USBN Sejarah
USBN Sejarah
Herodotus berpendapat bahwa sejarah merupakan ilmu yang tidak berkembang ke arah
depan dengan tujuan yang pasti melainkan bergerak seperti garis lingkaran yang tinggi
rendahnya diakibatkan oleh keadaan manusia.
Aristoteles berpendapat bahwa sejarah merupakan satu sistem yang meneliti satu
kejadian dari sejak awal sampai tersusun dalam bentuk kronologi. Nah, pada masa yang
sama sejarah juga menyajikan peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan,
rekod atau bukti-bukti yang konkret.
Moh. Yamin, SH berpendapat bahwa sejarah merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
disusun dari hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan
kenyataan.
Thomas Carlyle berpendapat bahwa sejarah merupakan peristiwa masa lampau yang
mempelajari biografi orang-orang yang terkenal. Mereka itu merupakan penyelamat pada
zamannya atau merupakan orang-orang besar yang pernah dicatat sebagai peletak dasar
sejarah.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa sejarah merupakan catatan tentang masyarakat umat
manusia atau peradaban dunia serta tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada
watak masyarakat itu.
Mohammad Ali dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ilmu Sejarah” menerangkan
bahwa sejarah meliputi tiga hal yakni:
a. Jumlah perubahan-perubahan, kejadian dan peristiwa dalam suatu kenyataan di
sekitar kita.
b. Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian dan peristiwa dalam suatu kenyataan di
sekitar kita.
c. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian dan peristiwa dalam
suatu kenyataan di sekitar kita.
Norman E. Cantor berpendapat bahwa sejarah merupakan studi tentang apa yang
diperbuat, dikatakan serta dipikirkan oleh manusia pada masa lalu.
Muthahhari berpendapat bahwa sejarah merupakan tindakan manusia dalam jangka
waktu tertentu pada masa lampau yang dilakukan di tempat tertentu.
Nugroho Notosusanto berpendapat bahwa sejarah merupakan peristiwa-peristiwa yang
menyangkut manusia sebagai makhluk bermasyarakat yang terjadi pada waktu lampau.
Sejarah juga berarti sebagai kisah mengenai segala peristiwa itu dimana kisah itu disusun
berdasarkan peninggalan-peninggalan dari berbagai peristiwa itu.
Mohammad Hatta berpendapat bahwa sejarah merupakan pemahaman masa lampau
yang di dalamnya mengandung berbagai macam dinamika kehidupan yang dapat berisi
problematika sebagai pelajaran bagi manusia berikutnya.
Karl Popper berpendapat bahwa sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang tertarik pada
peristiwa-peristiwa spesifik beserta penjelasannya dimana dideskripsikan sebagai
peristiwa-peristiwa masa lampau sebagaimana peristiwa itu benar-benar terjadi secara
aktual.
Patrick Gardiner, sejarah Ialah Ilmu Yang Mempelajari Apa Yang Telah Diperbuat
Oleh Manusia Di Masa Lalu.
R.G. Collingwood berpendapat bahwa sejarah merupakan sebuah bentuk penyelidikan
tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh manusia pada waktu lampau.
2. Konsep berkelanjutan. (perubahan dan berkelanjutan)
a) Perubahan → Sekali → hasilnya besar.
Segala aspek kehidupan yang terus bergerak seiring dengan perjalanan kehidupan
masyarakat dan membuat perbedaan. Perubahan dapat terjadi secara cepat maupun
lambat. Sebagai contoh peristiwa pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki pada
tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Peristiwa tersebut berimbas pada menyerahnya Jepang
kepada sekutu. Yang dimaksud konsep perubahan dalam contoh diatas adalah ketika
Jepang di bom oleh Sekutu dalam waktu singkat Jepang mengaku kalah dan menyerah
kepada sekutu.
b) Berkelanjutan→ Meskipun orang nya sudah mati, tetap berlanjut. Cth: Perjuangan
bangsa Indonesia melawan Belanda.
Kehidupan manusia saat ini merupakan mata rantai dari kehidupan masa lampau,
sekarang dan masa mendatang. Setiap peristiwa tidak berdiri sendiri dan tidak
terpisahkan dari peristiwa lain.
3. Ciri sejarah sebagai peristiwa.
Manusia: Manusia berperan sebagai aktor yang utama dalam menentukan sejarah
Ruang: Ruang atau tempat terjadinya peristiwa sejarah berkaitan dengan aspek geografis
Waktu: Manusia berkaitan erat dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan. setiap
peristiwa sejarah berada dalam kurun waktu tertentu yang memiliki latar belakang waktu
sebelumnya. Konsep waktu dalam sejarah mencakup 4 unsur, yaitu :
a) Perkembangan: terjadi apabila masyarakat pergerakan bertutut-turut dari satu
bentuk ke bentuk lain (masyarakat berkembaang dari bentuk sederhana ke yang
lebih kompleks)
b) Kesinambungan/berkelanjutan: terjadi apabila masyarakat tetap mengadopsi
lembaga-lembaga / kebiasaan-kebiasaan lama.
c) Pengulangan: terjadi apabila pola peristiwa pada masa lalu terjadi lagi.
d) Perubahan: terjadi apabila masyarakat mengalami perubahan (perubahan tersebut
diasumsikan sebagai perkembangan secara besar-besaran dalam waktu relative
singkat)
(Konsep kesinambungan itu maksudnya waktu masa lalu sangatlah menentukan apa yang
terjadi pada masa sekarang ini, kemudian masa sekarang menentukan apa yang akan terjadi
pada masa yang akan datang. Jadi, dalam sejarah kehidupan manusia, seluruh manusia akan
tumbuh bergerak dengan seiring perjalanan waktu dan ruang di mana manusia itu berada.
Peristiwa sejarah manusia berjalan dengan dinamis, bukan statis. Mulai dari manusia itu
berada dalam kandungan, kemudian lahir, hingga beranjak dewasa, dan menjadi orang tua.
Kalau kita melihat hal itu, kita bisa menyadari bahwa fase kehidupan manusia menunjukkan
adanya kesinambungan dalam kehidupan manusia, dan kehidupan itu terikat oleh ruang dan
waktu.)
6. Kehidupan masyarakat praaksara (hasil kebudayaan)
6. Bangunan Megalitik
Megalitik berasal dari kata mega yang artinya besar, dan lithos yang artinya batu.Tradisi
pendirian bangunan-bangunan megalitik selalu didasarkan pada kepercayaan akan adanya
hubungan antara yang hidup dan yang mati. Jasa dari seseorang yang telah meninggal
diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar yang menjadi medium
penghormatan.
Bangunan Megalitik
Nama Gambar Keterangan
Menhir Menhir adalah sebuah tugu dari batu tunggal yang
didirikan untuk upacara penghormatan roh nenek moyang.
Menhir ditemukan di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah,
dan Kalimantan.
Sarkofagu Sarkofagus adalah peti mayat yang terbuat dari dua batu
s yang ditangkupkan. Peninggalan ini banyak ditemukan di
Bali
Pendapat pertama menyebutkan bahwa dalam proses masuknya kedua agama ini,
bangsa Indonesia hanya berperan pasif. Bangsa Indonesia dianggap hanya sekedar
menerima budaya dan agama dari India. Ada 3 teori yang menyokong pendapat
ini yaitu teori Brahmana, teori Waisya, dan teori Ksatria.
Pendapat kedua menyebutkan bahwa banga Indonesia juga bersifat aktif dalam
proses penerimaan agama dan kebudayaan Hindu Budha. Dua teori yang
menyokong pendapat ini adalah teori arus balik dan teori Sudra.
1. Teori Brahmana oleh Jc.Van Leur
Teori Brahmana adalah teori yang menyatakan bahwa masuknya Hindu Budha ke Indonesia
dibawa oleh para Brahmana atau golongan pemuka agama di India. Teori ini dilandaskan
pada prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Hindu Budha di Indonesia pada masa lampau
yang hampir semuanya menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Saksekerta. Di India, aksara
dan bahasa ini hanya dikuasai oleh golongan Brahmana.
