Anda di halaman 1dari 1

NAMA : SUKMAWATI ELY

NIM : 1910104137
KELAS : D5

Beberapa orang mungkin menganggap depresi klinis sebagai suatu penyakit mental yang
membuat korbannya lebih inferior dari mereka. Tapi bagi saya, pengalaman depresi klinis adalah
suatu titik balik proses diri. Saya selalu menggambarkan diri sebagai orang yang kuat, mandiri
dan sebagainya. Satu tindakan yang selalu luput dari penggambaran diri adalah saya lupa
menyayangi diri sendiri. Selama beberapa tahun saya selalu membangun citra eksternal tentang
saya yang dominan, pemimpin dan independen. Sementara saya membiarkan citra internal saya
kesepian, membanding-bandingkan diri dengan apapun, tidak pernah puas dengan hasil sendiri.

Awal saya menyadari bahwa ada yang salah dengan diri saya saat Juli 2017. Saya tidak bisa
meminta bantuan siapa pun. Teman? Mereka yang membuat saya tertekan sampai mati.
Keluarga? Saya gengsi. Saya melakukan semua hal yang saya mampu agar tidak melakukan hal
yang negatif. Berlibur pun menjadi pilihan. Saya melakukan itu sebagai pengalihan energi
negatif tetapi, yang saya dapatkan jauh dari itu. Saya seperti mendapatkan pencerahan,

Berat, karena saya dihadapkan dengan ketergesa-gesaan dalam kelulusan, mencari pekerjaan,
ditambah dengan paparan self-popularized di media sosial. Asing, karena teman-teman saya
seolah-olah menjadi jaksa dan hakim dalam kehidupan. Saat itulah saya menemukan artikel
tentang depresi di media sosial. Meskipun banyak gejala yang sesuai dengan yang saya alami,
saya menolak ‘tidak mungkin saya depresi’. Tapi tindakan saya membuktikan sebaliknya. Saya
malah kesulitan tidur. Saya menemukan diri saya dalam zona kosong pada jam 4 pagi, kemudian
bangun jam 1 siang. Gangguan tambahannya adalah menurunnya rasa percaya diri. Pada
akhirnya, saya mencoba peruntungan dengan bertanya lagi pada satu orang teman yang bisa saya
percaya. Saya ceritakan semua apa yang saya alami. Saya mulai menyadari bahwa saya
mengalami apa yang selama ini saya tolak: depresi. Saya mulai mencari tahu tentang apa itu
depresi klinis. Saya berdiskusi bersama teman, membaca artikel, menonton video YouTube,
apapun saya lakukan agar saya bisa menghadapinya.

Saat mempelajari depresi klinis inilah saya menyadari bahwa depresi terjadi bukan karena
kejadian instan, tetapi dari kejadian masa lalu yang ‘menumpuk’. Saya sudah merasa tertekan.
Saya, bahkan sampai sekarang, belum tahu bagaimana cara menyelesaikan masa lalu tersebut.
Tapi saya tidak menyerah begitu saja tanpa perjuangan. Walaupun semua kejadian terjadi
begitu cepat dan membuat saya tidak stabil, saya tetap meneruskan perjuangan saya dalam
menyembuhkan depresi. Salah satu hal yang membantu dalam proses penyembuhan adalah
keluarga. Pengalaman depresi bagi saya bukanlah suatu kekurangan atau hal memalukan. Bagi
saya, itu adalah suatu kelebihan karena saya mampu melewatinya. Memang beberapa pihak
masih beropini negatif mengenai kondisi depresi klinis. Tapi tidak semua orang mampu
menghadapi depresi dan mau bangkit dari depresi. Bagi saya itu adalah kelebihan. Pengalaman
depresi membuat saya mampu mengenali dan menyayangi diri sendiri. Saya lebih mampu
menghargai sesama dan mampu mengerti penyakit mental lainnya. Bagi saya, pengalaman
depresi adalah suatu titik balik. Dan saya akan tetap terus berjuang.

Anda mungkin juga menyukai