Anda di halaman 1dari 16

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

PENDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung setelah mempelajari skill
ini sesuai dengan tujuan pembelajaran berikut :
1. Mampu melakukan inspeksi jantung.
2. Mampu melakukan palpasi jantung, pemeriksaan iktus cordis dan pemeriksaan
getaran/thrill.
3. Mampu melakukan perkusi jantung dan menentukan batas-batas jantung.
4. Mampu melakukan auskultasi jantung dan menentukan bunyi jantung utama dan tambahan.

Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan apeks (superior-
posterior: C-II) berada di bawah dan basis (anterior-inferior ICS –V) berada di atas. Basis
jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah serta pembuluh balik.
Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks)
sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum. Berat jantung orang dewasa
sekitar 250-350 gram. Hubungan jantung dengan alat sekitarnya yaitu:
 Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis setinggi kosta III-IV.
 Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastinalis.
 Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan aorta pulmonalis, bronkus
dekstra dan bronkus sinistra.
 Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desenden, vena azigos dan
kolumna vetebra torakalis.
 Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong jantung
utama adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong dari bawah,
pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung sehingga jantung tidak mudah berpindah.
Faktor yang mempengaruhi kedudukan jantung adalah:
 Umur: pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga thoraks termasuk jantung agak turun ke
bawah.
 Bentuk rongga dada: perubahan bentuk thoraks yang menetap, batas jantung menurun
sehingga pada asma thoraks akan melebar dan membulat.
 Letak diafragma: jika terjadi penekanan diafragma ke atas akan mendorong bagian bawah
jantung ke atas.
 Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal di pengaruhi oleh posisi tubuh.

Otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu:


1) Luar/perikardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong pembungkus jantung yang
terletak di mediastinum minus dan di belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang
terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Antara dua
lapisan jantung ini terdapat lendir untuk menjaga agar gesekan perikardium tidak
mengganggu jantung.
2) Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria. Susunan miokardium yaitu:
 Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan. Lapisan dalam
mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria.
 Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung di mulai dari cincin antrioventikuler sampai ke
apeks jantung.
 Otot atrioventrikuler: dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium dan ventrikel).
3) Dalam/endokardium
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membran yang mengkilat yang terdiri dari jaringan
endotel atau selaput lendir endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava.

Bagian- bagian dari jantung:


a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan pembuluh darah besar
dan dibentuk oleh atrium sinistra dan sebagian oleh atrium dekstra.
b. Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul.

Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu:


a. Fascies sternokostalis: permukaan menghadap ke depan berbatasan dengan dinding depan
toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit ventrikel sinistra.
b. Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap ke belakang berbentuk segi empat berbatas
dengan mediastinum posterior, dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra
dan sebgain kecil dinding ventrikel sinistra.
c. Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang berbatas dengan stentrum
tindinium diafragma dibentuk oleh dinding ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel
dekstra.

Tepi jantung (margo kordis) yaitu:


a. Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai dari vena kava superior
sampai ke apeks kordis
b. Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari bawah muara vena
pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis.

Alur permukaan jantung:


a. Sulkus atrioventrikularis: mengelilingi batas bawah basis kordis.
b. Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis dengan aurikula sinistra berjalan
ke bawah menuju apeks kordis.
c. Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah kanan muara vena cava
inferior menuju apeks kordis.
Jantung terletak agak melintang di dalam rongga toraks. Dua per tiga bagiannya berada di
sebelah kiri garis tengah dan sepertiganya di sebelah
kanan garis tengah. Proyeksi jantung pada permukaan dada terdiri dari:
1. Atrium kanan: merupakan bagian jantung yang terletak paling jauh di sisi kanan, yaitu kira-
kira 2 cm di sebelah kanan tepi sternum setinggi sendi kostosternalis ke-3 sampai ke-6.
2. Ventrikel kanan: menempati sebagian besar proyeksi jantung pada dinding dada. Batas
bawahnya adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke-6 dengan apeks
jantung.
3. Ventrikel kiri: tidak begitu tampak jika dilihat dari depan. Proyeksi jantung pada dada,
daerah tepi kiri ke atas selebar 1,5 cm, merupakan wilayah ventrikel kiri. Batas kiri jantung
adalah garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi kostosternalis II sebelah kiri.
4. Atrium kiri: bagian jantung yang letaknya paling posterior dan tidak terlihat dari depan.
Kecuali sebagian kecil saja yang terletak di belakang sendi kostosternalis kiri ke-2.

