12 Stroke Kel 12 PDF
12 Stroke Kel 12 PDF
STROKE
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1. PENDAHULUAN
Stroke digolongkan menjadi dua jenis kelompok, yaitu stroke iskemia dan
stroke hemoragi. Stroke iskemik merupakan penyumbatan pembuluh darah untuk
memasok darah ke otak, sedangkan stroke hemoragi merupakan perdarahan di
dalam atau di sekitar otak.
1. Stroke Iskemik
88 % kejadian stroke di dunia merupakan jenis stroke iskemik, yang
disebabkan oleh adanya penyumbatan pada pembuluh darah akibat adanya
gumpalan trombus maupun emboli. Trombus adalah gumpalan yang berasal
dari pembuluh darah otak, sedangkan emboli adalah gumpalan yang berasal
dari tempat lain, misalnya jantung atau arteri besar lainnya. Trombus umumnya
terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat dan aliran darah menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan sel otak tidak mendapat oksigen dan asupan yang cukup yang
menyebabkan disfungsi pada sebagian sel-sel otak yang mengakibatkan
kelumpuhan bahkan infark pada jaringan otak. Faktor lain yang berpengaruh
adalah denyut jantung yang irreguler (fibrilasi atrium) yang merupakan tanda
adanya sumbatan dijantung yang dapat keluar menuju otak. Adanya
penimbunan lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis) akan
meningkatkan resiko terjadinya stroke iskhemik. Aliran darah ke otak adalah
sebesar 50-60 ml/100mg/menit. Iskemik ini terjadi ketika aliran darah ke otak
kurang dari 30 ml/100mg/menit (Dipiro dkk., 2009).
Stroke iskemik disebabkan oleh pembentukan trombus lokal atau
embolik yang mengakibatkan oklusi arteri serebral. Faktor kebanyakan pada
kasus stroke iskemik adalah aterosklerotik serebrovaskular, meskipun 30%
faktor penyebabnya adalah kriptogenik. Emboli kardiogenik terjadi jika pasien
mengalami fibrilasi atrium secara bersamaan, penyakit jantung valvular, atau
kondisi jantung lainnya yang dapat menyebabkan pembekuan. Berdasarkan
manifestasi klinis menurut ESO excecutive committe dan ESO writting
committee (2008) dan Jauch dkk (2013), stroke iskemik digolongkan menjadi:
a. TIA (Transient Ischemic Attack) atau serangan stroke sementara
Gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA
menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah ke suatu bagian
dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-30 menit.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala defisit neurologi yang akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tetapi gejala akan menghilang tidak lebih dari 7 hari.
c. Stroke evaluasi (Progressing Stroke)
Kelainan atau defisit neurologi yang berlangsung secara bertahap dari yang
ringan hingga makin lama makin berat.
d. Stroke komplit (Completed Stroke)
Kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi.
2. Stroke Hemoragi
12 % prevelensi stroke yang terjadi merupakan stroke hemoragi
yaitu stroke yang terjadi akibat adanya perdarahan pada otak dimana
perdarahan ini bisa terjadi karena adanya tekanan darah yang tidak terkontrol
(Dipiro dkk., 2009). Stroke hemoragi disebabkan karena pecahnya pembuluh
darah di otak terutama karena hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, selanjutnya membentuk massa, menekan jaringan otak
dan menimbulkan udema di sekitar otak. Darah yang tidak dapat mengalir
secara semestinya menyebabkan otak mengalami hipoksia (kurangnya pasokan
oksigen) dan berakhir dengan kelumpuhan (Dipiro dkk., 2009). Berdasarkan
perjalanan klinisnya, stroke hemoragi di kelompokan sebagai berikut:
a. PIS (Perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral disebabkan karena adanya pembuluh darah
intraserebral yang pecah sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi penekanan pada
pembuluh darah otak sehingga menyebabkan penurunan aliran darah otak
dan berujung pada kematian sel sehingga mengakibatkan defisit neurologi
(Smeltzer dan Bare, 2005). Perdarahan intraserebral (PIS) adalah
perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak
dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh
hipertensi dan penyakit darah seperti hemofilia (Pizon dan Asanti, 2010).
b. PSA (Perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid merupakan masuknya darah ke ruang subrakhnoid
baik dari tempat lain (perdarahan subarakhnoid sekunder) atau sumber
perdarahan yang berasal dari rongga subrakhnoid itu sendiri (perdarahan
subarakhnoid) (Junaidi, 2011). Perdarahan subarakhnoidal (PSA)
merupakan perdarahan yang terjadi masuknya darah ke dalam ruangan
subarakhnoid (Pizon dan Asanti, 2010).