Selain itu, teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia karena peran serta golongan Brahmana
juga didukung oleh kebiasaan ajaran Hindu. Seperti diketahui bahwa ajaran Hindu yang utuh
dan benar hanya boleh dipahami oleh para Brahmana. Pada masa itu, hanya orang-orang
golongan Brahmana-lah yang dianggap berhak menyebarkan ajaran Hindu. Para Brahmana
diundang ke Nusantara oleh para kepala suku untuk menyebarkan ajarannya pada
masyarakatnya yang masih memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme.
(Bantahan: Brahmana tidak boleh menyebrangi lautan)
2. Teori Waisya oleh NJ. Krom
Teori Waisya menyatakan bahwa terjadinya penyebaran agama Hindu Budha di Indonesia
adalah berkat peran serta golongan Waisya (pedagang) yang merupakan golongan terbesar
masyarakat India yang berinteraksi dengan masyarakat nusantara. Dalam teori ini, para
pedagang India dianggap telah memperkenalkan kebudayaan Hindu dan Budha pada
masyarakat lokal ketika mereka melakukan aktivitas perdagangan.
Karena pada saat itu pelayaran sangat bergantung pada musim angin, maka dalam beberapa
waktu mereka akan menetap di kepulauan Nusantara hingga angin laut yang akan membawa
mereka kembali ke India berhembus. Selama menetap, para pedagang India ini juga
melakukan dakwahnya pada masyarakat lokal Indonesia.
(Bantahan: Para pedagang dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf
Pallawa yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana.)
3. Teori Ksatria oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens
Dalam teori Ksatria, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada
masa lalu dilakukan oleh golongan ksatria. Menurut teori masuknya Hindu Budha ke
Indonesia satu ini, sejarah penyebaran Hindu Budha di kepulauan nusantara tidak bisa
dilepaskan dari sejarah kebudayaan India pada periode yang sama. Seperti diketahui bahwa
di awal abad ke 2 Masehi, kerajaan-kerajaan di India mengalami keruntuhan karena
perebutan kekuasaan. Penguasa-penguasa dari golongan ksatria di kerajaan-kerajaan yang
kalah perang pada masa itu dianggap melarikan diri ke Nusantara. Di Indonesia mereka
kemudian mendirikan koloni dan kerajaan-kerajaan barunya yang bercorak Hindu dan
Budha. Dalam perkembangannya, mereka pun kemudian menyebarkan ajaran dan
kebudayaan kedua agama tersebut pada masyarakat lokal di nusantara.
(Bantahan: Ksatria sibuk bertahta pada negara, seharusnya tidak mengetahui keberadaan
nusantara)
4. Teori Arus Balik (Nasional) oleh F.D.K Bosch
Teori arus balik menjelaskan bahwa penyebaran Hindu Budha di Indonesia terjadi karena
peran aktif masyarakat Indonesia di masa silam. Menurut Bosch, pengenalan Hindu Budha
pertama kali memang dibawa oleh orang-orang India. Mereka menyebarkan ajaran ini pada
segelintir orang, hingga pada akhirnya orang-orang tersebut tertarik untuk mempelajari kedua
agama ini secara langsung dari negeri asalnya, India. Mereka berangkat dan menimba ilmu di
India dan sekembalinya ke Indonesia, mereka kemudian mengajarkan apa yang diperolehnya
pada masyarakat Nusantara lainnya.
5. Teori Sudra oleh van Faber
Teori Sudra menjelaskan bahwa penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Budha di
Indonesia diawali oleh para kaum sudra atau budak yang bermigrasi ke wilayah Nusantara.
Mereka menetap dan menyebarkan ajaran agama mereka pada masyarakat pribumi hingga
terjadilah perkembangan yang signifikan terhadap arah kepercayaan mereka yang awalnya
animisme dan dinamisme menjadi percaya pada ajaran Hindu dan Budha.
Alasan Hindu-Buddha mudah diterima masyarakat :
a) Masyarakat belum mengenal agama
b) Sifat masyarakat yang terbuka (sifat dasar rakyat Indonesia yang selalu terbuka terhadap
perbedaan)
c) Kulturnya mirip dengan budaya awal masyarakat
d) Pengaruh penguasa (Ketika rajanya memeluk agama Hindu atau Budha, maka seluruh
rakyatnya juga akan melakukan hal yang sama)
8 Teori masuknya Islam
a.Teori Gujarat: Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan Islam dibawa oleh
para pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka. Teori ini
menjelaskan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara sekitar abad ke 13, melalui kontak
para pedagang dan kerajaan Samudera Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu.
Teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai, Malik As-
Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh S. Hurgronje
dan J. Pijnapel.
b. Teori Persia: Umar Amir Husen dan Hoesein Djadjadiningrat berpendapat bahwa Islam
masuk ke Nusantara melalui para pedagang yang berasal dari Persia, bukan dari Gujarat.
Persia adalah sebuah kerajaan yang saat ini kemungkinan besar berada di Iran. Teori ini
tercetus karena pada awal masuknya Islam ke Nusantara di abad ke 13, ajaran yang
marak saat itu adalah ajaran Syiah yang berasal dari Persia. Selain itu, adanya
beberapa kesamaan tradisi Indonesia dengan Persia dianggap sebagai salah satu penguat.
Contohnya adalah peringatan 10 Muharam Islam-Persia yang serupa dengan upacara
peringatan bernama Tabuik/Tabut di beberapa wilayah Sumatera (Khususnya Sumatera
Barat dan Jambi).
c.Teori Mekkah: Dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam di Nusantara dibawa langsung
oleh para musafir dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke
seluruh dunia pada abad ke 7. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah
perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara yang dikenal dengan nama Bandar
Khalifah. Selain itu, di Samudera Pasai mahzab yang terkenal adalah mahzab Syafi’i.
Mahzab ini juga terkenal di Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian yang terakhir
adalah digunakannya gelar Al-Malik pada raja-raja Samudera Pasai seperti budaya Islam
di Mesir. Teori inilah yang paling benyak mendapat dukungan para tokoh seperti, Van
Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, dan Buya Hamka.
d. Teori China: Lain halnya dengan Slamet Mulyana dan Sumanto Al
Qurtuby, mereka berpendapat bahwa sebenarnya kebudayaan Islam masuk ke Nusantara
melalui perantara masyarakat muslim China. Teori ini berpendapat, bahwa migrasi
masyarakat muslim China dari Kanton ke Nusantara, khususnya Palembang pada abad
ke 9 menjadi awal mula masuknya budaya Islam ke Nusantara. Hal ini dikuatkan dengan
adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan China, penulisan gelar
raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang
China lah yang pertama menduduki pelabuhan-pelabuhan di Nusantara.
Alasan Islam mudah diterima masyarakat :
a) Syarat memeluk islam sangat mudah, cukup dengan mengucapkan kalimat syahadat.
b) Tata cara peribadahan Islam sederhana.
c) Islam tidak mengenal pelapisan sosial.
d) Agama islam yang menyebar di Indonesia disesuaikan dengan adat dan tradisi
bangsa Indonesia.
e) Faktor politik ikut memperlancar penyebaran Islam di Indonesia (runtuhnya
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit).
P. Awi P. Cidanghiyang
P. Cienten P. Jambu
1) Prasasti Ciaruteun
Menyebutkan nama Tarumanegara, Raja Purnawarman dan lukisan sepasang kaki
yang dianggap sama dengan telapak kaki Dewa Wisnu. Prasasti Ciaruteun yang
terletak di Caimpea Bogor dikenal juga dengan Prasasti Ciampea.
2) Prasasti Tugu
Menyatakan bahwa Raja Purnawarman memerintah menggali saluran air bernama
Gomati sepanjang 6.112 tombak. Pekerjaan itu dilakukan pada masa
pemerintahan Raja Purnawarman yang ke-22 dan selesai dalam 21 hari, Prasasti
Tugu ditemukan di Cilincing, Jakarta.
3) Prasasti Kebun Kopi
Ditemukan di Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibungbulang, pada Prasasti itu
tergambar bekas dua tapak kaki gajah yang didentikkan dengan gajah Airawata
gajah milik penguasa Tarumanegara yang agung.
4) Prasasti Jambu
Ditemukan dibukit Koleangkak, perkebunan jambu, sebelah barat Bogor. Prasasti
ini berisi sanjungan kebesaran kegagahan dan keberanian Raja Purnawarman.
