Anda di halaman 1dari 17

A. PENGERTIAN MORFOLOGI https://rizamaniest.wordpress.

com/2010/11/01/morfologi/

Istilah morfologi merupakan serapan dari bahasa Inggris mor-phology. Mor-fologi itu
adalah cabang linguistik yang mem-pel-ajari bagian--bagian kata secara gramatikal (Verhaar,
1981:52). Pe­nyebutan “bagian-bagian kata secara grama­ti­kal” itu penting kare­na terdapat
pula bagian-bagian kata secara fonemis (lih. Ver-haar, 1981:52). Contohnya ada-lah fonem /i/
dalam kata menduduki dan mencari. Fonem /i/ dalam menduduki adalah morfem, sedangkan
da-lam mencari me-rupa-kan fonem. Hal ini terjadi ka-rena /i/ pada kata mendu-duki
mempunyai makna, se-dangkan dalam mencari ti-dak.

B. BAHAN DAN OBJEK PENELITIAN MORFOLOGI: KATA DAN MORFEM

Bahan penelitian morfologi adalah kata, sedangkan objek penelitiannya adalah morfem
(morpheme). Perlu dicatat bahwa bila diperhatikan se-cara morfe-mis, kata ada yang terdiri
atas satu morfem dan ada yang terdiri atas dua atau lebih morfem. Kata jenis pertama disebut
kata monomorfemis, sedangkan yang kedua disebut kata polimorfemis. Contohnya adalah kata
lari dan dan tersenyum. Kata lari merupakan kata monomorfemis karena hanya terdiri atas satu
morfem, yaitu {lari}, sedangkan kata tersenyum merupakan kata polimorfemis karena terdiri
atas dua morfem, yaitu {ter-} dan {senyum}. Kata yang menjadi bahan penelitian morfologi,
terutama adalah kata polimorfemis (poly-mor-phemic words).

Morfem adalah satuan gramatikal yang terkecil (Verhaar, 1981:2). Disebut sebagai
“sa­tuan gramatikal terkecil” karena seti­ap morfem mempunyai makna. Sebagai satuan
gramatikal terkecil, morfem itu tidak lagi mempunyai unsur gramatikal yang lebih ke-cil lagi.
Morfem memang dimungkinkan memiliki unsur-unsur yang lebih kecil lagi, tetapi unsur-unsur
yang dimaksud bukanlah un-sur morfem, melainkan fonem. Jadi, morfem dapat terdiri atas
satu fo-nem, misalnya fo-nem -i dalam kata memukuli, mengamati, meng--angkati, dan
sebagainya, atau lebih dari satu fonem, mi-salnya –kan dalam mencarikan, memukulkan,
meng-angkatkan, dan seba-gai-nya.

C. DERETAN PARADIGMA

Morfem dapat ditentukan lewat deretan paradigma. Deret-an paradigma adalah deret-an kata-
kata yang berhubungan bentuk dan mak-nanya (lih. Ramlan, 2001:34). Kata membelikan,
mi-sal-nya, terdiri atas satu morfem atau lebih perlu dideretkan dengan kata-kata lain yang
berhubungan bentuk dan mak-nanya. Demi-ki-anlah, di samping membe-likan, terdapat pula
kata di-be-likan, be-likan, dan pem-belian di satu pihak dan membawakan, diba-wakan,
ba-wakan, dan pembawaan serta membuatkan, dibuatkan, buatkan, dan pembuatan, seperti
tam-pak dalam deretan berikut.

(a) (b) (c)

(1) membelikan membawakan membuatkan meN-kan

(2) dibelikan dibawakan dibuatkan di-kan

(3) belikan bawakan buatkan -kan

(4) pembelian pembawaan pembuatan peN-an


beli bawa buat

Dari deretan tersebut, dapat diketahui bahwa kata membelikan ter-diri atas tiga morfem, yaitu
{meN-}, {-kan}, dan {beli}.

D. MORFEM, MORF, DAN ALOMORF

Morfem berwujud abstrak (Verhaar, 1981:57). Keabstrakan morfem itu, misalnya,


kelihatan jelas dalam pranalisasi (yang di-lambangkan dengan N kapital) dalam prefiks {meN-
}. Dalam pemakaian, lambang N kapital itu berubah menjadi /mәŋ-/ (misalnya dalam kata
menggunakan /mәŋgunakan/), /mәm-/ (misalnya da­lam kata membeli /mәmbәli/), /mәŋә-/
(misalnya dalam kata mengecat /mœNœcat/), /mәñ-/ (misalnya dalam kata mencari /mәñcari/),
/mәn-/ (misalnya dalam kata menangis /mәnaNis/), dan /mә-/ (misalnya dalam kata melarang
/mœlaraN/). Dari pemakaian morfem {meN-} itu dapat diketahui bahwa morfem bersifat
abstrak. Morfem harus dikenali lewat realisasi (atau pemakaian) konkretnya. Realisasi kon-kret
itu disebut alomorf. Misalnya realisasi konkret morfem {meN-} adalah /mәŋ-/, /mәm-/, /mәŋә-
/, /mәñ-/, /mәn-/, dan /mә-/.

Morf adalah salah satu bentuk alomorfemis dari suatu mor-fem yang dipilih untuk mewakili
bentuk konkret morfem. Hanya, bentuk yang dipilih itu dianggap mewakili secara konkret
morfem yang bersangkutan (lih. Verhaar, 1981:57).

E. JENIS-JENIS MORFEM

Morfem-morfem dapat diklasifikasikan berdasarkan (a) kemungkinannya sebagai kata, (b)


ke-duduk-annya dalam pembentukan kata, (c) ba-nyak-nya alo-morf, (d) proses morfemis, (e)
jenis fo-nem yang menyusunnya, dan (f) macam makna-nya. Ber-ikut ini hasil klasifikasi itu
masing-masing dipaparkan.

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat

Menurut kemungkinannya sebagai kata, morfem-morfem da-pat di-bagi menjadi dua jenis,
yaitu morfem bebas (free mor-pheme) dan morfem terikat (bound morpheme). Morfem bebas
ialah morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata, sedangkan morfem terikat adalah
mor-fem yang tidak dapat berdiri sen-diri sebagai kata, te-tapi selalu dirangkaikan de-ngan satu
morfem atau lebih yang lain menjadi satu kata. Yang termasuk morfem bebas mi-sal-nya
{orang}, {mata}, {datang}, dan {tidur}, sedangkan yang ter-ma-suk morfem terikat misalnya
{ber-}, {meng-}, {di-}, {temu}, {juang}, dan {ajar}.

