“TOKSIKOLOGI HEROIN”
Dosen Pengampu
Rahmayati Rusnedy, M.Si, Apt
Di susun oleh :
Kelompok 3
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan
izin-nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Toksikologi Heroin” yaitu
tugas dari Ibu Rahmayati Rusnedy, M,Si., Apt. Shalawat serta salam tak lupa
penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi semesta alam Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini.
Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna
keberhasilan penulisan yang akan datang.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang
telah dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................i
DAFTAR ISI ..................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN .....................................................................1
1.1. Latar Belakang ......................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................2
1.3. Tujuan ...................................................................................2
1.4. Manfaat .................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN ........................................................................3
2.1. Heroin ...................................................................................3
2.2. Mekanisme dan Efek Toksikan.............................................4
2.3. Simtom dan Gejala Toksik....................................................6
2.4. Penanganan dan Antisipasi Penyalahgunaan Obat Heroin....9
2.5. Contoh Kasus Penyalahgunaan Heroin di Indonesia............11
BAB III : PENUTUP ................................................................................13
3.1 Kesimpulan ..........................................................................13
3.2 Saran ....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................14
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1........................................................................................................Latar Belakang
Penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) saat ini semakin
marak terjadi. Penyalahgunaan ini akhirnya menimbulkan ketergantungan. Ketergantungan
dapat menyebabkan masalah serius dalam hal ekonomi, sosial, mental, kriminalitas dan
penyakit fisik. Penyalahgunaan NAPZA terjadi seperti fenomena gunung es dimana terdapat
peningkatan prevalensi namun hanya sedikit yang terlihat. Hal ini disebabkan karena
peredaran gelap yang tidak bisa dicegah sehingga mendapatkan zat tersebut menjadi mudah.
Data penyalahgunaan narkoba yang dilaporkan oleh United Nations Office on Drugs and
Crime (UNODC) tahun 2014 menyebutkan bahwa tahun 2012 di dunia diperkirakan ada 162
sampai 324 juta orang. Penyalahgunaan tertinggi heroin di kawasan Asia yaitu sebesar 1,2
persen.
Diperkirakan terdapat 900 ton opium dan 375 ton heroin yang keluar dari Afganistan
setiap tahunnya. Heroin di Indonesia dikenal dengan nama yang sama. Pada kadar yang lebih
rendah dikenal dengan sebutan putauw. Heroin didapatkan dari pengeringan ampas bunga
opium yang mempunyai kandungan morfin dan kodein yang merupakan penghilang rasa
nyeri yang efektif dan banyak digunakan untuk pengobatan dalam obat batuk dan obat diare.
Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, jumlah kasus narkoba
yang terkait hukum pada tahun 2013 sebanyak 35.436 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak
21.119 orang merupakan pengguna golongan narkotika dengan jumlah 1.695 orang memakai
heroin. Usia terbanyak adalah 26 sampai 40 tahun. Jumlah ini meningkat dibandingkan
dengan data yang disajikan oleh BNN mengenai jumlah kasus narkoba tahun 2011 sebanyak
29.526 kasus dengan pemakaian heroin sebanyak 689 kasus.
Penggunaan heroin lebih sering dengan suntikan atau injeksi, dan penggunannya
disebut dengan Injection Drug User (IDU). Pemakaian heroin dengan jarum suntik akan
memperbesar risiko timbulnya penyakit fisik seperti HIV, hepatitis, dan penyakit fisik
lainnya. Penyakit fisik ini juga dapat menular dari satu pemakai ke pemakai lainnya akibat
pemakaian jarum suntik secara bersama-sama. Hal ini menjadi perhatian untuk dicegah
karena semakin meluasnya penularan penyakit tersebut. Ketergantungan heroin dapat terjadi
karena berbagai macam faktor salah satunya faktor keluarga dan faktor kepribadian. Faktor
keluarga yang dimaksud adalah fungsi dari sebuah keluarga. Kepribadian yang dimaksud
adalah kepribadian yang mempermudah terjadinya ketergantungan. Hal ini menjadi dasar
untuk melakukan penelitian ini. Keparahan ketergantungan heroin pada masingmasing
individu berbeda menurut faktor-faktor yang memperberat. Keparahan ketergantungan heroin
dapat diukur dengan menggunakan WHO ASSIST. Terkait berbagai masalah di atas, maka
penulis menyusun sebuah makalah ilmiah mengenai penyalahgunaan heroin melalui study
literatur yang disusun secara sistematis.
1.2.Rumusan Masalah
1
1. Apa yang di maksud dengan obat heroin dan apa saja jenisnya ?
2. Bagaimana efek toksikan dan mekanisme kerja secara farmakokinetik dan
farmakodinamik toksikan?
3. Apa saja simtom/ gejala toksik dari obat heroin?
4. Bagaimana penanganan /antisipasi penyalahgunaan obat heroin?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa yang di maksud dengan obat heroin dan apa saja jenisnya ?
2. Untuk mengetahui bagaimana efek toksikan dan mekanisme kerja secara farmakokinetik
dan farmakodinamik toksikan?
3. Untuk mengetahui apa saja simtom/ gejala toksik dari obat heroin?
4. Untuk mengetahui bagaimana penanganan /antisipasi penyalahgunaan obat heroin?
1.4.Manfaat
1. Secara teoritis menambah wawasan mengenai jenis zat-zat kimia yang sering
disalahgunakan dalam berbagai kasus kriminal seperti penyalahgunaan narkotika yaitu
heroin.
2. Sebagai media maupun sumber informasi yang dapat digunakan dalam proses belajar
BAB II
2
PEMBAHASAN
2.1. Heroin
2.1.1. Devinisi Heroin
Menurut UU No.22 Narkotika disebutkan pengertian Narkotika adalah
“zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan”. Heroin masuk dalam Jenis Narkotika Golongan I,
hal ini berdasarkan UU No.22 Tahun 1997 narkotika diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) golongan, yaitu : Narkotika Golongan I adalah narkotika yang paling
berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan
penggunaannya untuk terapi pengobatan, kecuali penelitian dan pengembangan
pengetahuan. Narkotika yang termasuk golongan ini adalah ganja, heroin, kokain,
morfin,opium, dan lain sebagainya. Heroin atau diamorfin (INN) adalah sejenis
opioid alkaloid.
Heroin adalah derivative 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah namanya
adalah diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya melalui asetilasi. Bentuk Kristal
putihnya umumnya adalah garam hidroklorida, dan diamorfin hidroklorida.
Heroin dapat menyebabkan kecanduan. Nama lain dari Heroin yaitu:
Diamorphine, Diacetylmorphine, Acetomorphine, (Dual) Acetylated morphine,
Morphine diacetate.
Formula C21H23NO5
2.2.2. Farmakodinamik
Mekanisme kerja Opioid agonis menimbulkan analgesia akibat berikatan
dengan reseptor spesifik yang berlokasi di otak dan medula spinalis, sehingga
mempengaruhi transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat 3 jenis reseptor yang
spesifik, yaitu reseptor μ (mu), δ (delta) dan κ (kappa). Di dalam otak terdapat
tiga jenis endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti opiat, yaitu enkephalin
yang berikatan dengan reseptor δ, β endorfin dengan reseptor μ dandynorpin
dengan reseptor κ. Reseptor μ merupakan reseptor untuk morfin (heroin).
Ketiga jenis reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan
dengan adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga
aktivitas pelepasan neurotransmitter terhambat.
Efek inhibisi opiat dalam pelepasan neurotransmitter
4
Pelepasan noradrenalin, Opiat menghambat pelepasan noradrenalin
dengan mengaktivasi reseptor μ yang berlokasi didaerah
noradrenalin. Efek morfin tidak terbatas dikorteks, tetapi juga di
hipokampus, amigdala, serebelum, daerah peraquadiktal dan locus
cereleus.
Pelepasan asetikolin Inhibisi pelepasan asetikolin terjadi didaerah
striatum oleh reseptor deltha, didaerah amigdala dan hipokampus
oleh reseptor μ.
Pelepasan dopamin Pelepasan dopamin diinhibisi oleh aktifitas
reseptor kappa .
Tempat Kerja Ada dua tempat kerja obat opiat yang utama, yaitu susunan
saraf pusat dan visceral. Di dalam susunan saraf pusat opiat berefek di
beberapa daerah termasuk korteks, hipokampus, thalamus, hipothalamus,
nigrostriatal, sistem mesolimbik, locus coreleus, daerah periakuaduktal,
medula oblongata dan medula spinalis. Di dalam sistem saraf visceral, opiat
bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus submukous yang menyebabkan
efek konstipasi.
5
Depresi pernafasan biasanya terjadi dalam 7 menit setelah ijeksi intravena
atau 30 menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular. Respirasi
kembali ke normal dalam 2-3 jam
5) Pupil Pemberian morfin secara sistemik dapat menimbulkan miosis.
Miosis terjadi akibat stimulasi pada nukleus Edinger Westphal N. III 6.
Mual dan muntah Disebabkan oleh stimulasi langsung pada emetic
chemoreceptor trigger zone di batang otak.
Efek perifer
1) Saluran cerna
a. Pada lambung akan menghambat sekresi asam lambung, mortilitas
lambung berkurang, tetapi tonus bagian antrum meninggi.
b. Pada usus beasr akan mengurangi gerakan peristaltik, sehingga dapat
menimbulkan konstipasi
2) Sistem kardiovaskular Tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap
tekanan darah, frekuensi maupun irama jantung. Perubahan yang tampak
hanya bersifat sekunder terhadap berkurangnya aktivitas badan dan
keadaan tidur, Hipotensi disebabkan dilatasi arteri perifer dan vena akibat
mekanisme depresi sentral oleh mekanisme stabilitasi vasomotor dan
pelepasan histamin
3) Kulit Mengakibatkan pelebaran pembuluh darah kulit, sehingga kulit
tampak merah dan terasa panas. Seringkali terjadi pembentukan keringat,
kemungkinan disebabkan oleh bertambahnya peredaran darah di kulit
akibat efek sentral danpelepasan histamine
4) Traktus urinarius Tonus ureter dan vesika urinaria meningkat, tonus otot
sphinkter meningkat,sehingga dapat menimbulkan retensi urine.
7
penting, dimana bila penderita telah toleran dengan morfin, dia juga akan
toleran terhadap opioid agonis lainnya, seperti metadon, meperidin dan
sebagainya.
o Mekanisme terjadinya toleransi dan ketergantungan obat: Mekanisme secara
pasti belum diketahui, kemungkinan oleh adaptasi seluler yang menyebabkan
perubahan aktivitas enzym, pelepasan biogenic amin tertentu atau beberapa
respon immun. Nukleus locus ceruleus diduga bertanggung jawab dalam
menimbulkan gejala withdrawl. Nukleus ini kaya akan tempat reseptor opioid,
alpha-adrenergic dan reseptor lainnya. Stimulasi pada reseptor opioid
danalpha-adrenergic memberikan respon yang sama pada intraseluler.
Stimulasi reseptor oleh agonis opioid (morfin) akan menekan aktivitas
adenilsiklase pada siklik AMP. Bila stimulasi ini diberikan secara terus
menerus, akan terjadi adaptasi fisiologik di dalam neuron yang membuat level
normal dari adeniliklase walaupun berikatan dengan opiat. Bila ikatan opiat
ini dihentikan dengan mendadak atau diganti dengan obat yang bersifat
antagonis opioid, maka akan terjadi peningkatan efek adenilsilase pada siklik
AMP secara mendadak dan berhubungan dengan gejala pasien berupa gejala
hiperaktivitas. Gejala putus obat (gejala abstinensi atau withdrawl syndrome)
terjadi bila pecandu obat tersebut menghentikan penggunaanobat secara tiba-
tiba. Gejala biasanya timbul dalam 6-10 jam setelah pemberian obat yang
terakhir dan puncaknya pada 36-48 jam. Withdrawl dapat terjadi secara
spontan akibat penghentian obat secara tibatiba atau dapat pula dipresipitasi
dengan pemberian antagonis opioid seperti naloxono, naltrexone. Dalam 3
menit setelah injeksi antagonis opioid, timbul gejala withdrawl, mencapai
puncaknya dalam 10-20 menit, kemudian menghilang setelah 1 jam.
Gejala putus obat:
1) 6 – 12 jam , lakrimasi, rhinorrhea, bertingkat, sering menguap, gelisah
2) 12 - 24 jam, tidur gelisah, iritabel, tremor, pupil dilatasi (midriasi),
anoreksia
3) 24-72 jam, semua gejala diatas intensitasnya bertambah disertai
adanya kelemahan, depresi, nausea, vornitus, diare, kram perut, nyeri
pada otot dan tulang, kedinginan dan kepanasan yang bergantian,
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung,gerakan involunter dari
lengan dan tungkai, dehidrasi dan gangguan elektrolit
4) Selanjutnya, gejala hiperaktivitas otonom mulai berkurang secara
berangsurangsur dalam 7-10 hari, tetapi penderita masih tergantung
kuat pada obat. Beberapa gejala ringan masih dapat terdeteksi dalam 6
bulan. Pada bayi dengan ibu pecandu obat akan terjadi keterlambatan
dalam perkembangan dan pertumbuhan yang dapat terdeteksi setelah
usia 1 tahun.
8
2.4. Penanganan dan Antisipasi Penyalahgunaan Obat Heroin
2.4.1. Teknik Identifikasi Penggunaan
a. Anamnesa
1. Auto anamnesa (pengakuan jujur dari pasien)
2. Alo anamnesa (dari keluarga yang dapat dipercaya)
b. Pemeriksaan fisik Intoxikasi akut:
1.Penurunan kesadaran
2.Ganguan otonom, bradikardi, hipotermia, hipotensi, sianosis, pin point pupil
3.Depresi pernafasan
4.Edema paru
5.Kejang (jarang)
6.Mata, sklera dapat ikterik akibat komplikasi pemakaian opiat secara IV
7.Bicara menjadi kaku, dismetri Gejala abstinensia: Gelisah, insomnia,
berkeringat, sering menguap, pupil dilatasi, takikardi, kram perut. Baik pada
intoksikasi maupun abstinensia, pada kulit ditemukan bekas suntikan
(hiperpigmentasi) di sepanjang pembuluh vena lengan Ditemukannya benda-
benda yang berhubungan dengan penggunaan obat seperti jarum suntik, pipa,
aluminium foil, bubuk heroin dan lain-lain disekitar penderita
c. Pemeriksaan laboratorium
1. Urine (drug screening) Untuk mengetahui zat yang dipakai oleh penderita.
Urine harus diperoleh tidak lebih dari 24 jam setelah pemakaian zat terakhir.
Metode pemeriksaan antara lain dengan cara paper chromatography, Thin
Layer Chromatography, Enzym Immunoassay.
2.Rambut Cara ini dinilai lebih mantap dibandingkan tes urin untuk
memastikan seseorang pecandu narkoba atau tidak. Ada beberapa kelebihan
dari analisis rambut bila dibandingkan dengan tes urin. Salah satunya adalah
narkoba dan metabolism narkoba akan berada dalam rambut secara abadi dan
mengikuti pertumbuhan rambut yang berlangsung sekitar 1 inchi per 60 hari.
Sedangkan, kandungan narkoba dalam urin segera berkurang dan menghilang
dalam waktu singkat. Dengan metode Liquid chromatography menggunakan
ultraviolet dapat dideterminasi adanya opiat pada rambut pexcandu heroin
(opiat). Seseorang dikatakan pecandu heroin, bila pada rambutnya ditemukan
kandungan 10 ng heroin/mg rambut.
3.Tes Darah Selain dilakukan pemeriksaan urin dan rapid test seperti
Strip/Stick dan Card Test, dapat dilakukan tes darah. Pada pengguna narkoba,
akan didapat hasil SGOT dan SGPT yang meningkat karena biasanya
pemakaian narkoba dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya
hepatomegali. Berikut ini disediakan tabel pemeriksaan tes darah dan tes
rambut tentang mendeteksi keberadaan narkoba. Jenis Narkoba Tes Darah Tes
Rambut Amphetamin 12 jam Hingga 90 hari Methamphetamin 1-3 hari
9
Hingga 90 hari Ekstasi (MDMA) 3-4 hari Hingga 90 hari Cannabis 2-3 hari
untuk pengguna ringan, 2 minggu untuk pengguna berat Hingga 90 hari
Kokain 2-10 hari Hingga 90 hari Morfin 1-3 hari Hingga 90 hari Metadon 24
jam Hingga 90 hari PCP 1-3 hari Hingga 90 hari
11
diisolasi di Nusakambangan, ia menjalani perawatan di RSUD Cilacap karena
komplikasi jantung dan ginjal.
10. Gurdip Singh (India) Gurdip Singh alias Dishal divonis hukuman mati pada 2005
setelah aparat menangkapnya dalam kasus penyelundupan 300 gram heroin pada
Agustus 2004.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Heroin merupakan golongan narkotik yang sangat kuat dalam menimbulkan
toleransi, ketergantungan fisik dan fsikis. Penggunaan heroin lebih sering dengan
suntikan atau injeksi, dan penggunannya disebut dengan Injection Drug User (IDU).
Pemakaian heroin dengan jarum suntik akan memperbesar risiko timbulnya penyakit fisik
seperti HIV, hepatitis, dan penyakit fisik lainnya. Penyakit fisik ini juga dapat menular
dari satu pemakai ke pemakai lainnya akibat pemakaian jarum suntik secara bersama-
sama. Penghentian obat yang tiba-tiba dapat menimbulkan gejala abstinesia (putus obat).
Penggunaan heroin dapat pula menyebabkan gejala intoksikasi akut (overdosis),
12
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk penanggulangan penderita pecandu
obat diperlukan penanganan yang terpadu antara dokter, pasien dan keluarga pasien
karena memerlukan waktu yang cukup lama untuk memulihkan badan pasien.
3.2. Saran
Dalam penyusunan Makalah ini, sangatlah jauh dari kata sempurna, maka dari itu
untuk penyempurnaan Makalah ini, saran dan masukan yang bersifat membangun
sangatlah diharapkan, baik saran dari pembimbing Mata kuliah Toksikologi maupun dari
rekan-rekan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar japardi. 2002. Efek neurologis pada penggunaan heroin (putauw).Sumatera Utara:
Fakultas Kedokteran Bagian Bedah.
Kriegstein. 1999. Chasing the dragon heroin use can damage brain. New York: Reuteut Health
Ruttenberg AJ. Etiology heroin, related death. Journal of Forensic Science, 35(4) Juli 1990; 890-
900
13
Way EL., Katzung. 1998. Drugs of abuse in Basic and clinical pharmacology. BG (ed). 7th ed.
Stamfort: Appleton, (32): 518-9
Way WL., Katzung. 1998. Opioid analgosics and antagonists in Basic and clinical
pharmacology BG (ed). 7th ed. Stamfort: Appleton, (31): 496-514
14