1.5 Patofisiologi Stroke
1. Stroke Iskemia
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan
darah sehingga otak kekurangan asupan oksigen dan nutrisi. Hal itu disebabkan
adanya plak yang mengakibatkan penyumbatan pada pembuluh darah. Ketika
terjadi stress dapat mengakibatkan pecahnya plak, paparan kolagen, agregasi
platelet dan pembentukan gumpalan. Gumpalan dapat menetap pada pembuluh
darah, menyebabkan penyumbatan lokal, atau bermigrasi seperti emboli, yang
akhirnya bermuara di pembuluh darah otak. Hasil akhir dari trombus dan
emboli adalah oklusi arteri serta penurunan aliran darah otak dan menyebabkan
iskemik (Dipiro dkk., 2009).
Aliran darah otak normal rata-rata 50 mL / 100 g per menit, ketika
aliran darah lokal otak menurun dibawah 20 mL/ 100 g per menit, iskemia
dapat terjadi dan ketika pengurangan lebih lanjut dibawah 12 mL/100 g per
menit dan bertahan, terjadi kerusakan permanan otak yang disebut infark.
Jaringan yang mengalami iskemik tetapi mempertahankan integritas membran
dan berpotensi untuk diselamatkan disebut sebagai penumbra iskemik yang
berada disekitar area infark atau mengelilingi infark. Penumbra ini berpotensi
diselamatkan melalui intervensi terapetik (Dipiro dkk., 2009).
Penurunan pasokan oksigen pada sel otak menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob sehingga terjadi asidosis laktat. Selain itu berkurangnya
penyediaan nutrisi ke sel iskemik menyebabkan berkurangnya fosfat seperti
adenosin trifosfat (ATP) yang diperlukan untuk menjaga ketahanan membran.
Selanjutnya, kalsium ekstraseluler terakumulasi dan pada saat bersamaan,
natrium dan air tertahan menyebabkan sel mengembang dan lisis.
Ketidakseimbangan elektrolit juga menyebabkan depolarisasi sel dan
masuknya kalsium ke dalam sel. Peningkatan kalsium intraseluler
mengakibatkan aktivasi lipase, protease dan endonukleat serta pelepasan asam
lemak bebas dari membran fosfolipid. Depolarisasi neuron mengakibatkan
pengeluaran asam amino seperti glutamate dan aspartate yang menyebabkan
kerusakan saraf ketika dikeluarkan berlebihan. Akumulasi dari asam lemak
bebas, termasuk asam arakidonat menyebabkan pembentukan prostaglandin,
leukotriene dan radikal bebas. Radikal bebas akan merombak molekul lemak
didalam membran sel, sehingga sel akan bocor dan terjadilah influx kalsium.
Peristiwa ini terjadi dalam waktu 2-3 jam dari onset iskemi dan berkurangnya
aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel (Dipiro dkk., 2009).
