Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II

PENETAPAN KADAR ASETOSAL PADA SEDIAAN TABLET


DENGAN METODE TITRASI ASIDI-ALKALIMETRI

DISUSUN OLEH :
GOLONGAN I
KELOMPOK 3

NI PUTU MARINITA SARI (1708551008)


NI MADE DWI SUARNITI (1708551009)
NI KOMANG SRI LUMBUNG ARTHA WARDANI (1708551010)
LUH GEDE EVA KRISMASANTHI (1708551011)
INTAN SAFITRI (1708551013)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR ASETOSAL PADA SEDIAAN TABLET DENGAN
METODE TITRASI ASIDI-ALKALIMETRI

1. TUJUAN
1.1 Mampu memahami metode titrasi aside-alkalimetri
1.2 Melakukan pembakuan NaOH dengan asam oksalat
1.3 Melakukan pembakuan H2SO4 dengan Na2CO3
1.4 Menetapkan kadar tablet asetosal dengan metode aside-alkalimetri
1.5 Mampu melakukan validasi metode yang digunakan
1.6 Mampu melakukan Quality control terhadap tablet asetosal

2. PRINSIP ANALISIS
Titrasi asam basa bertujuan untuk mengetahui sifat asam suatu sampel
secara kualitatif. Dasar reaksi ini adalah reaksi netralisasi asam-basa, yaitu reaksi
ion H3O+ dari asam dengan OH- dari basa menghasilkan molekul air (H2O)
(Irwanda dkk., 2017).
Prinsip asidi-alkalimetri umumnya diartikan sebagai titrasi yang
menyangkut asam dan basa, dimana prinsipnya berdasarkan pada reaksi
netralisasi, yaitu reaksi antara ion hidrogen (berasal dari asam) dengan ion
hidroksida (berasal dari basa) yang membentuk molekul air (Andari, 2013;
Kurniatun dkk., 2012).

3. PERSIAPAN ALAT
Dalam praktikum penetapan kadar asetosal dalam tablet disiapkan alat
sebagai berikut, statif, buret, pipet tetes, labu ukur 500 mL, labu ukur 250 mL,
labu ukur 100 mL, labu ukur 10 mL, gelas ukur, sendok tanduk, labu Erlenmeyer,
batang pengaduk, ballfiller, pipet ukur, kertas perkamen, label bahan, alumunium
foil dan hot plate, beaker glass,

1
4. PERSIAPAN BAHAN
4.1 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,5 N
Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan larutan NaOH 0,5 N adalah
NaOH dan akuades. Maka perhitungannya yaitu sebagai berikut.
4.1.1 Perhitungan
Dibutuhkan NaOH 0,5 N, adapun yang disiapkan :
Diketahui :
N NaOH = 0,5 N
V NaOH = 500 ml
Ek NaOH = 1 grek/mol
BM NaOH = 40 gram/mol
Ditanya : massa NaOH = ....?
Jawab :
Molaritas NaOH :
N
M=
Ek
0,5 N
=
1 grek/mol
= 0,5 M
Massa NaOH :

M =

0,5 M =

Massa = 5 gram
4.2 Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,5 N
Dibutuhkan asam oksalat 0,5 N, adapun yang disiapkan :
Diketahui :
N asam oksalat = 0,5 N
V asam oksalat = 50 mL
Ek asam oksalat = 2 grek/mol

2
BM asam oksalat = 126 gram/mol
Ditanya: Massa asam oksalat = ...?
Jawab :
- Molaritas Asam Oksalat :
N
M=
Ek
0,5 N
=
2 grek/mol
= 0,25 M
- Massa Asam Oksalat :

M =

0,25 M =

Massa = 1,575 gram

4.3 Pembuatan Indikator Fenolftalein


Larutkan 1 gram fenolftalein P dalam 100 mL etanol P (Kemenkes RI, 2014),
maka untuk 10 mL larutan fenolftalein:
4.3.1 Perhitungan
Diketahui :
Kadar : 0,1% b/v
Volume : 10 mL
Ditanya : Massa PP yang dibutukan untuk membuat larutan
sebanyak 10 mL?

X =

X = 0,01 gram = 10 mg

4.4 Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 N

3
Larutkan sejumlah asam sulfat P dalam air secukupnya (Depkes RI, 1979).
Sehingga dalam membuat H2SO4 0,5 N sebanyak 200 mL diperlukan H2SO4
sesuai dengan perhitungan.
4.4.1 Perhitungan
Diketahui :
Normalitas H2SO4 = 0,5N
Volume = 200 ml
BM = 98 g/mol
BJ = 1,84 g/mL
H2SO4 97% b/b
Ditanya : Volume H2SO4 dipipet....?
Jawab :
H2SO4 2H+ + SO42-
Maka, Ek dari H2SO4 adalah 2 grek/mol
Molaritas H2SO4 :
M=

M=

M= 0,25 Molar
Mencari massa H2SO4

M =

0,25 M =

Massa = 4,9 gram


H2SO4 yang tersedia 98% b/b sehingga :

