IMPETIGO BULOSA
KEPANITERAAN ANAK
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2013
BAB I
0
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Impetigo bulosa adalah salah satu bentuk pioderma superfisial dan bersifat menular. Gejala
utamanya berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang
tampak hipopion. Terdapat dua bentuk klinis impetigo, impetigo krustosa (impetigo
kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury Fox) dan impetigo bulosa (impetigo vesiko-
bulosa, cacar monyet).1
Etiologi
Bakteri yang menyebabkan terjadinya kasus impetigo bulosa adalah Streptococcus dan
Staphylococcus. Paling banyak disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus.1, 2, 3
Epidemiologi
Impetigo bulosa kebanyakan mengenai neonatus, tetapi dapat juga mengenai anak-anak dan
dewasa. Pada anak-anak kebanyakan menyerang pada usia 2 hingga 5 tahun.3, 4 Frekuensinya
sama pada anak laki-laki dan anak perempuan.1,2
Faktor Predisposisi
Lebih banyak pada daerah tropis dengan udara panas, musim panas dengan banyak debu, dan
tingkat higienitas yang kurang. Angka kejadian lebih sering dan lebih berat pada keadaan
kurang gizi, anemia, penyakit kronik, neoplasma ganas, diabetes melitus. Lingkungan yang
kotor dan berdebu dapat menyebabkan tingkat kejadian impetigo bulosa menjadi lebih sering
dan lebih hebat. Adanya riwayat penyakit kulit yang lain juga dapat meningkatkan insidensi
tingkat kejadian impetigo bulosa.1, 2, 3
Patogenesis
Bakteri Staphylococcus aureus masuk melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak
langsung. Kemudian bakteri ini memproduksi toksin yang dapat menyebabkan kerusakan
dibawah stratum korneum sehingga menimbulkan vesikel.3, 4
Gambaran Klinis
1
Lepuh timbul mendadak pada kulit sehat, bervariasi mulai milier hingga lentikuler, dapat
bertahan 2-3 hari. Kulit sekitarnya tidak menunjukkan adanya peradangan. Mula-mula berupa
vesikel, kemudian lama-kelamaan membesar menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah
karena dindingnya yang relatif tebal. Isinya berupa cairan yang lama-kelamaan akan berubah
menjadi keruh karena invasi leukosit. Jika pecah akan menimbulkan krusta yang berwarna
coklat datar dan tipis, koloret yang dasarnya masih eritematosa. Bisa juga terdapat hipopion.1,
2, 3
Gambaran Histopatologi
Pada epidermis tampak vesikel subkornea berisi sel-sel radang yaitu leukosit. Pada dermis
tampak sebukan sel-sel radang ringan dan pelebaran ujung-ujung pembuluh darah.2
Pemeriksaan Penunjang
Pada impetigo bulosa dapat dilakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis yaitu:
1. Pewarnaan gram, untuk mencari Staphylococcus aureus. Biasa ditemukan adanya
neutrofil dengan kuman kokus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
2. Kultur cairan bula, menunjukkan adanya Staphylococcus aureus atau dikombinasi dengan
Staphylococcus beta hemolyticus grup A (GBHS) atau kadang dapat berdiri sendiri.2
Diagnosis Banding
1. Impetigo krustosa
2. Varicella
3. Sindrom Stevens-Johnson
4. Dermatosis vesikobulosa kronik1
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada impetigo bulosa meliputi:
1. Umum
- Menghindari dan mencegah faktor predisposisi
- Memperbaiki keadaan higiene diri dan lingkungan
- Meningkatkan daya tahan tubuh
2. Khusus
a. Topikal
Jika bula besar dan banyak, sebaiknya dipecahkan selanjutnya dibersihkan dengan
betadine dan dioleskan dengan salep antibiotik, seperti kloramfenikol 2% atau
eritromisin 3%
b. Sistemik
2
Pada impetigo, Staphylococcus merespon cukup cepat untuk perawatan yang tepat. Pa-
da orang dewasa dengan bula, diberikan dicloxacillin (atau penisilin serupa) 250-500
mg per oral (PO) empat kali sehari, atau erithromycin (pada pasien alergi penisilin)
250-500 PO 4 x/hari.
Perawatan harus dilanjutkan selama 5 sampai 7 hari (10 hari jika streptococci terisolasi).
Khusus single azitromisin oral (pada orang dewasa 500 mg pada hari pertama, 250 mg setiap
hari pada 4 hari berikutnya) telah terbukti menjadi sama seefektif dicloxacillin untuk infeksi
kulit pada orang dewasa dan anak-anak. Dosis pada anak 10 mg/kg/hari diberikan untuk 3
hari. Pada anak, untuk impetigo yang disebabkan oleh erythromycin-resistant Staphylococcus
aureus, yang biasanya diisolasi dari lesi impetigo, amoxicillin ditambah clavucanis acid (25
mg/kg/hari) 3x/hari. Cephalexin (40-50 mg/ kg/hari), Cefaclor (20 mg/kg/hari).
Jika ada gejala konstitusi berupa demam, sebaiknya diberi antibiotik sistemik,
misalnya penisilin 30-50 mg/kgBB atau antibiotik lain yang sensitif. 1, 2
Prognosis
Pada umumnya baik apabila dapat menangani faktor predisposisi dengan tepat.1, 2
BAB II
LAPORAN KASUS
3
IDENTITAS PASIEN
Berat badan : 11 kg
Tinggi badan : 80 cm
Agama : Kristen
Pendidikan :-
Agama : Kristen
Pekerjaan : PNS
Suku : Batak
Agama : Kristen
Pendidikan : SMK
4
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
RIWAYAT KELAHIRAN
RIWAYAT IMUNISASI
Pasien datang dengan keluhan seluruh tubuh timbul gelembung berisi cairan sejak 2 minggu
yang lalu. Awalnya gelembung timbul di daerah dahi dan menyebar ke seluruh wajah dan
leher. 2 hari kemudian dibawa ke bidan, diberikan Acyclovir salep, parasetamol dan puyer.
Setelah diberi obat, gelembung menyebar ke seluruh tubuh dan anggota gerak. Gelembung
pecah menjadi luka berwarna kuning kecoklatan dan terasa sakit. Orang tua tidak mengukur
suhu badan pasien tetapi pasien tampak menggigil.
Pasien juga tidak bisa makan dan minum karena luka hingga ke bagian mulut. Hingga
saat ini pasien masih mengonsumsi ASI. Pasien tidak buang air besar sejak 3 hari yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: tampak sakit sedang (tidak tampak sianosis, tidak tampak sesak napas, pasi-
5
en terlihat lemah)
tenggorokan: hiperemis
Thoraks: inspeksi: pergerakan dinding dada simetris, terdapat erosi dan bula
Ekstremitas: superior sinistra: ada krusta, eritema, erosi, tidak ada deformitas
Integumen: Eflouresensi:
6
- Lokasi: wajah, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas, punggung, lipatan kulit
- Penyebaran: generalisata
- Batas: tegas
- Bentuk: irisformis
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pasien pernah mengalami kemerahan pada kulit wajah hingga leher, lengan dan tangan saat
mengonsumsi obat ketika berumur 2 bulan ketika pasien mengalami batuk & pilek. Ibu
pasien tidak mengetahui isi obat tersebut dikarenakan berbentuk puyer.
Diagnosis Banding:
a. Impetigo krustosa
b. Varicella
c. Sindrom Stevens-Johnson
d. Dermatosis vesikobulosa kronik
7
Penatalaksanaan:
eritromisin: 4 x 125 mg
ryvel: 2 x 2,5 mg
d. Rencana pemeriksaan:
1. Pewarnaan Gram
2. Kultur cairan bula
FOLLOW UP PASIEN
8
S/ Belum BAB
O/:
A/ Impetigo bulosa
P/:
FOLLOW UP PASIEN
9
S/ Belum BAB, kulit gatal
O/:
A/ Impetigo bulosa
P/:
O/ Dilakukan pemeriksaan Gram. Pada pemeriksaan Gram yang diambil dari cairan pada bula
ditemukan:
A/ Impetigo bulosa
P/:
10
- Muporicin cream 2% oles 2x1
- Kompres basah dengan NaCl
- Observasi hasil pemakaian antibiotic selama 2 hari ke depan
- Bila bula bertambah, beri metil-prednisolon 1 mg/kgBB
FOLLOW UP PASIEN
11
S/ Gatal, belum BAB, batuk, sulit makan
O/:
A/ Impetigo bulosa
P/:
P/:
FOLLOW UP PASIEN
12
S/ Pasien sudah bisa BAB, pasien sudah bisa untuk makan
O/:
A/ Impetigo bulosa
P/:
FOLLOW UP PASIEN
13
S/ Pasien sudah bisa menggunakan
pakaian
O/:
A/ Impetigo bulosa
P/:
FOLLOW UP PASIEN
14
S/ Pasien sudah tidak ada keluhan
O/:
P/:
- Menjaga higienitas
- Suplemen vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh
BAB III
PEMBAHASAN
15
Diagnosis impetigo bulosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dan pemeriksaan ditemukan bahwa terdapat gelembung
berisi cairan di daerah dahi yang lama-kelamaan membesar dan menyebar hingga ke seluruh
tubuh dan anggota gerak. Ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa gejala
klinis dari impetigo bulosa adalah berupa vesikel, bula dan juga krusta.
Pasien berumur 2 tahun, ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa
epidemiologi kasus ini adalah kebanyakan anak-anak berusia 2 sampai 5 tahun. Lingkungan
tempat tinggal pasien yang berada di pinggir sungai juga sesuai dengan faktor predisposisi
yaitu tingkat higienitas yang rendah serta lingkungan yang kotor.
Pada kasus ini dilakukan pewarnaan gram serta kultur cairan bula agar dapat
mengetahui dengan lebih pasti kuman yang menyebabkan kasus ini. Hal ini senada dengan
kepustakaan yang menyebutkan bahwa sebaiknya agar dapat lebih mengetahui dengan pasti
kuman penyebab kasus dilakukan kultur cairan bula.
Prognosis dari pasien ini baik apabila dapat menangani faktor predisposisi dengan
baik.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Djuanda A. Pioderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Edisi-6.Jakarta: Badan Penerbit FKUI,2011: 57-63
2. Craft N. Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Eighth Edition. New York: McGraw-Hill, 2012; 2128-47
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections. In: Andrew’s Disease of The
skin Clinical Dermatology. Eleventh edition. Atlanta: Elsevier, 2011; 251-2
17