INSPEKSI
Inspeksi ekspresi wajah pasien
Memperhatikan ekspresi wajah pasien seperti: dalam keadaan kesakitan (ringan hingga
berat), pucat, berkeringat, sesak saat istirahat, tanda-tanda sianosis sentral, anemis di konjungtiva
atau ikterus pada sklera.

Inspeksi leher
Apakah ada distensia vena jugularis, dengan cara pasien diposisikan semi-fowler dengan
kepala sedikit miring menjauh dari sisi yang sedang diperiksa.
Inspeksi dada
Pasien berada dalam posisi yang nyaman, yaitu terlentang semi-fowler dan penerangan
harus cukup baik. Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda yang mengungkapkan keadaan
jantung pada permukaan dada dengan cara melihat/mengamati.Tanda-tanda itu adalah:
1. Bentuk prekordium
2. Denyut pada apeks jantung
3. Denyut nadi pada dada
4. Denyut vena

Bentuk prekordium
Pada umumnya kedua hemithoraks adalah simetris. Prekordium yang cekung dapat terjadi
akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, skoliosis atau kifoskoliosis dan akibat
penekanan oleh benda yang seringkali disandarkan pada dada dalam melakukan pekerjaan
(contoh pemahat tukang kayu). Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran
jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum dan skoliosis atau
kifoskoliosis. Penyakit jantung yang menimbulkan penggembungan setempat pada prekordium
adalah penyakit jantung bawaan (Tetralogi Fallot), penyakit katup mitral atau aneurisma aorta
yang berangsur menjadi besar serta aneurisma ventrikel sebagai kelanjutan infark kordis.

Denyut apeks jantung (iktus kordis)


Tempat iktus kordis belum tentu dapat dilihat terutama pada orang gemuk. Dalam
keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat pada ICS V sisi
kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra. Iktus pada anak-anak tampak pada ICS IV,
sedangkan pada wanita hamil atau yang perutnya buncit iktus kordis dapat bergeser ke samping
kiri. Tempat iktus kordis sangat tergantung pada :
a. Sikap badan
Sikap tiduran dengan menghadap ke kiri, iktus akan terdapat dekat linea axillaris anterior;
pada sikap tiduran dengan menghadap ke kanan iktus terdapat dekat tepi sternum kiri; dan
pada sikap berdiri maka iktus akan lebih rendah dan lebih ke dalam dari pada sikap tiduran.

b. Letak diafragma.
Letak iktus lebih ke bawah dan pindah ke medial ± 1-1,5 cm pada keadaan inspirasi yang
dalam. Wanita hamil trimester III, dimana diafragma terdesak ke atas, maka iktus akan lebih
tinggi letaknya, bisa pada ICS III atau bahkan II, serta agak di luar linea midklavikularis.
Pasien dengan ascites juga akan dijumpai keadaan seperti tersebut di atas.

Kadang-kadang iktus dapat ditentukan dengan melihat papilla mammae, tapi seringkali hal
ini tidak dapat dijadikan patokan karena letak papilla mammae terutama pada wanita sangat
variabel. Iktus sangat menentukan batas jantung kiri. Maka jika didapatkan iktus terdapat pada
perpotongan antara ICS V kiri dengan linea midklavikularis, berarti besar jantung normal. Jika
iktus terdapat di luar linea midklavikularis, menunjukkan suatu hal yang abnormal, dapat
disebabkan oleh pembesaran jantung kiri atau jika besar jantung adalah normal, maka
perpindahan itu disebabkan oleh penimbunan cairan dalam kavum pleura kiri atau adanya
schwarte pleura kanan. Jika iktus terdapat lebih medial (lebih kanan) dari normal, hal ini juga
patologis, dapat terjadi karena penimbunan cairan pleura kiri atau adanya schwarte pleura kanan.
Sifat iktus :
a. Keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya lokal. Pembesaran
pada ventrikel kiri, iktus akan meluas.
b. Iktus hanya terjadi selama sistolik. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga
palpasi pada a.carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari
sistolik.