98% b/b =

x =

4
x = 5 gram

Volume yang diambil = = 2,72 mL

Jadi volume H2SO4 98% yang dipipet adalah 2,72 mL

4.5 Pembuatan Larutan Na2CO3 0,5 N


Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan larutan Na2CO3 0,5 N adalah
Na2CO3 dan akuades. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), larutan
Natrium karbonat dibuat dengan melarutkan 10,6 g natrium karbonat dalam air
hinggan 100 mL. Sehingga menghasilkan larutan Natrium karbonat 1 M,
sedangkan yang diperlukan adalah larutan Natrium karbonat 0,5N. Maka
perhitungannya yaitu sebagai berikut.
4.5.1 Perhitungan
Diketahui :
Normalitas Na2CO3 = 0,5 N
Volume Na2CO3 = 100 mL
Mr Na2CO3 = 106 g/mol
Ditanya : Massa Na2CO3 yang ditimbang =…?
Jawab :
Molaritas Na2CO3 :

M=

M=

M= 0,25 Molar

Mencari massa Na2CO3

M=

0,25 M =

5
Massa =

Massa = 2,65 g

Jadi massa Na2CO3 yang ditimbang adalah 2,65 g

4.6 Pembuatan Indikator Metil Merah


Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan larutan indicator metil merah
adalah metil merah dan etanol P. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014),
pembuatan indicator metil merah dilakukan dengan melarutkan 100 mg metil
merah dalam 100 mL etanol P, saring bila perlu. Maka, untuk membuat larutan
metil merah sebanyak 10 mL diperlukan :

X = 10 mg
Jadi, Metil Merah yang ditimbang sebanyak 10 mg

4.7 Indikator Merah Fenol


Dalam pembuatan indikator merah fenol diperlukan bahan merah fenol P
dan etanol P. Pembuatan indikator merah fenol menurut Farmakope Indonesia
Edisi V (2014) adalah larutkan 100 mg merah fenol P dalam 100 mL etanol P, dan
saring jika perlu. Pada praktikum, dibutuhkan indikator merah fenol sebanyak 10
mL.
Diketahui:
Volume = 10 mL
Ditanya: Massa merah fenol yang dibutukan untuk membuat larutan
sebanyak 10 mL?
Jawab:

Massa = 10 mg
Jadi, massa merah fenol yang harus ditimbang adalah 10 mg.

6
5. PROSEDUR KERJA
5.1 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,5 N
Ditimbang NaOH sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam beaker glass.
Dilarutkan dengan aquadest secukupnya hingga larut. Larutan dimasukkan ke
dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas 250 mL.
5.2 Pembuatan Larutan Asam Oksalat
Ditimbang asam oksalat sebanyak 1,575 gram dan dimasukkan ke dalam
beaker glass. Dilarutkan dengan aquadest secukupnya hingga larut. Larutan
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda
batas 50 mL.
5.3 Pembuatan Indikator Fenolftalein
Ditimbang fenolftalein sebanyak 10 mg dan dimasukkan ke dalam beaker
glass. Dilarutkan dengan etanol P secukupnya hingga larut. Larutan dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol P hingga tanda batas 10 mL.
5.4 Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 N
Dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 200 mL. Dipipet H2SO4
sebanyak 2,72 mL. Dimasukkan ke dalam labu ukur yang telah berisi sedikit air
dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas 200 mL.
5.5 Pembuatan Larutan Na2CO3 0,5 N
Natrium Karbonat digunakan dalam pembakuan H2SO4.. Bahan yang
dibutuhkan dalam pembuatan larutan Na2CO3 0,5 N adalah Na2CO3 dan air.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), larutan Natrium karbonat dibuat
dengan melarutkan 10,6 g natrium karbonat dalam air hinggan 100 mL. Sehingga
menghasilkan larutan Natrium karbonat 1 M, sedangkan yang diperlukan adalah
larutan Natrium karbonat 0,5N. Ditimbang 2,65 g Na2CO3 dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan dengan akuades hingga 100 mL, lalu
digojog hingga homogen.
5.6 Pembuatan Indikator Metil Merah

7
Ditimbang metil merah sebanyak 10 mg dan dimasukkan ke dalam beaker
glass. Dilarutkan dengan etanol P secukupnya hingga larut. Larutan dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas 10 mL.
5.7 Pembuatan Indikator Merah Fenol
Ditimbang merah fenol P sebanyak 10 mg dan dimasukkan ke dalam beaker
glass. Dilarutkan dengan etanol P secukupnya hingga larut. Larutan dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol P hingga tanda batas 10 mL.
5.8 Penetapan Blangko
Dimasukkan larutan asam sulfat 0,5 N ke dalam buret. Dipipet 30 mL
larutan natrium hidroksida kemudian dimasukkan ke labu Erlenmeyer dan
ditambahkan tiga tetes indikator merah fenol P. Titrasi dihentikan saat tercapai
titik akhir titrasi. Dicatat volume larutan asam sulfat yang diperlukan hingga
mencapai titik akhir titrasi dan dihitung normalitas natrium hidroksida.
5.9 Standarisasi Larutan NaOH 0,5 N
Dipasang buret pada statif hingga posisi tegak lurus. Dimasukkan larutan
NaOH ke buret. Dipipet 10 mL larutan asam oksalat dimasukkan ke labu
Erlenmeyer dan ditambahkan tiga tetes indikator fenolftalein. Titrasi dihentikan
saat tercapai titik akhir titrasi yaitu terbentuknya warna merah muda stabil pada
larutan. Titrasi dilakukan tiga kali, dicatat volume NaOH yang diperlukan hingga
mencapai titik akhir titrasi, dan dihitung normalitas rata-rata larutan NaOH.
5.10 Standarisasi Larutan H2SO4 0,5 N
Ditimbang saksama 1,5 g natrium karbonat anhidrat P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 270°C selama satu jam kemudian dilarutkan dalam
100 mL air. Dititrasi dengan asam sulfat menggunakan indikator larutan merah
metil P. Dipanaskan larutan hingga mendidih, didinginkan, dan dilanjutkan titrasi.
Dipanaskan lagi hingga mendidih dan dititrasi lagi hingga warna merah jambu
pucat tidak hilang dengan pendidihan lagi. Dihitung normalitas larutan. 1 mL
asam sulfat 1 N setara dengan 52,99 mg natrium karbonat anhidrat P (Depkes RI,
1979: 744-745).
5.11 Penetapan Kadar Asam Asetilsalisilat (Asetosal) dalam Tablet

