Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS

MODUL PENYAKIT PERIODONTAL


FRENEKTOMI

Nama Mahasiswa : Yulianty Nursabil


NIM : 20110340056

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
I. DESKRIPSI KASUS
1. Identitas Pasien
No.RM : 38339
Nama : Indah Widaningrum
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 21 tahun
Alamat : Jalan Taman Siswa, Umbulharjo, Yogyakarta
2. Pemeriksaan
Kunjungan I tanggal 1-11-2017
Pemeriksaan subjektif :
Pasien mengeluhkan kurang percaya diri karena gigi seri rahang atasnya renggang.
Pasien ingin dirapikan giginya dengan alat ortho lepasan, tetapi terdapat penghambat
yaitu pasien memiliki frenulum labialis superior yang tinggi.

Pemeriksaan objektif :
a. Pemeriksaan Ekstra Oral
Tidak ada kelainan/ keluhan pada jaringan sekitar kepala, leher, TMJ dan jaringan
limponodi pasien.

b. Pemeriksaan Intra Oral


 Terdapat frenulum labialis tinggi, tebal, sampai interdental papilla dan
palatum. Jaringan disekitar frenulum normal dan sehat.

 Blanche Test :
Tarik frenulum labialis keatas. Perhatikan papilla interdental didaerah palatal
(papila palatinal). Jika daerah tersebut tampak pucat (ischemia), berarti
diastema disebabkan oleh migrasi frenulum labialis ke arah palatum.

 OHI : DI+CI = 16 = 2,67(sedang)


6 6
o Plak indeks : 32 %
o Jarak inter insisivus sentralis : 2 mm
 Vital Sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : Afebris
c. Assessment :
Diagnosis : frenulum labialis tinggi
d. Planning
1. Komunikasi, informasi dan edukasi mengenai perawatan frenektomi serta persiapa
yang harus dilakukan pasien sebelum tindakan
2. Initial therapy/ scaling uss
3. Kontrol dan evaluasi

e. Foto klinis :

Kunjungan ke 2 tanggal 31-01-2018


a. Pemeriksaan subjektif
Pasien datang atas motivasi dari operator untuk melanjutkan perawatan, setelah
dilakukan initial therapy berupa pembersihan karang gigi pada kunjungan sebelumnya.
Saat ini pasien tidak mempunyai keluhan setelan dilakukan perawatan tersebut.

b. Pemeriksaan objektif
 Terdapat lipatan mukobukal mendekati papila interdental insisivus sentralis atas
 Vital sign :
Tekanan darah : 117/77 mmHg
Pernafasan : 20 x per menit
Nadi : 80 x per menit
Suhu : afebris
BB : 57 kg
TB : 160 cm
 Jarak inter insisivus sentralis : 2 mm
c. Assessment
Diagnosis : frenulum labialis tinggi
d. Planning
1. Komunikasi, informasi dan edukasi mengenai penatalaksanaan frenektomi dan
instruksi perawatan pasca frenektomi
2. Frenektomi
3. Kontrol dan evaluasi
e. Foto Klinis

f. Tahapan Perawatan
1. Pemberian lokal anastesi pada distal dan mesial frenulum masing-masing 1 cc, serta
injeksi anastesi ½ cc di bagian palatal untuk injeksi nervus nasopalatina.

2. Frenulum dijepit dengan hemostat hingga ke dasar perlekatan pada vestibulum.

3. Insisi horisontal dibuat dengan menggunakan pisau Swan-Morton no.11 dan no.12
pada mukogingival-junction. Insisi pertama di daerah superior dari hemostat untuk
melepaskan perlekatan dengan bibir.

4. Kemudian bagian frenulum labialis di daerah inferior hemostat kita insisi untuk
melepaskan dari mukosa alveolaris maupun dasar frenulum. Mukosa tersebut
dihilangkan sampai dasar periosteum termasuk serabut-serabutnya juga dihilangkan.
Dengan adanya diastema ini maka pengambilan jaringan periosteumnya sampai ke
bagian palatinal.
5. Mukosa tersebut dijahit dengan jaringan periodontal di bawahnya dengan jahitan
interupted.

6. Kasa dapat dipasang untuk mengontrol perdarahan atau dengan irigasi dengan saline
selama 3-5 menit.
7. Lakukan dressing dengan mengaplikasikan Periodontal pack di atas tempat
penjahitan. Setelah 1-2 minggu jahitan dan dressing dapat dilepas. Proses pemulihan
yang sempurna berlangsung selama ± 1 bulan
8. Diberikan obat antibiotik dan analgesik dengan resep sebagai berikut :
R/ Amoxicillin tab 500 mg No. XV
S. 3 dd tab 1 pc.
R/ Asam mefenamat tab 500 mg No. V
S.p.r.n tab 1 pc.

