Anda di halaman 1dari 42

Impetigo Bulosa

Blok DMS

Tutor: dr. Fajri


Tutorial C3

Ganang Aji H ( 0910211145 )

Andriani Kemala S ( 1010211015 )

Crisda Yan E ( 1010211030 )

Twinda Rarasati P ( 1010211042 )

Riska Kurniawati ( 1010211051 )

Anna Andany L ( 1010211056 )

Kiki Sri R. A ( 1010211083 )

Shinta Purbo P ( 1010211104 )

Dessy Krissyena ( 1010211112 )

Syafira Putri S ( 1010211119 )

Sandy Ramdoneswara ( 1010211167 )

Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta


Tahun Ajaran 2010/2011
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, tiada Tuhan selain Allah SWT dan
tiada sekutu bagi-Nya. Begitu banyak dan berlimpah nikmat yang telah Ia berikan
terutama nikmat Iman, Islam, dan Ihsan. Salawat dan serta salam selalu tercurahkan
kepada junjungan kita, suri tauladan kita Rasulullah SAW, beserta keluarganya,
sahabatnya, dan pengikutnya.

Dalam rangka memenuhi tugas tutorial, kami menyusun makalah ini


membahas tentang impetigo bulosa. Dalam penulisan makalah ini penyusun merasa
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi tim penyusun sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Amin
Lembar pengesahan makalah

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan


bahwa makalah ini sudah sesuai dengan proses yang
terjadi selama tutorial

Jakarta, 2 November 2011

Tutor kelompok C-3

(dr. Fajri)
KASUS
Dermato System

Kasus- An. Clara

Page 1

Seorang anak Clara berusia 2 tahun diantar oleh ibunya datang ke Rumah
Sakit dengan keluhan gelembung berisi cairan pada jari-jari tangan kanan sejak 3
hari yang lalu.

Awalnya kemerahan dan bentol kemudian gelembung berair/melepuh, ukuran


pertama muncul sebesar biji jagung dan berwarna jernih dan dikeluhkan gatal
namun lama kelamaan membesar hingga berukuran 2x2 cm dan berisi cairan seperti
nanah.

Keluhan nyeri dirasakan namun tidak hebat, tetapi demam dan lemah.

Page 2

Saat mulai timbulnya gelembung ini baru membaik dari radang tenggorokan
sejak 1 minggu yang lalu. Sering bermain mandi hujan dan ditempat becek. Orang
tua pasien memberikan bedak herocyn.

Tidak riwayat sakit ini sebelumnya, kakak pasien mempunyai riwayat gejala
yang sama, riwayat dermatitis atopi disangkal.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: CM

TD: Tidak dilakukan N: 84x/menit S: 38˚C RR: 20x/menit

Status Generalis :

Kepala : Normocephali

Mata : Anemia -/- Ikterus -/-


THT : dbn

Thoraks : cor-pulmo: dbn

Abdomen : distensi (-) BU (+) normal; hepar-lien tidak teraba

Ekstremitas : hangat (+); edema (-)

Status dermatologis :

Lokasi:

Falang proksimal superior jari II dekstra dan falang distal superior jari IV dekstra:

Tampak bula soliter berukuran 2x2 cm berdinding tipis, kendor berisi cairan tampak
purulen diatas kulit eritema

Kuku, fungsi kelenjar keringat, kelenjar limfe: dbn

Page 3

Pemeriksaan Laboratorium

Darah lengkap

Hb : 15 g/dl

Ht : 37 %

Trombosit : 150.000/ul

Leukosit : 17.550/ul

Diff count / hitung jenis leukosit :

Basofil :0 (0-0,75(%)

Eosinofil :3 (1-3(%)

Batang :4 (3-5(%)

Segmen : 59 (54-62(%)
Limfosit : 28 (25-33(%)

Monosit :6 (3-7(%)

Page 4

Pemeriksaan penunjang

Sekret bula pewarnaan Gram: Staphylococcus aureus : (+)

EPILOGUE

Spesialis kulit-kelamin mengatakan bahwa An. Clara menderita impetigo


bulosa infantil. Pasien disarankan untuk memperbaiki hygiene dengan membiasakan
membersihkan tubuh dengan sabun, memotong kuku dan senantiasa mengganti
pakaian. Perawatan luka, tidak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan
pribadi (handuk, pakaian)

Medikamentosa:

Antibiotik topikal, antipiretik jika perlu. Setelah terapi, kondisi penyakitnya


membaik.
LEARNING PROGRESS

Problem
An. Clara, 2 tahun, perempuan
KU : gelembung berisi cairan pada jari-jari tangan kanan sejak 3 hari yang
lalu
KT : - kemerahan dan bentol → gelembung berair/melepuh, sebesar biji
jagung dan berwarna jernih dan gatal → membesar hingga 2x2, berisi
cairan seperti nanah.
- Keluhan: nyeri tidak hebat, demam dan lemah.
RPS : muncul gelembung ketika baru membaik dari radang tenggorokan ( 1
minggu lalu)
RPerilaku : sering main hujan dan becek
RPO : Beri bedak herocyn
RPD : - Tidak ada riwayat penyakit
- Kakak pasien riwayat (+)
- Tidak ada riwata DKA
Px. Fisik : - status generalis : dbn
- status dermatologikus : falang proximal superior jari II dex. Falang
distal superior jari IV dex.:
Bula soliter ukuran 2x2 berdinding tipis,
kendor, berisi cairan tampak purulen diatas
kulit eritema.
Kuku, adnexa, KGB: dbn

Px.Penunjang : - Sekret bula pewarnaan Gram: Staphylococcus aureus : (+)

