Anda di halaman 1dari 11

3.

7 KEBIJAKAN/PANDUAN/PROSEDUT PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT


PENGIKAT (RESTRAIN)

KEBIJAKAN PEMBERIAN RESTRAIN/PENGEKANGAN


DI RUMAH SAKIT INTAN HUSADA

DIREKTUR RUMAH SAKIT INTAN HUSADA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit


Intan Husada yang aman, dengan memperhatikan keselamatan pasien serta
kepuasan pelanggan, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang
bermutu tinggi dan seragam khususnya bagi pasien yang memerlukan
restrain / pengekangan.di
seluruh unit pelayanan;
b. Bahwa agar pelayanan pasien yang menggunakan restrain /
pengekangan di Rumah Sakit Intan Husada dapat terlaksana dengan baik,
perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Intan Husada sebagai
landasan bagi penyelenggaraan pemberian restrain/pengekangan di
Rumah Sakit Intan Husada;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b
maka perlu ditetapkan Kebijakan Restrain dengan di Rumah Sakit Intan
Husada dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Intan Husada.

Mengingat : 1. Undang-Undang no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.


2 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit;
3. Surat Edaran Direktur Jendral Pelayanan Medik noYM.02.04.3.5.2504
th.1992 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien,Dokter,Rumah
Sakit. .
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK . 07 . 06
/ III / 430 /09 tentang Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit Mardi
Rahayu
5. Keputusan Pengurus YKKMR nomor 084/I/XI-2010 tentang Revisi
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Intan Husada.
6. SK Direktur Rumah Sakit Intan Husada nomor 063 /RS/DIR/SK/X-
2010 tentang Struktur Organisasi Rumah Sakit Intan Husada.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT INTAN
HUSADA TENTANG KEBIJAKAN PEMBERIAN
RESTRAIN/PENGEKANGAN DI RUMAH SAKIT INTAN HUSADA
Kedua : Kebijakan pemberian restrain/pengekangan di Rumah Sakit Intan Husada
sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini.
Ketiga : Pembinaan dan Pengawasan asuhan pasien dengan Restrain /
pengekangan di Rumah Sakit Intan Husada dilaksanakan oleh semua
Kepala Unit kerja terkait.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian
hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Direktur Utama,

Dr.

DEFINISI
Pelayanan pasien adalah penyediaan jasa oleh Rumah Sakit kepada orang sakit yang dirawat di
Rumah Sakit yang bertujuan untuk mengurangi atau menyembuhkan keluhan yang berhubungan
dengan kesehatan orang sakit tersebut.
Restraint adalah suatu metode/cara pembatasan/restriksi yang disengaja terhadap
gerakan/perilaku seseorang. Dalam hal ini, ‘perilaku‘ yang dimaksudkan adalah tindakan yang
direncanakan, bukan suatu tindakan yang tidak disadari/tidak disengaja/sebagai suatu refleks.

RUANG LINGKUP
Pelayanan pasien dengan alat pengikat (Restraint) dilakukan oleh staf medis kepada seluruh
pasien Rawat Inap RS Intan Husada mulai dari Instalasi Gawat Darurat, Ruang Rawat Inap,
hingga Unit Perawatan Intensif.

TATA LAKSANA
1. Yang berwenang membuat keputusan mengenai penggunaan restrain adalah DPJP

 Pengaplikasian restrain dilakukan berdasarkan instruksi dari

 Jika DPJP tidak hadir saat dibutuhkan instruksi, maka tanggung jawab didelegasikan
pada dokter jaga. Dokter yang menerima delegasi nantinya akan mengkonsulkan
pasien kepada DPJP via telepon
2. Pengaplikasian restrain harus berdasarkan penilaian kebutuhan pasien, kondisi medis
serta riwayat penyakit dan intervensi yang diberikan haruslah sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingan

3. Restrain digunakan sebagai cara/ alternatif terakhir jika metode restriktif lainnya tidak
berhasil / tidak efektif untuk memastikan keselamatan pasien, staf, atau orang

4. Instruksi penggunaan restrain tidak boleh digunakan instruksi pro re nata ( jika perlu )

 Setiap episode penggunaan restrain harus dinilai dan dievaluasi serta berdasarkan
instruksi

 Jika pasien sudah terbebas dari penggunaan restrain dan kemudian menunjukkan
perilaku yang membahayakan dan hanya dapat diatasi oleh re-aplikasi restrain,
diperlukan instruksi baru untuk melakukan re-aplikasi.

 Staf tidak boleh memberhentikan penggunaan restrain dan kemudian me-


reaplikasikannya kembali di bawah instruksi yang

5. Pengecualian :

 Penggunaan side rails yang diindikasikan harus tercatat di rekam medis pasien

 Pada pasien dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri penggunaan restrain
untuk mencegah cedera/bahaya pada diri

 Perilaku yang berbahaya dibuat berdasarkan penilaian oleh

6. Penggunaan restrain yang bertujuan untuk manajemen perilaku destruktif/


membahayakan harus dievaluasi setiap :

 4 jam untuk dewasa 18 tahun ke atas

 2 jam untuk anak dan remaja usia 9 – 17 tahun

 1 jam untuk anak 9 tahun

7. Batasan evaluasi di atas tidak berlaku untuk manajemen perilaku non destruktif

8. Aplikasi restrain pada pasien dengan perilaku destruktif

 Dievaluasi langsung 1 jam setelah instruksi restrain oleh dokter yang bertugas atau
perawat jaga dan dicatat dalam rekam medis

 Evaluasi meliputi :

- Temuan terbaru mengenai kondisi pasien


- Respon pasien terhadap restrain
- Hasil evaluasi pasien
- Perlu tidaknya untuk menghentikan/melanjutkan tindakan
9. Penggunaan restrain harus dipantau secara berkala dan jika kondisi
membahayakan sudah teratasi segera hentikan penggunaan
10. Batas waktu penggunaan restrain maksimal 24 jam dan jika batas waktu restrain hampir
berakhir, perawat harus segera melaporkan kondisi klinis pasien berdasarkan asesmen
dan evaluasi terkini, serta menanyakan apakah instruksi restrain perlu dilanjutkan atau

11. Prosedur observasi sebelum dan setelah aplikasi restrain

 Singkirkan semua benda yang berpotensi membahayakan, sebelum aplikasi restrain

 Inspeksi keamanan tempat tidur, tempat duduk dan peralatan yang akan digunakan
selama proses

 Jelaskan alasan penggunaan restrain

 Observasi pasien setelah aplikasi restrain

 Penuhi kebutuhan pasien seperti : makan, minum, mandi dan toileting

 Lakukan pemantauan secara berkala meliputi : tanda vital, posisi tubuh pasien,
keamanan restrain dan kenyamanan pasien

 Catat dan laporkan perubahan perilaku pasien

Restraint terdiri dari berbagai jenis, antara lain :


