1. Analisis fonem-fonem sebuah bahasa akan berhasil dengan baik apabila data yang dikumpulkan itu
lengkap dan terperinci variasi bunyi (meskipun sangat kecil perbedaannya) yang dapat tertangkap
oleh telinga hendaknya dicatat. Apabila mungkin, catat juga bunyi-bunyi prosodi (tekanan, nada,
panjang, jeda). Data berupa kata-kata dapat diperoleh dari wawancara, kamus, buku-buku kebahasaan,
buku cerita, dongeng, dsb.
2. Data yang telah diperoleh dan dicatat dengan baik selanjutnya disusun sedemikian rupa sehingga
terlihat bunyi-bunyi yang terdapat di awal kata, tengah kata, dan akhir kata. Misalnya:
Selain bunyi-bunyi tunggal, kelompok kontoid dan kelompok vokoid juga disusun sedemikian, misalnya:
1
3. Penyusunan data dilakukan seperti itu untuk memudahkan dalam menentukan apakah sekelompok
bunyi-bunyi yang sama atau mirip secara fonetis dapat digolongkan sebagai fonem yang sama atau
sebagai fonem yang berlainan perlu diketahui bahwa bunyi yang secara fonetis sama atau mirip belum
tentu merupakan fonem yang sama. Sebagai contoh, fonem /o/ dan /O/ dalam bahasa Jawa merupakan
fonem yang berbeda /loro/ dua, /lOrO/ sakit.
4. Untuk menentukan apakah bunyi-bunyi yang ditemukan merupakan fonem yang sama atau berbeda
perlu diperhatikan hipotesis kerja sbb.
I. Bunyi yang secara fonetis berbeda, jelas merupakan fonem yang berbeda, misalnya [k] dan [m]
II. Bunyi yang secara fonetis mirip (misalnya [p] dan [b], [d] dan [t], [e] dan []) mungkin merupakan
fonem yang sama mungkin pula merupakan fonem yang berbeda.
A. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip digolongkan sebagai fonem yang berbeda apabila bunyi-bunyi
itu memiliki distribusi yang paralel. Artinya, bunyi-bunyi itu dapat menempati posisi yang sama /
distribusinya sama / dapat berada dalam lingkungan yang sama.
B. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip digolongkan sebagai fonem yang sama apabila bunyi-bunyi itu
memiliki distribusi yang komplementer. Artinya, bunyi-bunyi itu tidak pernah berada di lingkungan yang
sama / distribusinya berbeda / posisinya berbeda.
Sebagai contoh bunyi-bunyi yang memiliki distribusi paralel adalah apabila kita mencari pasangan
minimal, misalnya : [para] [bara], [tiri] [diri], [acar] [ajar], [kras] [klas], [laku] [lagu].
Dari pasangan-pasangan minimal itu dapat dijelaskan bahwa bunyi [p] dan [b] merupakan pasangan
bunyi yang berbeda karena keduanya dapat menempati posisi yang sama / dapat berada dalam
lingkungan yang sama (distribusinya paralel). Demikian pula pasangan-pasangan bunyi [t] dan [d], [c]
dan [j], [r] dan [l], [k] dan [g].
Sebagai contoh bunyi-bunyi yang memiliki distribusi komplementer adalah bunyi-bunyi alofon dalam
bahasa Indonesia. Misalnya bunyi [e] dan [], keduanya memiliki distribusi yang komplementer
/distribusinya berbeda. Bunyi [e] berada dalam suku terbuka, sementara bunyi [] berada dalam suku
tertutup (kecuali apabila terjadi asimilasi). Kedua bunyi yang secara fonetis mirip tersebut digolongkan
sebagai fonem yang sama, hanya merupakan alofon (variasi fonem) saja. Bandingkan juga dengan bunyi
[o] dan [O], [i] dan [I], [u] dan [U]. Bagaimana pula dengan bunyi []? Apakah bunyi [e] dengan []
merupakan fonem yang sama atau berbeda? Bagaimana distribusinya?
2
Uraian fonem-fonem untuk latihan
Dari data yang ada, tentukanlah fonem-fonem yang ada dalam bahasa ini.
1. Catatlah bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip
2. Catatlah bunyi-bunyi yang selebihnya (yang tidak memiliki pasangan yang mirip).
3. Dengan dasar distribusi paralel / lingkungan yang sama (hipotesis kerja A) carilah bunyi-bunyi yang
merupakan fonem yang berbeda. jika dapat berada dalam lingkungan yang sama berarti
merupakan fonem yang berbeda.
4. Dengan dasar distribusi yang komplementer / lingkungan yang berbeda (hipotesis kerja B)
tentukanlah bunyi-bunyi yang merupakan fonem yang sama.
5. Bunyi-bunyi yang ada di no 2 (yang tidak ada kemiripan dengan bunyi lain) dianggap sebagai fonem
tersendiri.
Perhatikan data dari bahasa Alor ini, kemudian tentukan fonem-fonem yang ada