HALAMAN PENGESAHAN
Semarang,
Mengetahui,
ii
P3
RINGKASAN
iii
P3
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
proposal Isolasi Enzim. Dalam proposal ini, penulis meyakini sepenuhnya bahwa
tidak mungkin menyelesaikan laporan tanpa batuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Semarang,
Penyusun
iv
P3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................ii
RINGKASAN.............................................................................................................iii
PRAKATA..................................................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................................v
DAFTAR TABEL...................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Percobaan........................................................................................2
1.4 Manfaat Percobaan......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3
2.1 Pengertian Isolasi.......................................................................................3
2.2 Pengertian Enzim......................................................................................3
2.3 Penggolongan Enzim................................................................................4
2.4 Metode Isolasi Enzim................................................................................4
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Isolasi Enzim...............................................6
2.6 Perhitungan Aktivitas Enzim....................................................................7
BAB III METODE PRAKTIKUM............................................................................9
3.1 Rancangan Praktikum...............................................................................9
3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan.............................................................10
3.3 Gambar Alat ...........................................................................................10
3.4 Prosedur Praktikum.................................................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................14
4.1 Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Aktivitas Enzim Selulase...............14
4.2 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim.................................................16
BAB V PENUTUP.....................................................................................................18
5.1 Kesimpulan...............................................................................................18
5.2 Saran..........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19
v
P3
DAFTAR TABEL
vi
P3
DAFTAR GAMBAR
vii
P3
DAFTAR LAMPIRAN
viii
P3
BAB I
PENDAHULUAN
1
P3
yang cukup berlimpah. Hasil bulir jagung yang dimanfaatkan dalam bidang
pangan hanya mewakili 5% dari keseluruhan tanaman jagung, sedangkan 95%
sisa dari tanaman jagung masuk dalam kategori limbah alami yaitu batang, daun,
kulit dan tongkol jagung. Salah satu limbah yang dari tanaman jagung yang
belum termanfaatkan secara optimal adalah kulit jagung (Ginting, 2015).
Menurut Meryandini (2009), penanganan limbah pertanian secara biologi dapat
dilakukan dengan menggunakan enzim misalnya selulase. Selulase merupakan
enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endo-β-1,4-glukonase (CMCase,
Cx selulase endoselulase, atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso-β-1,4-
glukonase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-1,4-glukosidase atau
selobiase. Beberapa dekomposer seperti bakteri dan cendawan mampu
menghasilkan selulase, contohnya Aspergillus niger dan Trichodema viride
(Safari, 2017).
1.2 Rumusan Masalah
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi untuk menurunkan
energi aktivasi suatu reaksi dan mengarahkan hasil reaksi tersebut ke arah yang
diinginkan. Enzim juga merupakan suatu senyawa yang terdenaturisasi pada suhu
tinggi. Terdapat faktor faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim seperti
konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu, pH, dan inhibitor. Pada praktikum
ini akan dilakukan isolasi enzim dari kulit jagung, menghitung aktivitas enzim,
membandingkan aktivitas enzim dengan perbedaan variabel pH awal untuk
fermentasi.
1.3 Tujuan Praktikum
1. Mengisolasi enzim selulase dari Aspergillus niger dengan bahan baku kulit
jagung.
2. Mengkaji pengaruh pH fermentasi terhadap aktivitas enzim.
1.4 Manfaat Praktikum
1. Mengisolasi enzim dari kulit jagung sehingga kebutuhan akan enzim yang
masih mahal dapat terpenuhi.
2. Mengurangi limbah kulit jagung.
3. Dapat mengubah nilai limbah kulit jagung menjadi lebih ekonomis.
2
P3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
P3
sangat kuat sehingga sulit dipisahkan tanpa merusak enzim maka disebut gugus
prostetik.
4
P3
5
P3
enzim yang berukuran besar tetap tertahan dalam kantung dialisis. Keluarnya
molekul menyebabkan distribusi ion-ion yang ada di dalam dan di luar
kantung dialisis tidak seimbang. Untuk memperkecil pengaruh ini digunakan
larutan bufer dengan konsentrasi rendah di luar kantung dialisis (Lehninger,
1982). Setelah tercapai keseimbangan, larutan di luar kantung dialisis diganti
dengan larutan yang baru agar konsentrasi ion-ion di dalam kantung dialisis
dapat dikurangi. Proses ini dapat dilakukan secara terus menerus sampai ion-
ion di dalam kantung dialisis dapat diabaikan (Mc Phie, 1971 dalam Boyer
1993 dalam Dimyathi, 2014).
6
P3
dimana
AE = aktivitas enzim (µg/mL.menit)
x = konsentrasi gula pereduksi (µg/mL)
V = volume total sampel tiap tabung (mL)
p = jumlah enzim (mL)
7
P3
8
P3
BAB III
METODE PRAKTIKUM
1. Rancangan Praktikum
1. Skema Rancangan Praktikum
(Sari, 2017)
Gambar 3.1 Skema Rancangan Praktikum Isolasi Enzim
2. Variabel Operasi
A. Variabel Bebas :
1. pH fermentasi : 3 (variabel 1), 5 (variabel 2), 7 (variabel 3), 9
(variabel 4)
B. Variabel Kontrol :
2. Perbandingan volume filtrat : CMC 1:1 (semua variabel)
3. Penambahan volume starter : 10%V (semua variabel)
2. Penambahan Urea : 0,5 gram (semua variabel)
3. Rasio Sampel/air : 10% b/v (semua variabel)
3. Variabel Terikat
1. Kadar Glukosa
9
P3
2. Aktivitas Enzim
3.2. Alat dan Bahan yang Digunakan
3.2.1. Bahan
1. Kulit Jagung 100gr 7. KH2PO4 0,3 gram
2. NaOH 30 gr 8. CaCl2 0,03 gram
3. HCl 10 mL 9. NaCl 0,15 gram
4. Aspergillus niger 10. Urea 2,2 gram
5. Glukosa 1,5 gram 11. Aquades 1000 ml
6. MgSO4 0,255 gram 12. CMC 1 gram
3.2.2 Alat
1. Beaker glass 9. Buret
2. Termometer 10. Statif & Klem
3. Gelas ukur 11. Tabung Sentrifugasi
4. Pengaduk 12. Kertas saring
5. Inkubator 13. Corong Buchner
6. Timbangan 14. Shaker
7. Indikator pH 15. Pompa vakum
8. Kompor listrik 16. Erlenmeyer Penghisap
10
P3
11
P3
Vtotal Vpengenceran
( F−M )× × ×2,5
Vtitrasi Vdiambil
C=
Vtotal
12
P3
13
P3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel
Aktivitas Enzim ( mlunit
menit )
t1 t2 t3 t4 t5
1 -14,087 -4,861 0,488 -1,656 0,871
2 -0,992 -0,505 0,113 5,743 2,342
3 2,976 16,098 2,139 5,876 5,079
4 2,976 0,821 8,746 6,490 4,934
20.000
15.000
Aktivitas Enzim (unit/ml menit)
10.000
-15.000
-20.000
t (menit)
14
P3
Dari hasil percobaan diperoleh data bahwa pada menit ke-8 hingga menit
ke-67 untuk semua variabel nilai aktivitas enzimnya masing-masing cenderung
fluktuatif. Menurut Respati (2012), pertumbuhan mikroba terdiri dari tiga fase,
yaitu :
a. Fase Lag
Fase lag disebut periode penyesuaian pada lingkungan, biasanya
ditandai dengan tidak adanya penambahan jumlah sel atau massa sel dan
lama waktu fase ini dapat berlangsung cepat dalam hitungan menit
hingga jam tergantung macam bakteri, umur biakan, dan nutrisi yang
terdapat pada media.
b. Fase Log / Eksponensial
Pada fase eksponensial atau logaritmik, sel berada dalam keadaan
pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa dan volume sel
meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan
konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini
pertumbuhan seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan
dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah dengan kecepatan
konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik bakteri dan kondisi
lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban
berbagai mikroorganisme.
c. Fase Stationer
Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode
yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode
penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam
suatu biakan yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang,
membengkak secara abnormal, atau mengalami penyimpangan, suatu
manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang.
d. Fase Kematian
Fase kematian terjadi karena nutrien yang sebelumnya tersedia
sudah habis. Pertumbuhan sel mulai terhenti dan bakteri telah
menghabiskan energi cadangan (ATP) untuk respirasinya, sehingga
populasi bakteri akan menurun jumlahnya. Pada saat ini jumlah sel yang
mati lebih banyak daripada sel yang hidup.
Sehingga aktivitas enzim yang diperoleh akan meningkat seiring waktu
ketika mikroba berada pada fase eksponen karena pertambahan jumlah sel
mikroba dan kemudian menurun seiring penambahan waktu ketika mikroba
memasuki fase kematian karena jumlah mikroba semakin sedikit. Pada data
15
P3
grafik, variabel yang sesuai dengan teori adalah variabel 2 dengan perlakuan pH
5, dimana pada menit ke 7, 22, dan 37 aktivitas enzim meningkat seiring waktu
dan mencapai aktivitas enzim tertinggi pada menit ke-52. Kemudian aktivitas
enzim menurun pada menit ke-67. Sedangkan pada variabel 1, 3, dan 4 data
grafik tidak sesuai teori. Pada variabel 1, 3, dan 4 membentuk grafik yang
fluktuatif. Nilai aktivitas enzim dipengaruhi oleh jumlah Aspergillus niger yang
memproduksi enzim selulase dan aktivitas enzim itu sendiri. Ketika mikroba
memasuki fase pertumbuhan eksponen, maka jumlah mikroba akan meningkat
dimana akan meningkatkan jumlah dan aktivitas enzim selulase. Namun pada
grafik variabel 1, 3, dan 4 setelah aktivitas enzim meningkat, terjadi penurunan
aktivitas enzim. Hal ini disebabkan karena adanya inhibitor yang menghambat
kerja aktivitas enzim selulase. Glukosa dan selobiosa adalah inhibitor enzim
dalam menghidrolisis selulosa. Selobiosa menghambat enzim eksoglukanase atau
selobiohidrolase pada kompleks enzim selulase. Glukosa menghambat enzim
penghidrolisis selobiosa atau β-glukosidase (Ambriyanto, 2010 dalam Idiawati,
2014). Sehingga dapat dikatakan bahwa akumulasi glukosa yang terbentuk
menyebabkan penghambatan bagi enzim selulase. Produk dari hidrolisis selulosa,
berupa glukosa dapat menjadi inhibitor bagi aktivitas enzim selulase
(Ambriyanto, 2010 dalam Idiawati, 2014). Inhibitor yang menghambat kerja
aktivitas enzim selulase ketika fase eksponen Aspergillus niger sedang
berlangsung menyebabkan grafik yang terbentuk menjadi fluktuatif.
Sehingga pada grafik, variabel 2 sudah sesuai dengan teori yang ada
dimana nilai aktivitas enzim meningkat seiring waktu kemudian turun akibat
Aspergillus niger memasuki fase kematian. Menurut Purkan (2015), fase lag
terjadi pada jam 0 hingga 4 jam. Setelah 4 jam, sel Aspergillus niger mulai
mengalami pertumbuhan yang signifikan mengalami penurunan secara bertahap
hingga mencapai jam 36. Penurunan tersebut membuktikan bahwa sel mulai
memasuki fase kematian hingga 24 jam. Selanjutnya kurva mulai memasuki fase
kematian. Hal ini menyebabkan jumlah dan aktivitas enzim selulase menurun.
Sedangkan pada grafik, variabel 1, 3, dan 4 grafik yang didapat bersifat
fluktuatif. Hal ini disebabkan adanya inhibitor yang menghambat kerja aktivitas
enzim selulase ketika fase eksponen mikroba sedang berlangsung.
4.2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Pada data percobaan, aktivitas enzim saat t = 7 menit pada variabel 1
sebesar -14,087 unit/mL menit; variabel 2 sebesar -0,992 unit/mL menit; variabel
3 sebesar 2,976 unit/mL menit dan variabel 4 sebesar 2,976 unit/mL menit.
Aktivitas enzim saat t = 22 menit pada variabel 1 sebesar -4,861 unit/mL menit;
16
P3
variabel 2 sebesar -0,505 unit/mL menit; variabel 3 sebesar 16,098 unit/mL menit
dan variabel 4 sebesar 0,821 unit/mL menit. Aktivitas enzim saat t = 37 menit
pada variabel 1 sebesar 0,488 unit/mL menit; variabel 2 sebesar 0,113 unit/mL
menit; variabel 3 sebesar 2,139 unit/mL menit dan variabel 4 sebesar 8,746
unit/mL menit. Aktivitas enzim saat t = 52 menit pada variabel 1 sebesar -1,656
unit/mL menit; variabel 2 sebesar 5,743 unit/mL menit; variabel 3 sebesar 5,876
unit/mL menit dan variabel 4 sebesar 6,490 unit/mL menit. Aktivitas enzim saat t
= 67 menit pada variabel 1 sebesar 0,871 unit/mL menit; variabel 2 sebesar 2,342
unit/mL menit; variabel 3 sebesar 5,079 unit/mL menit dan variabel 4 sebesar
4,934 unit/mL menit.