Denyutan nadi pada dada.


Bagian prekordium di samping sternum dapat bergerak naik-turun seirama dengan
diastolik dan sistolik. Tanda ini terdapat pada ventrikel kanan yang membesar. Apabila di
dinding dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta.
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ICS II kanan, sedangkan denyutan
dada di ICS II kiri menunjukkan adanya dilatasi a.pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.

Denyutan vena
Vena yang tampak pada dinding dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan.Vena
yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna.

Inspeksi anggota gerak atas


Diperhatikan apakah ada deformitas jari dan persendian jari, sianosis dan clubbing finger.
Inspeksi anggota gerak bawah
Perhatikan apakah ada edema tungkai, edema pretibial, edema pergelangan kaki (ankle
edema), varises dan tromboflebitis.

PALPASI
Palpasi tekanan vena jugularis
Kemampuan menilai fungsi jantung dan volume darah yang dipompakan dapat tergambar
melalui penilaian tekanan vena jugularis/ jugular venous pressure (JVP). Vena-vena servikalis
membentuk suatu manometer berisi darah yang berhubungan dengan atrium kanan dan dapat
digunakan untuk mengukur tekanan rata-rata atrium kanan. Selain itu, vena-vena servikalis
tersebut dapat memberikan informasi mengenai bentuk gelombang pada atrium kanan.
Tinggi tekanan vena rata-rata harus diukur dengan patokan sudut sternum. Umumnya
tekanan tersebut setinggi sudut sternum, bila tinggi tekanan < 2 cm di atas sudut sternum pada
pasien yang berbaring pada sudut 450 maka dianggap normal.

Tekanan JVP.

Teknik pengukuran JVP dengan posisi yang berbeda.

Palpasi prekordium
Palpasi dapat menguatkan hasil yang didapat dari inspeksi. Denyutan yang tidak tampak,
juga dapat ditemukan dengan palpasi. Palpasi pada prekordiun harus dilakukan dengan telapak
tangan dahulu, baru kemudian memakai ujung ujung jari. Palpasi mula-mula harus dilakukan
dengan menekan secara ringan dan kemudian dengan tekanan yang keras. Pemeriksa berdiri di
sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam sikap duduk dan kemudian berbaring terlentang.
Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada prekordium dengan ujung-ujung jari menuju ke
samping kiri thoraks. Hal ini dilakukan untuk memeriksa denyutan apeks. Setelah itu tangan
kanan pemeriksa menekan untuk menilai kekuatan denyutan apeks. Jika denyut apeks sudah
ditemukan dengan palpasi menggunakan telapak tangan, kita palpasi denyut apeks dengan
memakai ujung-ujung jari telunjuk dan tengah. Saat dilakukan palpasi jantung, telapak tangan
diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan di atas iktus kordis (apical impulse).

Teknik palpasi iktus kordis pada dinding thoraks.

Lokasi point of maximal impulse, normal terletak pada ICS V kira-kira 1 jari medial dari
garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng,
iktus kordis terdapat pada ICS VI medial dari garis midklavikular, sedangkan pada bentuk dada
yang pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Keadaan normal lebar iktus kordis yang
teraba adalah 1-2 cm. Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi sysolic
lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar.

Lokasi point of maximal impulse.


