Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA AKUAKULTUR

UJI KARBOHIDRAT UJI LIPID DAN UJI AKTIVITAS ENZIM


PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

DISUSUN OLEH :

NAMA : Kheista Putri Setyono


NIM : 235080501113029
KELOMPOK :4
ASISTEN : Leevany Natasya Darma

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Biokimia Akuakultur ini disusun sebagai salah satu syarat
lulus mata kuliah Biokimia Akuakultur Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.

Oleh :

3X4
BG BIRU
KERTAS
DOFF
NO EDIT
Kode
#0C0CF6

Kheista Putri Setyono


NIM. 235080501113029

Mengetahui,
Koordinator Asisten Asisten Kelompok

M. Rifky Fauzan Leevany Natasya


Darma
NIM. 215080507111001 NIM.225080501111038
Tanggal : Tanggal :
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang memungkinkan penyusun

menyelesaikan Laporan Praktikum Akuakultur Biokimia ini sesuai dengan batas

waktu yang ditentukan. Laporan ini merupakan bagian dari persyaratan

praktikum dalam Program Studi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas Brawijaya.

Harapan kami, laporan ini dapat memberikan manfaat dan pemahaman

yang signifikan bagi pembaca yang tertarik dalam bidang akuakultur biokimia.

Kami juga menyadari adanya kekurangan baik dalam susunan kalimat maupun

tata bahasa. Oleh karena itu, kami dengan tangan terbuka menerima setiap

saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan kedepannya.

Semoga laporan ini menjadi sumbangan kecil dalam pengembangan ilmu

dan aplikasinya di masa yang akan datang.

Malang, 19 November 2023

Penyusun
TATA TERTIB

1. Datang 15 menit sebelum praktikum dimulai dan tidak ada toleransi


keterlambatan.
2. Mengerjakan tiket masuk.
3. Memakai pakaian rapi berkerah, sepatu tertutup dan menggunakan kaos
kaki (di atas mata kaki).
4. Memakai jas lab sesuai dengan identitasnya.
5. Dilarang bermain handphone selama praktikum.
6. Dilarang merokok selama kegiatan praktikum berlangsung.
7. Dilarang makan dan minum selama kegiatan praktikum berlangsung tanpa
izin dari asisten.
8. Menjaga ketertiban dan kelancaran selama praktikum berlangsung.
9. Dilarang memindahkan atau menggunakan alat-alat yang ada di
laboratorium selain yang digunakan untuk kegiatan praktikum.
10. Membawa obat dan alat tulis pribadi.
11. Dilarang meninggalkan rangkaian kegiatan praktikum tanpa seizin
koordinator asisten.
12. Praktikan wajib mengikuti pre-test dan post-test.
13. Pelanggaran terhadap tata tertib terdapat konsekuensi yang semestinya.
14. Ketentuan-ketentuan yang belum tercantum akan ditentukan kemudian
melalui kesepakatan bersama.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii

TATA TERTIB ....................................................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 3
1.3 Waktu dan Tempat.................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4


2.1 Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus).................................................. 4
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ............ 4
2.1.2 Habitat dan Persebaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ............. 6
2.1.3 Makanan dan Cara Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ........ 8
2.1.4 Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ................................. 10
2.2 Enzim Pencernaan dan Mekanisme Kerja pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) .......................................................................................................... 11
2.3 Enzim Hormonal dan Mekanisme Kerja pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) .......................................................................................................... 12
2.4 Aktivitas Enzim pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)........................... 14
2.5 Karbohidrat pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ................................ 15
2.6 Lipid pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ............................................ 16

BAB III METODOLOGI......................................................................................... 18


3.1 Alat Praktikum ........................................................................................... 18
3.2 Bahan Praktikum ....................................................................................... 20
3.3.1 Langkah Kerja Preparasi Akuarium Dan Pemeliharaan ................. 21
3.3.2 Langkah Kerja Perlakuan Ekstrak Kasar Enzim ............................. 21
3.3.3 Langkah Kerja Pengujian Enzim Protease ...................................... 22
3.3.4 Langkah Kerja Sentrifugasi.............................................................. 23
3.3.5 Langkah Kerja Inkubasi ................................................................... 23
3.3.6 Langkah Kerja Perhitungan Aktivitas Proteolitik Enzim .................. 24
3.3.7 Langkah Kerja Uji Karbohidrat ......................................................... 25
3.3.8 Langkah Kerja Uji Lipid .................................................................... 25

BAB IV ANALISIS HASIL .................................................................................... 26


4.1 Aktivitas Enzim pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)........................... 26
4.2 Perbandingan Aktivitas Enzim pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 27
4.3 Uji Karbohidrat pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ........................... 28
4.4 Uji Lipid pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...................................... 29

BAB V PENUTUP ................................................................................................. 30


5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 30
5.2 Faktor Koreksi ........................................................................................... 31
5.3 Saran ......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 33

LAMPIRAN ........................................................................................................... 36
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ........... Kesalahan! Bookmark tidak

ditentukan.

Gambar 2. Peta persebaran ikan nila .. Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.


DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Pandit (2012), biokimia adalah studi yang mengkaji tentang

berbagai molekul yang ada dalam sel atau organisme hidup, beserta dengan

reaksi kimianya. Istilah "biokimia" sendiri berasal dari gabungan kata "BIOS"

yang berarti hidup atau hayati, dan "CHEMIOS" yang merujuk pada kimia,

khususnya kimia organik. Menurut Azhar (2016), karbohidrat merupakan unsur

penting bagi semua makhluk hidup. Ini adalah kelompok molekul biologi yang

paling melimpah di bumi. Semua makhluk mampu membuat karbohidrat,

sebagian besar dihasilkan oleh organisme fotosintetik seperti bakteri tertentu,

alga, dan tumbuhan. Organisme ini mengubah energi cahaya matahari menjadi

energi kimia, yang selanjutnya digunakan untuk membuat karbohidrat dari karbon

dioksida (CO2). Karbohidrat memegang peran krusial dalam kehidupan

organisme, berperan sebagai molekul penyimpan energi pada binatang dan

tumbuhan. Binatang serta manusia dapat mencerna karbohidrat, menghasilkan

energi selama proses katabolisme.

Menurut Siregar dan Makmur (2020), enzim berperan sebagai katalis

dalam proses biologis dan memfasilitasi sebagian besar reaksi yang terjadi

dalam makhluk hidup. Sebagian besar enzim yang telah dipelajari ternyata

berbentuk protein. Tanpa keberadaan enzim, reaksi-reaksi tersebut dapat

memakan waktu berhari-hari atau berminggu-minggu atau memerlukan suhu

yang tinggi. Sebagai contoh, enzim pencernaan seperti pepsin, trypsin, dan

chymotrysin berfungsi untuk mengurai protein dalam diet kita, sehingga asam

amino dapat diserap dan digunakan oleh sel-sel kita.


Menurut Siregar dan Makmur (2020), lipid memiliki peranan penting

dalam nutrisi, tidak hanya karena memiliki nilai energi yang tinggi, tetapi juga

karena mengandung vitamin yang larut dalam bentuk lemak esensial dari sumber

makanan alami. Lemak yang berada di dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

energi yang efisien, baik secara langsung maupun potensial ketika disimpan

dalam jaringan adiposa. Lipid juga berperan sebagai isolator panas di jaringan

subkutan dan sekitar organ tertentu, serta berfungsi sebagai isolator listrik yang

mendukung transmisi cepat gelombang depolarisasi sepanjang syaraf bermielin.

Biokimia mempelajari molekul dan reaksi kimia dalam sel atau organisme

hidup, dengan fokus pada unsur-unsur seperti karbohidrat, enzim, dan lipid.

Karbohidrat, sebagai kelompok molekul biologi yang melimpah, dihasilkan oleh

organisme fotosintetik dan memainkan peran penting sebagai sumber energi.

Enzim, katalis biologis yang sebagian besar berbentuk protein, memfasilitasi

reaksi dalam makhluk hidup. Lipid, selain memiliki nilai energi tinggi, juga

berfungsi sebagai sumber energi efisien, isolator panas, dan isolator listrik dalam

tubuh. Semua elemen ini menunjukkan kompleksitas dan keterkaitan yang

penting dalam kehidupan organisme.

1.2 Maksud dan Tujuan

Praktikum Biokimia Akuakultur bertujuan untuk memahami kandungan

karbohidrat, lipid, dan enzim yang ada dalam ikan nila.

Tujuan praktikum ini adalah menerapkan konsep-konsep biokimia,

khususnya dalam hal karbohidrat, lipid, dan enzim, pada konteks akuakultur

dengan fokus pada ikan nila.

2
1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Biokimia Akuakultur dilaksanakan pada tanggal 19 November

2023 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromisniloticus)

Menurut Saragih dan Sinaga (2018), ikan Nila dengan nama latin Oreochromis

niloticus, dikenal sebagai spesies ikan yang memiliki tingkat konsumsi yang

signifikan. Morfologi tubuhnya adalah memanjang dan pipih ke samping, sering

kali berwarna putih kehitaman atau merah. Asalnya dari Sungai Nil dan danau

sekitarnya, kini ikan ini telah menyebar ke berbagai negara di lima benua dengan

iklim tropis dan subtropis. Terdapat di daerah beriklim dingin, ikan nila kesulitan

bertahan. Saragih dan Sinaga (2019) memberikan klasifikasi ikan nila sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichtyes

Subkelas : Acanthopterygii

Ordo : Percomorphi

Subordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Menurut penelitian Sragih dan Sinaga (2019), ikan Nila memiliki ciri khas

morfologi seperti tubuh pipih, sisik besar dan kasar, kepala relatif kecil, mata

besar dan menonjol, tepi mata berwarna putih, dan garis linealis lateralis yang

terputus dan terbagi dua, menurut penelitian. Ikan ini memiliki lima jenis sirip:
punggung, dada, perut, anus, dan ekor. Terkenal dengan toleransinya yang

tinggi, termasuk salinitas, suhu, pH, dan kadar oksigen.

Menurut penelitian Mujalifah, et al. (2018), perbedaan morfologi ikan Nila

antara air tawar dan air payau berkaitan dengan perbedaan kadar garam. Ikan

Nila di air tawar memiliki morfologi yang lebih cerah dibanding yang berada di air

payau, dipengaruhi oleh tingginya salinitas di habitat air payau. Pertumbuhan

panjang dan berat ikan Nila juga lebih cepat di air tawar daripada di air payau.

Sumber: Mujalifah, et al. (2018)


Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut literatur diatas, dapat disimpulkan bahwa Oreochromis niloticus,

atau ikan Nila dari genus Oreochromis, memiliki morfologi khas yang mencakup

tubuh pipih, sisik besar, kepala kecil, dan mata menonjol. Ikan ini terkenal karena

toleransinya yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan, termasuk

salinitas, suhu, pH, dan kadar oksigen. Perbedaan morfologi antara air tawar dan

air payau dipengaruhi oleh tingkat salinitas, dengan ikan Nila di air tawar

cenderung memiliki penampilan yang lebih cerah. Asal-usul ikan ini adalah

Sungai Nil, dan kini telah menyebar ke lima benua dengan iklim tropis dan

subtropis, meskipun tidak dapat bertahan di daerah beriklim dingin. Ikan Nila juga

terkenal karena memiliki nilai konsumsi yang tinggi.


5
2.1.2 Habitat dan Persebaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut penelitian Mujalifah, et al. (2018), habitat ikan nila, atau Oreochromis

niloticus, mencakup berbagai ekosistem perairan tawar, termasuk sungai, danau,

waduk, dan rawa-rawa. Secara umum ditemukan di perairan tawar, ikan ini

memiliki toleransi terhadap salinitas, yang memungkinkannya hidup dan

berkembang di perairan payau dan laut. Rentang salinitas yang paling optimal

untuk pertumbuhannya adalah antara 0 hingga 30 ppt, dengan batas toleransi

yang mencapai 35 ppt. Kemampuan beradaptasi terhadap variasi salinitas

memungkinkan ikan nila untuk berkembang di lingkungan perairan yang

berbeda-beda.