Kunjungan 3 tanggal 07-02-2018


a. Pemeriksaan subjektif
Pasien datang atas motivasi dari operator untuk melakukan kontrol setelah dilakukan
tindakan frenektomi pada tanggal 31 Januari 2018. Pasca tindakan tidak ada
pembengkakan ataupun perdarahan pada gusi atau bibir, pasien meminum obat sesuai
dengan instruksi dari operator
b. Pemeriksaan objektif
 Terdapat frenulum labialis rendah, jauh dari gingiva
 Terdapat gingiva berwarna pink koral, tekstur seperti kulit jeruk, kontur kenyal pada
papila interdental dan margin gingiva gigi insisivus sentralis atas
 Jarak inter insisivus sentralis atas 1,8 mm (berkurang 0,2 mm)

c. Assessment
Diagnosis : frenulum labialis rendah
Proses pentupan dan penyembuhan luka baik.
d. Treatment planning
1. Komunikasi, informasi dan edukasi mengenai cara menjaga kesehatan gigi dan
mulut
2. Pelepasan periodontal pack dan hecting
3. Kontrol dan evaluasi
e. Foto Klinis

II. PERTANYAAN KRITIS


1. Apa saja faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan dalam frenektomi?
2. Komplikasi apa saja yang mungkin terjadi post-frenektomi?
3. Kesulitan apa yang ditemukan dalam proses frenektomi?
4. Apakah akan ada spontaneous closure di kasus ini ?

III. LANDASAN TEORI


Frenulum merupakan lipatan kecil dari membran mukosa yang mengikat bibir atau
pipi ke prosessus alveolaris dan berfungsi membatasi pergerakan pipi atau bibir
(Carranza,1996).Frenulum labialis superior adalah sisa dari struktur embrio yang
menghubungkan tuberkula bibir atas ke papilla palatina. Frenulum labial pada masa
bayi normalnya mempunyai daerah perlekatan yang rendah di dekat puncak prosesus
alveolaris atas di garis tengah. Pada periode gigi susu, frenulum labialis superior sering
terlihat melekat pada prossesus alveolaris di antara gigi-gigi insisivus sentral
atas.Bersamaan dengan pertumbuhan dentoalveolar yang normal,prossesus alveolaris atas akan
tumbuh ke bawah dan daerah perlekatan frenulum labialis superior akan semakin rendah pada
maksila ( Foster,1997). Pada kasus ini daerah perlekatan yang rendah tetap ada, dan
frenulum tampak menyebabkan terbentuknya celah di garis tengah, antara gigi-gigi
incisivus sentral atas 11 dan 21.

Letak frenulum yang normal terhadap jaringan periodontal adalah melekat pada
gingiva cekat sehingga pada waktu berfungsi tidak menimbulkan tarikan yang berlebih
( Grant, 1986). Perlekatan frenulum tinggi pada bibir atas terjadi pada permukaan labial
antara insisivus sentralis maksila, adanya perlekatan ini berakibat timbulnya gingivitis
dan diastema sentral1. Perlekatan frenulum tinggi pada area insisivus sentralis maksila
ini lebih banyak insidensinya dibanding pada mandibula baik pada sisi labial maupun
lingualnya.

Klasifikasi perlekatan frenulum labialis superior menurut Gunadi (1995) perlekatan


frenulum terbagi 3 macam yaitu :

a) Frenulum rendah adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar

b) Frenulum sedang adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar sampai
dengan gingiva cekat.

c) Frenulum tinggi adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar sampai
dengan gingiva cekat dan gingiva tepi.

Frenulum yang abnormal dapat berpengaruh terhadap kesehatan gingiva dan


berpotensi menimbulkan penyakit periodontal dengan cara menarik gingiva tepi yang
sehat dan dapat menghasilkan resesi gingiva,diastema dan akumulasi sisa makanan
(Cohen,1989).Adanya abnormalitas ini menyebabkan pemisahan yang ekstrim dari
gigi-gigi insisivus sentral, di samping itu membuat gingiva mudah terekoyak sehingga
terjadi iritasi yang berkelanjutan yang menyebabkan kerusakan jaringan periodontal.
Perlekatan frenulum tinggi akan menghalangi proses pembersihan gigi, mengganggu
pemakaian protesa gigi dan menghalangi pergerakan alat ortodonsi.
Dampak frenulum yang abnormal :
1. retraksi dari gingiva margin
2. diastema
3. mengganggu penampilan (estetik)
4. pergerakan lidah terbatas
5. mengganggu penempelan gigi tiruan lepasan pada mukosa.
Perawatan frenulum tinggi di atasi dengan pemotongan frenulum (frenotomi) atau
dengan membuang seluruh bagian dari frenulum (frenektomi). Frenektomi adalah
prosedur bedah yang dilakukan untuk meghilangkan sebagian atau seluruh frenulum
yang tinggi dengan menggunakan pisau bedah atau electrosurgery.

Penggunaan scalpel pada frenektomi merupakan teknik yang umum dalam bedah
di bidang kedokteran gigi, namun memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah
banyaknya perdarahan. Perdarahan pada frenektomi dapat diminimalisir dengan
penggunaan electrosurgery,atau dapat dilakukan dengan memodifikasi teknik sayatan
yang ada. Prosedur frenektomi pada umumnya dilakukan dengan insisi di atas dan di
bawah clamp yang menyebabkan luka sobek yang melebar berbentuk belah ketupat
karena adanya tarikan otot bibir, luka yang lebar pada area bibir menyebabkan banyak
kapiler yang terbuka yang berakibat perdarahan. Pada laporan kasus Incision below the
Clamp (IBC) (Suryono) dipaparkan teknik insisi modifikasi yang ditujukan untuk
mengurangi perdarahan saat frenektomi dengan menggunakan pisau. Pada laporan
kasus ini adalah pertama, penempatan penempatan klamp sejajar dan menempel pada
mukosa pipi, kedua, melakukan insisi di bawah klamp dan dilanjutkan dengan
penjahitan segera setelah insisi pada area mucolabial fold. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa insisi yang dilakukan di bawah clamp tidak menyebabkan luka
yang melebar pada mukosa bibir,hal ini dikarenakan tarikan muskulus orbicularis oris
kearah lateral tertahan oleh clamp, dan tindakan penjahitan yang dilakukan segera
setelah insisi pada puncak sayatan akan menahan tarikan otot paska dilepasnya klamp.
Minimalisasi perdarahan yang terjadi, serupa dengan frenektomi yang dilakukan
dengan menggunakan electrosurgery.

Penatalakasanaan post-frenektomi
Instruksi pada pasien :
 Minum obat yang telah diresepkan secara teratur.
 Hindari makanan dan minuman yang panas.
 Jangan berkumur terlalu sering.
 Jika perdarahan terus berlanjut, aplikasikan moistened gauze atau moistened tea bag.
 Hindari aktivitas fisik yang berlebihan.
 Hindari minuman beralkohol dan merokok post-frenektomi.
 Jangan menyentuh area post-frenektomi dengan menggunakan tangan atau lidah.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan frenektomi


 Kondisi kesehatan umum
 Masalah nutrisi dan diet
 Oral higiene
 Pemberian resep obat

Komplikasi dari prosedur frenektomi antara lain :


 Infeksi pasca pembedahan
 Bleeding, swelling dan pain
 Facial discoloration
 Sensitivitas gigi terhadap makanan panas, dingin, manis ataupun asam
 Reaksi alergi

Proses penyembuhan luka


Ketika jaringan mengalami kerusakan karena luka, maka akan terjadi suatu proses
penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka terjadi melalui tiga fase, yaitu fase
inflamasi, fase proliferasi, dan fase remodeling. Proses penyembuhan luka akan
dimulai segera setelah terjadinya kerusakan, akan tetapi mekanisme dan kecepatan yang
pada akhirnya akan memperbaiki jaringan yang rusak bergantung pada tipe luka. Proses
penyembuhan luka pada dasarnya merupakan suatu proses seluler yang kompleks dan
berfokus untuk mengembalikan keutuhan jaringan yang rusak. Kejadian ini melibatkan
beberapa fenomena seluler seperti migrasi, proliferasi, adhesi, diferensiasi, dan
sebagainya. Untuk menghasilkan penyembuhan luka yang efektif, tubuh harus
mensuplai material dan nutrisi pada daerah yang rusak

Penyembuhan Luka Berdasarkan klasifikasinya, penyembuhan luka dapat dibedakan


menjadi penyembuhan primer dan penyembuhan sekunder. Penyembuhan primer
terjadi pada luka yang bersih, tidak terinfeksi, dan luka yang diusahakan segera melekat
dengan jahitan. Sedangkan penyembuhan sekunder terjadi apabila tidak ada
pertolongan dari luar, penyembuhan berjalan secara alami dimana luka akan terisi
jaringan granulasi dan ditutupi epitel. Proses penyembuhan luka pada jaringan lunak
dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu :

1) Fase inflamasi / fase reaktif


Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-lima, dan terdiri
atas fase vaskuler dan seluler. Pada fase vaskuler, pembuluh darah yang ruptur pada
luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan mencoba menghentikannya
melalui vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus, dan reaksi
homeostasis. Pada fase ini terjadi aktivitas seluler yaitu dengan pergerakan leukosit
menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya
kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna
bakteri dan debris pada luka. Beberapa jam setelah luka, terjadi invasi sel inflamasi
pada jaringan luka. Sel polimorfonuklear (PMN) bermigrasi menuju daerah luka dan
setelah 24-48 jam terjadi transisi sel PMN menjadi sel mononuklear atau makrofag
yang merupakan sel paling dominan pada fase ini selama lima hari dengan jumlah
paling tinggi pada hari kedua sampai hari ke-tiga. Pada fase ini, luka hanya dibentuk
oleh jalinan fibrin yang sangat lemah. Setelah proses inflamasi selesai, maka akan
dimulai fase proliferasi pada proses penyembuhan luka.
2) Fase proliferasi
Fase ini disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses proliferasi
fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir
minggu ke-tiga yang ditandai dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan
epitelisasi. Fibroblas memproduksi matriks ekstraselular, kolagen primer, dan
fibronektin untuk migrasi dan proliferasi sel. Fibroblas berasal dari sel mesenkim
yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan
prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka.
Proses angiogenesis juga terjadi pada fase ini yang ditandai dengan terbentuknya
formasi pembuluh darah baru dan dimulainya pertumbuhan saraf pada ujung luka.
Pada saat ini, keratinosit berproliferasi dan bermigrasi dari tepi luka untuk melakukan
epitelisasi menutup permukaan luka, menyediakan barier pertahanan alami terhadap
kontaminan dan infeksi dari luar. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal, terlepas
dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh
sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru terhenti ketika sel epitel
saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya
permukaan luka dan dengan pembentukan jaringan granulasi, maka proses fibroplasia
akan berhenti dan dimulailah proses pematangan dalam fase remodeling.
3) Fase remodeling / fase pematangan
Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka pada jaringan lunak
dan kadang-kadang disebut fase pematangan luka. Pada fase ini terjadi perubahan
bentuk, kepadatan, dan kekuatan luka.17 Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut
yang pucat, tipis, lemas, dan mudah digerakkan dari dasarnya. Terlihat pengerutan
maksimal dari luka, terjadi peningkatan kekuatan luka, dan berkurangnya jumlah
makrofag dan fibroblas yang berakibat terhadap penurunan jumlah kolagen. Secara
mikroskopis terjadi perubahan dalam susunan serat kolagen menjadi lebih
terorganisasi. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir
apabila semua tanda radang sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan kembali
semua yang abnormal karena adanya proses penyembuhan.

Evaluasi tindakan
1. Pada saat menginsisi muksosa frenulum, lakukan dengan mantap dan diusahakan dalam
sekali incisi.
2. Saat meretraksi bibir atas, pastikan tidak menutupi hidung sehingga tidak mengganggu
pernapasan pasien.
3. Daerah pasca insisi harus diperiksa kembali untuk mengetahui tidak ada mukosa yang
tertinggal pada daerah incisi.
4. Kerja sama tim sangat diperlukan.
IV. Refleksi kasus
Pada kasus ini frenektomi dilakukan dengan teknik konvensional, jarak inter insisivus
sentralis atas mula-mula adalah 2 mm saat dihitung pada kunjungan pertama, dan
pada kunjungan ke 3 jarak inter insisivus menjadi 1,8 mm. Penutupan diastema
sebesar 0,2 mm selama 1 minggu, pentupan diastema tidak terjadi secara cepat karena
pasien bukan dalam periode gigi bercampur (diastema akan tertutup bila gigi kaninus
erupsi). Tidak ada kesulitan saat melakukan frenektomi dan proses penyembuhan
pasca frenektomi baik.
Daftar Pustaka
1. Suproyo Hartati, drg. 2009. Penatalaksanaan Penyakit Jaringan Periodontal Edisi 2.
Kanwa Publisher. Yogyakarta.
2. Carranza Jr & NewmanG.M: Clinical Periodontology, 9th. ed., W.B Saunders
Company, Philadelphia, 2002: 112-113.
3. Grant D A, SternIB, &Everett FG: Orban’s Periodontics, 4th ed., Mosby Company,
St. Louis, 1972: 530-55, 571-76.
4. Koora K, Muthu MS, &Rathna PV. 2007.Spontaneous Closure of Midline Diastema
Following Frenectomy.J Indian Soc Pedod Prev Dent,;25(1):23-6
5. Foster T D:Buku Ajar Ortodonsi, ed. III, EGC, Jakarta, 1999: 153-6.
6. Suryono.2011. Incision Below The Clamp Sebagai Modifikasi Teknik Insisi Pada
Frenektomi Untuk Minimalisasi Perdarahan, Majalah Kedokteran Gigi, Vol. 18/2, pp.
187-190.

Anda mungkin juga menyukai