Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TOKSIKOLOGI

“TOKSIKOLOGI HEROIN”

Dosen Pengampu
Rahmayati Rusnedy, M.Si, Apt

Di susun oleh :
Kelompok 3

1. Aulia Ulfa Fiani (1801087)


2. Hazyka Lutica (1801095)
3. Indah Putriana (1801097)
4. Nasya Aprilla.N (1801104)
5. Siti Apsyah (1501100)
6. Tina Sari Bulan (1901124)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan
izin-nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Toksikologi Heroin” yaitu
tugas dari Ibu Rahmayati Rusnedy, M,Si., Apt. Shalawat serta salam tak lupa
penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi semesta alam Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini.
Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna
keberhasilan penulisan yang akan datang.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang
telah dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT. Aamiin.

Pekanbaru,21 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................i
DAFTAR ISI ..................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN .....................................................................1
1.1. Latar Belakang ......................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................2
1.3. Tujuan ...................................................................................2
1.4. Manfaat .................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN ........................................................................3
2.1. Heroin ...................................................................................3
2.2. Mekanisme dan Efek Toksikan.............................................4
2.3. Simtom dan Gejala Toksik....................................................6
2.4. Penanganan dan Antisipasi Penyalahgunaan Obat Heroin....9
2.5. Contoh Kasus Penyalahgunaan Heroin di Indonesia............11
BAB III : PENUTUP ................................................................................13
3.1 Kesimpulan ..........................................................................13
3.2 Saran ....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................14

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1:Struktur Kimia dan Contoh Sediaan Heroin ..................................3

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1........................................................................................................Latar Belakang
Penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) saat ini semakin
marak terjadi. Penyalahgunaan ini akhirnya menimbulkan ketergantungan. Ketergantungan
dapat menyebabkan masalah serius dalam hal ekonomi, sosial, mental, kriminalitas dan
penyakit fisik. Penyalahgunaan NAPZA terjadi seperti fenomena gunung es dimana terdapat
peningkatan prevalensi namun hanya sedikit yang terlihat. Hal ini disebabkan karena
peredaran gelap yang tidak bisa dicegah sehingga mendapatkan zat tersebut menjadi mudah.
Data penyalahgunaan narkoba yang dilaporkan oleh United Nations Office on Drugs and
Crime (UNODC) tahun 2014 menyebutkan bahwa tahun 2012 di dunia diperkirakan ada 162
sampai 324 juta orang. Penyalahgunaan tertinggi heroin di kawasan Asia yaitu sebesar 1,2
persen.
Diperkirakan terdapat 900 ton opium dan 375 ton heroin yang keluar dari Afganistan
setiap tahunnya. Heroin di Indonesia dikenal dengan nama yang sama. Pada kadar yang lebih
rendah dikenal dengan sebutan putauw. Heroin didapatkan dari pengeringan ampas bunga
opium yang mempunyai kandungan morfin dan kodein yang merupakan penghilang rasa
nyeri yang efektif dan banyak digunakan untuk pengobatan dalam obat batuk dan obat diare.
Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, jumlah kasus narkoba
yang terkait hukum pada tahun 2013 sebanyak 35.436 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak
21.119 orang merupakan pengguna golongan narkotika dengan jumlah 1.695 orang memakai
heroin. Usia terbanyak adalah 26 sampai 40 tahun. Jumlah ini meningkat dibandingkan
dengan data yang disajikan oleh BNN mengenai jumlah kasus narkoba tahun 2011 sebanyak
29.526 kasus dengan pemakaian heroin sebanyak 689 kasus.
Penggunaan heroin lebih sering dengan suntikan atau injeksi, dan penggunannya
disebut dengan Injection Drug User (IDU). Pemakaian heroin dengan jarum suntik akan
memperbesar risiko timbulnya penyakit fisik seperti HIV, hepatitis, dan penyakit fisik
lainnya. Penyakit fisik ini juga dapat menular dari satu pemakai ke pemakai lainnya akibat
pemakaian jarum suntik secara bersama-sama. Hal ini menjadi perhatian untuk dicegah
karena semakin meluasnya penularan penyakit tersebut. Ketergantungan heroin dapat terjadi
karena berbagai macam faktor salah satunya faktor keluarga dan faktor kepribadian. Faktor
keluarga yang dimaksud adalah fungsi dari sebuah keluarga. Kepribadian yang dimaksud
adalah kepribadian yang mempermudah terjadinya ketergantungan. Hal ini menjadi dasar
untuk melakukan penelitian ini. Keparahan ketergantungan heroin pada masingmasing
individu berbeda menurut faktor-faktor yang memperberat. Keparahan ketergantungan heroin
dapat diukur dengan menggunakan WHO ASSIST. Terkait berbagai masalah di atas, maka
penulis menyusun sebuah makalah ilmiah mengenai penyalahgunaan heroin melalui study
literatur yang disusun secara sistematis.