3. Stroke Hemoragi
Stroke hemoragi terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak
akibat aneurisma, sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-ruang
jaringan sel otak. Adanya darah yang menggenangi atau menutupi ruang-ruang
jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan
menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak (Mir dkk., 2014). Stroke hemoragi
meliputi hemorrhage subarachnoid (SAH), hemorrhage intracrebral dan
subdural hematomas. Subarachnoid hemorrhage terjadi bila darah memasuki
area Subarachnoid (tempat cairan serebrospinal) baik karena trauma, pecahnya
aneurisma intracranial maupun arteriovenous malformation (AVM) (Dipiro
dkk., 2012). Hemorrhage intracrebral umumnya terjadi di arteri kecil atau
arteriol dan biasanya disebabkan oleh hipertensi, trauma, gangguan
perdarahan, angiopati amiloid, penggunaan obat-obatan terlarang seperti
amfetamin atau kokain, dan malformasi vascular (Mir dkk., 2014). Subdural
hematomas menjelaskan terkumpulnya darah dibawah area dura (melapisi
otak) dan sering disebabkan oleh trauma. Pada kondis-kondisi tersebut
biasanya darah dikeluarkan langsung ke parenkim otak yang merusak jaringan
disekitarnya melalui neurotoksisitas komponen darah dan produk
degradasinya. Stroke hemoragi menyebabkan peningkatan tekanan intracranial
dan kematian mendadak sehingga lebih berbahaya daripada stroke iskemik
dengan resiko kematian 2 sampai 6 kali lebih besar (Dipiro dkk., 2012).
1. Gejala Umum
a. Mengeluh kelemahan pada salah satu sisi tubuh
b. Ketidakmampuan untuk berbicara
c. Kehilangan kemampuan penglihatan
d. Mengalami vertigo hinga terjatuh
Stroke iskemik biasanya tidak menyakitkan, tetapi pasien mungkin
mengeluh sakit kepala, sedangkan pada stroke hemoragi akan merasakan
kesakitan yang sangat parah.
2. Tanda-Tanda Umum
a. Pasien biasanya memiliki beberapa tanda disfungsi neurologis dan defisit
spesifik tergantung dengan luas wilayah otak yang terlibat
b. Hemi/monoparesis sering terjadi seperti halnya hemisensori
c. Pasien dengan vertigo dan penglihatan ganda cenderung adanya kondisi
pada sirkulasi posterior
d. Pasien dengan stroke sirkulasi anterior sering mengalami afasia
e. Pasien juga mungkin menderita disartria, cacat lapang penglihatan, dan
penurunan tingkat kesadaran (Dipiro dkk., 2012).
Manifestasi klinik stroke dapat dilihat dari defisit neurologiknya, yaitu:
1. Defisit Lapangan Penglihatan
a. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
1) Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
2) Mengabaikan salah satu sisi tubuh
3) Kesulitan menilai jarak
b. Kehilangan penglihatan perifer:
1) Kesulitan melihat pada malam hari
2) Tidak menyadari objek atau batas objek
c. Diplopia: Penglihatan ganda
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh)
Meliputi kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena
lesi pada hemisfer yang berlawanan).
b. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
Melipuri paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan).
c. Ataksia
Meliputi berjalan tidak mantap, tegak. Tidak mampu menyatukan kaki dan
memerlukan dasar berdiri yang luas.
d. Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
e. Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
3. Defisit Sensori
Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi) meliputi kebas dan
kesemutan pada bagian tubuh serta kesulitan dalam propriosepsi.
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif
1) Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
2) Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
b. Afasia reseptif
1) Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
2) Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
c. Afasia global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
d. Alasan abstrak buruk
e. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
d. Depresi
e. Menarik diri dari lingkungan
f. Rasa takut dan mudah marah
g. Perasaan ter-isolasi
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, manifestasi klinis
stroke dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh kesisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi (Smeltzer dkk., 2010).
Tes laboratorium dalam penegakan diagnosis stroke yang umumnya
dilakukan adalah tes untuk kondisi hiperkoagulabel / darah kental (defisiensi
protein C, antibodi, dan antifosfolipid) harus dilakukan hanya ketika penyebab
stroke tidak dapat ditentukan berdasarkan faktor risiko stroke pada umumnya.
Protein C, protein S, dan antitrombim III paling baik diukur ketika dalam kondisi
tunak, bukan saat tahap akut. Tes Diagnostik dalam penegakan diagnosis stroke
yang umumnya dilakukan adalah sebagai berikut:
1. CT scan kepala akan mempresentasikan area hiperintensitas (putih) di area
perdarahan dan akan menjadi normal atau hipointense (gelap) di bidang infark.
CT scan mungkin memakan waktu kurang lebih 24 jam untuk menunjukkan
area infark.
2. MRI kepala akan mempresentasikan area iskemik dengan resolusi yang lebih
tinggi dan lebih cepat dari CT scan. Diffusion Weighted Imaging (DWI) akan
mempresentasikan area infark yang berkembang dalam beberapa menit.