Hipotesis : 1. Herpes zoster


2. Varisella
3. Impetigo Bulosa
4. Erisipelas
5. Pyoderma (Folikulitis)
More Info
1. Anamnesa
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat pengobatan
- Riwayat penyakit keluarga

2. Pemeriksaan Fisik
- Status generalis
- Status dermatologis

3. Pemeriksaan Penunjang
- Pewarnaan Gram

IDK
1. Taksonomi Staphylococcus aureus
2. Daftar bakteri Gram (+) (-)
3. Pyoderma
a. Impetigo
b. Folikulitis
c. Furunkel
d. Ektima
e. Pionika
f. Erisipelas
g. Selulitis
h. Flegmon
i. Ulkus piogenik
j. Abses multiple kelenjar keringat
k. Hidraadenitis
l. SSSS
4. Farmakologi
a. Antibiotik
b. Antipiretik
5. Interpretasi
Learning Issue
1. Definisi
2. Etiologi
3. Epidemiologi
4. Gejala Klinis
5. Patogenesis
6. DD
7. Pengobatan
8. Prognosis
PEMBAHASAN

STAPHYLOCOCCUS AUREUS

1. Taksonomi

Kingdom: Procaryotae

Divisio: Cyanobacteria

Divisio II: Bacteria

Ordo: Eubacteriales

Famili: Micrococcaceae

Genus: Staphylococcus

Spesies: S. aureus

2. Morfologi & Identifikasi

Kuman ini berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak teratur
mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman antara 0,8-1,0 mikron.
Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan pada sediaan yang
dibuat dari perbenihan padat, sedangkan dari perbenihan kaldu biasanya ditemukan
tersendiri atau tersusun seperti rantai pendek. Kuman ini tidak bergerak, tidak
berspora dan positif Gram.

3. Pertumbuhan & Perbenihan

Jenis-jenis stafilokokus tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 37 OC.
Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 15 OC dan 40OC, sedangkan
pertumbuhan optimum ialah 35OC. Pertumbuhan terbaik ialah pada suasana aerobik.
pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4. Pada lempeng agar, koloninya berbentuk
bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak.
Warna khas ialah kuning keemasan.

4. Daya Tahan Kuman


Di antara semua kuman yang tidak membentuk spora, maka Staphlococcus
aureus termasuk jenis kuman yang paling kuat daya tahannya. Dalam keadaan
kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah dapat tetap hidup selama 6-14
minggu.

5. Struktur Antigen

Kuman stafilokokus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigen.


Polisakarida yang ditemukan pada jenis yang virulen disebut polisakarida A, dan
yang ditemukan pada jenis yang tidak patogen disebut polisakarida B. Polisakarida
A merupakan komponen dinding sel yang dapat dipindahkan dengan memakai asam
trikhlorasetat. Antigen ini merupakan suatu kompleks peptidoglikan asam teikhoat
dan dapat menghambat fagositosis.

Antigen protein A terletak di luar antigen polisakarida, kedua-duanya bersama-


sama membentuk dinding sel kuman.

6. Metabolit Kuman
 Non Toksin
- Antigen permukaan: mencegah serangan oleh faga, mencegah rekasi
koagulasa dan mencegah fagositosis.
- Koagulasa: menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat karena faktor
koagulasa-reaktif di dalam serum. Faktor ini bereaksi dengan koagulasa dan
menghasilkan esterase yang dapat membangkitkan aktivitas penggumpalan,
sehingga terjadi deposit pada permukaan sel kuman yang dapat
menghambat fagositosis.
- Hialuronidasa: penyebaran kuman dipermudah dengan adanya enzim ini.
- Fibrinolisin: melisiskan bekuan darah dalam pembuluh darah yang
meradang.
- Gelatinasa dan proteasa: gelatinasa adalah suatu enzim yang dapat
mencairkan gelatin. Proteasa dapat melunakan serum yang telah
diinspisasikan (diuapkan airnya) dan menyebabkan nekrosis jaringan
termasuk jaringan tulang.
- Lipasa dan tributirinasa: tributirinasa merupakan suatu lipase like enzym
yang menyebabkan fatty droplets dalam suatu perbenihan kaldu yang
mengandung glukosa dan kuning telur.
- Fosfatase, lisosim, dan penilinasa
- Katalasa
 Eksotoksin
- Alfa hemolisin bersifat:
a. Melisiskan sel darah merah kelinci, kambing, domba dan sapi
b. Tidak melisiskan sel darah merah manusia
c. Menyebabkan nekrotik pada kulit manusia
d. Dalam dosis yang cukup besar dapat membunuh manusia dan hewan
e. Menghancurkan sel darah putih kelinci
f. Tidak menghancurkan sel darah putih manusia
g. Menghancurkan trombosit kelinci
h. Bersifat sitotoksik terhadap biakan jaringan mamalia

Semua sifat tersebut di atas dapat dinetralkan oleh IgG, tetapi tidak oleh IgA
atau IgM. Semua efek tersebut di atas terjadi karena pelepasan anion
dengan fosfolipid yang terdapat dalam membran sel kuman.

- Beta hemolisin: dapat menyebabkan terjadinya hot-cold lysis pada sel darah
merah domba dan sapi.
- Delta hemolisin: dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci.
- Leukosidin: dapat merusak sel darah putih beberapa macam binatang dan
ada tiga tipe yang berbeda:
a. Alfa hemolisin
b. Yang identik dengan delta hemolisin, bersifat termostabil dan
menyebabkan perubahan morfologik sel darah putih dari semua tipe
kecuali dari domba.
c. Yang terdapat pada 40-50% jenis stafilokokus dan hanya merusak sel
darah putih manusia dan kelinci tanpa aktivitas hemolitik.
- Sitotoksin: mempengaruhi arah gerak sel darah putih dan bersifat
termostabil.
- Toksin eksfoliatif: dihasilkan oleh Stafilokokus grup II dan merupakan suatu
protein ekstraseluler yang tahan panas tetapi tidak tahan asam. Toksin ini
dianggap sebagai penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
(SSSS), yang antara lain meliputi dermatitis eksfoliativa pada neonatus
(Ritter’s disease), impetigo bulosa, Staphylococcal scarlatiniform rash dan
toksin epidermal nekrolisis pada orang dewasa.
 Bakteriosin

Dihasilkan oleh stafilokokus grup II dan merupakan suatu protein ekstraseluler


yang dapat membunuh kuman positif Gram, dengan cara mengahambat
sintesis protein dan DNA tanpa meyebabkan lisis sel kuman.