1.2.Rumusan Masalah
1
1. Apa yang di maksud dengan obat heroin dan apa saja jenisnya ?
2. Bagaimana efek toksikan dan mekanisme kerja secara farmakokinetik dan
farmakodinamik toksikan?
3. Apa saja simtom/ gejala toksik dari obat heroin?
4. Bagaimana penanganan /antisipasi penyalahgunaan obat heroin?

1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa yang di maksud dengan obat heroin dan apa saja jenisnya ?
2. Untuk mengetahui bagaimana efek toksikan dan mekanisme kerja secara farmakokinetik
dan farmakodinamik toksikan?
3. Untuk mengetahui apa saja simtom/ gejala toksik dari obat heroin?
4. Untuk mengetahui bagaimana penanganan /antisipasi penyalahgunaan obat heroin?

1.4.Manfaat
1. Secara teoritis menambah wawasan mengenai jenis zat-zat kimia yang sering
disalahgunakan dalam berbagai kasus kriminal seperti penyalahgunaan narkotika yaitu
heroin.
2. Sebagai media maupun sumber informasi yang dapat digunakan dalam proses belajar

BAB II

2
PEMBAHASAN
2.1. Heroin
2.1.1. Devinisi Heroin
Menurut UU No.22 Narkotika disebutkan pengertian Narkotika adalah
“zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan”. Heroin masuk dalam Jenis Narkotika Golongan I,
hal ini berdasarkan UU No.22 Tahun 1997 narkotika diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) golongan, yaitu : Narkotika Golongan I adalah narkotika yang paling
berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan
penggunaannya untuk terapi pengobatan, kecuali penelitian dan pengembangan
pengetahuan. Narkotika yang termasuk golongan ini adalah ganja, heroin, kokain,
morfin,opium, dan lain sebagainya. Heroin atau diamorfin (INN) adalah sejenis
opioid alkaloid.
Heroin adalah derivative 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah namanya
adalah diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya melalui asetilasi. Bentuk Kristal
putihnya umumnya adalah garam hidroklorida, dan diamorfin hidroklorida.
Heroin dapat menyebabkan kecanduan. Nama lain dari Heroin yaitu:
Diamorphine, Diacetylmorphine, Acetomorphine, (Dual) Acetylated morphine,
Morphine diacetate.
Formula  C21H23NO5

Gambar 1: Struktur kimia dan Contoh sediaan Heroin

2.1.2. Jenis HeroinJenis


a. Bubuk putih Diperjualbelikan dalam kantung-kantung yang telah dikemas
secara khusus dengan ukuran 3x1,5 cm, berisi 100 mg bubuk dengan kadar
heroin berkisar antara 1-10%. Pada saat ini kadar heroin dalam bubuk
cenderung meingkat, rata-rata berkisar 35%. Biasanya bubuk tersebut
dicampur dengan gula, susu bubuk atau kanji. Banyak diperjualbelikan di
daerah Asia.
3
b. Bubuk coklat Bentuk, kemasan dan kadar heroin mirip dengan bubuk putih,
hanya warnanya yang coklat. Banyak didapatkan di daerah Mexico
c. Black Tar Banyak diperjualbelikan di Usa. Warna hitam disebabkan oleh
metode prosesing. Bentuknya kecil-kecil seperti kacang dan lengket. Kadar
heroin didalamnya berkisar 20-80%. Pemakaian biasanya dilarutkan dengan
sedikit air kemudian dihangatkan diatas api. Setelah dilarutkan dapat
dimasukkan ke dalam alat suntik.

2.2. Mekanisme dan Efek Toksikan


2.2.1. Farmakokinetik
 Absorpsi, Heroin diabsorpi dengan baik disubkutaneus, intramuskular dan
permukaan mukosa hidung atau mulut.
 Distribusi, Heroin dengan cepat masuk kedalam darah dan menuju ke dalam
jaringan. Konsentrasi heroin tinggi di paru-paru, hepar, ginjal dan limpa,
sedangkan di dalam otot skelet konsentrasinya rendah. Konsentrasi di dalam
otak relatif rendah dibandingkan organ lainnya akibat sawar darah otak.
Heroin menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat dibandingkan
dengan morfin atau golongan opioid lainnya.
 Metabolisme, Heroin didalam otak cepat mengalami hidrolisa menjadi
monoasetilmorfin dan akhirnya menjadi morfin, kemudian mengalami
konjugasi dengan asam glukuronik menajdi morfin 6-glukoronid yang berefek
analgesik lebih kuat dibandingkan morfin sendiri. Akumulasi obat terjadi pada
pasien gagal ginjal.
 Ekskresi, Heroin /morfin terutama diekstresi melalui urine (ginjal). 90%
diekskresikan dalam 24 jam pertama, meskipun masih dapat ditemukan dalam
urine 48 jam heroin didalam tubuh diubah menjadi morfin dan diekskresikan
sebagai morfin.

2.2.2. Farmakodinamik
 Mekanisme kerja Opioid agonis menimbulkan analgesia akibat berikatan
dengan reseptor spesifik yang berlokasi di otak dan medula spinalis, sehingga
mempengaruhi transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat 3 jenis reseptor yang
spesifik, yaitu reseptor μ (mu), δ (delta) dan κ (kappa). Di dalam otak terdapat
tiga jenis endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti opiat, yaitu enkephalin
yang berikatan dengan reseptor δ, β endorfin dengan reseptor μ dandynorpin
dengan reseptor κ. Reseptor μ merupakan reseptor untuk morfin (heroin).
Ketiga jenis reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan
dengan adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga
aktivitas pelepasan neurotransmitter terhambat.
 Efek inhibisi opiat dalam pelepasan neurotransmitter

4
 Pelepasan noradrenalin, Opiat menghambat pelepasan noradrenalin
dengan mengaktivasi reseptor μ yang berlokasi didaerah
noradrenalin. Efek morfin tidak terbatas dikorteks, tetapi juga di
hipokampus, amigdala, serebelum, daerah peraquadiktal dan locus
cereleus.
 Pelepasan asetikolin Inhibisi pelepasan asetikolin terjadi didaerah
striatum oleh reseptor deltha, didaerah amigdala dan hipokampus
oleh reseptor μ.
 Pelepasan dopamin Pelepasan dopamin diinhibisi oleh aktifitas
reseptor kappa .
 Tempat Kerja Ada dua tempat kerja obat opiat yang utama, yaitu susunan
saraf pusat dan visceral. Di dalam susunan saraf pusat opiat berefek di
beberapa daerah termasuk korteks, hipokampus, thalamus, hipothalamus,
nigrostriatal, sistem mesolimbik, locus coreleus, daerah periakuaduktal,
medula oblongata dan medula spinalis. Di dalam sistem saraf visceral, opiat
bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus submukous yang menyebabkan
efek konstipasi.

2.2.3. Efek toksikan


 Efek Susunan saraf pusat
1) Analgesia Khasiat analgetik didasarkan atas 3 faktor:
a. Meningkatkan ambang rangsang nyeri
b. Mempengaruhi emosi, dalam arti bahwa morfin dapat mengubah
reaksi yang timbul menyertai rasa nyeri pada waktu penderita
merasakan rasa nyeri. Setelah pemberian obat penderita masih tetap
merasakan (menyadari) adanya nyeri, tetapi reaksi khawatir takut
tidaklagi timbul. Efek obat ini relatif lebih besar mempengaruhi
komponen efektif (emosional) dibandingkan sensorik
c. Memudahkan timbulnya tidur
2) Eforia Pemberian morfin pada penderita yang mengalami nyeri, akan
menimbulkan perasaan eforia dimana penderita akan mengalami perasaan
nyaman terbebas dari rasa cemas. Sebaliknya pada dosis yang sama besar
bila diberikan kepada orang normal yang tidak mengalami nyeri, sering
menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir disertai mual, muntah, apati,
aktivitas fisik berkurang dan ekstrimitas terasa berat.
3) Sedasi Pemberian morfin dapat menimbulkan efek mengantuk dan
lethargi. Kombinasi morfin dengan obat yang berefek depresi sentral
seperti hipnotik sedatif akan menyebabkan tidur yang sangat dalam
4) Pernafasan Pemberian morfin dapat menimbulkan depresi pernafasan,
yang disebabkan oleh inhibisi langsung pada pusat respirasi di batang otak.

