat larut dalam pelarut karbon tetraklorida, benzen
dan minyak mineral. Begitu pula alkohol basa dan asam lemak larut dalam pelarut non polar. Pelarut
semi polar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampmnya cairan
polar dan non polar (Harbone, 1984). Nilai kepolaran suatu senyawa atau bahan aktif yang dikandungnya
akan menentukan mudah tidaknya absorbsi senyawa tersebut ke dalam sel. Bahan aktif yang memiliki
daya larut yang lebih tinggi pada pelarut polar, akan lebih mudah menembus lapisan fosfolipid membran
sel sehingga lebih cepat mengganggu fungsi fisiologis bakteri dan pada akhirnya sel akan mengalami
kematian. Bahan aktif yang bersifat sebagai antibakteri dapat mengganggu proses fisiologis dan
menghalangi terbentuknya komponen sel bakteri seperti sintesis dinding sel, membran sitoplasma,
sintesis protein dan sintesis asam nukleat (Purwanto, 2015).
Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi yang terkandung dalam suatu larutan atau suspensi yang
memiliki perbedaan karakteristik. Fraksinasi dimaksudkan untuk memisahkan kandungan senyawa kimia
yang berada pada ekstrak daun. Ekstrak kasar yang masih didapatkan dari ektraksi harus dipisahkan
menurut golongan yang terkandungnya. Jumlah dan jenis senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi
bergantung pada jenis tumbuhan (Purwanto, 2015).

Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan kepolaran


tergantung dari jenis senyawa yang terkandung dalam tumbuhan. Fraksinasi dilakukan untuk mengetahui
sifat senyawa yang terdapat dalam ekstrak akan sangat mempengaruhi proses fraksinasi. Oleh karena itu,
jika di gunakan air sebagai pengekstraksi maka senyawa yang terekstraksi akan bersifat polar, termasuk
senyawa yang bermuatan listrik. Jika digunakan pelarut non polar misalnya n-heksan, maka senyawa
yang terekstraksi bersifat non polar dalam ekstrak. Sehingga dapat digolongkan kandungan dan manfaat
yang dapat diberikan oleh tanaman tersebut. Fraksinasi terbagi menjadi dua metode yaitu dengan
menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom (Anief, 1997).

Fraksinasi

Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran dalam suatu
tanaman sehingga jumlah dan jenisnya menjadi fraksi berbeda. Ekstrak kental aseton difraksinasi
menggunakan n-heksana dan etil asetat untuk memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran
dalam suatu tanaman sehingga jumlah dan jenisnya menjadi fraksi berbeda. Mula-mula ekstrak
difraksinasi dengan pelarut yang non polar (n-heksana), kemudian difraksinasi dengan pelarut yang
kurang polar (etil asetat) dan terakhir dengan pelarut polar. Dengan menggunakan metode fraksinasi
diharapkan selektivitas dari pelarut dalam menarik komponen bahan aktif sesuai dengan kepolarannya.
Dengan menggunakan metode fraksinasi diharapkan selektivitas dari pelarut dalam menarik komponen
bahan aktif sesuai dengan kepolarannya (Zirconia et al., 2015)

Senyawa organik dari bagian tanaman mempunyai afinitas yang berbeda-beda terhadap sifat polaritas
pelarut yang digunakan, oleh sebab itu untuk mengekstrak senyawa-senyawa fenolik yang terkandung
dalam jaringan tanaman sebaiknya digunakan pelarut yang berbeda-beda tingkat polaritasnya.
Sebaliknya menurut Ansel (1989), pelarut etanol dapat melarutkan komponen yang bersifat polar, semi
polar dan non polar.Fraksinasi dilakukan dengan berbagai pelarut yang memiliki kepolaran yang berbeda
mulai dari pelarut kurang polar sampai yang polar. Oleh karena itu, penggunaan berbagai pelarut dalam
hal ini sesuai dengan prinsip like dissolve like. Senyawa-senyawa bersifat polar akan larut dalam pelarut
polar sedangkan senyawa-senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar (Rondonuwu., 2017).

Fraksinasi Ekstrak
Ekstrak kental etanol daun kemangi (Ocimum sanctum L.) yang diperoleh difraksinasi secara berturut-
turut dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan aquadest. Ekstrak kental etanol daun
kemangi (Ocimum sanctum L.) diencerkan terlebih dahulu menggunakan aquadest yang telah
dipanaskan sebanyak 40 mL, dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (120 mL), diaduk sampai
homegen, kemudian dimasukkan kedalam corong pisah, ditambahkan pelarut n-heksan 40 mL (3 kali
pengulangan) n-heksan yang dipakai sebanyak 120 mL, kemudian dikocok homogen dan didiamkan
sampai terlihat batas pisah antara kedua pelarut tersebut, setelah terpisah fraksi n-heksan dan fraksi
aquadest dikeluarkan dari corong pisah. Sisa fraksi aquadest ditambah larutan etil asetat 40 mL (3 kali
pengulangan) etil asetat yang dipakai sebanyak 120 mL, kemudian dikocok homogen dan diamkan
sampai terlihat batas pisah antara kedua pelarut tersebut, setelah terpisah fraksi etil asetat dan fraksi
aquadest dikeluarkan dari corong. Hasil fraksinasi dari masing-masing pelarut kemudian diuapkan
dengan penguap vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh fraksi kental etil asetat dan
fraksi kental aquadest (Uthia et al 2017).

Untuk mendapatkan ekstrak hidrokalik, 100 g biji N. sativa kering bubuk dan kemudian direndam dalam
larutan alkohol 70% dan 30% air suling selama 72 jam. Untuk mempersiapkan fraksi, 10 g ekstrak yang
diperoleh dicampur dengan 100 mL etanol dan dipindahkan ke corong botol. Pelarut n-heksana
ditambahkan ke corong, dan fraksi n-heksana kemudian diekstraksi. Dalam Langkah selanjutnya, sisa
pelarut dalam corong botol adalah dikombinasikan dengan pelarut diklorometana, dan diklorometana
fraksi kemudian diekstraksi. Pada akhirnya, sisa pelarut dari langkah sebelumnya dicampur dengan etil
asetat, dan etil fraksi asetat diekstraksi. Total ekstrak dan n-heksana dan fraksi etil asetat dibuat setelah
menghilangkan pelarut. (Shahraki et al., 2016)

Anda mungkin juga menyukai