Menurut penelitian yang dilakukan Purkan (2015), pH optimum dari enzim
selulase adalah pH 4-5. Data yang diperoleh tidak sesuai dengan teori karena
pada data yang diperoleh menunjukkan nilai aktivitas enzim selulase tertinggi
diperoleh pada variabel pH 7 pada t = 22 menit. Hal ini disebabkan karena
perbedaan pH optimum pertumbuhan Aspergillus niger dengan pH optimum
enzim selulase yang mempengaruhi aktivitas enzim yang dihasilkan. Menurut
Kanti (2017), pH optimum pertumbuhan Aspergillus niger adalah 6-7. Oleh
karena itu pada pH 7, pertumbuhan Aspergillus niger meningkat lebih cepat.
Apabila jumlah mikroba meningkat, maka jumlah dan aktivitas enzim selulase
yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini menyebabkan pada variabel 3 (pH 7)
memiliki nilai aktivitas enzim yang lebih besar dibandingkan variabel yang
lainnya. Sedangkan pada variabel 2 (pH 5), memiliki nilai aktivitas enzim yang
lebih kecil dibandingkan variabel 3 (pH 7), karena pH 5 bukan merupakan pH
optimum pertumbuhan Aspergillus niger, sehingga produksi enzim selulase
menurun dan menyebabkan nilai aktivitas enzim menurun juga.
17
P3
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Dalam percobaan yang dilakukan, nilai aktivitas enzim untuk variabel 1, 3,
dan 4 cenderung fluktuatif dan pada variabel 2 nilai aktivitas enzimnya
cenderung naik hingga waktu optimumnya kemudian nilai aktivitas enzim
akan menurun. Percobaan untuk variabel 2 sudah sesuai teori yang ada,
namun variabel 1, 3, dan 4 tidak sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan
karena adanya inhibitor yang menghambat kerja aktivitas enzim selulase.
Glukosa dan selobiosa adalah inhibitor enzim dalam menghidrolisis selulosa.
Selobiosa menghambat enzim eksoglukanase atau selobiohidrolase pada
kompleks enzim selulase. Glukosa menghambat enzim penghidrolisis
selobiosa atau β-glukosidase.
2. Kinetika reaksi enzim selulase dari bakteri selulolitik hasil isolasi dari kulit
jagung mempunyai kondisi optimum pada pH 4-5, dimana variabel yang
mendekati pH optimum adalah variabel 2 dengan pH 5. Namun percobaan
yang dilakukan tidak sesuai teori karena aktivitas enzim tertinggi terdapat
pada variabel 3 dengan pH 7. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pH
optimum pertumbuhan Aspergillus niger dengan enzim selulase.
5.2. Saran
1. Tutup wadah pemanasan ketika memanaskan campuran kulit jagung dan
larutan NaOH karena uap NaOH berbahaya ketika terhirup.
2. Pada praktikum ini tidak menggunakan variabel suhu, oleh karena itu di
praktikum selanjutnya diharapkan menggunakan variabel suhu untuk
mengetahui suhu optimum yang baik untuk enzim bekerja.
3. Pembuatan CMC sebaiknya dilakukan dalam kondisi aquades hangat agar
CMC lebih mudah larut.
18
P3
DAFTAR PUSTAKA
19
P3
20
P3
1. Kebutuhan gr NaOH
NaOH 0,6 M untuk semua variabel
Bahan baku (gr) : larutan NaOH (ml) = 1 : 12,5
Bahan baku = 40 gr larutan NaOH : 40 x 12,5 = 500 ml
m( gr) 1000 m 1000
M= x 0,6= x
BM v (ml) 40 500
m=12 gr
2. Kebutuhan Nutrient untuk Starter
Basis = 150 ml = 0,15 L
a. Glukosa : 10 gr/L x 0,15 L = 1,5 gram
b. NaCl : 1 gr/L x 0,15 L = 0,15 gram
c. CaCl2 : 0,2 gr/L x 0,15 L = 0,03 gram
d. MgSO4 : 1,7 gr/L x 0,15 L = 0,255 gram
e. KH2PO4 : 2 gr/L x 0,15 L = 0,3 gram
f. CMC = 1% w/v CMC dalam 100 ml H2O
Massa CMC = 0,01 gr/ml x 100 ml = 1 gram
3. Kebutuhan Sampel Dicampur ke Aquades (basis 100 ml)
10% w/v = 0,1 gr/ml x 100 ml = 10 gram (semua variabel)
4. Volume Starter yang ditambahkan
10% v 0,1 x 100 ml = 10 ml (semua variabel)
P3
T = 22 menit
20 25
( 46,8−45,5 ) × ×
5 5
C 1= ×2,5=3,25 mg/ml
20
20 25
( 46,8−45,1 ) × ×
5 5
C 2= ×2,5=4,25 mg/ml
20
P3
20 25
( 46,8−20 ) × ×
5 5
C 3= ×2,5=67 mg/ml
20
20 25
( 46,8−44 ) × ×
5 5
C 4= × 2,5=7 mg/ ml
20
T = 37 menit
20 25
( 46,8−36,5 ) × ×
5 5
C 1= × 2,5=25,75 mg/ml
20
20 25
( 46,8−44 ) × ×
5 5
C 2= × 2,5=7 mg/ml
20
20 25
( 46,8−39,8 ) × ×
5 5
C 3= × 2,5=17,5 mg/ml
20
20 25
( 46,8−22 ) × ×
5 5
C 4= × 2,5=62 mg/ml
20
T = 52 menit
20 25
( 46,8−44 ) × ×
5 5
C 1= ×2,5=7 mg/ml
20
20 25
( 46,8−22,8 ) × ×
5 5
C 2= × 2,5=60 mg/ml
20
20 25
( 46,8−23,5 ) × ×
5 5
C 3= × 2,5=58,25 mg/ml
20
20 25
( 46,8−21 ) × ×
5 5
C 4= × 2,5=64,5 mg/ml
20
T = 67 menit
20 25
( 46,8−33,6 ) × ×
5 5
C 1= × 2,5=33 mg/ml
20
20 25
( 46,8−33 ) × ×
5 5
C 2= × 2,5=34,5 mg/ml
20
P3
20 25
( 46,8−21 ) × ×
5 5
C 3= × 2,5=64,5 mg/ml
20
20 25
( 46,8−21,5 ) × ×
5 5
C 4= × 2,5=63,25 mg/ ml
20
T= 22 menit
3,25−22,5 1000 1unit unit
A 1= × × =−4,861
22 180 1 μmol ml menit
4,25−6,25 1000 1 unit unit
A 2= × × =−0,505
22 180 1 μmol ml menit
67−3,25 1000 1 unit unit
A 3= × × =16,098
22 180 1 μmol ml menit
7−3,75 1000 1unit unit
A 4= × × =0,821
22 180 1 μmol ml menit
T = 37 menit
25,75−22,5 1000 1unit unit
A 1= × × =0,488
37 180 1 μmol ml menit
7−6,25 1000 1unit unit
A 2= × × =0,113
37 180 1 μmol ml menit
17,5−3,25 1000 1unit unit
A 3= × × =2,139
37 180 1 μmol ml menit
62−3,75 1000 1unit unit
A 4= × × =8,746
37 180 1 μmol ml menit
P3
T = 52 menit
7−22,5 1000 1unit unit
A 1= × × =−1,656
52 180 1 μmol ml menit
60−6,25 1000 1unit unit
A 2= × × =5,743
52 180 1 μmol ml menit
58,25−3,25 1000 1unit unit
A 3= × × =5,876
752 180 1 μmol ml menit
64,5−3,75 1000 1unit unit
A 4= × × =6,490
52 180 1 μmol ml menit
T = 67 menit
33−22,5 1000 1unit unit
A 1= × × =0,871
67 180 1 μmol ml me nit
34,5−6,25 1000 1unit unit
A 2= × × =2,342
67 180 1 μmol ml menit
64,5−3,25 1000 1unit unit
A 3= × × =5,079
67 180 1 μmol ml menit
63,25−3,75 1000 1unit unit
A 4= × × =4,934
67 180 1 μmol ml menit