3. Studi Carotid Doppler (CD) akan menentukan apakah pasien memiliki stenosis
derajat tinggi di arteri karotis yang memasok darah ke otak (penyakit
ekstrakranial).
4. Elektrokardiogram (EKG) akan menentukan apakah pasien memiliki fibrilasi
atrium, yaitu faktor etiologi yang kuat untuk stroke.
5. Transthoracic Echocardiography (TTE) akan menentukan apakah kelainan
katup atau kelainan gerakan dinding sumber emboli ke otak. "Tes gelembung"
dapat dilakukan untuk mencari intraatrial shunt yang menunjukkan defek
septum atrium atau foramen ovale paten.
6. Transesophageal Echocardiography (TEE) lebih sensitif dilakukan untuk tes
trombus pada atrium kiri. Efektif dalam memeriksa lengkung aorta untuk
ateroma, yaitu sumber potensial emboli.
7. Transcranial Doppler (TCD) akan menentukan apakah pasien kemungkinan
memiliki stenosis intrakranial misalnya stenosis arteri serebral tengah.
(Dipiro dkk., 2012).
Gambar 1.4. Tatalaksana terapi ICH (Sumber: Kim dan Bae, 2017)
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. M
Umur : 49 yahun BB: - TB: -
Tanggal MRS : 11 April 2019
Tanggal KRS : -
Diagnosis : CVA Pendarahan (Subarachnoid hemorrhage)
II. SUBYEKTIF
2.1. Keluhan Pasien :
- Tangan dan kaki lemas
- Terdapat luka robek pada pipi kiri
- Batuk dan pilek
2.2. Riwayat Penyakit :
- Hipertensi (tidak terkontrol)
2.3. Riwayat Pengobatan :
-
2.4. Riwayat Keluarga/Sosial :
-
2.5. Alergi Obat :
-
III. OBJEKTIF
A. Tanda-tanda vital
Parameter Nilai Tanggal
Normal 11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4
Suhu (C) 36,5-37,5 36,3 37,4 36,2 36,3 36,5 36,7 36
Tekanan darah 130/70 120/70 130/70 140/80 140/70 140/70 120/90 130/70 130/70 160/90
120/80
(mmHg)
Nadi (x/menit) 80-100 dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn
RR (x/menit) 18-24 dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn dbn
B. Tanda-tanda klinik
Gejala fisik Tanggal
C. Data laboratorium
Parameter Nilai Normal Tanggal
11/4 12/4
HDL 45-65 - 35
Leukosit 4.000-10.000 3.900 3000
LED <7mm/jam - 35
IV. TERAPI PASIEN
Nama Obat Dosis & rute Tanggal
11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4
Nicholin 2x250 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Nimotop syr. Pump 2 cc/jam √ √ √ √ √ Stop
Nimotop tablet 3x60 mg √ 4x1 4x1 4x1 4x1
Ranitidin 2x1 amp √ √ √ Stop
Parasetamol 4x500 mg √ √ √ √ Stop
Vitamin K 4x1 amp √ √ √ √ √ √ √ √ √
Laxadin 1x1 cth (prn)
Fluimucil 3x1 sachet √ √ √ √ √ √ 2x1 2x1 2x1
Imunos 1x1 tablet √ √ √ √ √ Stop
Vitamin c 3x100 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √
Dansera 4x1 tablet √ √ √ √ √ √ 3x1 3x1 3x1
Fenitoin 2x100 mg √ √ √ √ √ √ √ √
Vicillin 4x1 g √ √ √ √ √ √ Stop
L-Bio 1x1 √ √ √
Colaskin 2x1 tablet √ √
Telmisartan 1x40 mg √
V. ANALISIS SOAP
Monitoring:
Keluhan pasien
terkait pencernaan
(konstipasi)
Colaskin Colaskin mengandung beta Sediaan tidak efektif Plan:
2x1 tablet carotene, kolagen, ekstrak biji anggur, Terapi diganti
ekstrak protein tumbuhan laut, selenium, dengan rute topikal
vitamin C, Vitamin E dan Zink. Colaskin dan diganti Bionect
digunakan untuk masalah sirkulasi darah cream
(insufisiensi vena, edema) dan masalah
mata tertentu (ketegangan mata). Monitoring:
Colaskin (ekstrak biji anggur) juga telah Kondisi luka pasien
digunakan sebagai sumber antioksidan
dan asam lemak esensial untuk
melindungi terhadap penyakit jantung
(sdrugs.com).