5) Prasasti Lebak Atau Prasasti Cidanghiyang
Ditemukan di Kampung Lebak, tepi Sungai Cidanghiyang Pandeglang, Banten.
Prasasti ini berisi pujian atas kebesaran dan keagungan Raja Purnawarman.
6) Prasasti Pasir Awi
Ditemukan didaerah Leuwiliang, Prasasti ini tertulis dalam aksara ikal yang
belum dapat dibaca.
7) Prasasti Muara Cianten
Ditemukan di Bogor, Prasasti ini terrulis dalam aksara ikal yang juga belum dapat
dibaca.
Kitab Peninggalan Kerajaan Majapahit No 9: Usana Jawa. Kitab Usana Jawa ini
menceritakan tentang keberhasilan Gajah Mada dan Arya Damar menaklukkan kerajaan
bali menjadi daerah kekuasaan Majapahit.
Kitab Peningglan Majapahit No 12: Calon Arang ini menceritakan tentang seorang
tukang tenung/sihir pada masa kerajaan Kahuripan. Ia memiliki seorang putri yang sangat
cantik, tapi tidak ada satu orang pun yang ingin meminang putrinya (mungkin karena
takut) membuat Calon Arang merasa sangat terhina. Akhir, ia menyebarkan penyakit
keseluruh negeri. Perbuatannya itu membuat Raja Airlangga marah dan memerintahkan
Empu Baradha untuk membunuh Calon Arang, dan akhirnya Calon Arang tewas di
bunuh oleh Empu Baradha.
13. Candi Jawa Tengah dan Jawa Timur
14. Masuknya Negara-negara eropa ke Indonesia
Sebab dan tujuan bangsa Eropa ke dunia Timur adalah sebagai berikut :
a) Jatuhnya konstatinopel (pintu masuk perdagangan Asia ke Eropa / sebaliknya)
ketangan Turki Usmani 1453
b) Perkembangan IPTEK (muncul teknologi pelayaran dan ilmu kompas)
c) Teori bumi itu bulat oleh Nicholas Coppernicus
Sebelum Sesudah
Perlawanan secara sporadis dan Perjuangan dilakukan dengan
tidak serentak. menggunakan organisasi, bukan
Perlawanan dipimpin oleh menggunakan kekerasan.
pimpinan karismatik sehingga Para pemimpin berasal dari kaum
tidak ada yang melanjutkan. intelektual, bukan raja atau sultan.
Sebelum masa 1908 perlawanan Rasa persatuan dan kebangsaan
menggunakan kekerasan senjata. sudah mulai tumbuh.
Para pejuang di adu domba oleh Perjuangan tidak bersifat
penjajah. kedaerahan lagi.
Perang Padri
Kapten Pattimura
Pada 1817, Belanda juga berusaha menguasai Maluku dengan monopoli perdagangan. Rakyat
Maluku yang dipimpin Thomas Matulessy (Pattimura) menolaknya dan melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Pertempuran sengit terjadi di benteng Duurstede, Saparua. Belanda
mengerahkan pasukan secara besar-besaran, rakyat Maluku terdesak. Perlawanan rakyat Maluku
melemah akibat tertangkapnya Pattimura dan Martha Christina Tiahahu.
Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro adalah perang terbesar yang dialami Belanda. Perlawanan ini dipimpin
Pangeran Diponegoro yang didukung pihak istana, kaum ulama, dan rakyat Yogyakarta. Perang
ini terjadi karena Belanda memasang patok-patok jalan yang melalui makam leluhur Pangeran
Diponegoro. Perang ini terjadi tahun 1825 – 1830. Pada tahun 1827, Belanda memakai siasat
perang bernama Benteng Stelsel, yaitu setiap daerah yang dikuasai didirikan benteng untuk
mengawasi daerah sekitarnya. Antara satu benteng dan benteng lainnya dihubungkan pasukan
gerak cepat, sehingga ruang gerak pasukan Diponegoro dipersempit.
Benteng Stelsel belum mampu mematahkan serangan pasukan Diponegoro. Belanda akhirnya
menggunakan tipu muslihat dengan cara mengajak berunding Pangeran Diponegoro, padahal
sebenarnya itu berupa penangkapan. Setelah penangkapan, gerak pasukan Diponegoro mulai
melemah. Belanda dapat memenangkan perang tersebut, namun dengan kerugian yang besar
karena perang tersebut menguras biaya dan tenaga yang banyak.
Perang Jagaraga Bali
Pangeran Antasari
Perang ini dilatarbelakangi oleh Belanda yang ingin menguasai kekayaan alam Banjar, serta
keikut-campuran Belanda dalam urusan kesultanan. Akibatnya, rakyat yang dipimpin Pangeran
Hidayatullah dan Pangeran Antasari melakukan perlawanan terhadap Belanda sekitar tahun
1859. Serangkaian pertempuran terus terjadi hingga Belanda menambahkan kekuatan militernya.
Pasukan Pangeran Hidayatullah kalah, karena pasukan Belanda lebih unggul dari segi jumlah
pasukan, keterampilan perang pasukannya, dan peralatan perangnya. Perlawanan rakyat Banjar
mulai melemah ketika Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke Pulau Jawa, sementara
itu Pangeran Antasari masih melakukan perlawanan secara gerilya hingga ia wafat.
Perang Aceh
Sisingamangaraja XII
Perlawanan rakyat Batak dipimpin Sisingamangaraja XII. Latar belakang perlawanan ini adalah
bangsa Belanda berusaha menguasai seluruh tanah Batak dan disertai dengan penyebaran agama
Kristen. Sisingamangaraja XII masih melawan Belanda sampai akhir abad ke-19. Namun, gerak
pasukan Sisingamangaraja XII semakin menyempit. Pada akhirnya, Sisingamangaraja XII wafat
ditembak serdadu Marsose, dan Belanda menguasai tanah Batak.
18. Sistem sewa tanah (Raffles)
Sistem yang diterapkan oleh Gubernur Raffles dimana rakyat atau para petani di nusantara
diwajibkan membayar pajak pada pemerintah yang dianggap sebagai uang sewa dengan dasar
bahwa semua tanah adalah milik Negara.
Pokok-pokok dari sistem sewa tanah (Land-rent) :
Sulit menentukan besar kecilnya pajak untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda,
Sulit menentukan luas sempit dan tingkat kesuburan tanah,
Terbatasnya jumlah pegawai, dan
Masyarakat pedesaan belum terbiasa dengan sistem uang.
19. Strategi sebelum dan sesudah tahun 1908 (udh ada di nomor 16)
20. Proklamasi
Setelah dari Rengasdengklok, Soekarno dan rombongan kembali ke Jakarta dan segera
melakukan pertemuan untuk membahas persiapan Proklamasi kemerdekaan. Pertemuan itu
dilakukan di kediaman Laksamana Maeda yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor
Penghubung Angkatan Laut Jepang.
Di sana Soekarno, Hatta, Sukarni, Ahmad Soebardjo, Mbah Diro dan B.M. Diah melakukan
rapat untuk menentukan isi teks Proklamasi. Setelah disepakati mengenai isi teks Proklamasi
kemudian ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta yang menjadi wakil bangsa Indonesia sebab
mereka memiliki pengaruh yang besar bagi rakyat Indonesia.
Setelah itu, Soekarno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik teks Proklamasi. Dari awal
rapat yang dimulai sejak dini hari pada 17 Agustus 1945, akhirnya baru diselesaikan pada pukul
04.00 pagi saat teks Proklamasi selesai diketik dan ditandatangani.
21. Demokrasi liberal (dalam bidang politik – kabinet)
Pada Masa Demokrasi Liberal, banyak partai politik ikut serta dalam perebutan Parlemen Indonesia. Hal ini
yang menjadi faktor keributan politik pada era ini. Foto: Sigi Blogger
Pasca kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Indonesia berusaha mencari sistem pemerintahan
yang dirasakan sesuai dengan kehidupan berbangsa Indonesia. Pada saat itu baik sebelum atau
sesudah kemerdekaan, terdapat usul mengenai sistem negara yang dipergunakan, anatara lain:
Federasi, Monarki, Republik-Parlementer, dan Republik-Presidensil.
Pada bulan Oktober 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil
Presiden No.X bulan Oktober 1945, yang menyatakan bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) sebelum terbentuknya MPR/DPR melakukan tugas legisltif. Dengan demikian KNIP dari
lembaga pembantu presiden menjadi lembaga yang sederajat dengan lembaga kepresidenan.