8
Ditimbang 20 tablet asetosal kemudian digerus hingga menjadi serbuk halus.
Ditimbang saksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 500 mg asam
asetilsalisilat. Ditambahkan 30 mL larutan natrium hidroksida 0,5 N, dididihkan
hati-hati selama 10 menit. Dititrasi dengan asam sulfat 0,5 N menggunakan
indikator larutan merah fenol P. Dilakukan penetapan blangko. 1 mL natrium
hidroksida 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4 (Depkes RI, 1979: 44).

6. SKEMA KERJA
6.1. Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,5 N

Ditimbang NaOH sebanyak 2,5 gram dan dimasukkan ke dalam beaker


glass.

Dilarutkan dengan aquadest secukupnya hingga larut.

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan


aquadest hingga tanda batas 250 mL.

6.2. Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,5 N

Ditimbang asam oksalat sebanyak 1,575 gram dan dimasukkan ke dalam


beaker glass.

Dilarutkan dengan aquadest secukupnya hingga larut.

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan


aquadest hingga tanda batas 50 mL.

6.3. Pembuatan Indikator Fenolftalein

Ditimbang fenolftalein sebanyak 500 mg dan dimasukkan ke dalam


beaker glass.

9
Dilarutkan dengan etanol P secukupnya hingga larut.

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol


P hingga tanda batas 10 mL.

6.4. Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 N

Dimasukkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 500 mL.

Dipipet H2SO4 sebanyak 6,8 mL

Dimasukkan larutan ke dalam labu ukur yang telah berisi sedikit air dan
ditambahkan aquadest hingga tanda batas 500 mL.

6.5. Pembuatan Larutan Na2CO3 0,5 N

Ditimbang Na2CO3 sebanyak 2,65 gram dan dimasukkan ke dalam


beaker glass.

Dilarutkan dengan aquadest secukupnya hingga larut.

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan


aquadest hingga tanda batas 100 mL.

6.6. Pembuatan Indikator Metil Merah

Ditimbang metil merah sebanyak 10 mg dan dimasukkan ke dalam


beaker glass.

10
Dilarutkan dengan etanol P secukupnya hingga larut.

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol


P hingga tanda batas 10 mL.

6.7. Pembuatan Indikator Merah Fenol

Ditimbang merah fenol sebanyak 10 mg dan dimasukkan ke dalam


beaker glass.

Dilarutkan dengan etanol P secukupnya hingga larut.

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol


P hingga tanda batas 10 mL.

6.8. Penetapan Blangko

Dimasukkan larutan asam sulfat 0,5 N ke dalam buret

Dipipet 30 mL larutan natrium hidroksida kemudian dimasukkan ke labu


Erlenmeyer dan ditambahkan tiga tetes indikator merah fenol P

Titrasi dihentikan saat tercapai titik akhir titrasi

Dicatat volume larutan asam sulfat yang diperlukan hingga mencapai


titik akhir titrasi dan dihitung normalitas natrium hidroksida

11
6.9 Standarisasi Larutan NaOH 0,5 N

Dipasang buret pada statif hingga posisi tegak lurus lalu dimasukkan
larutan NaOH ke buret.

Dipipet 10 mL larutan asam oksalat dimasukkan ke labu Erlenmeyer dan


ditambahkan tiga tetes indikator fenolftalein.

Titrasi dihentikan saat tercapai titik akhir titrasi yaitu terbentuknya


warna merah muda stabil pada larutan.

Titrasi dilakukan tiga kali, dicatat volume NaOH yang diperlukan


hingga mencapai titik akhir titrasi, dan dihitung normalitas rata-rata
larutan NaOH.
6.10 Standarisasi Larutan H2SO4 0,5 N

Ditimbang saksama 1,5 g natrium karbonat anhidrat P yang sebelumnya


telah dikeringkan pada suhu 270°C selama satu jam kemudian dilarutkan
dalam 100 mL air.

Dititrasi dengan asam sulfat menggunakan indikator larutan merah metil


P.

Dipanaskan larutan hingga mendidih, didinginkan, dan dilanjutkan


titrasi.

Dipanaskan lagi hingga mendidih dan dititrasi lagi hingga warna merah
jambu pucat tidak hilang dengan pendidihan lagi.

12
Dihitung normalitas larutan. 1 mL asam sulfat 1 N setara dengan 52.99
mg natrium karbonat anhidrat P (Depkes RI, 1979: 744-745).

6.11 Penetapan Kadar Asam Asetilsalisilat (Asetosal) dalam Tablet

Ditimbang 20 tablet asetosal kemudian digerus hingga menjadi serbuk


halus.