Menurut penelitian Hamid, et al. (2022), penyebaran ikan nila, atau

Oreochromis niloticus, telah mengalami pertumbuhan yang signifikan di

Malaysia, terutama di Waduk Temengor, Perak. Praktik akuakultur air tawar,

khususnya dalam konteks budidaya ikan nila, telah berkembang menjadi industri

komersial dengan dukungan dari pemerintah, termasuk melalui proyek-proyek

seperti Zona Industri Akuakultur (AIZ). Pemilihan Waduk Temengor sebagai

lokasi budidaya didasarkan pada kualitas air yang sesuai. Ikan nila

dibudidayakan di kandang, adanya potensi risiko pelarian ikan nila ke lingkungan

alam dapat diamati dari keberadaannya di perairan alami danau. Persebaran

ikan nila juga mencakup berbagai benua di dunia, termasuk Asia dan Afrika.

Mengingat adaptasinya yang baik terhadap variasi lingkungan, ikan nila telah

menjadi spesies invasif di beberapa wilayah. Penyebaran ikan nila dimulai

beberapa dekade yang lalu melalui kegiatan budidaya dan pemeliharaan

semakin meluas, mendukung kebutuhan pangan dan industri perikanan di

berbagai daerah.
6
Sumber: Hamid, et al. (2022)

Gambar 2. Peta persebaran ikan nila

Ikan nila atau Oreochromis niloticus mendiami berbagai ekosistem air

tawar dan memiliki kemampuan toleransi terhadap variasi salinitas.

Penyebarannya telah mencapai tingkat yang signifikan di Malaysia, terutama di

Waduk Temengor, Perak, melalui praktek-praktek akuakultur yang mendapatkan

dukungan dari pemerintah. Ikan ini dapat dibudidayakan, terdapat risiko pelarian

ikan nila ke lingkungan alamiah. Ikan nila juga telah menjadi spesies invasif di

beberapa wilayah di dunia, termasuk Asia dan Afrika. Penyebarannya di

Indonesia dimulai beberapa dekade yang lalu melalui perkembangan budidaya

yang semakin meluas, memberikan kontribusi yang lebih besar dan signifikan

terhadap kebutuhan pangan dan industri perikanan di berbagai daerah.

7
2.1.3 Makanan dan Cara Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut penelitian Arfiati, et al. (2019), hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ikan nila merupakan jenis ikan omnivora yang

memiliki preferensi terhadap fitoplankton, sebagaimana terkonfirmasi

melalui analisis isi lambung. Data analisis menunjukkan bahwa mayoritas

konsumsi utama ikan nila berasal dari kelompok plankton. Berdasarkan

identifikasi plankton di dalam lambung ikan nila, ditemukan keberadaan

30 genus fitoplankton (Anabaena, Chlorella, Choroococcus,

Merismopedia, Oscillatoria, Spirulina, Ceratium, Closterium, Cosmarium,

Crucigenia, Geminella, Gonatozygon, Scenedesmus, Spirogyra,

Staurastrum, Cymbella, Dactyliosolen, Frustulia, Gyrosigma, Navicula,

Nitzschia, Pinnularia, Pleurosigma, Rhizosolenia, Rhopalodia,

Sticochoccus, Surirella elegans, Synedra, Tabellaria, Thalassionema), 2

genus zooplankton (Arcella dan Keratella), dan 1 filum Anellida.

Menurut penelitian Kurnia, et,al. (2017), studi ini menunjukkan

bahwa ikan nila termasuk dalam kategori ikan herbivora yang memiliki

kecenderungan menjadi omnivora. Secara alami, ikan nila mengonsumsi

tumbuhan air, lumut, dan fitoplankton sebagai pakan utama. Penelitian di

perairan Waduk Wadaslintang menunjukkan bahwa kebiasaan makan

ikan nila dapat diidentifikasi sebagai herbivora dengan fitoplankton

sebagai makanan utamanya, yang diukur melalui nilai Index of

Preponderance. Ikan nila yang terdapat di Kawasan Konservasi Perairan

(KJA) terlihat mengonsumsi pakan buatan berupa pellet tanpa spesifikasi

tertentu, mereka masih tetap memanfaatkan sumber pakan alami seperti

fitoplankton. Faktor lingkungan di tempat tinggalnya, terutama dalam


8
konteks KJA, dapat mempengaruhi variasi dalam ketersediaan sumber

makanan bagi ikan nila.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pola makan ikan nila,

dapat diambil kesimpulan bahwa ikan ini termasuk dalam kategori

omnivora yang lebih memfavoritkan fitoplankton sebagai sumber pangan

utamanya. Data analisis isi lambung menunjukkan bahwa mayoritas

konsumsi ikan nila terdiri dari plankton, dengan identifikasi 30 genus

fitoplankton, 2 genus zooplankton, dan 1 filum Anellida. Temuan ini

sejalan dengan penelitian lain yang mengonfirmasi kecenderungan

omnivora pada ikan nila, terutama dalam mengonsumsi fitoplankton,

tumbuhan air, dan lumut sebagai pakan alaminya. Terdeteksi adanya

penggunaan pakan buatan, seperti pellet, di dalam Kawasan Konservasi

Perairan (KJA), ikan nila tetap mengandalkan sumber pakan alami,

terutama fitoplankton. Variasi dalam sumber makanan ini mungkin

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di habitat ikan nila, menunjukkan

tingkat adaptabilitas yang baik terhadap perubahan kondisi habitatnya.

2.1.4 Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut penelitian Gunadi, et al. (2015), ikan nila dikarakteristikkan

sebagai spesies ikan yang memiliki kemampuan berkembang biak dengan

mudah, pertumbuhan yang cepat, dan relatif memiliki ketahanan terhadap

penyakit. Proses reproduksi ikan nila dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan

lingkungan. Faktor genetik melibatkan aspek-aspek seperti jenis, ukuran, dan

usia ikan, dengan usaha untuk mengurangi variasi melalui perlakuan seragam

pada ikan yang memiliki usia dan ukuran yang relatif serupa. Faktor lingkungan,

9
seperti kualitas pakan yang kaya protein dan keberadaan vitamin E, memainkan

peran penting dalam meningkatkan kinerja reproduksi ikan nila. Vitamin E,

sebagaimana diindikasikan dalam penelitian, memiliki potensi untuk

meningkatkan ketahanan sperma. Kepadatan ikan, terutama dalam konteks

kolam pemijahan, turut memengaruhi keberhasilan pemijahan alami, di mana

peningkatan kepadatan dapat mengurangi tingkat fekunditas dan keberhasilan

pemijahan karena adanya kompetisi dalam penggunaan ruang dan pakan.