5
Depresi pernafasan biasanya terjadi dalam 7 menit setelah ijeksi intravena
atau 30 menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular. Respirasi
kembali ke normal dalam 2-3 jam
5) Pupil Pemberian morfin secara sistemik dapat menimbulkan miosis.
Miosis terjadi akibat stimulasi pada nukleus Edinger Westphal N. III 6.
Mual dan muntah Disebabkan oleh stimulasi langsung pada emetic
chemoreceptor trigger zone di batang otak.

 Efek perifer
1) Saluran cerna
a. Pada lambung akan menghambat sekresi asam lambung, mortilitas
lambung berkurang, tetapi tonus bagian antrum meninggi.
b. Pada usus beasr akan mengurangi gerakan peristaltik, sehingga dapat
menimbulkan konstipasi
2) Sistem kardiovaskular Tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap
tekanan darah, frekuensi maupun irama jantung. Perubahan yang tampak
hanya bersifat sekunder terhadap berkurangnya aktivitas badan dan
keadaan tidur, Hipotensi disebabkan dilatasi arteri perifer dan vena akibat
mekanisme depresi sentral oleh mekanisme stabilitasi vasomotor dan
pelepasan histamin
3) Kulit Mengakibatkan pelebaran pembuluh darah kulit, sehingga kulit
tampak merah dan terasa panas. Seringkali terjadi pembentukan keringat,
kemungkinan disebabkan oleh bertambahnya peredaran darah di kulit
akibat efek sentral danpelepasan histamine
4) Traktus urinarius Tonus ureter dan vesika urinaria meningkat, tonus otot
sphinkter meningkat,sehingga dapat menimbulkan retensi urine.

2.3. Simtom dan Gejala Toksik


a. Efek yang timbul akibat penggunaan heroin Menurut national Institute Drug Abuse
(NIDA), dibagi menjadi efek segera (short term) dan efek jangka panjang (long term)
 Efek segera (short term): Gelisah, Depresi pernafasan, Fungsi mental berkabut,
Mual dan muntah, Menekan nyeri, Abortus spontan.
 Efek jangka panjang (long term): Addiksi, HIV, hepatitis, Kolaps vena, Infeksi
bakteri, Penyakit paru (pneumonia, TBC), Infeksi jantung dan katupnya

b. Pengaruh heroin terhadap wanita hamil:


 Menimbulkan komplikasi serius, abortus spontan, lahir prematur
 Bayi yang lahir dari ibu pecandu narkotik memiliki resiko tinggi untuk terjadinya
SIDS (Sudden Infant Death Syndrome)
 Bayi yang lahir dari ibu pecandu narkotik dapat mengalami gejala with drawl
dalam 24-36 jam setelah lahir. Gejalanya bayi tambah gelisah, agitasi, sering
6
menguap, bersin dan menangis, gemetar, muntah, diare dan pada beberapa kasus
terjadi kejang umum.
 Komplikasi neurologis yang dapat terjadi akibat penggunaan heroin:
o Edema serebri
o Myelitis
o Postanoxia encephalopathy
o Crush injury
o Gangguan koordinasi, kesulitan untuk berbicara