Ditimbang saksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 500 mg asam


asetilsalisilat.

Ditambahkan 30 mL larutan natrium hidroksida 0.5 N, dididihkan hati-


hati selama 10 menit.

Dititrasi dengan asam sulfat 0,5 N menggunakan indikator larutan merah


fenol P.

Dilakukan penetapan blangko. 1 mL natrium hidroksida 0,5 N setara


dengan 45,04 mg C9H8O4 (Depkes RI, 1979: 44).

7. HASIL PENGAMATAN
7.1 Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,5 N
Titrasi Larutan Asam Oksalat 0,1 N 10 mL dengan Larutan NaOH 0,5 N
Indikator : Fenolftalein (PP) 0,1%

Volume Pengamatan Kesimpulan


NaOH (mL)

13
10,0 mL Merah muda stabil Telah mencapai titik akhir titrasi

10,3 mL Merah muda stabil Telah mencapai titik akhir titrasi

10,0 mL Merah muda stabil Telah mencapai titik akhir titrasi

7.2 Standarisasi Larutan Standar H2SO4 0,5 N


Titrasi Larutan H2SO4 0,5 N dengan Larutan Na2CO3 0,5 N
Indikator: Fenolftalein (PP) 0,1%
Volume Pengamatan Kesimpulan
H2SO4 (mL)

30,0 mL Terbentuk larutan Telah mencapai titik akhir titrasi


tidak berwarna
29,7 mL Terbentuk larutan Telah mencapai titik akhir titrasi
tidak berwarna
29,9 mL Terbentuk larutan Telah mencapai titik akhir titrasi
tidak berwarna

7.3 Penetapan Larutan Blanko


Titrasi Larutan NaOH 0,495 N 30 mL dengan Larutan H2SO4 0,49 N
Indikator: Fenolftalein 0,1%

Volume Pengamatan Kesimpulan


H2SO4 (mL)

29,8 mL Terbentuk larutan Telah mencapai titik akhir titrasi


tak berwarna
30,0 mL Terbentuk larutan Telah mencapai titik akhir titrasi
tak berwarna
30,0 mL Terbentuk larutan Telah mencapai titik akhir titrasi
tak berwarna

14
7.4 Penetapan Kadar Tablet Asetosal
Titrasi Larutan NaOH 0,495 N berlebih dengan serbuk setara 500 mg Asam
Asetilsalisilat dengan Larutan H2SO4 0,49 N
Indikator: Fenolftalein 0,1%

Volume Pengamatan Kesimpulan


H2SO4 (mL)

24,0 mL Kuning pucat Telah mencapai titik akhir titrasi

20,1 mL Kuning pucat Telah mencapai titik akhir titrasi

18,5 mL Kuning pucat Telah mencapai titik akhir titrasi

8. ANALISIS DATA
8.1 Standarisasi NaOH
Diketahui :
Normalitas Asam Oksalat = 0,5 N
Volume Asam Oksalat = 10,0 mL
Volume NaOH I = 10,0 mL
Volume NaOH II = 10,3 mL
Volume NaOH III = 10,0 mL
Ditanya :
Normalitas NaOH rata-rata ?
Jawab :

M C2H2O4 . 2 H2O = 0,25 M

mol C2H2O4 . 2 H2O = M x V C2H2O4 . 2 H2O


= 0,25 M x 10 mL
= 2,5 mmol

C2H2O4 . 2 H2O + 2 NaOH Na2C2O4 + 4 H2O

15
Awal : 2,5 5
Reaksi : 2,5 5 2,5 10
Sisa : - - 2,5 10
Mol NaOH yang bereaksi adalah 5 mmol

Penentuan Normalitas NaOH Rata-rata :


⁃ Titrasi I
Volume NaOH = 10,0 mL

M NaOH =

0,5 M

N NaOH = M x Ek
= 0,5 M x 1 grek/mol = 0,5 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi I adalah 0,5 N

⁃ Titrasi II
Volume NaOH = 10,3 mL

M NaOH =

0,485 M

N NaOH = M x Ek
= 0,485 M x 1 grek/mol = 0,485 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi II adalah 0,485 N

⁃ Titrasi III
Volume NaOH = 10,0 mL

M NaOH =

16
0,5 M

N NaOH = M x Ek
= 0,5 M x 1 grek/mol = 0,5 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi III adalah 0,5 N

⁃ Normalitas rata-rata NaOH

0,495 N

Jadi, Normalitas rata-rata NaOH adalah 0,495 N

Standar Deviasi (SD)

Titrasi Normalitas Normalitas Rata- (x- )2


NaOH (x) Rata NaOH (

I 0,5 0,495 2,5 x 10-5


II 0,485 0,495 0,1 x 10-5
III 0,5 0,495 2,5 x 10-5

Ʃ (x- )2 5,1 x 10-5

SD =

= 7,14 x 10-3

RSD = x 100%

= x100%

17
= 0,014 %

8.2 Standarisasi H2SO4


Diketahui :
Normalitas Na2CO3 = 0,5 N
Volume Na2CO3 = 10 mL
Volume H2SO4 I = 30,0 mL
Volume H2SO4 II = 29,7 mL
Volume H2SO4 III = 29,9 mL
Ditanya :
Normalitas H2SO4 rata-rata ?
Jawab :