1. Pembatasan Fisik
a. Melibatkan satu atau lebih staf untuk memegangi pasien, menggerakkan pasien, atau
mencegah pergerakan pasien.
b. Pemegangan fisik : biasanya staf memegangi pasien dengan tujuan untuk melakukan
suatu pemeriksaan fisik/tes rutin. Namun, pasien berhak menolak prosedur ini. Apabila
terpaksa memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih metode yang paling kurang
bersifat reaktif/sedikit mungkin menggunakan pemaksaan. Pada beberapa keadaan,
dimana pasien setuju untuk menjalani prosedur/ medikasi tetapi tidak dapat berdiam
diri/tenang untuk disuntik/menjalani prosedur, staf boleh memegangi pasien dengan
tujuan prosedur/ pemberian medikasi berjalan dengan lancar dan aman. Hal ini bukan
merupakan restraint.
2. Pembatasan Mekanis
Yaitu melibatkan penggunaan suatu alat, misalnya penggunaan pembatas di sisi kiri dan
kanan tempat tidur (bedrails) untuk mencegah pasien jatuh/turun dari tempat tidur. Namun
perlu diperhatikan bahwa penggunaan bedrails dianggap berisiko terjebak di antara kasur
dan bedrails dengan kemungkinan mengalami cedera yang lebih berat dibandingkan tanpa
penggunaan bedrails. Jadi, penggunaan bedrails harus mempunyai keuntungan yang
melebihi resikonya. Namun, jika pasien secara fisik tidak mampu turun dari tempat tidur,
penggunaan side rails bukan merupakan restraint karena penggunaan side rails tidak
berdampak pada kebebasan bergerak pasien.
3. Pembatasan Kimia
Yaitu melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien. Obat-obatan dianggap
sebagai suatu restraint hanya jika penggunaan obat-obatan tersebut tidak sesuai dengan
standar terapi pasien dan penggunaan obat-obatan ini hanya ditujukan untuk mengontrol
perilaku pasien/membatasi kebebasan bergerak pasien. Kriteria untuk menentukan suatu
penggunaan obat dan kombinasinya tidak tergolong restraint adalah :
a. Obat-obatan tersebut diberikan dalam dosis yang sesuai dan telah disetujui oleh Food
and Drug Administraion (FDA) dan sesuai indikasinya.
b. Penggunaan obat mengikuti/sesuai dengan standar praktik kedokteran yang berlaku.
c. Penggunaan obat untuk mengobati kondisi medis tertentu pasien didasarkan pada gejala
pasien, keadaan umum pasien, dan pengetahuan klinis/dokter yang merawat pasien.
d. Penggunaan obat tersebut diharapkan dapat membantu pasien mencapai kondisi
fungsionalnya secara efektif dan efisien.
e. Jika secara keseluruhan efek obat tersebut menurunkan kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya secara efektif, maka obat tersebut tidak
digunakan sebagai terapi standar untuk pasien.
a. Tidak diperbolehkan menggunakan ‘pembatasan kimia’ (obat sebagai restraint) untuk
tujuan kenyamanan staf, untuk mendisiplinkan pasien, atau sebagai metode untuk
pembalasan dendam.
Dalam observasi restraint, perlu diperhatikan efek samping penggunaan obat dipantau secara
rutin dan ketat.

Adapun indikasi pasien yang membutuhkan tindakan restraint, yaitu :


1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan atau orang
lain.
2. Tahanan pemerintah (yang legal/sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit.
3. Pasien yang membutuhkan tata laksana emergensi (segera) yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup pasien.
4. Restraint digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak berhasil/tidak
efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman bahaya.

Indikasi ini tidak spesifik terhadap prosedur medis tertentu, namun disesuaikan dengan setiap
perilaku individu dimana terdapat pertimbangan mengenai perlunya menggunakan restraint atau
tidak. Keputusan penggunaan restraint ini tidak didasarkan pada diagnosis, tetapi melalui
asesmen pada setiap individu secara komprehensif. Asesmen ini digunakan untuk menentukan
apakah penggunaan metode yang kurang restriktif memiliki resiko yang lebih besar daripada
resiko akibat penggunaan restraint. Asesmen komprehensif ini harus meliputi pemeriksaan fisik
untuk mengidentifikasi masalah medis yang dapat menyebabkan timbulnya perubahan perilaku
pasien. Misalnya : peningkatan suhu tubuh, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, interaksi obat, dan efek samping obat dapat dapat menimbulkan kondisi delirium,
agitasi, dan perilaku yang agresif. Penanganan masalah medis ini dapat mengeleminasi atau
meminimalisasi kebutuhan akan restraint.