 Enterotoksin

Toksin ini terdiri dari protein dan bersifat:

- Nonhemolitik
- Nondermonekrotik
- Nonparalitik
- Termostabil, dalam air mendidih tahan selama 30 menit
- Tahan terhadap pepsin dan tripsin

Staphlococcus aureus yang membentuk enterotoksin adalah koagulasa positif,


tetapi tidak semua jenis koagulasa positif dapat membentuk enterotoksin.

7. Patogenesis dan infeksi stafilokokus

Staphylococcus aureus merupakan sebagian dari flora normal pada kulit manusia,
saluaran pernapasan dan saluran pencernaan. Patogenitasnya merupakan efek
gabungan dari berbagai macam metabolit yang dihasilkannya. Kuman yang patogen
bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk koagulasa, mencairkan gelatin,
membentuk pigmen kuning emas dan meragi manitol. Yang tidak patogen tidak
bersifat invasif, nonhemolitik, berwarna putih, tidak membentuk koagulasa dan tidak
meragi manitol.

8. Patologi
Furunkel atau abses setempat lainnya merupakan suatu contoh lesi oleh
stafilokokus. Kuman berkembang biak dalam folikel rambut dan menyebabkan
terjadinya nekrosis jaringan setempat. Kemudian terjadi koagulasi fibrin di sekitar
lesi dan pembuluh darah, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses
nekrosis. Selanjutnya disusul dengan serbukan sel radang, di pusat lesi akan terjadi
pencairan jaringan nekrotik, cairan abses ini akan mencari jalan keluar di tempat
yang paling kurang tahanannya. Pengeluaran cairan abses diikuti dengan
pembentukan jaringan granulasi.

9. Gambaran Klinik

Klinis ditemukan tanda-tanda peradangan setempat yang menyembuh setelah pus


dikeluarkan.

PIODERMA

Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,


Streptococcus atau oleh kedua dua nya.

Penyebab utama nya adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B


hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermis merupakan penghuni normal di
kulit dan jarang menyebabkan infeksi.

Faktor predisposisi

1. Hygiene yang kurang


2. Menurunnya daya tahan tubuh
3. Telah ada penyakit lain di kulit

Klasifikasi

1. Pioderma primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Penyebabnya biasanya satu macam
mikroorganisme.
2. Pioderma sekunder
Pada kulit yang telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinis nya tak
khas dan mengikuti peyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai
pioderma sekunder disebut impetigenisata. Tanda impetigenisata adalah
terdapat pus, pustule, bula purule, krusta berwarna kuning kehijauan,
pembesaran KGB regional, leukositosis dan dapat pula disertai dengan
demam.

Pengobatan Umum

Sistemik

1. Penisilin G prokain dan semisintetiknya


2. Linkomisin dan klindamisin
3. Eritromisin
4. Sefalosporin

Topikal

Bermacam obat topikal dapat digunakan untuk pengobatan pioderma. Obat


topikal antimicrobial hendaknya tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi
resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin dan mupirosin.

Impetigo

Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis)

Klasifikasi : Impetigo Krustosa dan Impetigo Bulosa.

I. IMPETIGO BULOSA
a. Definisi

Suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa lepuh-lepuh berisi cairan
kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak hipopion.

b. Etiologi dan Epidemiologi


 Penyebab

Terutama disebabkan oleh Staphlococcus aureus.

 Umur
Anak-anak dan dewasa.

 Jenis kelamin

Frekuensi sama pada pria dan wanita.

c. Faktor predisposisi
 Daerah

Lebih banyak pada daerah tropis dengan udara panas.

 Iklim

Iklim panas dengan banyak debu.

 Higiene

Higiene kurang.

 Gizi

Lebih sering dan lebih berat pada keadaan kurang gizi dan anemia.

 Lingkungan

Yang kotor dan berdebu akan lebih sering dan lebih hebat.

d. Gejala klinis

Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada,


punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Lepuh timbul mendadak pada
kulit sehat, bervariasi mulai miliar hingga lentikular dapat bertahan 2-3 hari.
Berdinding tebal dan tipis. Kulit sekitarnya tak menunjukkan peradangan kadang-
kadang tampak hipopion. Jika pecah menimbulkan krusta yang coklat datar dan
tipis.

e. Gambaran histopatologi

Pada epidermis tampak vesikel subkornea berisi sel-sel radang yaitu leukosit.
Pada dermis tampak serbukan sel-sel radang ringan dan pelebaran ujung-ujung
pembuluh darah.
f. Pemeriksaan pembantu

Preparat mikroskop langsung dari cairan bula untuk mencari Staphlococcus.

g. Diagnosis banding
 Pemfigus: biasanya bula berdinding tebal, dikelilingi oleh daerah eritematosa
dan keadaan umum buruk.
 Impetigenisasi: menunjukkan pula gejala-gejala penyakit primer dengan gejala
konstitusi berupa demam dan malaise.
 Tinea sirsinata: jika lepuh pecah, bagian tepi masih menunjukkan adanya lepuh
tetapi bagian tengah menyembuh.
h. Penatalaksanaan

Menjaga kebersihan dan menghilangkan faktor-faktor predisposisi. Jika bula


besar dan banyak, sebaiknya dipecahkan, selanjutnya dibersihkan dengan
antiseptik (betadine) dan diberi salep antibiotik (kloramfenikol 2% atau eritromisin
3%). Jika ada gejala konstitusi berupa demam, sebaiknya diberi antibiotik
sistemik, misalnya penisilin 30-50 mg/kg berat badan atau antibiotik lain yang
sensitif.

i. Prognosis

Umumnya baik.

j. Patogenesis

Kuman masuk melalui hidung/mulut(mukosa)

Staphylococcus aureus menempel di epitel faring

Proliferasi

Koloni meningkat

S. aureus menyebar ke kulit melalui

KGB Darah

Sampai di kulit

Menimbulkan gejala klinis


II. Impetigo Krustosa

a. Sinonim

Impetigo Vulgaris, Impetigo Kontagiosa, Impetigo Tillbury Fox.

b. Etiologi

Biasanya Streptococcus B hemolyticus.

c. Faktor Predisposisi

Suhu yang panas, Lembab, Higienitas yang kurang baik.

d. Gejala Klinis

Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak-anak. Tempat


predileksi di muka, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap
sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel
yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat
ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak
erosi dibawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian
tengah.

e. Patogenesis

Penyakit yang terjadi karena invasi Streptococcus beta hemolyticus


grup A diantaranya Erisipelas, Sepsis Puerpuralis. Sedangkan Penyakit yang
terjadi karena infeksi local Streptococcus beta hemolyticus grup A
diantaranya radang tenggorokan. Pada Impetigo, lokalisasi infeksi sangat
superficial dengan pembentukan vesicopustulae di bawah stratum korneum,
terutama pada anak kecil. Penyebaran terjadi percontinuitatum. Bagian kulit
yang megelupas diliputi oleh crusta berwarna kuning madu.

f. Diagnosis Banding

Ektima, adalah ulkus superfisial dengan krusta diatasnya yang disebabkan


oleh infeksi Streptococcus beta hemolyticus.
g. Terapi

Jika krusta sedikit maka dilepaskan dan diberi salap antibiotic. Kalau banyak
diberi pula antibiotic sistemik.

III. Impetigo Neonatorum


a. Definisi
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada
neonates. Kelainan kulit serupa impetigo bulosa, hanya lokasinya menyeluruh
dan dapat disertai demam.
b. Diagnosis Banding
Sifilis congenital, pada penyakit bula juga terdapat di telapak tangan
dan kaki. Terdapat pula snuffle nose, saddle nose dan pseudo paralisis
parrot.
c. Terapi
Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topical dapat diberikan
bedak salisil 2%.

EKTIMA

A. Definisi
Adalah pioderma yang menyerang epidermis dan dermis, membentuk
ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis.

B. Epidemiologi
Lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa, inseidensinya
sama antara pria dan wanita.

C. Faktor yang Mempengaruhi


- Iklim tropis, daerah panas dan lembap
- Kebersihan atau hygiene yang buruk serta malnutrisi
- Lingkungan yang kotor

D. Etiologi
Disebabkan oleh bakteri Streptococcus B hemolyticus, Staphylococcus
atau keduanya.

E. Patogenesis

Bakteri
Streptococcus grup Bakteri ini resisten menghasilkan toksin
A,B,C, D dan G memiliki terhadap fagositosis yang menyebabkan
protein M yang dilakukan oleh kerusakan local &
tubuh hospes sistemik

Bekerja dengan
berikatan pada HLA-
DR dan APC Kerusakan tersebut
dimediasi oleh
Sitokin ini superantigens (SA)
menyebabkan demam, Aktivasi non-spesifik
ruam eritematosa, dari sel T
hipotensi & cedera menyebabkan
jaringan pelepasan TNF-α

F. Gejala Klinis
- Terdapat keluhan gatal.
- Lesi awal berupa vesikel/vesikopustulosa diatas kulit yang eritematosa,
kemudian membesar dan pecah membentuk krusta tebal berwarna kuning
dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Jika krusta terlepas maka
akan terbentuk ulkus dangkal.
- Predileksi di ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.

G. Diagnosa Banding
- Impetigo Krustosa: krusta sama-sama berwarna kuning
- Folikulitis: papula miliar sampai lentikular

H. Pengobatan
- Umum: memperbaiki hygiene dan kebersihan serta nutrisi pasien
- Khusus: salep kloramfenikol 2%. Antibiotic sistemik dengan penisilin
600.000-1.500.000 IU intramuscular selama 5-10 hari. Terapi topical
dengan kompres terbuka untuk melunakkan krusta agar dapat diangkat.

I. Prognosis
Baik.

FURUNKEL & KARBUNKEL

A. Definisi
 = bisulan =
 Abses akut pd folikel rambut yg disebabkan oleh infeksi S.aureus
 Furunculosis: lebih dari 1 folikel
 Carbuncle : grup furunkel/ kumpulan karbunkel
B. Faktor Predisposisi
 Chronic Staphylococcus carrier pd orificium eksterna hidung, axilla
atau anus
 Diabetes, obesitas dan kebersihan rendah
C. Gambaran Klinik
 Nodul merah dan sakit
 Ukuran > 1-2 cm + central necrotic plug
 Nodule à lembek + pembentukan abses

central pustula
 Pecah atau drainage pustula à membuang/ melepaskan jaringan
nekrotik
 Multipel & penggabungan furunkel (Big Nodule) à carbuncle à multiple
follicular orifices (saluran keluar) à keluarkan pus
D. Manajemen
 Saat mandi gunakan sabun anti bakterial
 Minyak mupirocin
 Lakukan kompres panas à drainage spontan awal
 Insisi dan drainage abses
 follicular orifices (saluran keluar) à keluarkan pus

Erysipelas

A. Definisi :

Peradangan akut pada kulit yang disebabkan streptokok dengan gejala utama
kemerahan kulit

B. Penyebab :

Streptococcus B-hemolyticus

C. Epidemiologi :

Banyak pada anak-anak dan dewasa, frekuensinya sama pada pria dan
wanita

D. Factor yang mempengaruhi :

Seluruh bangsa, lebih sering pada daerah tropis dan subtropics, orang-orang
dengan kebersihan dan hygiene yang kurang lebih mudah terkena, diabetes
mellitus infeksi saluran nafas atas, gizi kurang lebuh mudah diserang.

