Anda di halaman 1dari 13

Kriteria ekonomi yang umum digunakan dalam analisis kelayakan inidustri, yaitu :

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan metode yang dilakukan dengan

membandingkan nilai sekarang aliran kas masuk bersih dengan nilai sekarang

investasi. Selisih antara nilai sekarang keduanya tersebut yang disebut Net

Present Value (NPV) (Kasmir dan Jakfar, 2012).

Analisis Net Present Value (NPV) pada dasarnya dilakukan untuk

mengetahui apakah suatu proyek akan memberi tingkat pengambilan minimum

yang diinginkan.
n
ct
NPV =∑ ¿ ¿ ¿
t=1

Dimana :

Ct = Net Cash Flow

Co = Initial Cost / Biaya investasi

i = Interest rate yang ditentukan

t = Tahun

Kriteria kelayakan penerimaan investasi menggunakan metode NPV adalah

suatu investasi dinyatakan layak apabila NPV lebih besar dari nol atau bernilai

positif.

2. Internal Rate of Return (IRR)

Parameter ini dikenal dengan nama laju pengambilan internal Internal Rate

of Return (IRR) dan umumnya disingkat IRR. Laju pengambilan IRR merupakan

tingkat suku bunga atas pinjaman yang belum terbayar atau tingkat pengambilan

atas nilai investasi yang belum kembali dimana apabila pembayaran terakhir
dilakukan atau penerimaan terakhir diterima maka nilai ekuivalen dari semua

penerimaan (Salengke, 2012).

Internal Rate of Return (IRR) merupakan metode untuk menghitung tingkat

bunga yang dapat menyamakan antara present value dari semua aliran kas

masuk dengan aliran kas keluar dari suatu investasi proyek (Suliyanto, 2010).

Pada dasarnya IRR harus dicari dengan cara trial dan error. Rumusnya sebagai

berikut :

NPV 1 (i2 −i1 )


IRR=i1 −
NPV 2−NPV 1

Dimana :

i1 = suku bunga bank

i2 = suku bunga bank estimasi (< dari i1)

NPV1 = NPV awal pada i1

NPV2 = NPV pada i2

Kriteria penilaiannya adalah (Suliyanto, 2010) :

a) Jika IRR ≥ tingkat keuntungan yang dikehendaki, maka usaha dinyatakan

layak.

b) Jika IRR < tingkat keuntungan yang dikehendaki, maka usaha dinyatakan

tidak layak.

3. Benefit Cost Ratio (BCR)

Ada dua aspek yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kriteria

dalam analisis benefit cost. Aspek yang pertama menyangkut kelayakan finansial

dari proyek dan aspek yang kedua menyangkut pemilihan alternative terbaik dari

sederet alternatif yang ada.


Perhitungan B/C ratio dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang

diterima oleh proyek untuk setiap satu rupiah pengeluaran proyek. Benefit Cost

Ratio (BCR) atau perbandingan antara pendapatan (Benefit = B) dengan Total

Biaya produksi (Cost = C). Dalam batasan besaran nilai B/C dapat diketahui

apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak menguntungkan. Rumusnya

sebagai berikut :

Jumlah Pendapatan( B)
B/C ratio=
Total Biaya Produksi (TC)

Jika B/C ratio > 1, usaha layak dilaksanakan

Jika B/C ratio < 1, usaha tidak layak atau merugi (Salengke, 2012).

4. Analisis Sensitifitas

Metode analisis sensitifitas yang sering diterapkan oleh para analis ada tiga

yaitu metode grafik sensitifitas, analisi titik impas (breakeven analysis), dan

analisis scenario. Grafik sensitifitas menggambarkan sensitifitas nilai dari setiap

indikator kelayakan ekonomi (NPV, EUAW, IRR, ataupun BCR) terhadap

perubahan nilai parameter yang digunakan dalam analisi. Metode ini dilakukan

dengan mengubah nilai dari salah satu parameter dalam kisaran yang diinginkan

dan mengamati perubahan yang terjadi atas nilai NPV, EUAW, IRR, dan BCR.