Problem Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Medis Obyektif
Infeksi Subyektif: Vicillin(Ampic Vicillin merupakan obat antibiotik Tidak ada DRP Plan :
- ilin) 4x1 g ampicillin, golongan penicillin. -
Pengobatan infeksi bakteri yang rentan Monitoring :
Obyektif: terhadap (organisme penghasil nonbeta- Kadar LED dan
- Leukosit laktamase), pengobatan atau profilaksis Leukosit pasien.
11/4 3.900 endokarditis infektif, infeksi bakteri
12/4 3.000; yang rentan yang disebabkan oleh
LED 35 streptococci, pneumokokus,
staphylococci penghasil non
penicillinase, Listeria, meningococci,
beberapa strain H. influenzae,
Salmonella, Shigella, E. coli,
Enterobacter, dan Klebsiella.
Oral: 250-500 mg setiap 6 jam .
I.M., I.V.: 250-500 mg setiap 6 jam (DIH
Ed 17)
Monitoring :
Tanda-tanda
terjadinya stress
ulcer dan mual
muntah.
Problem Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Medis Obyektif
Hiponatremia Subyektif: - - Indikasi tanpa terapi Plan:
-
Terapi ditambahkan
Hipertonik saline.
Obyektif:
Hiponatremia terjadi
-
pada 50% pasien
yang mengalami
SAH. Hiponatremia
didefinisikan apabila
kadar natrium darah
<135 mEq/dL.
Dalam hal ini,
hipertonik salin
dipilih sebagai terapi
hiponatremia karena
dianggap efektif
dalam mengontrol
tekanan intrakranial
dan cerebral blood
flow (Leonardo dkk.,
2016).).
Monitoring :
Kadar Natrium darah
BAB 3. PEMBAHASAN
Ny.M diberikan terapi nicholin 2x250 mg sejak hari pertama MRS yang
mengandung bahan aktif citicoline. Citicoline merupakan neuroprotektor yang
dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen pada otak serta dapat
diberikan sebagai terapi pada gangguan serebrovaskular (Sweetman, 2009). Efek
citicoline masih memberikan manfaat pada pasien stroke akut karena dapat
mengurangi terjadinya kerusakan sel yang dapat mengakibatkan kematian ataupun
kecacatan (PERDOSSI, 2011). Citicoline diberikan secara injeksi iv atau im dengan
dosis hingga 1 g tiap hari atau secara po dalam dosis terbagi 200 hingga 600 mg
tiap hari (Sweetman, 2009).. Sehingga, terapi pemberian citicoline pada Ny.M
direkomendasikan untuk dilanjutkan dengan monitoring efek samping berupa mual,
sakit kepala, dan diare.
Ny. M diberikan terapi parasetamol 4x1 500 mg sejak tanggal 12 hingga 15.
Manajemen umum untuk mengatasi sakit kepala akibat SAH dapat diberikan mild
analgesic seperti parasetamol (acetaminophen). Parasetamol mulai diberikan
dengan dosis 500 mg tiap 3-4 jam. Apabila nyeri yang dialami parah (severe) maka
perlu diganti dengan kodein, tramadol, atau piritramide (Steiner dkk., 2013).
Sehingga, disarankan pemberian parasetamol diberikan jika terdapat keluhan sakit.
Pasien Ny. M diberi fluimucil (N-asetilsistein) bentuk sediaan sachet (200 mg)
sebanyak 3x sehari. N-asetilsistein merupakan golongan obat mukolitik (DIH,
2009). Fluimucil diberikan pada pasien karena adanya keluhan batuk pilek.
Fluimucil ini digunakan dengan cara inhalasi yang dapat mengencerkan mukus
yang kental dan dapat menjadi terapi preventif untuk vasospasma pada penderita
SAH (Bavarsad Shahripour dkk., 2014). Beberapa penyakit saraf (stroke,
parkinson, dan sklerosismultipel) dapat menjadi progresif dan menyebabkan
komplikasi pada paru sehingga mengganggu fungsi respirasi.
Vitamin K merupakan vitamin larut lemak yang berperan dalam proses
pembekuan darah. Ny.M menerima terapi vitamin K sebanyak 4x1 amp dari
tanggal 12. Vitamin K dapat diberikan pada pasien SAH untuk mencegah terjadinya
perdarahan, dimana terjadinya perdarahan dapat memperburuk kondisi pasien.
Selain itu vitamin K juga direkomendasikan pada pasien intracerebral hemorrhage
(ICH) atau subarachnoid hemorrhage (SAH) yang menerima terapi antikoagulan
atau antiplatelet yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan (Pandey dkk.,
2016). Sehingga pemberian vitamin K direkomendasikan untuk tetap dilanjutkan.
Ny.M diberikan suplemen dan multivitamin dansera pada tanggal 12 hingga
20 yang mengandung Serrapeptase 5 mg, Vitamin B1 mononitrare 1,4 mg, Vitamin
B2 1,5 mg, Vitamin B3 15 mg, Vitamin B6 2,2 mg, Vitamin B12 3 mg dan Vitamin
E 3 mg. Serrapeptase merupakan agen antiinflamasi, anti edema dan analgesik.
Serrapeptase juga menunjukan potensi fibrinolitik yang dapat menghancurkan
fibrin dan jaringan yang rusak tanpa merusak jaringan yang lainnya, sehingga
mampu melarutkan gumpalan darah dan plak aterosklerosis (Bhagat dkk., 2013).
Vitamin B dapat menurunkan kadar plasma dari total homosistein, mengurangi
resiko kekambuhan stroke, infark miokard dan vascular event pada pasien stroke
baru (Wang dkk., 2015). Sedangkan untuk vitamin E dapat meningkatkan resiko
stroke hemoragik sebesar 22% dan memperparah outcomes stroke hemoragik
(Schurks dkk., 2010). Selain itu, menurut Bin dkk. (2011) pemberian vitamin E
tidak memberikan support pada pasien stroke. Sehingga berdasarkan pertimbangan
tersebut, pemberian dansera sebaiknya dihentikan karena resiko perburukan kondisi
akibat adanya kandunga vitamin E. Namun, lebih disarankan pemberian danzen
(serrapeptase 5 mg) dan Betominplex (vitamin B1, B2, B3, B6 dan B12). Pemberian
vitamin C pada Ny. M bertujuan sebagai terapi suportif pada kondisi stroke.
Vitamin C mampu membantu pembentukan kolagen dan perbaikan jaringan.
Penggunaan vitamin c mampu menurunkan resiko kematian akibat stroke dengan
dosis 45mg/hari. Dosis vitamin C untuk perempuan yaitu 75mg/hari dengan dosis
maksimal 2000mg/ hari (DIH 17th, 2009).
Konstipasi disebabkan oleh beberapah faktor seperti immobilitas, gangguan
neurologis, dan penggunaan diuretik (Wilkinson & Ahern, 2012). Pada pasien
stroke kejadian konstipasi dikaitkan dengan gangguan neurologis dimana pada
pasien stroke dapat menyebabkan gangguan saraf otonom. Saluran gastrointestinal
dipersarafi oleh sistem parasimpatis maupun simpatis dari sistem saraf
otonom kecuali sfingter ani eksterna yang berada dalampengendalian voluntar.
Serabut parasimpatis berjalan melewati saraf vagus dari medula oblogata kebagian
tegah kolon tranversum (Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare,2008). Masalah
lain yang timbul akibat stroke sangat bervariasi sesuai luasnya daerah otak yang
mengalami infark atau kematian jaringan dan lokasi yang terkena. Sebagian besar
mengalami gejala sisa seperti gangguan mobilisasi, gangguan pergerakan atau
bahkan penurunan kesadaran (Mulyasih, 2011). Akibat ganguan mobilisasi pada
pasien stroke juga sering terjadi konstipasi akibat lemahnya Tonus perut, otot pelvik
dan diafragma yang mengakibatkan peristaltik menurun sehingga pergerakan chime
lambat dan mengakibatkan feses mengeras (Mcclurg, Hagen, Hawkins, &
Lowestrong, 2011). Pemberian L-Bio bila perlu yang mengandung probiotik dapat
membantu mengatasi konstipasi yang dialami pasien. Tetapi apabila terapi
konstipasi menggunakan Laxadin yang mengandung parafin cair sebagai laksatif
digunakan dalam dosis 10 mL pada malam hari bila perlu dan disarankan tidak
digunakan sebelum tidur (PIONAS).
Ny.M diberikan terapi collaskin karena adanya luka robekan pada pipi. Pada
penggunaan collaskin oral 2x1 tablet mengandung kolagen dan beberapa vitamin
,salah satunya vitamin E. Sedangkan dalam suatu penelitian, Vitamin E dapat
meningkatkan resiko stroke hingga 22% dan memperparah outcomes stroke
hemoragik (Schurks dkk., 2010). Sehingga disarankan untuk penanganan luka
robek pada pipi pasien diganti dengan penggunaan topikal. Karena tidak
tersedianya collaskin krim, maka penggunaan obat diganti dengan bionect cream
yang mengandung hyaluronic acid sodium 0,2% yang diindikasikan untuk
membantu meredakan peradangan, menstimulasi pembentukan jaringan granulasi,
mempercepat penutupan luka dengan sedikit rasa sakit dan bekas luka. Selain itu,
Ny.M juga diberikan suplemen Imunos mengandung bahan aktif echinacea, Zn
pikolinat, selenium, na-askorbat (sdrugs.com). Sehingga Imunos tetap diberikan
karena merupakan suplemen yang digunakan untuk meningkatkan sistem imun
tubuh pasien.
American Heart Association. 2019. Heart Disease and Stroke Statistics — 2019
Update A Report From the American Heart Association.
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Bin, Q., X. Hu, Y. Cao, dan F. Gao. 2011. The role of vitamin e ( tocopherol )
supplementation in the prevention of stroke. SChattauer. 105(4):579–585.
British National Formulary. 2019. British National Formulary 76. London: BMJ
Group and the Royal Pharmaceutical.
Dinata C, Safrita Y, Sastri S. 2013. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada
Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam - 31 Juni 2012. Jurnal
Kesehatan RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 Andalas.
2(2):57
Jauch E.C., Saver J.L., Adams H.P., Bruno A., Connors J.J.B., Demaerschalk B.M.,
Khatri P., McMullan P.W., Qureshi A.I., Rosenfield K., Scott P.A., Summers
D.R., Wang D.Z., Wintermark M. and Yonas H. 2013. Guidelines for the
Early Management of Patients with Acute Ischemic Stroke. American Heart
Association. 44 (3): 870–947.
Joint Formularium Committe. 2019. British National Formulary. Edisi 76. London:
British Medical Assosiation and Royal Pharmaceutical Society.
Mcclurg, D., Hagen, S., Hawkins, S., & Lowe-strong, A. 2011. Abdominal massage
for the alleviation of constipation symptoms in people with multiple
sclerosis : a randomized controlled feasibility study. 17(2): 223– 233.
Pandey, S., C. Rathore, dan B. D. Michael. 2016. Antiepileptic drugs for the
primary and secondary prevention of seizures in viral encephalitis. Cochrane
Database of Systematic Reviews. 2016(5)
Pinzon R dan Asanti. 2010. Awas Stroke! Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan
dan Pencegahan. Yogyakarta : Andi Offset.
pionas.pom.go.id
Smeltzer dan Bare. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner &
Suddart. Edisi 8, Vol 1, alih bahasa: Kuncara Monica Ester. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (8th ed.). Jakarta: EGC.
Wang, L., W. Cui, G. Nan, dan Y. Yu. 2015. Meta-analysis reveals protective
effects of vitamin b on stroke patients. 6:150–156.
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. 2012. Buku saku diagnosis keperawatan :
Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC (9th ed.). Jakarta:
EGC.