M Na2CO3 = 0,25 M

mol Na2CO3 = M x V Na2CO3


= 0,25 M x 10 mL
= 2,5 mmol
Na2CO3 + H2SO4 → Na2SO4 + H2CO3
Awal : 12,5 12,5
Reaksi : 12,5 12,5 12,5 12,5
Sisa : - - 12,5 12,5
Mol H2SO4 yang bereaksi : 12,5 mmol

Penentuan Normalitas H2SO4 Rata-rata :


⁃ Titrasi I
Volume H2SO4 = 30,0 mL

M H2SO4 = 0,416 M

N H2SO4 = M x Ek
= 0,416 M x 2 grek/mol = 0,833 N
Jadi, normalitas H2SO4 pada titrasi I adalah 0,833 N

18
⁃ Titrasi II
Volume H2SO4 = 29,7 mL

M H2SO4 = 0,420 M

N H2SO4 = M x Ek
= 0,420 M x 2 grek/mol = 0,841 N
Jadi, normalitas H2SO4 pada titrasi I adalah 0,841 N

⁃ Titrasi III
Volume H2SO4 = 29,9 mL

M H2SO4 = 0,418 M

N H2SO4 = M x Ek
= 0,418 M x 2 grek/mol = 0,836 N
Jadi, normalitas H2SO4 pada titrasi I adalah 0,836 N

⁃ Normalitas rata-rata H2SO4

0,836 N

Jadi, Normalitas rata-rata NaOH adalah 0,836 N

Standar Deviasi (SD)

Titrasi Normalitas Normalitas Rata- (x- )2


H2SO4 (x) Rata H2SO4 (

I 0,833 0,836 9 x 10-6


II 0,841 0,836 0,25 x 10-6
III 0,836 0,836 0

19
Ʃ (x- )2 9,25 x 10-6

SD =

= 2,15 x 10-3

RSD = x 100%

= x100%

= 0,257 %

8.3 Penetapan Larutan Blangko


Diketahui :
Normalitas NaOH = 0,437 N
Normalitas H2SO4 = 1,12 N
Volume NaOH = 30 mL
Ditanya :
Volume titrasi rata-rata pada penetapan blangko ?
Jawab :
a. Volume Titrasi Blangko I = 29,8 mL
b. Volume Titrasi Blangko II = 30 mL
c. Volume Titrasi Blangko III = 30 mL
d. Volume rata-rata Titrasi Blangko

29,93 mL

Jadi, Volume rata-rata titrasi blanko adalah 29,93 mL

20
Standar Deviasi (SD)

Titrasi Volume Volume Rata- (x- )2


H2SO4 (x) Rata H2SO4 (

I 29,8 29,93 0,0169


II 30,0 29,93 0,049
III 30,0 29,93 0,049

Ʃ (x- )2 0,0267

SD =

= 0,1155

RSD = x 100%

= x100%

= 0,4 %

8.4 Penetapan Kadar Asam Asetilsalisilat dalam Tablet


Diketahui :
N NaOH = 0,495 N
N H2SO4 = 0,49 N
V Titrasi Blangko = 29,93 mL
V NaOH total = 30 mL
Vol. H2SO4 titrasi I = 19,5 mL
Vol. H2SO4 titrasi II = 20,1 mL
Vol. H2SO4 titrasi III = 18,5 mg

21
Bobot rata-rata 20 tablet I = 4540 mg
Bobot rata-rata 20 tablet II = 4500 mg
Bobot rata-rata 20 tablet III = 4520 mg
Bobot serbuk sampel I = 1410 mg
Bobot serbuk sampel II = 1412 mg
Bobot serbuk sampel III = 1413 mg
Kadar asetosal dalam etiket = 80 mg
Ditanya :
Kadar Asam asetil salisilat dalam satu tablet ?
Jawab:
⁃ Perhitungan Volume NaOH yang Bereaksi dengan Asetosal.
V H2SO4 untuk tiap titrasi = V NaOH yang bereaksi dengan H2SO4,
Maka :
V NaOH yang bereaksi sebenarnya :
V titrasi blanko – V NaOH yang bereaksi dengan H2SO4
Berdasarkan hal tersebut, volume NaOH yang bereaksi dengan asetosal
pada titrasi penetapan kadar :
a. Titrasi I
Vol NaOH yang bereaksi dengan asetosal = 29,93 mL – 19,5 ml
= 10,43 mL

b. Titrasi II
Vol NaOH yang bereaksi dengan asetosal = 29,93 mL – 20,1 mL
= 9,83 mL

c. Titrasi III
Vol NaOH yang bereaksi dengan asetosal = 29,93 mL – 18,5 mL
= 11,43 mL

- Perhitungan Bobot Asetosal yang Terukur pada masing-masing Titrasi.

22
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III, disebutkan bahwa untuk
setiap 1 mL NaOH 0,5 N yang bereaksi dengan asetosal, setara dengan
45,04 mg aspirin, sehingga untuk menghitung bobot asetosal pada
masing-masing titrasi dapat digunakan perbandingan sebagai berikut :

Massa Asetosal = V NaOH x 45,04 mg

Bobot asetosal terukur dalam masing-masing titrasi :


a. Titrasi I

= 460,371 mg

b. Titrasi II

= 438,315 mg
c. Titrasi III

= 509,659 mg

- Perhitungan Bobot Asetosal yang Terukur dalam 1 Tablet.