2. Morfem Dasar dan Morfem Imbuhan

Menurut kedudukannya dalam pembentukan kata, morfem-mor-fem dapat dibedakan menjadi


dua jenis, yaitu morfem dasar dan morfem imbuhan. Morfem dasar adalah morfem yang
dile-buri mor--fem lain dalam pemben-tukan kata. Menurut Verhaar (1996:99), morfem dasar
ini terdiri atas tiga jenis, yaitu:

a. morfem pangkal adalah morfem dasar yang bebas, contoh-nya adalah {do} dalam
undo dan {hak} dalam berhak;
b. morfem akar adalah morfem dasar yang berbentuk terikat. Agar menjadi ben-tuk
bebas, mor--fem ini akan harus menga-lami pengimbuhan. Misalnya infinitif verbal
Latin amare ‘mencin­tai’ memiliki akar {am-} dan akar {am-} itu selamanya
mem­bu­tuhkan imbuhan (mi­sal­nya imbuhan “infinitif aktif” {-are} dalam kata
amare) untuk menjadi bentuk bebas, ar-ti-nya, {am–} plus klitik tidak akan
meng-hasilkan bentuk bebas, dan pemaje-muk-an dengan {am-} juga tidak mungkin.

c. bentuk pradasar ialah bentuk yang membutuhkan peng---imbuh-an, peng-klitik-an,


atau pe-majemukan untuk men--jadi ben-tuk bebas. Misalnya, morfem {:ajar} be-rupa
pra--dasar (yang dalam hal ini pradasar itu dilambangkan titik dua (:) di de-pan bentuk
yang bersangkut-an). Morfem itu dapat menjadi bebas me-lalui peng-imbuhan
(misalnya dalam mengajar, belajar, dan sebagainya), dapat juga me-la-lui pengklitikan
(misalnya dalam kami ajar, saya ajar, dan lain-lain yang serupa), dan dapat ju-ga dengan
pemajemukan (misalnya dalam kurang ajar).

Morfem imbuhan adalah morfem yang dalam pemben--tuk-an kata berfungsi sebagai
imbuhan. Yang perlu diketahui ada--lah se-mua morfem imbuhan merupa-kan morfem terikat
(Ver-haar, 1981:53). Morfem imbuhan itu tidak dapat menjadi dasar atau asal da-lam
pembentuk-an kata. Misalnya, morfem {ber-} dan {ke-an} dalam kata ber-ke-sudahan
merupakan morfem imbuhan.

Morfem imbuhan dapat berupa afiks dan klitik. Afiks adalah morfem im-buhan yang
dapat diimbuhkan di awal (yang disebut prefiks atau awalan), te-ngah (yang dinamai infiks
atau sisipan), akhir (yang dinamai sufiks atau akhiran), serta awal dan akhir (yang dinamai
konfiks atau imbuhan gabung) mor-fem dasar. Dalam kata membeli, gerigi, mainan, dan
keadaan, misalnya, morfem {meN-}, {-er}, {-an}, dan {ke-an} merupakan morfem imbuhan
yang berupa afiks.

Klitik adalah morfem imbuhan yang diimbuhkan di awal atau akhir mor-fem dasar.
Klitik yang diimbuhkan di awal morfem dasar disebut proklitik, se-dangkan yang diimbuhkan
di akhir morfem dasar dinamai enklitik. Dalam kata kubawa dan bukuku, misalnya, morfem
{ku-} dan {-ku} merupakan imbuhan yang berupa klitik.

3. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi

Khusus dalam hal morfem terikat, entah imbuhan, akar, atau pradasar, da-pat be-rupa morfem
utuh (continous morpheme) dan morfem terbagi (dis-continous morpheme). Morfem utuh
ter-dapat bila bentuknya tidak diantarai oleh unsur lain, dan morfem ter-bagi terdapat apa-bila
bentuknya dibagi menjadi dua atau lebih ba--gi-an yang berjauhan (Ver-haar, 1981:53).
Morfem {ber-}, {memper-}, dan {diper-}, misalnya, me-rupakan morfem utuh, se-dangkan
mor-fem {ke-an}, {ber-an}, dan {ber-kan}, misalnya, me-rupakan morfem ter-bagi.

4. Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental

Morfem dapat dibedakan menjadi morfem segmental dan morfem supra-segmental.


Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem segmental. Morfem segmental itu
misalnya morfem {ke-an}, {-in-}, dan {sambung} dalam kata kesinambungan. Morfem
su-prasegmental adalah morfem yang terjadi dari fonem supra-segmen-tal. Morfem
suprasegmental itu dapat disebut pula dengan is-tilah morfem nonsegmental. Morfem
su-prasegmental itu dapat dijumpai dalam bahasa-bahasa nada, misalnya bahasa Ngbaka,
bahasa Sudan di Congo Utara. Me-nurut Nida (yang dikutip Kentjono, 2005:147), verba dalam
bahasa Ngbaka selalu disertai penunjuk kala yang berupa morfem suprasegmental:

No. Kala kini Kala lampau Kala nanti Imperatif makna


1 à Ä â Á menaruh
2 wà Wä wâ wÁ membersihkan
3 sà Sä sâ sÁ memanggil
5. Morfem Leksikal dan Morfem Gramatikal

Morfem dapat pula dibedakan menjadi morfem leksikal dan morfem gramatikal. Morfem
leksikal adalah morfem yang memi-liki makna leksikal, seperti misalnya {meja}, {kursi},
{ja-lan}, dan se-ba-gainya. Morfem yang memiliki makna gramatikal disebut morfem
gramatikal, mi-salnya {ber-}, {-i}, dan sebagai-nya.

6. Morfem Zero

Selain jenis-jenis morfem yang dipaparkan di atas, ma-sih ada satu jenis morfem la-gi, yaitu
morfem zero. Morfem zero itu dapat disebut pula morfem nol. Simbol mor-femis morfem zero
atau nol itu adalah {ø}. Morfem zero adalah morfem yang ti-dak diwu-judkan de-ngan fonem.
Contohnya adalah pemluralan dalam ba-hasa Inggris sheep [tunggal]: sheep [plural]. Struktur
morfemis bentuk tunggalnya adalah monomorfemis sheep dan bentuk plu-ralnya ada-lah
{sheep} + {[morfem plural] ø} (Verhaar, 1996:102).

F. PROSES MORFEMIS

Proses morfemis adalah proses pembentukan kata dengan peng--u-bahan morfem dasar
tertentu yang berstatus morfem leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem,
tetapi dengan kecenderung-an bermakna gramatikal dan bersifat terikat. Morfem-morfem yang
dipakai untuk proses itu adalah afiks (affix), klitik (clitic), modifikasi internal (internal
modification), reduplikasi (reduplication), dan komposisi (compound).

1. Afiks

Afiks adalah morfem terikat yang apabila ditambahkan atau dile-kat-kan pada morfem dasar
akan mengubah makna grama-tikal morfem dasar (lih. Kri-dalaksana, 2001:3). Berdasarkan
letaknya da-lam kata, afiks dapat di-be-dakan men-jadi enam jenis, yaitu:

a. prefiks (prefix) adalah afiks yang diletakkan di awal morfem dasar, mi-sal-nya ber-
, me-, di-, ter-, se-, dan sebagainya;

b. infiks (infix) adalah afiks yang ditempatkan di tengah morfem dasar, mi-salnya -in-
, -em-, dan sebagainya;

c. interfiks (interfix) adalah afiks yang muncul di antara dua morfem dasar, misalnya -
o- dalam jawanologi, galvologi, dan ti-po-logi;

d. sufiks (suffix) adalah afiks yang diletakkan di akhir morfem dasar, mi-salnya -s, -al,
-an, dan sebagainya;
e. konfiks (confix) atau sirkumfiks (circumfix) adalah ga-bung-an dua afiks yang
sebagian di-letakkan di awal dan sebagian yang lain di akhir morfem dasar, misalnya
ke-an, ber-kan, per-an, dan sebagainya; dan

f. transfiks (transfix) adalah afiks terbagi yang muncul tersebar di da-lam morfem
dasar, mi-sal-nya dalam bahasa Arab, a-a-a, a-i-a, a-u-a ‘persona ketiga, jantan,
perfektum’ muncul dalam morfem dasar k-t-b, sy-r-b, h-s-n menjadi kataba ia menulis’,
syariba ‘ia minum’, hasuna ‘ia bagus’ (Kri­da­laksana, 2001:218; Bauer, 1988:24).

2. Klitik

Klitik tidak sama dengan afiks. Klitik juga merupakan mor---fem terikat, tetapi tidak
me-mi-liki perilaku seperti afiks. Perilaku klitik adalah:

a. dapat dilekatkan pada bermacam-macam jenis kata (lih. Ver-haar, 1981:62), tetapi
tidak menjadi penentu ciri khas dari jenis kata tertentu;

b. memilik makna leksikal (Ramlan, 2001:57);

c. apabila dilekatkan pada morfem dasar, tidak pernah meng-alami per-ubahan bentuk;

d. dapat menduduki fungsi sintaktis tertentu di dalam frasa atau kalimat;

e. tidak mengubah golongan kata yang dilekati;

Berdasarkan letaknya di dalam kata, klitik dapat dibedakan men-jadi dua jenis, yaitu proklitik
(proclitic) dan enklitik (enclitic). Proklitik adalah klitik yang ditambahkan pada awal kata,
misalnya ku- dan kau- pada kuambil dan kauambil, sedangkan enklitik ada-lah kli-tik yang
diletakkan di akhir kata, misalnya -mu dan -ku dalam bukumu dan bukuku.

3. Modifikasi Internal

Modifikasi internal menyangkut perubah-an internal di dalam kata. Perubahan internal itu
biasanya berupa per-ubahan vokal sehingga modifikasi internal biasa pula disebut modifikasi
vokal (vowel modification). Perubahan vokal yang dimaksud tentu saja yang meng-ubah
makna kata. Bandingkanlah per-ubahan vokal dalam kata mondar-mandir dan sing – sang –
sung. Perubahan vokal dalam mondar-mandir tidak mengubah apa-apa ka-rena da-lam bahasa
In-donesia ti-dak dijumpai mondar atau mandir se-hingga perubahan vokal dalam mon-dar-
mandir itu bukanlah mor-fem, tetapi dalam sing – sang – sung, per-ubahan vokal itu meng-ubah
makna sehingga perubahan vokal dalam sing – sang – sung itu dapat di-sebut morfem, ialah
morfem terikat.

4. Reduplikasi

Reduplikasi, yang biasanya dilambangkan dengan {R}, juga merupakan morfem, yaitu morfem
terikat, karena mengubah mak-na gramatikal kata. Menurut Ramlan (2001:69-76), re-duplikasi
da-pat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu:
a. reduplikasi seluruh, ialah reduplikasi seluruh morfem dasar, tan-pa perubahan fonem
dan tidak berkombinasi dengan pro-ses pembubuhan afiks, misalnya sepeda dalam
sepeda-se-pe-da dan buku dalam buku-buku;

b. reduplikasi sebagian, ialah reduplikasi sebagian dari morfem dasarnya, misalnya


pertama menjadi pertama-tama dan ber-apa menjadi beberapa;

c. reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, ialah reduplikasi


yang terjadi bersama-sama dengan pro-ses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula
mendukung satu fungsi, misalnya anak menjadi anak-anakan, hi-tam menjadi kehitam-
hitaman; dan

d. reduplikasi dengan perubahan fonem, misalnya gerak men-jadi gerak-gerik, serba


menjadi serba-serbi,dan sebagainya.

5. Komposisi

Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem un--tuk mengha-silkan satu kata.
Kata yang dihasilkan lewat proses kom-posisi di-sebut kompo-situm atau kata majemuk.
Menurut Kri-dalaksana (1989:109-110), kompositum memiliki ciri-ciri sebagai ber-ikut:

a. ketaktersisipan; artinya, di antara komponen-komponen kom--positum tidak dapat


disisipi apa pun. Bulan warna adalah kom-positum karena tidak dapat disisipi apa pun,
sedangkan alat ne-gara merupakan frasa karena dapat di-sisipi partikel dari men-jadi
alat dari negara.

b. ketakterluasan; artinya, komponen kompositum itu ma-sing-masing tidak dapat


diafiksasikan atau dimodifikasikan. Per-luasan bagi kompositum hanya mungkin untuk
semua kompo-nennya sekaligus. Misalnya kompositum ke-reta api dapat
dimo-di-fi-ka-si-kan menjadi per-keretaapian.

c. ketakterbalikan; artinya, komponen kompositum tidak dapat di-pertukarkan.


Gabungan seperti bapak ibu, pulang per-gi, dan le-bih kurang bukanlah kompositum,
melainkan frasa ko-ordina-tif karena dapat dibalikkan (gabungan kata semacam itu
mem-beri kesempatan kepada penutur untuk me-milih mana yang akan didahulukan).
Konstruksi seperti arif bijak-sana, hutan be-lan-tara, bujuk rayu bukanlah fra-sa,
melainkan kompositum.

G. DERIVASI DAN INFLEKSI

Derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan ka-ta de-ngan identitas morfemis
yang lain, sedangkan infleksi adalah peru-bah-an morfemis dengan mempertahankan iden-titas
leksikal dari kata yang bersangkutan. Contoh untuk infleksi adalah per-ubahan morfemis dari
pe-muda menjadi pemuda-pemuda dan untuk derivasi misalnya perubah-an gunting menjadi
menggunting. Perubahan dari pemuda menjadi pemuda-pemuda tidak mengubah identitas
leksikal morfem dasar pemuda. Artinya, baik pemuda maupun pemuda-pemuda sama-sama
meru-pakan nomina dan perbedaan antarkeduanya hanyalah pada maknanya: pemuda
bermakna ’tunggal’, sedangkan pemuda-pemuda bermakna ’jamak’
Berbeda halnya dengan perubahan morfem dasar gunting menjadi meng-gunting. Ternyata,
penambahan {meN-} pada gunting menjadi menggunting mengubah identitas gunting yang
semula nomina menjadi verba.

H. PRODUKTIVITAS

Morfem ada yang produktif dan tidak produktif. Morfem di-katakan pro-duktif apabila dapat
diterapkan pada konstituen yang tidak la-zim, atau belum per-nah, mengalaminya dan
dikatakan tidak produktif apabila tidak dapat dite-rap-kan pada konstituen yang belum pernah
mengalaminya. Misalnya, morfem {meN-} meru-pa-kan morfem imbuh-an yang produktif
ka-re--na dapat melekat pada morfem dasar yang belum pernah dilekati seperti dunia menjadi
men--dunia.
Pengenalan Morfem (kata monomorfemis dan kata polimorfemis)
Kata Monomorfemis adalah kata-kata yang hanya terdiri dari satu morfem. Contoh bentuk
rumah, batu, satu, dua, di, ke, dari, pada, yang, karena , maka. Bentuk-bentuk tersebut adalah
satuan gramatik terkcil yang tidak dapat dibagi lagi atas satuan lingual bermakna yang lebih
kecil.Kata Polimorfemis adalah kata-kata yang terdiri dari dua morfem atau lebih. Contoh
berumah, membaty, menyatu, dan mendua. Kata-kata tersebut terdiri dari morfem prefiks dan
morfem dasar.

Untuk menentukan status monomorfemis atau polimorfemis suatu kata diperlukan beberapa
persyaratan dasar yang bersifat teoritis, diantaranya:
1. pengertian kata
2. pengertian morfem
3. prinsip-prinsip penentuan morfem
4. pengertian dan penertapan deretan morfologis
5. analisis unsur dan unsur langsung

Yang dimaksud dengan morfem terbelah dalam bahasa Indonesia adalah morfem yang wujud
fonemisnya tidak merupakan satu-kesatuan, melainkan sebagian berada pada posisi awal dan
sebagian lagi berada di posisi akhir.
Contoh:
keadilan
kemauan
perburuhan
perbaikan

Jenis-jenis kata polimorfemis bahasa Indonesia ditentukan oleh jenis morfem yang menjadi
anggota-anggotanya.
Jenis kata polimorfemis dalam bahasa Indonesia ialah:
1. kata polimorfemis yang berupa kata berafiks. Prefiks: be(r)-rumah, me(m)-batu, me(n)-
dua ; Infiks; g-er-igi, s-in-ambung ; Sufiks: baca-an, ilmu-wan ; Konfiks: ke-adil-an,
ke-mau-an; Berkombinasi afiks : me(m)-besar-kan
2. kata polimorfemis yang berupa kata ulang. Contoh: rumah-rumah, batu-batu, kambing-
kambing
3. kata polimorfemis yang berupa kata majemuk. Contoh: Kamar mandi, mata kaki, rumah
makan.
4. kata polimorfemis yang berupa kata bermorfem zero. Contoh : makan, minum

Tes Formatif 2
1. kata-kata semampai, gemulai gerumut, kelingking adalah contoh kata monomorfemis
2. Ketua, gemetar, geletar dan telapak adalah kata polimorfemis
3. Kata monomorfemis dalam Bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan
kriteria kelas kata
4. Kata polimorfemis dalam bahasa Indonesia dpat diklasifikasikan berdasarkan kriteria
kelas kata morfem dasar dan afiksnya
5. Agar bisa menentukan status monomorfemis atau polimorfemis suatu kata diantaranya
dibutuhkan persyaratan batasan morfem, jumlah morfem dan hubungan antar morfem.
6. Untuk menentukan suatu kata termasuk kata monomorfemis atau polimorfemis
tergantung pada jumlah morfem yang menjadi unsurnya. sebab kata monomorfemis
adalah kata yang berunsur satu morfem dan kata polimorfemis adalah kata yang
berunsur lebh dari satu morfem http://chusnulnuna.blogspot.sg/2016/04/pengenalan-morfem-kata-monomorfemis-dan.html
PROSES MORFOLOGI REDUPLIKASI ATAU BENTUK PENGULANGAN DALAM
BAHASA INDONESIA http://puputdwiayu.blogspot.sg/2015/05/proses-morfologi-reduplikasi-atau.html

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berasal dari bahasa Melayu. Namun, bahasa
Indonesia sudah mengalami perkembangan. Perkembangan bahasa Indonesia tersebut
dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah penyerapan bentuk asing di laur bahasa
Indonesia, baik dalam kata maupun dalam bentuk struktur pembentuk dan perkembangan
struktur bentuk itu berkenaan dengan pemakaian bahasa.
Salah satu bentuk yang struktur yang mengalami perkembangan dalam hal perkembangan
struktur bentuk adalah bentuk reduplikasi atau kata ulang. Reduplikasi atau bentuk
pengulangan dalam bahasa Indonesia terjadi baik pada tataran fonologis, morfologis, maupun
dalam tataran sintaksis.
Reduplikasi tersebut sering digunakan oleh masyarakat. Namun, mereka belum mengetahui
konsep dari pengulangan yang mereka gunakan. Bahkan penggunaan reduplikasi dalam bahasa
Indonesia masih mengalami kesalahan dan tidak sesuai dengan cara pengulangan yang terdapat
dalam kajian morfologi bahasa indonesia.
Dari uraian di atas, makalah ini dibuat untuk menginformasikan kepada mahasiswa
Universitas Jember khususnya mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia tentang bagaimana proses reduplikasi. Sehingga makalah ini berjudul ”
Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia”.

Dalam makalah ini, beberapa yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
Apa yang dimaksud reduplikasi?
Bagaimana pembagian reduplikasi atau proses pengulangan?
Bagaimana menentukan bentuk dasar kata ulang?
Apa saja macam-macam cara pengulangan?
Apa makna dalam proses pengulangan?

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :


Untuk mengetahui pengertian reduplikasi;
Untuk mengetahui pembagian reduplikasi atau proses pengulangan;
Untuk mengetahui cara menentukan bentuk dasar kata ulang;
Untuk mengetahui macam-macam cara pengulangan;
Untuk mengetahui makna dalam proses pengulangan.

Manfaat penulisan makalah ini adalah memberikan informasi kepada mahasiswa


Universitas Jember khususnya mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia tentang reduplikasi dalam bahasa indonesia.

PEMBAHASAN

Pengertian Reduplikasi
Menurut M.Ramlan (1983:55), proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan
satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun
tidak. Soedjito (1995:109) berpendapat bahwa pengulangan adalah proses pembentukan
kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan
variasi fonem maupun tidak. Sedangkan menurut Masnur Muslich (1990:48), proses
pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk
dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik
berkombinasi dengan afiks maupun tidak.

Pembagian Reduplikasi Atau Proses Pengulangan


Dalam bahasa Indonesia, reduplikasi merupakan mekanisme yang penting dalam
pembentukan kata, disamping afiksasi, komposisi dan akronimisasi. Lalu, meskipun
reduplikasi terutama adalah masalah morfologi, masalah pembentukan kata, tetapi
tampaknya ada juga reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi, masalah sintaksis dan
masalah semantik.
1. Reduplikasi fonologis
Reduplikasi fonologis berlangsung terhadap dasar yang bukan akar atau terhadap bentuk
yang statusnya lebih tinggi dari akar. Status bentuk yang diulang tidak jelas dan reduplikasi
fonologis ini tidak menghasilkan makna gramatikal, melainkan menghasilkan makna
leksikal. Yang termasuk reduplikasi fonologis ini adalah bentuk-bentuk seperti:
1) Kuku, dada, pipi, cincin, dan sisi. Bentuk-bentuk tersebut 'bukan' berasal
dari ku, da, pi, cin, dan si. Jadi , bentuk-bentuk tersebut adalah sebuah kata
yang bunyi kedua suku katanya sama.
2) Foya-foya, tubi-tubi, sema-sema, anai-anai, dan ani-ani. Bentuk-bentuk
ini memang jelas sebagai bentuk ulang, yang diulang secara utuh. Namun,
'bentuk' dasarnya tidak berstatus sebagai akar yang mandiri. Dalam bahasa
Indonesia kini tidak ada akar foya, tubi, sema, anai, dan ani.
3) Laba-laba, kupu-kupu, paru-paru, onde-onde, dan rama-rama. Bentuk-
bentuk ini juga jelas sebagai bentuk ulang dan dasar yang diulang pun jelas ada,
tetapi hasil reduplikasinya tidak melahirkan makna gramatikal. Hasil
reduplikasinya hanya menghasilkan makna leksikal.
4) Mondar-mandir, luntang-lantung, lunggang-langgang, kocar-kacir, dan
teka-teki. Bentuk-bentuk ini tidak diketahui mana yang menjadi bentuk dasar
pengulangannya. Sedangkan maknanya pun hanyalah makna leksikal, bukan
makna gramatikal. Dalam berbagai buku tata bahasa tradisional, bentuk-bentuk
ini disebut kata ulang semu (Lihat Alisyahbana, 1953).

2. Reduplikasi Sintaksis
Reduplikasi sintaksis adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang biasanya
berupa akar, tetapi menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi daripada sebuah
kata. Kridalaksana (1989) menyebutnya menghasilkan sebuah ‘ulangan kata’, bukan ‘kata
ulang’. Contoh:
- suaminya benar benar jantan.
- jangan jangan kau dekati pemuda itu.
- jauh jauh sekali negeri yang akan kita datangi
Bentuk-bentuk reduplikasi sintaksis memiliki ikatan yang cukup longgar sehingga kedua
unsurnya memiliki potensi untuk dipisahkan. Perhatikan contoh berikut:
- jangan kau dekati pemuda itu, jangan.
- panas memang panas rasa hatiku.
- benar suaminya benar jantan.
Reduplikasi sintaksis ini memiliki makna ‘menegaskan’ atau ‘menguatkan’. Dalam hal ini
termasuk juga reduplikasi yang dilakukan terhadap sejumlah kata ganti orang (pronomina
persona) seperti:
- yang tidak datang ternyata dia dia juga.
- mereka mereka memang sengaja tidak diundang.
- kita kita ini memang termasuk orang yang tidak setuju dengan beliau.
Reduplikasi sintaksis termasuk juga yang dilakukan terhadap akar yang menyatakan waktu.
Contoh:
- besok-besok kamu boleh datang kesini.
- dalam minggu-minggu ini kabarnya beliau akan datang.
- hari-hari menjelang pilkada beliau tampak sibuk.

3. Reduplikasi Semantis
Reduplikasi semantis adalah pengulangan “makna” yang sama dari dua buah kata yang
bersinonim. Misalnya ilmu pengetahuan, alim ulama, cerdik cendekia. Kita lihat ilmu dan
kata pengetahuan memiliki makna yang sama; kata alim dan ulama juga memiliki makna
yang sama. Demikian juga kata cerdik dan cendekia.
Termasuk ke dalam bentuk ini adalah bentuk-bentuk seperti segar bugar, muda belia, tua
renta, gelap gulita, dan kering mersik. Namun, bentuk-bentuk seperti ini dalam berbagai
buku tata bahasa dimasukkan ke dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi (dwilingga
salin suara). Memang bentuk segar bugar perubahan bunyinya masih bisa dikenali, tetapi
bentuk muda belia dan kering mersik tidak tampak sekali bahwa unsur pertama berasal dari
unsur kedua atau sebaliknya.

Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang


Setiap kata ulang memiliki satuan yang diulang. Satuan yang diulang itu disebut bentuk
dasar. Sebagian kata ulang dengan mudah dapat ditentukan bentuk dasarnya. Misalnya:
- rumah-rumah : bentuk dasarnya rumah
- perumahan-perumahan : bentuk dasarnya perumahan
- sakit-sakit : bentuk dasarnya sakit
- kebaikan-kebaikan : bentuk dasarnya kebaikan

Tetapi tidak semua kata ulang dapat dengan mudah ditentukan bentuk dasarnya. Dari
pengamatan, dapat dikemukakan dua petunjuk dalam menentukan bentuk dasar bagi kata
ulang.
1. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata. Dengan petunjuk ini,
dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk golongan kata nominal
berupa kata nominal, bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk golongan kata verbal,
baik kata kerja maupun kata sifat, berupa kata verbal, dan bentuk dasar bagi kata ulang
yang termasuk golongan kata bilangan juga berupa kata bilangan. Misalnya:
- berkata-kata (kata kerja) : bentuk dasarnya berkata (kata kerja)
- gunung-gunung (kata nominal) : bentuk dasarnya gunung (kata nominal)
- cepat-cepat (kata sifat) : bentuk dasarnya cepat ( kata sifat)
- sepuluh-sepuluh (kata bilangan) : bentuk dasarnya bilangan (kata bilangan)
- pukul-memukul (kata kerja) : bentuk dasarnya memukul (kata kerja)
Namun demikian, ada juga pengulangan yang mengubah golongan kata, ialah pengulangan
dengan se-nya, misalnya :
- tinggi : setinggi-tingginya
- luas : seluas-luasnya
- cepat : secepat-cepatnya
- jelek : sejelek-jeleknya

Kata-kata setinggi-tingginya, seluas-luasnya, secepat-cepatnya, dan sejelek-jeleknya


termasuk golongan kata keterangan karena kata-kata tersebut secara dominan menduduki
fungsi keterangan dalam satu klausa, sedangkan bentuk dasarnya, ialah tinggi, luas, cepat,
dan jelek termasuk golongan kata sifat.
2. Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.
Misalnya kata ulang mempertahan-tahankan. Bentuk dasarnya bukannya mempertahan,
melainkan mempertahankan karena mempertahan tidak terdapat dalam pemakaian bahasa.
Demikian pula :
- memperkata-katakan : bentuk dasarnya memperkatakan bukan memperkata
- mengata-ngatakan : bentuk dasarnya mengatakan bukan mengata
- menyadar-nyadarkan : bentuk dasarnya menyadarkan bukan menyadar
- berdesak-desakan : bentuk dasarnya berdesakan bukan berdesak
Pada menulis-nuliskan terdapat dua kemungkinan. Bentuk dasarnya mungkin menulis,
diulang menjadi menulis-nulis, kemudian mendapat afiks –kan menjadi menulis-nuliskan,
atau mungkin pula kata itu terbentuk dari bentuk dasar menuliskan, diulang menjadi
menulis-nuliskan.
Bentuk dasar bagi kata ulang penting sekali artinya bagi penentuan golongan pengulangan.
Misalnya, jika kata kemerah-merahan dikatakan terbentuk dari bentuk dasar merah, maka
pengulangan pada kata kemerah-merahan termasuk golongan pengulangan yang
berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, tetapi jika dikatakan terbentuk dari bentuk
dasar kemerahan, maka pengulangannya termasuk golongan pengulangan sebagian.
Contoh lain, misalnya pengulangan pada kata minum-minuman. Jika kata ini dikatakan
terbentuk dari bentuk dasar minum, maka pengulangannya termasuk golongan
pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, tetapi jika dikatakan
terbentuk dari bentuk dasar minuman, maka pengulangannya termasuk golongan
pengulangan sebagian.

Macam-Macam Cara Pengulangan


Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat digolongkan menjadi
empat golongan :
1. Pengulangan seluruh
Pengulangan seluruh ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan
tidak berkombinasi dengan dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya:
- sepeda : sepeda-sepeda
- kebaikan : kebaikan-kebaikan
- pembangunan : pembangunan-pembangunan
- pengertian : pengertian-pengertian

2. Pengulangan sebagian
Pengulangan sebagian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Di sini bentuk
dasar tidak diulang seluruhnya. Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini
berupa bentuk kompleks. Yang berupa bentuk tunggal hanyalah kata lelaki yang dibentuk
dari bentuk dasar laki, tetamu yang dibentuk dari bentuk dasar tamu, beberapa yang
dibentuk dari bentuk dasar berapa, pertama-tama yang dibentuk dari bentuk dasar pertama,
dan segala-gala yang dibentuk dari bentuk dasar segala.
Kata pertama dan segala merupakan bentuk tunggal karena dalam deretan morfologik tidak
ada satuan yang lebih kecil dari kedua kata itu. Memang di samping kata pertama, ada kata
utama, tetapi kedua kata itu tidak dapat dimasukkan dalam satu deretan morfologik.
Meskipun keduanya mempunyai pertalian bentuk, ialah keduanya mengandung unsur tama,
tetapi keduanya tidak memiliki pertalian arti sehingga kata pertama ditentukan sebagai satu
morfem, kata utama sebagai satu morfem pula.

Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk kompleks, kemungkinan-kemungkinan bentuknya


sebagai berikut :
a. Bentuk meN-. Misalnya
mengambil => mengambil-ambil
membaca => membaca-baca
menjalankan => menjalan-jalankan
mempertunjukkan => mempertunjuk-tunjukkan
Pada kata meN- tidak diulang pada ambil yang kedua karena bentuk asal kata mengambil-
ambil adalah ambil, berawal dengan vokal. Berbeda halnya dengan mengemas-ngemasi. Di
sini, nasal morfem meN- diulang pada ngemasi karena bentuk asal mengemas-ngemasi
berawal dengan konsonan. Bentuk asalnya bukan emas melainkan kemas.
b. Bentuk di – . Misalnya :
diusai => diusai-usai
ditarik => ditarik-tarik
dikemasi => dikemas-kemasi
ditanami => ditaman-tanami
c. Bentuk ber–. Misalnya :
berjalan => berjalan-jalan
bermain => bermain-main
bersiap => bersiap-siap
berkata-kata => berkata-kata
d. Bentuk ter–. Misalnya :
terbatuk => terbatuk-batuk
terbetur => terbentur-bentur
tergoncang => tergoncang-goncang
tersenyum => tersenyum-senyum
e. Bentuk ber –an. Misalnya :
berhamburan => berhambur-hamburan
berjauhan => berjauh-jauhan
berdekatan => berdekat-dekatan
berpukulan => berpukul-pukulan
f. Bentuk –an. Misalnya :
minuman => minum-minuman
tumbuhan => tumbuh- tumbuhan
karangan => karang-karangan
nyanyian => nyanyi-nyanyian
g. Bentuk ke–. Misalnya :
kedua => kedua-dua
ketiga => ketiga-tiga
keempat => keempat-empat
kelima => kelima-lima
Pengulangan sebagian juga banyak terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam pengulangan
sebagianada kecenderungan untuk hanya mengulang bentuk asalnya saja seperti contoh di
atas.

3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks


Dalam golongan ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses
pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya kata ulang
kereta-keretaan. Berdasarkan petunjuk penentuan bentuk dasar nomor 2, ialah bahwa
bentuk dasar itu selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa, dapat
ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang kereta-keretaan dan bukan *keretaan,
mengingat satuan *keretaan tidak terdapat dalam pemakaian bahasa. Yang menjadi
masalah, bagaimana proses terbentuknya bentuk dasar kereta menjadi kereta-keretaan.
Ada dua pilihan. Pilihan pertama ialah bentuk dasar kereta diulang menjadi kereta-kereta,
l alu mendapat bubuhan afiks –an menjadi kereta-keretaan. Jadi , prosesnya sebagai berikut
:
kereta => kereta-kereta => kereta-keretaan
Pilihan kedua ialah bentuk dasar kereta diulang dan mendapat bubuhan afiks –an. Jadi
prosesnya :
kereta => kereta-keretaan
Dari faktor arti, pilihan pertama tidak mungkin. Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi
kereta-kereta menyatakan makna ‘banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan bermakna
‘sesuatu yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu-
satunya kemungkinan ialah pilihan pertama : kata kereta-keretaan terbentuk dari bentuk
dasar kereta yang diulang dan mendapat afiks –an
Beberapa contoh lain, misalnya :
anak => anak-anakan
rumah => rumah-rumahan
orang => orang-orangan
Pengulangan dan pembubuhan afiks pada bentuk dasarnya juga terjadi pada :
hitam => kehitam-hitaman
merah => kemerah-merahan
luas => seluas-luasnya
dalam => sedalam-dalamnya

4. Pengulangan dengan perubahan fonem


Kata ulang yang termasuk golongan ini hanya sedikit. Disamping bolak-balik terdapat kata
kebalikan, sebaliknya, dibalik, membalik. Dari perbandingan itu, dapat disimpulkan bahwa
kata bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik yang diulang seluruhnya dengan
perubahan fonem, ialah dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/.
Contoh lain misalnya :
gerak => gerak-gerik
robek => robak-rabik
serba => serba-serbi
Pada gerak-gerik terdapat perubahan fonem, dari fonem /a/ menjadi /i/; pada robak-rabik
terdapat perubahan fonem /o/ menjadi /a/ dan fonem /e/ menjadi /a/ dan /i/; pada serba-
serbi terdapat perubahan fonem /a/ menjadi /i/.
Perubahan fonem juga terdapat pada perubahan fonem konsonan. Misalnya :
lauk => lauk-pauk
ramah => ramah-tamah
sayur => sayur-mayur

Makna dalam Proses Pengulangan


Proses pengulangan ada yang berfungsi mengubah golongan kata, ada yang tidak. Pada
kata ulang seperti cetak-mencetak, potong-memotong, jilid-menjilid, proses pengulangan
mempunyai fungsi sebagai pembentuk kata nominal dari kata kerja, dan pada kata ulang
secepat-cepatnya, serajin-rajinnya, setinggi-tingginya, proses pengulangan berfungsi
sebagai pembentuk kata keterangan dari kata sifat, tetapi pada kata ulang seperti bintang-
bintangan, anak-anakan, memukul-mukul, pandang-memandang, proses pengulangan tidak
mengubah golongan kata.
Proses pengulangan menyatakan beberapa makna :
1. Menyatakan makna ‘banyak’.
Kita bandingkan kata rumah dengan kata rumah-rumah dalam kalimat dibawah ini. :
Rumah itu sudah sangat tua.
Rumah-rumah itu sudah sangat tua.
Kata rumah dalam kalimat Rumah itu sudah sangat tua menyatakan ‘sebuah rumah’,
sedangkan kalimat Rumah-rumah itu sudah sangat tua menyatakan ‘banyak rumah’.
Contoh lain : binatang-binatang : ‘banyak binatang’
kunjungan-kunjungan : ‘banyak kunjungan’
penyakit-penyakit : ‘banyak penyakit’
Makna ‘banyak’ tidak selalu dinyatakan dengan pengulangan. Misalnya dalam kalimat.
Beberapa orang anggota DPR mengadakan peninjauan terhadap pembangunan rumah
penduduk.
Rumah penduduk banyak yang rusak akibat claret tahun.
Kata rumah sudah menunjuk makna ‘banyak’ sehingga kata itu tidak perlu diulang menjadi
rumah-rumah.

2. Menyatakan makna ‘banyak’.


Berbeda dengan sebelumnya, di sini makna ‘banyak’ itu tidak berhubungan dengan bentuk
dasar, melainkan berhubungan dengan kata yang “diterangkan”. Kata yang “diterangkan”
itu pada tataran frase menduduki fungsi sebagai unsur pusat, misalnya kata rumah dalam
frase rumah besar-besar, dan pada tataran klausa menduduki fungsi sebagai subyek,
misalnya kata rumah dalam klausa rumah itu besar-besar. Pengulangan pada kata besar-
besar itu menyatakan makna ‘banyak’ bagi kata yang “diterangkan”, dalam hal ini yaitu
kata rumah.
Contoh lain, misalnya:
Mahasiswa yang pandai-pandai mendapat beasiswa.
Pohon yang rindang-rindang itu pohon beringin.

3. Menyatakan makna ‘tak bersyarat’.


Jika tidak hujan, saya akan datang.
“kedatangan saya” mempunyai syarat, ialah apabila tidak hujan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa kata jika dalam kalimat ituka menyatan makna ‘syarat’. Sebaliknya,
dalam kalimat
Meskipun hujan, saya akan datang
“Kedatangan saya” tidak bersyarat. Demikianlah kata meskipun menyatakan makna tak
bersyarat.
Jambu-jambu mentah dimakannya.
Pengulangan pada kata jambu dapat digantikan dengan kata meskipun. Sehingga menjadi
Meskipun jambu mentah, dimakannya.
Pengulangan pada kata jambu menyatakan makna yang sama dengan makna yang
dinyatakan oleh kata meskipun, ialah makna ‘tak bersyarat’.Contoh lain, misalnya:
Duri-duri diterjang : ‘meskipun duri diterjang’
Darah-darah diminum : ‘meskipun darah diminum’

4. Menyatakan makna ‘yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar’.
Dalam hal ini proses pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks –an.
Misalnya:
rumah-rumahan : ‘yang menyerupai rumah’
anak-anakan : ‘yang menyerupai anak’
Makna ‘menyerupai’ itu terdapat juga pada kata-kata ulang seperti:
kewanita-wanitaan : ‘menyerupai wanita’
kemuda-mudaan : ‘menyerupai (anak) muda’
kekanak-kanakan : ‘menyerupai anak’

5. Menyatakan bahwa ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan


berulang-ulang’. Misalnya:
berteriak-teriak : ‘berteriak berkali-kali’
memukul-mukul : ‘memukul berkali-kali’
menyobek-nyobek : ‘menyobek berkali-kali’
memanggil-manggil : ‘memanggil berkali-kali’
6. Menyatakan bahwa ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya dilakukan
dengan enaknya, dengan santainya, atau dengan senangnya’. Misalnya:
Seluruh anggota keluarga duduk-duduk di teras muka.
Pengulangan pada kata duduk-duduk dalam kalimat itu menyatakan bahwa ‘perbuatan itu
dilakukan dengan enaknya, dengan santainya, dengan senangnya, lagipula perbuatan itu
dilakukan tanpa tujuan yang tentu’.
Contoh lain: berjalan-jalan : ‘berjalan dengan santainya’
makan-makan : ‘makan dengan santainya’

7. Menyatakan bahwa ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar itu dilakukan oleh
dua pihak dan saling mengenai’. Dengan kata lain, pengulangan itu menyatakan makna
‘saling’. Misalnya:
pukul-memukul : ‘saling memukul’
pandang memandang : ‘saling memandang’
dorong-mendorong : ‘ saling mendorong’
Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks ber –an ada juga yang
menyatakan makna ‘saling’. Misalnya:
berpandang-pandangan : ‘saling memandang’
berkirim-kiriman (surat) : ‘saling berkirim’ (surat)

8. Menyatakan ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang tersebut pada


bentuk dasar’. Misalnya:
jahit-menjahit : ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjahit’
masak-memasak : ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan memasak’
cetak-mencetak : ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan mencetak’

9. Menyatakan makna ‘agak’.


Bajunya kehijau-hijauan.
Sebenarnya ‘baju’ itu tidak benar-benar hijau, melainkan hanya tampak agak atau sedikit
hijau. Demikianlah, pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ke –an
pada kata kehijau-hijauan menyatakan makna ‘agak’ atau ‘sedikit’.
Contoh lain:
kemerah-merahan : ‘agak merah’
kebiru-biruan : ‘agak biru’

10. Menyatakan makna ‘tingkat yang paling tinggi yang dapat dicapai’. Dalam hal ini
pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks se –nya. Misalnya:
sepenuh-penuhnya : ‘tingkat penuh yang paling tinggi yang dapat dicapai ;
sepenuh mungkin’
serajin-rajinnya : ‘tingkat rajin yang paling tinggi yang dapat dicapai ; serajin
mungkin’
sekuat-kuatnya : ‘tingkat kuat yang paling tinggi yang dapat dicapai ’ sekuat
mungkin’

11. Selain makna-makna di atas, terdapat juga proses pengulangan yang sebenarnya
tidak mnengubah arti bentuk dasarnya, melainkan hanya menyatakan intensitas perasaan.
Kita bandingkan, kata mengharapkan dengan mengharap-harapkan, membedakan dengan
membeda-bedakan, berlarian dengan berlari-larian.

PENUTUP

Dari penjelasan reduplikasi yang dibahas pada bab sebelumnya, dapat kita simpulkan
sebagai berikut.
1. Reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatikal,baik seluruhnya maupun sebagian
nya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
2. Pembagian reduplikasi atau proses pengulangan terdiri dari reduplikasi fonologi,
reduplikasi sintaksis dan reduplikasi semantik.
3. Menentukan bentuk dasar kata ulang dapat dilakukan dengan menggunakan dua
petunjuk, yaitu : (1) Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata; (2)
Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.
4. Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat digolongkan
menjadi empat golongan yaitu pengulangan seluruh, pengulangan sebagian,
pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dan pengulangan
dengan perubahan fonem.
5. Proses pengulangan menyatakan beberapa makna antara lain menyatakan makna
banyak, tak bersyarat, menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar, perbuatan pada
bentuk dasar dilakukan berulang-ulang, perbuatan yang dilakukan dengan dengan
santainya, perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan saling mengenai, hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar, bermakna agak,
menyatakan makna tingkat yang paling tinggi yang dapat dicapai, serta terdapat juga
proses pengulangan yang sebenarnya tidak mengubah arti bentuk dasarnya, melainkan
hanya menyatakan intensitas perasaan.

Makalah dengan judul “Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia” ini masih serba terbatas.
Oleh sebab itu, di sarankan kepada semua pihak untuk mengembangkan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.


Ramlan, M. 1983. Morfologi S

Anda mungkin juga menyukai