Menurut penelitian Wicaksono, et al. (2016), proses reproduksi ikan nila

sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk kualitas induk dan kondisi

lingkungan. Keberhasilan penetasan telur dapat terhambat oleh variasi tingkat

kesuburan antarinduk. Kondisi fisik dari induk betina juga memiliki dampak

signifikan terhadap jumlah telur yang dapat menetas, yang berkorelasi langsung

dengan kualitas telur yang dihasilkan oleh induk betina. Disamping itu,

perbedaan strain ikan juga dapat memengaruhi waktu dan tingkat keberhasilan

penetasan telur karena performa reproduksi ikan dipengaruhi oleh faktor-faktor

genetik selain kondisi lingkungan.

Ikan nila memiliki sifat mudah berkembang biak, pertumbuhan cepat, dan

relatif tahan terhadap penyakit. Proses reproduksi dipengaruhi oleh faktor genetik

dan lingkungan, dengan kualitas induk dan kondisi lingkungan memainkan peran

kunci. Minimalkan variasi genetik pada ikan nila menjadi penting, sementara

kualitas pakan dan vitamin E juga berperan dalam meningkatkan performa

reproduksi. Kepadatan ikan dalam kolam pemijahan memengaruhi keberhasilan

pemijahan, dengan potensi pengurangan fekunditas dan keberhasilan akibat

kompetisi ruang dan pakan. Kesimpulan ini menekankan perlunya

10
mempertimbangkan aspek genetik dan lingkungan dalam manajemen reproduksi

ikan nila untuk mendukung keberlanjutan budidaya dan kesehatan populasi.

2.2 Enzim Pencernaan dan Mekanisme Kerja pada Ikan Nila


(Oreochromis niloticus)

Menurut penelitian Santos, et al. (2016), pertumbuhan ikan nila sangat

tergantung pada efisiensi pencernaan yang dipengaruhi oleh aktivitas enzim

pencernaan seperti amilase, lipase, dan protease. Fungsi krusial enzim-enzim ini

terletak dalam pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein dalam pakan menjadi

senyawa yang dapat diserap oleh tubuh ikan. Aktivitas enzim pencernaan ini

dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi lingkungan, usia ikan, dan

kebiasaan makannya. Kehadiran variasi enzim pencernaan pada ikan nila

menjadi penting untuk memastikan kemampuannya dalam mencerna berbagai

sumber makanan. Enzim-enzim seperti trypsin, chymotrypsin, aminopeptidase,

amilase, dan lipase menjadi faktor kunci dalam proses pencernaan ikan nila.

Menurut penelitian Nurfitasari, et al. (2020), kemampuan pencernaan ikan

nila dipengaruhi oleh keberadaan organ pencernaan yang lengkap, ketersediaan

enzim pencernaan, dan sejumlah faktor lain seperti umur, suhu air, ukuran ikan,

jenis pakan, sifat kimia air, frekuensi pemberian pakan, sifat fisika dan kimia

pakan, kandungan gizi, serta jenis dan jumlah enzim di saluran pencernaan.

Daya cerna ikan juga terkait dengan keberadaan lambung, di mana pada ikan

yang memiliki lambung, makanan diurai oleh enzim HCl dalam lambung untuk

mempermudah penyerapan nutrisi oleh usus dan distribusi sebagai sumber

energi melalui peredaran darah. Ikan tanpa lambung menggunakan intestinal

11
bulb atau usus depan yang membesar sebagai tempat awal penguraian

makanan.

Berdasarkan referensi tersebut, dapat disarikan bahwa pertumbuhan ikan

nila terhubung erat dengan efisiensi pencernaan melalui aktivitas enzim seperti

amilase, lipase, dan protease. Faktor-faktor seperti kondisi lingkungan, usia ikan,

dan pola makan berperan dalam memengaruhi aktivitas enzim pencernaan.

Keanekaragaman enzim memastikan kemampuan ikan nila untuk mencerna

berbagai sumber makanan, dengan trypsin, chymotrypsin, aminopeptidase,

amilase, dan lipase sebagai elemen kunci. Keberadaan lambung juga

memainkan peran dalam proses pencernaan, di mana ikan yang dilengkapi

lambung menggunakan enzim HCl, sedangkan ikan tanpa lambung

mengandalkan bulbus usus atau usus depan sebagai bagian awal proses

pencernaan.

2.3 Enzim Hormonal dan Mekanisme Kerja pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus)

Menurut penelitian Vinarukwong, et al. (2018), dalam usaha budidaya

ikan nila, penting untuk melibatkan pemeliharaan monoseksual terutama pada

ikan jantan, karena hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan, keseragaman

ukuran, dan kualitas daging. Metode umum yang digunakan adalah pemberian

hormon androgenik sintetis, seperti metiltestosteron (MT) dan

metildihidrotestosteron (MDHT), untuk menghindari terjadinya reproduksi yang

tidak diinginkan. Pemberian hormon ini dilakukan pada tahap awal

perkembangan benih ikan melalui pemberian makan dan perendaman. Metode

12
ini dianggap efektif, praktis, dan juga ekonomis dalam konteks budidaya ikan

nila.

Menurut penelitian Vinarukwong, et al. (2018), menyajikan bahwa ikan

nila atau Oreochromis niloticus memiliki enzim aromatase. Enzim ini dihasilkan

oleh gen aromatase dan memiliki peran krusial dalam diferensiasi jenis kelamin,

khususnya dalam mengubah androgen menjadi estradiol yang mendukung

diferensiasi ovarium. Pemberian androgen eksogen memiliki kemampuan untuk

memengaruhi ekspresi gen Doublesex and mab-3 related transcription factor 1

(DMRT1), yang berperan dalam diferensiasi testis. Hal ini dapat menyebabkan

terhentinya diferensiasi ovarium dan munculnya jenis kelamin jantan. Pemberian

androgen eksogen juga dapat menginduksi pembalikan jenis kelamin pada ikan

betina genotipik melalui reseptor androgen, terutama pada periode sensitif

perkembangan gonad yang terjadi sekitar 5-6 hari setelah penetasan.