PERKUSI
Tindakan perkusi biasanya tidak bermanfaat kecuali dalam menentukan posisi
mediastinum pada kasus pergeseran mediastinum akibat hambatan aliran udara atau kolaps paru
kanan yang dicurigai akibat penyakit paru kronik. Pemeriksaan perkusi jantung untuk mencari
batas jantung relatif dan absolut.
1. Perkusi batas atas dari jantung: normal di ICS III.
2. Batas kiri jantung: dilakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Perubahan antara bunyi
sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri. Dengan cara
tersebut kita akan dapatkan tempat iktus, yaitu normal pada ruang interkostale V kiri agak ke
medial dari linea midklavikularis sinistra, dan agak di atas batas paru-hepar.
3. Batas kanan jantung: juga dilakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Disini agak sulit
menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak. Batas
bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan, di linea parasternalis
kanan.
4. Batas jantung absolut: letaknya kira-kira 2 jari dari batas jantung relatif.

Proyeksi sistem kardiovaskuler.


AUSKULTASI
Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop. Stetoskop berfungsi menyalurkan suara
dari dinding dada disertai eksklusi bising lain. Jenis yang digunakan adalah stetoskop duplek,
memiliki dua corong yang dapat dipakai bergantian. Bell digunakan untuk mendeteksi bunyi
bernada rendah, sedangkan diafragma memperkuat bunyi bernada lebih tinggi. Pertama,
pemeriksa perlu mendengarkan bunyi di apeks dengan menggunakan bel dan diafragma, untuk
mencari bising nada rendah, stenosis mitral dan bising pansistolik regurgitasi mitral. Daerah-
daerah ini adalah:
- Tepi sternum kiri : bising trikuspid
- ICS II kiri : bising pulmonal
- ICS II kanan : bising aorta

Bunyi jantung dibedakan menjadi:


a. Bunyi jantung utama; terdiri dari: bunyi jantung I, II, III dan IV.
1) Bunyi jantung I
Ditimbulkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama katup mitral.
Keadaan normal terdengar tunggal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I:
- Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, makin kuat dan cepat maka makin
keras bunyinya.
- Posisi katup atrioventrikuler pada saat sebelum kontraksi ventrikel. Makin dekat
terhadap posisi tertutup, makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar dari
ventrikel maka makin pelan pula terdengarnya BJ I. Sebaliknya makin lebar
terbukanya katup atrioventrikuler sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena
akselerasi darah dan gerakan katup lebih cepat.
- Jarak jantung terhadap dinding dada. Pasien yang memiliki dada kurus, BJ lebih
keras terdengar dibandingkan pasien gemuk. Demikian juga dengan pasien dengan
emfisema pulmonum, BJ akan terdengar lemah.
Untuk membedakan BJ I dan II, pemeriksaan auskultasi dapat disertai dengan
pemeriksaan nadi, karena BJ I akan terdengar bersamaan dengan denyutan nadi.
2) Bunyi jantung II
Timbul karena getaran menutupnya katup semilunar aorta maupun pulmonal. Keadaan
normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang bervariasi dengan
pernapasan pada anak-anak atau dewasa muda.
BJ II terdiri dari komponen aorta dan pulmonal. Komponen aorta lebih keras terdengar
pada area aorta sekitar ICS II kanan, sedangkan komponen pulmonal terdengar keras di
sekitar area pulmonal.
3) Bunyi jantung III
Disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid filling
phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa muda atau
dimana compliance otot ventrikel menurun (hipertrofi atau dilatasi).
4) Bunyi jantung IV
Disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel dengan penurunan
compliance. Jika atrium tidak berkontraksi dengan efisien, misalnya pada atrial fibrilasi,
maka BJ IV tidak terdengar.
Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan katup dimana bunyi tersebut didengar, M1 berarti
BJ I di daerah mitral, P2 berarti BJ II di daerah pulmonal. Bunyi jantung I normal akan
terdengar jelas di daerah apeks, sedangkan BJ II dikatakan mengeras jika terdengar sama
kerasnya dengan BJ I di apeks.

Skema bunyi jantung utama.

Bising jantung / cardiac murmur


Bising jantung lebih lama daripada bunyi jantung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
auskultasi bising adalah :
1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising sistolik), ataukah bising terdapat
antara BJ II dan BJ I (=bising diastolik). Cara termudah untuk menentukan bising sistolik
atau diastolik ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya
iktus atau pulsasi a.carotis, maka bising itu adalah bising sistolik.
2. Tentukan lokasi bising yang terkeras.
3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke semua arah
tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan
lebih dulu.
4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut.
Ada 6 derajat bising :
a. Bising yang paling lemah yang dapat didengar. Bising ini hanya dapat didengar
dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah benar-benar merupakan suara
bising.
b. Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
c. (3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas
diantara (2) dan (5).
d. Bising yang sangat keras, tapi tidak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan
pada dinding dada.
e. Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.
5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup,
atau bising yang melagu.

Secara klinis, bising dapat dibagi menjadi :


1. Bising fisiologis.
Biasanya bising yang sistolik merupakan bising yang fisiologis, dan jarang patologis. Tetapi
bising diastolik selalu merupakan hal yang patologis. Sifat-sifat bising fisiologis adalah
sebagai berikut:
a) Biasanya bersifat meniup.
b) Tak pernah disertai getaran.
c) Biasanya tidak begitu keras tetapi lebih dari derajat II.
d) Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentang dan pada saat ekspirasi.
e) Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II-III kiri pada tempat konus
pulmonalis.
2. Bising patologis
Bising sistolik yang terdapat pada apeks biasanya patologis. Sifatnya meniup, intensitasnya
tak tentu, lamanya juga tak tentu. Keadaan-keadaan di bawah ini sering ditemukan bising
sistolik pada apeks :
a) Insufisiensi mitralis organik misal pada cacat katub karena reuma.
b) Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis relatif lebih besar daripada
valvula mitralis. Jadi disini ada insufisiensi mitral relatif. Hal ini terdapat pada
miodegenerasi dan hipertensi hebat.
c) Anemia dan hipertiroid atau demam.Bising disini terjadi karena darah mengalir lebih
cepat.
d) Stenosis aorta. Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada aorta, yang kemudian
dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga pada apeks akan terdengar bunyi yang lebih
lemah daripada aorta.