Dengan mengubah secara bergantian nilai setiap parameter dalam kisaran yang

diinginkan, kita dapat menemukan parameter yang sangat berpengaruh terhadap

nilai setiap indikator kelayakan ekonomi tersebut. Dengan demikian, kita dapat

menentukan parameter-parameter apa saja yang harus menggunakan data

akurat dan parameter apa yang dapat menggunakan data perkiraan kasar

(Salengke, 2012).
Metode kedua yang sering digunakan dalam analisis sensitifitas adalah analisis

titik impas (breakeven analysis). Titik impas umumnya diidentifikasikan sebagai

tingkat produksi atau jumlah jam operasi setiap periode dimana waktu NPV = 0,

EUAW = 0, BCR = 1, IRR = MARR. Dengan demikian, metode analisis

breakeven umumnya digunakan untuk menemukan tingkat produksi atau jumlah

jam operasi yang harus dicapai agar nilai NPV atau EUAW lebih besar dari nol,

IRR lebih besar dari MARR, atau BCR lebih dari satu.

Metode analisis sensitifitas yang juga sering digunakan adalah metode

analisis yang memungkinkan dilakukannya evaluasi sensitivitas keputusan

investasi yang akan diambil terhadap perubahan nilai berbagai parameter secara

Simultan. Metode ini biasanya dinamai analisis skenario karena dengan Methode

ini, kita dapat melihat pengaruh berbagai skenario terhadap nilai NPV, EUAW,

BCR, dan IRR. Dalam analisis ini, skenario mewakili seperangkat nilai dari

parameter yang terlibat dalam perhitungan sehingga para analis, investor, dan

pengambil keputusan dapat melihat berbagai kemungkinan mengenai dampak

ekonomi yang mungkin dihadapi apabila suatu investasi dilakukan. Dengan

Metode ini kita dapat memperkirakan dampak ekonomi dari suatu investasi pada

kondisi terburuk, pada kondisi terbaik, dan pada kondisi yang diperkirakan Sal

paling mungkin terjadi. Analisis sensitivitas akan difokuskan pada analisis titik

impas (breakeven point).

Dalam berbagai metode analisis ekonomi teknik yang telah dibahas

sebelumnya berbagai parameter seperti harga, tingkat suku bunga atau tingkat
pengembalian, besar dan waktu terjadinya setiap aliran kas, serta umur

ekonomis dari setiap aset yang terlibat dalam analisis harus diperkirakan

sebelum analisis dapat dilakukan. Sayangnya, nilai perkiraan parameter

parameter tersebut mengandung ketidakpastian dan hasil evaluasi serta

keputusan bisnis yang diambil dapat dipengaruhi oleh variasi dari nilai nilai

tersebut. Oleh karena itu, salah satu hal yang penting diketahui adalah seberapa

sensitif hasil evaluasi dan keputusan bisnis yang diambil terhadap variasi nilai

dari setiap parameter tersebut (Salengke, 2012).

Ketidakpastian perkiraan nilai nilai parameter dalam analisis ekonomi

teknik dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Kelangkaan bahan baku serta

meningkatnya kompetisi dalam mendapatkan bahan baku akan mempengaruhi

biaya bahan langsung. Meningkatnya kompetisi di pasar juga akan

mempengaruhi pangsa pasar, volume penjualan, Dan harga produk sehingga

akan mempengaruhi pendapatan perusahaan dan lamanya produk dapat

bertahan di pasar. Keadaan ekonomi makro akan mempengaruhi tingkat inflasi,

tingkat suku bunga, dan volume penjualan. Semua faktor di atas akan

mengakibatkan perbedaan antara nilai setiap parameter yang digunakan pada

saat perencanaan dan analisis kelayakan suatu proyek atau rencana investasi

dengan nilai dari parameter parameter tersebut pada saat proyek atau bisnis

tersebut dilanjutkan. Selain itu, terjadi pula perbedaan antara besaran dan saat

terjadinya cash flow yang digunakan dalam perencanaan dan analisis kelayakan

dengan besaran dan saat terjadinya cash flow yang riil terjadi selama masa

pelaksanaan proyek (Salengke, 2012).


Pengambilan keputusan bisnis dan keputusan investasi dalam kondisi

ketidakpastian mengandung resiko karena keputusan bisnis dan investasi yang

diambil dapat saja tidak akurat. Untuk dapat memahami bagaimana

ketidakpastian mempengaruhi hasil evaluasi dan keputusan investasi yang

diambil, para analis umumnya melakukan analisis sensitivitas yang ditujukan

untuk menguji seberapa sensitif hasil evaluasi yang diperoleh terhadap

perubahan nilai-nilai parameter yang digunakan dalam analisis titik impas.

Secara umum, analisis titik impas (breakeven point analysis) merupakan

suatu proses di mana nilai dari suatu parameter seperti komponen dari biaya

tetap, biaya tidak tetap, volume produksi, harga jual produk, atau MARR

divariasikan dan nilai di mana kinerja finansial dari investasi mencapai titik balik

(dari untung menjadi rugi, atau sebaliknya) merupakan titik impas. Kita dapat

menghitung titik impas dan membentuk jumlah unit diproduksi (dijual) atau dalam

bentuk total revenue yang harus diperoleh dari penjualan produk.

Untuk dapat memahami metode analisis titik impas (breakeven point) para

analis dan pelaku bisnis perlu memahami beberapa istilah berikut :

a) Pendapatan (revenue) dalam dunia bisnis dan manufacturing umumnya

diperoleh dari penjualan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu,

pendapatan merupakan fungsi dari jumlah produk yang dijual dan harga

jual (selling price) per unit.

b) Biaya tidak tetap (variable cost) lupakan komponen biaya yang besarnya

tergantung pada jumlah produk yang diproduksi atau dijual. Biaya tidak

tetap tetap umumnya terdiri atas biaya bahan dan tenaga kerja langsung,
biaya operasional tidak tetap, serta biaya transportasi dan pemasaran.

Biaya tidak tetap nya dinyatakan sebagai biaya produksi per unit produk.

c) Biaya tetap (fixed cost) lupakan biaya yang besarnya relatif konstan dalam

kisaran volume produksi yang direncanakan. Biaya ini umumnya terdiri

atas biaya overhead fasilitas, biaya administrasi, biaya bunga atas modal

yang di investasi kan, serta biaya penyusutan.

d) Margin kontribusi (contribution margin) merupakan selisih antara harga

jual (selling price) dengan biaya tidak tetap pergi unit produk.

e) Unit merupakan jumlah unit produk yang dijual dalam satu periode. Dalam

analisis breakeven, jumlah unit produk yang dijual dalam suatu periode

diasumsikan sama dengan jumlah produk yang diproduksi pada periode

tersebut.

Titik impas (breakeven point) merupakan titik di mana pendapatan sama

dengan total biaya. Secara matematis, persamaan titik impas dapat ditulis

sebagai berikut :

Revenue=Cost

P x Y =BTT x Y + BT

Dimana :

P adalah harga jual per unit produk,

Y adalah jumlah produk yang diproduksi (dijual),

BTT adalah biaya tidak tetap per unit produk (rupiah/unit produk),

BT adalah total biaya tetap.

Berdasarkan persamaan di atas, besarnya pendapatan pada titik impas

dapat dihitung sebagai berikut :


Revenue BE=P x Y

Untuk menentukan besarnya volume produksi atau jumlah produk yang

dijual pada titik impas, persamaan di atas dapat dimodifikasi sebagai berikut :

( P−BTT ) x Y =BT

BT
Y=
P−BTT
Penilaian kelayakan suatu usaha atau proyek ditinjau dari aspek keuangan

diukur berdasarkan atas beberapa kriteria. Kriteria yang digunakan perusahaan

tergantung kebutuhan dan metode-metode yang digunakan. Kriteria penilaian investasi

terdiri dari dua metode, yaitu metode konvensional dan metode discounted cash flow.
1. Metode Konvensional

a. Payback Period (PP)

Metode Payback Period merupakan teknik penilaian terhadap jangka

waktu (periode) pemngembalian investasi suatu proyek atau usaha (Kasmir dan

Jakfar, 2004). Payback Period merupakan jangka waktu yang digunakan untuk

mengukur berapa lama investasi suatu usaha akan kembali, dalam satuan waktu

tahun atau bulan. Perhitungan PP menurut Kamaliuddin (2004) dibagi menjadi

dua, yang pertama untuk suatu proyek yang mempunyai pola cash flow sama

dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara:

Total Investment
PP= x 1 Tahun
Cash flow per tahun

Perhitungan PP untuk suatu proyek yang mempunyai pola cash flow

yang tidak sama per tahun dapat dilakukan dengan cara menguraikan total

investasi dengan cash flow-nya sampai diperoleh hasil total investasi sama

dengan cash flow pada tahun tertentu. Adapun rumus perhitungannya sebagai

berikut:

b−c
PP=t +
d−c

Keterangan:

t = Tahun terakhir dimana cash inflow belum menutupi nilai investasi

b = Nilai investasi

c = Kumulatif cash inflow pada tahun ke t

d = Jumlah kumulatif cash inflow pada tahun t + 1

2. Metode Discounted Cash Flow


a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan metode penilaian kriteria investasi yang

paling sering digunakan. Rumus perhitungan NPV menurut Jumingan (2009)

adalah:
n
A
NPV =∑ ¿ ¿t ¿
t=0

Keterangan:

At = aliran kas masuk pada periode t

k = discount factor

n = periode terakhir aliran kas yang diharapkan

Usulan-usulan proyek akan dapat diterima apabila nilai NPV lebih dari nol

(NPV>0), apabila hasil perhitungan nilai NPV kurang dari nol (NPV<0), maka

usulan proyek tidak diterima atau ditolak, dan apabila hasil perhitungan nilai NPV

sama dengan nol (NPV=0), maka perusahaan dalam keadaan BEP (Break Even

Point).

b. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Kuswadi (2007), IRR adalah tingkat penghasilan atau biasa

disebut dengan investment rate (yield rate) yang menggambarkan tingkat

keuntungan dari proyek atau investasi dalam persen (%) pada angka NPV sama

dengan nol (0) Intinya, IRR merupakan suatu tingkat discount rate yang

menghasilkan NPV sama dengan nol. Menurut Kamaluddin (2004), rumus

perhitungan IRR sebagai berikut:


n
A
IRR=∑ ¿ ¿t ¿
t =0
Keterangan:

A0 = aliran kas keluar (initial investment)

At = aliran kas masuk pada periode t

r = discount rate (tingkat bunga)

n = periode terakhir aliran kas yang diharapkan

Hasil perhitungan IRR apabila menunjukkan nilai IRR lebih besar dari

rate or return yang ditentukan maka usulan proyek diterima, sebaliknya apabila

nilai IRR lebih kecil daripada rate of return yang ditentukan maka usulan proyek

ditolak.

c. Profitability Index (PI)

Metode Profitability Index (PI) yaitu metode yang menghitung

perbandingan antara present value dari penerimaan dengan present value dari

investasi” (Sutrisno, 2009:128). Pengertian tersebut serupa dengan pernyataan

Profitability Index menurut Kamaluddin (2004:72), yaitu “metode yang

menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa

yang akan datang dengan nilai sekarang investasi.” Perhitungan PI menurut

Kasmir dan Jakfar (2004:163) adalah sebagai berikut:

∑ PV Kas Bersih
PI =
∑ PV Kas Investasi

Usulan proyek dapat diterima apabila nilai PI lebih besar dari satu (PI>1),

dan sebaliknya apabila nilai PI kurang dari satu (PI<1) maka usulan proyek

ditolak.

Anda mungkin juga menyukai