Menurut pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pemanfaatan hormon androgenik sintetik seperti MT dan MDHT dalam budidaya

ikan nila memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan, mencapai

seragamitas ukuran, dan meningkatkan kualitas daging ikan nila. Penelitian ini

juga menyoroti peran enzim aromatase yang dihasilkan oleh gen aromatase

dalam proses diferensiasi seksual ikan nila. Pemberian androgen eksogen pada

ikan dapat mempengaruhi ekspresi gen DMRT1 yang terlibat dalam diferensiasi

testis, mengakibatkan terhentinya diferensiasi ovarium dan munculnya jenis

kelamin jantan.

13
2.4 Aktivitas Enzim pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut penelitian Arfiati, et al.. (2019), aktivitas enzim dalam lambung

ikan nila melibatkan tiga jenis enzim, yakni protease, amilase, dan lipase. Peran

protease terfokus pada pencernaan protein, amilase bertanggung jawab dalam

memecah karbohidrat, sementara lipase berkontribusi dalam proses pencernaan

lemak. Ketiga enzim ini bekerja sama untuk memfasilitasi proses pencernaan

makanan di dalam lambung ikan nila. Sebagai ikan omnivora, ikan nila

menunjukkan aktivitas enzim yang beragam untuk mencerna berbagai sumber

makanan, dengan kecenderungan khusus terhadap fitoplankton seperti

Spirogyra sp., yang mengandung protein, karbohidrat, dan lemak. Tingkat

aktivitas tinggi dari amilase dan lipase dapat dipengaruhi oleh jenis makanan

yang dikonsumsi oleh ikan nila, terutama fitoplankton tersebut.

Menurut penelitian Santos, et al. (2016), aktivitas enzim pencernaan pada

ikan nila dapat dipengaruhi oleh pengelolaan pakan yang mendorong adaptasi

fisiologis untuk mempertahankan atau mencapai tingkat status gizi yang sesuai.

Enzim pencernaan pada usus ikan nila mempunyai peranan penting dalam

mencerna berbagai sumber makanan yang beragam. Sebagai ikan oportunistik

dan omnivora, ikan nila memiliki enzim arsenel yang cukup beragam untuk

mencerna berbagai jenis makanan, antara lain alga bentik, fitoplankton, makrofit,

zooplankton, invertebrata kecil, detritus, dan cyanobacteria. Berbagai enzim ikan

nila, termasuk trypsin, chymotrypsin, aminopeptidase, amilase usus, dan lipase,

penting untuk mencerna berbagai sumber makanan. Ketersediaan pakan alami

pada sistem kolam terutama pada awal pemeliharaan dapat mempengaruhi

aktivitas enzim.

14
Berdasarkan informasi yang telah disajikan, dapat diambil kesimpulan

bahwa aktivitas enzim pencernaan, khususnya protease, amilase, dan lipase,

memiliki peran utama dalam proses pencernaan makanan pada ikan nila.

Kebiasaan ikan nila yang menyukai fitoplankton seperti Spirogyra sp.

berkontribusi besar terhadap tingkat aktivitas amilase dan lipase yang tinggi. Kita

juga harus memperhatikan manajemen pakan yang efektif dapat mendorong

adaptasi fisiologis pada ikan nila, membantu mempertahankan atau mencapai

tingkat status gizi yang optimal. Oleh sebab itu, ketersediaan pakan alami,

terutama pada fase awal pemeliharaan, memiliki dampak signifikan terhadap

aktivitas enzim dan status gizi ikan nila. Secara keseluruhan, pemahaman

tentang aktivitas enzim pencernaan dan manajemen pakan menjadi kunci

penting untuk mencapai kondisi optimal dalam hal pertumbuhan dan kesehatan

ikan nila dalam konteks budidaya perikanan.

2.5 Karbohidat pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut penelitian Putra (2015), metabolisme karbohidrat pada

ikan nila melibatkan proses penguraian glikogen menjadi glukosa melalui

mekanisme katabolisme. Glukosa yang dihasilkan digunakan untuk

memenuhi kebutuhan energi tubuh melalui proses respirasi. Proses ini

juga turut berkontribusi pada pembentukan senyawa-senyawa penting,

seperti protein, asam nukleat, lipida, dan polisakarida, melalui proses

anabolisme. Tingginya nilai penurunan kadar protein dan lemak

mengindikasikan bahwa ikan nila lebih cenderung memanfaatkan protein

dan lemak sebagai sumber energi utama, sesuai dengan kecenderungan

15
ikan mendapatkan energi secara lebih efisien dari nutrisi tersebut

daripada dari karbohidrat.

El-Shenawy, et al. (2020), menyatakan bahwa ikan nila memiliki

kemampuan untuk mengoptimalkan penggunaan baik karbohidrat

maupun lemak sebagai sumber energi pada tingkat yang setara, terutama

jika diberikan penambahan asam empedu ke dalam pakan. Temuan ini

mendukung ide bahwa pertumbuhan ikan nila dapat dioptimalkan dengan

pakan yang mengandung sekitar 30–40% protein, 12–15% lemak, dan

30–40% karbohidrat. Meskipun penurunan rasio karbohidrat terhadap

lemak dapat mengurangi asupan pakan, ikan nila masih mampu tumbuh

secara optimal dengan tingkat lemak hingga 16% dan karbohidrat minimal

29.5%. Peningkatan pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila yang

disertai dengan penambahan asam empedu menunjukkan potensi

peningkatan penyerapan karbohidrat.

Menurut tinjauan literatur sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

ikan nila memiliki kecenderungan untuk lebih mengandalkan protein dan

lemak sebagai sumber energi utamanya, daripada mengandalkan

karbohidrat. Kesempurnaan pertumbuhan ikan nila dapat dicapai melalui

pakan yang mengandung sekitar 30–40% protein, 12–15% lemak, dan

30–40% karbohidrat. Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa

penambahan asam empedu dalam pakan dapat meningkatkan

pertumbuhan dan efisiensi pakan bagi ikan nila, bahkan memiliki potensi

untuk meningkatkan penyerapan karbohidrat. Penurunan rasio

karbohidrat terhadap lemak dapat mengurangi asupan pakan, ikan nila

masih mampu tumbuh dengan baik meskipun dengan kadar lemak

mencapai 16% dan karbohidrat setidaknya 29.5%.