Kemudian KNIP yang dipimpin Sutan Sjahrir berhasil mendorong Pemerintah yaitu, Wakil Presiden
Hatta untuk mengeluarkan Maklumat Pemerintah 13 Novermber 1945 tentang pendirian partai-partai
politik dan Maklumat Pemerintah 14 Novermber 1945 tentang pemberlakuan Kabinet Parlementer.
Dengan maklumat tersebut Indonesia menjalankan sistem parlementer dalam menjalankan
pemerintahan. Presiden hanya sebagai kepala negara dan simbol, sedangkan urusan pemerintahan
diserahkan kepada perdana menteri. Sjahrir terpilih menjadi Perdana Menteri Indonesia pertama.
Demokrasi Liberal
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer-liberal
dengan mencontoh sistem parlementer barat dan masa ini disebut Masa Demokrasi Liberal. Indonesia
sendiri pada tahun 1950an terbagi menjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi berdasarkan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) yang juga bernafaskan liberal.
Secara umum, demokrasi liberal adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang berkiblat pada
demokrasi. Demokrasi liberal berarti demokrasi yang liberal. Liberal disini dalam artian perwakilan
atau representatif.
Dengan pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan Republik Indonesia dijalankan oleh suatu
dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR). Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal mendorong untuk lahirnya banyak
partai-partai politik dengan ragam ideologi dan tujuan politik.
Demokrasi Liberal sendiri berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya bahwa UUDS
1950 dengan sisten Demokrasi Liberal tidak cocok dan tidak sesuai dengan kehidupan politik bangsa
Indonesia yang majemuk.
Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit presiden mengenai pembubaran
Dewan Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950 karena
dianggap tidak cocok dengan keadaan ketatanegaraan Indonesia.
Pelaksanaan Pemerintahan
Tahun 1950-1959 merupakan masa memanasnya partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia.
Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI
dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR (Parlemen). Dalam waktu lima tahun (1950
-1955) PNI dan Masyumi secara bergantian memegang hegemoni poltik dalam empat kabinet yang
pernah berlaku. Adapun susunan kabinetnya sebagai berikut;
Kabinet Natsit memiliki keberhasilan dalam upaya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk
pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Dalam bidang ekonomi kabinet ini memperkenalkan sistem ekonomi Gerakan Benteng yang
direncanakan oleh Menteri Ekonomi, Sumitro Djojohadikusumo. Program ini bertujuan untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi
Indonesia). Programnya adalah:
Tujuan program ini sendiri tidak dapat tercapai dengan baik meskipun anggaran yang digelontorkan
pemerintah cukup besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka
sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup
mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari
kredit yang mereka peroleh.
Kabinet Natsir sendiri kemudian berakhir disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI di
Parlemen Indonesia menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS.
PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh
kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada
Presiden.
Kabinet Sukiman ditenggarai melakukan Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri
Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian
bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA).
MSA sendiri kemudian dinilai mengkhianati politik luar negeri bebas dan aktif Indonesia karena
menerima MSA sama saja dengan ikut serta dalam kepentingan Amerika. Tindakan Kabinet Sukiman
tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih
condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
Kabinet Sukiman sendiri memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan militer dan kurang
prograsif menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. Parlemen pada
akhirnya menjatuhkan mosi tidak percaya kepada Kabinet Sukiman. Sukiman kemudian harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
Kabinet Wilopo juga harus menghadapi konflik 17 Oktober 1952 yang menempatkan TNI sebagai
alat sipil dan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri. Konflik semakin diperparah dengan
adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam usahanya memulihkan
keamanan di Sulawesi Selatan
Sistem ekonomi ini merupakan penggambaran ekonomi pribumi – China. Sistem Ali Baba
digambarkan dalam dua tokoh, yaitu: Ali sebagai pengusaha pribumi dan Baba digambarkan sebagai
pengusaha non pribumi yang diarahkan pada pengusaha China.
Kabinet Ali ini juga sama seperti kabinet terdahulu mengalami permasalahan mengatasi
pemberontakan di daerah seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Terjadinya Peristiwa 27 Juni 1955, yaitu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh
TNI-AD memperburuk usaha peningkatan keamanan negara. Pada masa kabinet ini keadaan
ekonomi masih belum teratasi karena maraknya korupsi dan peningkatan inflasi.
Konflik PNI dan NU memperburuk koalisi partai pendukung Kabinet Ali yang mengakibatkan NU
menarik menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Keretakan
partai pendukung mendorong Kabinet Ali Sastro I harus mengembalikan mandatnya pada presiden
pada tanggal 24 Juli 1955.
Kabinet ini mengalami ganggung ketika kebijakan yang diambil berdampak pada banyaknya mutasi
dalam lingkungan pemerintahan yang dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Kabinet ini sendiri
mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno ketika anggota Parlemen yang baru kurang
memberikan dukungan kepada kabinet.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut:
Pada masa kabinet ini muncul gelombang anti Cina di masyarakat, meningkatnya pergolakan dan
kekacauan di daerah yang semakin menguat, serta mengarah pada gerakan sparatisme dengan
pembentukan dewan militer di Sumater dan Sulawesi.
Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan mengakibatkan krisis kepercayaan daerah luar
Jawa dan menganggap pemerintah pilih kasih dalam melakukan pembangunan. Pembatalan KMB
menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia.
Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI mengakibatkan mundurnya sejumlah menteri dari
Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
Munas tersebut membahas beberapa hal, yaitu masalah pembangunan nasional dan daerah,
pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah Republik Indonesia. Munas selanjutnya
dilanjutkan dengan musyawarah nasional pembangunan (munap) pada bulan November 1957.
Tanggal 30 November 1957, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di Cikini.
Keadaan negara memburuk pasca percobaan pembunuhan tersebut, banyak daerah yang menentang
kebijakan pemerintah pusat yang kemudian berakibat pada pemberontakan PRRI/Permesta.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia
Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939).
Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut
di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai.
Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
EKSTERNAL
a. Paham-faham modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme, dan komunisme)
b. Gerakan pan-islamisme.
c. Pergerakan bangsa terjajah di Asia.
d. Kemenangan Rusia atas Jepang.
23. Serangan umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949
terhadap kota Yogyakarta secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran
tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan
pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng ,
[ butuh rujukan ] untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga
Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat
posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan
tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia
internasional bahwa
Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan.
Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/ Wehrkreis III turut serta sebagai
pelaksana lapangan di wilayah
Yogyakarta .
24. Politik Etis
Politik etis merupakan merupakan suatu pemikiran oleh kolonial yang memegang tanggung
jawab atas kesejahteraan pribumi, dan ini merupakan kritik terhadap tanam paksa yang dilakukan
oleh pihak jepang.
Pieter Brooshooft yang merupakan pelopor kaum etis membuat pemerintah kolonial lebih
memperhatikan kesejahteraan kaum pribumi. Kemudian pada 17 September 1901, Ratu
Wilhelmina yang baru saja naik tahta, dalam sebuah pidato parlemen Belanda ia menegaskan
bahwa pihak Belanda memiliki panggilan moral terkait hutang budi pada bangsa pribui Hindia
Belanda.
Namun dalam pelaksanaanya pemerintah belanda menyalahi poin pertama dan kedua yaitu
dengan membangun irigasi untuk keperluan perkebunan swasta Belanda (bukan untuk
kepentingan pertanian kaum pribumi), dan juga memindahkan penduduk ke perkebunan untuk
dijadika pekerja rodi. Namun demikian, politik etis dalam bidang pendidikan atau edukasi sangat
berperan dalam perkembangan dunia pendidikan di Hindia Belanda. Sejak tahun 1900 banyak
didirikan sekolah-sekolah sehingga pendidikan dapat merata hingga ke daerah-daerah.
25. Peristiwa sekitar proklamasi (rengasdengklok, dll)
Kekalahan Jepang kepada Sekutu di Perang Dunia Kedua ditandai setelah dijatuhkannya bom
atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Berita kekalahan
Jepang pun disambut baik oleh para rakyat Indonesia untuk segera memproklamasikan diri dan
segera bebas.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi
Cosakai didirikan sebagai persiapan kemerdekaan Indonesia dengan dipimpin oleh Radjiman
Wedyodiningrat. Setelah itu BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai dan dipimpin oleh Soekarno dan Hatta.
Pada 12 Agustus 1945 perwakilan Jepang, Marsekal Terauchi, bertemu dengan pimpinan PPKI
dan Radjiman Wedyodiningrat di Dalat, Vietnam. Marsekal Terauchi memberitahukan bahwa
Jepang akan memberikan Indonesia kemerdekaan. Namun, Sutan Syahrir medesak Soekarno dan
Hatta agar Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaan karena berpikir hadiah
kemerdekaan tersebut hanyalah tipu muslihat Jepang saja.
2. Peristiwa Rengasdengklok
Golongan pemuda dan golongan tua dari para pejuang dulu sempat memiliki argumen panas
menanggapi kapan seharusnya Proklamasi dilakukan. Golongan muda seperti Sutan Syahrir,
Wikana, Chaerul Saleh, Sukarni selalu mendesak agar Proklamasi segera dilakukan. Mereka
ingin mendapatkan kemerdekaan dengan perjuangan sendiri dan bukannya karena hadiah dari
Jepang.
Pada 16 Agustus 1945 dini hari para pemuda membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
Para pemuda ingin kembali meyakinkan Soekarno dan Hatta agar segera memproklamasikan
kemerdekaan dan tidak terpengaruh dengan Jepang. Mereka meyakinkan bahwa Jepang telah
menyerah kepada Sekutu dan itu adalah saat yang tepat untuk segera merdeka.
Ahmad Subardjo pun datang ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta serta
memberi keyakinan kepada para pemuda bahwa Proklamasi akan dilakukan tapi tak boleh
tergesa-gesa. Ia juga menyebutkan bahwa Proklamasi akan dilakukan pada 17 Agustus 1945
selambat-lambatnya pukul 12.00 siang.
Setelah dari Rengasdengklok, Soekarno dan rombongan kembali ke Jakarta dan segera
melakukan pertemuan untuk membahas persiapan Proklamasi kemerdekaan. Pertemuan itu
dilakukan di kediaman Laksamana Maeda yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor
Penghubung Angkatan Laut Jepang.
Di sana Soekarno, Hatta, Sukarni, Ahmad Soebardjo, Mbah Diro dan B.M. Diah melakukan
rapat untuk menentukan isi teks Proklamasi. Setelah disepakati mengenai isi teks Proklamasi
kemudian ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta yang menjadi wakil bangsa Indonesia sebab
mereka memiliki pengaruh yang besar bagi rakyat Indonesia.
Setelah itu, Soekarno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik teks Proklamasi. Dari awal
rapat yang dimulai sejak dini hari pada 17 Agustus 1945, akhirnya baru diselesaikan pada pukul
04.00 pagi saat teks Proklamasi selesai diketik dan ditandatangani.
Proklamasi
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoesaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam
tempo jang sesingkat-singkatnja.
Soekarno - Hatta
Pembacaan teks Proklamasi dilakukan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di kediaman Soekarno
di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta (Jl. Proklamasi) pada pukul 10.00 pagi. Para tokoh
perjuangan serta rakyat Indonesia berkumpul untuk menyaksikan teks Proklamasi dibacakan dan
melihat pengibaran bendera Merah Putih.
Setelah Soekarno yang didampingi Hatta membacakan teks Proklamasi, bendera Sang Saka
Merah Putih yang dijahit oleh ibu Fatmawati juga dikibarkan oleh Suhud dan Latief
Hendradiningrat. Saat pengibaran bendera para hadirin yang datang pun menyanyikan Indonesia
Raya.
Indonesia pun dinyatakan telah merdeka dari penjajahan dengan perjuangan tak kenal menyerah
dari para pahlawan. Meskipun banyak menghadapi kendala dan argumen akhirnya para tokoh
bisa mempersatukan diri karena memiliki cita-cita yang sama yaitu ingin merdeka.
Berdasar kesepakatan Konferensi Meja Bundar, pasukan KNIL digabung kedalam APRIS
(Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) bersama pasukan TNI. Akibatnya, para serdadu
KNIL menolak kesepakatan ini, dan merasa didominasi oleh para tentara TNI yang berasal dari
Jawa. Akibatnya mereka menuntut agar KNIL diberi wewenang atas keamanan di Negara
Indonesia Timur.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Andi Azis, seorang mantar perwira KNIL. Kebanyakan
pemberontak adalah mantan serdadu KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger, Pasukan
Kolonial Hindia Belanda).
Tuntutan pasukan pemberontak Andi Azisadalah agar pasukan TNI ditarik dari Makassar, agar
Negara Indonesia Timur dipertahan kan dan agar KNIL diberi wewenang atas keamanan di
Negara Indonesia Timur.
Pemberontakan meletus setelah para bekas serdadu KNIL menyerang markas APRIS dan
menyandera sejumlah perwira APRIS di Makassar. Setelah menguasai Makassar, mereka
mengultimatum pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka.
Menghadapi pemberontakan Andi Azis ini, pada tanggal 8 April 1950, pemerintah Indonesia
mengeluarkan ultimatum yang meminta Andi Azis untuk segera datang ke Jakarta. Jika Azis
mengabaikan ultimatum tersebut, Kapal Laut "Hang Tuah" akan meyerang Makassar.
Selain itu, ultimatum pemerintah juga meminta Andi Azis untuk bertanggung jawab atas
tindakannya dalam 4 x 24 jam, ultimatum juga diabaikan. Setelah batas waktu berlalu,
pemerintah mengirim pasukan di bawah komando Kolonel Alex Kawilarang.
Pada tanggal 15 April 1950, Andi Azis akan datang ke Jakarta dengan janji Hamengkubuwana
IX bahwa dia tidak akan ditangkap. Tapi, saat Azis datang ke Jakarta, dia langsung ditangkap.
Setelah sidang, Andi Azis di hukum 15 tahun penjara.
Pemberontakan ini menyebabkan semakin kuatnya tuntutan agar Negara Indonesia Timur
dibubarkan dan bergabung dengan NKRI
28. Peran tokoh yang terlibat proklamasi
1. Ir. Soekarno. Membaca teks Proklamasi dan menandatangani teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
2. Drs. Mohammad Hatta. Mendampingi Ir. Soekarno pada waktu pembacaan teks
proklamasi dan ikut menandatangani teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bersama
Ir. Soekarno.
3. Ibu Fatmawati (Istri Ir. Soekarno). Menjahit Sang Saka Merah Putih.
4. Sukarni. Mengusulkan agar naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno-Hatta, atas
nama Bangsa Indonesia dan menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
5. Ahmad Soebarjo. Merumuskan teks proklamasi.
6. Chairul Saleh. Tidak menyetujui apabila anggota PPKI ikut menandatangani teks
proklamasi.
7. Wikana. Mengusulkan agar Proklamasi diadakan di Jakarta.
8. Darwis. Menyampaikan hasil rapat para pemuda Indonesia di gedung Bakteriologi.
9. Latief Hendraningrat. Pengibar Sang Saka Merah Putih.
10. S. Suhud. Pengibar Sang Saka Merah Putih.
11. Suwirjo. Sebagai walikota Jakarta menyampaikan Pidato Sambutan.
12. Ki Hajar Dewantara. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
13. A.G. Pringgodigdo. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
14. Mr. A.A. Maramis. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
15. Dr. Muwardi. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
16. Dr. Buntaran Martoatmodjo. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
17. Mr. Latuharhary. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
18. Abikusno Tjokrosujoso. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
19. Anwar Tjokroaminoto. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
20. Otto Iskandardinata. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
21. Pandu Kartawiguna. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
22. Sayuti Melik. Mengetik Naskah Proklamasi
Selain itu tentara Belanda dalam serangannya juga menawan Syahrir, Agus Salim, Mohammad
Roem serta A.G. Pringgodigdo. Yang oleh Belanda Lekas diberangkatkan ke pengasingan di
Parapat Sumatera dan pulau Bangka.
Namun sebelum diasingkan Presiden Soekarno memberikan surat kuasa kepada Syafrudin
Prawiranegara yang berada di Bukittinggi untuk mendirikan pemerintahan darurat. Menteri
lainnya yang berada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta sehingga tidak ikut
tertangkap ialah sebagai berikut.
1. Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman,
2. Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo,
3. Menteri Pembangunan dan Pemuda, Supeno, dan
4. Menteri Kehakiman, Mr. Susanto.
Menurut Kahin (2013) Belanda melakukan beberapa strategi untuk menghadapi bangsa
Indonesia yang mulai ditetapkan pada akhir tahun 1948 yang dikenal sebagai strategi tiga sisi,
berikut penjelasannya.
1. Pertama, Belanda berharap dengan menerapkan kekuatan militer secukupnya agar dapat
menghancur leburkan Republik dan Militer Indonesia secara menyeluruh.
2. Kedua, menjadikan bangsa Indonesia sebagai Negara Federal Serikat demi melaksanakan
program pemecah belah bangsa atau politik adu domba (devide et impera).
3. Yang ketiga, Belanda berharap bangsa Indonesia akan mendapatkan sanksi internasional
melalui pemberian kedaulatan pada federasi Indonesia yang dikuasai oleh Belanda secara tidak
langsung.
Dengan Agresi Militer II yang dilancarkan pihak Belanda, hal tersebut dianggap sebagai sebuah
kemenangan besar yang diperoleh Belanda. Sebab dapat menawan pucuk pimpinan bangsa
Indonesia, namun hal tersebut menuai kecaman luar biasa yang tak diduga sebelumnya oleh
pihak Belanda. Terutama dari pihak Amerika Serikat yang menunjukan rasa simptinya terhadap
bangsa Indonesia dengan memberi pernyataan, sebagaimana berikut.
1. Jika Belanda masih saja melakukan tindakan militer terhadap bangsa Indonesia, Amerika
Serikat akan menghentikan segala bantuan yang diberikan pada pemerintah Belanda.
2. Mendorong Belanda untuk menarik pasukannya berada di belakang garis status quo
renville.
3. Mendorong dibebaskannya pemimpin Bangsa Indonesia oleh Belanda.
4. Mendesak agar Belanda dibuka kembali sebuah perundingan yang jujur berdasarkan
perjanjian Renville.
Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat
sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan
demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak
menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Pembubaran konstituante
Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:
Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang
telah goyah selama masa Liberal.
Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan
Dekrit Presiden.
DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk
melakanakan UUD 1945.
Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM
dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan memiliki kewarganegaraan
Swedia.
7. Pemberontakan OPM
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang didirikan tahun 1965
yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan
Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini
dipanggil dengan nama Irian Jaya.
8. Pemberontakan RMS
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April
1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia
masih berupa Republik Indonesia Serikat).
Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan harus segera
ditumpas. Pulau-pulau terbesar yang menjadi basis RMS adalah Pulau Seram, Ambon, dan Buru.
Di Ambon RMS dikalahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, tetapi konflik di Pulau
Seram masih berlanjut sampai Desember 1963.
33. Kontigen Garuda
Kontingen Garuda disingkat KONGA atau Pasukan Garuda adalah pasukan Tentara Nasional
Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. Indonesia mulai turut
serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957.
Kontingen Garuda I
Kontingen Garuda I dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir. Kontingen Garuda Indonesia I terdiri
dari gabungan personel dari Resimen Infanteri-15 Tentara Territorium (TT) IV/Diponegoro,
serta 1 kompi dari Resimen Infanteri-18 TT V/Brawijaya di Malang. Kontingen ini dipimpin
oleh Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letnan Kolonel Infanteri
Suadi Suromihardjo, sedangkan wakilnya Mayor Infanteri Soediono Suryantoro. Kontingen
Indonesia berangkat tanggal 8 Januari 1957 dengan pesawat C-124 Globe Master dari Angkatan
Udara Amerika Serikat menuju Beirut, ibukota Libanon. Dari Beirut pasukan dibagi dua,
sebagian menuju ke Abu Suweir dan sebagian ke Al Sandhira. Selanjutnya pasukan di El
Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah perbatasan Mesir dan Israel, sedangkan kelompok
Komando berada di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 29 September
1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan.
Kontingen Garuda II
Konga II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol Inf Solichin GP. Konga II
berada di bawah misi UNOC.KONGA II berjumlah 1.074 orang dipimpin Kol.Prijatna
(kemudian digantikan oleh Letkol Solichin G.P) bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei
1961.
Kontingen Garuda III
Konga III dikirim ke Kongo pada 1962. Konga III berada di bawah misi UNOC dan dipimpin
oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol Inf Sobirin Mochtar.KONGA III terdiri atas 3.457orang
dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris, kemudian Kol. Sabirin Mochtar.KONGA III terdiri atas
Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur
bantuan tempur. Seorang Wartawan dari Medan, H.A. Manan Karim (pernah menjadi Wkl.
Pemred Hr Analisa) turut dalam kontingen Garuda yang bertugas hingga akhir 1963.
Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani pernah berkunjung ke Markas
Pasukan PBB di Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei 1963. Komandan Yon
Kavaleri 7 Letkol GA. Manulang, gugur di Kongo.
Kontingen Garuda IV
Konga IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah misi ICCS dan dipimpin
oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada tanggal 23 Januari 1973 pasukan Garuda IV
diberangkatkan ke Vietnam yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal TNI Wiyogo Atmodarminto,
yang merangkap Deputi Militer Misriga dengan kekuatan 294 orang yang terdiri dari anggota
ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri. Kontingen Garuda IV ini merupakan Kontingen ICCS
(International Commission of Cantre and Supervision) pertama yang tiba di Vietnam. Tugas
kontingen GAruda IV adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran, menjaga status quo,
mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta mengawali pertukaran tawanan perang.
Kontingen Garuda V
Konga V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah misi ICCS dan dipimpin
oleh Brigjen TNI Harsoyo.
Kontingen Garuda VI
Konga VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973. Konga VI berada di bawah misi UNEF dan
dipimpin oleh Kol Inf Rudini.Kontingen Garuda Indonesia VI di resmikan oleh
Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda Indonesia
sebagai peace keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”. Komposisi Kontingen
tersebut berintikan Yonif 512/Brigif Kodam VIII/Brawijaya dengan kekuatan 466 orang,
dibawah pimpinan Kolonel Inf. Rudini. Sebagai Komandan Komando Taktis, ditunjuk Mayor
Basofi Sudirman. Selain pengiriman Kontingen, atas permintaan PBB diberangkatkan pula
Brigadir Jenderal Himawan Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan PBB di Timur
Tengah, pada tanggal 13 Desember 1973. Kontingen Garuda Indonesia VI tiba kembali di
Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya di Timur Tengah selama sembilan bulan. Pada tanggal
31 September 1974, Kasum Hankam Marsdya TNI Sudharmono atas nama Menhankam/Pangab
membubarkan Kontingen Garuda Indonesia VI dan selanjutnya diserahkan kepada kesatuan
masing-masing.
Kontingen Garuda VII
Konga VII dikirim ke Vietnam pada 1974. Konga VII berada di bawah misi ICCS dan dipimpin
oleh Brigjen TNI S. Sumantri.
Kontingen Garuda VIII/1
Konga VIII/1 dikirim ke Timur Tengah pada 1974. Konga VIII/1 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Art Sudiman Saleh.
Kontingen Garuda VIII/2
Konga VIII/2 dikirim ke Timur Tengah pada 1975. Konga VIII/2 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Inf Gunawan Wibisono. Berintikan anggota TNI dari kesatuan
KOSTRAD, yaitu dari YONIF LINUD 305/Tengkorak-BRIGIF LINUD 17/KOSTRAD, dengan
komandan batalyon Letkol Inf.
Kontingen Garuda VIII/3
Konga VIII/3 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/3 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Inf Untung Sridadi.
Kontingen Garuda VIII/4
Konga VIII/4 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga VIII/4 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Inf Suhirno.
Kontingen Garuda VIII/5
Konga VIII/5 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/5 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Kav Susanto Wismoyo.
Kontingen Garuda VIII/6
Konga VIII/6 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga VIII/6 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Inf Karma Suparman.
Kontingen Garuda VIII/7
Konga VIII/7 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/7 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Inf Sugiarto.
Kontingen Garuda VIII/8
Konga VIII/8 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga VIII/8 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Inf R. Atmanto.
Kontingen Garuda VIII/9
Konga VIII/9 dikirim ke Timur Tengah pada 1979. Konga VIII/9 berada di bawah misi UNEF
dan dipimpin oleh Kol Inf RK Sembiring Meliala.
Kontingen Garuda IX/1
Konga IX/1 dikirim ke Iran-Irak pada 1988. Konga IX/1 berada di bawah misi UNIIMOG dan
dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono Sutarto.
Kontingen Garuda IX/2
Konga IX/2 dikirim ke Iran-Irak pada 1989. Konga IX/2 berada di bawah misi UNIIMOG dan
dipimpin oleh Letkol Inf Fachrul Razi.
Kontingen Garuda IX/3
Konga IX/3 dikirim ke Iran-Irak pada 1990. Konga IX/3 berada di bawah misi UNIIMOG dan
dipimpin oleh Letkol Inf Jhony Lumintang.
Kontingen Garuda X
Konga X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah misi UNTAG dan dipimpin
oleh Kol Mar Amin S.
Kontingen Garuda XI/1
Konga XI/1 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/1 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh Letkol Inf Albert Inkiriwang.
Kontingen Garuda XI/2
Konga XI/2 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/2 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh May CZI TP Djatmiko.Setelah Kontingen Garuda XI-1 mengakhiri masa tugasnya
pada tanggal 23 April 1992 kemudian tugas selanjutnya diserahkan kepada Kontingen Garuda
XI-2 untuk melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-
Kuwait sebagaimana Kontingen Garuda XI-1. Kontingen gelombang kedua ini berangkat pada
tanggal 23 April 1992.Penugasan Kontingen Garuda XI-2 berdasarkan resolusi Dewan
Keamanan PBB Nomor 687 tanggal 3 April 1992 pada paragraf 5 tentang pembentukan dan
tugas-tugas yang dilaksanakan Unikom dan Surat Perintah Panglima ABRI Nomor Sprin
1024/IV/1992.Sebagai Komandan Kontingen Garuda XI-2 adalah Mayor Czi Toto Punto
Jatmiko. Personel anggota Kontingen Garuda XI-2 terdiri dari 6 perwira. Sebagai duta bangsa
prestasi yang berhasil dicapai Kontingen Garuda XI-2 adalah berperan mengembalikan personel
Amerika Serikat yang ditangkap oleh Polisi Irak di wilayah Kuwait. Di samping itu Kontingen
Garuda XI-2 berhasil membujuk suku Bieloven untuk tidak melaksanakan kegiatan pasar gelap.
Pada tanggal 23 April 1991 Kontingen Garuda XI-2 telah selesai melaksanakan tugas dan
kembali ke tanah air dan mereka kemudian mendapatkan bintang Satyalencana Santi Dharma
dari pemerintah.
Kontingen Garuda XI/3
Konga XI/3 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1993. Konga XI/3 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh May Kav Bambang Sriyono.Garuda XI-2 mengakhiri masa tugasnya pada tanggal
23 April 1992, maka Kontingen Garuda XI-3 menggantikan Kontingen Garuda XI-2 untuk
melaksanakan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait.
Kontingen ini beranggotakan enam orang perwira ABRI di bawah pimpinan Mayor Kav.
Bambang Sriyono. Mereka berangkat ke wilayah Irak-Kuwait pada tanggal 19 April 1993 dan
kembali ke tanah air pada tanggal 25 April 1994.Atas permintaan Dewan Keamanan PBB pada
tanggal 10 Oktober 1993 Pemerintah Indonesia mengirimkan Letkol Inf. Hasanudin sebagai
anggota Staf UNIKOM. Ia termasuk Kontingen Garuda XI/UNIKOM dan berhasil melaksanakan
tugas dengan baik. Pada tanggal 17 Oktober 1994 kontingen ini kembali ke tanah air.
Kontingen Garuda XI/4
Konga XI/4 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1994. Konga XI/4 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh May Inf Muh. Mubin.
Kontingen Garuda XI/5
Konga XI/5 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1995. Konga XI/5 berada di bawah misi UNIKOM dan
dipimpin oleh May CPL Mulyono Esa.
Kontingen Garuda XII/A
Konga XII/A dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/A berada di bawah misi UNTAC dan
dipimpin oleh Letkol Inf Erwin Sujono.
Kontingen Garuda XII/B
Konga XII/B dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/B berada di bawah misi UNTAC dan
dipimpin oleh Letkol Inf Ryamizard Ryacudu.
Kontingen Garuda XII/C
Konga XII/C dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/C berada di bawah misi UNTAC dan
dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir.
Kontingen Garuda XII/D
Konga XII/D dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/D berada di bawah misi UNTAC dan
dipimpin oleh Letkol Inf Saptaji Siswaya dan Letkol Inf Asril Hamzah Tanjung.Pada tanggal 20
Januari 1993 Kontingen Garuda XII-D diberangkatkan ke Kamboja untuk menggantikan
Kontingen Garuda XII-C. Kontingen Garuda XII-D dipimpin oleh Letkol Inf. Saptdji dan
wakilnya Mayor Inf. Suryo Sukanto. Jumlah personel 850 orang terdiri atas 390 orang dari Yonif
303/SSM Kostrad, 213 orang anggota Korps Marinir TNI AL dan 217 orang anggota ABRI dari
berbagai kesatuan. Selama penugasan terjadi penyusutan lima orang personel, karena tiga orang
menderita kecelakaan ranjau, satu orang kecelakaan lalu lintas dan satu orang sakit. Untuk
menggantikan personel tersebut dikirim 63 orang, sehingga pada akhir penugasan berjumlah 908
personel.
Kontingen Garuda XII
Konga XII dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII berada di bawah misi UNTAC (civil
police) dan dipimpin oleh Kol Pol Drs S Tarigan dan Kol Pol Drs Rusdihardjo.
Kontingen Garuda XIII
Konga XIII dikirim ke Somalia pada 1992. Konga XIII berada di bawah misi UNOSOM dan
dipimpin oleh May Mar Wingky S.
Kontingen Garuda XIV/1
Konga XIV/1 dikirim ke Bosnia-Herzegovina pada 1993. Konga XIV/1 berada di bawah misi
UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Eddi Budianto.
Kontingen Garuda XIV/2
Konga XIV/2 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/2 berada di bawah misi UNPROFOR
dan dipimpin oleh Letkol Inf Tarsis K.
Kontingen Garuda XIV/3
Konga XIV/3 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/3 berada di bawah misi UNPROFOR.
Kontingen Garuda XIV/4
Konga XIV/4 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/4 berada di bawah misi UNPROFOR
(civil police) dan dipimpin oleh Letkol Pol Drs Suhartono.
Kontingen Garuda XIV/5
Konga XIV/5 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/5 berada di bawah misi UNPROFOR
dan dipimpin oleh Letkol Art Mazni Harun.
Kontingen Garuda XIV/A
Konga XIV/A dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/A berada di bawah misi UNPROFOR
(Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Heridadi. Konga XIV/A ini merupakan petugas
kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/B
Konga XIV/B dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/B berada di bawah misi UNPROFOR
(Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol CKM dr Budi Utoyo. Konga XIV/B ini merupakan petugas
kesehatan.
Kontingen Garuda XIV/C
Konga XIV/C dikirim ke Bosnia pada 1995. Konga XIV/C berada di bawah misi UNPROFOR
(Yon Zeni) dan dipimpin oleh Letkol CZI Anwar Ende. Konga XIV/C ini adalah dari Batalyon
Zeni.
Kontingen Garuda XV
Konga XV dikirim ke Georgia pada 1994. Konga XV berada di bawah misi UNOMIG dan
dipimpin oleh May Kav M Haryanto.
Kontingen Garuda XVI
Konga XVI dikirim ke Mozambik pada 1994. Konga XVI berada di bawah misi UNOMOZ dan
dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi. Kontingen ini terdiri dari 15 pasukan.
Kontingen Garuda XVII
Konga XVII dikirim ke Filipina pada 1994. Kontingen ini bertugas dari 17 Juni 1994 sampai 28
Desember 1994. KONGA XVII dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi, kemudian digantikan
oleh Brigjen TNI Kivlan Zein, bertugas di Filipina sebagai pengawas genjatan senjata setelah
adanya perundingan antara MNLF pimpinan Nur Misuari dengan pemerintah Filipina.