E. Lokalisasi :

Kaki tangan dan wajah

F. Efloresensi :
Macula eritematosa nummular hingga plakat, terbatas tegas, edematosa,
panas pada perabaan dan nyeri tekan. Pada bagian tengan ditemukan vesikel
miliaratau bula lentrikular.

G. Histopatologi :

Epidermis tampak edematosa, sel-sel membengkak dan sebukan streptokok


serta polimorfonuklear. Pada dermis pelebaran pembuluh darah dan sebukan
sel-sel radang.

H. Diagnosis :

Pemeriksaan darah terdapat leukositosis, biakan darah, usapan tenggorokan


dan hidung dapat diisolasi streptokok beta hemolitik.

I. Diagnosis banding :

Urtikaria, warna merah akan hilang pada saatr penekanan. Furunkulosis,


biasanya nyeri terbentuk seperti kerucut dan berbatas tegas

J. Penatalaksanaan :

Sistemik:

 Antipiretik dan analgetik


 Penisilin 0,6-1,5 MU selama 5-10 hari
 Sefalosporin 4 X 400 mg selama 5 hari memberikan hasil yang baik

Topikal: kompres dengan larutan asam borat 3%

K. Prognosis :

Baik

Flegmon
A. Definisi
Selulitis yang mengalami supurasi. (supurasi = ditandai oleh terbentuknya
secret eksudat purulen/nanah)
B. Terapi
Sama dengan selulitis hanya ditambah dengan insisi. (untuk mengeluarkan
pusnya)

Ulkus Piogenik

A. Definisi
Infeksi kulit yang menimbulkan ulkus tidak khas, disebabkan oleh streptokok
atau stafilokokus
B. Etiologi
Streptokok dan Stafilokok
C. Epidemiologi
 Sering pada anak-anak
 Frekuensi pria sama dengan wanita
D. Predisposisi
 Daerah tropis
 Panas dan lembab
 Higien buruk
 Sanitasi lingkungan kurang baik
E. Gejala singkat penyakit
Timbul koreng/ulkus dengan tanda-tanda radang di sekitarnya, secara lambat
mengalami nekrosis dan menyebar secara serpiginosa.
F. Predileksi
Ekstremitas
G. Efloresensi
Ulkus berukuran kecil, pinggir tidak meninggi, teratur, dinding tidak
menggaung, sekitar ulkus ada tanda radang, secret serosa kekuningan.
H. Histopatologi
Tampak reaksi sel di jaringan dengan sel plasma, dan sel limfoid
I. Pemeriksaan
Kultur secret ulkus dan tes resistensi.
J. Diagnosis Banding
Ullkus tropikum
K. Penatalaksanaan
 Bersihkan ulkus
 Penisilin (sistemik)
 Salep salisil (topical)
L. Prognosis
Baik
Abses Multipel Kelenjar Keringat

A. Definisi
Infeksi oleh S.aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multiple tidak
nyeri berbentuk kubah.
B. Etiologi
S.aureus
C. Predisposisi
 Banyak keringat
 Imunologi menurun
 Biasa pada anak-anak
D. Gejala Klinis
Nodus eritomatosa, multiple, tidak nyeri, bentuk kubah, lama pecahnya.
E. Predileksi
Tempat yang banyak keringat
F. Diagnosis Banding
 Furunkulosis
Bedanya pada furunkulosis terasa nyeri, bentuk seperti kerucut terdapat
pustule di tengahnya, lebih cepat pecah
G. Pengobatan
Antibiotik sistemik dan topical
Hidraadenitis

A. Definisi
Infeksi kelenjar apokrin
B. Etiologi
S.aureus
C. Gejala klinis
 Biasa pada usia sesudah akil balik sampai dewasa muda
 Didahului oleh trauma/mikrotrauma (banyak keringat, pemakaian
deodorant, rambut ketiak digunting).
 Disertai gejala konstitusi (demam, malaise)
 Ruam berupa nodus dan terdapat lima tanda radang
 Dapat melunak menjadi abses dan memecah membentuk fistel disebut
hidraadenitis supurativa
 Leukositosis
 Yang menahun dapat berbentuk abses, fistel, dan sinus multiple.
D. Predileksi
 Ketiak, perineum
 Tempat yang banyak mengandung kelenjar apokrin
E. Diagnosis Banding
 Skrofulodema
Persamaannya terdapat nodus, abses, fistel. Perbedaannya tidak terdapat
tanda radang akut dan leukositosis.
F. Pengobatan
 Antibiotik sistemik
 Diinsisi (bila terbentuk abses)
 Kompresi terbuka (jika belum lunak)
 Kelenjar aprokin di eksisi (pada kasus kronik residif)
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

A. Definisi
Infeksi kulit oleh S.aureus tipe tertentu dengan cirri yang khas yaitu
epidermolisis.(Epidermolisis adalah terlepasnya epidermis dari dasarnya
dengan gambaran klimik berupa luka bakar)
B. Epidemiologi
 Anak di bawah 5 tahun
 Frekuensi pria lebih sering terkena daripada wanita
C. Etiologi
S.aureus grup II faga 52, 55, dan/atau faga 71.
D. Patogenesis

Sumber Infeksi
(Mata, Hidung, Tenggorok, Telinga)

S.aureus grup II mengeluarkan eksotoksin (eksfoliatin)(penyebab


epidermolisis)
Menyebar ke sirkulasi darah

Sampai ke epidermis

Epidermolisis

 Pada bayi dan anak-anak fungsi ginjal belum sempurna sehingga tidak
dapat mengekskresi eksfoliatin.
 Pada orang dewasa biasanya terjadi karena adanya gangguan ginjal dan
gangguan imunologik
E. Gejala Klinis
 Demam tinggi dan infeksi saluran napas bagian atas
 Eritem pada muka, leher, ketiak, lipat paha. Ketika 24 jam reitemnya akan
menyeluruh
 24-48 jam. Timbul bula-bula besar berdinding kendur.
 Kulit yang tampak normal ditekan dan digeser, akan terkelupas, sehingga
member tanda Nikolskly positif.
 2-3 hari terjadi penyempitan disertai pengelupasan kulit, sehingga tampak
daerah erosive
 Gambaran mirip kombustio. Daerah tersebut akan mongering dan terjadi
deskuamasi
F. Komplikasi
 Selulitis
 Pneumonia
 Septikema
G. Pemeriksaan Bakteriologi
 Dika terdapat infeksi di tempat lain, misalnya saluran napas dapat
dilakukan pemeriksaan bakteriologik
 Pada kulit tidak ditemukan kuman penyebabnya.
H. Histopatologi
Terdapat gambaran yang khas yaitu lepuh intraepidermal, celah terdapat di
stratum basale.
I. Diagnosis Banding
 N.E.T. (Nekrosis Epidermal Toksik)
Celah N.E.T. terletak di sub epidermal
J. Pengobatan
Antibiotik (sistemik) dan topikal

SALAP ANTIBIOTIK

Salap ialah bahan berlemak atau seperti lemak yang pada suhu kamar
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasarnya vaselin, tetapi dapat pula lanolin
atau minyak.

Indikasi pemberian salap :

1. Dermatosis yang kering dan kronik


2. Dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat
jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya.
3. Dermatosis yang bersisik dan berkrusta

Kontraindikasi pemberian salap ialah dermatitis madidans. Jika kelainan kulit


terdapat pada bagian badan yang berambut, penggunaan salap tidak dianjurkan dan
salap jangan dipakai di seluruh tubuh.
Salap antibiotik yang sering digunakan:

1. Bacitracin

Bacitracin (basitrasin) merupakan antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap kuman-


kuman Gram-positif. Obat ini digunakan hanya secara topikal (untuk kulit dan mata),
karena pemberian secara sistemik dapat menyebabkan nefrotoksik.

Bacitracin tersedia dalam bentuk salap kulit dan mata (untuk mencegah oftalmia
neonatorum karena gonorrhea), setiap gramnya mengandung 500 unit bahan aktif.
Selain itu bacitracin sering dikombinasikan dengan antibiotik lain, seperti neomycin
dan polymixin B.

2. Gentamicin

Gentamicin (gentamisin) merupakan salah satu jenis antibiotik golongan


Aminoglikosida. Antibiotik ini sangat sensitif terhadap basil Gram-negatif yang
aerobik, dan kurang efektif dalam keadaan anaerobik atau fakultatif. Aktivitasnya
terhadap bakteri Gram-negatif sangat terbatas.

Gentamicin (Aminoglikosida) bekerja dengan cara menembus bakteri Gram-negatif


melalui porin, berikatan dengan ribosom 30S sehingga menghambat sintesis protein
disusul dengan kematian sel. Aktivitas yang optimal (tanpa efek toksik) tercapai
dengan kadar Gentamicin 4-8μg/ml. namun setelah kontak dengan antibiotik,
biasanya terjadi penurunan kepekaan sehingga pemberian antibiotik ini harus secara
tepat dan hati-hati.

Efek samping dari antibiotik golongan Aminoglikosida antara lain efek ototoksik
(menyerang N. VIII), nefrotoksik, dan neurotoksik (neuritis perifer).

Dengan sediaan salap kadar 0.1 dan 0.3%, penggunaan yang disarankan sekitar 3-4
kali sehari.

3. Mupirocin

Mupirocin (mupirosin, bactroban) adalah antibiotik Gram-positif yang bersifat


bakteriostatis pada jumlah kecil dan menjadi bakterisidal apabila diberikan dalam
jumlah besar. Mupirocin bekerja dengan menghambat sintesis protein dan RNA,
serta merusak dinding sel bakteri.

Mupirocin topikal diindikasikan untuk berbagai infeksi kulit yang disebabkan


oleh S.aureusdan S.pyoegenes, seperti furunkel, impetigo, luka terbuka, dan juga
efektif terhadap bakteriS.aureus yang resisten terhadap metisilin (methicilin resistant
Staphylococcus aureus-MRSA).
Obat ini tersedia dalam bentuk salap 2%, namun vehikulumnya dapat diserap terlalu
banyak pada lesi yang luas sehingga menyebabkan nefrotoksik. Penggunaan yang
disarankan 3 kali sehari selama 10 hari.

4. Neomycin

Neomycin (neomisin) adalah antibiotik dari golongan Aminoglikosida, oleh karena itu
spektrum dan mekanisme kerjanya sama seperti Gentamicin. Sediaan salap
Neomycin untuk kulit mengandung 5mg/g, digunakan 2-3 kali sehari.

5. Chloramphenicol

Chloramphenicol (kloramfenikol) merupakan antibiotik yang berikatan dengan


subunit 50S bakteri dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga
menghambat sintesis protein kuman. Umumnya bersifat bakteriostatik, dan pada
konsentrasi tinggi dapat menjadi bakterisidal. Spektrum antibakteri Chloramphenicol
meliputi D. pneumoniae, S.pyogenes, Neisseria, Haemophilus, Bacillus,
Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob. Untuk dermatoterapi,
Chloramphenicol terdapat dalam sediaan salap kulit 2%, dipakai beberapa kali
sehari.

6. Clindamycin

Clindamycin (klindamisin) merupakan suatu antibiotik berspektrum luas, memiliki


kepekaan terhadap bakteri Gram-positif aerobik
(Staphylococcus dan Streptococcus), bakteri Gram-negatif anaerobik berbentuk
batang (Bacteroides, Fusobacterium, danPrevotella) serta
bakteri Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Obat ini memberi
efek samping diare, mual dan muntah. Indikasi penggunaan Clindamycin adalah
untuk pengobatan akne vulgaris. Penggunaan yang disarankan dua kali sehari,
dengan efek samping hipersensitifitas.
PATOFISIOLOGI IMPETIGO BULOSA

Hujan-hujanan ditempat Kakak memiliki gejala yang sama


becek >> higienis kurang

Mungkin kontak langsung


S. aureus menempel di tubuh dengan Clara
Resiko ↑ untuk tertular S. aureus
Clara makan tanpa cuci tangan

S. aureus masuk melalui


mulut/hidung (mukosa)

S. aureus menempel di epitel faring

Reaksi inflamasi S. aureus proliferasi

Leukosit Radang
Koloni meningkat

Tidak nafsu makan


S. aureus menyebar ke
kulit melalui :
lemah

Pembuluh limfe / KGB Pembuluh darah Punya enzim,


untuk menggumpal
dan beredar di
darah
Sampai di kulit

Mengeluarkan Reaksi Nyeri, akral


eksotoksik inflamasi hangat, dan
eksoliatif A dan B eritema

Menyerang dermoglein 1 Mengaktifkan limfosit T


Mengeluarkan IL-4
(ikatan peptide structural
yg mengikat epidermis)
Menghasilkan IgE Mengeluarkan IL-1
Epidermis renggang ↑ factor pertumbuhan Merangsang
sel mast hipotalamus
Menyebabkan rongga
antar s.korneum dan histamin Produksi asam
s. granulosum arakidonat
gatal
Memicu pengeluaran
Neutrofil miigrasi ke
PGE
dalam rongga
vesikel
Mempengaruhi
Cairan dalam bulosa
thermostat di
jernih
hipotalamus

Leukosit migrasi
kemudian dan leukositosis Suhu tubuh ↑
mengendap
(hipopion)

Vesikel menjadi
besar → bula

Dinding bula tipis dan


mudah pecah

Krusta (yang mudah


lepas)

Terdapat daerah
erosive yang
mengeluarkan sekret

Krusta menjadi tebal


INTERPRETASI KASUS
Anak Clara (2 thn)

Anamnesis

KU : KT : RPO:

- Gelembung - Kemerahan dan bentol - Bedak Herocyn.


berisi cairan kemudian gelembung
pada jari-jari berair/melepuh.
tangan kanan - Ukuran pertama
sejak 3 hari sebesar biji jagung &
lalu. berwarna jernih &
gatal lama-kelamaan
membesar hingga
ukuran 2x2 cm dan RPD :
berisi nanah.
- Keluhan nyeri - Tidak memiliki riwayat
dirasakan tapi demam alergi.
dan lemah - Kakak pasien pernah
- Timbul gelembung mengalami gejala yang
setelah membaik dari sama
radang tenggorakan - Tidak pernah dermatitis
seminggu lalu atopi.
Hipotesis :

- Impetigo Bulosa Pemeriksaan Penunjang


- Herpes Zoster
Pemeriksaan Laboratorium
- Erisipelas
Pemeriksaan Darah Lengkap

Status Dermatologikus Hb : 15 g/dl


Status Generalis
Lokasi : palang proksimal Ht : 37 %
KU : Tampak sakit sedang, superior jari II dekstra dan
Kesadaran : CM Trombosit : 150.000/ul
palang distal superior jari IV
dekstra Leukosit : 17.550/ul
Vital Sign :
Efloresensi : tampak buyla Diff Count Leukosit :
- TD : Tidak
soliter ukuran 2x2 cm
dilakukan - Basofil : 0
berdinding tipis, kendor
- Nadi : 84 x/menit - Eosinofil : 3
berisi cairan tampak purulen
- RR : 20 x/menit - Batang : 4
di atas kulit eritema.
- Suhu : 38 C - Segmen : 59
Kuku, fungsi kelenjar - Limfosit : 28
Px. Fisik :
keringat, kelenjar limfe: dbn - Monosit : 6
- HEENT : dbn - Sekret Bula pewarnaan
- Thorax : dbn Gram: Staphylococcus
- Abdomen : dbn aureus: (+)
- Ekstremitas :
Hangat (+); edema Percobaan Tzanck : sel datia
(-) berinti banyak/multi nuclear giant
cell (+).
Diagnosis :

Impetigo Bulosa

Penatalaksanaan

Non-Farmako : Farmako :

- Memperbaiki hygiene dengan - Antibiotik topical


membersihkan tubuh dengan - Antipiretik jika perlu setelah
sabun, memotong kuku, dan terapi
mengganti pakian.
Hipotesis
- Perawatan luka, tidak saling
tukar-menukar peralatan pribadi
1. Impetigo Bulosa
Hipotesis tersebut diambil berdasarkan keluhan utama pasien yaitu, gelembung berisi
cairan pada jari-jari tangan kanan dan kemerahan dan bentol kemudian gelembung
berair/melepuh.Ukuran pertama sebesar biji jagung dan berwarna jernih dan gatal
lama-kelamaan membesar hingga ukuran 2x2 cm dan berisi nanah.
2. Herpes Zoster
Diambil hipotesa ini dikarenakan keluhan yang agak serupa dengan disertai demam
pada pasien.
3. Erisipelas

Pemeriksaan

- Keadaan Umum : tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis

Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah penyakit yang diderita pasien ringan,
berat atau sangat berat, dengan melihat ekspresi dan keadaan pasien secara umum.

Vital Sign

- Nadi : 84 x/menit (N: 60-90x/menit)


- RR : 20 x/menit (N: 16-24x/menit)
- Suhu : 38 C (N: 37-38o C)
Diperiksa untuk mengetahui apakah terjadi infeksi sistemik atau tidak. Infeksi juga
dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat.

- HEENT, Thorax, Abdomen, Ekstremitas : dbn


Untuk mengetahui apakah ada penyebaran di tempat lain yang tidak terlihat oleh pasien
dan mengetahui adanya kelainan lain dari kepala sampai kaki.

Status Dermatologikus

- Lokasi : pada palang proksimal superior jari II dekstra dan palang distal superior jari
IV dekstra
Untuk melihat predileksi yang berkaitan dengan hipotesis.
- Efloresensi : tampak bula soliter ukuran 2x2 cm berdinding tipis, kendor berisi
cairan tampak purulen di atas kulit eritema.
Diperiksa untuk mengetahui lesi yang terjadi, sehingga dapat memperkirakan diagnose
yang akan dipilih sesuai dengan gejala-gejala yang ditimbulkan.

Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

- Hb : 15 g/dl (N: Pria 13-17 g/dl, Wanita: 11-15 g/dl)


- Ht : 37 % (N: Pria 40-45%, Wanita 36-48%)
Untuk mengetahui konsentrasi kekentalan/viskositas darah, apakah darah encer atau
tidak. Semakin tinggi presentase hematokrit, semakin kental darah.

- Trombosit : 150.000/ul (N: 150.000-450.000/ul)


Diperiksa untuk mengetahui bagaimana system pembekuan darahnya, baik atau tidak.

- Leukosit : 17.550/ul (rendah normal) (N: 5000-11.000/ul)


Untuk mengetahui apakah ada infeksi atau tidak. Biasanya juga pada peradangan,
jumlah leukosit meningkat.

- Diff Count

 Basofil : 0% (N: 0-1%)


Untuk mengetaui apakah ada reaksi alergi atau tidak pada tubuh. Hal-hal yang
menyebabkan basofil meningkat adalah keadaan hipersensitivitas kronik tanpa
allergen spesifik, penyakit sel mast sistemik, gangguan mieloproliferatif.

 Eosinofil : 3% (N: 0-3%)


Untuk mengetahui apakah ada alergi atau infeksi yang disebabkan oleh parasit cacing.
Hal-hal yang menyebabkan peningkatan eosinofil adalah penyakit alergi (asma, hay
fever, reaksi obat, vaskulitis alergika, serum sickness), infeksi parasit, penyakit kulit
(beberapa psoriasis, beberapa eczema, pemfigus, dermatitis herpetiformis).

 Batang : 4% (N: 2-6%)


Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau tidak.

 Segmen : 59% (normal rendah) (N: 50-70%)


Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri atau tidak (biasanya peradangan akut).

 Limfosit : 28% (toleransi normal) (N: 20-40%)


Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh virus atau tidak. Hal yang
menyebabkan limfosit meningkat adalah bruselosis, sifilis sekunder, virus, gangguan
metabolic, penyakit peradangan kronis, penyakit imun. Hal yang menyebabkan
limfosit menurun adalah sindrom imunodefisiensi, penyakit berat, pajanan ke
kortikosteroid adrenal, gangguan sirkulasi limfe.

 Monosit : 6% (N: 2-8%)


Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh virus atau tidak (biasanya
infeksi kronis). Hal yang dapat meningkatkan monosit adalah tuberculosis, hepatitis,
sifilis, penyakit granulomatosa, kanker.

- Pemeriksaan secret bula Pewarnaan Gram: Staphylococcus aureus


Untuk memeriksa jenis apakah yang diketahui melalui pewarnaan Gram. Seperti
bakteri, jamur, parasit atau bukan. Dan yang ditemukan dalam kasus ini adalah bakteri
Staphylococcus aureus yang merupakan etiologi dari Impetigo Bulosa sehingga
memperkuat hipotesa.

Penatalaksanaan

1. Non-Farmako
- Memperbaiki hygiene dengan membersihkan tubuh dengan sabun, memotong
kuku, dan mengganti pakian.
- Perawatan luka, tidak saling tukar-menukar peralatan pribadi

2. Farmako
- Antibiotik topical
Untuk antibiotic local sehingga menurunkan terjadinya infeksi sekunder.
- Antipiretik
DAFTAR PUSTAKA

1. Brooks, Geo F. Mikrobiologi Kedokteran ed.23. Jakarta: EGC. 2008


2. Djuanda, Adhi, Mochtar, Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi
Keenam.FKUI, Jakarta: 2011
3. Dorland, W. A. Newman. (2005). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
4. Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi
(Editor).1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI:
Jakarta
5. Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta
nd
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 ed , Vol. 1.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007.Sherwood, L. Fisiologi
Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta2001
7. Siregar. S.R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2004.
5th
8. Syarif A et.al. Farmakologi dan Terapi.  ed. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007. p. 585-731.

Anda mungkin juga menyukai