Dalam banyak kasus, restraint dapat dihindari dengan melakukan perubahan yang positif
terhadap pemberian/penyediaan pelayanan kesehatan dan menyediakan dukungan pada pasien
baik secara fisik maupun psikologis. Perlu dicatat bahwa pasien yang berkapasitas mental baik
dapat meminta sesuatu, seperti penggunaan sabuk/ikat pengaman atau bedrails untuk
meningkatkan rasa aman mereka. Meskipun hal ini mungkin tidak sejalan dengan rekomendasi
perawat, pilihan pasien haruslah dihormati dan diikutsertakan dalam penyusunan/pembuatan
rencana keperawatan pasien dan asesmen risiko.

Jika pasien tidak dapat memberikan persetujuan (consent), perawat seyogianya selalu
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, berikut membantu pasien untuk memahami dan
menyetujui tindakan tersebut. Suatu studi menyarankan bahwa penggunaan restraint pasien yang
delirium sekalipun, pasien tersebut akan sangat menghargai dan mengingat penjelasan perawat
mengenai kondisi pasien dan alasan pasien dilakukan restraint, terutama untuk meyakinkan
bahwa tindakan tersebut ditujukan untuk keselamatan pasien.

Salah satu cara untuk membantu tenaga kesehatan menghindari penggunaan restraint adalah
dengan menyediakan lingkungan perawatan yang berkesan positif. Berikut adalah beberapa cara
untuk menyediakan lingkungan yang positif :
1. Perawatan yang berpusat pada pasien, terutama yang mempunyai kebutuhan dukungan
psikologis
2. Tingkat kebebasan dan risiko perawatan dirumah
3. Pencegahan kekerasan dan agresi
4. Pencegahan ide/tindakan bunuh diri dan melukai diri sendiri
5. Pengalaman pasien di ruang rawat intensif (ICU)
6. Pemenuhan kebutuhan pasien dimensia di ruang rawat RS
7. Pencegahan dan penanganan delirium
8. Menjaga harga diri dan martabat pasien selama asuhan keperawatan
9. Pencegahan risiko jatuh

Namun perlu diperhatikan beberapa dampak negatif daripada penggunaan restraint, antara lain :
1. Dampak fisik
a. Atrofi otot
b. Hilangnya/berkurangnya densitas tulang
c. Ulkus decubitus
d. Infeksi nosokomial
e. Strangulasi
f. Penurunan fungsional tubuh
g. Stress kardiak

2. Dampak Psikologi
a. Depresi
b. Penurunan fungsi kognitif
c. Isolasi emosional
d. Kebingungan ( confusion ) dan agitasi

Apabila pasien telah ditentukan membutuhkan tindakan restraint maka diperlukan persetujuan
(Informed Consent). Persetujuan merupakan salah satu alat hukum yang legal dimana seseorang
memberikan kekuasaan yang sah terhadap tata laksana atau keperawatan. Dasar persetujuan yang
sah identik dengan persyaratan profesional bahwa suatu persetujuan diperlukan sebelum
melakukan suatu tindakan/prosedur.

Perlu diingat bahwa restraint tidak boleh digunakan semata-mata untuk mengurangi beban kerja.
Pemilik/pemegang kekuasaan tidak boleh menempatkan perawat dalam posisi dimana mereka
terpaksa melakukan restraint karena kurangnya staf yang bertugas atau kurangnya sumber daya
untuk menyediakan perawatan yang aman dan berkualitas.