Kontingen Garuda XVIII
KONGA XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997. Kontingen ini terdiri dari 8 perwira
TNI yang dipimpin oleh Mayor Can Suyatno.
Kontingen Garuda XIX/1
Konga XIX/1 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/1 beranggotakan 10 perwira
TNI dipimpin oleh Letkol K. Dwi Pujianto dan bertugas sebagai misi pengamat (observer
mission).
Kontingen Garuda XIX/2
Konga XIX/2 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/2 beranggotakan 10 orang
dipimpin oleh Letkol PSK Amarullah. Konga XIX/2 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/3
Konga XIX/3 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/3 beranggotakan 10 perwira
dipimpin oleh Letkol (P) Dwi Wahyu Aguk. Konga XIX/3 bertugas sebagai misi pengamat.
Kontingen Garuda XIX/4
Konga XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/4 beranggotakan 10 perwira
dan dipimpin oleh Mayor CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas sebagai misi
pengamat.
Kontingen Garuda XX/A
Konga XX/A dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September 2003 dan bertugas selama 1 tahun.
Konga XX/A berjumlah 175 prajurit dari Kompi Zeni dibawah pimpinan Mayor CZI Ahmad
Faizal.
Kontingen Garuda XX/B
Konga XX/B bertugas di Republik Demokratik Kongo. Konga XX/B berasal dari Kompi Zeni.
Kontingen Garuda XX/C
Konga XX/C dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada 28 September 2005. Konga XX/C
berjumlah 175 personel dan dipimpin Mayor Czi Demi A. Siahaan. Konga XX/C berasal dari
Kompi Zeni.
Kontingen Garuda XX/D
Konga XX/D rencananya akan diberangkatkan ke Republik Demokratik Kongo untuk
menggantikan Konga XX/C yang telah bertugas selama hampir satu tahun. Konga XX/D
berjumlah 175 personel dan dipimpin oleh Mayor Czi Jamalulael. Konga XX/D berasal dari
Kompi Zeni yang terdiri dari kelompok komando 27 orang, tim kesehatan 11 orang, ton bantuan
30 orang, ton 1 Zikon 22 orang, ton 2 Zikon 22 orang, ton 3 Zikon 22 orang dan ton Alberzi 41
orang.
Kontingen Garuda XXI
Kontingen Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Liberia
(UNMIL)yang terdiri dari perwira AD,AL,AU yang terlatih dalam misi PBB dan mempunyai
kecakapan khusus sebagai pengamat militer (UN military observer).
Konga XXI terdiri dari 3 tahap:
Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek Bayu Roostono, bertugas antara tahun 2003-2004 dalam
periode DDRR, pasca perang sipil II.
Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas antara tahun 2004-2005 dalam
periode pasca pemilu dan pemilu.
Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L)Supriatno, bertugas antara tahun 2005-2006 dalam
periode pemulihan keamanan, rekonstruksi dan pemerintahan demokratis pertama semenjak
perang sipil 14 tahun.
Kontingen Garuda XXI dalam melaksanakan tugasnya senantiasa didukung oleh Perhimpunan
Masyarakat Indonesia di Liberia (PERMIL).
Kontingen Garuda XXII
Kontingen Garuda XXIII/A
Konga XXIII/A bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL)
dan rencananya akan berangkat pada akhir September 2006 tetapi kemudian ditunda karena PBB
menunda keberangkatan pasukan perdamaian dari negara-negara Asia sehingga akhirnya
pasukan dikembalikan lagi ke kesatuannya masing-masing. Kontingen Garuda XXIII/A dipimpin
oleh Kolonen Surawahadi dan terdiri dari 850 personel TNI. Anak pertama Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono juga ikut serta dalam pasukan ini.
Peningkatan hasil litbang enisora berupa bibit unggul tanaman pangan, tersedianya
insfrastruktur dasar pembangunan PLTN, pemahaman masyarakat terhadap teknologi
nuklir, pemanfaatan aplikasi teknologi isotop dan radiasi untuk kesehatan; dan
Berjiwa pionir
Bertradisi ilmiah
Berorientasi industri
Mengutamakan keselamatan
Komunikatif
Revolusi hijau masa orde baru dilaksanakan sesuai pelita / pembangunan lima tahun:
Pembubaran PKI
Usaha Soeharto untuk menjamin keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya
pemerintahan :
Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966.
Mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa PKI adalah organisasi
terlarang di Indonesia.
Pengamanan terhadap 15 orang mentri yang dianggap terlibat dalam G30S/PKI
pada tanggal 8 Maret 1966.
Penyelenggaraan Pemilu
Pemilu yang sudah diatur melalui SI MPR 1967 yang menetapkan pemilu akan
dilaksanakan pada tahun 1971 dan setiap lima tahun sekali ini, berbeda dengan pemilu
pada tahun 1955 (orde revolusi atau orde lama). Pada pemilu ini para pejabat pemerintah
hanya berpihak kepada salah satu peserta Pemilu yaitu Golkar. Dan Golkar yang selalu
memenangkan pemilu di tahun 1971-1997. Penyelenggaraan pemilu yang teratur selama
orde baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah tercipta.
Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan
sebagai kekuatan sosial politik. Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan untuk
mampu berperan secara aktif dalam pembangunan nasional. ABRI juga memiliki wakil
dalam MPR yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga kedudukannya pada masa Orde
Baru sangat dominan.
Pada tahun 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura.
Untuk memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan perjanjian antara
Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul
Razak pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta. Pemulihan hubungan diplomatik dengan
Singapura melalui pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang
dilakukan dengan perantara Habibur Rachman (Dubes Paskitan untuk Myanmar).
2. Akulturasi hindu Buddha dan islam (diberbagai bidang social, budaya, pemerintahan)
Hindu-Budha
Sistem pemerintahan :
Pemimpin/kepala suku diubah menjadi raja, kemudian wilayahnya disebut sebagai
wilayah kerajaan. Contoh nya seperti di Kutai.
Islam
Sistem pemerintahan :
Sistem pemerintahan masih berbentuk kerajaan tetapi namanya berubah menjadi
Kesultanan.
Raja berganti gelar Menjadi Sultan
Konsep dewa dewi berubah menjadi islam khalifa
Budaya :
Kaligrafi bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat
Islam. Fungsinya bisa digunakan sebagai hiasan pada masjid, corak motif batik
dan sebagainya.
Berpengaruh terhadap seni bagunan, seperti bentuk masjid kuno, keraton, dan
pintu gerbang kerajaan Islam.
Dalam seni busana juga ada, seperti adanya sarung, baju koko, kopiah, dan
kerudung
Berpengaruh juga terhadap seni sastra, yaitu adanya suluk, hikayat, babad, dan
syairAda juga dalam seni pertunjukan seperti sekaten dan wayang.
Sosial :
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti
halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan di
candi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal
Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini
ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Apakah
sebelumnya Anda pernah mengetahui/mengenal hari-hari pasaran? Setelah
berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender J
Puncak Reformasi 1998 terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti, Jakarta.
Pada puncak reformasi ini terjadi bentrok antara aparat keamanan dan para demonstran,
yang menyebabkan empat orang mahasiswa tertembak. Keempat mahasiswa tersebut
adalah Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendrawan Sie, dan Hafidhin Royan.
Tokoh lainnya yang berperan besar dalam peristiwa reformasi ini adalah Amien Rais
yang membongkar kebobrokan sistem pengelolaan PT Freeport, Papua, yang dianggap
merugikan negara.
Keadaan ini memicu kembali gelombang demonstrasi yang lebih besar pada tanggal 13-
14 Mei 1998. Terjadi banyak perusakan pertokoan, rumah, perkantoran, dan kendaraan
milik warga etnis Tionghoa. Para demonstran juga menduduki Gedung DPR dan terdapat
banyak desakan supaya Presiden Soeharto lengser dari jabatannya. Pada 21 Mei 1998,
Presiden Soeharto meletakkan jabatannya di Istana Negara dan menunjuk wakilnya,
B.J.Habibie, untuk menggantikan posisinya sebagai Presiden RI. Dengan lengsernya
Soeharto dan majunya B.J.Habibie sebagai presiden, maka lahir pula masa reformasi di
Indonesia.