16
2.6 Lipid pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Penelitian yang dilakukan oleh Komariyah, et al. (2014),

mengungkapkan bahwa lipid pada ikan nila memiliki peran krusial dalam

mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Lipid tidak hanya

memberikan nilai kalori yang tinggi, dua kali lipat lebih besar

dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, tetapi juga memiliki fungsi

sebagai penyerap dan pengangkut vitamin A, D, E, dan K. Asam lemak

esensial yang terdapat dalam lipid menjadi bagian dari fosfolipid yang

memiliki peran vital dalam struktur biomembran sel, memperbaiki fluiditas

membran, serta menjaga fungsi metabolisme tetap normal. Lipid juga

berperan sebagai prekursor hormon steroid dan eikosanoid seperti

prostaglandin, yang memiliki dampak penting dalam regulasi proses

biologis di dalam tubuh ikan.

Penelitian terkait lipid juga dilakukan oleh El-Shenawy, et al.

(2020), temuan ini menunjukkan bahwa lipid pada ikan nila merupakan

substansi yang dapat disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Karbohidrat

dan lipid keduanya dapat menggantikan peran protein sebagai sumber

energi bagi ikan. Umumnya lipid dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

sebagian besar spesies ikan, tingginya kadar lipid dalam pakan dapat

mempengaruhi kinerja pertumbuhan dan mengakibatkan ikan dengan

kandungan lemak yang tinggi. Kekurangan lipid dalam pakan juga

berpotensi memengaruhi pertumbuhan dan respons kekebalan tubuh

pada ikan.

Berdasarkan dua penelitian sebelumnya yang mengkaji

kandungan lipid pada ikan nila, dapat diambil kesimpulan bahwa lipid
17
memegang peran krusial dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup

ikan. Lipid berperan sebagai penyedia energi dengan nilai kalori tinggi,

serta berfungsi sebagai agen penyerap dan pengantar vitamin A, D, E,

dan K. Asam lemak esensial yang terdapat dalam lipid mendukung

vitalitas biomembran sel, mempertahankan fluiditas membran, dan

berperan sebagai prekursor hormon seperti prostaglandin. Regulasi kadar

lipid dalam pakan ikan perlu mendapat perhatian, karena kelebihan atau

kekurangan dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan dan respons

sistem kekebalan tubuh ikan.

18
BAB III METODOLOGI

3.1 Alat Praktikum

Alat Fungsi
Akuarium =

Rak akuarium =

Styrofoam =

Thermometer =

Selang sifon =

Sikat =

Spon cuci =

Seser =

Ember =

Kabel rol =

pH meter =

Timbangan analitik =

Nampan =

Cuvet valcon =

Sectio set =

Rak cuvet valcon =

Pipet Volume =

Spatula =

Bola Hisap =

Sentrifuge =

Serbet =
Microtube =

Mortal dan alu =

Pipet tetes =

Ember =

Tabung reaksi =

Pipet volume =

Bola hisap =

Stopwatch =

Spektrofotometer UV Fis =

Beaker glass 250 ml =

Pipet tetes =

Washing bottle =

Penjepit tabung reaksi =

20
3.2 Bahan Praktikum

Bahan Fungsi
Air =

Biota akuakultur =

Sabun =

Kertas label =

Aquades =

Pakan ikan =

Usus sampel =

Lambung sampel =

Tisu =

Kapas steril =

Aluminium foil =

Kertas buram =

Supernatan lambung dan =

usus

Larutan kasein 0,5% =

Larutan buffer fosfat pH7 =

Larutan TCA =

Plastic wrap =

Alkohol 96% =

Eter =

Kloroform =

NaOH 10% =

Larutan Fehling A dan B =

21
3.2 Langkah Kerja
3.3.1 Langkah Kerja Preparasi Akuarium Dan Pemeliharaan

Menyiapkan akuarium dan membilasnya menggunakan sabun hingga

bersih, kemudian dikeringkan. Akuarium kemudian ditempatkan pada rak khusus

yang dilapisi alas sterofoam sebagai pelindung. Akuarium diisi dengan air untuk

media hidup bagi biota akuakultur, kemudian dipasang aerator sebagai sumber

oksigen. Objek yang diamati dalam akuarium adalah biota akuakultur atau hewan

sampel. Biota akuakultur diberi makan sampai kenyang atau disebut juga dengan

ad-libitum. Biota akuakultur dipuasakan dahulu untuk mengurangi kandungan

lemak pada organ yang akan diuji.

3.3.2 Langkah Kerja Perlakuan Ekstrak Kasar Enzim

Langkah-langkah membuat sampel pada perlakuan ekstrak kasar enzim

dimulai dengan membunuh ikan pada medulla oblongata. Penusukan pada

medulla oblongata bertujuan agar ikan langsung dalam kondisi mati sebelum

dilakukan pembedahan untuk diambil organ usus dan lambungnya. Pengambilan

organ usus dan lambung digunakan untuk sampel sebagai pengujian. Sampel

lambung dan usus yang didapat bisa dipisahkan pada kertas saring. Masing-

masing sampel lambung dan usus dihaluskan menggunakan alat mortar dan alu.

Sampel yang sudah halus bisa dilakukan penimbangan, masing-masing 1gr.

Sampel yang sudah ditimbang dapat ditambahkan aquades sebanyak 2 ml untuk

mengencerkan sampel, lalu dimasukkan ke dalam cuvet falcon. Masing-masing

sampel yang berada dalam cuvet falcon dapat dimasukkan ke dalam alat

sentrifugasi untuk disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm (rotation per

minute). Hasil yang didapat dari proses sentrifugasi yaitu residu dan supernatan,

22
lalu diambil supernatan pada cuvet falcon menggunakan pipet tetes. Sampel

yang didapat bisa dimasukkan ke dalam microtube dengan suhu yang dingin.

Masing-masing sampel tersebut siap digunakan pada pengujian enzim protease.

3.3.3 Langkah Kerja Pengujian Enzim Protease

Tahapan pengujian enzim protease dilakukaan, pertama adalah

memepersiaapkan alat dan bahan. Proses pengujian enzim protease

menggunakan hasil ekstraksi kasar enzim yaitu bagian supernatan, yang

dimasukan sebanyak 1 ml ke dalam tabung feaksi menggunakan pipet tetes.

