0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
83 tayangan6 halaman
Makalah ini membahas analisis kandungan sulfametoksazol dan trimetoprim pada sediaan kotrimoksazol. Ia meninjau sejarah penemuan antibiotik tersebut, sediaan yang beredar, serta metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang dapat digunakan seperti kromatografi dan elektroforesis kapiler. Tujuannya adalah mengembangkan metode analisis yang sederhana, cepat dan ekonomis untuk menjamin mutu obat kotrimoksazol.
Makalah ini membahas analisis kandungan sulfametoksazol dan trimetoprim pada sediaan kotrimoksazol. Ia meninjau sejarah penemuan antibiotik tersebut, sediaan yang beredar, serta metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang dapat digunakan seperti kromatografi dan elektroforesis kapiler. Tujuannya adalah mengembangkan metode analisis yang sederhana, cepat dan ekonomis untuk menjamin mutu obat kotrimoksazol.
Makalah ini membahas analisis kandungan sulfametoksazol dan trimetoprim pada sediaan kotrimoksazol. Ia meninjau sejarah penemuan antibiotik tersebut, sediaan yang beredar, serta metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang dapat digunakan seperti kromatografi dan elektroforesis kapiler. Tujuannya adalah mengembangkan metode analisis yang sederhana, cepat dan ekonomis untuk menjamin mutu obat kotrimoksazol.
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang dibuat secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini begitu pula semua senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay, 2007). Banyak sediaan antibiotik yang beredar menggunakan kombinasi bahan aktif. Keuntungan kombinasi obat ini memiliki efek yang sinergis atau potensial bila dibandingkan dengan efek masing-masin penyusunnya, contohnya kotrimoksazol (Susilo, 2006). Kombinasi sulfametoksazol dan trimetropim, yang lebih dikenal dengan kotrimoksazol bekerja sebagai antibakteri yang digunakan secara luas pada infeksi saluran kencing, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan (Sohrabi et al, 2009). Dua obat yang dikombinasikan ini dilaporkan lebih efektif sebagai antibakteri karena bekerja secara sinergis (Shamsa and Amani, 2006). Saat ini, di pasaran ditemui berbagai macam sediaan kotrimoksazol baik generik maupun paten. Untuk menjamin kotrimoksazol yang dikonsumsi masyarakat merupakan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat maka diperlukan pemantauan kandungannya dengan metode analisis yang valid. Berbagai metode penentuan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim telah dilaporkan antara lain kromatografi (Agbaba et al., 1996; Okine et al., 2006; Harmita et al., 2012) dan elektroforesis kapiler (Qianfeng et al., 2000; Qing-Cui et al., 2008). Metode tersebut memerlukan reagen yang mahal dan waktu yang lama sehingga kurang sesuai untuk kontrol kualitas secara rutin. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengembangan metode analisis yang sederhana, cepat dan ekonomis (Khanmohammadi et al., 2011; Givianrad and Mohagheghian, 2011). I.2 Tujuan Makalah 1. Untuk mengetahui sejarah penemuan antibiotik sulfametoksazol dan trimetoprim 2. Untuk mengetahui sediaan yang beredar di pasaran dengan komposisi sulfametoksazol dan trimetoprim 3. Untuk mengetahui metode pemisahan, analisis kualitatif dan analisis kuantitatif dari sulfametoksazol dan trimetoprim 4. Untuk mengetahui metode klasik maupun modern yang dapat digunakan untuk analisis kandungan sulfametoksazol dan trimetoprim BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sejarah Penemuan Sulfametoksazol dan Trimetoprim
Perkembangan sejarah, pada tahun 1935, Domagk telah menemukan bahwa suatu zat warna merah, prontosil rubrum, bersifat bakterisid in vivo tetapi inaktif in vitro. Ternyata zat ini dalam tubuh dipecah menjadi sulfanilamide yang juga aktif in vitro. Berdasarkan penemuan ini kemudian disintesa menjadi sulfapiridin yaitu obat pertama yang digunakan secara sistemis untuk pengobatan radang paru (1937). Dalam waktu singkat obat ini diganti oleh sulfathiazole (Cobazol) yang kurang toksik (1939), disusul pula oleh sulfaniazine, sulfmetoksazole, dan turunan-turunan lainnya yang lebih aman lagi. Setelah diintroduksi derivate- derivat yang sukar reasorbsinya dari usus (sulfaguanidin dan lain-lain), akhirnya disintesa sulfa dengan efek panjang, antara lain sulfadimetoksil (Madribon), sulfametoksipiridazine (Laderkyn), dan sulfalen. Pada awalnya, Para sulfonamida bernama Prontosil. Prontosil adalah sebuah prodrug.