Unsur ‘kenyamanan‘ bukanlah alasan yang dapat diterima untuk melakukan restrain terhadap
pasien.
1. Restraint tidak boleh dianggap sebagai pengganti pemantauan pasien.
2. Untuk menentukan perlu atau tidaknya menggunakan restraint, diperlukan skrining pada
individu secara komprehensif untuk menentukan kebutuhan akan restraint berikut jenis yang
dipilih. Apabila skrining menyatakan bahwa diperlukan restraint maka dilanjutkan dengan
asesmen restrain.
3. Jika dalam asesmen terdapat suatu kondisi medis yang mengindikasikan perlunya intervensi
untuk melindungi pasien dari ancaman bahaya, sebaiknya menggunakan metode yang paling
tidak restriktif tetapi efektif.
4. Dalam menggunakan restraint, harus mempertimbangkan antara resiko yang dapat timbul
akibat penggunaan restraint dengan resiko yang dapat timbul akibat perilaku pasien.
5. Permintaan keluarga/pasien untuk menggunakan restraint (yang dianggap menguntungkan)
bukanlah suatu hal yang dapat mendasari diaplikasikannya restraint. Permintaan ini
haruslah mempertimbangkan kondisi pasien dan asesmen pasien.
6. Jika telah diputuskan bahwa restraint diperlukan, dokter harus menentukan jenis restraint
apa yang dipilih dan dapat memenuhi kebutuhan pasien dengan resiko yang paling kecil dan
pilihan yang paling menguntungkan untuk pasien.
7. Staf harus mencatat di rekam medis pasien mengenai keputusan penggunaan restraint dan
jenisnya. Dituliskan juga bahwa restraint yang digunakan merupakan intervensi yang paling
tidak restriktif namun efektif untuk melindungi pasien dan penggunaan restraint diputuskan
berdasarkan asesmen per-individu.
8. Selama penggunaan restraint, pasien harus dipastikan memperoleh asesmen, pemantauan,
tata laksana, dan perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien
9. Prosedur yang harus diobservasi sebelum dan setelah aplikasi restraint :
a. Inspeksi tempat tidur, tempat duduk, restraint, dan peralatan lainnya yang akan
digunakan selama proses restraint mengenai keamanan penggunaannya
b. Jelaskan kepada pasien mengenai alasan penggunaan restraint
c. Semua obyek/benda yang berpotensi membahayakan (seperti sepatu, perhiasan,
selendang, ikat pinggang, tali sepatu, korek api) harus disingkirkan sebelum restraint
diaplikasikan
d. Setelah aplikasi restraint, pasien diobservasi oleh staf
e. Kebutuhan pasien, seperti makan, minum, mandi, dan penggunaan toilet akan tetap
dipenuhi
f. Secara berkala, perawat akan menilai tanda vital pasien, posisi tubuh pasien, keamanan
restraint, dan kenyamanan pasien
g. Dokter harus diberitahu jika terdapat perubahan signifikan mengenai perilaku pasien
10. Rumah sakit sebaiknya mewajibkan staf yang terlibat (staf yang mengaplikasikan restraint,
staf yang bertugas memantau, menilai, atau memberikan pelayanan kepada pasien) memiliki
pengetahuan dan memperoleh pelatihan mengenai :
a. Teknik untuk mengidentifikasi perilaku pasien, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi,
kejadian-kejadian yang membutuhkan restraint
b. Cara untuk memilih intervensi apa yang paling tidak bersifat restriktif tapi efektif,
berdasarkan pada asesmen kondisi medis/perilaku pasien
c. Cara mengaplikasikan restraint dengan aman
d. Cara mengidentifikasi perubahan perilaku spesifik yang mengindikasikan bahwa
restraint/isolasi tidak lagi diperlukan
e. Pemantauan kondisi fisik dan psikologis pasien yang mengalami restraint/isolasi,
termasuk status respirasi dan sirkulasi, integritas kulit, dan tanda vital
f. Teknik melakukan resusitasi jantung paru

Perlu dilakukan evaluasi atas tindakan restraint untuk melihat apakah setidaknya hal-hal di
bawah ini terlaksana dengan baik :
a. Siapa yang berwenang untuk menghentikan penggunaan restraint/isolasi
b. Kondisi-kondisi dimana restraint/isolasi harus dihentikan
Cara mengevaluasi pengenai Pelayanan Pasien dengan Restraint adalah :
1. Mengumpulkan data mengenai penggunaan restraint dalam kurun waktu yang spesifik
(misalnya 3 bulan) untuk melihat pola penggunaan restraint di unit-unit tertentu, setiap
pergantian jaga, serta pola tiap minggunya.
2. Perhatikan pula apakah jumlah pasien yang menggunakan restraint meningkat di akhir
pekan, saat hari libur, saat malam hari, saat jam pergantian jaga tertentu memiliki
kecenderungan di satu unit tertentu daripada unit lainnya.
a. Pola seperti ini dapat membantu untuk melihat adanya penggunaan restraint yang tidak
sesuai dengan kepentingan/kebutuhan pasien, tetapi lebih kepada aspek kenyamanan,
kurangnya staf, atau kurangnya staf yang berpengalaman/terlatih
b. Jadwal piket perawat diperlukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh meningkatnya
penggunaan restraint di tingkat staf
3. Melakukan wawancara secara acak dengan pasien yang menjalani restraint. Apakah alasan
digunakannya restraint ini dijelaskan kepada pasien dengan kata-kata yang dapat
dimengerti?

Standar Prosedur Operasional untuk melakukan tindakan restrain pada pasien :


Peralatan ; Tali , kain ataupun kassa gulung
Preinteraksi ;
1. Baca catatan keperawatan dan catatan medis pasien , instruksi restrain / terapi
psikofarmakoterapi
2. Siapkan tim
3. Siapkan alat- alat
4. Siapkan lingkungan yang aman
5. Eksplorasi perasaan , fantasi dan ketakutan diri
6. Siapkan medikasi bila perlu sesuai advise dokter;
 Diazepam Injeksi 1 ampul ( IM/ IV)
 CPZ Injeksi 1 ampul ( IM)
 Tab CPZ 100 mg
 Tab Zofredal ( Risperidone) 2mg
Orientasi
1. Berikan salam , panggil pasien dengan namanya ( identifikasi pasien)
2. Jelaskan dan lakukan kontrak ( Prosedur, tujuan, lamanya di restrain kepada pasien dan
keluarga bila perlu kontak sepihak)
Tahap Kerja
1. Berbicara secara menyakinkan kepada pasien untuk menghentikan perilakunya
2. Ulangi penjelasan jika tidak menghentikan perilakunya akan dilakukan pengikatan
3. Tawarkan untuk menggunakan medikasi daripada dilakukan pengikatan
4. Jangan membiarkan pasien berfikir tentang keraguan kita untuk melakukan pengikatan
5. Staf yang akan melakukan pengikatan harus sudah berada di tempat ( susunan tim 5-6
orang) ;
 Empat orang menahan masing- masing anggota gerak
 Satu orang mengawasi kepala
 Satu orang melakukan prosedur pengikatan
 Tiap anggota gerak 1 ikatan
 Ikatan pada posisi sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran IV
 Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi
6. Monitor tanda- tanda vital tiap 60 menit
7. Tempatkan pasien pada tempat yang mudah dilihat staf
8. Observasi gejala Ekstra Piramidal Sindrome( EPS) dalam 24 jam pertama, bila EPS terapi
Dipenhydramin 50 mg ( IM/ IV )
Terminasi
1. Evaluasi perasaan pasien
2. Pastikan pasien nyaman dan ikatannya baik
3. Lakukan kontrak untuk bisa dilepaskan ikatannya ( restrain akan dilepas apabila misal;
pasien berjanji tidak memukul orang lagi)

Skema Implementasi Restraint


Panduan Intervensi Restraint dan Alternatifnya
I. DOKUMENTASI
1. Skrining Pasien Restraint di Formulir Asesmen Medis IGD (RM – 6)
2. Asesmen Pasien Restraint (RM – 41.09)
3. Observasi Pasien Retsraint (RM – 43)

Anda mungkin juga menyukai