Menghindari kontaminasi dari lingkungan luar, taabung reaksi ditutup dengan

kapas steril. Tambahkan kasein dengan konsentrasi 0.5% sebanyak 2 ml ke

dalam tabung reaksi. Kasein sendiri berfungsi sebagai subtrat dalam proses

pengujian enzim protease. Sampel kasein dan supernatant dalam tabung reaksi

ditambahkan 0.5 ml buffer fosfat pH 7 sebanyaak 11 tetes menggunakan pipet

tetes. Tahapan sepanjutnya adalah inkubasi sampel dalam suhu 37°C selama 10

menit menggunakan waterbath. Tahapan setelah inkubasi, ditambahkan 2.5 mL

larutan TCA 4% ke sampel lalu diinkubasi kembali dengan suhu dan durasi yang

sama. Usai inkubasi kedua, sampel dihomogenkan melalyi proses sentrifugasi

dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Niali absorbansi sampel diukur

menggunakan alat UV Fis menggunakan paanjang gelombang 578 nm. Hasil

dari alat UV Fis merupakan nilai yang dicatat sebagai nilai absorbansi enzim

protease.

23
3.3.4 Langkah Kerja Sentrifugasi

Tahap pengujian enzim protease memiliki penggunaan alat sentrifuge

yang bertujuan untuk memisahkan supernatan dengan residu. Penggunaan

sentrifuge terdapat beberapa langkah yang akan dilakukan. Langkah pertama

dimulai dengan kabel yang disambungkan ke sumber listrik atau disebut

stopkontak. Tombol "power" ditekan setelahnya agar alat dapat menyala.

Menekan tombol merah “lip” pada alat yang sudah menyala lalu angkat penutup

sentrifuge. Bagian dalam sentrifuge di cek terlebih dahulu sebelum ring sampel

dipasang. Sampel yang berada di dalam cuvet falcon dimasukkan ke dalam ring

sampel secara diagonal agar seimbang saat sentrifuge beroperasi. Tutup

sentrifuge kemudian mulai mengatur kecepatan dan waktu yang diinginkan.

Tekan tombol “start” dan sentrifuge akan berputar. Ditunggu sesuai waktu yang

ditetapkan dan proses sentrifugasi selesai apabila alat tersebut berbunyi "klik”.

Penutup sentrifuge dibuka lalu cuvet falcon sampel diambil. Ring sampel

dikeluarkan dan tekan kembali tombol "power". Langkah terakhir yaitu kabel

dicabut dari sumber listrik dan hasil sentrifugasi telah didapat.

3.3.5 Langkah Kerja Ikubasi

Pengujian enzim protease memiliki penggunaan alat inkubasi dengan

waterbath yang bertujuan menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi

aktivitas enzim. Inkubator digunakan untuk menjaga suhu yang konstan dan

stabil, serta memberikan kondisi pH yang sesuai agar enzim dapat bekerja

dengan efisien. Penggunaan inkubasi terdapat beberapa langkah yang akan

dilakukan. Langkah pertama dimulai dengan kabel yang disambungkan ke

sumber listrik atau disebut stop kontak. Bagian dalam alat inkubasi di cek terlebih

24
dahulu sebelum ring sampel dimasukkan. Atur dan set suhu pada knop putar

pada display, arah kanan untuk menaikkan suhu sedangkan arah kiri untuk

menurunkan suhu. Terdapapat tiga lampu panel besar yaitu: warna hijau ”power”

menandakan bahwa mesin hidup, warna merah ”alarm” menandakan bahwa

mesin mengalami overheat, warna oranye ”heat” menandakan alat masih

memanaskan. Masukkan sampel yang akan diinkubasi ke dalam alat inkubasi

kemudian tutup pintu alat inkubasi. Atur dan set timer pada display untuk

menyetel berapa lama waktu inkubasi yang diinginkan. Setelah selesai ambil

sampel dari inkubator kemudian tutup pintu inkubtor. Putar suhu ke 0°C untuk

menjaga alat dan tekan tombol ”off” untuk mematikan mesin inkubator. Langkah

terakhir cabut kabel dari sumber listrik dan hasil inkubasi bisa didapatkan.

3.3.6 Langkah Kerja Perhitungan Aktivitas Proteolitik Enzim

Berikut adalah langkah-langkah untuk menghitung aktivitas enzim.

Pertama, tentukan nilai absorbansi BM tirosin dan konsentrasi tirosin yang akan

digunakan dalam perhitungan. Selanjutnya, siapkan volume total reaksi dan

volume sampel enzim yang akan digunakan. Tentukan juga waktu inkubasi dan

faktor pengenceran yang sesuai dengan kondisi percobaan. Setelah itu, hitung

perubahan absorbansi (ΔA) dengan cara mengurangi nilai absorbansi awal

dengan nilai absorbansi akhir. Masukkan semua nilai yang telah ditentukan ke

dalam rumus:

𝑻𝒊𝒓𝒐𝒔𝒊𝒏 𝑽
𝑨𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑬𝒏𝒛𝒊𝒎 = × × 𝑭𝑷
𝑩𝑴 𝑻𝒊𝒓𝒐𝒔𝒊𝒏 𝒑 . 𝒒
Hitunglah hasil dari rumus tersebut untuk mendapatkan aktivitas enzim yang

diinginkan. Memastikan agar nilai pengukuran sesuai dan memperhatikan faktor-

25
faktor penting seperti durasi inkubasi serta faktor pengenceran agar hasil dari

perhitungan yang dilakukan akurat.

3.3.7 Langkah Kerja Uji Karbohidrat

Langkah kerja dalam melakukan uji karbohidrat yang pertama adalah

menyiapkan alat dan bahan. Alat dan bahan yang dibutuhkan seperti sampel

yang akan diuji karbohidratnya, larutan Fehling A dan B, tabung reaksi dan

larutan NaOH 10%. Langkah berikutnya yaitu sampel diambil sebanyak 2 mL dan

dimasukkan kedalam tabung reaksi yang sudah diletakkan di rak tabung reaksi.

Sebanyak 2mL larutan Fehling A dan B ditambahkan kedalam tabung reaksi.

Larutan NaOH kemudian ditambahkan kedalam tabung reaksi sebanyak 4 tetes.