Gb. Protonsil
Percobaan dengan Prontosil mulai pada tahun 1932 di laboratorium Bayer
AG yang merupakan perusahaan kimia yang terpercaya di Jerman. Tim Bayer percaya bahwa zat pewarna yang dapat mengikat bakteri dan parasit yang berbahaya bagi tubuh. Setelah bertahun-tahun tim yang dipimpin oleh dokter / peneliti Gerhard Domagk (bekerja di bawah arahan umum Farben eksekutif Heinrich Hoerlein) melakukan uji coba pada ratusan zat pewarna akhirnya ditemukan satu zat aktif yang berwarna merah. Zat tersebut disintesis oleh ahli kimia Bayer Josef Klarer yang memiliki efek luar biasa dalam beberapa kasus infeksi bakteri pada tikus .Penemuan pertama tidak dipublikasikan sampai 1935, lebih dari dua tahun setelah obat itu dipatenkan oleh Klarer dan pasangannya Fritz Mietzsch. Prontosil menjadi produk obat baru dari Bayer. Obat tersebut dapat secara efektif mengobati berbagai infeksi bakteri dalam tubuh yang memiliki tindakan perlindungan yang kuat terhadap infeksi yang disebabkan oleh streptokokus, termasuk infeksi darah, demam nifas, dan erysipelas. Sebuah tim peneliti Perancis yang dipimpin oleh Ernest Fourneau, di Institut Pasteur, menyatakan bahwa obat tersebut dimetabolisme menjadi dua bagian di dalam tubuh. Bagian yang tidak berwarna (inaktif) jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan bagian yang berwarna (aktif). Senyawa aktif tersebut dinamakan sulfanilamide. Penemuan ini membantu mendirikan konsep “bioactivation”. Molekul aktif sulfanilamid (sulfa) pertama kali disintesis pada tahun 1906. II.2 Sediaan yang Beredar di Pasaran Kombinasi sulfametoksazol dan trimetropim, yang lebih dikenal dengan kotrimoksazol banyak terdapat dipasaran dengan berbagai dosis, diantaranya : 1. Tablet Cotrimoxazole 480 mg (400mg Sulfametoksazol + 80mg Trimetropim) : Cotrimoxazole, Sanprima, Batricid, Bactrim, Bactrizol, Grapirma, Ikaprim, Infantrim, Moxalas, Nufaprim, Ottoprim, Primadex, Primazole. 2. Tablet Cotrimoxazole 960 mg (800mg Sulfametoksazol + 160mg Trimetropim) : Sanprima Forte, Batricid Forte, Bactrim Forte, Bactrizol Forte, Grapirma Forte, Ikaprim Forte, Lapikot Forte, Nufaprim Forte, Ottoprim Forte, Primadex Forte, Primazole. 3. Suspensi Cotriimoxazole 240 mg (200mg Sulfametoksazol + 40mg Trimetropim) : Cotrimoxazole syrup, Sanprima, Infantrim, Moxalas, Nufaprim, Ottoprim, Primadex, Primazole (Team Medical Mini Notes, 2007). II.3 Metode Analisis Sulfametoksazol dan Trimetoprim 1. Analisis Kualitatif a. Uji organoleptik Bentuk : Serbuk halus Warna : Putih Bau : Berbau khas Kelarutan : Tidak larut dalam alkohol 96 %. b. Uji Pendahuluan 1) Reaksi cuprifil Zat dilarutkan dalam NaOH, dinetralkan dengan HCl + CuSO4 hijau abu-abu coklat. 2) Reaksi parri Zat dilarutkan dalam alkohol + parri + NH4OH 1 tetes ungu – merah jambu. 3) Reaksi DAB – HCl Zat + DAB – HCl merah tomat. (Cairns, 2008). 2. Analisis Kuantitatif