Untuk menghitung bobot asetosal dalam 1 tablet pada masing-masing
titrasi, dapat digunakan perbandingan sebagai berikut :

Bobot asetosal dalam 1 tablet pada masing-masing titrasi :


a. Titrasi I

23
= 74,116 mg

= 32,650 % b/b

= 92,645 %

b. Titrasi II

= 69,860 mg

= 31,048 % b/b

= 87, 325 %

c. Titrasi III

= 81,516 mg

24
= 36,069 % b/b

= 101.895 %

Standar Deviasi (SD)


Titrasi Kadar Kadar Rata- (x- )2
Asetosal (%) Rata Asetosal
(%) (

I 32,650 33,3256 0,367236


II 31,048 33,3256 4,875264
III 36,069 33,3256 7,912969

Ʃ (x- )2 13,155469

SD =

= 2,565

RSD = x 100%

= x100 %

25
= 7,7 %

- Validasi Akurasi Penetapan Kadar Asetosal :

= 93,955 %
= 94 %

9. PEMBAHASAN
Penetapan kadar tablet asam asetilsalisilat kali ini dilakukan dengan cara
titrasi balik menggunakan metode asidi-alkalimetri. Titrasi balik merupakan salah
satu teknik kimia analitik yang digunakan untuk mencari konsentrasi reaktan yang
bereaksi dengan kelebihan volume konsentrasi reaktan (reagen) yang telah
diketahui (Gandjar dan Rohman, 2007). Aspirin merupakan senyawa golongan
asam lemah yang jika dititrasi langsung dengan basa kuat akan mengakibatkan
terjadinya lonjakan pH sehingga akan sulit untuk menentukan titik akhir
titrasinya, dengan menggunakan metode titrasi balik titik akhir titrasi mudah
diamati karena merupakan reaksi antara asam kuat dan basa kuat. Kesetaraan
reaksi tersebut akan menghasilkan pH 7, sehingga indikator phenolphthalein dapat
digunakan (Widiarto, 2009).
Pengerjaan praktikum ini dimulai dari penyiapan berbagai larutan untuk
menentukan kadar asam asetilsalisilat yaitu pembuatan larutan asam oksalat 0,5
N, pembuatan indikator fenolftalein (PP), larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,5
N, pembuatan larutan asam sulfat (H2SO4) 0,5N. Tahap pertama dilakukan
pembuatan asam oksalat 0,5 N yang merupakan larutan baku primer. Larutan
baku primer merupakan larutan dengan tingkat kemurnian yang tinggi, konsentasi
yang pasti, dan digunakan untuk membakukan larutan baku sekunder. Dalam
pembuatan asam oksalat digunakan akuades karena diasumsikan bahwa akuades
yang disiapkan telah bebas dari CO2 karena air tersebut telah melewati proses

26
destilasi sehingga yang tersisa adalah air murni dan disimpan didalam wadah
tertutup sehingga tidak terpapar udara bebas termasuk CO2 (Kemenkes RI, 2014).
Dilakukan standarisasi NaOH dikarenakan NaOH merupakan larutan
baku sekunder yang memiliki kemurnian lebih rendah dari baku primer, dengan
konsentrasi yang tidak pasti dan untuk memastikan konsentasinya tersebut
digunakan larutan baku primer. Standarisasi bertujuan untuk memastikan
konsentrasi dari NaOH secara tepat, larutan asam oksalat dipakai sebagai larutan
baku primer karena mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam
keadaan murni, mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100 ± 2)% atau dapat
dimurnikan dengan penghabluran kembali, tidak berubah selama penimbangan;
tidak teroksidasi oleh O2 dari udara, mudah larut, tidak higroskopik, zat tersebut
sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen yang besar
sehingga dapat digunakan sebagai larutan baku primer (Basset et al., 1994).
Standarisasi NaOH dilakukan penambahan 3 tetes indikator fenolftalein,
kemudian dititrasi dengan asam oksalat hingga mencapai warna merah muda yang
stabil. Metode yang digunakan adalah asidimetri yang merupakan bagian dari
metoda titrimetri dimana senyawa yang bersifat basa ditetapkan kadarnya dengan
menggunakan bahan baku asam (Gandjar dan Rohman, 2007).

C2H2O4 . 2 H2O + 2 NaOH  Na2C2O4 + 4 H2O


asam oksalat + natrium hidroksida  natrium oksalat + air

Reaksi Standarisasi antara Asam Oksalat dengan NaOH (Himawan, 2013)


Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan volume NaOH masing-masing
10,0 mL, 10,3 mL, 10,0 mL. Didapatkan rata-rata konsentrasi baku dari NaOH
yaitu 0,495 N. Secara perhitungan titik ekuivalen kadar dari natrium hidroksida
sebenarnya adalah 0,5 N namun hasil standarisasi NaOH memiliki perbedaan
jawaban yaitu (0,495 ± 7,14x10-3)N, hal ini diakibatkan karena konsentrasi
natrium hidroksida yang pada larutan tersebut bertambah yang disebabkan oleh
sifat natrium hidroksida yang higroskopis. Nilai simpangan baku relatif dari
standarisasi NaOH 0,014%, dilihat dari nilai simpangan baku relatif standarisasi