PEMERIKSAAN PEMBULUH DARAH PERIFER


Pemeriksaan pembuluh darah perifer yang biasa dilakukan adalah palpasi nadi.
Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah palpasi nadi dari a.radialis. Yang diperhatikan pada
pemeriksaan palpasi nadi yaitu:
1. Frekuensi nadi.
Frekuensi nadi adalah jumlah denyut nadi selama 1 menit. Frekuensi nadi yang normal pada
orang dewasa adalah antara 60-90, rata-rata 70-75. Frekuensi nadi pada anak-anak dan
wanita sedikit lebih cepat. Demikin juga halnya pada waktu berdiri, sedang makan,
mengeluarkan tenaga atau waktu mengalami emosi. Frekuensi nadi yang dianggap abnormal
adalah lebih dari 100 dan kurang dari 60. Nadi yang cepat dikenal dengan takikardi atau
pulsus frekuens; sedangkan nadi yang lambat dikenal dengan bradikardi atau pulsus rarus.
Takikardi dijumpai pada demam tinggi, tirotoksikosis, infeksi streptokokus, difteri dan
berbagai jenis penyakit jantung seperti supraventrikuler takikardia paroksismal. Bradikardi
terdapat pada penyakit miksedema, penyakit kuning, demam enteritis dan tifoid.
2. Tegangan.
Tegangan nadi tergantung dari desakan darah. Cara memeriksa: tangan kanan penderita
diletakkan dengan telapak tangan menghadap ke atas dan disandarkan pada ibu jari
pemeriksa. Di atas a. radialis diletakkan berjajar jari telunjuk, tari tengah, dan jari manis.
Telunjuk menekan a.radialis sehingga a. radialis menutup, setelah itu dengan jari manis kita
tekan a. radialis perlahan-lahan sampai jari tengah tak merasakan adanya pulsasi lagi. Jadi
kesan besarnya desakan darah diperoleh dari jari manis yang menghilangkan pulsasi. Untuk
ini, kita harus melatih diri supaya dapat mengetahui tegangan nadi.
3. Irama nadi.
Irama nadi dibedakan menjadi reguler/teratur dan irreguler/tidak teratur. Denyut nadi orang
sehat biasanya teratur, tetapi nadi yang tidak teratur belum tentu abnormal. Aritmia sinus
adalah gangguan irama nadi, dimana frekuensi nadi menjadi cepat pada waktu inspirasi dan
melambat pada wkatu ekspirasi. Hal demikian adalah normal dan mudah dijumpai pada
anak-anak. Jenis nadi tak teratur lainnya adalah abnormal. Kondisi gangguan hantaran
jantung dapat terjadi keadaan dimana tiap-tiap dua denyut jantung dipisahkan oleh waktu
yang lama, sehingga satu diantara tiap-tiap dua denyut menghilang. Nadi semacam ini
dinamakan pulsus bigeminus. Kalau tiap 2-3 denyut diceraikan oleh waktu yang lama
dinamakan pulsus trigeminus. Interval denyutan nadi yang memanjang dapat ditemukan juga
jika terdapat satu denyutan tambahan yang timbul lebih dini daripada denyutan-denyutan
lain yang menyusulnya. Denyutan ini dinamakan denyutan ekstra-sistolik. Nadi yang sama
sekali tidak teratur dikenal sebagai pulsus iregularis totalis dan nadi ini merupakan gejala
dari fibrilasi atrium.
4. Macam-macam denyut nadi.
Tiap denyut nadi dapat dilukiskan sebagai satu gelombang yang terdiri dari bagian yang
meningkat, bagian yang menurun dan puncaknya. Dengan cara palpasi kita dapat
menafsirkan gelombang tersebut. Gelombang nadi yang lemah mempunyai puncak yang
tumpul dan rendah. Denyut nadi itu sifatnya seolah-olah merangkak. Nadi semacam ini
dinamakan pulsus anakrot, yang khas terdapat pada stenosis aorta. Sebaliknya denyut nadi
yang terasa seolah-olah meloncat tinggi, yaitu denyutan yang meningkat tinggi dan menurun
secara cepat sekali,adalah khas untuk insufisiensi aorta, nadi semacam ini dinamakan pulsus
seler. Ada juga denyut nadi yang dinamakan pulsus paradoksus, yaitu denyut nadi yang
menjadi semakin lemah selama inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir
inspirasi untuk timbul kembali pada saat ekspirasi. Nadi semacam ini menunjukkan adanya
pericarditis constrictiva dan efusi perikardium. Pulsus alternans adalah nadi yang
mempunyai denyut yang kuat dan lemah berganti-ganti. Hal ini menandakan adanya
kerusakan pada otot jantung.
5. Isi nadi.
Isi nadi ditentukan oleh faktor dari dalam jantung dan pembuluh darah. Dibedakan menjadi
isi nadi normal, isi nadi kurang/pulsus parvus atau isi nadi besar/pulsus magnus. Tiap denyut
nadi sejumlah darah melewati bagian tertentu dari arteri. Banyaknya jumlah darah ini
dicerminkan oleh tingginya puncak gelombang nadi. Jika suatu denyutan terasa mendorong
jari yang malakukan palpasi, maka dikatakan bahwa nadi itu besar disebut dengan pulsus
magnus. Sebaliknya jika gelombang nadi kecil, jumlah darah yang melalui arteri kecil,
disebut dengan pulsus parvus. Nadi yang besar dijumpai pada waktu orang mengeluarkan
tenaga atau jika ada demam tinggi yang akut. Pada pulsus seler didapati denyut yang besar,
akan tetapi datang dan hilangnya denyutan cepat sekali. Pulsus parvus dijumpai pada
perdarahan, infark cordis, dan stenosis aorta. Isi nadi juga mencerminkan perbedaan antara
tekanan sistolik dan diastolik yang dikenal sebagai tekanan nadi.
6. Bandingkan nadi a.radialis kiri dan kanan.
Jika tidak sama disebut nadi tak sama (pulsus differens). Hal ini disebabkan oleh:
a. Kelainan a. radialis, yaitu a. radialis tetap kecil bentuknya, sehingga a. ulnaris yang
membesar. Di sini a. ulnaris harus diperiksa dengan cara meraba sebelah dalam m.flexor
carpi ulnaris.
b. Penyakit pada pangkal a. anonyma, a. subclavia, aorta yaitu aneurisma aorta. Hal ini
menyebabkan desakan antara lengan kanan dan kiri tidak sama.
7. Keadaan dinding arteri.
Keadaan arterisklerosis dinding akan teraba abnormal keras. Bila tingkatan sklerosis
berlanjut, pembuluh juga akan mengalami pemanjangan sehingga berkelok-kelok. Keadaan
ini dapat terlihat jelas pada a.brachialis. Pada keadaan normal, dinding arteri akan teraba
kenyal.
CHECK LIST SKILL LAB:
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