c. Toksisitas dan Efek lain yang Tidak Diinginkan dari Pemakaian


 Intoksikasi akut (overdosis) Dosis toksik, 500 mg untuk bukan pecandu dan 1800
mg untuk pecandu narkotik. Gejala overdosis biasanya timbul beberapa saat
setelah pemberian obat. Gejala intoksikasi akut (overdosis):
o Kesadaran menurun, sopor – koma
o Depresi pernafasan, frekuensi pernafasan rendah 2-4 kali semenit, dan
pernafasan mungkin bersifat Cheyene stokes
o Pupil kecil (pin poiny pupil), simetris dan reaktif
o Tampak sianotik, kulit muka kemerahan secara tidak merata
o Tekanan darah pada awalnya baik, tetapi dapat menjadi hipotensi apabila
pernafasan memburuk danterjadi syok
o Suhu badan rendah (hipotermia) dan kulit terasa dingin
o Bradikardi
o Edema paru
o Kejang
o Kematian biasanya disebabkan oleh depresi pernafasan. Angka kematian
meningkat bila pecandu narkotik menggabungkannya dengan obat-obatan
yang menimbulkan reaksi silang seperti alkohol, tranquilizer. - Angka
kematian heroin + alkohol → 40 % - Angka kematian heroin + tranquilizer →
30 %
 Intoksikasi Kronis Addiksi heroin menunjukkan berbagai segi:
o Habituasi, yaitu perubahan psikis emosional sehingga penderita ketagihan
akan obat tersebut.
o Ketergantungan fisik, yaitu kebutuhan akan obat tersebut oleh karena faal dan
biokimia badan tidak dapat berfungsi lagi tanpa obat tersebut
o Toleransi, yaitu meningkatnya kebutuhan obat tersebut untuk mendapat efek
yang sama. Walaupun toleransi timbul pada saat pertama penggunaan opioid,
tetapi manifes setelah 2-3 minggu penggunaan opioid dosis terapi. Toleransi
akan terjadi lebih cepat bila diberikan dalam dosis tinggi dan interval
pemberian yang singkat. Toleransi silang merupakan karakteristik opioid yang

7
penting, dimana bila penderita telah toleran dengan morfin, dia juga akan
toleran terhadap opioid agonis lainnya, seperti metadon, meperidin dan
sebagainya.
o Mekanisme terjadinya toleransi dan ketergantungan obat: Mekanisme secara
pasti belum diketahui, kemungkinan oleh adaptasi seluler yang menyebabkan
perubahan aktivitas enzym, pelepasan biogenic amin tertentu atau beberapa
respon immun. Nukleus locus ceruleus diduga bertanggung jawab dalam
menimbulkan gejala withdrawl. Nukleus ini kaya akan tempat reseptor opioid,
alpha-adrenergic dan reseptor lainnya. Stimulasi pada reseptor opioid
danalpha-adrenergic memberikan respon yang sama pada intraseluler.
Stimulasi reseptor oleh agonis opioid (morfin) akan menekan aktivitas
adenilsiklase pada siklik AMP. Bila stimulasi ini diberikan secara terus
menerus, akan terjadi adaptasi fisiologik di dalam neuron yang membuat level
normal dari adeniliklase walaupun berikatan dengan opiat. Bila ikatan opiat
ini dihentikan dengan mendadak atau diganti dengan obat yang bersifat
antagonis opioid, maka akan terjadi peningkatan efek adenilsilase pada siklik
AMP secara mendadak dan berhubungan dengan gejala pasien berupa gejala
hiperaktivitas. Gejala putus obat (gejala abstinensi atau withdrawl syndrome)
terjadi bila pecandu obat tersebut menghentikan penggunaanobat secara tiba-
tiba. Gejala biasanya timbul dalam 6-10 jam setelah pemberian obat yang
terakhir dan puncaknya pada 36-48 jam. Withdrawl dapat terjadi secara
spontan akibat penghentian obat secara tibatiba atau dapat pula dipresipitasi
dengan pemberian antagonis opioid seperti naloxono, naltrexone. Dalam 3
menit setelah injeksi antagonis opioid, timbul gejala withdrawl, mencapai
puncaknya dalam 10-20 menit, kemudian menghilang setelah 1 jam.
Gejala putus obat:
1) 6 – 12 jam , lakrimasi, rhinorrhea, bertingkat, sering menguap, gelisah
2) 12 - 24 jam, tidur gelisah, iritabel, tremor, pupil dilatasi (midriasi),
anoreksia
3) 24-72 jam, semua gejala diatas intensitasnya bertambah disertai
adanya kelemahan, depresi, nausea, vornitus, diare, kram perut, nyeri
pada otot dan tulang, kedinginan dan kepanasan yang bergantian,
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung,gerakan involunter dari
lengan dan tungkai, dehidrasi dan gangguan elektrolit
4) Selanjutnya, gejala hiperaktivitas otonom mulai berkurang secara
berangsurangsur dalam 7-10 hari, tetapi penderita masih tergantung
kuat pada obat. Beberapa gejala ringan masih dapat terdeteksi dalam 6
bulan. Pada bayi dengan ibu pecandu obat akan terjadi keterlambatan
dalam perkembangan dan pertumbuhan yang dapat terdeteksi setelah
usia 1 tahun.

8
2.4. Penanganan dan Antisipasi Penyalahgunaan Obat Heroin
2.4.1. Teknik Identifikasi Penggunaan
a. Anamnesa
1. Auto anamnesa (pengakuan jujur dari pasien)
2. Alo anamnesa (dari keluarga yang dapat dipercaya)
b. Pemeriksaan fisik Intoxikasi akut:
1.Penurunan kesadaran
2.Ganguan otonom, bradikardi, hipotermia, hipotensi, sianosis, pin point pupil
3.Depresi pernafasan
4.Edema paru
5.Kejang (jarang)
6.Mata, sklera dapat ikterik akibat komplikasi pemakaian opiat secara IV
7.Bicara menjadi kaku, dismetri Gejala abstinensia: Gelisah, insomnia,
berkeringat, sering menguap, pupil dilatasi, takikardi, kram perut. Baik pada
intoksikasi maupun abstinensia, pada kulit ditemukan bekas suntikan
(hiperpigmentasi) di sepanjang pembuluh vena lengan Ditemukannya benda-
benda yang berhubungan dengan penggunaan obat seperti jarum suntik, pipa,
aluminium foil, bubuk heroin dan lain-lain disekitar penderita
c. Pemeriksaan laboratorium
1. Urine (drug screening) Untuk mengetahui zat yang dipakai oleh penderita.
Urine harus diperoleh tidak lebih dari 24 jam setelah pemakaian zat terakhir.
Metode pemeriksaan antara lain dengan cara paper chromatography, Thin
Layer Chromatography, Enzym Immunoassay.
2.Rambut Cara ini dinilai lebih mantap dibandingkan tes urin untuk
memastikan seseorang pecandu narkoba atau tidak. Ada beberapa kelebihan
dari analisis rambut bila dibandingkan dengan tes urin. Salah satunya adalah
narkoba dan metabolism narkoba akan berada dalam rambut secara abadi dan
mengikuti pertumbuhan rambut yang berlangsung sekitar 1 inchi per 60 hari.
Sedangkan, kandungan narkoba dalam urin segera berkurang dan menghilang
dalam waktu singkat. Dengan metode Liquid chromatography menggunakan
ultraviolet dapat dideterminasi adanya opiat pada rambut pexcandu heroin
(opiat). Seseorang dikatakan pecandu heroin, bila pada rambutnya ditemukan
kandungan 10 ng heroin/mg rambut.
3.Tes Darah Selain dilakukan pemeriksaan urin dan rapid test seperti
Strip/Stick dan Card Test, dapat dilakukan tes darah. Pada pengguna narkoba,
akan didapat hasil SGOT dan SGPT yang meningkat karena biasanya
pemakaian narkoba dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya
hepatomegali. Berikut ini disediakan tabel pemeriksaan tes darah dan tes
rambut tentang mendeteksi keberadaan narkoba. Jenis Narkoba Tes Darah Tes
Rambut Amphetamin 12 jam Hingga 90 hari Methamphetamin 1-3 hari
9
Hingga 90 hari Ekstasi (MDMA) 3-4 hari Hingga 90 hari Cannabis 2-3 hari
untuk pengguna ringan, 2 minggu untuk pengguna berat Hingga 90 hari
Kokain 2-10 hari Hingga 90 hari Morfin 1-3 hari Hingga 90 hari Metadon 24
jam Hingga 90 hari PCP 1-3 hari Hingga 90 hari

2.4.2. Sanksi Hukum Penyalahgunaan


a. Undang-undang RI No. 22 Tahun 1997 Tentang narkotika:
1. Penyalahgunaan (Pasal 78 dan Pasal 79)
2. Pengedar (Pasal 82)
3. Produsen (Pasal 80)
b. Undang undang No 22 , Tahun 1997 tentang Narkotika:
1. Pasal 78: Menanam, memelihara, mempunyai, memiliki, menyimpan,
menguasai Narkotika Golongan I, dipidana 10 tahun penjara dan denda
Rp. 500 juta.
2. Pasal 79: Memiliki, menyimpan, menguasai Narkotika Gol II, dipidana 7
tahun penjara dan denda Rp. 250 juta; Narkotika Gol III, dipidana 5 tahun
penjara dan denda Rp. 100 juta.
3. Pasal 80: Memproduksi, mengolah, menekstraksi, mengkonversi,merakit,
atau menyediakan Narkotika Gol I, dipidana mati atau penjara seumur
hidup atau 20 tahun penjara denda Rp. 500 juta; Narkotika Gol III,
dipidana 7 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta
4. Pasal 81: Membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkotika
Gol I, dipidana 15 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta; Narkotika Gol II,
dipidana 10 tahun penjara, dan denda Rp. 500 juta; Narkotika Gol III,
dipidana 7 tahun penjara dan denda 200 juta
5. Pasal 82: Mengimpor, mengekspor, menawarkan, menyalurkan, menjual,
membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual0beli atau
tukar menukar Narkotika Gol I dipidana Hukuman Mati, seumur hidup
atau penjara 20 tahun penjara dan denda Rp. 1 milyar, Narkotika Gol II,
dipidana mati atau penjara seumur hidup atau 15 tahun penjara dan denda
Rp. 500 Juta, Narkotika Gol II dipidana 10 tahun penjara dan denda Rp.
300 juta.
6. Pasal 84: Menggunakan narkotika gol I untuk digunakan orang lain,
dipidana 15 tahun penjara dan denda 750 juta; Narkotika Gol II, dipidana
10 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta; Narkotika Gol III, dipidana 5
tahun penjara dan denda Rp. 250 juta.
7. Pasal 85: Menggunaka Narkoitka Gol I bagi diri sendiri, dipidana 4 tahun
penjara, Narkotika Gol II, dipidana 2 tahun penjara, dan Narkotika Gol III,
dipidana 1 tahun penjara.
8. Pasal 86: Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur, yang
sengaja tidak melapor dipidana 6 bulan penjara dan denda Rp. 1 juta
10
9. Pasal 87: Menyuruh memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan
kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa, tipu
muslihat atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan
tindak kejahatan narkoba diancam pidana 5-20 tahun penjara dan denda
Rp. 20 juta sampai Rp. 600 juta

2.5. Contoh Kasus Penyalahgunaan HEROIN di Indonesia


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki undang-undang anti-
narkoba terberat di dunia, mengkategorikan pelanggaran terkait narkoba sebagai
kejahatan luar biasa yang patut diganjar hukuman mati. Berikut ke-14 nama terpidana
mati yang disebut akan dieksekusi mati, 11 diantaranya terkait penyeludupan Narkotika
jenis Heroin.
1. Ozias Sibanda (Zimbabwe) Ozias kedapatan menyembunyikan heroin dalam
perutnya. Ia pun divonis mati tahun 2001 oleh Pengadilan Negeri Tangerang dan
berkekuatan hukum tetap pada 2002.
2. Obina Nwajagu bin Emeuwa (Nigeria) Nwajagu ditangkap saat hendak membeli 45
pil heroin seberat 400 gram dari seorang warga Thailand. Ia dijatuhi hukuman mati
tahun 2002. Setelah dipindahkan ke Nusakambangan, ia ternyata masih
mengendalikan peredaran narkoba meski di dalam sel.
3. Fredderik Luttar (Zimbabwe) Fredderik dihukum mati karena menyelundupkan satu
kilogram heroin pada 2006. Ia sempat mengajukan peninjauan kembali, tetapi ditolak.
4. Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria) Humphrey merupakan otak dari peredaran
gelap narkoba oleh sindikat narkoba di Depok, tahun 2003. Ia ditangkap atas
kepemilikan dan memperjualbelikan 1,7 kilogram heroin.
5. Seck Osmane (Senegal) Osmane tertangkap tangan memiliki 2,4 kilogram heroin di
sebuah apartemen di Jakarta Selatan. Ia pun divonis hukuman mati oleh hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juli 2004.
6. Freddy Budiman (Indonesia) Freddy merupakan pengedar narkoba yang cukup gesit.
Pasalnya, setelah tertangkap pada 2009 karena kepemilikan 500 gram sabu, ia
kembali kedapatan menyimpan ratusan gram sabu tahun 2011. Belum habis masa
tahanannya, lagi-lagi ia tersangkut kasus narkoba di Sumatera. Bahkan, di balik jeruji
besi, Freddy masih mengatur peredaran narkoba.
7. Agus Hadi (Indonesia) Agus menyelundupkan 25.499 butir ekstasi dari Malaysia ke
Batam pada tahun 2006. Ia kemudian divonis hukuman mati bersama Suryanto alias
Ationg dan Pujo Lestari.
8. Pujo Lestari (Indonesia) Pujo merupakan rekan Agus Hadi yang menyelundupkan
25.499 butir ekstasi dari Malaysia ke Batam pada tahun 2006. Keduanya didalangi
oleh Suryanto alias Ationg yang juga divonis hukuman mati.
9. Zulfiqar Ali (Pakistan) Zulfiqar divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri
Tangerang pada tahun 2005 atas kasus kepemilikan 300 gram heroin. Sebelum

11
diisolasi di Nusakambangan, ia menjalani perawatan di RSUD Cilacap karena
komplikasi jantung dan ginjal.
10. Gurdip Singh (India) Gurdip Singh alias Dishal divonis hukuman mati pada 2005
setelah aparat menangkapnya dalam kasus penyelundupan 300 gram heroin pada
Agustus 2004.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Heroin merupakan golongan narkotik yang sangat kuat dalam menimbulkan
toleransi, ketergantungan fisik dan fsikis. Penggunaan heroin lebih sering dengan
suntikan atau injeksi, dan penggunannya disebut dengan Injection Drug User (IDU).
Pemakaian heroin dengan jarum suntik akan memperbesar risiko timbulnya penyakit fisik
seperti HIV, hepatitis, dan penyakit fisik lainnya. Penyakit fisik ini juga dapat menular
dari satu pemakai ke pemakai lainnya akibat pemakaian jarum suntik secara bersama-
sama. Penghentian obat yang tiba-tiba dapat menimbulkan gejala abstinesia (putus obat).
Penggunaan heroin dapat pula menyebabkan gejala intoksikasi akut (overdosis),
12
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk penanggulangan penderita pecandu
obat diperlukan penanganan yang terpadu antara dokter, pasien dan keluarga pasien
karena memerlukan waktu yang cukup lama untuk memulihkan badan pasien.

3.2. Saran
Dalam penyusunan Makalah ini, sangatlah jauh dari kata sempurna, maka dari itu
untuk penyempurnaan Makalah ini, saran dan masukan yang bersifat membangun
sangatlah diharapkan, baik saran dari pembimbing Mata kuliah Toksikologi maupun dari
rekan-rekan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Iskandar japardi. 2002. Efek neurologis pada penggunaan heroin (putauw).Sumatera Utara:
Fakultas Kedokteran Bagian Bedah.

Buletin: Gambaran Umum Penyalahgunaan Narkoba Di Indonesia. ISSN 2088270X. 2014.


Kementrian Kesehatan RI

Kriegstein. 1999. Chasing the dragon heroin use can damage brain. New York: Reuteut Health

Ruttenberg AJ. Etiology heroin, related death. Journal of Forensic Science, 35(4) Juli 1990; 890-
900
13
Way EL., Katzung. 1998. Drugs of abuse in Basic and clinical pharmacology. BG (ed). 7th ed.
Stamfort: Appleton, (32): 518-9

Way WL., Katzung. 1998. Opioid analgosics and antagonists in Basic and clinical
pharmacology BG (ed). 7th ed. Stamfort: Appleton, (31): 496-514

14

Anda mungkin juga menyukai