27
NaOH yang dilakukan tiga kali pengulangan sudah presisi dimana nilai
simpangan baku relatif tidak lebih dari 2% sehingga metode yang digunakan
sudah valid (Gandjar dan Rohman, 2007).
Asam sulfat merupakan larutan baku sekunder dikarenakan asam sulfat
murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami. Asam sulfat
memiliki empat ujung yang sangat polar yang berarti dapat membentuk ikatan
hidrogen yang kuat dengan air (Thompson, 2008). Asam sulfat pekat sangat
higroskopis yang diakibatkan oleh afinitasnya terhadap air sangat besar Ada dua
ikatan O-H yang mudah terhidrolisis yang mampu mempengaruhi kestabilan dari
asam sulfat sehingga perlu distandarisasi menggunakan baku primer. Natrium
karbonat (Na2CO3) dijadikan sebagai larutan baku primer karena dapat diperoleh
dalam tingkat kemurnian yang tinggi, stabil, tidak terpengaruh oleh udara dan
bersifat tidak higroskopis serta memiliki massa molekul yang cukup tinggi
sehingga mampu mengurangi terjadinya kesalahan penimbangan.Reaksi yang
terjadi antara asam sulfat dengan natrium karbonat dalam standarisasi yaitu :
Na2CO3 (aq) + H2SO4 (aq) Na2SO4 (aq) + H2O (l) + CO2 (g)
(Thompson, 2008).
Dalam standarisai Asam sulfat dengan menggunakan natrium karbonat
diperlukan adanya penambahan indikator untuk memperjelas terjadinya titik akhir
titrasi. Indikator yang umum digunakan dalam standarisasi asam sulfat adalah
merah metil (Depkes RI, 1979). Namun dalam praktikum ini digunakan indikator
phenolftalein. Penggunaan indikator phenolphthalein ini ternyata kurang cocok
digunakan karena memberikan hasil normalitas yang lebih besar dari normalitas
yang diperkirakan sebelumnya yaitu dari 0,5 N menjadi 0,836 N. Hal ini
disebabkan karena suasan lingkungan dari H2SO4 bersifat asam dimana dalam
asam indikator phenolphthalein ini tidak berwarna sehingga sulit untuk diamati
titik akhirnya secara pasti.
Larutan blanko merupakan larutan yang mengalami perlakuan yang sama
dengan sampel yang akan diuji akan tetapi blanko tidak mengandung analit.
Tujuan pembuatan larutan blanko adalah untuk mengetahui besarnya serapan oleh
zat yang bukan analit (Laksi, 2000). Volume rata-rata dari blanko yang dibuat

28
yaitu 29,93 ml. Berdasarkan hasil tersebut nantinya akan dapat digunakan sebagai
sumber data untuk mengetahui volume titran yang benar benar bereaksi dengan
analit sehingga diperoleh volume titran yang bereaksi sebenarnya.
Penetapan kadar tablet asetosal dilakukan dengan mengikuti prosedur
penetapan kadar tablet asetosal menurut ketentuan Farmakope Indonesia edisi III
(2014). Penetapan kadar dilakukan dengan titrasi asidialkalimetri khususnya
metode titrasi balik (residual titration).
Titrasi residual atau titrasi balik biasanya digunakan dalam dua situasi
yaitu, ketika reaksi kimia berlangsung agak lambat dan ketika senyawa yang
diidentifikasi gagal memberikan titik akhir yang tajam dan jelas terlihat dengan
indikator dengan titrasi langsung. Metode ini sebagian besar berlaku untuk
senyawa yang termasuk ke dalam senyawa ester, asam anhidrida, aldehida dan
asam klorida. Dalam prakteknya metode ini berlaku untuk zat-zat yang biasanya
bereaksi secara perlahan dengan titran karena kelarutannya yang buruk yang dapat
dicapai baik dengan proses pemanasan atau dengan metode presipitasi (Kar,
2005).
Titran yang digunakan berupa dalam penetapan kadar asam asetilsalisilat
berupa NaOH 0,5N berlebih yang kemudian dititrasi kembali menggunakan
H2SO4 0,5N. Sebelum dititrasi dengan H2SO4 0,5N asam asetilsalisilat dipanaskan
terlebih dahulu untuk memutus ikatan antara asam salisilat dengan asam asetat
pada sampel sehingga berada dalam bentuk bebasnya. Untuk mengamati titik
akhir titrasi yang kurang jelas, digunakan indikator untuk mempermudah dalam
mengamati terjadinya titik akhir titrasi.
Indikator adalah zat kimia yang cukup sensitif untuk menampilkan perubahan
warna yang sangat dekat dengan titik akhir titrasi yang sedang berlangsung di
mana jumlah yang setara dari analit dan titran hampir habis bereaksi satu sama
lain (Kar, 2005). Pemilihan indikator disesuaikan dengan pH larutan hasil titrasi
yang akan diamati. Dalam praktikum ini digunakan indicator phenolphthalein.
Penetapan kadar asam asetilsalisilat dengan natrium hidroksida berfungsi
untuk menetralkan asam bebas yang terbentuk akibat hidrolisis asam
asetilsalisilat. Hidrolisis terjadi akibat adanya pemanasan yang memutus ikatan

29
antara asam salisilat dengan asam asetat pada asam asetilsalisilat (asetosal).
Dengan konsetrasi natrium hidroksida yang telah diketahui, maka konsentrasi
asetosal juga dapat diketahui. Reaksi lebih lanjut dari asam asetilsalisilat dengan
standar NaOH yang ditambahkan diikuti oleh hasil pemanasan ditunjukkan seperti
dibawah ini:

Reaksi antara NaOH dengan asam asetilsalisilat (Kar, 2005).