Skor
No. Aspek Penilaian
0 1 2 3
1.  Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri.
 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa
takut dan stres sebelum dilakukan pemeriksaan fisik.
 Memberikan informasi dengan jelas, lengkap dan jujur
tentang tujuan dan cara pemeriksaan.
 Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit atau tidak
nyaman yang mungkin saja timbul selama pemeriksaan
dilakukan dan meminta ijin untuk melakukan pemeriksaan.
2. Mencuci tangan dengan teknik 6 langkah dan mengeringkan tangan
dengan washlap
I. Inspeksi (pasien berbaring dengan posisi 30 – 45% ):
Mulai dari kepala sampai kaki (pemeriksa berdiri disamping kepala
3.
pasien)
Ekspresi wajah: apakah pasien tampak kesakitan, sesak, pucat,
4.
berkeringat atau tanda-tanda sianosis sentral.
5. Anggota gerak atas: adanya clubbing finger dan sianosis perifer.
Anggota gerak bawah: adanya clubbing finger, sianosis perifer dan
6.
edema
Leher: apakah tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid atau distensi
7.
vena jugularis.
Dada: bentuk rongga dada (normal atau ada kelainan bentuk),
8. pergerakan dada (simetris atau tidak), mendeskripsikan apeks kordis
(terlihat atau tidak).
II. Palpasi (pasien berbaring dengan posisi 30 – 45%):
Pembuluh darah perifer (a. radialis): menilai frekuensi, irama
9.
(reguler/irreguler), isi nadi (tekanan pervolum : kuat, kurang, lemah).
10. Melakukan pemeriksaan dan pengukuran JVP (posisi kepala 30 0).
11. Ictus cordis: lokasi dan kualitas denyut.
III Perkusi (pasien berbaring dengan posisi 30 – 45% ) :
12. Melakukan perkusi batas jantung : atas kiri dan kanan.
IV. Auskultasi bunyi jantung (pasien berbaring dengan posisi 30 – 45%):
Dengan menggunakan stetoskop mendengarkan bunyi jantung dan
13. bising jantung pada : katup mitral, katup trikuspid, katup pulmonal
dan katup aorta.
 Mencuci tangan kembali dengan teknik 6 langkah dan
mengeringkan dengan washlap
14.
 Memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan dan
follow-up lebih lanjut.
Keterangan Skor Aceh Besar, ................2019
0. Tidak Dilakukan sama sekali Instruktur,
1. Dilakukan tetapi kurang benar ( kesalahan > 50 %)
2. Dilakukan tetapi kurang benar ( kesalahan < 50 %)
3. Dilakukan dengan benar

NILAI : Skor Total X 100 = ....... (..........................................)


42

Anda mungkin juga menyukai