Tabung reaksi tersebut kemudian dijepit dan dipanaskan diatas bunsen hingga

mendidih. Terakhir yaitu mengamati perubahan warna jika reaksi positif maka

pada tes Fehling akan ditemukan adanya endapan merah bata.

3.3.8 Langkah Kerja Uji Lipid

Uji lipid digunakan untuk mengetahui sifat lipid, yaitu molekul non-polar

yang hanya dapat larut dalam pelarut non-polar. Lipid yang dilarutkan dalam

pelarut polar lipid tidak akan homogen dalam larutan tersebut. Langkah kerja

pengujian kelarutan lipid sendiri yang pertama tentu persiapan alat dan bahan.

Langkah berikutnya yaitu masukkan 2mL sampel yang akan diuji kedalam tabung

reaksi. Sampel yang telah dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian di

larutkan dengan Kloroform sebanyak 1mL. Tahap berikutnya yaitu penambahan

larutan pelarut kemudian homogenkan, setelah dihomogenkan ialah mengamati

perubahan yang terjadi.

26
BAB IV ANALISIS HASIL

4.1 Aktivitas Enzim pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


4.2 Perbandingan Aktivitas Enzim pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus)

28
4.3 Uji Karbohidrat pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

29
4.4 Uji Lipid pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

30
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

31
5.2 Faktor Koreksi

32
5.3 Saran

33
DAFTAR PUSTAKA

Abd Hamid, M., Sahb, A. S. R. M., Nor, S. A. M., & Mansor, M. (2022).
The Distribution of Invasive Tilapia Throughout A Tropical Man-Made Lake With
Special Reference to Temengor Reservoir, Malaysia. Indonesian Journal of
Limnology, 3(1), 47-57.
Arfiati, D., Puspitasari, A. W., Renitasari, D. P., & Widiastuti, I. M. (2019).
status tropik dan isi lambung ikan nila (oreochromis niloticus) dari waduk
wonorejo, Tulungagung, Jawa Timur. JFMR (Journal of Fisheries and Marine
Research), 3(2), 166-171.
Azhar, M. (2016). Biomolekul sel: karbohidrat, protein, dan enzim.
El-Shenawy, A. M., Abeer, E. K. M., Alsokary, E. T., & Gad, D. M. (2020).
Impact of carbohydrate to lipid ratio and bile salts supplementation on
performance, body gain and body composition of Nile tilapia fish. International
Journal Fisheries and Aquatic Studi, 8(3), 88-97.
Gunadi, B., Setyawan, P., & Robiasalmi, A. (2015). Produktivitas Larva
pada Pemijahan Alami Beberapa Strain Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan
Persilangannya dengan Ikan Nila Biru (Oreochromis aureus). In Prosiding
Seminar Nasional Ikan ke (Vol. 8, pp. 49-54).
Komariyah, S., Suprayudi, M. A., & Jusadi, D. (2014). Studi awal
pemanfaatan minyak biji karet Hevea brasiliensis untuk pakan ikan nila
Preliminary study of rubber seed Hevea brasiliensis oil utilization for tilapia diet.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 13(1), 61-67.
Kurnia, R., Widyorini, N., & Solichin, A. (2018). Analisis Kompetisi
Makanan Antara Ikan Tawes (Barbonymus gonionotus), Ikan Mujair
(Oreochromis mossambicus) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Perairan
Waduk Wadaslintang Kabupaten Wonosobo (Analysis of Food Competition
Between Java Barb (Barbonymus gonionotus), Java Tilapia (Oreochromis
mossambicus) and Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) in Wadaslintang
Reservoir, Wonosobo Regency). Management of Aquatic Resources Journal
(MAQUARES), 6(4), 515-524.
Mujalifah, M. SantosoH. dan laili saimul, 2018. Kajian Morfologi Ikan Nila
(Oreochromis nilocitus) Dalam Habita Air Tawar dan Air Payau.
Nurfitasari, I., Palupi, I. F., Sari, C. O., Munawaroh, S., Yuniarti, N. N., &
Ujilestari, T. (2020). Respon daya cerna ikan nila terhadap berbagai jenis pakan.
Nectar: Jurnal Pendidikan Biologi, 1(2), 21-28.
Pandit, I. (2012). Buku_BIOKIMIA HASIL PERAIRAN.
Putra, A. N. (2015). Laju metabolisme pada ikan nila berdasarkan
pengukuran tingkat konsumsi oksigen. Jurnal Perikanan dan kelautan, 5(1), 13-
18.
Santos, J. F., Soares, K. L. S., Assis, C. R. D., Guerra, C. A. M., Lemos,
D., Carvalho, L. B., & Bezerra, R. S. (2016). Digestive enzyme activity in the
intestine of Nile tilapia (Oreochromis niloticus L.) under pond and cage farming
systems. Fish physiology and biochemistry, 42, 1259-1274.
Saragih, R. S., & Sinaga, K. (2019). Prospek Pengembangan
Kewirausahaan Olahan Ikan Nila Kawasan Danau Toba Di Desa Sirukkungon
Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir. Jurnal Ekonomi dan Bisnis (EK
dan BI), 2(2), 221-230.
Siregar, F. A., & Makmur, T. (2020). Metabolisme lipid dalam tubuh.
Jurnal Inovasi Kesehatan Masyarakat, 1(2), 60-66.
Vinarukwong, N., Lukkana, M., & Wongtavatchai, J. (2018). Decreasing
duration of androgenic hormone feeding supplement for production of male
monosex in tilapia (Oreochromis spp.) fry. The Thai Journal of Veterinary
Medicine, 48(3), 375-383.
Vinarukwong, N., Lukkana, M., Ruangwises, S., & Wongtavatchai, J.
(2018). Residual levels of 17α-methyldihydrotestosterone in Nile tilapia
(Oreochromis niloticus) fry following feeding supplementation. Cogent Food &
Agriculture, 4(1), 1526436.
Wicaksono, K. A., Susilowati, T., & Nugroho, R. A. (2016). Analisis
karakter reproduksi ikan nila pandu (F6)(Oreochromis niloticus) dengan strain
ikan nila merah lokal kedung ombo dengan menggunakan sistem resiprokal.
Journal of Aquaculture Management and Technology, 5(1), 8-16.

35
LAMPIRAN

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai