Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sakti Cahya Buana

Kelas : 9J

Jarum Besi
Bulan Ramadhan, bulan yang sangat ditunggu-tunggu oleh
banyak umat muslim. Semua umat muslim sangat berbahagia. Tak
terkecuali di Desa Batu Jaya, sebuah desa yang cukup maju. Desa
tersebut dekat dengan Kota Kalaman, kota yang memiliki teknologi
yang cukup maju, sehingga desa tersebut bisa mengikuti
perkembangan zaman. Seperti salah dua pemuda yang bernama Arif
dan Hanif. Mereka adalah dua orang pemuda yang saling bersahabat
sejak kecil dari Desa Batu Jaya yang sangat dikenal di desanya.
Mereka adalah dua orang mahasiswa yang berkuliah di Kota Kalaman.
Mereka sangat dikenal karena kepintarannya dan juga mereka
merupakan pemuda yang sangat taat beragama. Mereka juga
merupakan seorang penghafal Al-Qur’an. Tak heran jika mereka
sering ditunjuk sebagai imam secara bergantian di masjid di desanya.
Pada hari itu, dimana 12 hari lagi adalah Bulan Ramadhan, pada
saat itu Arif sedang pergi ke luar kota untuk mengikuti ceramah di
sebuah masjid. Dia tidak mengajak Hanif seperi biasanya karena saat
itu Hanif sedang mengikuti rapat di Desa Batu Jaya. Karena Arif ada
jadwal di kampusnya pada sore hari, setelah selesai mengikuti
ceramah dia langsung datang ke kampus hingga malam hari. Pada
malam itu\
para masyarakat di Desa Batu Jaya akan melaksanakan sholat
isya. Tapi pada saat itu, Arif yang biasanya sholat bersama Hanif tidak
ada. Hanif yang menjadi sahabatnya saat itu terheran, “Kenapa Arif
tidak sholat malam ini?” Tanya Hanif dalam hati. Ketika Hanif
pulang, dia melihat Arif yang sedang duduk bersama orang-orang
yang tidak Hanif kenal karena terlihat samar-samar. Alangkah
terkejutnya Hanif saat melihat dia bergaul dengan orang-orang yang
dikenal di Desa Batu Jaya sebagai orang yang suka mabuk mabukan
karena meminum minuman keras. Arif pun kaget melihat Hanif
menghampirinya secara tiba-tiba. Hanif langsung menyeret Arif
sambil memarahinya, “Kenapa kamu bergaul dengan mereka? Kamu
tidak malu? Kenapa kamu juga tidak ikut sholat tadi?” Tanya Hanif
dengan nada yang agak Marah. “Aku hanya menongkrong dengan
mereka, aku tidak meminum minuman itu.” Jawab Arif sambil
menjelaskan. “Lalu mengapa kamu tidak ikut sholat di masjid?”
Tanya Hanif. “Tadi aku sudah sholat di masjid di kota sebelah karena
aku pulang dari kampus.” Jawab Arif sambil menjelaskan. Hanif pun
percaya kepada Arif karena dia adalah sahabatnya. “Ya kalau memang
begitu kejadiannya. Besok sholat di masjid sini bisa tidak?” Tanya
Hanif dengan nada mengajak. “Maaf, besok hingga lima hari
berikutnya aku tidak bisa karena aku harus pulang malam dari
kampus.” Jawab Arif. “Oh... yasudah.” Mereka pun berjalan pulang
bersama-sama. Pada keesokan harinya, waktu Hanif pulang dari
masjid, ia melihat hal yang serupa. Dia melihat Arif sedang
menongkrong dengan orang-orang pemabuk itu lagi. Kejadian itu
berlangsung selama enam hari. Sampai-sampai hal tersebut cepat
tersebar satu desa.
Pada malam keenam, Hanif yang melihat hal serupa dengan
yang terjadi pada lima hari sebelumnya tersebut langsung
menghampiri Arif dengan perasaan kesal dan marah. “Arif! Kalau
kamu begini terus aku tidak sudi menjadi temanmu!” Bentak Hanif
dan langsung berlari pulang meninggalkan Arif. Arif tidak sempat
menjelaskan hal itu dan tidak mungkin untuk mengejarnya karena
Hanif sudah terlanjur pergi. Ia pun langsung bersedih karena
pertemanannya dengan Hanif sejak kecil harus terputus karena
perbuatannya yang memalukan. Di keesokan harinya, pada malam
hari Arif mengikuti sholat di masjid di desanya. Di masjid tersebut
banyak orang yang membicarakan Arif karena telah bergaul dengan
orang-orang pemabuk itu. Dia sudah tidak lagi ditunjuk menjadi imam
di masjidnya karena hal itu. Hanif pun tidak menyapa kepada Arif
sepatah kata pun. Pada saat mereka pulang pun juga berjalan dengan
senyap. Tanpa sepatah kata pun terucap dari kedua mulut mereka.
Berita buruk yang dialami oleh Arif itu pun semakin menyebar
hingga desa sebelah. Pandangan masyarakat terhadap Arif pun
menjadi buruk. Sampai-sampai kedua orang tua Arif ingin
meninggalkan Arif karena tidak sanggup menanggung malu dari Arif
yang tidak mau berhenti bergaul dengan orang-orang pemabuk
minuman keras itu. Bahkan berita itu menyebar hingga kampusnya
yang berada di Kota Kalaman. Sampai-sampai ia hampir dikeluarkan
dari kampus tersebut karena dianggap mencemari nama baik
kampusnya. Dia akan benar-benar dikeluarkan jika Arif tidak mau
memperbaiki dirinya dan berhenti bergaul dengan pemabuk itu mulai
dari sekarang. Dia menjadi dijauhi oleh teman-temannya di sana. Di
kampusnya, ia sering diejek dengan sebutan “Anak Pemabuk”. Tetapi
ejekan itu tidak mengurangi niatnya untuk tetap bergaul dengan para
pemabuk itu. Setiap malam, Arif selalu menongkrong dengan
pemabuk itu.
Hari demi hari dilalui, hingga Bulan Ramadhan pun tiba. Pada
malam itu, ketika masyarakat di Desa Batu Jaya hendak melaksanakan
sholat isya, para masyarakat desa dan juga Hanif sangat kaget melihat
Arif datang ke masjid bersama orang-orang yang dikenal sebagai
pemabuk tersebut. Lalu Arif dan orang-orang itu menjelaskan bahwa
Arif menongkrong bersama orang-orang itu karena dia ingin membuat
mereka sadar bahwa hal itu dapat membuat hidup mereka menjadi
sengsara. Mereka disadarkan oleh Arif yang ternyata hal itu dilakukan
setelah mendengar perkataan seorang ustadz pada waktu mengikuti
ceramah. “Sikap kamu dapat berubah sesuai sifat lingkungan kamu.
Seperti sebuah kain, jika kain itu dimasukkan kedalam air berwarna
merah, maka kain itu berubah menjadi merah. Jika kain tersebut
dicelupkan kedalam air berwarna hijau, maka kain tersebut pasti akan
berwarna hijau. Kecuali, sepandai-pandainya kamu merubah warna air
tersebut. Jika kamu dapat merubah sikap lingkunganmu yang
sebelumnya buruk menjadi lebih baik, maka betapa mulianya kamu.”
Ucap seorang ustadz menceramahi banyak orang termasuk Arif yang
akhirnya ia sadar dan akan menyadarkan orang-orang di desanya yang
suka mabuk karena meminum minuman keras.
Mulai saat itu para masyarakat di Desa Batu Jaya meminta maaf
kepada Arif, termasuk Hanif. Ia langsung meminta maaf dan memeluk
Arif setelah mengetahui kenyataannya bahwa Arif hanya mencoba
untuk menyadarkan orang-orang yang memiliki kebiasaan buruk.
Berita itu tersebar dengan cepat. Teman-temannya yang suka
mengejeknya meminta maaf kepada Arif. Pihak sekolah juga meminta
maaf kepadanya karena kesalah pahaman. Orang tuanya yang
mengetahui hal itu langsung memeluk Arif dan meminta maaf atas
perbuatannya, tetapi Arif meminta maaf kembali karena tidak sempat
menjelaskan hal itu dan membuat beban pikiran orang tuanya
terbebani. Sejak saat itu Arif mulai di percayakan kembali menjadi
imam di masjid di Desa Batu jaya. Arif dan Hanif kembali bersahabat
dan berencana akan menyadarkan lebih banyak orang lagi yang
sedang kehilangan arah tujuan hidupnya. Bulan itu adalah Bulan
Ramadhan yang sangat bersejarah di Desa Batu Jaya, dan Arif juga
sangat bangga atas perbuatan yang telah ia capai. Dia telah berhasil
merubah warna pada sebuah air. Dia adalah sebuah jarum besi yang
terkena magnet dan menjadi magnet untuk jarum-jarum besi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai