Universitas Sriwijaya
Palembang
1. Pendahuluan
Bahasa Serawai adalah salah satu bahasa daerah vang digunakan pleh
sebagian masyarakat Kabupater Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu, sebagai alat
komunikasi (periksa peta bahasa terlampir). Di luar masyarakat penuturnya, bahasa
ini belurr begitu hanyak dikenal atau populer. Djamaris (1981), misalnya,
mengatakan bahwa 90% di antara kita tidak tahu di mana bahasa daerah ini dipakai.
1 )
Makalah, disajikan pada “ Pertemuan Bahasa Indonesia dan Sastra Daerah Wilayah
Barat”,
Pekanbaru, Riau, 1986
109
Makalah ini ditulis dengan tujuan lebih mempopulerkan bahasa Serawai umumnya
dan memperkenalkan aspek sapaan kerabat khususnya.
2. Bahasa Serawai
Pada butir satu sudah dikemukakan bahwa bahasa Serawai secara geografis
terdapat di dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu. Bahasa
ini dipakai dalam wilayah (1) Kecamalan Seluma, (2) Kecamatan Talo, (3)
Kecarmatan Alas Barat, (4) Kecamatan Alas Timur, (5) Kecamatan Pino, dan (6)
Kecamatan Manna.
Dalam bidang fonetik, bahasa Serawai memiliki dua macam dialek geografis
yang dapat dibedakan secara tajam. Aliana dan kawan- kawan (1979)
menamakannya sebagai dialek "o" dan dialek "au". Penamaan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa dalam wilayah tertentu kosa katanya pada umumnya herakhir
dengan "o" dan dalam wilayah lainnya berakhir dengan "au". Dialek "au" dipakai
dalam wilayah kecamatan Pino dan Manna. Seperangkat kosa kata berikut
memperlihatkan perbedaan dialek "o" dan "au" itu.
Bahasa Serawai yang disajikan di dalam makalah ini adalah bahasa Serawai
dialek "o". Pilihan ini didasarkan pada kenyataan bahwa penulis adalah seorang
penutur asli dialek itu. Dengan demikian, diharapkan pemerian kata sapaan kerabat
yang disajikan di sini menghasilkan penghayatan yang tajam. Di samping itu, tentu
saja hasil-hasil penelitian seperti yang dikemukakan pada butir satu dapat pula
dimanfaatkan karena keempat laporan peneiitian itu mengambil bahasa Serawai
dialek "o" sebagai sampel.
3. Kata Sapaan
Konsep kata sapaan di dalam makalah ini merujuk pada konsep- konsep yang
dikemukakan oleh para ahli bahasa, Kridalaksana (1974:14), misalnya, mengatakan
bahwa kata atau ungkapan yang dipakai dalam sistem tutur sapa, yaitu sistem yang
mempertautkan seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk
menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa disebut kata
sapaan. Kemudian, Kartamihardja yang dikutip Aminuddin (1983:3) menyebutkan
bahwa bentuk yang diistilahkan dengan bentuk sapaan itu adalah bentuk yang
digunakan oleh penyapa untuk menyapa seseorang dalam komunikasi personal
maupun transaksional.
Kata sapaan dapat dibedakan berdasarkan situasi pemakaian dan hubungan
antara penyapa dengan yang disapa. Situasi dapat bersifat formal dan dapat bersifat
santai. Hubungan antara penyapa dan yang disapa mungkin sangat akrab, mungkin
tidak akrab, atau mungkin penyapa sangat hormat kepada tersapa, atau sebaliknya
(lihat Sujarwo, 1981:1).
Bahasa Serawai, sebagai alat komunikasi bagi masyarakat penuturnya,
mengenal kata sapaan bcrdasarkan konsep di atas. Kata- kata itu ada yang berupa (1)
kata ganti seperti kaba 'engkau atau kamu', (2) kata kerabat seperti baq "ayah', (3)
kata yang menunjuk kepada gelar jabatan seperti kepalaq disa "kepala desa', dan (4)
nama seperti Manan (bandingkan dengan Bintoro, 1983). Daftar di bawah ini
memperlihatkan sejumlah kata sapaan dalam bahasa Serawai.
112
Di dalam makalah ini tidakiah semua kata sapaan itu dibicarakan. Yang
dibicarakan hanyalah kata sapaan kerabat saja
Begitulah, sehingga apabila kakaknya yang tertua adalah seorang laki- Jaki maka
adik-adiknya akan menyapanya dengan dang sedangkan apabila kakaknya seorang
perempuan, misalnya, maka adik-adiknya akan menyapanya dengan sapaan wo.
Dalam masyarakat tutur bahasa Serawai, orang-orang yang masih jelas alur
kerabatnya akan menyapa satu sama lain dengan menggunakan kata kerabat yang
sesuai. Meskipun seseorang yang disapa itu secara biologis usianya iebih muda
daripada yang menyapa, namun karena orang yang disapa itu dianggap lebih tua
berdasarkan alur kerabat maka ia akan disapa dengan mcnggunakan kata sapaan
kerabat yang sesuai menurut alurnya. Untuk jelasnya amatilah contoh berikut ini.
Aminah (bukan nama sebenarnya) sedang bercakap-cakap dengan Dalip (bukan
nama sebenarnya). Aminah berusia 30 tahun adalah anak Badrun (bukan nama
sebenarnya). Sedangkan Dalip berusia 15 tahun merupakan adik kandung Badrun.
Jadi, seandainya Aminah dan Dalip bukan tergolong dalam satu kerabat maka
Aminah akan menyapa Dalip dengan menyebutkan namanya seperti Ndaq ke mano
Dalip? 'Mau ke mana Dalip?' atau Ndag ke mano kaba? 'Mau ke mana kamu?'.
Namun, karena Dalip merupakan kerabat Aminah maka Aminah akan menyapanya
dengan paquncu atau mamaq 'paman'.
Pada butir tiga tampak sejumlah kata sapaan kerabat yang digunakan dalam
bahasa Serawai. Jika kata sapaan itu dikelompokkan dalam generasi, maka wujudnya
sebagai berikut.
GENERASI KAKEK
niniaq niniaq niniaq
♂♀ ♂♀ ♂♀
datuag datuaq datuoq
♂ ♂ ♂
115
♂ ♀ mamaq ibung
♂ ♀
GENERASI EGO
Dang wo aku Adiaq
ciq nga ♂♀ ♂♀
udo nciqudo
temudo nciqwo
udonga ncignga
♂ ♀
GENERASI ANAK anaq
♂♀
116
♂♀
Pada peristiwa tutur dalam hubungan kerabat akan terjadi pemakaian kata
sapaan kerabat menurut alurnya. Sedangkan pada peristiwa tutur yang terjadi di luar
hubungan kerabat konsep "senioritas kerabat" diperluas pada "senioritas usia".
Seseorang yang disapa yang diperkirakan usianya lebih tua dari si pembicara (jika
belum tahu) maka ia akan menggunakan sapaan yang sesuai. Jika yang disapa itu
seorang laki-laki yang berumur sekitar 30 an, kata sapaan yang digunakan biasanya
paquncu atau mamag ‘paman'; jika umurnya sekitar 50-an kata sapaan yang
digunakan biasanya wag 'wak'; jika umurnya sekitar 60-an kata sapaan yang
digunakan biasanya niniaq 'nenek'. Sebaliknya, jika orang yang disapa itu adalah
seorang wanita, kata sapaan yang digunakan biasanya uncu atau ibung bibi, waq
'wak', dan niniaq 'nenek',
5. Analisis Komponen
Mengikuti Bintoro (1983) kata-kata sapaan kerabat dalam bahasa Serawai
dapat digambarkan melalui dimensi "jenis" (dengan lambang: PRIA), "hormat"
(lambang: HORMAT), "usia" (lambang: GENERASI), "situasi tutur" (lambang:
RESMI), dan "status perrikahan" (lambang: NIKAH). Untuk memunculkan makna
masing-masing dimensi itu digunakan tanda "plus" (+), "minus" (-), dan "plus-
minus" (±). Tanda "plus" menunjukkan kehadiran unsur semantik yang dimaksud,
tanda "minus" menunjukkan ketidakhadiran unsur semantik, dan tanda "plus-minus"
117
6. Penutup
Mengakhiri makalah ini ada beberapa hal yang patut diungkapkan sebagai
catatan penutup. Pertama sapaan mamaq 'paman' dan ibung "bibi' dianggap oleh
generasi muda dewasa ini sebagai sapaan yang kuno. Sapaan ini tidak begitu populer
119
lagi (dan mungkin lama-kelamaan akan hilang), sudah terdesak dan digantikan oleh
sapaan paquncu dan uncu. Kedua, sapaan dang 'kakak laki-laki tertua', ciq 'kakak
laki-laki bukan tertua', wo ‘kakak perempuan tertua', dan nga ‘kakak perempuan
bukan tertua' memperlihatkan kecenderungan pengacuan pemakaiannya dengan
sapaan udo, temudo, udonga 'kakak ipar laki-laki' dan nciqwo dan nciqngo "kakak
ipar perempuan' di kalangan anak muda dewasa ini. Jadi, seharusnya seseorang itu
disapa dengan udo, temudo, udonga, nciqwo, dan nciqnga karena merupakan ipar
disapa dengan dang, ciq, wo, dan nga. Kecenderungan seperti ini tidak tampak pada
generasi tua yang ingin mempertahankan tutughan ‘tuturan' pada alurnya. Ketiga,
pada dimensi usia yang sama (0-GENERASI), jika yang disapa itu sudah mempunyai
anak maka sapaan yang lazim digunakan adalah dengan menyebut pak/nduaq yang
diiringi nama anaknya yang tertua. Misalnya, jika Lisar yang mempunyai anak tertua
bernama Dalok sedang terlibat dalam situasi tutur dengan Leman yang mempunyai
anak tertua bernama Yusup maka Lisar akan menyapa Leman dengan sapaan paq
Yusup (dan istri Leman akan disapa dengan sapaan nduaq Yusup oleh istri Lisar)
sedangkan Leman akan menyapa Lisar dengan sapaan pag Dalog (dan istri Lisar
akan disapa dengan sapaan nduaq Daloq oleh istri Leman). Seandainya Lisar dan
Leman itu hanya saling menyapa dengan nama biasanya mereka dianggap tidak
beradab. Peristiwa tutur seperti ini sebenarnya juga terdapat di luar alur kerabat.
Keempat, penyebutan nama anak tertua itu juga berlaku untuk sapaan kerabat lainnya
asal yang disapa itu sudah beranak. Misalnya, dang Nurman (Nurman adalah anak
tertua orang yang disapa itu).
120
DAFTAR PUSTAKA
Aliana,Zainul Arifin et al. 1979. Bahasa Serawai. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Aliana, Zainul Arifin. 1982. "Sistem Kata Kerja Bahasa Serawai". Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Aminuddin. 1983. "Bentuk Sapaan dalam Bahasa lawa Dialek Malang". Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dengan Bantuan Proyek
Pendidikan dan Pembinaan Tenaga Teknis Kehudayaan.
Bintoro. 1983. "Makna Kata Sapaan Orang Kedua dalam Bahasa jawa: Sebuah
Analisa Semantik Sederhana". H. 77-78. Dalam Linguistik Indonesia. Jakarta:
Masyarakat Linguistik Indonesia.
Fajar, Thamrin et al. 1979. Adot dan Upacara Perkawinan Daerah Bengkulu. Jakarta:
Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gaffar, Zainal Abidin et al. 1985. "Struktur Sastra Lisan Serawai". Palembang:
Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia Daerah Sumatera Selatan
Departemen Pendidikan dan Sumatra Daerah Kebudayaan.
Kridalaksana, Harimurti. 1974. Fungsi dan Sikap Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.
Sujarwo. 1981. "Sapaan Mesra dalam Bahasa indonesia". Makalah dalam Forum
Linguistik yang Diselenggarakan oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia
di Jakarta tanggal 26-28 Oktober 1981.