Asam bebas hasil hidrolisis akan berikatan dengan NaOH membentuk garam
natrium

Reaksi antara NaOH dengan asam asetilsalisilat (Kar, 2005).


Sisa NaOH yang tidak bereaksi dengan asam bebas dari asam
asetilsalisilat dititrasi menggunakan H2SO4. Reaksi yang terjadi antara basa kuat
dengan asam kuat akan menghasilkan garam dengan pH 7. Sehingga diperlukan
indicator yang mengalami perubahan warna pada pH sekitar 7. Contoh indicator
yang memiliki rentang pH 7 yaitu merag fenol dan biru bromfenol (Depkes RI,
1979).
Volume H2SO4 yang digunakan dalam praktikum ini adalah 19,5 mL,
20,1 mL dan 18,5 mL. Berdasarkan Farmakope Indonesia Esidi III, disebutkan
bahwa untuk setiap 1 ml NaOH 0,5 N yang bereaksi dengan asetosal, setara
dengan 45,04 mg asetosal. Sehingga didapatkan kadar rata-rata asetosal dalam
satu tablet yaitu 75, 164 mg atau 94 % dari kadar yang tertera pada etiket. Hal ini
sesuai dengan kententuan Farmakope edisis V (2014) dimana sediaan tablet
asetosal mengandung 90% b/b dan tidak lebih dari 110% b/b senyawa aktif
asetosal. Standar deviasi relatifnya yang diperoleh yaitu 7,7 % yang berarti hasil
yang didapatkan tidak valid karena melebihi 2% (Kemenkes RI, 2014). Hal ini

30
dikarenakan indicator yang digunakan tidak sesuai dengan perubahan pH yang
terjadi saat titrasi mencapai titik akhir titrasi. Indikator yang digunakan adalah
indicator phenolptalein yang memiliki trayek pH 8,4-10,4 (Gandjar dan Rohman,
2007), sementara campuran yang dihasilkan dari asam kuat dengan basa kuat
memiliki rentang pH netral atau disekitar 7. Sehingga kemungkinan perubahan
warna yang sesuai tidak dapat diamati dengan baik. Proses pemanasan yang
kurang optimum juga mempengaruhi konsentrasi asam bebas yang dihidrolisis
dari asetosal sehingga kadar yang didapat kurang valid.

10. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan pembahasan yang telah diulas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

1. Asidi-Alkalimetri merupakan suatu metode reaksi netralisasi, yaitu reaksi


antara ion hidrogen (H+) yang berasal dari asam dengan ion hidroksida (OH-)
yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.
2. Pembakuan NaOH dilakukan dengan metode titrasi asidialkalimetri
menggunakan titran berupa asam oksalat dan didapatkan rata-rata konsentrasi
dari NaOH yaitu 0,495 N.
3. Pembakuan H2SO4 dilakukan dengan metode titrasi asidialkalimetri
menggunakan titran berupa Na2CO3 dan didapatkan rata-rata konsentrasi
H2SO4 yaitu 0,836 N.
4. Didapatkan kadar rata-rata asetosal dalam satu tablet yaitu 75, 164 mg atau 94
% dari kadar yang tertera pada etiket.
5. Validasi metode yang dilakukan pada penetapan kadar asetosal yaitu berupa
nilai presisi menggunakan RSD yang didapatkan sebesar 7,7% dan melebihi
2% yang artinya metode yang digunakan kurang valid.
6. Quality Control dilakukan untuk menjamin keseragaman kadar zat aktif dalam
tablet dimana tablet asetosal harus mengandung 90% b/b dan tidak lebih dari
110% b/b senyawa aktif asetosal, tablet yang diuji memiliki kadar rata-rata
sebesar 94% b/b sehingga memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi
V (2014).

31
DAFTAR PUSTAKA

Andari, Susilowati. 2013. Perbandingan Penetapan Kadar Ketoprofen Tablet


Secara Alkalimetri dengan Spektrofotometri-UV. Jurnal Eduhealth. 3(2)
: 114-119.
Basset. J, R.C. Denny, G.H. Jeffrey, dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Himawan, H. C. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. Bogor: Sekolah
Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.
Irwanda, W., Andi, H. A., dan Rudiyansyah. 2017. Sintesis Asam Oksalat dari
Getah Batang Tanaman Sri Rejeki (Dieffenbachia seguine (Jacq.) Schott)
Menggunakan Metode Hidrolisis Asam Fosfat. JKK. 6(1) : 30-36.
Kar, A. 2005. Pharmaceutical Drug Analysis. New Delhi: New Age International
Publishers
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kurniatun, P. A P., S. Kadarwati, dan S. Priatmoko. 2012. Sintesis Nano ZnO
yang Diembankan pada Abu Vulkanik Untuk Katalis Fotodegradasi
Dikloro Difenil Trikloroetana. Indonesian Journal of Chemical Science.
1(1) : 56-60.
Widiarto, S. 2009. Kimia Analitik. Lampung: Umila Press.

32
LAMPIRAN

Pemanasan Larutan Pada Sampel Asetosal dipanaskan


Standarisasi Larutan H2SO4 0,5 N sebelum dititrasi

Sampel Asetosal Sebelum Titrasi Sampel Asetosal Setelah Titrasi

33

Anda mungkin juga menyukai