Pengantar Nanoteknologi 2012 PDF
Pengantar Nanoteknologi 2012 PDF
NANOTEKNOLOGI
Editor:
Prof. Mikrajuddin Abdullah
Institut Teknologi Bandung
Bandung
2012
Daftar Isi
Bab 1 Pendahulua 1
Mikrajuddin Abdullah
Abdul Rajak
Bab 3 Memori berbasis Si/Ge/Si Quantum Dot MOSFET dengan High-k Material 39
Alvina Kusumadewi K
Fadli Rohman
Fitria Rahayu
Ganjar Kurniawan S
Irfan Firdaus S
Iskandar
Khairiah
Mega Nurhanisa
Bab 17 Indium Tin Oxide (ITO) untuk Aplikasi Solar Cell 238
Naily Ulya
Nety Fitrianingsih
Bab 20 Detektor Gas Etilen pada Buah dengan Carbon Nanotube 264
Nuha
Riri Murniati
Abdul Muid
Anton Prasetyo
Deny Hardiansyah
Dicky Anggoro
Elfi Yuliza
Maria Ulfa
Rahmat Firman
Shanty Merissa
Bab 36 Quantum Dots 671
Siti Ala’a
Isi buku ini merupakan kumpulan tugas mahasiswa yang mengambil mata kuliah Fisika
Material dan Divais Nano di Program Magister Fisika Institut Teknologi Bandung. Para
mahsasiswa diminta membuat makalah review tentang nanoteknologi dengan bahasa yang
lebih mudah dipahami. Agar tulisan tersebut bermanfaat bagi pembaca dari spektrum yang
lebih luas, tulisan tersebut digabung menjadi satu draft monograf. Draft ini direncanakan
akan diterbitkan secara resmi dalam bentuk monograf setelah dilakukan sejumlah koreksi.
Para mahasiswa telah diminta untuk menghindari plagiarisme dalam membuat tulisan.
Walaupun demikian, masih ada sejumlah gambar yang belum memiliki referensi. Sebelum
diterbitkan secara resmi, gambar-gambar tersebut akan dilengkapi daftar rujukan sehingga
tidak ada lagi penggunaan karya penulis lain yang tanpa dilengkapi rujukan.
Sambil melakukan perbaikan, saya berinisiatif membagi tulisan ini kepada yang berminat.
Saya sangat berharap ada saran, kritik, atau apa saja yang penting untuk memperbaiki draft
ini. Juga, jika ada penerbit yang bersedia menerbitkannya, saya sangat berterima kasih.
Editor
Email: mikrajuddin@gmail.com
Bab 1
Pendahuluan
Oleh : Mikrajuddin Abdullah
1
yang baru kalau ukurannya lebih kecil lagi hingga di bawah 10 nm. Contohnya adalah
penurunan titik leleh logam dapat diamati ketika ukurannya di bawah 10 nm dan
penurunan yang signifikan diamati ketika ukurannya di bawah 5 nm. Logam emas
yang semula adalah material inert (sulit mengalami reaksi kimia) berubah menjadi
sangat reaktif ketika ukurannya di bawah 3 nm.
Nanoteknologi mulai dieksploitasi sejak masuk tahun 2000-an. Namun,
sebenarnya makhluk hidup telah memanfaatkan “nanoteknologi” ini sejak ribuan
tahun yang lalu. Misalnya tokek yang bisa menempel sangat kuat di dinding. Totek
dapat merayap di kaca dalam posisi terbalik (tubuh berada di bawah) yang
mengindikasikan betapa kuatnya tempelan kaki tokek pada kaca. Di kaki tokek
terdapat rambut-rambut yang sangat halus (Gambar 1.1). Rambut tersebut
mengandung atom-atom dengan jumlah per satuan luas sangat banyak. Ingat, makin
kecil ukuran material maka jumlah atom per satuan luas permukaan makin besar. Tiap
atom di kaki tokek melakukan gaya van der Waals dengan atom di dinding. Tiap atom
menghasilkan gaya tarik tertentu. Karena banyak sekali atom di rambut-rambut kaki
tokek maka banyak sekali atom yang melakukan gaya van der Walls dengan atom di
dinding sehingga dihasilkan gaya tarik yang sangat besar. Gambar 1.2 adalah
ilustrasi gaya van der Walls antara molekul dengan dinding.
2
material tersebut dan spektrum cahaya tampak (visibel) diloloskan. Penggunaan
material tersebut dalam lotion mencegah sinar ultraviolet mengenai kulit sehingga si
pemakai terhindar dari kerusakan kulit atau kanker kulit.
3
Dengan mengatur ukuran partikel maka material tersebut dapat memiliki sifat
yang berbeda. Jika ukuran partikel sangat kecil (di bawah 10 nm) maka ZnO atau
TiO 2 bersifat transparan terhadap cahaya tampak sehingga cream yang dihasilkan
hanya menyerap ulytaviolet tetapi tidak mengganggu warna kulit. Warna kulit
pemakai cream tetap alami (apa adanya). Jika ukuran partikel lebih besar maka
partikel tersebut akan menghamburkan cahaya putih. Penggunaan partikel tersebut
dalam lotion akan memiliki fungsi ganda: menyerap ultraviolet dan membangkitkan
cahaya putih. Cream inilah yang berfungsi sebagai cream pemutih. Pemakai cream
tersebut akan menampilkan warna kulit yang lebih putih. Gambar 1.4 adalah contoh
cream pemutih sekaligus pelindung dari ultraviolet produksi Olay.
Aplikasi lain dari TiO 2 adalah pemanfaatan sifat fotokatalitik dari material
tersebut. Katalis adalah material yang membantu proses reaksi kimia. Dengan adanya
katalis maka zat yang semula tidak dapat bereaksi menjadi dapat bereaksi. Dengan
adanya katalis maka reaksi yang semula lambat bisa menjadi cepat. Katalis hanya
membantu terjadinya reaksi kimia atau membantu mempercepat reaksi kimia tanpa
ikut habis bereaksi. Setelah reaksi berlangsung maka katalis tetap ada dalam jumlah
yang sama dan siap untuk terlibat dalam reaksi selanjutnya. Jumlah katalis yang
digunakan dalam reaksi juga tidak banyak. Hal ini memang karena secara teori katalis
tidak pernah habis, berapa pun banyak zat yang bereaksi.
Beberapa katalis dapat langsung berfungsi ketika dicampurkan ke dalam zat
yang akan bereaksi. Namun sebagian katalis memerlukan kondisi atau lingkungan
khusus agar dapat berperan dalam reaksi kimia. Contohnya adalah fotokatalis.
Material ini hanya bisa menjadi katalis ketika dikenai cahaya. Jadi agar reaksi kimia
dapat berlangsung di bawah pengaruh katalis tersebut maka katalis harus terus-
menerus disinari cahaya. Contoh yang terkenal fotokatalis adalah TiO 2 .
Dari sudut pandang fisika, fenomena ini dapat dijelaskan dengan mudah.
Titanium dioksida adalah bahan semikonduktor dengan lebar celah pita energi sekitar
3,2 eV. Energi sebesar ini kira-kira sama dengan energi foton sinar ultraviolet. Praktis
material ini mendekati sifat isolator karena celah pita ini sangat lebar. Ketika dikenai
4
cahaya tampak, sifat material tersebut tidak berubah. Namun, jika disinari dengan
ultraviolet maka elektron yang berada di puncak pita valensi dapat menyerap foton
tersebut dan loncat ke pita konduksi. Akibatnya terciptalah pasangan elektron (di pita
konduksi) dan hole (di pita valensi). Jika ukuran partikel sangat kecil, misalnya dalam
orde nanometer, maka elektron dan hole yang dihasilkan dengan mudah mencapai
permukaan partikel karena jarak permukaan ke lokasi diciptakan pasangan elektron-
hole tersebut sangat kecil. Ketika bersentuhan dengan molekul-molekul yang ada di
sekitar permukaan partikel maka elektron dan hole dapat meloncat ke molekul-
molekul tersebut dan menghasilkan radikal di sekitar permukaan partikel. Dari sisi
kimiawi, radikal adalah atom atau molekul atau gugus yang sangat reaktif. Ketika
bertemu dengan molekul lain maka radikal tersebut dapat “menghancurkan” molekul
yang dijumpainya melaui reaksi kimia.
Sifat TiO 2 yang dapat menginduksi munculnya radikal sehingga menginisiasi
reaksi kimia dimanfaatkan dalam sejumlah bidang. Salah satunya adalah pembuatan
kaca yang dapat membersihkan dirinya sendiri (self cleaning). Prinsipnya cukup
sederhana. Permukaan kaca dilapisi dengan nanopartikel TiO 2 . Lapisan dibuat sangat
tipis. Karena nanopartikel TiO 2 transparan terhadap cahaya tampak maka pelapisan
tersebut tidak mengganggu kebeningan kaca. Misalkan kotoran atau debu menempel
di kaca. Biasanya kaca dibersihkan dengan cara mencuci kemudian melap. Kadang
mencuci dengan air tidak sanggup menghilangkan kotoran tersebut.
Gambar 1.5 Kaca yang dilapisi nanopartikel TiO 2 akan bersih dengan
sendirinya dari kotoran ketika dikenai air hujan karena terjadinya reaksi kimia pada
kotoran tersebut. Ini berkat sifat fotokatalitik yang dimiliki titanium TiO 2 .
5
saat dikendarai maka kotoran yang sudah terikat lemah akan lepas dengan mudah
(Gambar 1.5). Pada akhirnya kaca akan bersih dengan sendirinya (tidak perlu kita
bersihkan).
Dengan pelapisan semacam ini maka dapat dikatakan pula bahwa kotoran sulit
menempel di kaca. Setiap ada kotoran yang menempel maka kotoran tersebut akan
dibersihkan dengan sendirinya. Ini berakibat kaca akan selalu bersih dan halus.
Dengan kondisi kaca yang selalu bersih dan halus maka air yang jatuh di kaca dengan
segera mengalir tanpa membentuk titik-titik air. Kaca semacam ini akan kelihatan
selalu bening meskipun dalam kondisi hujan. Mobil-mobil mewah sekarang sudah
dilengkapi kaca semacam ini. Dalam kondisi hujan pun kaca tetap benintg meskipun
tidak menggunakan wiper.
Ada masalah serius yang dihadapi industri mikroelektronika sekarang ketika
ingin meningkatkan lebih jauh keadalan divasi yang dihasilkan. Dalam usaha
meningkatkan kapasitas penyimpanan maupun meningkatkan kecepatan proses maka
salah satu pilihan adalah mereduksi ukuran divais. Saat ini memang mikroprosessor
telah dibuat dengan ukuran kanal di bawah 100 nm. Dari sisi dimensi, perancangan
prosesor sudah memasuki dimensi nanometer. Prosesor Intel Prescott sudah
menggunakan kanal dengan ukuran 90 nm.
Jika ukuran komponen kecil maka kecepatan pemrosesan menjadi lebih cepat
dan jumlah komponen menjadi lebih banyak. Keduanya akan berimplikasi pada
makin besarnya konsumsi daya listrik untuk mengoperasikan prosessor tersebut.
Makin besar listrik yang diperlukan akan makin meningkatkan panas yang dibuang
prosessor. Prosessor akan menjadi lebih cepat panas.
Lebih lanjut, jika ukuran kanal makin kecil maka hambatan ohmik kanal akan
membesar. Teori menyatakan bahwa jika ukuran konduktor makin kecil (dalam orde
nanometer) maka kondukstivitas listriknya makin kecil. Konduktivitas yang makin
kecil berarti hambatan listrik yang makin besar. Jika hambatan makin besar maka
makin banyak panas yang akan dihasilkan dalam rangkaian tersebut.
6
Ukuran yang makin kecil juga menyebabkan kekuatan material makin kecil.
Seperti telah dijelaskan, jika ukuran material masuk dalam orde nanometer maka titik
lelehnya makin rendah. Jadi pengecilan ukuran divais menghasilkan sejumlah efek
samping yang sama-sama menurunkan keandalan divais. Yang meningkat dari reduksi
ukuran tersebut hanyalah kecepatan perosesan serta kapasitas komponen yang dapat
dibuat. Tetapi implikasi lain yang tidak dikehendaki adalah daya listrik yang makin
besar, panas yang terlalu tinggi, divais secara mekanik menjadi lemah, sehingga
kerusakan divais akan makin cepat.
Reduksi ukuran memiliki batas yang sulit untuk dilanjutkan lagi. Ketika
ukuran divais makin kecil, misalnya saat membuat persambungan semikonduktor,
maka proses penerobosan (tunneling) akan makin bersar peluang untuk terjadi
(Gambar 1.6). Fenomena ini melahirkan arus kebocoran. Arus kebocoran yang besar
akan mengurangi keandalan alat.
Sebagai contoh, ketika membuat kapasitor maka antara dua elektroda
disisipkan isolator (bahan dielektrik, Gambar 1.7). Tidak boleh ada muatan listrik
yang melewati lapisan isolator tersebut agar muatan yang tersimpan dalam kapasitor
tidak hilang. Jika lapisan isolator memiliki ketebalan dalam orde nanometer, maka
fenomena terobosan electron dari elektroda negatif ke eletroda positi makin mudah
terjadi. Akibatnya, muatan tidak bisa bertahan lama di dalam kapasitor. Penerobosan
elektron dalam waktu yang tidak terlalu lama menyebabkan semua elektron pada
elektroda negatif pindah ke eletroda positif. Kapasitor yang semula penuh berisi
muatan menjadi kosong dalam waktu yang tidak terlalu lama.
7
dengan single electron transistor (SET). Gambar 1.8 adalah perbedaan struktur
transistor konvensional dan SET.
Gambar 1.8 (a) Struktur transistor konvesional dan (b) struktur single
electron transistor
Kapasitor bukan lagi dua konduktor yang dibatasi lapisan isolator tetapi
berupa material dalam dimensi nanometer. Jumlah muatan yang disimpan bukan lagi
dalam orde mikrocolumb atau nanocoulumb, tetapi hanya beberapa elektron. Satu
elektron membawa muatan 1,6 x 10-19 C. Dapat dibayangkan betapa sedikit muatan
yang disimpan kapasitor berbasis material nano.
Peneliti IBM telah mengembangkan transistor dari CNT dengan kemampuan
yang jauh melampauai transitor yang berbasis silikon. Dibuktikan dalam laboratorium
bahwa transistor CNT dapat membawa arus listrik dua kali lebih benyak daripada
transistor terbaik yang ada di pasar.
Peneliti dari University of New South Wales berhasil membuat transistor
secara bottom-up dengan cara menyusun atom satu per satu menggunakan alat yang
bernama Scanning Tunneling Microscope (STM). Alat ini dapat mencabut atom dari
suatu posisi dan menempatkan di posisi yang lainya. Transisor yang mereka buat
8
merupakan transistor terkecil yang pernah dibuat hingga saat ini dan mungkin
menjadi transtor terkecil hingga beberapa dekade mendatang (Gambar 1.9).
Keberhasilan pengembangan transistor ini menjadi awal yang baik dalam
merealisasikan komputer super canggih yang bernama komputer kuantum. Komputer
kuantum adalah komputer yang memiliki cara kerja benar-benar berbeda dengan
komputer saat ini. Sistem pengolahan sinyal pada komputer saat ini masih
menggunakan fisika klasik. Sebaliknya, komputer kuantum akan menggunakan teori
fisika kuantum dalam pemrosesan sinyal dan diyakini lebih powerfull daripada
pengolahan sinyal pada komputer yang ada saat ini. Yang masih menjadi kendala
adalah transistor ini baru bisa bekerja jika suhu -391 fahrenheit. Sekarang para
peneliti melakukan kajian bagaimana agar transistor ini dapat bekerja pada suhu yang
lebih tinggi, yaitu di sekitar suhu kamar. Dengan suhu tersebut maha tidak diperlukan
peralatan penidngin tambahan agar computer yang dibuat dapat beroperasi.
Gambar 1.9 Transisotr terkecil yang dibuat dengan STM oleh peneliti dari
University of New South Wales. Satu atom fosfor ditempatkan di tengah-tengah dua
elektroda. Ketika diberikan tegangan kecil antara dua elektroda maka diamati kurva
srus tegangan yang menyerupai kurva Field Effect Transisort (FET) (sumber gambar:
http:// www.circuitstoday.com).
Hal yang juga penting untuk dikembangkan adalah piranti penyimpan energi
dalam jumlah besar namun ukurannya kecil (kerapatan energi yang disimpan sangat
tinggi). Salah satu piranti tersebut adalah kapasitor. Kapasitor yang dijual saat ini
masing menyimpan energi dalam jumlah yang kecil. Kebocoran muatan juga menjadi
masalah yang masih terus diselesaikan. Kebocoran muatan yang disimpan, meskipun
cukup kecil tetap mengurangi efektivitas penyimpanan. Kebocoran menyebabkan
divais tersebut tidak dapat digunakan untuk menyimpan energi dalam waktu yang
cukup lama karena dalam selang waktu yang lama muatan yang disimpan bisa habis.
Apa yang dikejar para peneliti adalah membuat kapasirot dengan kapasitas
penyimpanan sangat tinggi dengan kebocoran seminimal mungkin. Salah satu
jawaban pada permasalahan ini adalah pengembangan superkapasitor.
Penyimpan energi listrik yang dikenal saat ini adalah baterei dan kapasitor.
Baterei dapat menyimpan energi yang cukup banyak. Tetapi proses penyimpanan
energi dalam baterei sangat lama. Menyimpan eenrgi dalam baterei artinya mengisi
9
(charge) baterei tersebut. Dan kita semua tahu bahwa diperlukan waktu berjam-jam
untuk mengisi penuh baterei kecil sekalipun (baterei hp). Baterei hp yang baru dibeli
perlu diidi sekitar 6 jam. Sebaliknya kapasitor dapat diisi dalam waktu yang sangat
pendek. Untuk kapasitor kecil, waktu pengisian hanya dalam orde mikrodetik.
Namun, energi yang disimpan dalam kapasitor sangat kecil. Diperlukan kapasitor
yang luar biasa besar untuk menghasilkan eenrgi yang cukup untuk menjalankan
peralatan elektronik dalam beberapa jam.
Para ahli mencari piranti yangh menggabungkan kelebihan baterei
(menyimpan eenrgi dalam jumlah besar) dan kemapuan kapasitor (dapat diisi dalam
waktu yang sangat pendek). Jawaban dari masalah ini adalah superkapasitor.
Superkapasitor adalah kapasitor yang dapat menyimpan energi ratusan sampai ribuan
kali kemapuan kapasitor yang ada saat ini. Jadi yang dilakukan adalah desain
kaapsitor jenis baru dengan kapasitas penyimpanan yang tinggi. Bagaimana ide ini
dapat dilakukan.
Energi disimpan dalam kapasitor dalam bentuk muatan listrik. Makin besar
muatan listrik maka makin besar eenrgi yang disimpan. Jumlah muatan listri yang
disimpan sebanding dengan kapasitansi kapasitor. Dengan dmeikian, agar kapasitor
dapat menyimpan eenrgi dalam jumlah besar maka kapasitansi kapasitor harus besar.
Bagaimana memeprbesar kapasitansi kapasitor? Kita ingat rumus
C = κ ε 0 A/d
dengan κ adalah konstanta dielektrin isolator antar dua elektroda kaapsitor, ε 0 adalah
permitivitas ruang hampa, A luas penampang kapasitor, dan d adalah jarak antar
elektroda.
Untuk memperbesar kapasitansi maka jarak antar pelat kapasitor (tebal
isolator) harus sekecil mungkin. Tetapi ini ada batasnya. Jika isolator terlalu tipis
maka terjadi kebocoran electron dari pelat bermuatan negative ke pelat bermuatan
positif serhingga lama-kelamaan muatan dalam kapasitor hilang (saling menetralkan).
Cara lain adalah menaikkan konstanta dielektrik isolator antara dua pelat. Yang
menjadi problem lagi adalah ketika ketebalan isolator (dielektrik) tersebut diperkecil
dalam orde nanometer maka nilai constant dielektrik mengecil. Konstanta dielektrik
material berkurang jika ketebalan material makin kecil. Cara lain adalah memperbesar
luas penampang elektroda kapasitor. Ini berimplikasi pada pembesaran ukuran
kapasitor yang jelas tidak sesuai dengan keinginan membuat kapasitor dengan
kapasitansi besar tetapi ukuran tetap kecil.
Hal di atas dapat dijawab dengan nanoteknologi. Suatu permukaan bahan bisa
diperbesar tanpa mengubah dimensi (panjang, lebar, maupun tinggi) dengan membuat
permukaan bahan tersebut berpori. Makin kecil ukuran pori maka makin besar luas
permukaan bahan tersebut. Luas permukana di sini adalah luas permukaan tempat
electron bisa keluar. Jadi, kalau pori dibuat dalam ukuran nanometer maka luas
permukaan menjadi sangat besar dan bisa meningkat hingga ratusan atau ribuan kali
lebih besar daripada luas permukaan yang halus (tanpa pori).
Para ahli membuat superkapasitor dengan menggunakan elektroda yang
mengandung nanopori (Gambar 1.10). Peneliti dari Drexel University menggunakan
elektroda karbon dengan bentuk seperti bawang, di mana satu partikel disusun oleh
10
sejumlah atom karbon dalam pola konsentris, serupa dengan lapisan-lapisan pada
bawang. Diameter tiap partikel yang dibuat antara 6 – 7 nm. Tebal total kapasitor
yang dibuat sekitar 0,000001 meter (1 mikrometer).
Teknologi display yang ada saat ini memang sudah mencapai kemajuan luar
biasa. Kita bisa menonton televisi atau video pada display yang ukurannya sangat
besar dengan gambar yang sangat tajam menyerupai foto. Tetapi ada sisi lain yang
masih membatasi kepuasan orang. Ukuran display yang sangat besar membuat display
sangat kaku dan sulit dipindahkan. Walaupun display yang dibuat saat ini sudah
cukup tipis, seperti display LED terbaru, namun ukuran yang sangat besar
menyulitkan pemindahan. Hanya posisi tertentu di rumah yang mungkin bagi
penempatan display tersebut. Tidak semua bagian rumah cukup luas untuk
menempatkan display berukuran besar.
Bayangakan andaikata ada display yang bisa dilekuk-lekukkan atau bisa
digulung ketika tidak digunakan. Karena bisa digulung maka display tersebut akan
mudah dipindahkan tanpa merusak display. Saat tidak digunakan display tersebut
dapat digulung sehingga tidak memakan tempat. Ketika ruang tidak terlalu besar
maka display tersebut dapat dipasang dalam posisi melengkung. Untuk mewujudkan
display semacam ini maka satu-satunya harapan adalah nanoteknologi. Salah satu
harapan adalah Organic Light Emitting Diodes (or OLEDs) berbasis materal dalam
skala nanometer.
OLEDs adalah LED yang berbasis bahan organik (polimer). Display OLED
lebih murah dari display LED anorganik (seperti LED bebasis bahan semikonduktor
kristal). OLED terbuat dari lapisan polimer dengan ketebalan sekitar 100 nm. Salah
satu keunggulan OLED adalah film polimer dapat dibuat di semua bentuk material
11
dengan proses yang sangat sederhana serupa dengan proses pencetakan pada kertas
menggunakan printer ink-jet. Kelemahan OLED saat ini adalah umur pakai yang lebih
pendek dan lebih redup daripada LED anorganik. Saat ini OLED banyak digunakan
pada display kecil yang dilihat dari jarak dekat seperti telepon genggam maupun layar
laptop. Namun, perusahaan elektronik besar seperti Samsung dan LG
memngembangkan OLED untuk display ukuran besar (Gambar 1.11). Kelebihan lain
OLED yang tidak dimiliki display lain adalah dapat digulung karena merupakan
lapisan tipis polimer sehingga sangat fleksibel.
Gambar 1.11 Contoh OLED yang digunakan pada perlatan elektronik saat ini.
(atas) TV 155 inci yang terbuat dari OLED dan (bawah) display OLED yang dapat
digulung.
12
memancarkan pendaran warna yang berbeda ketika dimensinya berbeda. CNT dengan
diameter sangat kecil memancarkan pendaran biru. CNT dengan diameter lebih besar
memancarkan pendaran hijau dan diameter lebih besar lagi memancarkan pendaran
merah (Gambar 1.12). Tiga warna tersebut: biru, hijau, dan merah merupakan dasar
untuk memproduksi semua warna. Jadi display dibuat dengan menggunakan CNT
dengan tiga ukuran diameter, yang disusun secara teratur. Tiga ukuran CNT
membentuk satu pixel. Karena ukuran CNT hanya beberapa nanometer maka ukuran
pixel yang dihasilkan juga dalam orde nanometer. Dengan demikian, display dengan
resolusi yang sangat tinggi (kerapatan pixel sangat besar) dapat dihasilkan.
Karena CNT merupakan material yang sangat kuat maka display yang dibuat
juga akan sangat kuat. CNT memiliki kekuatan sekitar 100 kali baja. Karena hanya
merupakan gulungan beberapa lapis atom karbon, sebagian besar ruang dalam CNT
adalah ruang kosong. Akibatnya CNT merupakan material yang sangat ringan.
Dengan sifat ini maka display yang dibuat dari CNT akan memiliki kekuatan yang
sangat tinggi tetapi sangat ringan. Perusaan Rosster dari Cyprus telah membuat
display CNT yang dikomersialkan.
Nanoteknologi juga diharapkan akan mempercepat transfer data dalam piranti
elektronik. Transfer data yang ada saat ini dilakukan melaui aliran pulsa listrik di
dalam jalur konduktor seperti kawat tembaga, emas, aluminium atau timah solder
yang digunakan untuk membuat persambungan antar komponen. Dengan
berkembanganya teknologi fiber optik terbukti bahwa transfer data menggunakan
gelombang cahaya jauh lebih cepat. Lebih cepat di sini bukan karena aliran pulsa
cahaya yang jauh lebih cepat daripada aliran pulsa listrik (aliran pulsa cahaya dan
pulsa listrik sama cepatnya), namun karena dengan cahaya, informasi yang dibawa
per satuan detik lebih banyak. Dengan menggunakan pulsa listrik maka ada batas
miminimum waktu untuk merepresentasikan satu data. Dengan gelombang cahaya
maka batas minimum waktu untuk merepresentasikan satu data jauh lebih pendek.
13
Dengan kata lain, jika menggunakan cahaya maka lebar satu data lebih kecil daripada
jika menggunakan gelombang listrik. Akibatnya untuk selang waktu yang sama,
jumlah data yang dibawa gelombang cahaya lebih banyak.
Teknologi fiber optik telah membuktikan ini. Satu fiber optik dapat
tersambung ke lebih banyak telepon daripada satu kabel tembaga yang digunakan
pada jalur telepon konvensional
Atas dasar pemikiran ini maka para ahli mencoba membangun piranti yang
dapat mentransfer data dengan kecepatan yang sama dengan aliran data pada fiber
optic. Kata kuncinya adalah data dalam piranti tidak lagi merambat dalam bentuk
pulsa listrik seperti yang ada sekarang, tetapi merambat dalam bentuk pulsa cahaya.
Untuk merealisasikan ide tersebut, maka komponen-komponen dalam divais harus
merupakan komponen optik. Jalan ke arah ini tampaknya akan terbuka. Salah satu
tanda keberhasilan adalah para ahli sanggup membuat laser dalam ukuran nanometer
maupun detector optik dalam ukuran nanometer dengan merekayasa nanopartikel.
Laser titik kuantum sebagai pemancar data dan detektor titik kuantum sebagai
penerima data tersebut.
Gambar 1.13 adalah ilusrrasi bagaimana data dipindahkan dari satu
komponen ke komponen lain melalui pulsa cahaya. Dalam komponen itu pun data
merambat dalam bentuk pulsa cahaya. Kalaupun ada rangkaian elektronik yang masih
diperlukan, jumlahnya tidak terlalu banyak dan tidak memiliki efek langsung pada
kecepatan transmisi data.
14
Memori nanti merupakan sususan teratur dari nanodot magnetik tersebut
(Gambar 1.14). Jarak antar nanodot bisa sangat kecil sehingga kerapan nanodot
(kerapatan data) menjadi sangat tinggi. Nanti memori dengan kapasitas hingga
beberapa terabite akan dibuat (1 tera bite = 1000 gigabite). Namun, masih dibutuhkan
riset insentif untuk mewujudkan jenis memori ini sehingga memori tersebut
kompatibel dengan teknologi mikroleketronika yang berbasis silicon saat ini.
15
Ketika sifat tersebut mengenai nanopartikel tertentu maka nanopartikel tersebut
memberikan respons fisis. Salah satu resnpos yang mudah untuk ditangkap adalah
pendaran cahaya. Jadi perlu didesain material ukuran nanometer yang memancarkan
cahaya ketika dikenai suatu zat pembawa penyakit tertentu. Satu jenis partikel
dirancang sensitif terhadap penyakit tertentu dan memancarkan pendaran pada
panjang gelombang tertentu. Partikel lain didesain sensitif terhadap penyakit lain dan
memancarkan pendaran wakrna lainnya. Berdasarkan pendaran warna yang
dipancarkan (panjang gelombang) maka dapat diketahui penyakit apa yang mulai ada
dalam tubuh manusia sehingga dapat segera diobati sebelum penyakit tersebut
menyerang.
Pertanyaan, bagaimana memasang puluhan sensor nanopartikel tersebut dalam
tubuh? Profesor Heather Clark, dari Northeastern University mengusulkan
penggunaan sensor tattoo (Gambar 1.15). Tatto pada dasarnya adalah memasukkan
zat tertentu (semacam tinta) di bawah lapisan kulit. Clark mengusulkan pembuatan
semacam zat tattoo yang berisi sejumlah nanopartikel sensor. Cairan yang berisi
nanopartikel sensor di “tattoo” di bawah lapisan kulit. Partikel tersebut memendarkan
cahaya yang khas ketika dalam tubuh terjadi perubahan dari kondisi normalnya.
Cahaya yang dipendarkan ditangpak pada detektor yang ada di luar tubuh. Detektor
tersebut dapat disimpan di saku baju atau celata, atau dalam bentuk jam tangan yang
merekam kondisi tubuh berdasaran informasi yang dibaca sensor pada posisi tattoo.
Informasi yang diperoleh dapat ditampilkan di layar tiap saat, sehingga tiap saat
kondisi tubuh dapat dipantau.
Gambar 1.15 Suatu saat nanti sensor kesehatan tubuh ditempatkan dalam
bentuk tattoo. Bahan tattoo tersebut berupa titik kuantum (nanopartikel) yang
memancarkan cahaya tersentu ketika mendeteksi adanya masalah/penyakit dalam
tubuh.
Dalam alat display juga dilengkapi dengan instruksi-instruksi apa yang harus
dilakukan jika ada kondisi tertentu yang menyimpang dari normal. Misalkan orang
16
tersebut disarankan minum obat tertentu, atau menemui dokter, atau lainnya. Dengan
cdara demikian maka diharapkan bahwa jumlah orang yang bersangkutan kecil
kemungkinan untuk sakit karena kondisi badan sudah diketauhui sejak kondisi awal
penyakit tersebut muncul dan pengobatan di tahap paling awal dapat dikalukan.
Molekul sensor yang akan mendeksi kelainan dalam tubuh dicantelkan pada
permukaan nanopartikel (Gambar 1.16). Molekul tersebut akan memberikan respons
warna yang berbeda jika beinterksi dengan molekul tertentu dalam tumbuh yang
mengindikasikan penyakit. Lokasi “tattoo” kemudian disinari dengan cahaya tertentu
(misalnya cahaya biru) sehingga muncul warna-warna pendaran pada lokasi tattoo.
Jenis warna yang muncul member indikasi jenis penyakit apa yang ada dalam tubuh.
Foto diambil dengan kamera atau semacam telepon genggam canggih yang sekaligus
mengolah gambar yang diperoleh dan hasil olahan dimunculkan dalam bentuk data
kondisi kesehatan tubuh serta instruksi untuk melakukan diagnosis atau pengobatan.
17
Data dari sejumlah laporan menunjukkan bahwa sekitar satu juta orang meninggal
tiap tahun akibat bakteri ini. Pernyataan menarik dari Doctor James Hedrick dari
Advanced Organic Materials Scientist di IBM, Almaden bahwa jumlah bakteri di
tekapak tangan manusia lebih besar daripada total populasi manusia. Jadi, apa yang
ada di tangan bisa menjadi sumber penyakit bagi tubuh. Tidak mungkin bakteri
tersebut dihilangkan seluruhnya dari tangan. Langkah prefentif yang dilakukan adalah
membunuh sebanyak maungkin bakteri penyebab penyakit yang ada di tangan. Dan
kalau bakteri tersebut terlanjur masuk ke dalam tubuh maka bakteri tersebut harus
bisa dihancurkan dalam tubuh.
Nanopartikel yang dibuat tersebut bersifat seperti magnet bagi bakteri.
Nanopartikel seolah ditarik ke arah bakteri dan tidak ditarik ke arah sel sehat. Ketika
menyentuh bakteri penariknya maka nanopartikel tersebut menghancurkan bakteri
bersangkutan (mendekomposisi material penyusun bakteri).
Nanomaterial dapat dibuat sangat ringan, sangat kuat, dan berumur sangat
panjang, melebihi material yang dikenal selama ini. Sifat yang ringan dan kekuatan
yang tinggi sanggat potensial untuk membuat alloy aluminium untuk digunakan
sebagai bahan pembuatan body pesawat. Penggunaan material seperti itu akan
mereduksi bobot pesawat hingga mendekati setengah bobot mula-mula. Bobot yang
ringan menyebabkan pengematan yang luar biasa konsumsi bahan bakar.
Gambar 1.17 Walaupun dengan lekukan seperti ini, CNT masih bisa kembali
lurus seperti semula (sumber: http://lce.hut.fi)
18
Untuk membuat nanokomposit yang sangat kuat dan freksibel terhadap
benturan maka penggunkaan carbon nanotube merupakan pilihan yang utama.
Material ini sangat ringan dan lebih kuat daripada baja. Material ini pun tahan
terhadap bengkokan. Walaupun lekukan yang diberikan cukup besar di mana material
alin sudah patah, CNT masih kembali ke kondisi semula (Gambar 1.17).
Beberapa percobaan awal telah menunjukkan hasil yang diharapkan. Model
pesawat yang dibuat dengan nanokomposit memiliki performance dan keselamatan
yang lebih baik dibandingkan dengan peswaat yang dibuat dengan material alloy
aluminium.
Industri tekstil juga akan banyak memanfaatkan nanoteknologi untuk
mengembangkan tekstil masa depan. Tekstil jenis baru akan muncul di pasarakan
dengan berbagai kegunaan seperti tekstil yang bisa membersihkan dirinya sendiri (self
cleaning), tekstil tahan api, tekstil yang bisa melindungi dari ultraviolet, dan sejumlah
sifat luar biasa lainnya. Riset untuk mewujudkan tekstil semacam ini sedang gencar
dilakukan oleh universitas maupunperusahaan di seluruh dunia. Tektil baru tersebut
akan mengisi sejumlah bidang aplikasi seperti teknologi luar angkasa, otomotof,
konstruksi, olah raga, dan kesehatan. Nanopartikel perak mempunyai sifat
antibacterial dan nanopartikel palladium dan platina dapat mendekomposisi gas
beracun atau bahan kimia beracun. Beberapa tektil yang dapat memonitor kondisi
kesahatan pemakai juga mulai dikembangngkan.
Peraih medali emas olimpiade Michael Phelps menggunakan baju merah yang
memiliki sifat seperti kulit ikan hiu. Pakaian ini dirancang dengan memanfaatkan
teknologi, di mana di permukaan pakaian dibangkitkan lapisan plasma yang menolak
molekul air sehingga perenang dapat meluncur di air tanpa hambatan yang berarti.
Gambar 1.18 Mesin cuci super Samsung melepas ion perak untuk
membersihak kotoran hingga ke pori-pori kain yang paling dalam.
19
Mesin cuci super dari Samsung telah menggunakan nanoteknologi. Selama
proses pencucian, mesin cuci tersebut mengelektrolisis nanopartikel perak untuk
menghasilkan sekitar 400 miliar ion perak (Gambar 1.18). Ion perak tersebut measuk
ke dalam celah-celah kain yang memungkinkan dilakukan pembersihan hingga ke
bagian paling dalam dari kain dan dalam skala molekul sehingga terjadi pemersihan
yang luar biasa. Pada saat bersamaan, partikel perak yang nanti tersisa dalam pakaian
akan mebunuh bakteri yang menempel di pakaian. Dalam waktu sekitar 1 bulan,
partikel perak dapat membunuh hampir semua bakteri yang ada di pakaian.
Masih banyak aplikasi nanoteknologi dalam kehidupan manusia yang tidak
dapat disebutkan di sini. Sebagian aplikasi tersebut sudah dikomersialkan dan
sebagian besar lainnya masih dalam tahap pengembangan. Pada akhirnya, kehidupan
manusia dalam beberapa dekade mendatang akan bergantung total pada
nanoteknologi.
20
BAB 2
Sistem Reverse Osmosis(RO)
Menggunakan Membran Nano Filtrasi
Untuk Pengolahan Air
Oleh : Abdul Rajak
21
yang berbahaya yang terdapat di air seperti bakteri, virus dan zat berbahaya lainnya.
Seperti saat ini telah ditemukan teknologi membran untuk pengolahan airdan limbah,
salah satunya nanofiltrasi (NF). Teknologi NF saat ini menjadi populer untuk
pengolahan air minum karena NF dapat mengontrol mikroorganisme pathogen kecil
seperti virus dengan sangat efektif danmengurangi kekeruhan air. Keuntungan
menggunakan teknologi membran antara lain energi yang dibutuhkan rendah, dapat
beroperasi secara batch maupun kontinyu, tidak ada penambahan produk buangan,
dapat digabungkan dengan proses pemisahan lainnya, mudah di scale-up, pemisahan
dapat dilakukan dalam kondisi yang mudah diciptakan.
Hal yang menjadi tantangan terberat jika menggunakan teknologi membran
adalah terbentuknya fouling (penyumbatan). Fouling ini menyebabkan penurunan
fluks dan mengurangi efektivitas membran dalam penyaringan. Salah satu metode
untuk mengurangi terbentuknya fouling adalah dengan aliran balik atau automatic
backwash. Selain itu pencucian membran juga efektif dalam membersihkan membran
dari fouling. Oleh karenanya, untuk mengatasi hal tersebutmembran nanofiltrasi
dikombinasikan dengan sistem osmosis balik (reverse osmosis) yang bertujuan untuk
mengurangi penyumbatan pada membran, sehingga membran yang digunakan dapat
tahan lama.
22
Beberapa keunggulan membran yakni pemisahan (separation) dapat berlangsung
secara kontinyu, energi yang digunakan umumnya rendah, proses membran dapat
dikombinasikandengan proses pemisahan yang lain, sifat-sifat dan variabel membran
dapatdisesuaikan, zat aditif yang digunakan tidak terlalu banyak, pemisahan larutan-
larutanyang peka terhadap suhu (misalnya larutan biologis dan organik), energinya
tergolonghemat dan bersih, serta relatif tidak menimbulkan limbah (Nunes, 2001).
Dengankeunggulannya tersebut teknologi membran digunakan dalam aplikasi yang
makinluas, misalnya desalinasi air laut dan air payau, pemisahan dan pemekatan air
limbahindustri (waste water treatment), penjernihan dan sterilisasi air minum,
pemisahangas, pemisahan darah untuk penderita ginjal, serta bioteknologi.
Dengan banyak keunggulan, penggunaan membran juga mempunyaiketerbatasan
yaitu terjadinya fouling(penyumbatan) atau polarisasi konsentrasi pada membran,
danjangka hidup membran yang relatif singkat (Suprihatin, 2007).
Di Indonesia, teknologi membran belum berkembang begitu pesat seperti di
negara maju karena membran belum banyak diproduksi di Indonesia. Industri yangakan
menggunakan teknologi ini harus mengimpor membran beserta modul dansistemnya
sehingga harganya relatif lebih mahal.
23
b. Jenis Membran Berdasarkan Fungsi
Berdasarkan fungsinya, membran terbagi menjadi empat jenis,
yaitu:membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, dan reverse osmosis (Nusa,
2009).Ciri-ciri khusus seperti ukuran pori, tekanan, dan fungsi masing-masing
membran ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut :
Sedangkan distribusi jenis partikel yang dapat dipisahkan sesuai dengan tingkatan
proses filtrasi ditunjukkan pada gambar berikut :
Ultrafiltrasi
Air ion ion virus bakteri padatan
Monovalen multivalen tersuspensi
Nanofiltrasi
Gambar 2.2: Distribusi ukuran partikel yang dapat dipisahkan sesuai dengan tingkatan
proses filtrasi (Wenten, 1996)
24
Selain ukuran pori, membran juga dikelompokkan berdasarkan besarnya
berat molekul partikel kotoran yang dapat dipisahkan oleh suatu membran disebut
batas berat molekul membran seperti yang diperlihatkan pada tabel 2 berikut :
Tabel 2: Ukuran diameter pori dan batas berat molekul yang dapat dipisahkan
oleh beberapa jenis membran.
Tipe Filtrasi Diameter Pori (nm) Berat Molekul
Tertangkap(Dalton)
Mikro Filtrasi 50 – 5000 ≥ 500.000
Ultra Filtrasi 5 – 50 1.000 – 500.000
Nano Filtrasi 0,6 – 5 100 – 1.000
Reverse Osmosis < 0,6 ≤ 100
(Sumber: Nusa, 2009)
Sesuai dengan nama dan tingkatan dari tipe filtrasi diharapkan akan
didapatkan air olahan dengan tingkat kualitas tertentu pula. Misalnya dengan
menggunakan proses penyaringan nano filtrasi (NF) dengan derajat penyaringan
0,001 – 0,01 micron, diharapkan sebagian besar dari padatan tersuspensi
(suspended material) akan tersaring. Dengan menggunakan proses penyaringan
osmosis balik (reverse osmosis, RO) dapat digunakan untuk mengolah air laut
menjadi air tawar. Pada makalah ini akan fokus membahas tipe penyaringan
reverse osmosis yang dikombinasikan dengan menggunakan penyaringan nano
filtrasi.
25
2) Membran asimetri adalah membran dengan ukuran pori-pori sisi luar lebih
rapatdengan ketebalan antara 0,1-0,5 μm, sedangkan ukuran pori sisi dalam
lebih renggang dengan ketebalan antara 50-200 μm. Membran asimetri
divisualkan pada gambar 4 dibawah ini.
26
3) Membran cair
Adalah membran yang prinsip pemisahannya tidak ditentukan oleh membran
ataupun bahan pembentuk membran tersebut, tetapi oleh molekul pembawa
yangspesifik. Teknik pemisahan dengan membran cair merupakanmetode
pemisahan dengan selektivitas tinggi untuk pemisahan ion logammaupun
senyawa organik atau anorganik. (Eka, 2012)
27
dengan :
J = nilai fluks (Lm-2jam-1)
V = volume permeat /air olahan (Liter)
A = luas permukaan membran (m2)
t = waktu (jam)
Harga fluks menunjukkan kecepatan alir permeat saat melewati membran.
Hargafluks ini sangat tergantung pada jumlah dan ukuran pori-pori membran.
b. Rejeksi
Rejeksi membran adalah kemampuan suatu membran untuk menahan komponen
tertentu yang terdapat dalam larutan umpan.Rejeksi (R) ditunjukkan dengan
hargafraksi konsentrasi zat terlarut yang tertahan oleh membran. (Sapta, 2009)
Cp
R = �1 − � × 100% ...........(2)
Cf
Dengan :
R = koefisien rejeksi (%)
Cp = konsentrasi zat terlarut dalam permeat
Cf = konsentrasi zat terlarut dalam umpan.
Nilai rejeksi sangat bervariasi antara 100 % (di mana zat terlarut tertahan
olehmembran, sehingga diperoleh membran semipermeabel yang ideal), dan 0 %
(di manazat terlarut dan pelarut mengalir bebas melalui membran). Oleh
karenaitu, harga efisiensi rejeksi sangat ditentukan oleh ukuran pori-pori
membran. Harga koefisien rejeksi bisa juga kita katakan sebagai efisiensi dari
membran yang digunakan (Suprihatin, 2007) .
28
Gambar 7 : Skema proses Reverse Osmosis (RO). (Edward, 2009)
29
2.3.2 MembranNanoFiltrasi
Nano berarti satu per milyar. Satu nanometer (1 nm) sama dengan 10-9m = 103
µm (mikron). Nanofiltration (NF) adalah filtrasi membran cross-flow. Dalam air yang
mengandung campuran beberapa jenis ion, ion monovalen cenderung menembus
(melewati) membran sedangkan jenis ion divalen atau multivalent sangat mungkin
akan dipisahkan pada antar muka (interface) membran.
Oleh karena beberapa jenis ion, yakni ion monovalen dapat masuk melalui
membran, perbedaan potensial kimia antara kedua larutan lebih kecil maka
memerlukan daya pendorong yang lebih rendah. Oleh karena itu, tekanan operasi
Nano Filtrasi (NF) hanya berkisar antara 7 – 40 bar. Membran NF umumnya dicirikan
oleh kemampuan untuk memisahkan jenis ion divalen, umumnya magnesium sulfat
(MgSO 4 ) atau kalsium klorida (CaCl 2 ). Oleh karena terdapat banyak variabilitas di
dalam aplikasi NF, retensi MgSO 4 umumnya berkisar antara 80% hingga 98%. Nano-
filtrasi umumnya dipilih untuk pemisahan apabila aplikasi reverse osmosis(RO) dan
ultrafiltrasi bukanlah pilihan yang tepat. Nanofiltration dapat digunakan untuk
aplikasi pemisahan mineral (demineralization), penghilangan warna, dan desalinasi.
Selain digunakan dalam pengolahan air, membran nano filtrasi juga dapat
dimanfaatkan untuk bidang lain, seperti yang ditunjukkan pada tabel 3 berikut :
Tabel 3 : Aplikasi nano membran filtrasi untuk kebutuhan industri
Industri Aplikasi
Makanan Demineralisasi air dadih
Demineralisasi larutan gula
Daur ulang nutrisi dalam proses
fermentasi
Pemisahan minyak bunga matahari
dari pelarut
Pemurnian asam organik
Tekstil Penghapusan pewarna yang berasal
dari air limbah
Kimia Pemisahan asam amino
Pemulihan larutan pemutih
Produksi NaOH
Pemulihan larutan kaustik pada
selulosa dan produksi viskosin
Industri logam, elektronik dan optik Pemisahan logam berat dari larutan
asam
Pengurangan logam sulfat dari air
limbah
Filtrasi nikel
Pemulihan ion Cu dari cairan ekstrak
Produksi air Penghilangan desinfektan dan
pestisida pada air
Pelepasan bahan organik alami
Pengolahan air payau
Pertanian Membasmi racun alga
Mengurangi selenium dari air drainase
(Sumber : Jeff Adams, 2007)
Proses filtrasi banyak dipakai di industri pada pengolahan air, baik air
proses,air utilitas, maupun air limbah. Air industri (khususnya air proses)
mempunyaispesifikasi yang tinggi karena nantinya dapat mempengaruhi produk yang
30
dihasilkan.Spesifikasi tersebut antara lain, rendah mineral, tidak beracun, dan bebas
darimikroba. Air dengan spesifikasi tersebut bisa diperoleh dengan
menggunakanmedium yang dapat memisahkan partikel-pertikel yang sangat kecil
ukurannya.Proses yang banyak dipilih adalah nanofiltrasi dan RO.
Proses nanofiltrasi dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan, antaralain :
a. Biaya operasi murah
b. Energi yang diperlukan rendah
c. Perawatan mudah
d. Efisiensi ruang
e. Jika ada salah satu modul yang rusak, dapat diperbaiki secara parsial(tidak akan
mempengaruhi kerja secara keseluruhan )
f. Ramah lingkungan
g. Mampu memisahkan partikel sampai ukuran nanometer
Disamping kelebihan proses nanofiltrasi juga memiliki kekurangan antara lain :
a. Biaya investasi awal cukup tinggi
b. Lebih mudah mengalami fouling
c. Perhitungan terhadap variabel yang mempengaruhi performansi membran harus
cermat
d. Tidak bisa memisahkan partikel solute dengan ukuran lebih kecil dari 1nm
Gambar 8: Desain modul spiral wound dari membran nano filtrasi (Thor, 2006)
31
Pada gambar di bawah ini ditunjukkan beberapa hasil scan dengan mikroskop
elektron (SEM) dari polimer yang digunakan dalam membran nano filtrasi :
pompa
umpan produk
membran penyaring
permeat
Gambar 10 : Ilustrasi penyaringan menggunakan membran
modul spiral wound. (Thor, 2006)
32
Tekanan
osmostik
Air Air Air Air
bersih garam bersih garam
Membran Membran
semipermeabel semipermeabel
Membran
semipermeabel
Gambar 11 : Prinsip kerja reverse osmosis : a) dan b) proses osmosis secara alami,
c) osmosis balik dengan pemberian tekanan pada larutan pekat.
(Wenten, 1996)
Daya pengggerak (driving force) yang menyebabkan terjadinya aliran difusi air
tawar ke dalam air asin melalui membran semi-permeabletersebut dinamakan tekanan
osmosis. Besarnya tekanan osmosis tersebut tergantung dari karakteristik membran,
temperatur air, dan konsentarsi garam yang terlarut dalam air. Tekanan osmotik
normal air laut yang mengandung TDS 35.000 ppm dan suhu 25oC adalah kira-kira
26,7 kg/cm2, dan untuk air laut di daerah timur tengah atau laut Merah yang
mengandung TDS 42,000 ppm , dan suhu 30 oC, tekanan osmotik adalah 32,7 kg /m2.
Apabila pada suatu sistem osmosis tersebut, diberikan tekanan yang lebih besar dari
tekanan osmosisnya, maka aliran air tawar akan berbalik yakni dari dari air asin ke air
tawar melalui membran semi-permeable, sedangkan garamnya tetap tertinggal di
dalam larutan garammya sehingga menjadi lebih pekat. Proses tersebut dinamakan
osmosis balik (reverse osmosis).
Membran nano filtrasi pada sistem osmosis balik berfungsi untuk menyaring
semua partikel-partikel yang terdapat pada air, sehingga air yang bersih dapat
dialirkan ke suatu tempat penampungan air. Proses pemberian tekanan (driving force)
dilakukan selama selang waktu tertentu dan kemudian untuk beberapa saat, dibiarkan
sehingga terjadi kembali tekanan osmosis pada kedua larutan, hal ini bertujuan untuk
melepaskan kotoran-kotoran yang melekat pada membran. Untuk lebih jelasnya,
diagram alat osmosis balik diperlihatkan pada gambar berikut :
33
Gambar 12 : Skema alat reverse osmosis dengan satu buah
modul membran (Edward, 2009)
34
2.4.2 Teknis Analisis Data
Pada umpan air payau sintetis dilakukan analisaawal yaitu analisa Total
Dissolved Solid (TDS) yaitu padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air yang
sifatnya terlarut dalam air.
Sebelum melakukanpercobaan utama, terlebih dahulu dilakukan forward
flushing dengan menggunakan akuades padamembran. Setelah forward flushing
selama 30menit, maka percobaan utama dapat dilakukan.Umpan larutan NaCl
dilewatkan melalui membran,dengan variasi konsentrasi 2.000, 2.250, 2.500,2.750
dan 3.000 mg/L dan variasi tekanan 0,5-7 bar.Fluks untuk masing-masing tekanan
diukur setiapsepuluh menit percobaan.
Penelitian dengan menggunakan membran ROtekanan rendah ini dilakukan
pada skalalaboratorium. Umpan larutan sintetis NaCl yangdigunakan dianggap
dapat mewakili karakteristik airpayau. Metode analisa data yang digunakan
padapenelitian ini adalah dengan metode curve fitting,yang meliputi grafik antara
tekanan terhadap flukspermeat dan faktor rejeksi membran.
35
Grafik di atas menunjukkan adanya peningkatanfluks seiring dengan
peningkatan tekanan operasi.Pada umpan dengan konsentrasi NaCl 2.000
ppmdan tekanan operasi 0,5 bar diperoleh fluks sebesar4,78 L/m2jam.
Sedangkan pada konsentrasi yangsama dengan tekanan operasi 7 bar
diperoleh fluks44,08 L/m2jam. Fenomena yang sama juga ditemuioleh
Winduwati dkk (2000). Dengan menggunakanvariabel tekanan 40 sampai 120
psi dan konsentrasiNaCl 20 hingga 100 mg/L, didapatkan adanyakenaikan
fluks permeat akibat dari kenaikan tekananoperasi.
36
3) Hubungan tekanan terhadap konsentrasi NaCl
Gambar 15 : Grafik hubungan antara tekanan dan konsentrasi NaCl. (Edward, 2009)
Grafik pada gambar 15 di atas memperlihatkan bahwa, semakin besar tekanan
yang diberikan pada osmosis balik, maka konsentrasi garam NaCl yang
terdapat pada air olahan akan semakin berkurang.
2.5.2 Saran
Dengan membutuhkan dana dan kerjasama antar masyarakat dan pemerintah,
diharapkan sistem pengolahan air menggunakan osmosis balik dengan nano filtrasi
segera dikembangkan di Indonesia khususnya di daerah yang sulit mendapatkan air
bersih.
37
DAFTAR PUSTAKA
Edward,dkk.,Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Sintesis., Jurnal Sains dan
Teknologi ,8 (1), 1-5(2009)
Idaman, Nusa., (2009).Uji Kinerja Pengolahan Air Siap Minum dengan Proses Biofiltrasi,
Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis (RO) dengan Air Baku Air Sungai.,Jurnal pusat
teknologi lingkungan, BPPT teknologi Jakarta Pusat, 5 (2), 144-161 (2009)
Khalik, Agus., Praptowidodo., Nanofiltration for Drinking Water Production From Deep
Well Water.,Jurnal Internasional Elsevier, Desalination, 132 , 287-292 (2000)
Nunes, P.S., Membrane Technology in the chemical industry. New York : JonWilley & Sons
Inc (2001)
Wenten, I. G,. Ultrafiltration in Water Treatment and Its Evaluation as Pretreatment for
Reverse Osmosis System. Bandung, Dept. Of Chemical Engineering ITB (1996)
38
Bab 3
Memori Berbasis Si/Ge/Si
Quantum Dot MOSFET dengan
High-k Material
Oleh: Adha Sukma Aji
39
memori menggunakan Si quantum dots untuk menggantikan memori konvensional.
Masalah yang dimiliki oleh memori jenis ini adalah hubungan antara waktu retensi
(retention time) dengan kecepatan penulisan (writing time) dan kecepatan
penghapusan (erasing time). Yang menjadi masalah dihubungan ini adalah waktu
retensi yang lebih lama harus dibayar dengan penurunan kecepatan operasi.
Devais memori berbasis Si/Ge/Si menghasilkan retensi waktu yang lebih lama
dan kecepatan operasi yang tinggi. Salah satu kendala dalam pengecilanFloating Gate
MOSFET dengan mode fabrikasi 22 nanometer dibutuhkan SiO 2 yang berfungsi
sebagai gate oxide setipis 1.4 nanometer yang sangat sulit direalisasikan. Oleh karena
itu penggunaan High-κ material sebagai pengganti gate oxide dibutuhkan untuk
memudahkan fabrikasi dan mengurangi arus kebocoran. Oleh karena itu, struktur ini
sangat ideal apabila diimplemetasikan didalam divais memori.
40
Gambar 3.2. Illustrasi pengurungan pada struktur quantum dot.
(2.1)
Terdapat perbedaan persamaan Schrodinger pada struktur quantum dot
(2.2)
solusi dari persamaan Schrodinger diatas menjadi
(2.3)
(2.4)
(2.5)
(2.6)
dengan
(2.7)
Energi terkuatisasi terdiri dari tiga bilangan kuantum, masing-masing untuk
sumbu x, y, dan z.
, (2.8)
rapat keadaan quantum dot dapat dituliskan seperti berikut
41
(2.9)
(2.10)
Dari persamaan (2.10) tersebut diketahui bahwa fungsi rapat keadaan quantum
dot berbentuk delta Dirac. Rapat keadaan tersebut bersifat diskrit, ditunjukan pada
Gambar 3, sehingga sangat cocok digunakan untuk devais yang memanfaatkan efek
pengurungan pada quantum dot. Devais memori adalah devais yang memanfaatkan
efek pengurungan ini dan memiliki prinsip dasar penyimpanan muatan. Devais
memori menggunkan quantum dot ini akan memanfaatkan karakteristik rapat keadaan
diskrit ini untuk menyimpan dan mengurung muatan pada dot.
42
Gambar 3.4. Sumber dari arus kebocoran pada struktur floating gate MOSFET.
(2.11)
dimana W dan L adalah adalah lebar dan tinggi dari transistor, μ adalah
mobilitas pembawa muatan, v th =kT/q adalah thermal voltage pada temperatur T, C sth
adalah nilai gabungan dari kapasitansi dari daerah deplesi dan kapasitansi dari
interface trap dari MOS devais, dan η adalah koefisien drain-induced barrier
lowering (DBIL). n adalah slope shape factor yang dapat dihitung dari persamaan
dibawah ini
(2.12)
dimana C ox adalah kapasitansi gerbang oksida dari devais MOS. Ketika V ds
semakin membesar atau nilai v th menuju nol, persamaan arus kebocoran I SUB menjadi
(2.13)
43
dengan
(2.14)
dan S menunjukan koefisien swing parameter dari kurva I-V karakteristik
devais MOS. Persamaan swing parameter telah diturunkan oleh Roy (2003) sebagai
berikut:
(2.15)
(2.16)
dengan A adalah luas penampang plat, ε 0 adalah permitivitas pada ruang
hampa, t adalah tebal dielektrik. K adalah konstanta dielektrik. Karena kapasitansi
berbanding terbalik dengan ketebalan dielektrik (oksida gerbang terobosan) maka
dibutuhkan material lain yang memiliki konstanta dielektrik yang lebih tinggi. EOT
yang terbentuk mempunyai nilai sebagai berikut.
(2.17)
44
dimana 3,9 adalah konstanta dielektrik dari SiO 2 , t high-K adalah tebal oksida yang
diharapkan, t ox adalah tebal oksida yang baru, K adalah nilai konstanta dielektrik dari
material high-κ.
45
3.3 Simulasi Arus Kebocoran dan
Performa Memori
3.3.1 Simulasi Arus Kebocoran pada floating gate Si/Ge/Si quantum dot
MOSFET
Ada beberapa step untuk menghitung dan melakukan simulasi arus kebocoran
pada floating gate MOSFET. Pertama, threshold voltage akan dihitung. Dari
threshold voltage ini akan diketahui arus kebocoran yang akan terjadi pada MOSFET.
Threshold voltage adalah tegangan yang dibutuhkan agar ada arus yang
mengalir dari source ke drain melalui daerah inversi. Karena divais kita semakin
diperkecil, maka besar threshold voltage dari divais juga berubah sesuai dengan
persamaan dibawah ini
(3.1)
dengan V fb adalah potensial flat band, N a adalah densitas doping pada substrat silikon,
q adalah muatan elektron, ε si adalah permitivitas silikon, C ox adalah kapasitansi dari
gerbang oksida, dan ψ b adalah perbedaan dari tegangan Fermi dan tegangan intristik
dari substrat yang dijelaskan oleh persamaan berikut
(3.2)
dengan kedua persamaan diatas dan dari persamaan (2.54) dan (2.56) maka kita dapat
menetukan hubungan arus bocor dengan fungsi ketebalan oksida dan tempertatur
(Sze, 1985).
46
probabilitas tunneling-nya.Fungsi gelombang elektron yang datang pada potensial U j
dituliskan sebagai berikut
(3.3)
Quantum dot floating gate MOSFET adalah modifikasi dari MOSFET biasa,
oleh karena itu proses tunneling pada devais ini hampir sama dengan MOSFET biasa.
Elektron dari substrat yang terakumulasi pada keadaan inversi dengan energi tertentu
melakukan tunneling melewati potensial penghalang berupa dilektrik SiO 2 , dengan
tinggi potensial dari pita konduksi Si sebesar 3,15 eV. SiO 2 akan diganti dengan
material high-K yaitu HfO 2 , ZrO 2 , dan Y 2 O 3 dengan masing-masing tinggi potensial
1,4 eV; 1,5 eV; dan 2,3 eV.
dengan
(3.4)
dengan memenuhi syarat kontinuitas dan syarat batas untuk setiap daerah,
(3.5)
(3.6)
kemudian, koefisien A j dan B j dapat dituliskan dengan matrix 2x2
(3.7)
dimana
47
(3.8)
dan
(3.9)
(3.10)
(3.11)
(3.12)
dimana
(3.13)
selanjutnya didefinisikan matriks transfer sebagai berikut,
(3.14)
dengan mengambil nilai A o = 1 dan B n+1 = 0 (tidak ada gelombang datang
elektron dari arah lain) maka didapatkan koefisien A n+1 adalah
(3.15)
dan akhirnya diperoleh probebilitias transmisi D(E)
(3.16)
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, potensial trapesium tersebut harus
dibagi lagi menjadi lebih banyak bagian. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah
partisi maka potensial yang didekati akan menyerupai potensial sebenarnya dan
menghasilkan probabilitas tunneling yang lebih halus.
(3.17)
dengan q, J, dan L adalah muatan elektron, rapat arus tunneling, dan panjang
nanokristal.
48
Rapat arus terobosan dapat didefinisikan dengan persamaan dibawah ini.
Dimana nilai D(E) yang diperoleh adalah nilai yang dihasilkan dengna metode
multistep potensial.
(3.18)
Dengan f(E) adalah frekuensi impact, ρ(E) adalah rapat keadaan elektron untuk 2
derajat kebebasan, F(E) adalah distribusi Fermi-Dirac orde ½, dan D(E) adalah
probabilitas tunneling.
(3.19)
(3.20)
49
3.4 Arus Kebocoran dan Performa Memori
Si/Ge/Si Quantum Dot MOSFET
3.4.1 Arus kebocoran sebagai fungsi dari tebal oksida.
Dari gambar dibawah diketahui apabila semakin kecil tebal oksida maka arus
kebocoran akan meningkat secara eksponensial.Arus kebocoran akan berkurang
dengan menggantinya dengan oksida high-κ. HfO 2 dan ZrO 2 memiliki arus kebocoran
yang hampir sama, karena memiliki konstanta dielektrik sebesar 25 dan 25,2. Y 2 O 3
memiliki arus kebocoran lebih kecil dibandingkan dengan kedua material sebelumnya
walaupun mempunyai konstanta dielektrik yang lebih kecil yaitu sebesar 15. Hal ini
disebabkan karena nilai kapasitansi pada daerah deplesi meningkat dan menyebabkan
nilai arus kebocoran menjadi lebih kecil.Hasil pada Gambar 6juga menunjukan
bahwa silikon dengan ketebalan dibawah 0,5 nanometer tidak akan berfungsi karena
kebocorannya melebihi limit yang ditunjukkan pada Gambar 1yaitu diatas 10-8
A/cm2.
50
Gambar 3.7. Arus kebocoran sebagai fungsi dari temperatur dari 0 oC sampai dengan 300
o
C.
Gambar 3.8 sengaja dibuat untuk melihat arus kebocoran pada keadaan nyata.
Komputer biasa beroperasi dengan suhu diatas 25 oC sampai dengan 100 oC. Biasanya
pada saat menyentuh temperatur 100 oC, komputer dianggap overheating. Pada
Gambar 8 menunjukan arus kebocoran sebagai fungsi dari temperatur dari rentang 25
o
C sampai dengan 100 oC. Dilihat pada inset Gambar 8terlihat arus kebocoran masih
dibawah 10-8 A/cm2 baik untuk SiO 2 dan oksida high-κ lainnya. Namun apabila divais
dipaksa bekerja lebih keras temperatur akan bertambah, sehingga ada kemungkinan
arus bocor pada SiO 2 akan melibihi limit.
Gambar 3.8. Arus kebocoran sebagai fungsi dari temperatur dari 25 oC sampai
dengan 100 oC.
51
3.4.3 Kecepatan Penulisan Floating Gate Si/Ge/Si
Quantum Dot MOSFET
Hasil simulasi yang diperoleh ditunjukan oleh Gambar 3.9 dengan hubungan
waktu operasi penulisan sebagai fungsi ketebelan oksida high-κ. Plot tersebut dimulai
dari ketebalan high-κ oksida 6 nanometer sampai dengan 8 nanometer yang memiliki
nilai EOT 0.9 nanometer sampai 1.2 nanometer. Kecepatan penulisan memori akan
berkurang, dikarenakan waktu yang diperlukan bertambah, seiring bertambahnya
tebal oksida. Dengan semakin tebalnya lapisan oksida, maka pembawa muatan hole
untuk penulisan akan lebih sulit menerobos potensial penghalang. Pada grafik tersebut
telihat bahwa waktu penulisan dengan HfO 2 dan ZrO 2 jauh lebih cepat dibandingkan
dengan Y 2 O 3 . Hal ini disebabkan karena HfO 2 dan ZrO 2 memiliki valence band offset
terhadap silikon yang lebih kecil dibandingkan Y 2 O 3 . Semakin tinggi potensial
penghalang menyebabkan pembawa muatan semakin sulit untuk menerobos oksida.
Valence band offset terhadap silikon akan berperan sebagai potensial penghalang.
HfO 2 , ZrO 2 , dan Y 2 O 3 memiliki valence band offset sebesar 3,4 eV, 3,3 eV, dan 3,6
eV yang dapat dilihat pada Tabel 1. Performa penulisan dapat dikatakan semakin
cepat apabila memiliki waktu operasi yang semakin kecil. Hasil simulasi ini
membandingkan kecepatan operasi antara tiga buah material high-κ sebagai oksida
yaitu HfO 2 , ZrO 2, dan Y 2 O 3 .
52
3.4.4 Kecepatan Penghapusan Floating Gate Si/Ge/Si
Quantum Dot MOSFET
Gambar 3.10 menunjukan hasil simulasi kecepatan penghapusan sebagai
fungsi dari tebal oksida. Dari Gambar 3.10 dapat disimpulkan bahwa ZrO 2 dan HfO 2
memiliki kecepatan penulisan yang lebih cepat dibandingkan Y 2 O 3 .Plot tersebut
dimulai dari ketebalan high-κ oksida 6 nanometer sampai dengan 8 nanometer yang
memiliki nilai EOT 0.9 nanometer sampai 1.2 nanometer. Hal ini disimpulkan dari
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penghapusan yang paling kecil. ZrO 2 dan
HfO 2 memiliki kecepatan penghapusan yang besar karena memiliki potensial
penghalang paling kecil yaitu 1,5 eV dan 1,4 eV. Sedangkan Y 2 O 3 memiliki
kecepatan penghapusan yang lebih lambat memiliki potensial penghalang 2,3 eV.
Sama halnya dengan kecepatan penulisan, kecepatan penghapusan HfO 2
kecepatannya lebih besar dari ZrO 2 yang memiliki tinggi potensial lebih kecil. Hal ini
disebabkan karena plot hasil rapat arus probabilitas bergelombang, sehingga ada nilai
HfO 2 yang lebih besar dibandingkan ZrO 2 pada tingkat energi tertentu.
53
DAFTAR PUSTAKA
A.S. Aji and Y. Darma, AIP Conf. Proc. 1454, 195 (2012).
D. Zhao, Y. Zhu, R. Li, J.Liu, IEEE Trans. on Nanotech., vol. 5, No. 1, pp. 37-41,
2006.
D. Zhao, Y. Zhu, R. Li, J.Liu, IEEE Trans. on Nanotech., vol. 5, No. 1, pp. 37-41,
2006.
F. Fallah and M. Pedram, “Standby and Active Leakage Current Control and
Minimization in CMOS VLSI Circuits.” Special Low-Power LSI Issue of
IEICE Trans. on Fundamentals of Electronics, Communications and Computer
Sciences, Apr. 2005.
Housa, M., High-κ Gate Dielectrics, London: IOP Publishing, 2004.
J. D. Carperson, L. D. Bell, H. A. Atwater, J. Appl. Phys., 91., pp. 261-267, 2002.
J. Robertson, Eur. Phys. J. Appl. Phys. 28, 265–291, 2004
K. Roy and S, Mukhipadhyay. Proceedings of The IEEE, 91, No. 2, February 2003.
Mitin, V. V., Viatcheslav A.K., Michael A.S., Quantum Heterostructure:
Microelectronics and Optoelectronics, UK: Cambridge, 1999.
S. Chung and C.-T Li, “An Analytical threshold-voltage model of trench-isolated
MOS devices with nonuniformly doped substrates”, IEEE Trans. Electron
Devices, 39, March, 61-622.1992.
Schimd, G, Nanoparticle: From Theory to Application, Weinhem: WILEY-VCH
Verlag GmbH & Co. KgaA, 2010.
Sze, S.M., Kwok K. N., Physics of Semiconductor Devices 3rd edition, New Jersey:
John Willey and Sons, 2007.
Sze, S.M., Semiconductor Devices: Physics and Technology, New York: John Willey,
1985.
Y. Ando and T. Itoh, J. Appl. Phys. 61 (4), 15 February 1987.
Y. Darma, H Murakami and SMiyazaki,Jpn. J. Appl. Phys. 42.4129-4133.2003
Y. Darma, R. Takaoka, H. Murakami and S. Miyazaki,Nanotech. 14, no. 4, pp. 413-
415, 2003.
Y. Darma, T. Fattirahman, and R. Kurniadi, Solid States Sciences and Technology,16,
160-167.2008
54
Bab 4
Partikel Nano untuk Sunscreen
menggunakan TiO2
Oleh : Alvina Kusumadewi K
4.1 Pendahuluan
Aktivitas di bawah sinar matahari seringkali mengganggu kesehatan. Sinar
matahari yang terlalu terik dapat membuat kulit manusia terbakar dan menjadi lebih
gelap. Kebutuhan akan perlindungan dari sinar matahari semakin meningkat.
Dibutuhkan cara perlindungan yang praktis agar aktivitas yang dilakukan tidak
terganggu. Pada umumnya, beberapa orang menggunakan pakaian dengan lengan
panjang dan celana panjang agar kulitnya terlindungi dari sinar matahari tetapi dengan
berpakaian seperti itu seringkali mengganggu aktivitas karena suhu badan menjadi
lebih panas dan lebih mudah berkeringat. Beberapa orang memilih topi atau penutup
kepala untuk melindungi wajahnya dari sinar terik matahari agar tidak terbakar dan
menjadi lebih gelap. Tetapi cara seperti ini juga tidak praktis mengingat topi atau
penutup kepala harus dibawa kemanapun berada.
Salah satu solusi yang ditemukan oleh para peneliti adalah dengan
menggunakan cairan atau krim ( lotion ) yang dapat diaplikasikan secara langsung ke
kulit dan dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama. Beberapa material yang
digunakan dalam kandungan krim diujicoba agar diperoleh krim dengan kandungan
material yang aman untuk tubuh dan dapat melindungi kulit dari sinar matahari.
Umumnya material-material yang digunakan dalam sunscreen adalah titanium
dioxide, TiO 2 , zinc oxide, ZnO, dan ferro oxide.
55
Gambar 4.1. Beberapa Panjang Gelombang pada Sinar UV
( http://anath.hubpages.com/hub/Sun-protection )
Sinar UVC memiliki panjang gelombang yang paling pendek sehingga UVC
tidak menembus lapisan ozon. Akibatnya, panjang gelombang UVC tidak sampai ke
permukaan bumi dan tidak memberikan pengaruh pada kulit sedangkan UVB dan
UVA memiliki panjang gelombang yang lebih panjang sehingga dapat menembus
lapisan ozon. Sinar UVB dapat menembus lapisan kulit manusia sampai ke lapisan
epidermis sedangkan sinar UVA memiliki panjang gelombang paling panjang
sehingga dapat menembus lapisan kulit manusia hingga ke lapisan dermis.
Tembusnya sinar UV ini menyebabkan kerusakan kulit dan beberapa penyakit. Efek
dari tembusnya sinar UVB ke dalam kulit adalah kulit terbakar ( sel-sel kulit menjadi
mati ), keriput, dan penuaan kulit. Efek dari sinar UVA memiliki panjang gelombang
yang lebih panjang dan menembus kulit hingga bagian dermis sehingga sinar ini dapat
menyebabkan kerusakan DNA pada jaringan kulit dan menimbulkan penyakit kanker
kulit dan lupus.
56
Gambar 4.2. Sinar UV yang menembus kulit
(http://www.natural-organic-sunscreen.com/image-files/skin-uv.jpg)
4.1.2 Sunscreen
Agar kulit terhindar dari kerusakan akibat sinar UV, maka dibutuhkan
suatu produk untuk melindungi kulit. Salah satunya adalah sunscreen.
Sunscreen berbentuk cairan ( lotion ) yang dapat diaplikasikan secara langsung
ke kulit. Pada umumnya, sunscreen digunakan ketika melakukan aktivitas di
siang hari seperti berenang, mendaki gunung, ke pantai, dan kegiatan lain yang
dilakukan secara langsung di bawah sinar matahari. Dengan menggunakan
sunscreen, sinar UV dapat dipantulkan, dihamburkan, dan diserap sehingga
sinar UV tidak langsung menyentuh kulit. Untuk menperoleh sunscreen yang
dapat melindungi kulit dengan baik maka dibutuhkan beberapa kandungan
partikel di dalam sunscreen yang dapat menyerap, memantulkan, dan
menghamburkan sinar UV. Partikel yang bisa digunakan untuk sunscreen
adalah titanium dioxide, zinc oxide, dan ferro oxide. Pada laporan ini, partikel
yang akan ditinjau adalah titanium dioxide.
57
menggunakan SPF 30 maka rentang waktu kulit tidak terbakar matahari menjadi 4
dikalikan dengan 30 atau 120 menit. Maka angka yag ditunjukkan pada SPF adalah
angka yang tertera pada SPF dikalikan rentang waktu kulit tidak terbakar matahari
tanpa sunscreen. Hal ini berlaku untuk seluruh angka yang tertera pada SPF dan
bergantung pada jenis kulit. Semakin gelap warna kulitnya maka rentang waktu kulit
tidak terbakar matahari tanpa menggunakan sunscreen akan lebih lama karena warna
kulit gelap memiliki kandungan pigmen melanin yang lebih banyak. Pigmen melanin
berfungsi sebagai pelindung agar sinar UV tidak mengenai lapisan di bawahnya.
58
4.2.1 TiO 2
Elemen titanium pertama kali ditemukan oleh William Gregor pada tahun
1971 di Inggris ketika William Gregor mendapatkan pasir hitam di tempat
tetangganya. Setelah diteliti, William Gregor mengetahui bahwa elemen tersebut
adalah mineral yang kemudian dinamakan menachanite. Empat tahun kemudian
Martin H Klaproth menemukan kandungan elemin kimia baru di dalam elemen ini
dan dinamakan titanium.
Titanium dioxide sudah dimanfaatkan secara luas dalam berbagai jenis
nanomaterial baik nanoparticle, nanorods, nanowires, nanotubes, nanoporous pada
TiO 2 yang mengandung material lain. TiO 2 memiliki kemampuan fotokatalis dimana
dengan material ini suatu reaksi dapat terjadi dengan bantuan gelombang cahaya.
Kelebihan lainya adalah titanium dioxide memiliki permukaan yang dapat bereaksi
dengan molekul-molekul biologis. Titanium banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari diantaranya adalah pasta gigi, cat tembok, dunia otomotif, produk
makanan, dan produk kecantikan. Salah satu aplikasi yang digunakan dalam dunia
kecantikan adalah krim pelindung dari sinar matahari ( sunscreen ).
TiO 2 merupakan partikel berukuran 20-50 nm yang terdiri dari titanium dan
oxide. Di alam titanium dioxide bisa ditemukan dalam 3 fasa, fasa anatase, rutile, atau
brookite dengan ukuran yang berbeda-beda. TiO 2 memiliki energi band-gap sekitar
3.2 eV untuk fasa anatase dan 3.0 eV untuk fasa rutilenya. Pada umumnya TiO 2 yang
digunakan pada sunscreen adalah TiO 2 pada fasa anatase tetapi fasa anatase lebih
fotoaktif dibandingkan fasa rutile. Hal ini menyebabkan rekombinasi elektron dan
hole menjadi lebih sedikit dan efisiensi absorpsi oksigen menjadi lebih tinggi
sehingga seharusnya fasa rutile menjadi pilihan pada TiO 2 untuk digunakan dalam
sunscreen. Dengan energi band-gap ini, sinar yang diserap oleh TiO 2 hanya sinar
dengan rentang panjang gelombang sinar UV saja sedangkan sinar dengan panjang
gelombang lain tidak diserap seperti cahaya tampak.
Kelebihan dari partikel titanium dioxide adalah partikel ini memiliki luas
permukaan yang lebih lebar dan dapat meresap dengan mudah ke dalam lapisan kulit,
lebih mudah bereaksi dengan oksigen, membuat kulit muka menjadi lebih putih
karena sinar UV yang mengenai TiO 2 berpendar, juga dapat menyerap sebanyak 70%
dari sinar UV yang menyentuh lapisan kulit.
59
(a) (b)
Gambar 4.5. (a) Fasa Anatase dan (b) Fasa Rutile
( www.koboproducts.com)
60
terlindungi dengan baik. Pengaplikasian sunscreen yang terlalu banyak tidak
dianjurkan karena keberadaan unsur kimia di lapisan kulit dalam kandungan
terlalu besar dapat membahayakan kulit dan permukaan kulit menjadi licin.
Karena reaksi antara hole dengan dengan molekul air di udara menghasilkan
radikal bebas pada panjang gelombang tertentu ( lebih dari 300nm ) sehingga partikel
radikal bebas tersebut merusak lapisan kulit, maka partikel TiO 2 pada sunscreen harus
dilapisi oleh material lain. Beberapa material yang digunakan untuk melapisi TiO 2
diantaranya adalah alumina Al 2 O 3, magnesium, silica, zirconium, dan zinc dengan
dimethicone. Pelapisan pada umumnya tersusun dari hidroksida dan oksida dari
material yang digunakan. Untuk kasus-kasus tertentu, titanium oksida dan titanium
hidroksida dapat muncul di permukaan lapisan. Material yang digunakan untuk
melapisi TiO 2 adalah material yang tidak merubah secara signifikan energi bandgap
yang dimiliki oleh TiO 2 .
61
Al2O3
4.3 Kesimpulan
Sinar UV terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan panjang gelombangnya, UVA,
UVB, dan UVC. Sinar UV yang membahayakan kulit adalah sinar UVB dan UVA.
Untuk melindungi kulit dari sinar UV yang membahayakan digunakan sunscreen
yang mengandung partikel nano. Partikel nano yang diteliti adalah titanium dioxide.
Titanium dioxide memiliki beberapa kelebihan yaitu memiliki energi band-gap yang
sesuai dengan energi UV sehingga gelombang cahaya tampak tidak diserap, membuat
warna kulit menjadi lebih terang, memiliki luas permukaan yang lebih lebar dan lebih
mudah menyerap ke dalam kulit, dan dapat menyerap sinar UV mencapai 70%. Sinar
UV dengan panjang gelombang tertentu dapat menyebabkan terbentuknya partikel
radikal bebas sehingga partikel titanium dioxide perlu dilapisi. Pelapisan titanium
dioxide menggunakan alumina atau silica sehingga partikel radikal bebas tidak
bereaksi dengan lapisan kulit.
62
DAFTAR PUSTAKA
Arora, H., Doty. Ye, Y., Boyle, J., Petras, K., Rabatic, B., Paunesku, T., Woloschak, G.
Titanium Dioxide Nanocomposites. Nanomaterials for the Life Sciences, 8 (2010)
http://www.wiley-vch.de/books/sample/3527321683_c01.pdf
Bunhu, T., Kindness, A., and Martincigh, B.S., Determination of Titanium Dioxide in
Commercial Sunscreens by Inductively Coupled Plasma–Optical Emission
Spectrometry. S. Afr. J. Chem., 64, 139–143 (2011)
Eastern Research Group. Final Report. State of the Science Literature. Review: Nano
Titanium Dioxide Environmental Matters. Scientific, Technical, Research,
Engineering and Modeling Support (STREAMS). U.S Environmental
Protection Agency Office of Research and Development. Washington, DC
20460. www.epa.gov/nanoscience/files/NanoPaper2.pdf
Graham, A., Kent, P. Titanium Dioxide and Zinc Oxide Nanoparticles in Sunscreen
Formulations: A Study of The Post Production Particle Size Distribution of
Particles in A Range of Commercial Emulsion Variants. Hamilton
Laboratories. Adelaide, South Australia.
http://anath.hubpages.com/hub/Sun-protection
Johannes, F.J., Poel, I., Osseweijer, P. Sunscreens with Titanium Dioxide (TiO2) Nano-
Particles: A Societal Experiment. Nanoethics, 4, 103-113 (2010)
63
Therapeutic Goods Administration. A Review of The Scientific Literature on The
Safety of Nanoparticulate Titanium Dioxide or Zinc Oxide in Sunscreen. Australian
Government. Departement of Health and Ageing (2009)
www.fhm.com
64
Bab 6
Organic Light Emitting Diode
Oleh : R. Dunden Gilang Muharam
Gambar 6.1 OLED (a) Struktur (b) Jenis OLED bersarkan penggunaan
(Robles, Raquel Ovalle, Dissertation: Physical Process in OLED with Transparant
CNT Sheets as Electrode 2008)
1. Substrat
Substrat yang dapat digunakan pada OLED yaitu plastik, glass, plastik dengan
dilapisi ITO dan glass yang dilapisi ITO. Beberapa persyaratan substrat yang
dapat digunakan yaitu bahan tersebut harus transparan sehingga ketika radiasi
77
elektromagnetik yang keluar dari bahan emisif tidak terhalang ataupun
terhambur. Selain itu pula bahan tersebut harus memiliki indeks bias yang kecil.
2. Elektroda
Elektroda pada OLED terdiri dari dua bagian yaitu elektroda positif atau dikenal
dengan anoda dan elektroda negatif atau katoda. Anoda pada OLED terbuat dari
bahan Indium Thin Oxide (ITO), sedangkan katoda terbuat dari bahan metal tipis.
Biasanya kedua bahan elektroda transparan tetapi tergantung pada jenis OLED
yang dibuat.
3. Bahan Organik
OLED terdiri dari satu atau beberapa lapis bahan organik. Setiap lapis bahan
organik memiliki fungsi yang spesifik seperti untuk menginjeksi muatan positif
atau muatan negatif, kemudian muatan tersebut dihantarkan menuju layar emisif.
OLED berdasarkan bahan organik yang digunakan terbagi atas dua jenis yaitu
molekul organik dan polimer. Molekul organik memerlukan proses deposisi pada
suatu substrat sehingga diperoleh susunan kristal yang teratur. Diameter dari
molekul organik yaitu 5-10 nm. Sedangkan polimer memerlukan proses
pelapisan pada suatu substrat. Material tersebut berfungsi untuk meningkatkan
sifat emisifitas suatu bahan.
78
mobilitas yang baik tetapi sifat emisif yang buruk ataupun sebaliknya. Efisiensi
OLED dapat diukur dalam satuan lumen per watt.
PMOLED terdiri dari substrat, dua buah elektroda, dan lapisan organik.
Perbedaan mendasar dari PMOLED yaitu elektrodanya seperti benang yang
disusun secara tegak lurus antara anoda dan katoda. Perpotongan antara tiap
anoda dan katoda memiliki fungsi yang spesifik untuk mengatur arus listrik,
apakah arus tersebut harus dilewatkan atapun tidak pada perpotongan yang lain,
dengan kata lain lain setiap perpotongan berfungsi untuk mengatur pixel, sebagai
akibatnya akan terbentuk gambar. Aplikasi PMOLED hanya dapat digunakan
pada layar yang kecil, hal ini diakibatkan karena ketika layar dibuat lebih besar
maka akan mengganggu kestabilan arus yang melewati perpotongan tersebut.
2. AMOLED
Active Matriks Organic Light Emitting Diode (AMOLED) tersusun atas substrat,
elektroda, lapisan aktif dan lapisan organik. Berbeda dengan PMOLED,
AMOLED memiliki lapisan elektroda yang penuh berupa lembaran. Kemudian
disisipkan dengan lapisan aktif maktriks. Lapisan matriks yang dapat digunakan
yaitu Thin Film Transistor (TFT). Fungsi dari TFT yaitu sebagai sirkuit untuk
mengatur arus pada setiap titik pada pertemuan elektron dan hole sehingga pixel
79
dapat terbentuk. AMOLED dapat diaplikasikan untuk layar yang besar ataupun
layar kecil. Berbeda dengan PMOLED, AMOLED memiliki lapisan matriks aktif
yang berfungsi untuk mengatur arus sehingga ketika layar dibuat menjadi besar
maka tidak akan menggangu kestabilan arus. Untuk aplikasi layar besar yaitu
monitor, TV, dll, sedangkan untuk layar kecil digunkan untuk PC tablet,
smartphone, dll.
80
Gambar 6.5 Top Emitting OLED
(http://electronics.howstuffworks.com/oled4.htm)
81
Gambar 6.7 TOLED
(http://electronics.howstuffworks.com/oled4.htm)
82
5. White Emitting OLED (WOLED)
Untuk mengemisikan warna putih pada WOLED maka diperlukan campuran tiga
warna primer (merah, hijau, dan biru) serta warna pelengkap. Struktur WOLED
terdiri dari substrat, elektroda, lapisan organik (terdiri dari lapisan emisi merah,
hijau, dan biru) serta bahan fosfor.
83
Keuntungan penggunaan OLED
Dari grafik di bawah ini dapat dilihat perkembangan jenis-jenis lampu. Lampu
konvensional hanya dapat memancarkan radiasi 17 lm/W sedangkan lampu florosensi
dapat memancarkan lebih dari 80 lm/W. Sedangkan lampu OLED hanya dapat
memancarkan radiasi hanya 30 lm/W. Hal ini merupakan tantangan untuk
meningkatkan efisiensi lampu OLED sehingga OLED dapat digunakan untuk aplikasi
lampu.
OLED sangat aplikatif untuk penggunaan display, hal ini dikarenakan OLED
dapat menghasilkan resolusi yang tinggi, kontras warna yang jernih, dapat dilihat dari
berbagai sudut (extremely wide viewing) serta konsumsi energi yang rendah. Salah
satu kelemahan LCD yaitu gambar akan buram ketika dilihat dari samping, gambar
akan mengalami distorsi jika tidak dilihat dari depan. Sedangkan OLED dapat
mengatasi keterbatasan tersebut
84
a. Injeksi muatan (elektron dan hole)
Proses ini melibatkan injeksi muatan yaitu elektron dari anoda dan hole dari
katoda secara bersamaan
b. Transportasi muatan
Kedua muatan (elektron dan hole) pada masing-masing lapisan penginjeksi
kemudian di transportasikan menuju beberapa lapisan organik
c. Pembentukan eksiton
Ketika elektron dan hole bertemu pada lapisan emisif maka akan timbul
perbedaan tingkat energi pada elektron dan hole yaitu HOMO (Highest
Occupied Molecular Orbital) dan LUMO (Low Uncoccupied Molecular Orbital).
Perbedaan tingkat energi tersebut menyebabkan elektron berpindah dari tingkat
energi rendah menuju tingkat energi tinggi sehingga terbentuk eksiton
d. Rekombinasi muatan
Waktu peluruhan eksiton yaitu dalam skala nanosekon (10-9 sekon), akibat
peluruhan tersebut menyebabkan timbulnya spektrum elektromagnetik
(elektroluminesensi) pada lapisan emisif.
85
6.4 Fabrikasi OLED
Fabrikasi OLED memegang peran yang sangat penting. Efisiensi dan kinerja dari
OLED bergantung pada perlakuan saat fabrikasinya. Ada empat tahap proses pada
fabrikasi OLED yaitu
1. Preparasi Substrat
Ada empat macam substrat yang dapat digunakan yaitu glass, plastik, glass
dilapis dengan ITO dan plastik yang dilapis dengan ITO. Pada beberapa beberapa
kasus dapat pula CNT (Carbon Nano Tube) di masukkan pada keempat substrat
tersebut. Beberapa pertimbangan dipilih substrat yaitu substrat harus memiliki
permukaan yang halus agar pada saat layar emisif memancarkan spektrum
elektromagnetik tidak terhambur serta substrat tersebut harus memiliki
transparansi yang tinggi. Berikut ini akan dibahas tahapan preparasi substrat
yaitu
a. Substrat
Divais OLED dapat difabrikasi dengan substrat glass dan plastik. Substrat glass
memiliki kualitas tampilan yang bagus serta memiliki permukaan yang relatif
halus. Beberapa susbtrat glass dapat dilapisi dengan ITO, ketebalan dari lapisan
ITO yaitu 120 nm dengan resistivitas 5-15 Ω serta memiliki transparansi lebih
dari 80 %.
c. Pembersihan substrat
Kontaminasi pada layar divais dapat muncul jika substrat tidak dibersihkan
dengan baik, sebagai akibatnya efisiensi divais akan menurun. Untuk mencegah
hal tersebut maka perlu dilakukan pembersihan pada substrat dengan
menggunakan bath-sanication. Dengan pembersihan menggunkan bath-
sanication maka kontaminasi pada substrat dapat dihilangkan. Proses
pembersihan oleh bath-sanication memerlukan waktu 15 menit dengan pelarut
toluene, aseton, isopropil dan air destilasi. Setelah itu substrat di keringkan
86
2. Bahan Polimer
Hampir semua material molekul untuk fabrikasi OLED menggunakan bahan polimer.
Beberapa polimer tersebut yaitu:
Molekul
Polimer Konjugat
3. Deposisi material
Ada beberapa cara untuk melapisi bahan (molekul, polimer dan logam) satunya
dengan metode thermal evaporation. Reaktor thermal evaporation terdiri dari
pemanas, chamber, selang untuk memvakumkan, perahu keramik untuk meletakkan
material yang akan dilapisi serta holder untuk meletakkan substrat yang akan dilapisi.
Prinsip dari metode ini adalah berdasarkan titik lebur material. Mula-mula material
diletakkan pada perahu keramik, kemudian chamber dibuat vakum agar pada saat
87
pelapisan tidak terjadi kontaminasi, setelah itu mulai dinaikkan suhunya hingga
mencapai titik lebur material. Setelah material melebur maka akan terjadi proses
evaporasi, ukuran partikel menjadi sangat kecil hingga mencapai skala nanometer.
Partikel tersebut kemudian dialirkan ke substrat sehingga secara otomatis partikel
tersebut akan melapisi substrat.
Glass
Detektor kristal
Holder
Partikel
Filamen
Vakum
4. Pengukuran Divais
Setelah semua material dideposisi pada layar maka diperlukan pengukuran untuk
menguji sifat listrik divais serta untuk mengukur efisiensinya. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan spectracalorimeter PR-650 dan Keithly 236. Pengukuran
tersebut menampilkan data perbandingan antara arus dan tegangan (I-V), intensitas
luminisensi dan tegangan (L-V) serta efisiensi arus
88
DAFTAR PUSTAKA
B. Geffroy, P. le Roy, C. Prat. Review Organic Light Emitting Diode (OLED) Technology:
Materials, Devices and Display Technologies. J. Polym Int 55: 572-582 (2006)
89
Bab 7
Aplikasi Graphene Untuk
Lithium Ion Battery
Oleh : Fadli Rohman
90
7.1.1 Bagian Utama Pada Lithium Ion Battery
Lithium Ion Battery memiliki pada umumnya memiliki empat komponen
utama yaitu elektroda positif (anoda), elektroda negatif (katoda), elektrolit, dan
separator.
1. Elektroda negatif (Anoda)
Anoda merupakan elektroda yang berfungsi sebagai pengumpul ion lithium
serta merupakan material aktif. Parameter pengembangan dari material untuk
digunakan sebagai anoda ini antara lain kepadatan energi yang dihasilkan serta
siklus pemakaian atau cyclability. Material yang dapat dipakai sebagai anoda
harus memiliki karakteristik antara lain memiliki kapasitas energi yang besar,
memiliki profile kemampuan menyimpan dan melepas muatan/ion yang bagus,
memiliki tingkat siklus pemakaian yang lama, mudah untuk diproses/dibuat, aman
dalam pemakaian (tidak beracun), dan harganya murah. Salah satu material yang
dapat berperan sebagai anoda adalah material yang berbasis carbon seperti LiC 6
atau grafit. Pada material ini setiap layer disisipkan satu atom lithium. Jarak antar
layernya adalah 0,335 nanometer. Kepadatan energi secara teori yang dihasilkan
dari material ini adalah berkisar 372 A.h/kg. Selain grafit, material berbasis
karbon yang dapat digunakan untuk anoda yaitu soft carbon, graphene dan hard
carbon . Material lain yang dapat berperan sebagai anoda antara lain lithium
titanium oxide (LTO) dengan kepadatan energi yang dihasilkannya 175 A.h/kg.
Material ini aman dipakai serta memiliki tingkat siklus pemakaian yang cukup
lama. Pengembangan material pada anoda ini terus berlanjut seiring penelitian
mengenai sifat-sifat suatu material. Material masa depan untuk mengembangkan
anoda ini antara lain yaitu material yang berbasis silikon dan nanomaterial. Pada
anoda berbasis material silikon, secara teori memiliki kepadatan energi sebesar
4.200 A.h/kg. Material ini memiliki kapasitas yang besar dengan ukuran yang
kecil dan ringan. Namun, material ini memiliki tingkat kestabilan yang rendah.
Untuk mengatasi hal ini, para peneliti melakukan pembuatan material
nanokomposit berbasis silikon agar kestabilan itu bertambah. Pada tabel 1
memberikan contoh beberapa material yang pernah digunakan sebagai anoda
dengan kapasitas energinya.
Tabel 7.1. Beberapa material yang dipakai untuk anoda (Manjhunata, 2010)
Material Kapasitas (teori) (Ah/kg) Kapasitas (Ah/kg)
Li x V 2 O 2 75 40
Li x V 2 O 2 /Ppy 75 47
LiV 3 O 8 145 40-45
Li 2 Mn 4 O 9 156 110
Li 4 Mn 5 O 12 202 110
Polypyrrole (Ppy) 120 52,5
91
2. Elektroda positif (Katoda)
Katoda merupakan elektroda yang fungsinya sama seperti anoda yaitu
pengumpul ion serta material aktif. Namun perbedaannya adalah katoda
merupakan elektroda positif. Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi
suatu material yang digunakan sebagai katoda antara lain material tersebut
terdiri dari ion yang mudah melakukan reaksi reduksi dan oksidasi,
memiliki konduktifitas yang tinggi seperti logam, memiliki kerapatan
energi yang tinggi, memiliki kapasitas energi yang tinggi, memiliki
kestabilan yang tinggi (tidak mudah berubah strukturnya atau terdegradasi
baik saat pemakaian maupun pengisian ulang), harganya murah dan ramah
lingkungan. Pada tahun 1980 material LiCoO 2 menjadi kandidat material
pertama yang digunakan sebagai katoda pad LIBs. Kerapatan energi yang
dimiliki LiCoO 2 sebesar 140 A.h/kg. Walaupun demikian material tersebut
memiliki kestabilan yang rendah dan harganya relative mahal. Sejalan
dengan peningkatan performa katoda, beberapa penelitian yang dilakukan
antara lain membuat katoda dari LiMO 2 (M = Co (Cobalt); Ni (Nikel) ; Mn
(Mangan); dan lainnya). LiMO 2 tersebut dibentuk dalam bentuk layer-layer
(seperti pada gambar). Adapula material yang digunakan sebagai katoda
dibentuk dalam bentuk spinel LiM 2 O 4 (M : Mn (Mangan)) ; serta olivine
LiMPO 4 (M : Fe) (Bo Xu, 2012). Tabel 7.2 menunjukkan beberapa jenis
material yang dapat digunakan untuk katoda dengan besar kapasitas
energinya yang dapat disimpan.
Gambar 7.1. Struktur Kristal layer LiMO 2 (biru : ion logam transisi ;
merah : ion lithium) (Bo Xu, 2012)
Gambar 7.2. Struktur kristal spinel LiM 2 O 4 (biru : ion logam transisi ;
merah : ion lithium) (Bo Xu, 2012).
92
Gambar 7.3. Struktur kristal olivin LiMPO 4 (biru : ion logam transisi ;
merah : ion lithium) (Bo Xu, 2012).
3. Elektrolit
Elektrolit adalah bagian yang berfungsi sebagai penghantar ion lithium
dari anoda ke katoda atau sebaliknya. Karakteristik elektrolit yang penting
untuk diperhatikan antara lain konduktivitas, aman (tidak beracun) serta
harganya murah. Elektrolit ini terbagi dalam dua jenis yaitu elektrolit cair dan
elektrolit padat. Kedua jenis ini memiliki kelebihan serta kekurangannya.
Kelebihan dari elektrolit cair antara lain memiliki konduktivitas ionik yang
besar, harga yang murah, dan aman. Namun kekurangannya adalah memiliki
performa siklus pemakaian yang rendah (tidak tahan lama) yaitu hanya berkisar
25 kali siklus dan dapat mengurangi kerapatan energi. Beberapa material yang
dapat digunakan sebagai elektrolit cair antara lain LiNO 3 , LiClO ,Li 2 SO 4 ,
garam LiNO 3 , garam Li 2 SO 4 , LiPF6 . Elektrolit padat sendiri keuntungannya
yaitu memiliki konduktivitas yang besar serta dapat tahan lama dibandingkan
dengan elektrolit yang cair. Jenis elektrolit padat ini berupa keramik atau
polimer organik. Contoh material yang dipakai untuk elektrolit padat antara
lain yaitu (La,Li)TiO 3 .
93
4. Separator
Separator adalah suatu material berpori yang terletak di antara anoda
dan katoda berfungsi untuk menjegah agar tidak terjadi hubungan singkat
dan kontak antara katoda dan anoda. Beberapa hal yang penting untuk
memilih material agar diplih sebagai separator antara lain material tersebut
bersifat insulator, memiliki hambatan listrik yang kecil, kestabilan mekanik
(tidak mudah rusak), memiliki sifat hambatan kimiawi untuk tidak mudah
terdegradasi dengan elektrolit serta memiliki ketebalan lapisan yang
seragam atau sama di seluruh permukaan. Beberapa material yang dapat
digunakan sebagai separator antara lain polyolefins (PE dan PP),
Poly(vinylidene fluodire) (PVdF), PTFE (teflon), PVC, dan poly(ethylene
oxide).
ANODA KATODA
ANODA KATODA
ELEKTRODA
94
Reaksi yang terjadi pada sistem LIBs tersebut merupakan reaksi reduksi dan
reaksi oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi penambahan elektron oleh suatu molekul
atu atom sedang kan reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron pada suatu
molekul atau atom. Sebagai contoh, misalkan kita memakai LiCoO 2 sebagai katoda,
LiC 6 sebagai anoda dan LiPF6 sebagai elektrolit pada LIBs. Maka reaksi yang terjadi
adalah :
charge/pengisian
Pada katoda : LiCoO 2 Li 1-x CoO 2 + x Li+ + x e –
discharge/pemakaian
charge/pengisian
Pada anoda : C 6 + x Li+ + x e - Li x C 6
discharge/pemakaian
7.2 Graphene
Pada tahun 1789 seorang ilmuan bernama Abraham Gottlob Werner
menamakan suatu material yang disebut dengan grafit. Grafit merupakan salah satu
jenis material yang tersusun dari atom karbon yang membentuk struktur 3 dimensi
(3D). Material ini dapat kita jumpai di isi pensil yang sering kita pakai untuk
menulis. Ketika kita menulis, maka grafit tersebut akan rapuh dan membuat suatu
tulisan. Jika butiran grafit itu kita tekan dan ambil dengan solatip maka akan ada suatu
jenis material lebih sederhana yang kita kemudian disebut dengan Graphene.
Graphene ini ternyata merupakan material penyusun grafit dengan membentuk seperti
tumpukan-tumpukan kertas yang membentuk sebuah buku dengan graphene
merupakan kertas dan grafit merupakan bukunya. Percobaan sederhana ini dilakukan
oleh dua orang ilmuan dari Manchester, Inggris yaitu Novoselov dan Andre Geim
pada tahun 2004.
Pada awalnya, graphene pertama kali dipelajari itu pada tahun 1947. Namun
saat itu hanya mempelajari hal-hal yang sebatas secara teori pada grafit oleh Phillip
Wallace. Pada tahun 1966 Hess W M dan kawan-kawannya mencoba untuk
membangun grafit grafit dari lembaran-lembaran. Pada tahun 1984 Gordon Walter
Semenoff, David P. Devincenzo dan Eugene J. Mele membeplajari secara teori
mengenai pembawa muatan tanpa massa pada graphene. Penamaan mengenai material
dengan nama “Graphene” baru dikenalkan pada tahun 1987 oleh ilmuan bernama S.
Mouras dan rekan kerjanya. Kemudian barulah pada tahun 2004 graphene benar-
benar ditemukan oleh Novoselov dan Andre Geim di Manchester, Inggris tempar
mereka bekerja. Dan atas penemuannya tersebut, keduanya diberikan penghargaan
Nobel pada tahun 2010. (http://www.graphene.manchester.ac.uk/story/timeline/)
95
lembaran dengan ketebalan sebesar satu atom karbon. Bentuk lembaran graphene ini
dapat dilihat pada gambar.
Gambar 7.5. Morfologi lembaran graphene yang memiliki ketebalan sebesar 1 atom
carbon (warna biru) (Castro Neto, 2009)
a) b)
c)
Gambar 7.6. a) Grafit yang dibentuk oleh tumpukan lembaran graphene; b) carbon nanotube
yang dibentuk oleh lembaran graphene berbentuk silinder; dan c) graphene membentuk
berupa Fullerenes (C 60 ) seperti bola (Castro Neto, 2009).
96
7.2.2 Sifat Graphene
Ada beberapa sifat penting yang dimiliki graphene antara lain sifat kelistrikan,
sifat termal, sifat mekanik, sifat optik, serta sifat kimia. Semua sifat ini penting untuk
diketahui agar kita dapat memanfaatkan material graphene ini melalui sifat-sifatnya
tersebut.
Sifat elektronik pada graphene dapat ditinjau melalui bagaimana sifat dari
mobilitas pembawa muatannya, konduktivitas, band gap serta kurva dispersinya.
Graphene merupakan material semi logam yang memiliki konduktivitas serta
mobilitas elektron yang tinggi. Hal ini dikarenakan graphene memiliki band gap yang
nilainya nol sehingga mudah bagi elektron untuk bergerak. Band gap pada graphene
ini erat kaitannya dengan hubungan dispersi pada graphene itu sendiri. Pada pojok
zona Brillouin yang pertama pada kurva dispersi graphene, elektron pada pita
konduksi tepat bertemu dengan pita valensi. Sehingga band gapnya bernilai nol.
97
memberikan sinar pada permukaan tersbut dan permukaan graphene dapat terlihat
melalui pantulan dari cahaya tersebut.
7.2.2.4. Sifat termal graphene
Graphene memiliki konduktivitas termal yang sangat besar. Pengukuran ini
dilakukan pada temperatur kamar dan memberikan informasi bahwa konduktivitas
graphene lebih besar dibandingkan dengan material dengan struktur karbon yang lain
seperti carbon nanotube serta grafit. Besar konduktivitas termalnya berkisar > 5.000
W/m/K di mana jauh 5 kali lebih besar dibandingkan dengan grafit (1000 W/m/K).
98
pada LIBs yang memiliki kapasitas energi yang tinggi, harganya murah, serta ramah
lingkungan (Hailiang Wang, 2010)
Ada pula penelitian yang membuat anoda yang terbuat dari silikon dan
graphene juga yang terdiri dari banyak lapisan graphene dan silikon seperti yang
dilihat pada gambar di bawah ini. Lapisan graphene dan silikon dibuat berlapis-lapis
(multilayer) dengan sisi terluar adalah tembaga sebagai elektroda pada anoda tersebut.
99
Gambar 7.10. Skema lapisan-lapisan silikon dan graphene penyusun anoda.
(Liwen Ji, 2012)
Dari keterangan di atas, dapat kita ketahui bahwa adanya material graphene ini
dapat meningkatkan kapasitas energi yang ada pada anoda di LIBs. Material tersebut
juga memberikan keuntungan yang lain yaitu tahan lama karena memiliki kekuatan
material yang besar, harga yang murah serta memiliki tingkat kestabilan yang tinggi.
Selain dengan eksperimen, penelitian mengenai analisa kapasitas graphene sebagai
anoda pada LIBs dapat pula ditinjau secara eksperimen. Metode yang dipakai untuk
analisa ini antara lain metode Density Functon Theory untuk menghitung energi yang
dihasilkan pada struktur material pada anoda tersebut. Software yang dapat dipakai
untuk perhitungan-perhitungan tersebut dapat memakai Gaussians03 Software serta
Esspresso Software.
100
DAFTAR PUSTAKA
Ritchie, Andrew and Howard, Wilmont, Recent developments and likely advances in lithium-
ion batteries, Journal of Power Sources, 162, 809-812 (2005).
Jin, B. and Jiang, Q., Lithium Batteries Research, Technology and Applications : LiFePO 4
Cathode Materials for Lithium-Ion Batteries, Nova Science Publisher : China, 1-30
(2009)
Xu, Bo, et. al. Rencent Progress in cathode materials research for advanced lithium ion
batteries, Journal of Materials Science and Engineering R, 73, 51-65 (2012).
Castro Neto, A. H. et.al, The electronic properties of graphene, Rev. Modern Physics ,Journal
of The American Physical Society, 81, 109-162 (2009).
Widiatmoko, Eko., Graphene : Sifat, Fabrikasi, dan Aplikasinya, Artikel Ilmiah, 2009.
(http://102fm-itb.org/uploads/Graphene.pdf)
Manjunatha, H; Suresh, G.S; Venkatesha, T.V, Electrode materials for aqueous rechargable
lithium batteries, Journal of Solid State Electrochem, 15, 431-445 (2011).
Wang, Hailiang et. al. Mn 3 O 4 -Graphene Hybrid as a High Capacity Anode Material for
Lithium Ion Batteries, Journal of American Chemical Society, 132, 13978-13980
(2010).
Li, Jiangang, et. al. Recent Advances in the LiFeO 2 -based Materials for Li-ion Batteries,
International Journal of Electrochemical Science, 6, 1550-1561 (2011).
Oates, Krysten, Lithium-ion Batteries : Commercialization History and Current Market,
Foresight Science and Technology, 1-6 (2010).
(http://batteries.foresightst.com/resources/Li-IonTechSummary.pdf)
Ji, Liwen, et. al., Graphene/Si multilayer structure anodes for advanced half and full lithium-
ion cells, Journal of Nano Energy, 1 , 164 – 171 (2012).
Whittingham, M. Stanley, Lithium Batteries and Cathode Materials, Chem. Rev., 104, 4271-
4301 (2004).
Arora, Pankaj and Zhang, Zhengming (John), Battery Separators, Chem. Rev., 104, 4419-
4462 (2004).
Zhao, Xin, et. al., In-Plane Vacancy-Enabled High-Power Si-Graphene Composite Electrode
for Lithium-Ion Batteries, Journal of Advanced Energy Materials, 1, 1079-1084
(2011).
http://www.graphene.manchester.ac.uk/story/timeline
http://www.graphene.manchester.ac.uk/story/properties/
101
102
Bab 8
Biosintesis Nanopartikel Perak
Menggunakan Air Rebusan
Daun Bisbul
(Diospyrosblancio)
Oleh : Febri Berthalita Pujaningsih
8.1 Nanopartikel
Ilmu dan rekayasa menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti
1
dalam skala nano (10 −9 ) disebut dengan nanoteknologi (Abdullah.M.,2009). Riset dan
studi di bidang nanoteknologi saat ini berkembang secara positif, karena memberikan
banyak kontribusi. Penemuan baru dalam bidang ini muncul hampir tiap minggu dan
aplikasi-aplikasi baru mulai tampak dalam berbagai bidang seperti bidang elektronik,
energi, kimia, kedokteran, kesehatan, lingkungan dan sebagainya. Menurut
Hasokawa, M., (2007) dan Ngarajan, A., (2006) dalam skripsi Bakir (2011),
nanopartikel adalah partikel yang ukurannya dalam interval 1-100nm dan tersusun
atas atom-atom yang berkisar dari 3-107. Nanopartikel dapat berupa logam, oksida
logam, semikonduktor, polimer, materi karbon, senyawa organik, dan biologi seperti
DNA, enzim, atau protein.
Nanopartikel logam mulia menarik perhatian karena aplikasinya dalam bidang
optik, elektronik, sensor biologis dan katalis (Moores, A., dan Goettmann, F.,
2012). Salah satu nanopartikel logam mulia adalah nanopartikel perak. Nanopartikel
perak dapat dibuat (sintesis) dengan metode top-down (fisika) dan bottom-up (kimia).
Metode top-down yaitu dengan memecah padatan logam perak menjadi perak
berukuran nanometer. Metode bottom-up dengan cara melarutkan garam perak
kedalam pelarut tertentu, kemudian agen pereduksi ditambahkan, dan penambahan
agen penstabil untuk mencegah aglomerasi nanopartikel perak jika dibutuhkan
(Tolaymat, T.M, et al. 2010). Metode-metode tersebut penuh dengan banyak
masalah, mencakup penggunaan pelarut beracun, limbah berbahaya, dan konsumsi
energi yang tinggi (Thakkar, K.N., et al. 2011). Biosintesis nanopartikel perak
adalah pilihan yang baik selain metode fisika dan kimia.
Kegunaan nanopartikel perak meliputi: pada tekstil dan pakaian akan menjadi
mudah dibersihkan dan dengan penambahan silver pada kaos kaki akan membuatnya
103
mempunyai pengaruh pada pengurangan bau kaki; cat tembok luar, perekat, pelapis
kertas, pelapis kain, juga kosmetik sebagai penahan sinar UV (http:// aa-
nanoteknologi.blogspot.com./2009). Penahan cahaya matahari; perak digunakan pada
plester untuk mencegah infeksi; agen antifungal (jamur) dan antibakteria.
(http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/nanopartikel-perak-
buatan-alam/ 21 September 2012)
8.2 Biosintesis
8.2.1 Biosintesis
104
Tabel 8.1 Jenis-jenis tumbuhan yang telah digunakan untuk biosintesis
nanopartikel perak
7 Syzygium cumini Ekstrak daun dan biji (Kumar, V., dan Yadav,
S.C., 2010)
8 Datura metel Ekstrak daun (Kesharwani, J., et al.,
2009)
9 Boswellia ovalifoliolata Serbuk kulit kayu (Ankana, S., et al., 2010)
105
Gambar 8.1 Bisbul (Diospyros blancoi)
106
𝐼𝐼
penyerapan sinar maka I < I 0 . Penyerapan dipresentasikan sebagai transmitan 𝑇𝑇 =
𝐼𝐼0
𝐼𝐼
atau penyerapan 𝐴𝐴 = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 0 . Jika tidak terjadi penyerapan maka T=1,0 (%T=100) dan
𝐼𝐼
A=0 (http:// en.wikipedia.org./wiki/Spektroskopi Daerah Sinar Tampak dan Ultra
Lembayung diaskses 21 September 2012).
Menurut Bakir, 2011 ,Nilai penyerapan dapat menunjukkan secara kualitatif
jumlah nanopartikel perak yang terbentuk dan nilai spektrum penyerapan maksimum
(nm) menunjukkan ukuran dari nanopartikel yang dihasilkan. Berikut tabel yang
menunjukkan panjang gelombang pada penyerapan maksimum menunjukkan ukuran
nanopartikel perak.
107
Bagian-bagian Spektrofotometer UV-Vis
(http://pangestu-ayupangestu.blogspot.com/2011/12/spektrofotometer-uv-vis-
dan.html diakses 21 September 2012)
1. Sumber cahaya
b. Lampu Deuterium
Lampu ini dipakai pada panjang gelombang 190-380 nm. Spektrum
energi radiasinya lurus, dan digunakan untuk mengukur sampel yang
terletak pada daerah uv. Memiliki waktu 500 jam pemakaian.
2. Monokromator
a. Prisma
Prisma akan mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin
supaya di dapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
c. Celah optis
Celah optis digunakan untuk mengarahkan sinar monokromatis yang
diharapkan dari sumber radiasi. Apabila celah berada pada posisi yang
tepat, maka radiasi akan dirotasikan melalui prisma, sehingga diperoleh
panjang gelombang yang diharapkan.
d. Filter
Filter berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga
cahaya yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan
panjang gelombang yang dipilih.
108
3. Kompartemen sampel
4. Detektor
Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinar kemudian
diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam rekorder dan ditampilkan
dalam bentuk angka-angka pada reader (komputer).
5. Visual display
8.4.2 Alat
109
8.4.3 Cara kerja
110
8.4 Pengujian dan Karakterisasi
Untuk meyakinkan hasil biosintesis nanopartikel perak yang telah kita buat
maka diperlukan karakterisasi. Karakterisasi ini dilakukan dengan tujuan apakah hasil
biosintesis yang dibuat benar-benar dalam ukuran nanometer. Ada bermacan-macam
peralatan yang digunakan untuk mengkarakterisasi, antara lain spektrofotometer UV-
Vis, AFM (Atomic Force Microscope), SEM (Scanning Electron Microscope), TEM
(Transmisson Electron Microscope) dan XRD (X-ray diffaction).
Gambar 8.3 Hasil foto : a. Larutan AgNO3; b. Air Rebusan daun bisbul; c-g dari
Sampel A fungsi waktu (Bakir, 2011)
111
Gambar 8.4 Spektrum UV-Vis dari AgNO3; b. Air Rebusan daun bisbul; c-g dari
Sampel A fungsi waktu (Bakir, 2011)
Gambar 8.5 Hasil foto : a. Larutan AgNO3; b. Air Rebusan daun bisbul; c-g dari
Sampel B fungsi waktu (pengadukkan) (Bakir, 2011)
112
Gambar 8.6 Spektrum UV-Vis dari AgNO3; b. Air Rebusan daun bisbul; c dari
Sampel 2 fungsi waktu (pengadukan) (Bakir, 2011)
Gambar 8.7 Pengaruh pengadukan terhadap proses biosintesis nanopartikel (Bakir, 2011)
a. Absorbansi vs waktu b. Lamda maksimum vs waktu c. FWHM vs waktu
113
DAFTAR PUSTAKA
114
Shankar, S.S., et al., Rapid Synthesis og Au, Ag, and Bimetallic Au Core-Ag Shell
Nanoparticles Using Neem (Azadirachia indica) Leaf Broth, Coloid Interface Science,
275, 496-502 (2004)..
Solomon, S.D., et al., Synthesis and Study of Silver Nanoparticles. Journal of Chemical
Education, 84(2), 322-325 (2007)
Thakkar, K.N., et al. Biological Synthesis of Metallic Nanoparticles. Nanomedicine:
Nanothechnology, Biology, and Medicine, 6, 257-262 (2011).
Tolaymat, T.M., An Evidence-Based Environmental Perspective of Manufactures Silver
Nanoparticles in Synthesis and Aplications: A Systematic Review and Critical
Apprasial of Peer Reviewed Scientific Paper. Sciences of the Total Enviroment, 408,
999-1006 (2010).
Wikipedia. 2010. Spektroskopi Daerah Sinar Tampak dan Ultra Lembayung (UV-Visible
Spectrocopy), 15 hlm. http:// en.wikipedia.org./wiki/Spektroskopi Daerah Sinar
Tampak dan Ultra Lembayung diaskses 21 September 2012.
115
Bab 9
TITIK KUANTUM
Oleh : Fitria Rahayu
9.1 PENDAHULUAN
Penelitian mengenai semikonduktor adalah penelitian yang terus berkembang dari
tahun ke tahun. Penelitian mengenai semikonduktor dilakukan untuk mencari hal baru
dari semikonduktor dan keuntungannya untuk industry semikonduktor. Dalam
perindustrian, semikonduktor merupakan lahan basah dan bertambah banyak dengan
sangat cepat melebihi pertumbuhan industri baja (Sze, 1981).
Dalam perindustrian, ukuran semikonduktor dibuat semakin kecil. Hal ini sesuai
dengan prediksi Hukum Moore yang menyatakan bahwa ukuran yang diperlukan untuk
menyimpan transistor dalam suatu chip, mengecil hingga setengahnya setiap 18 bulan
(Ratner, 2002). Hukum ini digambarkan dalam Gambar 9.1.
(http://njtechreviews.com/2011/09/04/moores-law/)
116
Keinginan para peneliti untuk membuat divais elektronik yang lebih kecil
ditunjang dengan teknik fabrikasi yang memudahkan pekerjaan mereka, contohnya
dengan nanolitografi atau teknik self assembly. Teknik-teknik ini dapat menciptakan
semikonduktor dengan ukuran kurang dari 50 nm. Tersedianya teknik-teknik ini
memungkinkan terciptanya sebuah struktur dengan ukuran yang bisa diatur, contohnya
titik kuantum.
Tititk kuantum atau biasa disebut dengan quantum dot, pertama kali
diperkenalkan pada taun 1982 oleh para peneliti di Amerika Serikat, salah satunya
bernama Professor Louis Brus. Pada saat itu para peneliti terkejut dengan penemuan baru
mereka, bahwa secara eksperimental, band gap dari partikel semikonduktor merupakan
fungsi dari ukuran. Setelah penemuan itu, para peneliti kemudian terus berusaha untuk
membuat partikel dengan ukuran yang semakin kecil. Penelitian mengenai titik kuantum
ini kemudian berkembang secara progresif setiap tahunnya. Penemuan-penemuan baik
mengenai fenomena dalam titik kuantum, seperti penelitian yang dilakukan oleh Chen
pada 1994, Foxman pada 1993, Bednarek pada tahun 2002, dan Abu El-Seoud pada
2007, maupun pengaplikasiannya dalam divais menjadi tujuan utama bagi para peneliti
titik kuantum.
Struktur yang paling kita kenal di kehidupan sehari-hari yaitu material batangan,
atau biasa disebut material bulk. Pada material bulk ini, pergerakan elektron dapat terjadi
ke segala arah (dalam ketiga arah dimensi) atau dengan kata lain tingkat pengungkungan
pergerakan elektron tersebut adalah nol dimensi. Lain halnya pada struktur kuantum.
Telah dikenal tiga macam struktur kuantum, yaitu sumur kuantum, kawat kuantum, dan
titik kuantum. Ketiga struktur merupakan hasil dari efek pengurungan kuantum.
Pada sumur kuantum atau biasa dikenal dengan sebutan quantum well, tingkat
pergerakan elektron dikurung dalam satu dimensi, sehingga elektron hanya bisa bergerak
dalam dua dimensi, dapat diibaratkan seperti dalam sebuah bidang data. Pada kawat
kuantum atau quantum wire, tingkat pergerakan elektron dikurung dalam dua dimensi,
117
sehingga elektron hanya bisa bergerak dalam satu dimensi, dapat diibaratkan seperti
dalam sebuah kawat.
Pada titik kuantum, pergerakan elektron dikurung dalam ketiga dimensi, sehingga
pergerakan elektron adalah nol dimensi, dapat diibaratkan seperti sebuah titik, sehingga
disebut sebagai titik kuantum atau quantum dot. Ilustrasi pergerakan elektron dapat
dilihat pada Gambar 9.2. Pengurungan pergerakan elektron ini biasa disebut dengan
electron confinement.
Gambar 9.2 Model (a) sumur kuantum, (b) kawat kuantum, dan (c) titik kuantum.
0 untuk 0<x<L
V(x) = (1)
Sehingga kita dapatkan fungsi keadaan bentuk 3 dimensinya adalah sebagai berikut:
8 nπx n π y n πz
ψ n , n , n ( x, y , z ) = sin 1 sin 2 sin 3
(10)
Lx Ly Lz Lx Ly Lz
1 2 3
Dan nilai energi untuk setiap keadaan dalam titik kuantum tersebut dengan persamaan
berikut
dimana m* adalah masa efektif elektron, L x ,L y ,dan L z adalah panjang, lebar, dan tinggi
kubus, dan n 1 , n 2 , dan n 3 merupakan bilangan bulat.
Efek pengurungan kuantum menyebabkan titik kuantum memiliki karakteristik
yang unik, baik secara elektronik maupun optik, salah satunya adalah tingkat energinya
119
yang diskrit. Tingkat energi yang diskrit artinya elektron hanya dapat menempati tingkat-
tingkat energi tertentu. Hal ini digambarkan pada Gambar 9.3.
Rapat keadaan
E1
E2
E3
E4
Energi
9.2.2 Karakteristik
dengan n = 1, 2, 3, …., m adalah massa elektron, dan L adalah lebar sumur. Dengan
persamaan diatas, kita bisa dapatkan nilai E 1 , E 2 , E 3 , dan E 4 pada Gambar 3. Kuantisasi
energi ini memungkinkan peneliti untuk memvariasikan jumlah elektron dalam titik
kuantum dan mengukur energi yang diperlukan untuk menambahkan satu elektron.
Melebarnya bandgap dapat menjadi kerugian dalam beberapa aplikasi, namun
bandgap yang dapat diatur tetap menjadi keuntungan yang besar. Pengaturan bandgap
yang dipengaruhi oleh ukuran secara langsung memberikan kesempatan untuk kita agar
120
dapat mengatur besar energi dan panjang gelombang cahaya yang kita inginkan untuk
dapat diserap dan dipancarkan oleh material.
Gambar 9.4. Bandgap efektif untuk titik kuantum Silikon dengan ukuran 1 nm, 2 nm, dan 4 nm
(Yudhistira, 2011)
λ emisi ≈ ukuran
Gambar 9.5 Panjang gelombang emisi titik kuantum yang bergantung ukuran
121
9.3 FABRIKASI
9.3.1 Sintesis Koloid
Salah satu cara pembuatan titik kuantum adalah dengan menggunakan metode
sintesis koloid. Dengan metoda ini, titik kuantum yang di hasilkan berkisar antara 2-10
nm. titik kuantum yang dihasilkan melalui metode ini biasanya merupakan alloy biner
seperti CdSe, InAs, dan InP. Metoda sintesis koloid merupakan metoda yang paling
sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi, karenanya titik kuantum yang
dikomersialkan biasanya dibuat dengan metode ini. Selain itu, metode ini juga lebih
bebas racun dibandingkan metode sintesis yang lain. Walaupun begitu, pemilihan pelarut
yang tepat dan kontrol parameter lainnya, seperti waktu, temperatur dan konsentrasi
larutan sangat diperlukan.
Dalam metoda sintesis koloid, larutan campuran, misalnya cadmium dan
selenium, diinjeksikan ke dalam tabung dengan pelarut yang dipanaskan pada suhu
360oC. Selama pemanasan, partikel nano akan mulai terbentuk dan pembentukan akan
semakin cepat seiring waktu pemanasan. Dalam metoda ini, temperatur reaksi kimia
memegang peranan penting dalam dekomposisi pelarut dan pembentukan kristal nano.
Untuk mendapatkan titik kuantum dengan ukuran yang berbeda, divariasikan lama
pemanasan. Semakin lama waktu pemanasan, partikel yang terbentuk akan semakin
besar. Akibatnya, warna campuran akan berubah seiring waktu (Gambar 9.7). Dengan
metoda ini, partikel nano dengan ukuran 3 nm dapat terbentuk hanya dalam 2 menit.
122
Gambar 9.7 Titik kuantum hasil sintesis koloid.
(http://mitei.mit.edu/news/nanoscale-layers-promise-boost-solar-cell-efficiency)
9.3.2 Epitaksi
Fabrikasi titik kuantum dengan metoda epitaksi biasa juga disebut dengan self
assembled growth atau Stranski Krastanov growth. Pada Stranski Krastanov, substrat dan
material yang ditumbuhkan memiliki konstanta kisi yang berbeda, sehingga terjadi
transisi penumbuhan dari 2 dimensi menjadi 3 dimensi saat material yang dideposisikan
melebihi jumlah lapisan atom. Akibatnya, terbentuklah island berukuran nanometer.
Dengan Molecular Beam Epitaxy (MBE), lapisan kristal yang tipis dapat dibuat dengan
memanaskan elemen-elemen yang dipakai hingga terjadi evaporasi dan elemen-element
ini kemudian akan bereaksi di permukaan wafer.
Pembuatan titik kuantum dengan metoda ini lazim dilakukan. Walaupun begitu,
pembuatan titik kuantum dalam susunan yang teratur sulit dilakukan dengan metode ini.
Sementara optimasi lapisan titik kuantum dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi
struktur. Dalam metoda ini, faktor-faktor seperti energi permukaan, temperatur
permukaan, rasio fluks dan tingkat penumbuhan menentukan hasil penumbuhan titik
kuantum (Ban, 2008).
Untuk karakterisasi, Atomic Force Microscopy (AFM) digunakan untuk
mengetahui ukuran titik kuantum, rapat permukaan dan distribusi titik kuantum. AFM
adalah sebuah divais dengan resolusi skala nanometer, sehingga bisa digunakan untuk
observasi morfologi permukaan substrat berdasarkan gaya atom yang dihasilkan saat tip
AFM yang berdiameter 100 nm hampir menyentuh (jarak 1 nm) permukaan substrat. X-
Ray Diffraction (XRD) juga dilakukan untuk mengetahui komposisi dari lapisan hasil
penumbuhan.
123
Gambar 9.8 Hasil AFM dari titik kuantum InAs pada GaAs/GaAs 1-x Sb x dengan variasi Sb (a).
0%, (b). 7%, dan (c). 11% yang ditumbuhkan dengan MBE.
(Ban, 2008)
9.4 APLIKASI
Titik kuantum telah diaplikasikan pada berbagai macam divais, seperti Light
emitting device (LED), sel surya, divais memori, serta laser. Aplikasi titik kuantum pada
divais ditujukan untuk dapat meningkatkan performa dan meningkatkan efisiensi kerja
divais. Selain pada divais, titik kuantum juga diaplikasikan di bidang biologi.
124
Gambar 9.9. Ilustrasi penyerapan foton dalam generasi pasangan elektron dan hole
Kedua pembawa muatan kemudian akan dialirkan dengan adanya beda potensial
untuk mencegah adanya rekombinasi. Pada sel surya konvensional, problem utama yang
dapat menurunkan efisiensi divais adalah energi panas yang terbuang, rekombinasi antara
hole dan elektron sehingga mengurangi jumlah pembawa muatan yang dapat dialirkan,
dan ketidakmampuan divais untuk menyerap lebih banyak bagian dari spektrum matahari
atau disebut spectrum losses dimana terjadi terbuangnya energi. Penggunaan titik
kuantum pada sel surya lebih banyak difokuskan untuk mencari solusi dari fenomena
terbuangnya energi. Ilustrasi mengenai terbuangnya energi digambarkan pada Gambar
9.10.
Elektron
Energi Terserap
Cahaya
datang
Eg
Pita
konduksi
Hole
Semikonduktor Semikonduktor
tipe P tipe N
Penelitian mengenai aplikasi titik kuantum untuk sel surya ada berbagai macam,
yaitu dengan menciptakan generasi elektron dan hole yang lebih dari satu untuk setiap
energi foton yang datang, dengan menggunakan titik kuantum koloid untuk mengatur
profil absorpsi dari divais, atau dengan menciptakan menciptakan pita tengah atau
125
intermediate bands yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk elektron pindah ke
pita konduksi dengan ilustrasi seperti pada Gambar 9.11. Penelitian mengenai aplikasi
titik kuantum pada sel surya yang telah dilakukan meliputi; menciptakan generasi multi
elektron dan hole (Nozik, 2005), menggunakan titik kuantum koloid secara eksperimental
telah berhasil mencapai efisiensi hingga 5,1% (Sargen, 2011), dan menciptakan pita
tengah, baik secara teori maupun perhitungan (Luque 2007, Jenks 2011, dan Rahayu
2011).
Pita
konduksi
Pita
tengah
Eg
Pita
valensi
Gambar 9.11 Skema pergerakan elektron dari pita valensi ke pita konduksi dengan adanya pita
tengah.
9.4.2 Transistor
126
(a) (b)
9.4.3 LED
Titik kuantum diaplikasikan pada LED untuk dapat memaksimalkan emisi cahaya
yang dipancarkan oleh LED. Pada LED, saat elektron dari pita konduksi jatuh ke pita
valensi untuk berekombinasi dengan hole, akan terpancar foton dengan panjang
gelombang dan energi tertentu, bergantung pada lebar bandgapnya, sesuai dengan
ilustrasi pada Gambar 1.13.
Elektron
Ec
hv
Eg
Ev
Hole
Gambar 9.13 Proses rekombinasi elektron dan hole sehingga terjadi emisi foton.
127
sehingga resolusi warna menjadi lebih tinggi. Selain itu, dengan menggunakan titik
kuantum, warna yang ingin diemisikan bisa diubah-ubah hanya dengan mengatur ukuran
dari titik kuantumnya. Saat ingin memancarkan warna merah yang memiliki panjang
gelombang tinggi dan energi rendah, berarti kita atur bandgap material lebih kecil dengan
memperbesar ukuran titik kuantum, sementara jika ingin memancarkan warna biru yang
memiliki panjang gelombang rendah dan energi tinggi, kita buat titik kuantum dengan
ukuran yang lebih kecil. Pada tahun 2002, Makihara dkk telah berhasil membuat LED
menggunakan titik kuantum Silikon dengan lapisan isolator SiO 2 dengan ukuran 2 nm .
Karakteristik unik dari titik kuantum, yaitu sifat fluorescence, dapat diaplikasikan
juga dalam bidang biologi, yaitu untuk sel imaging atau imaging cells. Titik kuantum
yang berukuran nano dapat kita injeksikan ke dalam suatu sel, dan karena sifat
flouresensinya, titik kuantum akan dapat berpendar dengan terang, stabil, dan tajam di
dalam sel tersebut seperti pada Gambar 9.15. Hal ini memudahkan para peneliti untuk
mengikuti pergerakan sel dalam sebuah sistem dengan sistem labeling tanpa
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Titik kuantum juga dapat digunakan
untuk pengobatan penyakit kanker. Titik kuantum diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
mengobservasi interaksi sel protein saat terjadi transformasi sel. Untuk dapat Untuk
membuat titik kuantum dapat berkonjugasi dengan molekul, para peneliti melapisi titik
kuantum dengan material tambahan, contohnya streptavidin.
128
Gambar 9.15 Titik kuantum berpendar dalam sel tumbuhan Medicago Sativa.
(http://www.itqb.unl.pt/labs/biomolecular-diagnostic/research/quantum-dots)
Gambar 9.16 Label sel kanker payudara menggunakan titik kuantum konjugat.
(http://jnci.oxfordjournals.org/content/95/7/502.full)
9.5 KESIMPULAN
Titik kuantum merupakan material semikonduktor yang dibuat dalam ukuran
nano. Titik kuantum memiliki karakteristik yang unik yang disebabkan oleh ukurannya
yang sangat kecil. Pada titik kuantum, besar bandgap sangat bergantung pada ukuran.
Titik kuantum memiliki sifat flouresensi, yaitu dapat berpendar bila diberi masukan
energi. Titik kuantum dapat meningkatkan performa divais elektronik, seperti sel surya,
LED, dan divais memori, juga dapat diaplikasikan pada bidang lain, seperi untuk labeling
dalam bidang biologi.
129
DAFTAR PUSTAKA
Amakawa, S., dkk. Single-electron Circuit Simulation. IEICE Trans. Electron, E81-C, 21-29.
(1998)
Abu El-Seoud, A. K., El-Banna, M., and Hakim M. A. On modelling and characterization of
single electron transistor. Int J Electron, 94, 573–585. (2007)
Bednarek, S., Szafram, B., and Adamowski, J.. Many-electron artificial atoms. Phys. Rev. B,
59(20). (1999)
K.-Y. Ban, dkk. MBE Growth and Characterization of InAs Quantum Dots on Strained GaAs1-
xSbx Buffer Layer For Application in High Efficiency Solar Cells. Photovoltaic
Specialists Conference. (2008)
Chen, Guanlong. Resonant tunneling through quantum-dot arrays. Phys. Rev. B, 50, 8035-8038.
(1994)
Foxman, E.B., dkk. Effects of quantum levels on transport through a Coulomb island. Phys. Rev.
B, 47(15), 10020-10023. (1993)
Hanna, M.C. dkk. Quantum dot Solar Cells with Multiple Exciton Generation. Conference Paper
NREL. (2005)
Jenks, Steven dan R. Gilmore. Quantum dot solar cell: Materials that produce two intermediate
bands. J Renewable and Sustainable Energy,2, 013111. (2010)
Kastner, M. A.. Artificial Atom. Physics Today. (1993)
Luque, A. dan A. Marti. Increasing the efficiency of ideal solar cells by photon induced
trantitions at intermediate levels. Phys. Review Lett., 78(26). (1997)
Lin, Chung-Wei, dkk. Structural and Optical Properties of Silicon-Germanium Alloy
Nanoparticles. J Appl. Phys, 91(4), 2322-2325. (2002)
Rahayu, F. dan Y. Darma. Quantum Size Effect Simulation and Ge Composition on SiGe
Quantum Dot for Intermediate Band Solar Cell Applications. IEEE Conf. Proc., 321-325.
(2011)
Rahayu, F. dan Y. Darma. Simulation of High Generation Rate on SiGe Quantum Dot Based
Solar Cell. AIP Conf. Proc., 1454, 203-206. (2012)
Ratner, M. dan Ratner, D. Nanotechnology : A Gentle Introduction to the Next Big Idea. Prentice
Hall. (2002)
130
See, J., dkk. Theoretical investigation of negative differential conductance regime of silicon
nanocrystal single-electron devices. IEEE Transactions on Electron Devices, 53, 1268 –
1273. (2006)
Sze S. M.. Semiconductor Devices Physics and Technology 2nd edition. Wiley. (1981)
Tang, Jiang and Edward H. Sargent. Infrared Colloidal Quantum dots for Photovoltaics:
Fundamentals and Recent Progress. Adv. Mater, 23, 12–29. (2011)
Wang, T. H., Li, H. W., and Zhou, J. M.. Single-electron transistor with point contact channels.
Nanotechnology, 13, 221-225. (2002)
Yudhistira, Fitria Rahayu, and Yudi Darma. Simulation of Spontaneous Emission Power on
Silicon Based Quantum Dot with Variation of Light Source and Dot Size. ICICI 2011.
(2011)
http://www.uni-tuebingen.de/nano/Forschung/Bilder/set_1.jpg
http://cnx.org/content/m33801/latest/?collection=col10719/latest
http://www.itqb.unl.pt/labs/biomolecular-diagnostic/research/quantum-dots
http://njtechreviews.com/2011/09/04/moores-law/
http://mitei.mit.edu/news/nanoscale-layers-promise-boost-solar-cell-efficiency
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0021979711014585
131
BAB 10
DIVAIS TERMOELEKTRIK
Oleh : Ganjar Kurniawan S
Zat sisa hasil pembakaran dari energi yang tidak dapat diperbaharui yang
umumnya berupa karbondioksida. Karbondioksida yang terakumulasi di permukaan
bumi menyebabkan radiasi yang berasal dari matahari yang seharusnya dipantulkan
oleh permukaan bumi ke luar angkasa, terperangkap di bumi dan mengalami
pemantulan internal secara berulang ulang, akibatnya temperatur dipermukaan bumi
menjadi meningkat. Gejala ini dinamakan efek rumah kaca yang mengakibatkan
pemanasan global
Beberapa dekade yang lalu hingga sekarang, setiap tahunnya temperatur bumi
meningkat secara signifikan, sebagai dampak dari pemanasan global. Hal ini
menyebabkan ketersediaan energi panas begitu sangat melimpah. Energi panas dapat
berasal dari aktifitas interior bumi dan juga dari matahari. Selain ituenergi panas
dapat diperoleh dari mesin-mesin industri, automobil, bahkan peralatan elektronik
sekalipun dalam bentuk limbah panas yang terbuang ke lingkungan. Bahkan tubuh
manusia pun merupakan sumber energi panas.
Salah satu jenis teknologi konversi energi yang menjadi perhatian adalah
termoelektrik, di mana panas diubah menjadi listrik secara langsung menggunakan
suatu material yang dikenal dengan material termoelektrik (Minnich, 2009). Material
ini bekerja berdasarkan efek termoelektrik. Material-material termoelektrik dapat
disusun menjadi suatu divais termoelektrik.
132
Gambar10.1. Energi listrik yang dihasilkan divais termoelektrikmelalui pemanasan
di salah satu sisinya digunakan untuk menyalakan sebuah lampu
(http://microlab.berkeley.edu/text/seminars/slides/AkramBoukai.pdf)
133
10.2. PRINSIP DASAR TERMOELEKTRIK
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan
jerman bernama Thomas Johann Seebeck pada tahun 1821, ketika persambungan dua
material yang memiliki perbedaan konduktivitas (bimetal) dipanaskan pada rangkaian
tertutup maka sebuah jarum kompas yang berada di dekat rangkaian tersebut akan
mengalami penyimpangan. Eksperimen ini diilustrasikan seperti pada gambar 10.2
134
Gambar10.3 Proses difusi aliran elektron akibat pemanasan di salah satu ujungnya.
Panah warna hitam menunjukan arah difusi pembawa muatan (elektron)
Suatu kondisi di mana aliran difusi muatan pembawa terhenti akibat kehadiran
medan listrik disebut keadaan kesetimbangan. Hal ini akan terjadi ketika medan listrik
sebanding dengan difusi sebagai akibat dari perbedaan temperatur. Sehingga pada
keadaan setimbang, potensial listrik akan terbentuk akibat dari adanya perbedaan
temperatur,maka apabila kita hubungkan kedua sisi material melalui suatu rangkaian
tertutup maka akan ada arus listrik yang mengalir didalamnya.
Δ𝑉𝑉
𝑆𝑆 = (10.1)
Δ𝑇𝑇
135
Gambar10.4Proses aliran difusi elektron pada semikonduktor tipe n (Salamat,
2011)
136
10.3. KONSTRUKSI DIVAIS
TERMOELEKTRIK
Saat ini telah dikembangkan desain untuk divais termoelektrikyang tersusun
dari semikonduktor tipe n dan p. Sama halnya pada sebatang material, akibat adanya
perbedaan temperatur antara sisi atas dengan sisi bawah menyebabkan muatan
mayoritas (hole dan elektron) dari masing-masing semikonduktor berdifusi dari sisi
yang bertemperatur tinggi ke sisi yang bertemperatur rendah.
Hal yang sama terjadi pada bahan semikonduktor termoelektrik untuk masing-
masing tipe, dapat disusun secara berturut-turut sehingga beda potensial yang
dihasilkan menjadi lebih besar
137
Susunan untuk masing-masing elemen divais termoelektrik seperti pada
gambar di atas akan menghasilkan tegangan yang besarnya bergantung dari
banyaknya jumlah elemen. Susunan ini menghasilkan tegangan seperti pada
persamaan (10.2)
𝑆𝑆 2 𝜎𝜎 𝑇𝑇
𝑍𝑍𝑍𝑍 = (10.3)
𝜅𝜅
Di mana 𝜎𝜎 konduktivitas listrik, dan 𝜅𝜅 konduktivitas termal. 𝜅𝜅 konduktivitas
termal merupakan jumlah dari kontribusi konduktivitas termal elektronik (pembawa
muatan) dan konduktivitas termal kisi.
𝑃𝑃𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
𝜂𝜂 = (10.5)
𝑄𝑄𝐻𝐻̇
��1 + 𝑍𝑍𝑇𝑇� − 1�
𝜂𝜂 = 𝜂𝜂𝐶𝐶 (10.6)
�1 + 𝑍𝑍𝑇𝑇� + 𝑇𝑇𝐶𝐶�
𝑇𝑇𝐻𝐻
Dengan 𝑃𝑃𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 adalah daya yang dihasilkan,𝑄𝑄𝐻𝐻 aliran kalor dari reservoir panas
ke reservoir dingin,𝜂𝜂𝐶𝐶 merupakan efisiensi carnot, 𝑇𝑇𝐶𝐶 ⁄𝑇𝑇𝐻𝐻 adalah termperatur dingin /
panas sebuah reservoir kalor pada kedua sisi , 𝑇𝑇� merupakan temperatur rata-rata.
138
Material ideal yang digunakan untuk termoelektrik adalah material yang
memiliki konduktivitas tinggi namun memiliki konduktivitas termal yang rendah.
Sayangnya material seperti ini tidak banyak tersedia di alam. Biasanya suatu material
yang memiliki konduktivitas listrik yang tinggi, juga memiliki konduktivitas panas
yang tinggi pula, begitupun sebaliknya. Suatu material yang memiliki karakteristik
termoelektrik terbaik dinamakan sebagai “phonon glass, electron crystal” karena
memiliki konduktivitas termal yang rendah seperti pada gelas, akan tetapi tetap dapat
mengalirkan listrik (Minnich dkk, 2009).
139
Gambar10.8Perbandingan karakteristik ZT antara berbagai material berstruktur nano
dan bulk-nya (Minnich dkk, 2009)
140
DAFTAR PUSTAKA
Kim, R. S., Physics and Simulation of Nanoscale Electronic and Thermoelectric Devices,
Proquest dissertations and theses. Purdue University (2011)
Minnich, A.J., dkk., Bulk nanostructured thermoelectric materials: current research and future
prospects, Energy.environ.Sci. 2, 466 – 479 (2009)
O`Dwyer, M. F., Humphrey, T. E., Linke, H., Concept study for high efficiency nanowire
based thermoelectric. Dapat diakses dihttp://arxiv.org/ftp/cond-
mat/papers/0601/0601110.pdf
Salamat, S., Towards End to End Technology Modeling: Carbon Nanotube and
Thermoelectric Devices, Proquest dissertations and theses. Purdue University (2011)
http://en.wikipedia.org/wiki/Thermoelectric_effect
http://en.wikipedia.org/wiki/Thermoelectric_materials
141
Bab 11
SnO2 untuk Aplikasi Sensor
Gas
Oleh : Herlin Pujiarti
Sampai saat ini penelitian yang berkaitan dengan sensor gas masih terus
dikembangkan dengan tujuan memaksimalkan fungsi kerja dari sensor, sedangkan
fungsi kerja sensor berkaitan dengan sensitivitas atau tingkat kepekaan sensor dalam
mendeteksi keberadaan gas. Pada umumnya, material sensitif yang digunakan untuk
sensor gas adalah dari bahan oksida logam. Terdapat beberapa bahan semikonduktor
oksida logam yang dapat digunakan sebagai elemen sensor gas, diantaranya TiO 2 ,
ZnO, CeO 2 , dan SnO 2 .
Berdasarkan data kristalografi yang ada pada penelitian (Batzill, dkk, 2005),
struktur kristal Stannic Oxide (SnO 2 ) adalah tetragonal seperti tampak pada gambar
11.1. Simetri grup ruangnya P4/nmm, dan parameter kisi a = b = 3.8029 Å dan c =
4.8382 Å. Stannic Oxide dapat ditemukan dalam bentuk mineral cassiterite dan
memiliki struktur rutil yang sama dengan bahan oksida logam yang lainnya, seperti
TiO 2 , RuO 2 , GeO 2 , MnO 2 , VO 2 , IrO 2 , dan CrO 2 .
142
Gambar 11.1 Ball dan Stick Model SnO 2 (Batzill, dkk, 2005)
Pada sel satuan SnO 2 yang memiliki sistem kristal tetragonal, ion Sn4+
memiliki geometri oktahedral dan ion O2- memiliki geometri trigonal planar seperti
tampak pada gambar 11.2.
Tabel 11.1 Sifat Fisis dan Kimia Material SnO 2 (Endut, 2009)
Sifat
Massa Molar 150.71 g/mol
Warna Putih
143
11.1.1 Sifat Listrik Material SnO 2
Berkaitan dengan sifat listrik yang dimiliki oleh SnO 2 , diketahui bahwa bahan
SnO 2 murni pada suhu kamar merupakan bahan semikonduktor dengan band gap 3.71
eV. Sifat kelistrikan SnO 2 dapat diperbaiki atau diubah salah satunya dengan
meningkatan suhu sintering (Mishra, dkk, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Mishra, dkk, 2009) dalam
pembuatan film tipis SnO 2 dengan metode spray pirolisis, tampak terdapat perbedaan
pola difraksi dari SnO 2 yang disintering pada suhu 300 oC (a) dan 400 oC (b), seperti
pada gambar 11.3.
(a)
(b)
Perbedaan pola difraksi yang terjadi, berkaitan dengan suhu sintering yang
dapat merubah atau mempengaruhi ukuran butir material yang dihasilkan. Dari pola
difraksi tersebut, tampak bahwa SnO 2 yang disintering pada suhu 400oC memiliki
intensitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SnO 2 yang disintering pada
suhu 300oC, hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu sintering, ukuran butir akan
membesar dan selanjtnya berakibat semakin tingginya nilai koduktivitas (Mishra, dkk,
2009).
144
11.1.2 Sifat Optik Material SnO 2
Sifat optik suatu material berkaitan dengan transmitansi dan absorpsi. Untuk
mengetahui parameter apa saja yang dapat mempengaruhi besarnya transmitansi dan
absorpsi dari bahan SnO 2 , Sandipan Ray membuat film tipis menggunakan metode
sol-gel. Lapisan tipis dibuat dengan memvariasi jumlah lapisan yang dideposisi serta
menambahkan Pd sebagai pengotor atau doping pada bahan SnO 2 .
Dari hasil tersebut, didapatkan Pola difraksi XRD film tipis SnO 2 untuk single
layer dan multilayer seperti pada gambar 11.4, yang masing masing lapisan pada
semua sampelnya di preparasi dengan kondisi yang sama.
Gambar 11.4 Pola XRD Film Tipis SnO2 (a) 1 lapisan, (b) 3 lapisan, (c) 6 lapisan,
(d) 8 lapisan, (e) 12 lapisan
Dari pola XRD tersebut, tampak bahwa kristal mulai terbentuk pada 6 lapisan.
Semakin banyak lapisan, intensitas semakin tinggi. Artinya ukuran butir semakin
besar dan kristalinitas film SnO 2 semakin baik. Hal ini diakibatkan oleh efek
komulasi dari suhu dan lama anniling untuk masing-masing deposisi tiap lapisan
(Ray, 2010).
(11.1)
145
Gambar 11.5 Citra SEM fil tipis SnO 2 (a) 3 layer, (b) 6 layer, (c) 12 layer, (d) 3 layer
SnO 2 di doping Pd, (e) 6 layer SnO2 di doping Pd, (f) 12 layer SnO2
di doping Pd (Ray, 2010)
Hasil uji SEM untuk SnO 2 dan SnO 2 di doping Pd, ditunjukkan pada gambar
11.5 Gambar (a) menunjukkan permukaan paling halus jika dibandingkan hasil yang
lain [5]. Untuk gambar (b) tidak jauh beda dengan (a). Gambar (c) tampak lebih kasar
dan menunjukkan peningkatan pertumbuhan butir. Citra SEM untuk SnO 2 di doping
Pd gambar (d), (e), dan (f) menunjukkan permukaan yang lebih kasar dan peningkatan
pertumbuhan butir.
146
Gambar 11.6 Transmisi Optik Film SnO2 Multilayer yang di annil pada Suhu 673 K
(Ray, 2010)
Transmisi rata-rata untuk film SnO 2 tanpa doping, adalah lebih dari 80% dari
range panjang gelombang 450-800 nm. Semakin banyak jumlah lapisan, penyerapan
semakin rendah. Ini disebabkan keberadaan ukuran butir kristal yang lebih besar dan
peningkatan penghamburan pada permukaan film yang semakin kasar (Ray, 2010).
Gambar 11.7 Transmisi optic dari film SnO2 di doping Pd multilayer yang di annil
pada suhu 673 K
147
11.2 Metode Sintesis Material SnO2
Material SnO 2 yang digunakan sebagai elemen sensor gas adalah dalam
bentuk film. Adapun beberapa metode yang dapat digunakan untuk sintesis film SnO 2
diantaranya: Chemical Bath Deposition (Maddu, dkk, 2009), Sputtering DC
(Mawarani, dkk, 2006), Spin Coating (Leite, dkk, 2006), Spray Pyrolisis
(Korotcenkov, dkk, 2001).
Film tipis SnO 2 juga bisa dilakukan dengan metode CBD. Penumbuhan film
SnO 2 diawali dengan pendeposisian pada substrat yang berupa kaca preparat, dengan
cara mencelupkan substrat ke dalam larutan yang mengandung ion-ion logam dan
ion-ion hidroksida, sulfida atau selenida (Maddu, dkk, 2009).
Secara umum, proses yang dilakukan pada metode CBD ditampilkan pada
gambar 11.8, dimana substrat ditempelkan bpada gelas beker yang telah berisi ion
tertentu dan di stirrer sambil dipanaskan dengan suhu sekitar 70-90oC. Selanjutnya
untuk mendapatkan lapisan film yang lebih tebal, cukup dengan menambah waktu
deposisi.
148
11.2.2 Sputtering DC
Sputtering DC merupakan metode fisika yang dapat digunakan untuk
pembuatan lapisan tipis SnO 2 . (Mawarani, dkk, 2006) telah menggunakan metode
sputtering DC ini sebagai metode untuk mendapatkan film tipis SnO 2 . Tahapan yang
dilakukannya meliputi : tahapan preparasi sampel, penumbuhan lapisan tipis,
pendinginan pelapisan kontak perak. Lapisan tipis SnO 2 yang digunakan sebagai
sensor gas dibuat dari substrat kaca kwarsa (SiO 2 ) dengan dimensi 2 cm x 2 cm x 1
mm. Preparasi sampel dilakukan dengan pencucian menggunakan alkohol 99% sambil
digetarkan dengan ultrasonic cleaner selama 30 menit, selanjutnya dikeringkan
dengan pemanas (oven) bersuhu 150 oC selama 60 menit.
Pada proses penumbuhan lapisan tipis, substrat dipanaskan pada suhu 250 oC
agar target mudah tertanam pada substrat. Pendeposisian SnO 2 dilakukan dengan
metode Sputtering DC pada tegangan 2 kV, arus 5 mA, dan tekanan 5x105. Variasi
waktu deposisi : 0,5 jam, 1 jam, dan 2 jam. Target SnO 2 diletakkan pada katoda dan
substrat alumina dipasang pada anoda, tabung reaktor plasma dihampakan dengan
pompa rotari hingga mencapai tekanan tertentu dan substrat dipanaskan dengan
menggunakan sistem pemanas. Selanjutnya, Gas argon dialirkan ke dalam tabung
plasma tegangan tinggi DC diatur sedemikian rupa sehingga timbul plasma yang
terlihat pada jendela tabung reaktor plasma yang menandakan deposisi dimulai.
Secara skematik, prosesnya pada gambar 11.9 (Mawarani, dkk, 2006).
149
alumunium foil untuk melindungi daerah yang tidak ingin dilapisi kontak perak
(daerah sensor). Lama pembuatan kontak perak adalah 15 menit. Lapisan kontak
perak dibuat 0,5 cm dari masing masing ujung sensor (Mawarani, dkk, 2006).
Seperti yang dilakukan oleh (Leite, dkk, 2006) yang menggunakan metode
spin coating untuk mengontrol ketebalan dari film tipis nanopartikel SnO 2 ,
menggunakan bahan SnCl 2 .2H2 O dan ethanol. Selanjutnya dilakukan penambahan
NH4 OH yang berperan sebagai pengontrol PH. Substrat yang digunakan untuk
deposisi film adalah Silikon, dan proses deposisi dilakukan pada suhu kamar dengan
kecepatan putaran konstan.
Proses yang terjadi selama sintesis adalah, mula – mula larutan prekussor yang
ada, akan menjadi droplet dengan bantuan Ultrasonic Nebulazer, karena pada alat
tersebut juga diberikan gas pembawa (gas inert), maka droplet yang sangat ringan
tersebut terbawa menuju reactor. Pada alat ini, juga terdapat furnace yang berfungsi
memanaskan larutan prekussor yang berupa droplet menjadi padatan bentuk bulk
maupun film, jika hasil ahir yang diharapkan berupa film, maka droplet tersebut
diangkap oleh holder subsrat, seperti yang ada pada gambar 11.11.
Pada proses pembuatan film tipis SnO 2 dari prekusor SnCl 4 .5H2 O, yang
dilakukan oleh (Korotcenkov, dkk, 2001), film dideposisikan pada substrat silicon dan
keramik. Temperatur operasi bervariasi dari 250 sampai 550oC, untuk ketebalan dari
150
film tipis dapat dikontrol dengan laser ellipsometri. Dari hasil yang diperoleh, dapat
diketahui bahwa ukuran kristal meningkat ketika konsentrasi prekusor meningkat.
Sensor gas terdiri dari elemen sensor, dasar sensor dan tudung sensor. Elemen
sensor terdiri dari bahan sensor dan bahan pemanas untuk memanaskan elemen. Elemen
sensor menggunakan bahan-bahan seperti timah (IV) oksida SnO2, wolfram (VI) oksida
WO3, dan lain-lain, tergantung pada gas yang hendak dideteksi, selengkapnya ada pada
gambar 11.12
151
11.3.2 Mekanisme Kerja Material SnO 2 pada Sensor
Pada kondisi udara normal, permukaan bahan semikonduktor (SnO 2 )
diselimuti oleh lapisan oksigen teradsorbsi, konsentrasi atom-atom O 2 tersebut
selanjutnya akan menangkap elektron yang berasal dari daerah dekat (sekitar)
permukaan semikonduktor. Kehadiran molekul gas reduktor seperti gas CO akan
mengikat sejumlah atom oksigen yang teradsorbsi oleh permukaan butir kristal.
Selanjutnya, elektron dilepaskan kembali kepermukaan semikonduktor sehingga
konsentrasi elektron bebas bertambah serta panjang lapisan deplesi dan tinggi
penghalang antar butir (potential barrier) berkurang. Hal ini juga mengakibatkan
kenaikan konduktivitas untuk bahan semikonduktor tipe-n (Batzill, dkk, 2005).
Secara skematik, reaksi yang terjadi pada sensing material (SnO 2 ) dengan
kebeadaan gas disekitarnya, ditunjukkan pada gambar 11.13
Gambar 11.13 Interaksi Sensing Material (SnO 2 ) dengan Gas (Batzill, dkk, 2005)
Pada gambar 11.14 ditunjukkan sensitivitas sensor SnO 2 sebagai fungsi dari
ukuran kristal SnO 2 . Sensitivitas pada dua jenis gas yang berbeda yaitu gas CO dan
H2 menunjukkan tren menurun yang sama yaitu semakin besar ukurang krisal, maka
sensitivias menurun. Hubungan ini terjadi karena, ketika ukuran butir semakin besar,
maka kontak antara sensing material dalam hal ini SnO 2 dengan gas semakin terbatas,
sehingga kemampuan material mendeteksi keberadaan gas disekitarnya (sensitivitas)
menjadi menurun.
152
Sensitivitas didefinisikan sebagai perbandingan resistansi sensor di udara
dengan resistansi sensor pada gas tertentu.
S = Ra / Rg
Performa sensor yang berkaitan dengan waktu respon, bergantung pada ukuran
kristal SnO 2 serta penambahan dopan. Sebagai contoh pada gambar 11.15 merupakan
hasil penelitian (Kennedy, dkk, 2003) yang mengembangkan teknik fabrikasi dengan
kontrol ukuran kristal SnO 2 tanpa mengubah ketebalan film. Dari hasil tersebut,
sensitivitas ethanol sebagai fungsi waktu masing-masing ukuran kristal SnO 2 NF10
untuk ukuran 10 nm, NF20 untuk ukuran 20 nm dan NF35 untuk ukuran 35 nm. Pada
grafik tersebut tampak waktu respon menurun seiring dengan penurunan ukuran
kristal SnO 2 , artinya waktu yang diperlukan sensor untuk merespon keberadaan
ethanol lebih cepat ketika ukuran kristal SnO 2 semakin kecil. Hal ini disebabkan
sensitivitas dari bahan SnO 2 semakin tinggi ketika ukuran kristalnya semakin kecil.
153
DAFTAR PUSTAKA
Batzill, M. dan Diebold, U., The Surface and Materials Science of Tin Oxide, Progress in
Surface Science. 79, 47–154 (2005)
Endut, N. A., Stanum dioxide (SnO 2 ) Doped Polyaniline (n-C 6 H5 NH 2 ) Thin Film as the
Materials for Liquefied Petroleum Gas (LPG) and Hydrogen (H 2 ) Gas Sensor,
Department of Chemical Engineering : Universiti Malaysia Pahang (2009)
Khalil, A., Purwaningsih, S. Y., Darminto, Pengaruh Doping Emas dan Perlakuan Anil pada
Sensitivitas Lapisan Tipis SnO 2 untuk Sensor Gas CO. Seminar Nasional
Pascasarjana IX – ITS, Surabaya (2009)
Korotcenkov, G., dkk., Pecualiarities of SnO 2 Thin Film Deposition by Spray Pyrolisis for
Gas Sensor Aplication, Sensor and Actuators B. 77, 244-252 (2001)
Leite, E. R., dkk., Controlled Thickness Deposition of Ultrathin Ceramic Films by Spin
Coating, J. American Ceramic Society. 89, 2016-2020 (2006)
Maddu, A., Hasiholan, R. T., Kurniati, M., Penumbuhan Film Nanokristalin SnO 2 dengan
Metode Chemical Bath Deposition (CBD), J. Nanosains dan Teknologi. Edisi Khusus,
96-99 (2009)
Mawarani, L. J., dkk. Karakterisasi Lapisan Tipis SnO 2 Sputtering DC sebagai Elemen
Sensor Gas CO, J. Sains Materi Indonesia. 8, 35-39 (2006)
Miller, T. A., dkk., Nanostructured Tin Dioxide Materials for Gas Sensor Applications.
Department of Mechanical Engineering : University of Michigan (2006)
Mishra, R. L., Mishra, S. K., Prakash S. G., Optical and Gas Sensing Characteristics of Tin
Oxide Nano-Crystalline Thin Film, J. of Ovonic Research. 5, 77-85 (2009)
Ray, S., Gupta, P. S., Singh, G., Electrical and Optical Properties of Sol-Gel Prepared Pd
Doped SnO 2 Thin Films: Effect of Multiple Layers and Its Use as Room Temperature
Methane Gas Sensor, J. of Ovonic Research. 6, 23-34 (2010)
154
Bab 12
Karakterisasi Struktural dan
Mekanis Lapisan
Nanokomposit dalam
Nanoscale
Oleh : Idham Pribadi Muchammad
12.1 Nanoscale
Secara umum, material nanoscale didefinisikan sebagai satu set zat-zat kimia
yang memiliki ukuran kurang dari 100 nanometer dan memiliki optis, magnetis, atau
bagian-bagian elektris unik. Material “ultrafine particulate” adalah contoh material
nanoscale yang dapat ditemukan di lingkungan. Salah satu contoh program penelitian
oleh NTP (National Toxicology Program) memfokuskan dalam pembuatan material
nanoscale baru atau untuk kepentingan proyek komersial (Gustafsson, G., 1992).
Program termasuk mempelajari dan mengevaluasi disposisi biologis dari
semikonduktor nanoscale crystalline fluorescent (quantum dots), ilmu toxikologi dari
material nanoscale berbasis karbon ( single- atau multi-walled nanotubes, fullerenes),
dan ilmu photogoxikologi yang mewakili partikel nanoscale metal oxide, biasanya
digunakan pada aturan industri dan produk-produk konsumen (seperti, titanium
dioxide).
Material nanoscale telah muncul di masyarakat sebagai produk industri dan
konsumsi serta sebagai formulasi baru penyaluran obat di tubuh. Pada hakikatnya,
Aplikasi-aplikasi komersial dan fasilitas-fasilitas yang dihasilkan untuk kemudahan
manusia mungkin dapat dibedakan secara “nanoscale” dibandingkan dengan “bulk”
material.
12.2 Nanokomposit
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih
material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik
dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Umumnya material komposit
terdiri dari dua bahan penyusun. Bahan tersebut yaitu bahan pengisi (filler) dan bahan
pengikat (matriks). Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan
komposit, biasanya berupa serat atau serbuk, seperti yang sering digunakan dalam
155
pembuatan komposit antara lain serat e-glass, boron, karbon, dan sebagainya. Bahan
pengisi haruslah kuat untuk menerima beban yang diterima material komposit.
Matriks dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer atau logam.
Umumnya matriks terbuat dari bahan-bahan lunak dan liat. Epoksi, poliester, dan
vinilester adalah bahan-bahan polimer yang sejak dahulu telah dipakai sebagai bahan
matriks (Bsiesy, A., 1995).
Nanokomposit adalah gabungan atau kombinasi dari satu atau lebih komponen
terpisah dan salah satu komponennya adalah material skala nanometer. Tujuan
pembuatan komposit adalah untuk menghasilkan sifat yang berbeda dari komponen-
komponen pembentuknya serta untuk menghasilkan sifat yang terbaik dari tiap
komponen suatu komposit. Dalam nanokomposit, nanopartikel seperti clay, logam,
CNT bertindak sebagai pengisi atau filler dalam sebuah matriks. Saat ini yang paling
banyak dipakai adalah polimer.Nanokomposit merupakan material yang dibuat
dengan menyisipkan nanopartikel (filler) dalam sebuah sampel material makroskopik
(matriks). Nanokomposit dihasilkan dari pencampuran dalam sejumlah fase yang
berbeda. Pencampuran ini dapat menghasilkan sifat baru yang tidak ditemui pada
masing-masing material asal. Nanokomposit memperlihatkan sifat-sifat baru yang
lebih unggul dibandingkan dengan material asal. Setelah menambahkan nanopartikel
ke dalam material matriks, nanokomposit yang dihasilkan dapat menunjukkan sifat-
sifat yang sangat berbeda dibandingkan dengan sifat material sebelumnya.Sebagai
contoh dengan menambahkan CNT pada suatu material maka konduktivitas listrik dan
konduktivitas termal material tersebut akan berubah.Penambahan nanopartikel jenis
lain dapat menghasilkan perubahan sifat optik, sifat dielektrik atau sifat mekanik,
seperti kekakuan (stiffness) dan kekuatan (strength).
156
atau lebih molekul inorganik/organik dalam beberapa bentuk kombinasi dengan
pembatas antara keduanya minimal satu molekul atau memiliki ciri berukuran nano.
Contoh nanokomposit yang ekstrim adalah media berporos, koloid, gel, dan
kopolimer.
12.3 Polimer
Polimer berasal dari bahasa Yunani, poly dan mer (meros). Poly berarti
banyak, sedangkan mer (meros) berarti ikatan. Istilah polimer ini digunakan untuk
menggambarkan bentuk molekul berantai panjang yang terdiri atas unit-unit terkecil
yang berulang (mer) sebagai blok penyusunnya. Molekul-molekul tunggal penyusun
polimer dikenal dengan istilah monomer. Sebagai contoh, polimer polipropilena
adalah salah satu jenis bahan polimer dengan rantai linier sangat panjang yang
tersusun atas unit-unit terkecil (mer) yang berulang-ulang berasal dari monomer
molekul propilen.
157
Gambar 12.3Polymer nano composites (PNC) (sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Polymer,2012)
Menurut asalnya, polimer dibedakan menjadi dua, yaitu polimer alam dan
polimer buatan. Contoh polimer alam seperti selulosa, karbohidrat, dan DNA,
sedangkan polimer buatan contohnya adalah ban kendaraan yang pertama diproduksi
oleh Charles Goodyear dari Amerika Serikat pada tahun 1839 (Burroughes, J. H.,
1990). Setelah itu berbagai modifikasi polimer pun mulai berkembang seperti pada
tahun 1846 yaitu adanya modifikasi selulosa dengan asam nitrat oleh Cristian
Frederick Schonbein, tahun 1907 ditemukannya Bakelite oleh Leo Baekeland, tahun
1930 di JermanditemukanPolystirena atau Polyfenol ethena dan pada tahun 1936
ditemukan Polyethylene di laboratorium ICI di Winnington, Chesire. Hingga saat ini
banyak produk industri yang begitu beragam berasal dari proses pabrikasi polimer.
Hal ini didukung adanya karakteristik polimer seperti: polimer yang memiliki densitas
rendah sehingga dapat menghasilkan suatu produk yang ringan, kemudian polimer
mudah diolah untuk berbagai macam produk pada suhu rendah dengan biaya murah,
ketahanan korosi yang tinggi, bersifat osilator yang baik terhadap panas dan listrik,
serta bersifat elastis dan plastis. Polimer yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari diantaranya adalah polyethylene (PE) yang banyak digunakan dalam
perabotan rumah tangga dan mainan anak-anak, polyvinylchloride (PVC) pada
kemasan pasta gigi dan pipa, phenol formaldehyde atau Bakelite yang digunakan
dalam alat listrik dan polyisoprene sebagai bahan baku pembuatan karet.
158
12.4 Nanokomposit Polimer
Polymer Nanocomposite (PNC) terdiri dari sebuah polimer atau kopolimer
memiliki nanopartikel atau nanofiller terdispersi dalam matrix polimer. Keduanya
memiliki bentuk berbeda (seperti: fiber, bola), tetapi minimal satu dimensi harus
dalam rentang 1 sampai 50 nm. PNC ini termasuk kategori sistem multifase yang
mengonsumsi sekitar 95% produksi plastik (Oliver, W. C., 1992). Sistem ini
memerlukan kontrol pencampuran, stabilisasi dispersi yang baik, orientasi fase
dispersi, dan strategi-strategi pencampuran.
159
a. Metode mixing merupakan metode pencampuran dimana salah satu bahannya
berupa larutan. Pada proses ini setelah bahan tercampur maka dipanaskan pada
temperatur tertentu. Pemanasan ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan
pelarut sehingga didapatkan nanokomposit dalam bentuk padatan.
b. Melt-blending merupakan metode fabrikasi yang sering dan baik digunakan untuk
mendapatkan material nanokomposit khususnya dengan menggunakan matriks
polimer termoplastik. Pada saat proses pencampuran berlangsung bahan pengisi
(filler) akan dicampurkan dengan lelehan matriks, jadi sebelumnya matriks yang
berupa padatan tersebut telah mendapatkan perlakuan terlebih dahulu yaitu dengan
dilelehkan pada temperatur tertentu.
c. In situ polymerization merupakan metode fabrikasi yang paling efisien untuk
peningkatan kekuatan secara signifikan. Pada umumnya, bahan pengisi (filler)
tersebut bisa ditambahkan ke dalam matriks melalui proses polimerisasi di bawah
temperatur tertentu, karena proses pencampuran ini merupakan metode
pencampuran dimana salah satu bahannya masih berupa monomer.
160
memilikiabsorpsi cahaya yang kurang baik, PPV dan turunan PPV (khususnya MEH-
PPV) sering digunakan pada penelitian solar sel.
Salah satu cara untuk membuat pori pada silikon yaitu dengan meggunakan
sebuah sel anodisasi. Salah satusel anodisasi yakni elektrolit hidrogen florida (HF).
Proses anodisasi menghasilkan lapisan porositas homogen. Lapisan silikon berpori
dapat diperoleh dengan cara anodisasi silikos tipis berorientasi type P +- dalam sebuah
elektrolit yang terdiri dari campuran C 2 H5 OH/HF/H 2 O dengan rasio 2:2:1 (Hughes,
G., 2005). Rapat arus yang dapat digunakan yaitu sebesar 100 mA cm-2 selama 220 s.
Kemudian, lapisan permukaan ditumbuk dengan plasma SF6 . Lapisan di pra-oksidasi
pada suhu 300 0C selama 1 jam dalam O 2 yang diikuti sebuah langkah oksidasi pada
suhu 900 oC selama 1 jam. Hasil akhir lapisan silikon berpori memiliki ketebalan kira-
kira sebesar 7-10 μm. Setelah proses pembuatan silikon berpori selesai, polimer dan
kopolimer yang diinginkan dapat dipenetrasi pada lapisan silikon berpori.
Lapisan silikon berpori ditekan sepanjang goresan sedikit demi sedikit dengan
menggunakan penekuk intan pada bagian belakang lapisan. Hal tersebut dilakukan
untuk membuat celah pada silikon(100) yang belum dipenetrasi dan polimer atau
silikon berpori nanokomposit. Tujuannya untuk mengevaluasi kekerasan dari lapisan
silikon berpori.
161
Penekuk intan tersebut memonitor dan mencatat hubungan antara beban dan
perpindahan. Pengindentitas memiliki resolusi gaya sekitar 1 nN dan resolusi
perpindahansekitar 0,2 nm. Modulus elastis dan kekerasan dihitung dari kurva beban
yang diperoleh pengindetitas nano ( penekuk berlian berukuran nano). Pengindetitas
kekerasan dari lapisan silikon diartikan sebagai beban pengindentitas maksimal dibagi
dengan luas area yang diamati pengindentitas, dan dapat diekspresikan sebagai
berikut:
𝑃𝑃𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐻𝐻 = (1)
𝐴𝐴
Dimana P max adalah beban puncak dan A luas area yang diamati. Kemudian,
modulus elastis diindentifikasi dengan perhitungan regresi linear. Modulus elastis ini
dapat dijabarkan dengan persamaan:
1 1−𝑣𝑣 2 1−𝑣𝑣𝑖𝑖
= + (2)
𝐸𝐸𝑟𝑟 𝐸𝐸 𝐸𝐸𝑖𝑖
Dimana E r adalah modulus elastis gabungan dari sampel dan penekuk berlian.
Kemudian secara berturut-turut, E dan E i , serta v dan v i adalah modulus elastis dan
rasio Poisson dari sampel dan penekuk berlian. Nilai untuk modulus elastis dan rasio
Poisson penekuk berlian yaitu 1141 Gpa dan 0,07.
Adapaun tes goresan nano oleh penekuk berlian dilakukan dibagian lapisan
ujung dari permukaan dengan menggunakan Atomic Force Microscope (AFM)
Veeco. Penekuk berlian memiliki radius bagian ujung sebesar 50 nm dan sudut 600.
Setiap sampel harus dibuat sebanyak empat goresan nano. Terlebih lagi, setiap
goresan nano berada pada kisaran 20 sampai 41 μN. Setelah tes goresan nano ini
selesai dilakukan, hasilnya dapat segera diperoleh dalam berupa grafik.
162
Gambar 12.10Penampang melintang AFM nanostruktur dalam bentuk 2D (kiri) dan 3D
(kanan) pada (a) lapisan silikon berpori, (b) lapisan diisi dengan PPV, (c) lapisan diisi dengan
MEHPPV (sumber: Bhushan B,2003)
163
Gambar 12.11 Kurva beban vs perpindahan pengindentitas intan nano (sumber: Bhushan
B,2003)
Silikon (100) memiliki nilai modulus elastis tertinggi yakni 142,5 GPa dan
kekuatan bahan sebesar 12,1 GPa. Nilai dari modulus elastis dan kekuatan silikon
(100) yang tidak diisi polimer apapun sesuai dengan teori yang sudah ada. Modulus
elastisitas dan kekuatan PPV dan MEHPPV turun drastis sebagai perbandingan
dengan dengan silikon (100). Modulus elastisitas dan kekuatan PPV dan MEHPPV
masih cukup tinggi untuk menahan beban mekanik tertentu tanpa kesalahan yang
mengakibatkan kecacatan. Lapisan silikon berpori yang diisi oleh MEHPPV memiliki
kekuatan dan duktilitas lebih besar dari Lapisan silikon berpori yang diisi oleh PPV.
Hal ini mengakibatkan material memilki daya tahan terhadap kerapuhan yang tinggi.
Kombinasi yang baik antara kekuatan dan duktilitas memiliki keuntungan yang sangat
besar pada devais pabrik LED teknologi baru.
Gambar 12.12 Nilaikekuatan dan modulus elastis sebagai fungsi kedalaman kontak
pengindentisasi untuk (a) silikon (100), (b) lapisan silikon berpori, (c) lapisan yang diisi PPV dan (d)
lapisan yang diisi MEHPPV (sumber: Bhushan B,2003)
164
12.6.3 Daya Tahan Terhadap Kerapuhan
Daerah deformasi plastis dengan keretakan kecil yang mengelilingi penekuk
mikro menandakan suatu kejadian penyebaran ujung keretakan. Ujung keretakan
dapat dengan cepat menumpul pada daerah deformasi plastis di sekitar ujung
keretakan. Pensubstitusian nilai modulus elastis, kekuatan pengindetisasi nano dan
nilai beban tertinggi yang diberikan pengindetifikasi nano, dapat diketahui nila daya
tahan terhadap kerapuhan (KIC ) berdasarkan persamaan berikut:
1
𝐸𝐸 2 𝑃𝑃
𝐾𝐾𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝛼𝛼 � � � 3� (3)
𝐻𝐻
𝐶𝐶 2
Gambar 12.14 Jalur propagasi keretakan selama penekanan mikroidentitas (sumber: Bhushan
B,2003)
165
Silikon (100) yang tanpa diisi polimer membentuk propagasi lurus ke depan.
Retakan silikon berpori yang diisi dengan polimer menyebar ke arah lainnya
sepanjang dinding pori silikon nano tertipis. Polimer berukuan nano cukup untuk
menyerap energi deformasi. Mereka dapat membuat daerah sekitar titik
pengindentifikasi tumpul. Lapisan silikon berpori yang diisi oleh PPV hanya 1,6 kali
lebih besar daripada lapisan silikon tanpa polimer. Lapisan silikon yang diisi
MEHPPV memiliki nilai kekerasan 2 kali lebih besar dari lapisan silikon berpori biasa
dan 7,2 kali lebih besar dari silikon (100) tanpa polimer apapun.
Gambar 12.15 Variasi kedalaman goresan nano dengan beban normal yang berbeda-beda
(sumber: Bhushan B,2003)
166
Gambar 12.16 Beban normal vs kedalaman goresan (sumber: Bhushan B,2003)
12.7 Aplikasi
12.7.1 Luminesensi
Luminesensi adalah emisi cahaya oleh substansi dan tidak dihasilkan dari
panas. Jadi, luminesensi berbentuk sebuahradiasi dingin (tidak dihasilkan dari panas).
Hal tersebut dapat disebabkan oleh reksi kimia, energi listrik, gerakan subatomik atau
gaya pada sebuah kristal. Luminesensi dapat berpijar dengan warna yang berbeda-
beda tergantung pada substrat yang digunakan. Menurut sejarah, radioaktivitas
dipikirkan sebagai sebuah bentuk radioluminesensi, meskipun saat ini
dipertimbangkan hal yang terpisah sejak radiasi elektromagnetik terlibat sangat
banyak. Istilah ‘luminesensi’ diperkenalkan pada tahun 1888 oleh Eilhard
Wiedemann. Lempeng jam, jarum jam, dan instrumentasi-instrumentasi navigasi
sering dilapis dengan material luminesen dalam sebuah proses yang diketahui sebagai
‘luminising’.
12.7.2 Elektroluminesensi
Elektroluminesensi (EL) adalah sebuah fenomena optis dan fenomena elektris
pada sebuah material yang memancarkan cahaya karena respon dari arus listrik atau
kuat medan listrik. Hal ini merupakan bentuk langka berupa emisi cahaya benda
hitam dari panas (pijar), dari reaksi kimia (kimaluminesensi), suara
167
(sonoluminesensi), atau aksi mekanis lain (mekaluminesensi). Elektroluminesensi
adalah hasil rekombinasi radiaktif elektron-elektron dan lubang-lubang dalam sebuah
material, biasanya sebuah semikonduktor. Elektron-elektron tereksitasi mengeluarkan
energi mereka sebagai foton. Tepat sebelum recombinasi, elektron-elektron dan
lubang-lubang dipisahkan oleh material doping sehingga berbentuk sebuah p-n
junction (pada devais elektroluminesen semikonduktor seperti LED) atau melalui
eksitasi sebagai dampak percepatan elektron-elektron berenergi tinggi oleh sebuah
kuat medan listrik (demikian halnya fosfor pada layar elektroluminesen).
168
DAFTAR PUSTAKA
Bhushan, B., Li X., Nanomechanical characterisation of solid surfaces and thin films,Int.
Mater. Rev. 48, 125–64 (2003)
Braun, D., Heeger, A. J., Visible light emission from semiconducting polymer diodes,Appl.
Phys. Lett. 58198, 2–4 (1991)
Bsiesy, A., Nicolau, Y. F., Ermolieff, A., Muller, F., Gaspard, F., Electroluminescence from
n+-type porous silicon contacted with layer-by-layer deposited polyaniline Thin Solid
Films, 2554, 3–8 (1995)
Burroughes, J. H., Bradley, D. D. C., Brown, A. R., Marks, R. N., Mackay, K., Friend, R.H.,
Burn, P. L., Holmes, A. B.,Light-emitting diodes based on conjugated polymers
Nature,3475, 39–41 (1990)
Gustafsson, G., Cao, Y., Treacy, G.M., Klavetter, F., Colaneri, N.,Heeger, A. J., Flexible
light-emitting diodes made from soluble conducting polymers Nature, 35747, 7–9
(1992)
Hughes, G., Bryce, M. R., Electron-transporting materials for organic electroluminescent and
electrophosphorescent devices,J. Mater. Chem. 15, 94–107 (2005)
Oliver,W. C., Pharr, G. M., An improved technique for determining hardness and elastic
modulus using load and displacement sensing indentation experiments,J. Mater. Res.
715, 64–83 (1992)
169
http://merl-ltd.com, diakses pada tanggal 22 Oktober 2012
170
Bab 13
Silikon Nanowire (SiNW) dan
Aplikasinya
Oleh : Irfan Firdaus S
171
Tabel 13.1 Perbedaan Nanowire dan nanorod [6]
Dari tabel diatas Nanorod bentuknya masih seperti silinder, sedangkan nanowire
seperti kabel sesungguhnya, sehingga bisa kita tafsirkan memiliki saatu bidang atau
satu dimensi.
Pada gambar diatas Nanowire memiliki kesamaan pada material yang pengurungan 1
dimensi. Perbedaan rapat keadaan dari material Bulk ini merupakan keutamaaan yang
bisa dimanfaatkan sebagai divais. Baik secara optik maupin secara listrik.
172
13.1.2 Silikon Nanowire
Silikon
Silikon (Si) pada tabel periodik menempati Unsur dengan Golongan VI A dengan
Periode 3. Karakteristik tersebut menyatakan Unsur ini memiliki 4 elekteron Valensi pada
kulit terluar n=3 atau dengan indeks kulit terluarnya 3s2p2. Untuk fasa silikon dengan struktur
kristalin (c-Si) memiliki struktur intan, dimana 1 atomnya berikatan kovalen dengan 4 atom
silikon lainnya serta membentuk sudut 109,50 dan menghasilkan struktur tetrahedron.
Material c-Si memiliki konstanta kisi a=5,431 Å dan jarak atom terdekat 2,35 Å seperti
diilustrasikan pada gambar 1.
Dengan sifat sifat material silikon diatas serta kelompahan nya dialam cukup
tinggi, riset mengenai material ini terus ditekuni sehingga dihasilkan material
skalanano seperti Silikon Nanowire. Dimana bahan penusun dari kabel ini adalah
silikon
173
SiNW dan Karekteristiknya
Sifat SiNW berbeda dengan sifat dari Silikon buk . Bandgap dari SiNW bisa
diatur sesuai dengan diameter dari nanowire itu sendiri [9]
a) Karekterisasi Listrik
Balistik effect
Terdapat Karakteristik listrik unik pada nanowire, fenomena tersebut dinamakan
transport balistik, hal ini sebagi konsekuensi daripanjang jalur bebas rata-rata lebih
besar dari panjang nanowire. Ketika jalur bebas rata-rata lebih besar maka tdak terjadi
scattering elektron yang mengakibatkan konduktivitas yang tinggi. Selain itu
konduktivitas sangat dipengaruhi oleh efek dari ujung nanowire [9].
Selain itu untuk sifat konduktivitas karena dipengaruhi fenomena kuantum
dari nanowire ini dipengaruhi kuantisasi energi. Energi dari elektron pada nanowire
bersifat diskrit.
b) Karakteristik Optik
Hasil dari karakterisasi spektrum Uv-vis menunjukan:
Dari hasil Uv-Vis diatas dan dibawah dapat di tarik kesimpulan bahwa SiNW
bila dibandingkan dengan film biasa memiliki transparansi yang cukup tinggi, serta
untuk panjang gelombag tertntu memuliki absorbansi yang melebihi film tipis silikon
biasa. Secara optik SiNW memiliki sifat yang lebih unggul bila dibandingkan
material bulk.
174
Gambar 13.5 Karakteristik Uv-Vis SiNW dibandingkan lapisan tipis dengan berbagai
ukuran [5]
Selain itu panjang dari SiNW berpengaruh pada sifat optik dari Nanowire itu
sendiri. Pda gambar 13.5 terlihat semakin bertambah panjangnya SiNW semakin
tinggi pula absorbansinya. Begitupun dengan spektrum absorbansinya, sudah mulai
terjadi absorbansi pada spektrum frekuensi yang rendah.
175
Gambar 13.6 Proses Laser Ablation
176
Gambar 13.7 Mekanisme terjadinya SiNW pada CVD [8]
Pembentukan pulau-pulau logam katalis ini bisanya dilakukan oleh evaporator atau
dengan perangkat sputtering.
Lapisan katalis akan membentk pulau pulau dengan diamter tertentu apabila di
panaskan atau di annealing. Diameter pulau-pulau sangat bergantung dari parameter-
parameter anneling seperti tebalnya lapisan logam, waktu anneling, temperatur,
tekanan dan paarmeter-parameter fisis lainnya.
177
13.3 Aplikasi Silikon Nanowire untuk Sel
Surya
Telah banyak dibuat aplikasi dari SiNW, terutama untuk bidang
naonoelektronik. Seperti Divis transistor, sensor meskipun masih dalam skala riset.
Salah satu aplikasi lain dari SiNW bisa dijadikan bahan dasar dari Sel Surya,
meskipun efisiensi yang dihasilkan belum setinggi yang dibentuk oleh silikon amorf
maupun silikon kristal
Terdapat fenomena menarik utnuk aplikasi nanowire pada sel surya. Bentuk dari nanowire itu
sendiri secara geometri ternyata bisa menimbulkan efek dari ‘light trapping” pengurungan
cahaya seperti ditunjukan pada gambar dibawah :
178
Secara sederhana susunan (array) dari nanowire memiliki nilai absorbsi yang
tinggi karena seolah-olah cahaya masuk dan sulit untuk di refleksi secara langsung
karena membentur susunan (array) dari morfologi nanowire. Ketika sinar yang
terefleksinya kecil maka sebagian besar energi dari sinar matahari terserap oleh
material semikonduktor SiNW untuk menggenerasi elektron.
Gambar 13.21 (a) susunan sel surya SiNW (b) Multple junction Axial (c) Multiple
Junction Radial (d) p-n Junction axial dengan proses terbentuknya daerah deplesi
(e)p-n junction sttruktur radial [1]
Sebuah divais semikonduktor tentunya tersusun dari konfigurasi bahan-bahan
yang telah dicampur dengan dopan, pendeknya suatu divais bisa terdiri dari
semikonduktor tipe-p atau semikonduktor tipe-n. Pada gambar 13.21 diatas tampak
perbedaan konvigurasi penyusunan lapisan dari tipe tipe semikonduktor. Pada bagian
(b) dan (d) ada lapisan yang disusun berdasarkan tumpukan biasa yang selanjutnya
disebut struktur axial dan pada bagian (e) dan (c) lapisan lapisan semikonduktor
ditumpuk secara silinder yang selanjutnya disebut dengan striktur radial. Pada
gambar tersebut diperlihatkan juda zona-zona deplesi oleh masing masing konfigurasi
struktur. Selain konfigurasi p-n bisa juga dibuat konfigurasi multiple junction seperti
ditunjukan gambar bagian a, dan b dimana struktur terdiri dari tiga lapisan yang
memiliki karakteristik yang berbeda.
Pada sekitar tahun 2010 Ke Sun dkk melakukan penelitian sejauh mana
perbedaan konfigurasi penyusun Nanowire tersebut terhadap performansi dari sel
surya berikut adalah datanya
179
(a)
(b)
Gambar 13.22 Hasil kurva I-V (a) susunan radial (b) susunan axial [2]
Dari kurva I-V tersebut terlihat arus photogenerate dapat dihasilkan oleh kedua divais.
Terlihat pula lonjakan arus ketika diberikan cahaya untuk struktur radial lebih besar
dibandingkan dengan struktur axial
Berikutmya adalah hasil dari pengukuran I-V untuk nanowire yang disususn banyak
(arrray)
180
Gambar 13.23 Hasil kurva I-V (a) susunan array radial (b) susunan array axial [4]
Peningkatan arus terangnya signifikaan bila dibanding kurva I-V sebelumnya
ini membuktikan adanya proses light trapping pada saat Nano wire disusun banyak. Untuk
hasil radial masih lebih tinggi dengan penyusunan secara axial.
181
DAFTAR PUSTAKA
A. I. Hochbaum and P. Yang, “Semiconductor nanowires for energy conversion,” Chem.
Rev., vol. 110, pp. 527–546, 2009.
Dupuis, A.C. The Catalyst in the CCVD of Carbon Nanotubes-a Review, Progress in
Material Science, 50: 926-961. 64 (2005).
E. C. Garnett and P. Yang, “Silicon nanowire radial p-n junction solar cells,” J. Amer. Chem.
Soc., 130, pp. 9224–9225, 2008.
Shao, M.W., Ma, D.D.D., dan Lee, S.T. Silicon Nanowires Synthesis, Properties, and
Applications, Eur. J. Inorg. Chem., 2010,pp. 4264-4278. (2007)
Sze, S.M, Semiconductor Devices: Physics and Technology (2nd Edition). Singapore : John
Willey and Son. (1985)
Usman, I. Penumbuhan Lapisan Tipis Silikon Amorf Terhidrogenasi dengan Teknik HWC-
VHF-PECVD dan Aplikasinya pada Divais Sel Surya, Doctoral Thesis, (2006)
182
Bab 14
Karbon Nanofiber
Oleh : Iskandar
183
Nanopartikel telah menarik perhatian dunia ilmiah yang besar karena partikel-
partikel ini secara efektif menjadi jembatan antara material ukuran besar (bulk
materials) dan struktur atom atau stuktur molekulnya. Material ukuran besar harus
memiliki sifat fisik yang konstan terlepas dari ukurannya, tetapi pada skala nano-hal
ini sering tidak terjadi. Ukuran tergantung sifat diamati seperti pembatasan
kuantum dalam partikel semikonduktor, permukaan plasmon resonansi di
beberapa partikel logam dan superparamagnetis dalam bahan magnetik.
184
Istilah. “Nanofiber” merupakan suatu istilah yang berkaitan dengan
penggambaran objek yang berskala nanometer (1/1000 000 000 m) dengan dua
dimensi eksternal dalam skala nano. Sebuah silinder berskala nano merupakan sebuah
nanofiber padat, sebuah nanotube adalah nanofiber berbentuk lubang/silinder, dan
sebuah “nanowire” merupakan sebuah nanofiber yang bersifat konduktif secara
kelistrikan.
Karbon nanofiber terdiri dari gulungan berbentuk serat yang terbuat dari
lembaran-lembaran grafit yang sangat kecil yang tersusun dalam konfigurasi spesifik
dan terpisah dengan jarak sepanjang 0,335 – 0,342 nm.
CNFs ditumbuhkan dengan proses dekomposisi dari karbon yang mengandung
gas-gas seperti hidrokarbon yang terdapat pada permukaan logam atau permukaan
logam campuran yang bertindak sebagai katalis terhadap formasi lembaran. Selama
reaksi, karbon-yang mengandung molekul-molekul gas diadsorbsi pada permukaan
katalis dan secara berturut terdekomposisi. selanjutnya, atom karbon menyebar
melalui partikel katalis dan membentuk endapan pada satu atau
lebih permukaan lain dan membentuk lembaran berturut-turut sehingga
terdekomposit pada satu sama lain membentuk karbon nanofiber. Gambar 14.4
dibawah ini menampilan hasil mikroskop elektron dari karbon nanofiber.
Gambar 14.4 Bentuk Serat Karbon Nanofiber (Gupta and O.N. Srivastava, 2001: 857-862)
Sejak penemuan karbon nanofiber pada tahun 1991 oleh Ijima, karbon
nanotube berdinding tunggal (SWNT atau CNT) telah membangkitkan ketertarikan
dalam berbagai bidang sains dan ilmu rekayasa oleh karena kombinasi yang luar biasa
antara sifat fisis dan kimianya. Kombinasi sifat mekanis, termal dan listrik yang
sempurna dan porositas membuat CNT sebagai material ideal untuk aplikasi membran
dan penguatan bahan polimer. Modulus Young untuk CNT lebih besar dari 1 TPa dan
kekuatan gaya tariknya sekitar 63 GPa dan kepadatan yang rendah berkisar antara 0,8
hingga 1,3 gm/cm3 yang cukup tinggi dibandingkan sifat mekanik serat karbon biasa
yang digunakan dalam penguatan bahan komposit konvensional dan diameter sekitar
1-2 nm dan panjangnya 1,32 x 106 nm. Berikut ini sifat-sifat karbon nanofiber dan
nanotube dapat dilihat padat tabel 14.1
186
konduktif secara kelistrikan
Konduktif secara termal
Dengan contoh yang lebih spesifik adalah proses elektrolisa air menghasilkan
gas hidrogen dan oksigen:
2 H2 O(I) → 2 H2 + O 2
Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa pada dasarnya proses yang mendasari
CVD adalah pemisahan berbagai elemen atau bahan kimia menjadi elemen terpisah
lainnya. Chemical vapor deposition (CVD) dihasilkan dari reaksi kimia gas-gas
prekursor pada suatu substrat yang dipanaskan untuk menghasilkan suatu deposit
(material) dengan kepadatan tinggi.
187
Gambar 14.6 Reaksi Proses CVD
(http://www.ultramet.com/chemical_vapor_deposition.html)
188
Gambar 14.7 Bentuk Nanotube dan Nanofiber (Rodriguez, et al, 1993)
Dapat dilihat bahwa bentuk gafit tegak lurus terhadap sumbu fiber dalam
bentuk tumpukan (stacked), lempeng graphene berada pada sebuah sudut terhadap
sumbu fiber dalam bentuk cangkir (herringbone), dan dinding graphene bentuk
panjang bulat (tubular) paralel terhadap sumbu fiber dalam nanotube.
Mari kita fokus pembahasan kita pada katalis yang digunakan untuk
penumbuhan nanofiber dan mengapa nanofiber terbentuk. Kemampuan untuk
mengontrol dan membentuk struktur nanofiber (bentuk tumpukan atau herringbone)
telah diperlihatkan oleh Rodriguez. Konsep umum yang digunakan disini adalah
pembuatan sebuah partikel katalis sehingga dekomposisi bahan utama karbon
terbentuk pada permukaan yang ada, dimana pengendapan karbon (dalam bentuk
lapisan grafen) terbentuk pada permukaan yang lain seperti yang ditunjukkan pada
gambar 8c. Lapisan-lapisan grafit diendapkan paralel terhadap permukaan partikel
katalis, dan oleh karena itu sudut antara bidang dan sumbu serat (fiber) ditentukan
oleh bentuk dari partikel katalis, seperti yang diusulkan oleh Boellard. Di bawah
kondisi normal dari komposisi gas, temperatur, dan komposisi katalis, partikel
katalis mengalami penyusunan ulang permukaan untuk membentuk bentuk
geometris unik yang mengendalikan susunan dari nanofiber. Contohnya, struktur
herringbone didapatkan tumbuh dari partikel Fe-Cu (7:3) dalam sebuah campuran
gas C 2 H 4 -H2 (4:1) pada suhu 600°C, sedangkan struktur tumpukan (stacked)
terbentuk dari katalis berbasis Fe dalam sebuah campuran gas CO-H2 (4:1) pada
suhu 600°C. susunan struktur herringbone lebih duluan terbentuk ketika partikel
190
katalis adalah sebuah logam campuran (alloy), meskipun Pd juga telah digunakan
dibahwa kondisi penumbuhan normal untuk menghasilkan struktur yang mirip.
Nolan telah menyarankan bahwa hidrogen memainkan peran yang penting
dalam susunan nanofiber. Ini karena kehadiran hidrogen yang banyak dapat
menghilangkan sejumlah besar ikatan-ikatan pada sisi lempeng grafit bentuk
tumpukan, sedangkan tanpa pemutusan hidrogen, bentuk yang lebih stabil dari serat
karbon akan menutup kulit grafen bentuk bulat dimana tidak ada ikatan-ikatan kecil
(dangling bond). Pada plasma CVD, serat-serat karbon yang dibentuk lebih sering
nanofiber dibandingkan nanotube. Ini diduga oleh karena sejumlah besar atom
hidrogen dibentuk dalam fase gas karena dekomposisi plasma dari gas hidrokarbon
atau penggunaan hidrogen sebagai gas cair (dilution gas). Delzeit dkk, menunjukkan
bahwa dengan mengontrol jumlah relatif hidrogen dalam fase gas melalui
pemodifikasian parameter-parameter plasma, yang satu dapat mengubah struktur
dari nanotube menjadi nanofiber herringbone, dengan kandungan hidrogen yang
tinggi mendahulukan pembentukan sebelumnya.
191
Gambar 14.9 Jenis tabung (chamber) yang digunakan untuk CVD katalis
pembuatan nanofiber dan nanotube. pengaturan paling umum yang
digunakan adalah tanur horizontal (a). Untuk produksi dalam jumlah
banyak, tanur vertikal (b) dipergunakan. (c) reaktor berfluida dan (d)
sistem CVD yang ditambahkan basis plasma sepanjang tabung
vakum. (Kenneth B.K. Teo, Singh, C., Chhowalla, M, 2003)
14.2.3.2 Elektrospinning
192
Gambar 14.10 Proses elektrospinning skala laboratorium bertekanan konstan
(http://www.centropede.com/UKSB2006/ePoster/background.html)
Ketika sebuah tegangan yang cukup tinggi dikenakan pada suatu tetesan
cairan, cairan tersebut menjadi bermuatan, dan tolakan elektrostatik melawan
tegangan permukaan dan tetesan cairan tersebut terhambur, pada sebuah titik kritis
dari aliran cairan meletup dari permukaan. Titik dari letupan ini dikenal sebagai
kerucut Taylor (Taylor cone). Jika gaya tarik-menarik molekul dari cairan cukup
tinggi, aliran hamburan tidak terjadi dan suatu pancaran gas bermuatan terbentuk.
Berikut ini gambar 14.11 menunjukkan Suatu meniskus dari alkohol polivinyl dalam
larutan air.
Gambar 14.11 Suatu meniskus dari alkohol polivinyl dalam larutan air
menunjukkan sebuah serat dari sebuah kerucut Taylor.
(http://en.wikipedia.org/wiki/electrospinning.htm)
193
Dalam proses elektrospinning sebuah tegangan yang tinggi digunakan untuk
menghasilkan pancaran gas bermuatan secara listrik dari larutan polimer, dimana
membentuk suatu serat polimer. Satu elektroda ditempatkan ke dalam larutan yang
berputar dan yang satunya melekat pada kolektor. Medan listrik diarahkan ke ujung
sebuah tabung kapiler yang mengandung larutan polimer yang tertahan oleh
tegangan permukaannya. Ini menginduksi sebuah muatan pada permukaan cairan.
Dengan adanya peningkatan medan listrik, suatu nilai kritis dicapai ketika
gaya tolakan elektrostatik mengatasi tegangan permukaan dan suatu pancaran gas
bermuatan disemburkan dari ujung kerucut Taylor. Pancaran larutan polimer yang
dilepaskan mengalami sebuah proses pancaran dimana pelarutnya berevaporasi,
meninggalkan sebuah serat polimer bermuatan, yang mana pembentukannya secara
acak pada suatu lapisan logam kolektor yang di-ground-kan. Dalam hal ini pencairan
pancaran larutan yang dilepaskan membentuk ketika pancaran tersebut melewati
udara dan mengumpul pada bagian lapisan logam yang diground-kan.
Larutan polimer dimuat dalam sebuah tabung gelas, yang biasanya menggunakan
sebuah pipa yang dihubungkan dengan alat semprot/alat penyuntikan (syringe).
Sebuah pompa pengukur dipasang pada karet penghisap alat semprot yang
menghasilkan sebuah tekanan konstan dan mengalirkan cairan sepanjang pipa. Gaya
pembawa (driving force) dihasilkan oleh suatu sumber tegangan tinggi sepanjang
suatu kawat yang dicelupkan pada cairan. Sumber tegangan tinggi dapat
menghasilkan hingga 30 kV, dan pengaturan tersebut dapat bekerja pada polaritas
positif maupun negatif. Dengan menambah aliran cairan dan besarnya medan listrik
dalam mengontrol rata-rata putaran.
194
Berikut ini sebuah contoh peralatan eksperimental dalam proses
elektrospinning ditunjukkan pada gambar 14.13.
195
Gambar 14.14 Susunan dari sebuah struktur nanofiber yang diproses secara
elektrospinning. (G.M. Kim, G.H. Michler, P. Potschke, 2005)
196
dikumpulkan melalui area tertentu dari permukaan sampel, dan gambar 2-dimensi
yang dihasilkan menampilkan variasi spasial dalam material.
197
untuk menunjukkan morfologi dan topografi pada sampel dan
elektron backscattered yang paling penting untuk menggambarkan ketelitian dalam
komposisi dalam sampel multiphase (yaitu untuk diskriminasi fase cepat). Sinar-
X yang dihasilkan oleh tabrakan tak elastik dari elektron datang dengan elektron
dalam orbital diskrit (model kulit) atom dalam sampel. Sebagai elektron yang
dibangkitkan untuk menurunkan keadaan energi, ini menghasilkan sinar-
X yang dari panjang gelombang tetap (yang terkait dengan perbedaan tingkat
energi elektron dalam kulit yang berbeda untuk unsur tertentu). Dengan
demikian, karakteristik sinar-X yang diproduksi untuk setiap elemen dalam mineral
oleh berkas elektron. Analisis SEM analisis dianggap sebagai analisis "non-
destruktif", yaitu, sinar-x yang dihasilkan
oleh interaksi elektron tidak mengakibatkan
hilangnya volume sampel, sehingga memungkinkan untuk menganalisis bahan yang
sama berulang-ulang.
198
SEM selalunya memiliki paling tidak satu detektor (biasanya sebuah detektor
elektron sekunder), dan kebanyakan memiliki detektor-detektor tambahan.
Kemampuan spesifik dari suatu instrumen tertentu secara kritis bergantung pada
detektor-detektor yang dimilikinya. Contoh pengambilan gambar dengan
menggunakan SEM dapat dilihat pada gambar 14.18.
199
dapat menghasilkan energi listrik dengan efisiensi tinggi dan gangguan lingkungan
yang minimal.
Fuel cell menggunakan reaksi kimia, lebih baik daripada mesin pembakaran,
untuk memproduksi energi listrik Istilah fuel cell sering dikhususkan untuk
hidrogen-oksigen fuel cell. Prosesnya merupakan kebalikan dari elektrolisis. Pada
elektrolisis, arus listrik digunakan untuk menguraikan air menjadi hidogen dan
oksigen. Dengan membalik proses ini, hidrogen dan oksigen direaksikan dalam fuel
cell untuk memproduksi air dan arus listrik.
Konversi energi fuel cell biasanya lebih effisien daripada jenis pengubah
energi lainnya. Efiensi konversi energi dapat dicapai hingga 60-80%. Keuntungan
lain fuel cell adalah mampu menyuplai energi listrik dalam waktu yang cukup lama.
Tidak seperti baterai yang hanya mampu mengandung material bahan bakar yang
terbatas, fuel cell dapat secara kontinu diisi bahan bakar (hidrogen) dan oksigen dari
sumber luar. Fuel cell merupakan sumber energi ramah lingkungan karena tidak
menimbulkan polutan dan sungguh-sungguh dapat digunakan terus-menerus jika ada
suplai hidogen yang berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbarui.
Keuntungan fuel cell yaitu, efisiensi tinggi dapat mencapai 80%, tidak bising dan gas
buang yang bersih bagi lingkungan. Kendala yang masih membatasi penggunaan
fuel cell adalah :
a) Apabila digunakan bahan bakar hidrogen, maka dibutuhkan tanki pengaman
yang berdinding tebal dan memiliki katup pengaman. Selain itu diperlukan
kompresor untuk memasukan ke dalam tanki.
b) Apabila yang dibawa adalah hidrogen cair, maka akan timbul kesulitan karena
harus dipertahankan pada temperatur -253,15oC pada tekanan 105Pa.
c) Apabila digunakan metanol sebagai pengganti hidrogen, maka dibutuhkan
reformer. Tetapi efisiensi menjadi menurun.
d) Temperatur yang cukup tinggi saat pengoperasian antara 60o-120oC
Fuel cell adalah alat yang mampu menghasilkan listrik arus searah. Alat ini
terdiri dari dua buah elektroda, yaitu anoda dan katoda yang dipisahkan oleh sebuah
membran polimer yang berfungsi sebagai elektrolit. Membran ini sangat tipis,
ketebalannya hanya beberapa mikrometer saja. Hidrogen dialirkan ke dalam fuel cell
yaitu ke bagian anoda, sedang oksigen atau udara dialirkan ke bagian katoda, dengan
adanya membran, maka gas hidrogen tidak akan bercampur dengan oksigen.
Membran dilapisi oleh platina tipis yang berfungsi sebagai katalisator yang mampu
memecah atom hidrogen menjadi elektron dan proton. Proton mengalir melalui
membran, sedang elektron tidak dapat menembus membran, sehingga elektron akan
menumpuk pada anoda, sedang pada katoda terjadi penumpukan ion bermuatan
positif. Apabila anoda dan katoda dihubungkan dengan sebuah penghantar listrik,
200
maka akan terjadi pengaliran elektron dari anoda ke katoda, sehingga terdapat arus
listrik. Elektron yang mengalir ke katoda akan bereaksi dengan proton dan oksigen
pada sisi katoda dan membentuk air.
201
KOH, asam fosfor, cairan karbonat (Li 2 CO 3 / Na 2 CO 3 ) dan itrium terstabililasi
oleh zirkondioksida (YSZ)
Salah satu alternatif pilihan bahan bakar yang paling menjanjikan untuk masa
depan dan untuk penggunaan kendaraan komersional adalah sel bahan bakar (fuel
cell) untuk pasokan listrik. Sebuah sel bahan bakar hidrogen (yang paling umum)
terdiri dari sistem dengan dua bagian utama,
1) Gas hidrogen, sebagai sumber bahan bakar
2) Sebuah sel bahan bakar, yang mengkombinasi gas hidrogen dengan oksigen
(biasanya dari lingkungan/atmosfer) untuk menghasilkan listrik dan air.
Hidrogen (H2 ) adalah salah satu bahan yang paling banyak tersedia di alam.
Air (H2 O) tersusun oleh 2 unsur hidrogen dan 1 unsur oksigen. Hidrogen dapat
diperoleh dengan mengelektrolisis air, dengan membakar gas alam, dan banyak dari
sumber-sumber lain.
Sel bahan bakar biasanya terbuat dari sebuah sistem pertukaran proton
(proton exchange), atau berupa katalis, yang memisahkan elektron dari bahan bakar
(dalam hal ini adalah hidrogen) untuk menghasilkan aliran elektron yang
menghasilkan tenaga listrik. Secara sederhana sebuah sel bahan bakar memiliki
prinsip kerja berikut ini:
202
Gambar 14.22 Cara kerja membran pertukaran proton dalam
Sel Bahan Bakar Hidrogen (en.wikipedia.org)
Sel pertukaran proton (seperti yang ditunjukkan pada gambar 14.22) adalah
jenis yang sifatnya umum yang paling umum dari sel bahan digunakan untuk
aplikasi otomotif, akan tetapi masih banyak jenis yang lainnya. Secara fakta,
hidrogen bukanlah satu-satunya yang digunakan dalam sel bahan bakar, hidrogen
hanyalah salah satu contoh yang umum. Gas metan, zink dan bahkan bahan bakar
karbon (minyak bumi)
203
berbahaya. Sebagai solusi, baru-baru ini telah dikembangkan teknologi fuel cell yang
terus mengalami riset dan pengembangan di beberapa negara maju. Teknologi fuel
cell ini dipandang lebih efisien, tidak menimbulkan polusi seperti halnya
pembangkit energi tenaga minyak bumi. Beberapa contoh aplikasi yang
menggunakan teknologi hydogen fuel cell ditunjukkan pada gambar 14.23.
Beberapa negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan
Prancis sudah mulai menerapkan teknologi fuel cell pada pembangkit energi di
gedung-gedung bertingkat dan rumah tangga, bus, mobil, atau alat-alat elektronik
seperti PDA dan handphone dalam bentuk prototipe. Bahkan, beberapa pihak sudah
mengomersialkan teknologi ini seperti yang dilakukan pabrikan Toyota dan
Mercedes benz.
Dana yang dibutuhkan dalam mengembangkan dan mewujudkan teknologi
energi yang ramah lingkungan membutuhkan investasi yang sangat besar. Baru-baru
ini pemerintah Cina bekerja sama dengan UNDP (United Nations Development
Program) dan GEF (Global Environment Fund) memesan enam unit bus tenaga fuel
cell sebagai bentuk kepedulian pemerintah Cina dalam meminimalkan polusi udara.
Total investasi yang dikeluarkan sekira 33 juta dolar AS. Bus ini akan mengalami uji
coba, layaknya di negara-negara maju yang telah mencoba prototipe bus fuel cell
selama lima tahun.
204
DAFTAR PUSTAKA
Clarke, A. R., 2002. Microscopy techniques for materials science. CRC Press (electronic
resource)
Delzeit, L., McAninch, I., Cruden, B.A., Hash, D., Chen B., Han J., and Meyyappan, M., J.
App. Phys. 91, 6027 (2002)
Eder, A., Hammel, E., Schmitt, T., Tang, X., Trampert, M., Mauthner, K., Carbon nanofiber
composites a commercial nano-application, Symposium on Chemical Safety and
Nanomaterials, Electrovac AG, Aufeldgasse 37-39, A-3400 Klosterneuburg
Goldstein, J., 2003. Scanning electron microscopy and x-ray microanalysis. Kluwer
Adacemic/Plenum Pulbishers.
G.M. Kim, G.H. Michler, P. Potschke, Polymer, 46, 7346 (2005). Copyright (2005) Elsevier.
Jianbo, Xu, 2010. Synthesis and Characterization of Carbon Supported Nano-catalysts for
Direct Oxidation Fuel Cells. A Dissertation Submitted to The Hong Kong
University of Science and Technology in Partial Fulfillment of the Requirement for
the Degree of Doctor of Philosophy in the Department of Mechanical Engineering,
Hongkong.
Kenneth B.K. Teo, Singh, C., Chhowalla, M., 2003. Catalytic Synthesis Carbon Nanotube
and Nanofiber. Volume X, Encyclopedia of Nanoscience and Nanoscience.
Nolan, P. E., Lynch, D.C., and Cutler, A.H. J. Physics Chemistry. B 102, 4165 (1998)
Oberlin, A. Endo, M., and Koyama, T., J. Crystal Growth. 32, 335. 1976 R.T.K. Baker.
Carbon. 27, 315 (1989)
Reimer, L., 1998. Scanning Electron Microscopy : physics of image formation and
microanalysis. New York: Springer, 527 p.
205
Rodriguez, et al., 1993. A review of catalytically grown carbon nanofibers, in Journal of
Materials Research, Vol. 8, Iss. 12, pp. 3233-3250.
Rutledge, et al., 2006. Self assembly and correlated properties of electrospun carbon
nanofibers, Diamond & Related Materials Journal, Elsevier 15 (2006) 1070–1074
Terrones H., Hayashi, T., Munoz-Navia, M., Terrones, M., Kim, Y.A., Grobert, N.,
Kamalakaran, R., Dorantes-Davilla, J., Escudero, R., Dresselhaus, M. S., and Endo
M., Chemical Physics Letter, 343, 241 (2001)
Tracz, E., Scholz, R., and Borowiecki, T., Applied Catalist. 66, 133 (1990)
Xu, J.B., Zhao, T.S., Liang, Z.X., Zhu, L.D., “Facile Preparation of AuPt Alloy
Nanoparticles from Organometallic Complex Precursor” Chemistry of Materials 20,
1688-1690 (2008)
206
Bab 15
Nanoteknologi pada Pertanian
Oleh : Khairiah
207
Gambar 15.1 Atom atom berlian (Arumaarifu, 2010)
Begitu juga pada kunang-kunang dan kupu, cahaya yang dihasilkan oleh kunang-
(a) (b)
(a) (b)
208
Begitu juga kunang-kunang, cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang juga
termasuk nanosains. Peristiwa ini disebut bioluminisens. Cahaya yang dihasilkan
disebabkan oleh adanya electron yang dihasilkan oleh enzim dari kunang-kunang. Ketika
electron menuju stabil mereka menghasilkan cahaya. Pada gambar (d) warna dari sayap
kupu-kupu dihasilkan dari hamburan cahaya. Pada sayap kupu-kupu disusun oleh
material berstruktur nano. Cahaya sayapnya, sehingga tercipta interferensi, cahaya
(seperti minyak di dalam air). Karenanya dihasilkan pelangi ketika cahaya mengenai
sayap kupu-kupu
(a) (b)
209
China, bahkan Malaysia. Organisasi internasional seperti ISO, IEC dan ASTM telah
merumuskan beberapa standar nanoteknologi.
Produk berskala nano sudah mulai membanjiri pasar dunia termasuk Indonesia.
Oleh karena itu Indonesia perlu segera mengantisipasi perkembangan nanoteknologi yang
berkembang sangat pesat. Untuk itu perlu dilakukan kajian untuk menentukan standar apa
yang harus segera dibuat menjadi SNI agar produk-produk impor yang masuk Indonesia
terjamin mengikuti standar. Begitu pula bagi industri dalam negeri dapat memanfaatkan
SNI untuk memproduksi produk-produk berskala nano yang mampu bersaing secara
internasional. (Hans, E.S., 2009)
Nanosains adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat bahan/ objek dan
fenomena alam yang terjadi dalam ukuran di bawah 100 nanometer. Keuntungan riset di
bidang nanomaterial adalah sebagai berikut
1. Mendesain material sesuai keinginan dan kebutuhan
2. Tidak terjadi pemborosan material yang tidak perlu
3. Efisien dan optimal dalam pemanfaatan material
4. Sifat-sifat dan performance material dapat ditingkatkan semaksimal mungkin
Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan
strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian
Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam
pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
pengurangan kemiskinan secara drastis. Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian
pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai. Akan tetapi,
dengan adanya penurunan tajam dalam hasil produktifitas panen dari hampir seluruh jenis
bahan pokok, ditambah mayoritas petani yang bekerja di sawah kurang dari setengah
hektar, aktifitas pertanian kehilangan potensi untuk menciptakan tambahan lapangan
pekerjaan dan peningkatan penghasilan. Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk
pertanian dengan nilai tambah yang tinggi, pengaruh diversifikasi tetap terbatas hanya
pada daerah dan komoditas tertentu di dalam setiap sub-sektor. Pengalaman negara
tetangga menekankan pentingnya dukungan dalam proses pergeseran tersebut. Sebagai
contoh, di pertengahan tahun 1980-an sewaktu Indonesia mencapai swasembada beras,
41% dari semua lahan pertanian ditanami padi, sementara saat ini hanya 38%; suatu
perubahan yang tidak terlalu besar dalam periode 15 tahun. (Fenin, A. 2008)
210
Badan Litbang pertanian telah melakukan beberapa penelitian dan dapat
disimpulkan bahwa teknologi nano sangat dipercaya untuk mendapatkan hasil pertanian
yang memuaskan. Teknologi Nano awalnya hanya digunakan pada kosmetika, tetapi
karena penelitian yang dilakukan oleh badan Litbang pertanian, teknologi ini juga dapat
digunakan dalam bidang pertanian. Teknologi Nano dapat mengembangkan unsur hara
dalam tanah yang berukuran nano dan dapat juga digunakan untuk
pengendalian hama dan penykit tanaman. Teknologi yang bekerja pada dimensi 10
pangkat minus 9 ini dapat mengembangkan pertanian masa depan. Dan kenyataannya
memang pada zaman sekarang ini diperlukan adanya teknologi yang mampu
mengembangkan mutu pertanian di Indonesia agar mendapatkan hasil pertanian yang
baik dan memuaskan. karena sumber kehidupan manusia juga bergantung pada kualitas
pertanian. (Fenin, A. 2008)
15.4.1.Pupuk
Fungsi pupuk adalah sebagai salah satu sumber zat hara buatan yang diperlukan
untuk mengatasi kekurangan nutrisi terutama unsur-unsur nitrogen , fosfor, dan kalium.
Sedangkan unsur sulfur, kalsium, magnesium, besi, tembaga, seng, dan boron merupakan
unsure-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien). Berdasarkan asal
atau kejadiannya, pupuk dapat digolongkan sebagai berikut :
211
Diagram 15.1 Klasifikasi pupuk (Sediyarso, M ,(1998)
a. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah semua sisa bahan tanaman, pupuk hijau, dan kotoran hewan
yang mempunyai kandungan unsure hara rendah. Pupuk organic tersedia setelah zat
tersebut mengalami proses pembusukan oleh mikro organisme. Selain pupuk anorganik,
pupuk organic juga harus dberikan pada tanaman. Macam-macam pupuk organic adalah
sebagi berikut: (Rochman, N.2007)
1. Kompos
Pupuk kompos adalah pupuk yang dibuat dengan cara membusukkan sisa-sisa
tanaman. Pupuk jenis ini berfungsi sebagai pemberi unsure-unsur hara yang
berguna untuk perbaikan struktur tanah.
2. Pupuk Hijau
Pupuk hijau adalah bagian tumbuhan hijau yang mati dan tertimbun dalam tanah.
Pupuk organic jenis ini mempunyai perimbangan C/N rendah, sehingga dapat terurai
dan cepat tersedia bagi tanaman. Pupuk hijau sebagai sumber nitrogen cukup baik di
daerah tropis, yaitu sebagai pupuk organic sebagi penambah unsure mikro dan
perbaikan struktur tanah.
3. Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Kandungan hara
dalam puouk kandang rata-rata sekitar 55% N, 25% P 2 O 5 , dan 5% K2 O (tergantung
dari jenis hewan dan bahan makanannya). Makin lama pupuk kandang mengalamai
proses pembusukan, makin rendah perimbangan C/N-nya. (Rochman, N.2007)
b. Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik atau pupuk buatan (dari senyawa anorganik) adlah puuk yang
sengaja dibuat oleh manusia dalam pabrik dan mengandung unsure hara tertentu dalam
212
kadar tinggi. Pupuk anorganik digunakan untuk mengatasi kekurangan mineral murni dari
alam yang diperlukan tumbuhan untuk hidup secara wajar. Puuk anorganik dapat
menghasilkan bulir hijau dan yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. (Mohlis, J.,
2006). Berdasarkan kandungan unsure-unsurnya, pupuk anorganik digolongkan sebagai
berikut :
1. Pupuk Tunggal
Pupuk tunggal yaitu pupuk yang mengandung hanya satu jenis unsure hara
sebagai penambah kesuburan. Contoh pupuk tunggal yaitu pupuk N, P, dan K.
a. Pupuk Nitrogen
Fungsi nitrogen (N) bagi tumbuhan adalah:
- Mempercepat pertumbuhan tanaman, menambah tinggi tanaman, dan
merangsang pertunasan.
- Memperbaiki kualitas, terutama kandungan proteinnya.
- Menyediakan bahan makanan bagi mikroba (jasad renik)
Nitrogen diserap dalam tanah berbentuk ion nitrat atau ammonium. Kemudian,
didalam tumbuhan bereaksi dengan karbon membentuk asam amino, selanjutnya berubah
menjadi protein. Nitrogen termasuk unsure yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman
karena 16-18% protein terdiri dari nitrogen. Pupuk yang paling banyak mengandung
unsure nitrogen adalah pupuk urea. (Mohlis, J., 2006)
Macam-macam pupuk nitrogen seperti pupuk urea(CO(NH 2 ) 2 ) yang mengandung 47%
nitrogen (paling tinggi dibandingkan dengan pupuk nitrogen jeni lain). Urea sangat
mudah larut dalam air dan juga mudah diubah menjadi ion nitrat (NO 3 -) yang mudah
diserap oleh tumbuh-tumbuhan. Cara pembuatan urea :
2NH3(g) +CO 2(g) CO(NH2 ) 2(s) +H2O (l)
Pupuk ZA (Zwavel Ammonium) atau ammonium sulfat ((NH4 ) 2 SO 4 ) yang
mengandung 21% nitrogen. Pupuk ammonium klorida (salmiak) atau NH 4 Cl,
mengandung 20% nitrogen. Pupuk ASN (ammonium Sulfat Nitrat) atau
[(NH4 ) 3 (SO 4 )(NO 3 )], mengandung 23-26% nitrogen. Pupuk natrium nitrat atau sodium
nitrat (NaNO 3 ), mengandung 15% nitrogen. (Rochman, N.2007)
b. Pupuk Fosforus
Fosforus (P) bagi tanaman berperan dalam proses:
- Respirasi dan fotosintesis
- Penyusunan asam nukleat
- Pembentukan bibit tanaman dan penghasil buah.
- Perangsang perkembangan akar, sehingga tanaman akan lebih tahan
terhadap kekeringan,
- Mempercepat masa panen sehingga dapat mengurangi resiko
keterlambatan waktu panen. (Sediyarso, M ,1998)
Unsur fosfor diperlukan diperlukan dalam jumlah lebih sedikit daripada unsure
nitrogen. Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk apatit kalsium fosfat, FePO 4 , dan
AlPO 4 .
Macam-macam pupuk fosfor sebagai berikut :
- Pupuk superfosfat (Ca(H 2 PO 4 ) 2 ) yang sangat mudah larut dalam air
sehingga mudah diserap oleh akar tanaman. Contoh: Engkel superfosfat (ES) yang
mengandung sekitar 15% P 2 O 5 , Double superfosfat (DS) yang mengandung sekitar
213
30% P 2 O 5 , dan Tripel Superfosfat (TSP) yang mengandung sekitar 45%P 2 O 5.
- Pupuk FMP (Fused Magnesium Phosphate) atau Mg 3 (PO 4 ) 2 yang baik
digunakan pada tanah yang banyak mengandung besi dan aluminium.
- Pupuk aluminium fosfat (AlPO 4 )
- Pupuk besi (III) fosfat (FePO 4 ) (Sediyarso, M ,1998)
c. Pupuk Kalium
Fungsi kalium bagi tanaman adalah
- Mempengaruhi susunan dan mengedarkan karbohidrat di dalam tanaman.
- Mempercepat metabolisme unsure nitrogen,
- Mencegah bunga dan buah agar tidak mudah gugur.
Macam-macam pupuk kalium sebagai berikut:
- Pupuk kalium klorida atau potassium klorida (KCl). Ada 2 macam pupuk
KCl yang beredar di pasaran, yaitu KCl 80 (mengandung 50% K 2 O) dan
KCl 90 (mengandung 53% K2 O).
- Pupuk ZK (Zwavel Kalium) atau kalium sulfat (K2 SO 4 ) yang baik
digunakan pada tanaman yang tidak tahan te rhadap konsentrasi ion
klorida tinggi. Ada 2 macam pupuk ZK yang beredar di pasaran, yaitu
ZK 90 (mengandung 50% K2 O) dan ZK 96 (mengandung 53% K2 O).
(Rochman, N.2007)
2. Pupuk Majemuk
Pupuk majemuk yaitu pupuk yang mengandung lebih dari satu unsure hara yang
digunakan untuk menambah kesuburan tanah. Contoh pupuk majemuk yaitu NP, NK, dan
NPK. Pupuk majemuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk NPK yang
mengandung senyawa ammonium nitrat (NH4 NO 3 ), ammonium dihidrogen fosfat
(NH4 H2 PO 4 ), dan kalium klorida (KCL). Kadar unsure hara N, P, dan K dalam pupuk
majemuk dinyatakan dengan komposisi angka tertentu. Misalnya pupuk NPK 10-20-15
berarti bahwa dalam pupuk itu terdapat 10% nitrogen, 20% fosfor (sebagai P 2 O5 )dan
15% kalium (sebagai K 2 O). (Mohlis, J., 2006)
Penggunaan pupuk majemuk harus disesuaikan dengan kebutuhan dari jenis
tanaman yang akan dipupuk karena setiap jenis tanaman memerlukan perbandingan N, P,
dan K tertentu. Di Indonesia beredar beberapa jenis pupuk majemuk dengan komposisi N,
P, dan K yang beragam.
Nilai suatu pupuk ditentukan oleh hal-hal berikut :
a. Kadar unsur, makin tinggi kadar unsur, akin tinggi nilai pupuk.
b. Higroskopisitas, pupuk buatan mulai menarik air pada kelembaban 51-99%. Pupuk
yang mudah menarik air, misalnya urea mengalami masalah pada penympanan, sifat
higroskopis secara langsung tidak mempengaruhi nilai pupuk sebagai penambah
kesuburan tanah.
c. Kelarutan, mempengaruhi mudah tidaknya unsure-unsur yang terkandung diambil
oleh tanaman.
d. Cara kerja, bekerjanya pupuk adalah waktu yang diperlukan hingga pupuk tersebut
dapat dihisap oleh tanaman dan memperlihatkan pengaruhnya. Bekerjanya pupuk sangat
mempengaruhi waktu dan cara penggunaan pupuk.
214
e. Keasaman, beberapa jenis pupuk dapat dipakai untuk meningkatkan,
mempetahankan, atau mengurai keasaman tanah. (Rochman, N.2007)
Pengaruh negatif penggunaan pupuk
a. Pengaruh negatif pupuk urea
- Tanah akan bersifat agak asam
- Penggunaan urea berlebihan dalam kurun waktu yang berdekatan akan
mengurangi proses tumbuhnya kecambah dari suatu bibit dan mengurangi daya
serap akar. (Sediyarso, M ,1998)
b. Pengaruh negatif pupuk superfosfat
- Jika kelebihan superfosfat, tanah akan kelebihan asam. Hal ini dikarenakan
superfosfat dapat meningkatkan konsentrasi hydrogen dalam tanah.
- Dapat bersifat racun bagi tanaman jika diberikan pada tanaman yang tumbuh pada
tanah yang mengandung banyak unsure aluminium. Hal ini dikarenakan
superfosfat dapat mempercepat pembentukan racun aluminium, atau toxic
aluminium.
c. Pengaruh negatif pupuk ammonium sulfat
- Dapat bersifat racun bagi tanah jika diberikan pada tanah tanpa disertai kapur.
Tanpa adanya batuan kapur, ammonium sulfat akan bebas bereaksi dengan besi,
aluminium, dan mangan membentuk racun besi, aluminium, dan mangan.
- Kelebihan pupuk ammonium sulfat mengakibatkan tanah besifat asam. Dengan
demikian, pupuk ini harus diberikan pada tanah yang bersifat basa.
215
sumber daya. Akibatnya, ini akan membantu mengurangi biaya pertanian, meningkatkan
nilai produksi dan meningkatkan pendapatan pertanian. Ini juga akan menyebabkan
konservasi dan meningkatkan kualitas sumber daya alam dalam sistem produksi
pertanian. Selain itu nano teknologi juga diaplikasikan di berbagai bidang seperti kimia
dan lingkungan, kedokteran (nanoteknologi biomedis, nanobiotechnology, dan
nanomedicine, Informasi dan komunikasi (nanoRam), konstruksi, tekstil, optic dll.
Kecanggihan teknologi ini bukan berarti meniadakan dampak negatif. Salah satu
hal yang ditakuti para ilmuan adalah kemampuan self replicant, sebagai contoh dibuat
produk untuk membasmi virus pada tubuh manusia contohnya kanker namun bila
antivirus ini tidak terkontrol untuk sifat self replicant maka dapat membahayakan tubuh
manusia yang memakainya. Serta hal negative lain yang mungkin terjadi, contohnya
pembuatan bom yang dirancang sedemikian rupa dengan ukuran superkecil dengan
kemampuan daya ledak yang besar. Diperlukan kesetimbangan intelektual dan moral
dalam mengaplikasikan teknologi ini. (Joseph, T dan M. Morrison. 2006).
216
badan Litbang pertanian, teknologi ini juga dapat digunakan dalam bidang pertanian.
Teknologi Nano dapat mengembangkan unsur hara dalam tanah yang berukuran nano
dan dapat juga digunakan untuk pengendalian hama dan penykit tanaman. Teknologi
yang bekerja pada dimensi 10 pangkat minus 9 ini dapat mengembangkan pertanian masa
depan. Dan kenyataannya memang pada zaman sekarang ini diperlukan adanya teknologi
yang mampu mengembangkan mutu pertanian di Indonesia agar mendapatkan hasil
pertanian yang baik dan memuaskan. karena sumber kehidupan manusia juga bergantung
pada kualitas pertanian. Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan pertanian di Negara
ini yang semakin memprihatinkan, karena saat ini sudah jelas terlihat pemerintah sangat
acuh terhadap pertanian di Indonesia. (Ikatan Nano Indonesia. 2009)
Teknologi yang berkembangpun harus mendapat dukungan dari pemerintah agar
teknologi bisa dimanfaatkan secara optimal. karena pertanian sangat bergantung pada
perkembangan teknologi, jadi pemerintah wajib memperhatikan perkembangan teknologi
juga agar kualitas pertanian di negara ini bias lebih baik dan mendapatkan hasil yang
memuaskan. Kolaborasi dari nanobioteknologi dan nano material mengkaji tentang
susunan genetika tanaman serta rekayasa jaringan untuk menghasilkan varietas tanaman
yang kebal terhadap perubahan iklim. Dari informasi genetik yang diperoleh,
nanobioteknologi mengupayakan untuk menginsersi DNA unggul (DNA yang
mempunyai sifat tahan terhadap perubahan klim) untuk ditanamkan (transplantasi) pada
modus DNA sel tanaman yang akan dijadikan induk. Dalam kajian yang lebih luas,
ternyata nanoteknologi dalam pertanian juga menangani ranah perunutan penyakit
tanaman dan intensifikasi pemupukan. Perunutan penyakit tanaman dilakukan dengan
teknik penyisipan partikel berukuran nano (sebagai pelacak) ke dalam tubuh tanaman dan
dibiarkan menyebar ke seluruh jaringan untuk mendeteksi lokasi sumber penyakit berada.
Setelah sumber penyakit ditemukan, maka pengobatan akan lebih efektif dan efisien.
(Ikatan Nano Indonesia. (2009)
217
rendah dibanding pupuk yang bergantung pada bahan pelapis hasil manufaktur. Pupuk
yang dilepas dengan lambat dan terkendali bisa pula memperbaiki tanah dengan cara
mengurangi efek racun yang terkait dengan aplikasi pupuk secara berlebihan. Pada
teknologi nano yang sedang dikembangkan sekarang, zeolit telah dipergunakan sebagai
pemeran mekanisme pelepasan pupuk. (Joseph, T dan M. Morrison. 2006).
Perkembangan teknologi nano dewasa ini sudah sangat maju, termasuk dalam
bidang pemupukan tanaman. Dengan teknologi nano dihasilkan pupuk-pupuk berukuran
nano (nano fertilizer) baik dalam bentuk tepung (nano powder) maupun cair. Penggunaan
pupuk nano yang berukuran super kecil (1 nm = 10-9 m) memiliki keunggulan lebih
reaktif, langsung mencapai sararan atau target karena ukurannya yang halus, serta hanya
dibutuhkan dalam jumlah kecil. Sehingga hasil pertanian optimal dapat dicapai dengan
hanya mengaplikasikan sejumlah kecil pupuk nano. Dengan demikian, penggunan pupuk
akan sangat efisien, efektif dan dapat menurunkan biaya produksi. Dengan keunggulan-
keunggulan tersebut maka pupuk nano diharapkan dapat menjadi terobosan teknologi
peningkatan produksi pertanian. Pada dasarnya, prinsip penemuan teknologi nano ini
adalah untuk memaksimalkan output (produktivitas tanaman) dengan meminimumkan
input pupuk, pestisida, insektisida, dll) melalui monitoring kondisi tanah seperti
perakaran tanah (rizosfir) dan mengaplikasikannya langsung ke target. Sehingga
teknologi ini mampu mengefisienkan penggunaan pupuk, menurunkan penggunaan
pestisida dan menghasilkan produk-produk industri bio-nano. Salah satu contoh bahan
alami yang dapat digunakan untuk teknologi nano ini salah satunya adalah zeolit yang
dapat ditumpangi unsur hara seperti Ca, N, P dan K didalam struktur molekulnya
sehingga dengan cara ini diharapkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan dilepas
sesuai kebutuhan tanaman (slow/controlled release fertilizer). Selain itu melapisi pupuk
(fertilizer encapsules) dengan bahan-bahan alami dalam skala nano juga merupakan salah
satu alternatife “slow release” pupuk. (Joseph, T dan M. Morrison. 2006).
Disamping penggunaan bahan-bahan alami, penggunaan bahan sintetis yang
dikombinasikan dengan bahan alami untuk melapis (coating) pupuk juga merupakan
suatu alternatif dalam teknologi nano. Bahan-bahan alami lainnya seperti rock phosphate
(batuan fosfat) dan bahan organic kemungkinan juga dapat dijadikan sebagai bahan
pupuk nano. Batuan fosfat alam ini merupakan salah satu sumber pupuk P yang masih
terbatas penggunaanya. Walaupun Indonesia memiliki deposit rock phosphate tetapi
kebutuhan pupuk P masih bergantung pada impor bahan P sehingga harga pupuk P
menjadi sangat mahal bagi petani. Kauwenbergh (2001) menyatakan batuan fosfat alam
secara global terdiri dari deposit fosfat alam sedimen (80-90%) dan igneous fosfat (10-
20%). Batuan fosfat alam memilki keragaman yang tinggi baik dalam komposisi kimia
maupun bentuk fisiknya. Aplikasi langsung rock phosphate sebagai pupuk P masih
sangat terbatas dan menjadi kendala.
Dengan teknologi nano, yang menjadikan batuan ini sebagai bahan pupuk
berukuran nano apakah dalam bentuk tepung atau cair sehingga kandungan hara P dan
hara lainnya dapat dengan mudah dimanfaatkan tanaman. Aplikasi bahan organik seperti
pupuk kandang, jerami, sisa pangkasan dan pupuk organik dalam sistem produksi
pertanian sangat dianjurkan. Namun demikian, rendahnya tingkat dekomposisi bahan
organik menyebabkan petani enggan menggunakannya dalam sistem pertanian. Apalagi
dengan target produksi yang tinggi sehingga tidak cukup waktu untuk penguraian bahan-
bahan organik alami tersebut. Sudah umum diketahui, bahan organik sangat bermanfaat
218
bagi tanaman dan tanah dalam penyediaan unsur hara, perbaikan sifat fisik tanah,
peningkatan aktivitas biologi tanah serta mengandung bahanbahan kimia alami seperti
enzim, asam-asam organik (Setyorini et al, 2006) dan lainnya yang tidak dapat diperoleh
dari bahan pupuk sintetis. (Joseph, T dan M. Morrison. 2006)
Dengan teknologi nano memungkinkan pemanfaatan bahan organik ini lebih
efisien dan tepat sasaran. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa teknologi nano ini
akan sangat bermanfaat dalam membantu mempercepat pertumbuhan produksi pangan di
Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Dengan penggunaan sejumlah kecil
atau beberapa tetes pupuk nano bila berbentuk cairan dilaporkan dapat meningkatkan
produksi pangan dibandingkan dengan teknologi pertanian saat ini. Dalam beberapa
tulisan ilmiah popular di bidang pertanian, teknologi nano adalah sebuah revolusi kedua
di bidang pertanian setelah revolusi hijau (GR technology) yang mempelopori
peningkatan produktifitas bahan pangan 4 terutama padi dengan pemupukan, perbaikan
sistim pengairan, pengembangan varitasvaritas produksi tinggi serta penggunaan
pestisida/insektisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pembuatan pupuk
nano ada dua jenis yaitu pupuk cair dan pupuk powder. Pembuatan pupuk cair dengan
metode kimia (bottom up) sedangkan pupuk powder dengan metode fisika (top down).
(Abdullah, M.2004)
219
untuk kebutuhan semua jenis tanaman. Kita ketahui bahwa efisiensi penggunaan nitrogen
pada sistem konvensional fertilizer saat ini rendah, kehilangan mencapai sekitar 50-70%.
Pupuk nanoteknologi memiliki peluang sangat besar terhadap dampak energi, ekonomi
dan lingkungan dengan cara mengurangi kehilangan nitrogen oleh perembesan, emisi dan
pengabungan jangka panjang dengan mikroorganisme tanah. Kelemahan ini bisa diatasi
dengan sistem pelepasan pupuk menggunakan nanoteknologi. Pupuk organik cair
Nanoteknologi Bravo nature bekerja dengan sistem pelepasan hara, memanfaatkan bagian
- bagian tanaman dan enkapsulasi dalam partikel nano. Pelepasan pupuk dengan lambat
dan terkendali berpotensi menambah efisiensi penyerapan hara.
220
selanjutnya adalah menghaluskan bahan fosfat alam hingga mencapai berbagai ukuran
yang halus mulai beberapa micron (10-hingga nano (10-9) bahan kedua adalah bahan
organik. Bahan organik yang dipergunakan adalah pukan ayam, pukan sapi dan Tithonia
yang sudah matang. Bahan organik tersebut dieksrak dengan pengenceran 1:5, 1:10 dan
1:25 dengan air bebas mineral. Ketiga sumber bahan organik tersebut di uji kandungan
hara makro, mikro, kandungan senyawa alami, enzim, ZPT dan lainnya. Sebelum di
perlakukan untuk pupuk nano, bahan organik dasar dekomposisi dahulu hingga menjadi
kompos atau telah mendekati akhir proses dekomposisi. Perlakuan ini dimaksudkan agar
seluruh komponen kompos seperti enzim, ZPT dan asam-asam organik terbentuk.
221
Gambar 15.7 Pembuatan pupuk nano powder (Herlan, B.2011)
222
Manfaat Pupuk Fosfat bagi Tanaman
Peran pupuk fosfat bagi tanaman adalah sebagai respirasi dan fotosintesis,
penyusunan asam nukleat, pembentukan bibit tanaman dan penghasil buah, perangsang
perkembangan akar sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan
danmempercepat masa panen sehingga dapat mengurangi resiko keterlambatan waktu
panen. Pupuk fosfat juga memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran
yang baik sehingga tanaman dapat mengambil unsur hara lebih banyak dan pertumbuhan
tanaman menjadi sehat serta kuat. Menggiatkan pertumbuhan jaringan tanaman yang
membentuk titik tumbuh tanaman. Memacu pembentukan bunga dan masaknya buah/biji,
sehingga mempercepat masa panen. Memperbesar persentase terbentuknya bunga
menjadi buah dan biji. Menambah daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan
penyakit. Unsur fosfor diperlukan diperlukan dalam jumlah lebih sedikit daripada unsur
nitrogen. Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk apatit kalsium fosfat, FePO 4 , dan
AlPO 4 . Apabila tanaman kekurangan unsur hara fosfor, tanaman tersebut akan tumbuh
kerdil. Pada tanaman muda, daun akan berwarna hijau tua keunguan, kadang-kadang
tampak pula warna hijau kekuning-kuningan karena kekurangan Fosfor cenderung
menghambat penyerapan unsur hara Nitrogen. Warna kekuningan ini akan lebih dulu
dijumpai pada daun tua karena sifat Fosfor yang mobil dalam tanah, sehingga dalam
keadaan kekurangan, unsur hara Fosfor dengan cepat ditranslokasikan ke bagian tanaman
yang lebih muda. Pada tanaman buah-buahan pucuk daun akan berwarna browns atau
ungu. Pembentukan bunga/buah/biji terhambat sehingga panen terlambat. Selain itu
persentase bunga yang menjadi buah menurun karena penyerbukan yang tidak sempurna.
(Herlan, B.2011)
223
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., (2004), Pengantar Nanosains, FMIPA, ITB Bandung
Hans, E.S., (2009), Nanoscience, Fak. Mathematik und Physik Institut für
Theoretische und Angewandte Physik, Germany
Herlan, B.(2011). Badan Litbang Pertanian Menuju Nano Teknologi: Semakin Kecil,
Semakin Dahsyat. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/index.php/id/berita/121
Ikatan Nano Indonesia. (2009). Terobosan Aplikasi Teknologi Mikro-Nano Material alam
Bidang Industri, Pertanian, dan Lingkungan. HIBAH SIMPOSIUM NASIONAL
HIMPUNAN PROFESI IKATAN NANO INDONESIA (IZI). Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Depdiknas. www.kimiawan.org/docs/hibah/proposal_izi.doc
(accessed 28 November 2012)
Joseph, T dan M. Morrison. (2006). Nanotechnology in Agriculture and Food. A Nanoforum
report. European Nanotechnology Gateway, Chalcogenide Letters 4:13-17
224
Mohlis, J., (2006), http://www.chem_is_try.org (accessed 28 November 2012)
225
Bab 16
Aplikasi Partikel Nano-Silika
Pada Material Kontruksi
Oleh : Mega Nurhanisa
(a) (b)
Gambar 16.1 (a) Batu Kuarsa (elevenmillion.blogspot.com, 2012), (b) Pasir kuarsa
atau pasir silika (m.koiexpress.net, 2012).
226
bidang industri antara lain dalam pembuatan ban, karet, gelas, semen, beton, keramik,
tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, dan lain-lain.
Saat ini dengan perkembangan teknologi mulai banyak aplikasi penggunaan
silika dalam bidang industri. Hal tersebut semakin meningkat terutama dalam
penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai skala mikron atau bahkan
nano-silika (Widodo, 2011). Nano-silika merupakan material silika yang ukuran
partikelnya berskala nanometer atau 10-9 meter.
Salah satu pemanfaatan nano-silika yang saat ini sedang dikembangkan adalah
sebagai bahan material konstruksi bangunan. Konstruksi bangunan akan menjadi dua
kali lebih kokoh, tahan gempa, dan kedap air laut menggunakan bahan konstruksi
nano-silika sebagai bahan tambahannya.
Dewasa ini, beton mutu tinggi masih merupakan bahan yang banyak
digunakan dalam dunia konstruksi, dan kondisi ini masih akan berlanjut sampai batas
waktu yang belum diketahui selama bahan pengganti lainnya belum ditemukan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dalam teknologi
beton juga banyak mengalami perubahan akibat ditemukannya bahan-bahan
pembentuk baru seperti fly ash dan silica fume serta nanosilika sebagai mineral
admixture yang paling baru, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kuat tekan
beton serta memperoleh sifat-sifat khusus lainnya sesuai tujuan penggunaannya
(Bimantoro, D. A., 2008).
Nano-silika harganya hanya 30 persen lebih mahal daripada semen, namun
kualitasnya mencapai dua kali lipat. Produksi nano-silika dalam negeri menjadi
alternatif untuk menggantikan mikrosilika yang saat ini masih diimpor dan dengan
harga relatif jauh lebih mahal.
227
Beton yang sudah mengeras (Gambar 16.2) biasanya terdapat rongga-rongga
antara butiran besar yang diisi oleh batuan kecil, dan pori-pori antara batuan kecil
diisi oleh semen dan air (pasta semen). Pasta semen berfungsi sebagai perekat atau
pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran kasar dan halus saling
terikat dengan kuat, maka terbentuklah satu kesatuan yang padat dan tahan lama.
228
Mesin grinding mill ini memiliki tipe horisontal, berbentuk tabung, dan dua
tempat penyimpanan. Bagian luar mesin berjalan sepanjang roda gigi. Material masuk
secara spiral dan merata dalam tempat penyimpanan pertama. Dalam tempat
penampungan ini ada ladder scaleboard atau ripple scaleboard, dan bola-bola baja
(ball mill) dengan berbagai macam spesifikasi yang dipasang pada scaleboard.
Tempat masukan
produk awal
Tempat
keluaran
produk hasil
a. Semen
Semen yang digunakan adalah semen Portland (Ordinary Portland
Cement/ OPC). Sifat dan karakteristiknya ditunjukkan oleh Tabel 16.1.
229
Tabel 16.1 Sifat fisik dan kimia semen (Khanzadi, M., dkk, 2010).
Senyawa Komposisi (%)
SiO 2 21,38
Al 2 O 3 4,45
Fe 2 O 3 3,51
CaO 63,06
MgO 3,20
SO 3 1,80
C3S 52,5
C2S 21,5
C3A 6,4
C 4 AF 10,7
Fines (cm2/g) 3298
Vicat test (min) Init. 200
Final 260
Standard cube test (Mpa) 3 178
at 3, 7, and 28 days 7 354
28 461
b. Bahan-bahan lain
Pada eksperimen ini digunakan pasir dengan kerapatan jenis 2550 kg/m3
dan kerikil dengan ukuran partikel 12,5 mm dan kerapatan jenisnya 2630 kg/m3.
Kedua jenis bahan tersebut merupakan tipe pasir dan kerikil yang biasa
ditemukan di sepanjang sungai.
c. Superplasticizer
Superplasticizer merupakan bahan tambah (admixture). Bahan tambah,
additive dan admixture adalah bahan selain semen, agregat dan air yang
ditambahkan pada adukan beton, sebelum atau selama pengadukan beton untuk
mengubah sifat beton sesuai dengan keinginan perencana. Superplasticizer yang
digunakan pada eksperimen ini adalah Glenium 51p yang merupakan salah satu
polikarboxilat.
d. Air
Air yang digunakan dalam ekseprimen ini memiliki PH sebesar 7,5.
e. Nano-silika
Nano-silika yang digunakan dalam eksperimen ini adalah tipe yang dapat
larut dalam air dengan 15% suspensi. Spesifikasi kimianya ditunjukkan oleh Tabel
16.2.
230
Tabel 16.2 Spesifikasi Kimia Nano-silika yang Digunakan (Khanzadi, M., dkk, 2010)
Diameter Partikel (nm) Rapat jenis (g/cm3) Persentase kemurnian
5 1,1 99,9
Perbandingan air dan bahan pengikat (jumlah semen dan nano partikel) yang
digunakan untuk semua campuran adalah 0,45. Perbandingan campuran beton per
meter kubik ditunjukkan oleh Tabel 16.3. OPC merupakan beton sederhana dan
NANO merupakan campuran berisi nano-silika.
(a) (b)
Gambar 16.5 (a) Cetakan Kubus yang digunakan dalam pengujian daya tekanan
beton (www.indiamart.com, 2012), (b) Cetakan silinder yang digunakan dalam
pengujian daya rentang beton (www.gubbienterprises.com, 2012)
231
Pengujian daya tekanan beton ini dilakukan berdasarkan BS 1881-bagian 108
untuk membuat pengujian kubus dari beton segar. Metode ini sama dengan BS EN
12390-bagian 3 yang lebih awal digunakan. Kubus yang digunakan dalam pengujian
ini berukuran 100x100x100 milimeter seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 16.5
(a). Selanjutnya setelah beton mengeras, spesimen diuji daya tekanannya dengan
mesin penguji seperti pada Gambar 16.6 (a).
(a) (b)
Gambar 16.6 (a) Mesin untuk menguji daya tekanan beton
(rubyleeyee.blogspot.com, 2012), (b) Mesin untuk menguji daya rentang beton
(qskiru.blogspot.com, 2012)
232
d. Menentukan Koefisien Distribusi Ion Klorida
Pada pengujian ini spesimen berbentuk kubus dicelupkan ke dalam cairan ion
klorida. Kemudian spesimen dikeringkan selama 24 jam. Setelah itu, untuk
menyiapkan beberapa sampel beton dalam bentuk bubuk (sampel bubuk) untuk
pengujian, kelima permukaan spesimen berbentuk kubus dikikis dengan kedalaman
0-5, 5-10, 10-15, 15-20 dan 20-30 milimeter dan sampel bubuk beton pun diperoleh
dari kelima permukaan untuk masing-masing kedalaman. Sampel bubuk beton
tersebut digunakan pada pengujian rapat jenis konsentrasi ion klorida yang larut
dalam air. Untuk menentukan ion klorida yang terdapat pada masing-masing
kedalaman digunakan pendekatan ASTM C 1218 yang menunjukkan rapat jenis ion
klorida yang larut dalam air yang digunakan.
(a) (b)
Gambar 16.7 (a) Grafik Daya Tekanan, (b) Grafik Daya Rentang.
(Khanzadi, M., dkk, 2010)
Hasil penyerapan air dan kapilaritas absorbsi ditunjukkan oleh Gambar 16.8
(a) dan Gambar 16.8 (b). Penambahan partikel nano-silika akan lebih baik bagi daya
tahan penyerapan air pada beton, dibandingkan dengan beton sederhana.
233
Adapun mekanisme efek partikel nano-silika pada penyerapan air dan
kapilaritas daya tahan penyerapan air dari sebuah beton dapat ditunjukkan sebagai
berikut, partikel nano-silika dianggap seragam dan terpisah satu sama lain dengan
jarak yang dapat ditentukan, produk hidrat tersebar dan membungkus partikel nano
seperti inti. Partikel nano-silika bereaksi dengan kristal Kalsium Hidroksida
(Ca(OH) 2 ) sebagai material pozollanic. Hal ini membuat batuan semen lebih
seragam dan padat. Selain itu, abrasi dan kapilaritas daya tahan penyerapan air dapat
meningkat.
(a) (b)
Gambar 16.8 (a) Grafik Persentase Absorbsi, (b) Grafik Koefisien Kapilaritas.
(Khanzadi, M., dkk, 2010)
234
serta efek pengisian dari butiran-butiran halus dan struktur perekat semen dengan
konsentrasi yang tinggi karena pembatasan pori-pori. Oleh karena itu, sedikit ruang
kosong yang tersedia sebagai hasil penyerapan beton terhadap air berkurang, dengan
demikian koefisien distribusi ion klorida juga berkurang.
(a) (b)
Gambar 16.9 (a) Hasil SEM beton OPC dan (b) Hasil SEM beton Nano-silika.
(Khanzadi, M., dkk, 2010)
16.5 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari eksperimen ini antara lain:
a. Daya tekanan dan daya rentang dari beton meningkat dengan menambahkan
partikel nano-silika, khususnya pada usia awal. Bagaimanapun, kekuatan beton di
awal akan sedikit berkurang dengan menambahkan mikro-silika, tetapi meningkat
pada usia akhir. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas pozollanic dari nano-silika
lebih besar daripada mikro-silika.
b. Partikel nano-silika menghabiskan kalsium hidroksida, mengurangi ukuran kristal
pada zona hubungan dan mengubah kristal lemah kalsium hidroksida menjadi
kristal kalsium silikat hidrat (C-S-H) dan memperbaiki zona hubungan dan struktur
perekat semen.
c. Uji penyerapan air, kapilaritas penyerapan dan koefisien distribusi ion klorida
menunjukan bahwa beton nano-silika memiliki daya tahan terhadap penyerapan
yang lebih baik daripada beton sederhana. Hal ini disebabkan mikrostruktur beton
nano-silika lebih seragam dan padat daripada beton sederhana seperti yang
ditunjukkan oleh uji SEM.
235
DAFTAR PUSTAKA
Bimantoro, D. A., Pemanfaatan Nanosilika Sebagai Beton Kuat Tekan Tinggi (Tanpa
Additive), Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, (2008).
rubyleeyee.blogspot.com/2009/03/scib-concrete-manufacturing-sdn-bhd.html?m=l. (Diakses
pada tanggal 1 Desember 2012)
Umardani, Y. dan Bukhori, M., Karakterisasi Material Ball Mill Pada Proses Pembuatan
Semen Dengan Metoda Pengujian Kekerasan, Mikrografi Dan Keausan, Jurnal Rotasi
9, 32-35 (2007).
Widodo, Sintesis dan Karakterisasi Nanosilika Berbasis Pasir Bancar Dengan Metode Alkali
Fusion Menggunakan Kalium Hidroksida (KOH), Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya, (2011).
236
www.ilmusipil.com/pengertian-beton-adalah (Diakses tanggal 6 November 2012)
237
Bab 17
Indium Tin Oxide (ITO) untuk
Aplikasi Solar Cell
Oleh : Naily Ulya
Gambar 17.1. Strukur ITO yang dikarakterisasi melalui SEM pada variasi suhu
(a) 300 oC (c) 500 oC (e) 800 oC (Ederth, J., dkk., 2003)
238
Indium Tin Oxide merupakan bahan semikonduktor. Semikonduktor adalah
elemen atau senyawa dari elemen-elemen yang berada di dekat batas metal/insulator
pada tabel periodik (Gambar 2). Pada tabel tersebut, material semikonduktor berada
pada kotak berwarna putih dan menjadi batas antara material insulator dan metal.
239
Gambar 17.3. Tin memiliki kelebihan 1 elektron daripada Indium, ketika Indium
Oxide didoping dengan Tin, elektron ekstra ini menjadi bebas dan membuat Indium
Tin Oxide menjadi konduktif (Eite, J. dan Spencer A.G., 2004)
Indium Tin Oxide merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki band
gap yang lebar (Eg = 3.7 eV) yang menyerap radiasi UV dan memantulkan cahaya
dari daerah Infra-Red, dan diantara kedua spektrum itu, ITO mempunyai transparansi
pada daerah visible dan daerah di dekat spektrum Infra-Red (Keshmiri, S.H.,
Roknabadi, M.R., Ashok, S., 2002).
Gambar 17.4. Transmitansi ITO thin film pada substrat PET dengan variasi ketebalan
ITO (Ali, M.K.M., dkk., 2010)
Banyak aplikasi yang membutuhkan ITO dalam bentuk film. ITO film
memiliki 2 karakteristik utama, yaitu memiliki transmitansi yang tinggi dan
resistivitas listrik yang rendah. ITO memiliki transmitansi cahaya sekitar 90% dan
memiliki resistivitas listrik sekitar 10-2 Ω cm. Namun resistivitas listrik tersebut
menjadi jauh lebih rendah jika partikel ITO dalam ukuran nanometer diukur secara
individual, yaitu sekitar 2x10-4 Ω cm (Ederth, J., dkk., 2003). Konduktivitas listrik
yang tinggi inilah yang menyebabkan ITO memiliki reflektivitas tinggi pada daerah
infra-red (Mohamed, S.H., dkk., 2009).
240
Gambar 17.5. Perbandingan Resistivitas In 2 O 3 , SnO 2 , ZnO (Minami, T., 2000)
Karena sifat konduktivitas listrik yang baik pada suhu ruang dan transparansi
yang tinggi pada daerah visible, ITO film secara luas digunakan sebagai elektroda
transparan pada aplikasi alat-alat elektronik dan opto-elektronik, diantaranya alat
pemanas, sensor, flat panel displays dan solar cell (Lee, S., dkk., 2009). Selain itu,
ITO juga dapat diaplikasikan pada jendela isolasi termal dan prevention of radiative
cooling karena karakteristik reflektivitasnya yang tinggi pada daerah infra-red
(Mohamed, S.H., dkk., 2009).
ITO film dapat disintesis melalui berbagai metode, diantaranya dengan metode
spray-hydrolysis technique (Keshmiri, S.H., Roknabadi, M.R., Ashok, S., 2002), DC-
Magnetron Sputtering (Ali, M.K.M., dkk, 2011), Electron Beam Evaporation
Technique (Mohamed, S.H., dkk, 2009), dan lain sebagainya.
241
transmitansi, ditambah lagi stabilitas lingkungan, reprodusibilitas dan morfologi
permukaan yang sangat baik.
Walaupun stabilitas kimia dan interfacial properties sangat diperlukan pada
TCO, namun karakteristik utama yang dibutuhkan untuk TCO adalah konduktivitas
listrik dan transparansi pada daerah visible yang tinggi (Andreas Klein, dkk. 2010).
TCO merupakan bagian yang sangat diperlukan dalam teknologi yang memerlukan
area kontak listrik yang besar dan akses optik pada spektrum cahaya tampak.
Kombinasi transmitansi yang tinggi dan konduktivitas listrik yang baik dapat dicapai
dengan memilih material oksida yang memiliki band gap lebar. Material oksida yang
paling banyak digunakan adalah semikonduktor tipe-n yang mempunyai band gap
lebar, yaitu >3 eV (Lewis, B.G. dan Paine, D.C., 2000).
Transparent Conducting Oxide (TCO) mempunyai bermacam-macam aplikasi,
yaitu sebagai elektroda transparan pada flat-panel displays, light emitting diodes
(LED), solar cell, dll (Klein, A., dkk., 2010). Kemampuannya untuk memantulkan
infra-red dimanfaatkan untuk membuat jendela penghemat energi. Selain itu,
Transparent Conducting Oxide dibutuhkan sebagai elektroda permukaan pada semua
jenis solar cell (Gordon, R.G., 2000).
Gambar 17.6. Transparent Conducting Oxide pada Solar Cell (Wikipedia, 2012)
242
Saat ini prinsip kerja solar cell secara umum adalah sama, yaitu bedasarkan
efek fotovoltaik. Secara umum, efek fotovoltaik berarti pembangkitan beda potensial
pada junction (sambungan) dari dua material yang berbeda respon terhadap radiasi
visible atau radiasi lainnya.
Sel surya terdiri dari banyak lapisan. Lapisan-lapisan tersebut memiliki
fungsinya masing-masing. Lapisan utama dari sel surya adalah lapisan fotovoltaik.
Lapisan lainnya adalah lapisan pelengkap yang membantu kinerja fotovoltaik.
Lapisan-lapisan tersebut memiliki fungsi antara lain sebagai lapisan konduktif yang
menyambungkan sel surya dengan rangkaian listrik, lapisan pelindung yang
melindungi permukaan dari benda-benda keras, dan lain sebagainya.
Fotovoltaik terdiri dari lapisan semikonduktor tipe-p yaitu bahan
semikonduktor yang didalamnya terdapat hole sebagai pembawa muatan
mayoritasnya dan lapisan semikonduktor tipe-n yang memiliki elektron sebagai
pembawa muatan mayoritasnya. Keduanya didapatkan dari hasil pendopingan
semikonduktor yang sama dengan bahan doping yang berbeda. Kedua lapisan ini
merupakan lapisan pembentuk fotovoltaik (Jowan, M., 2008).
Cahaya matahari terdiri atas foton atau partikel energi surya, dimana foton
inilah yang dikonversi menjadi energi listrik. Foton-foton mengandung energi yang
bervariasi menurut panjang gelombangnya. Foton yang membentur elektron di dalam
sel surya, menyerahkan sebagian atau seluruh energinya kepada elektron. Dengan
adanya tambahan energi ini maka elektron mampu lepas dari posisi normalnya
terhadap atom sehingga menjadi arus dalam suatu sirkuit listrik (Nitya, S. IGN. dan
Kusuma. W. IGB., 2005).
243
Gambar 17.7. Prinsip Kerja Sel Surya (Ch, Syafaruddin., 2010)
244
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.K.M., dkk., Deposited Indium Tin Oxide (ITO) Thin Films by DC- Magnetron
Sputtering on Polyethylene Terephthalate Substrate (PET), Romanian Journal of
Physics. 56, 730-741 (2011).
Ch, Syafaruddin., Perbandingan untuk Kerja antara Panel Sel Surya Berpenjejak dengan
Panel Sel Surya Diam, Teknologi Elektro. 9, 6-11 (2010).
Ederth, J., dkk., Indium Tin Oxide Films Made from Nanoparticles: Models for the Optical
and Electrical Properties, Thin Solid Films. 445, 199–206 (2003).
Eite, J. dan Spencer, A.G., Indium Tin Oxide for Transparent EMC Shielding and Anti-static
Applications. Presented at EMCUK, Newbury, UK (2004).
Gordon, R.G., Criteria for Choosing Transparent Conductors, MRS BULLETIN. Hal 52-57
(2000).
Jowan, M., Eksperimen Karakteristik Sel Surya Berbasis PC. Skripsi. Depok : Universitas
Indonesia (2008).
Keshmiri, S.H., Roknabadi, M.R., Ashok, S., A Novel Technique for Increasing Electron
Mobility of Indium-Tin Oxide Transparent Conducting Films, Thin solid films. 413,
167–170 (2002).
Klein, A., dkk., Transparent Conducting Oxides for Photovoltaics: Manipulation of Fermi
Level, Work Function and Energy Band Alignment, Materials. 3, 4892-4914 (2010).
Lee, S., dkk., Indium-Tin-Oxide-Based Transparent Conducting Layers for Highly Efficient
Photovoltaic Devices, Journal of Physical Chemistry C. 113, 7443–7447 (2009).
Lewis, B.G. dan Paine, D.C., Applications and Processing of Transparent Conducting
Oxides, MRS BULLETIN. Hal 22-27 (2000).
Minami, T., New n-Type Transparent Conducting Oxides, MRS BULLETIN. Hal 38-44
(2000).
Mohamed, S.H., dkk., Properties of Indium Tin Oxide Thin Films Deposited on Polymer
Substrates, Acta Physica Polonica A. 115, 704-708 (2009).
245
Nitya, S. IGN. dan Kusuma. W. IGB., Kajian Energi Surya untuk Pembangkit Tenaga Listrik,
Teknologi elektro. 4 , 29-33 (2005).
246
Bab 18
Aplikasi Nanoteknologi untuk
Pembuatan Nano Fiber Pada
Bidang Tekstil Menggunakan
Alat Elektrospinning
Oleh : Nety Fitrianingsih
247
Nanoteknologi
pada Tekstil
Penyelesaian
NanoFibers
peningkatan
dan Yarns
Pabrik
Gambar 18.1. Nanoteknologi pada fiber dan industri tekstil(Kumar Vikram et al,2006)
Disini, kita dapat menyimpulkan bahwabahan baru dan kemajuan terbaru yang dibuat
pada nanoteknologi, serta aplikasinya untuk tekstil kapas dan fiber. Dari hasil review,
dapatdikelompokkan menjadi(a)Aplikasi nanoteknologi dalam serat dan produksi
benang,(b)Aplikasi dalam penyempurnaan kain. (Lihat Gambar 1).
Hal ini menunjukkan bahwa kain yang terbuat dari serat kapas (alam)dan dari serat
buatan (sintesis) memiliki keunggulan dan kelemahan masing – masing. Misalnya, kain katun
memberikan sifat nyaman, mudah diserap, dan lembut. Namun, bahan ini memiliki
keterbatasan seperti kekuatan daya tahan, dalam ketahanan lipatan, resistansi terhadap
kotoran, dan ketahanan terhadap api. Berbeda dengan hal tersebut, kain yang terbuat dari
serat sintesis pada umumnya sangat kuat, tahan lipatan dan tahan terhadap kotoran, tetapi
tidak memiliki sifat kenyamanan dari kain katun. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan
nanoteknologi membawa kemungkinan dalam mengembangkan kapas yang berbasis kain dan
mampu mendapatkan keuntungan dari kapas dan serat buatan tersebut.
Karena kemajuanyangsangat pesat dalam pembuatan serat/gulungan, dalam
perkembangannya pada bidang tekstil nanoteknologi dapat diaplikasikan dalam ruang
248
lingkup yang lebih luas lagi. Dalam hal ini, beberapa aplikasi nanoteknologi dalam bidang
pengelolaan tekstil terdiri dari :
• Fungsional ujungkain yangbersifat resisten terhadap kerut, karat dan statik.
• Perlindungan terhadap serangan kimia dan biologis.
• Spinning dari nanofiber/yarn yang bersifat fungsional.
• Perkembangan dari nanokomposit untuk hasil/performa luar biasa.
• Tekstil yang cerdas dan medis untuk menyokong pengendalian iklim pada
garmen dalam aplikasi militer.
• Aplikasi dalam proses manufaktur tekstil kain terfungsionalisasi untuk tujuan
perlindungan UV dan deodorisasi.
Perkembangan nanoteknologi dalam bidang industri tekstil dirasakan cukup pesat,
jika dilihat dari produk yang telah beredar dipasaran dunia. Misalnya pakaian yang memiliki
performa lebih lebih tinggi dan,dapat menahan panas yang ekstrim (high insulation thermal
protective clothing), tekstil dengan sifat permukaan yang antikotor (self cleaning texxtile),
tekstil antimikroba yang dapat digunakan dalam dunia medis dan lain – lain (Tatang W dan
Rismayani.S.,2008).
249
Pada awalnya, pembuatan serat nano (nanofiber) dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti teknik pemintalan serat multikomponen, melt blowing, dan electrospinning.
(a)
(b)
Gambar 18.3. (a)Electrospun dan (b)Skema sistem kerja electrospinning
(Zubaidi, 2008)
250
Elektrospinning merupakan teknik yang cukup sederhana dengan cara memberikan
tegangan tinggi pada larutan polimer namun mampu menghasilkan serat nano dengan rentang
ukuran paling kecil yaitu 0,04 – 2 mikron (Tatang W danRismayani.S.,2008).
Pertama – tama, kita masukkan larutan polimer yang telah disiapkan pada tabung
semprot (syrine) dengan kecepatan penyemprotan tertentu yang dapat kita atur melalui
pompa secara konstan (matering pump). Kemudian larutan yang terdapat didalam tabung
semprot tersebut dilewatkan melalui sebuah nozzle lubang spinnered(Jet) dengan ujung kecil
dan ditarik dengan medan listrik tegangan arus searah (Direct Current/DC) yang berkekuatan
tinggi sekitar 30kVA seperti ditunjukkan pada gambar 3(b). Setelah itu, larutan yang terdapat
pada ujung nozzle tersebut ditarik oleh medan listrik yang berbentuk droplet/jet hal ini
disebabkan karena pengaruh tegangan permukaan. Selanjutnya, serat yang terbentuk akan
terkumpul pada kolektor. Kolektor ini dapat berbentuk bidang datar atau bidang silinder yang
dapat berputar secara konstan. Alat ini terdapat di Balai Besar Tekstil, Bandung (Zubaidi,
2008).
Jarak antara nozzle dengan kolektro akan berpengaruh terhadap pembentukan
(deposisi) serat dan penguapan pelarut polimer. Jika jaraknya terlalu pendek maka akan
menyebabkan pembentukan manik – manik (beads) pada serat nano yang dihasilkan. Disisi
lain, laju alir larutan polimer yang terlampau tinggi dapat menyebabkan diameter serat serta
pori yang terbentuk akan bertambah besar. Kondisi kelembaban pada proses elektrospinning
juga dapat berpengaruh terhadap proses pengeringan permukaan serat yang dihasilkan.
Kondisi larutan polimer yang harus diperhatikan antara lain konsentrasi larutan polimer yang
berhubungan dengan kekentalan (viskositas) dan tegangan permukaan larutan polimer. Jika
konsentrasi larutan terlalu encer hal ini mengakibatkan larutan lebih cepat menetes,
sedangkan jika konsentrasi larutan terlalu pekat dapat menyebabkan serat menjadi sukar
terbentuk (Tatang W dan Rismayani.S.,2008)
Gambar 18.3 menunjukkan prinsip kerja elektrospinning menghasilkan kain
nonwoven yang terdiri dari serat berukuran nano. Cara pembuatan serat nano melalui bahan
polimer yang dilarutkan sesuai dengan pelarutnya. Berikut ini dapat dilihat beberapa contoh
polimer dan pelarut yang dapat digunakan.
Tabel 18.1. Polimer dan Pelarut Polimer yang digunakan untuk Elektrospinning
(Zubaidi, 2008)
No Polimer Pelarut
1 Nilon 6, Nilon 66 Asam Formiat
2 Poliakrilonitril Dimetil Formaldehida
3 PET Asam Trifloro asetat/ Dimeti Klorida
4 PVA Air
5 Polystiren DMF / Toluena
6 Nilon-6-co-poliamida Asam Formiat
7 Polibenzimidazol Dimetl Asetanda
8 Poliramida Asam Sulfat
9 Poliimida Fenol
251
18.4 Penelitian yang Berkaitan dengan
Elektrospinning
Ada beberapa macam penelitian yang berkaitan dengan elektrospinning diantaranya
yaitu :
b. Fibroin
Fibroin merupakan benang yang terbuat dari ulat sutera dan telah digunakan sebagai
bahan tekstil yang berkualitas, dan dalam bidang kedokteran dapat juga dimanfaatkan
sebagai benang bedah yang nondegradable serta sifatnya elastis dan lembut. Menurut
penelitian yang telah dilakukan, fibroin (bagian utama serat sutera) dapat dihasilkan
dengan elektrospinning. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh So Hyun Kim et al.
mendapati bahwa serat nano berhasil dibuat dari fibroin sutera dengan menggunakan
alat elektrospinning dengan pelarut yang digunakan adalah asam formiat. Diameter
yang diperoleh sebesar 80 nm dengan sebaran antara 30 nm sampai dengan 120 nm.
Porositas dari nonwoven yang dihasilkan sebesar 76,1% yang berarti sangat baik. Hal
ini menunjukkan bahwa telah berhasil ditemukan bahan berongga yang bersifat
nondegradable, bicompatible, yang elastis dan lembut (Reinstein Z., 2006).
252
Gambar 18.4. Skema Alat Atomic Force Microscope
(http://roilbilad.files.wordpress.com, 2010)
18.7 Kesimpulan
Dari hasil review ini dapat diketahui sejauh mana kemampuan nanofiber dan
elektrospinning untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan dimasa mendatang. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa pembuatan nanofiber dengan menggunakan alat elektrospinning sangat
dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain jarak antara nozzle dengan kolektor, kemudian
laju alir larutan polimer, konsentrasi dan konduktivitas larutan polimer. Disisi lain, kondisi
lingkungan saat pembuatan nanofiber berlangsung juga harus diperhatikan. Nanofiber dan
elektrospinning mempunyai pengaruh yang besar dalam menunjang nanoteknologi dan dapat
dimanfaatkan dalam berbagai disiplin bidang ilmu antara lain kedokteran, olahraga, dan
sebagai nya.
253
DAFTAR PUSTAKA
Reinstein Z., Textile Stain Repellency and Self Cleaning. Advanced Material
Engineering.(2006).
Singh, K. V., Rouge, B., Sawhney, P. S., et al., Applications and Future of Nanotechnology
in Textiles. Proceedings of Beltwide Cotton Conferences, San Antonio, Texas, (2,497-
2,503) (2006).
Wahyudi, T.,Rismayani, S., Aplikasi Nanoteknologi pada Bidang Tekstil, Bandung: Balai
Besar Tekstil. Arena Tekstil 23-2, (52-109) (2008).
Yeo L.Y., Friend J.R, Electrospinning Carbon Nanotube Polymer Composite Nanofiber.
Journal of Experimental Nanoscience, 1-2(177-209) (2006).
254
BAB 19
Aplikasinya Carbon Nanotube
sebagai Drug Delivery System
untuk Terapi Kanker
Oleh : Nila Prasetya Aryani
255
b) Leukemia
Leukimia disebut juga kanker darah. Leukemia menyerang sistem darah yaitu
menyerang sumsum tulang belakang dan jaringan limfoid yang umumnya terjadi
pada sel darah putih. Penyebab kanker darah adalah radiasi material berbahaya
dan faktor leukomogenik.
c) Kanker payudara
Kanker ini merupakan pembunuh wanita nomer satu di dunia. Kanker payudara
menyerang jaringan payudara dan umumnya terjadi pada wanita.
d) Kanker paru-paru
Merokok adalah penyebab utama kanker paru-paru. Sekitar 90% kasus kanker
paru-paru yang terjadi pada laki-laki dan 70% kasus yang terjadi pada wanita.
Hanya sebagian kecil kanker paru-paru yang disebabkan oleh zat yang terhirup
seperti polusi dan gas-gas berbahaya lainnya. Gejala kanker paru-paru
diantaranya adalah batuk berdahak yang terus menerus, dahak berdarah, napas
sesak, sakit kepala, kelelahan kronis, pembengkakan di wajah/leher.
Selain yang sudah dijelaskan di atas, masih banyak lagi jenis kanker yang
menyerang tubuh manusia.
Berbagai cara dilakukan oleh dokter dan peneliti untuk mengobati penyakit
kanker baik yang alami maupun yang menggunakan teknologi. Pengobatan kanker
yang populer diantaranya adalah radioterapi, operasi untuk mengambil sel kanker dari
tubuh, dan yang paling diminati adalah kemoterapi. Berikut ini penjelasan lebih detail
tentang jenis-jenis pengobatan kanker :
a) Radioterapi
Pengobatan dengan cara ini dilakukan sebelum atau sesudah operasi. Tujuannya
adalah untuk mengecilkan tumor dan membersihkan sel kanker. Radioterapi
dilakukan dengan cara penyinaran pada jaringan tubuh yang terkena sel kanker.
Hal ini juga bertujuan untuk menghancurkan jaringan-jaringan tubuh yang sudah
terkena kanker. Efek dari radioterapi adalah mual, muntah, penurunan jumlah sel
darah putih, infeksi/peradangan, reaksi pada kulit seperti terbakar sinar matahari,
256
rasa lelah, sakit pada mulut dan tenggorokan, diare, dan dapat menyebabkan
kebotakan.
b) Operasi
Pembedahan/operasi merupakan teknik pengobatan kanker yang paling tua.
Pembedahan dilakukan untuk menentukan stadium dan juga untuk mengangkat
sel kanker. Beberapa pasien kanker menganggap pengobatan dengan cara ini
merupakan pengobatan yang paling menakutkan. Oleh sebab itu, pengobatan
dengan cara operasi sudah tidak popular lagi di kalangan penderita kanker. Pasien
kanker lebih memilih pengobatan tanpa operasi.
c) Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker yang melibatkan penggunaan zat-zat
kimia untuk membunuh dan meracuni sel-sel kanker yang ada di dalam tubuh.
Kemoterapi telah digunakan sebagai standard protocol pengobatan kanker sejak
tahun 1950.
Pada pengobatan kanker, kemoterapi dapat diaplikasikan dengan 3 cara, yaitu :
a. Terapi utama (primer)
Merupakan kemoterapi yang memang bertujuan untuk memberantas dan
membunuh sel-sel kankernya.
257
Interesting Choice’, menuliskan bahwa kerugian utama kemoterapi adalah bahwa
zat-zat kimia yang masuk ke dalam tubuh tidak hanya membunuh sel-sel kanker
yang sedang membelah diri, tetapi semua sel yang membelah diri. Sel-sel sehat yang
sedang membelah diri tidak luput dari serangan zat-zat kimia tersebut. Sebagai
contoh, terdapat probabilitas yang tinggi bahwa sel-sel imun tubuh yang cepat
membelah diri juga akan mati.hal ini tentu akan sangat merugikan, karena tubuh kita
tidak mampu memerangi penyakit lain yang timbul sebagai akibat dari perawatan.
Merujuk pada penjelasan di atas, maka diperlukan adanya drug delivery yang
bisa mengantarkan obat kanker tanpa merusak sel kanker. Untuk merealisasikan hal
tersebut, diperlukan adanya material yang mampu masuk ke dalam tubuh dan
mengantar obat hanya pada sel kanker. Carbon Nanotube (CNT) merupakan salah
satu material yang paling potensial untuk digunakan sebagai drug delivery cargos.
258
Gambar 19.4. Struktur Molekul (a) C60 (b) SWCNT (www.hielscher.com/CNT)
SWCNT merupakan CNT yang hanya terdiri dari satu sheel (cangkang) saja.
Akan tetapi, SWCNT sangat tahan terhadap kerusakan akibat gaya fisis yang
mengenainya.
CNT mempunyai beberapa sifat penting yang membuat CNT tersebut mampu
dijadikan sebagai drug delivery, antara lain:
a. CNT dapat menembus nuclei sel.
b. CNT dapat menembus membrane sel. Hal ini sangat penting, karena ketika drug
delivery dimasukkan ke dalam tubuh, material pembawa harus bisa menembus
membrane sel yang ada di dalam tubuh supaya bisa mencapai sel kanker.
c. Ukuran CNT yang berskala nano membuat sel-sel lain di dalam tubuh tidak
menyadari CNT sebagai ‘pendatang’.
d. CNT memiliki volume yang besar sehingga obat-obat kanker bisa disisipkan ke
dalamnya.
259
merugikan jika CNT diaplikasikan sebagai drug delivery. Oleh karena itu, kita
harus mengurangi gaya Van Der Waal tersebut.
260
SWCNT-ox EDC+Biotin/Streptavidin+ Streptavidin Terapi
kanker
Covalent MWCNT- EDC+NHS Gonadotropin Terapi
functionalization ox kanker
MWCNT 1,3-dipolar cycloaddition dari Methotrexate Terapi
azomethine ylides (MTX) kanker
Konjugasi Menutup
functionalization Pengisian obat silika dg silika
261
Gambar 19.7. Tahap-tahap yang dilakukan untuk membuat CNT sebagai drug delivery
(http://youtube.com/functionalization-of-singlewalledCNT)
19.5. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa CNT dapat digunakan
sebagai drug delivery cargos untuk mengantarkan obat kanker hanya pada sel kanker,
tidak merusak sel yang sehat. Untuk membuat CNT stabil di dalam tubuh, maka
diperlukan perlakuan functionalization yaitu usaha untuk mengurangi ikatan Van Der
Waal dan meningkatkan solubilitas CNT.
DAFTAR PUSTAKA
Pasrotin, G., Crucials Functionalization of Carbon Nanotube for Improved Drug Delivery : a
Valuable Option?, Springer Science 26, 746-763 (2008)
Sinha, N., Carbon Nanotubes for Biomedical Applications. IEEE 4, 180-191 (2005)
Zhang, W., Zhang, Z., Zhang, Y., The Application of Carbon Nanotube in Targer Drug
Delivery System for Cancer Therapies, Nanoscale Research Letter (2011)
(http://www.nanoscalereslett.com/content/6/1/555)
262
http://trendhidupsehat.com/article/102110/obat-kanker-rahim.html (diakses tanggal 3
Desember 2012)
263
Bab 20
Detektor Gas Etilen pada Buah
dengan Carbon Nanotube
Oleh : Nuha
20.1 PENDAHULUAN
Etilene (C 2 H4 ) adalah hormone terkecil pada tumbuhan. Etilen memiliki
peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Fungsi
dan peran Etilen diantaranya adalah sebagai penginisiasi kematangan buah,
membantu dalam perkembangan kecambah dan bunga, dan juga bertanggung jawab
dalam proses pembusukan bunga dan buah. Proses kematangan buah merupakan hasil
dari Etilen yang berikatan dengan reseptor ETR1. Jika kita ingin menentukan waktu
panen, kita dapat mengamati prosesnya, yaitu dengan mendeteksi emisi gas Etilen
yang dihasilkan dari buah tersebut.
Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi gas Etilen. Secara
traditional, konsentrasi gas Etilen dapat dideteksi dengan menggunakan gas
kromatografi dan photo-acoustic spektrokopi. Tetapi kedua metode tersebut memiliki
kekurangan, yaitu sistem operasional yang tidak prkatis dan pengukuran yang
dilakukan tidak real-time, dan juga membutuhkan peralatan yang harganya mahal.
Metode lainnya yang telah dikembang diantaranya metode elektrokimia, sensor
magneto elastis, photoluminescence quenching, amperometrik, dan metode chemo-
resistive. Beberapa metode tersebut membutuhkan biaya yang tinggi, tidak praktis,
dan kurang senstitif terhadap gas Etilen. Pada makalah ini, akan diulas kembali
mengenai perkembangan modifikasi metode chemo-resistive dengan penambahan
SWNT.
264
Berdasarkan jumlah dindingnya, CNT dibagi menjadi dua yaitu single-walled
carbon nanotube (SWNT) dan multi-walled carbon nanotube (MWNT). Gambar 20.1
dan 20.2 merupakan struktur dari SWNT dan MWNT.
SWNT merupakan platform yang ideal untuk sensor kimia (Ding, 2012).
SWNT memiliki kisi konjugasi hibridisasi-sp2, konduktivitas yang tinggi, dan nilai
perbandingan yang cukup besar antara diameter dan panjang. Karakter ini sangat
menguntungkan. Bentuk kisi seperti ini memungkinkan efesiensi transpot elektron.
Tingginya konduktivitas mempengaruhi tingkat senstivitas terhadap perubahan
lingkungan disekitarnya. Perbandingan yang cukup besar antara diameter dan
panjang dan konduktivitas yang tinggi merupakan alasan SWNT dapat digunakan
sebagai sensor.
265
20.3 METODE MENDETEKSI GAS ETILEN
Proses pematangan buah merupakan hasil ikatan antara Etilen dengan reseptor
ETR1. Konsentrasi Etilen di dalam buah dapat dijadikan sebagai indikator penentuan
waktu panen dari buah tersebut. Gambar 20.3 menunjukan proses pematangan buah
pisang. Pisang yang belum matang ditunjukan oleh nomor satu sedangkan nomor
tujuh menunjukan pisang yang sudah matang.
266
Gambar 20.3. Skema skema sistem sensor chemo-resistive untuk mendeteksi
gas Etilen ( Esser, 2012)
Secara sederhana prinsip kerja dari sistem sensor ini adalah sebagai berikut :
1. Sebelum Etilen datang, Cu1 berinteraksi dengan SWNT,
2. Saat Etilen datang, Cu1 berikatan dengan molekul Etilen membentuk Cu–
ethylene kompleks 2, yang menyebabkan perubahan resitansi,
3. Perubahan resistansi ini yang dideteksi oleh SWNT.
Parameter dari suatu sistem sensor kimia yang baik adalah tingginya tingkat
sensitifitas dan selektifitasnya. Untuk mengetahui tingkat sensitifitas dari sistem
sensor ini, dilakukan pengukuran kepada beberapa jenis buah yang berbeda. Jenis
buah yang digunakan diantaranya pisang, apel, pir, dan jeruk. Sedangkan untuk
mengetahui tingkat selektifitas terhadap Etilen, dilakukan pengukuran tanggapan dari
Cu1-SWNT dan SWNT murni terhadap beberapa zat lainnya yang berperan dalam
proses metabolism pada buah. Beberapa zat lainnya diantaranya adalah acetonitrile,
tetrahydrofuran, acetaldehyde, air, etil asetat, etanol, n-Hexane dan klorofrom.
Konsentrasi dari zat–zat tersebut antara 75 sampai 200 ppm, sedangkan konsentrasi
gas Etilen hanya 50 ppm.
267
Gambar 20.4. Grafik respon devais Cu1-SWNT terhadap gas etilen (20 ppm),
pisang, alpukat, apel,pir dan jeruk (Ding, 2012)
Gambar 20.6 menunjukan emisi gas etilen dari beberapa buah selama 25 hari
pengamatan. Pada minggu pertama terjadi peningkatan konsentrasi gas etilen pada
buah alpukat, pir dan jeruk. Setelah minggu kedua terjadi penurunan, ini dikarenakan
buah tersebut mulai mengalami proses pembusukan. Dari Gambar 20.6 dapat dilihat
bahwa pisang, alpukat, apel dan pir termasuk jenis buah klimetrik sedangkan jeruk
termasuk jenis buah non-klimetrik. Karena jeruk termasuk jenis buah non-klimetrik,
maka emisi gas etilen cenderung konstan dan nilai responnya di bawah satu. Nilai
respon di bawah satu ini menunjukkan bahwa emisi gas etilennya dibawah 20 ppm.
Dalam pengujian ini, dilakukan juga perbandingan terhadap jenis buah yang
sama tapi tempat penyimpanan yang berbeda. Jenis buah yang dipilih adalah apel.
Apel 1 adalah apel yang disimpan di dalam lemari es sedangkan apel 2 adalah apel
yang disimpan pada temperatur ruang. Dari gambar 20.6 dapat dilihat bahwa emisi
gas etilen apel 2 lebih cepat turun, artinya proses pembusukan semakin cepat.
268
Gambar 20.5. Emisi gas etilen pada beberapa buah selama 25 hari (Esser,
2012)
269
20.5 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem sensor
berbasis Cu1-SWNT untuk mendeteksi gas etilen telah berhasil dikembangkan. Dari
hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sistem sensor berbasis Cu1-
SWNT memiliki tingkat sensitifitas dan selektifitas yang tinggi. Sistem sensor ini
juga dapat mendeteksi gas etilen sampai di bawah 20 ppm.
270
DAFTAR PUSTAKA
Ding, M., Star, A. Selecting Fruits with Carbon Nanotube. Angew. Chem. Int. Ed. 2012, 51,
7637 – 7638. (2012)
Esser, B., Schnorr, J. M., Swager, T. M. Detection of Ethylene Gas by Fluorescence Turn-On
of a Conjugated Polymer. Angew. Chem. Ed. Int. 2010, 49, 8872-8875. (2010).
Esser, B., Schnorr, J. M., Swager, T. M. Selective Detection of Ethylene Gas Using Carbon
Nanotube-based Devices: Utility in Determination of Fruit Ripeness. Angew. Chem.
Int. Ed. 2012, 51, 5752 – 5756. (2012).
271
Bab 21
Hipertermia Magnetik:
Terapi Kanker Menggunakan
Nanopartikel Magnetik
Oleh : Riri Murniati
21.1 Pendahuluan
Nanosains dan nanoteknologi merupakan ranah ilmu yang dewasa ini
berkembang sangat pesat dan aplikasinya digunakan dalam berbagai bidang.
Ukuran partikel yang sangat kecil namun dengan efisiensi yang lebih tinggi
merupakan alasan ilmu ini menarik untuk dikembangkan. Isu–isu
nanoteknologi telah menyebar luas di masyarakat Indonesia, khususnya di
kalangan akademika. Perkembangan tentang nanoteknologi di Indonesia
berlangsung secara terus–menerus terlihat dari makin banyak riset maupun
karya ilmiah yang dibuat mahasiswa atau dosen yang berkaitan dengan
nanoteknologi.
Nanoteknologi dapat diaplikasikan pada dua jenis subyek mayor, yaitu
Life Science dan Technology. Aplikasi dalam Life Sciencemerupakan aplikasi
nanoteknologi dalam bidang medis maupun biologi yang bersifat selalu
mengalami perkembangan, seiring halnya dengan perkembangan kontinyu
nanoteknologi di Indonesia. Life Science juga merupakan ilmu sains yang
esensial, sangat dibutuhkan oleh masyarakat, bagi Indonesia subyek Life
Science lebih dibutuhkan dan lebih sering dicari dibanding Technology. Yang
dimaksud dengan Technology disini adalah aplikasi nanoteknologi yang
ditekankan pada karya cipta gadgets canggih. Nanoteknologi pada dasarnya
ada tiga macam, yaitu: nano-proses, nano-material dan nano-karakterisasi.
Untuk kasus nanomaterial, memiliki berbagai macam jenis, yang akan diulas
disini adalah mengenai jenis nanopertikel magnetik atau Magnetic Nano-
Particles (MNPs).
Terapi pengobatan kanker selama ini baik kemoterapi, radioterapi
maupun pembedahan masih belum memperoleh hasil yang memuaskan
sehingga diperlukan terapi pengobatan alternatif yang lebih efektif dan tidak
memberikan efek samping yang signifikan. Secara keilmuan, maka hampir
272
semua konsep pengobatan alternatif yang baik, didasarkan atas 3 macam
terapi yang dirangkaikan sebagai berikut: Pertama adalah terapi untuk
melindungi sel yang sehat dari serangan sel kanker. Ini dilakukan dengan
memberi nutrisi yang berlimpah pada sel yang sehat dengan cara mengubah
diet (memilih jenis makanan) dan meningkatkan alkaline dan menurunkan
keasaman tubuh. Umumnya penderita diubah cara makannya menjadi
vegetarian atau hampir vegetarian dengan beberapa pengecualian. Terapi
yang terkenal dalam konsep ini adalah Gerson Therapy dan Budwig Protocol,
Cellect Budwig atau beberapa terapi lainnya.
Terapi kedua adalah terapi untuk membunuh sel kanker dan
menghentikan penyebarannya. Banyak cara yang tersedia untuk
melakukannya, misalkan dengan membuat badan menjadi alkaline seperti di
atas agar kanker tidak dapat hidup, yang dilakukan dengan cara
menambahkan sejumlah supplement tertentu untuk menaikkan alkalinitas
badan dengan cepat. Cara lain adalah dengan menaikkan temperatur badan
pasien agar sel kanker mati (Hyperthermia Therapy), memaksimalkan oxygen
di dalam badan (Ozon Therapy atau Peroxide Therapy), Magnetic Field
Therapy, Electromedicine Therapy, Intravenus Vit-C dan beberapa cara
lainnya yang efektif membunuh sel kanker atau merubahnya menjadi sel
normal. Ada beberapa klinik yang menggunakan teknik “low-dose” chemo
yang menggunakan cairan kemo khusus, dengan kadar kurang dari 10% dari
yang umum dipakai, namun diberikan dengan cara yang berbeda (diberikan
sejalan dengan terapi hipertermia magnetik). Terapi Ketiga adalah untuk
meningkatkan daya kekebalan tubuh agar pada jangka waktu yang lama atau
secara permanen tidak akan terjadi remisi kanker (kanker muncul kembali).
Ini dilakukan dengan cara Homeophaty therapy, detoxification, nutritional
theraphy, Enzyme therapy, psychological therapy, spiritual support dan
lainnya.
Seluruh jenis terapi ini adalah sangat natural dan tidak memiliki efek
samping. Dapat juga kita lihat bahwa pendekatan cara pengobatan alternatif
ini sangat berbeda dengan cara konvensionaldimana kanker yang sebenarnya
hanya puncak dari symptom yang ada, dihilangkan dengan cara memotong
(operasi), meracun (dengan obat dan kemo) dan membakar (dengan kemo dan
radiasi). Ini sering disebut sebagai cara “cut-poison-burn”. Cara ini terbukti
sangat rendah tingkat kesuksesannya dan memberi kualitas hidup yang
rendah bagi penderita. Sangat disayangkan bahwa sebagian besar para
penderita yang mencoba pengobatan alternatif adalah mereka yang telah
melalui pengobatan konvensional dan tidak berhasil. Kondisi penderita
biasanya memang sudah sangat parah, terutama oleh kemoterapi, radiasi dan
operasi, dimana tingkat kekebalan tubuh mereka sudah mendekati nol dan
organ-organ tubuh mereka sudah sebahagian menjadi cacat permanen akibat
cara pengobatan ini.
Pada kondisi ini biasanya cara pengobatan alternatifakan juga
mendapat kesulitan untuk mengobati pasien. Secara umum, tingkat
kesembuhan mereka dengan pengobatan alternatif adalah kurang dari 50%
saja dengan kemungkinan remisi yang masih dapat terjadi. Ini sangat
disayangkan karena bila langsung menggunakan alternatif, tingkat
273
kesembuhannya akan berlipat ganda. Sebagai contoh, penyembuhan dengan
Gerson Therapy misalkan, membutuhkan 6-12 bulan hanya untuk
mengeluarkan cairan kemo yang mengendap dalam sel penderita yang telah
dirawat berbulan bulan atau bertahun dengan cara kemo. Ini akan
memperlambat waktu penyembuhan, sedangkan penderita tidak memiliki
waktu banyak untuk mengejar kesembuhannya.
Terapi penyembuhan penyakit yang paling banyak mendapat kecaman
yaitu Kemoterapi. Terapi ini sangat membutuhkan biaya yang mahal, sangat
membuat pasien menderita dan yang paling tidak masuk akal adalah bahwa
tingkat kesembuhannya hanya di bawah 5%. Kemoterapi secara harafiah
berarti usaha penyembuhan dengan menggunakan bahan kimia. Hal yang
sangat menarik adalah bahwa seluruh jenis bahan kimia ini adalah merupakan
bahan yang tergolong karsinogenik, atau dapat menimbulkan kanker. Fakta
ini merupakan bentuk kontroversi terbesar dari penggunaan kemoterapi untuk
penyembuhan kanker. Ia disebutkan dapat membunuh sel kanker dan
sebaliknya dapat menimbulkan kanker. Di dalam realitanya sangat sering
terjadi kasus dimana seseorang dinyatakan bebas dari kanker, namun
beberapa tahun kemudian ini mengidap kanker lagi. Ada dua kemungkinan
yang terjadi disini yaitu bahwa kanker pertamanya memang belum sembuh
atau ia mendapatkan kanker baru, hasil dari dampak zat kemo yang
digunakan.
Pengobatan dengan kemo membuat pasien sangat menderita
dikarenakan cairan kemo akan membunuh sel-sel tanpa pandang bulu, baik
itu sel kanker maupun bukan. Sebagai contoh kecil, sel kulit kepala juga
menjadi mati dan rambut menjadi rontok. Penggunaan kemoterapi dilakukan
dengan mengesampingkan kemampuan daya tahan tubuh untuk mengobati
dan memerangi penyakit yang ada. Sebaliknya daya tahan tubuh atau
kekebalan penderita akan ikut ambruk pada saat pengobatan tadi. Karena
itulah para pasien ini diisolasi selama proses kemo agar terhindar dari
kemungkinan infeksi maupun tertular penyakit, karena pada saat ini ia tidak
memiliki daya kekebalan tubuh. Pasien akan merasakan kesakitan dan panas
seperti terbakar, rambut yang rontok, nafsu makan yang hilang, nyeri akibat
kulit dan kuku yang mengelupas, sakit perut, mual, pusing hebat dan badan
terasa tidak bertenaga. Akibat sampingan lain adalah perdarahan, steril dalam
hal reproduksi, dan impoten untuk lelaki. Ini adalah sebahagian dampak
sampingan akibat kemo yang umumnya bisa kembali normal dengan
perawatan. Yang lebih serius adalah efek samping berupa kerusakan
permanen pada ginjal, hati, pendengaran dan kerusakan jantung. Hal ini
umumnya tidak dapat dikembalikan pada kondisi normal.
Para ilmuwan di Georgia Institute of Technology dan Ovarian Cancer
Institute telah mengembangkan sebuah cara baru yang potensial untuk
mengobati kanker dengan menggunakan nanopartikel magnetik. Nanopartikel
magnetik ini dikembangkan dengan tujuan menghilangkan sel-sel kanker dari
dalam tubuh. Metode ini telah diujikan pada seekor tikus pada tahun 2008,
dan kini telah dilakukan pengujian dengan menggunakan sampel dari
penderita kanker. Ide metode ini datang dari Ken Scarberry yang awalnya
meyakini bahwa ada sarana yang dapat digunakan untuk menghilangkan virus
274
dan sel yang terinfeksi secara viral. Kemudian ia melihat bagaimana metode
ini bisa bekerja pada sel-sel kanker. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan
memberikan sel-sel kanker dari tikus yang diberi sinar fluorescent green tag
dan nanopartikel magnetik berwarna merah, mereka mampu menerapkan
magnet untuk memindahkan sel-sel kanker ke daerah perut. Oleh karena itu,
terapi alternatif yang dibutuhkan untuk menjawab persoalan ini adalah terapi
hipertermia magnetik.
275
interaksi antar partikel. Untuk tujuan itu pembuatan partikel berskala
nanometer dan pelapisan partikel magnetik dengan polimer organik
merupakan cara yang efektif dan telah mulai banyak dikaji.
Nanopartikel magnetik yang umum dipakai dalam terapi ini adalah
nanopartikel oksida besi yang merupakan material yang juga digunakan
dalam aplikasi MRI. Keistimewaan nanopartikel ini dikarenakan
kemampuannya yang biokompatibel dan stabil terhadap tanggapan
oksidasiSaat ini, oksida besi dalam bentuk senyawa Fe 3 O 4 (magnetite) atau γ-
Fe 2 O 3 (maghemite) merupakan partikel yang paling umum digunakan dalam
bidang biomedikal. Berikut adalah contoh hasil karakterisasi Magnetite dan
Maghemite menggunakan difraksi sinar-X.
In
te
ns
ita
Sudut
276
dari metal, ataupun senyawa polimer. Selubung yang sering dipakai adalah
dekstran sehingga nanopartikel ini sering disebut dextran-iron oxide.
Material ini bisa digunakan sebagai contrast agent pada MRI yaitu
untuk meningkatkan citra dari sel-sel kanker. Material untuk contrast agent
ini saat ini sudah ada, diantaranya gadolinium, namun gadolinium ini, yang
memiliki properti paramagnetik, memiliki kelemahan ketika harus
mencitrakan sel kanker yang berukuran kecil. Sedangkan Fe 3 O 4 mampu
untuk meningkatkan citra, sehingga sel-sel kanker berukuran kecil mampu
dicitrakan. Selain sebagai contrast agent, material ini juga bisa diaplikasikan
untuk hipertermia. Hipertermia konvensional saat ini sering disebut
kemoterapi. Kemoterapi sangat berbahaya dikarenakan mampu menimbulkan
radiasi, kemoterapi juga memiliki selektivitas yang rendah, sehingga sel-sel
yang sehat dapat terkena radiasinya. Hipertermia yang memakai Fe 3 O 4
disebut magnetik hipertermia, memiliki selektivitas lebih baik, tidak
menimbulkan radiasi, sehingga lebih aman digunakan dalam tubuh.
Nanopartikel magnetik yang tersusun dari Fe 3 O 4 ini saat digunakan
dalam pembacaan scan MRI, dengan penambahan nanopartikel magnetik
akan berguna untuk memperjelas pembacaan scan yang dilakukan. Pada
kasus drug delivery, penambahan MNPs (Magnetic Nanoparticles) akan
sangat berguna dalam manghantarkan obat agar langsung menuju bagian yang
sakit, lebih efisien dan cepat. Nanopartikel yang masuk dalam tubuh akan
menggiring obat langsung ke daerah yang diinginkan. Prinsip untuk terapi
hipertemia juga demikian, terapi berlangsung dengan memasukkan MNPs
yang nantinya dipandu jalannya menuju jaringan atau organ yang sakit.
277
sehingga dapat dikenali oleh dan berinteraksi dengan unit biologi penyebab
masalah kesehatan, memisahkan unit biologi yang dimaksud dan selanjutnya
unit biologi tersebut yang telah berinteraksi dan tergabung dengan sistem
nanopartikel magnetik akan dapat diidentifikasi.
Proses identifikasi hasil separasi dapat dilakukan baik berbasis
fenomena radioaktivitas bila digunakan nanopartikel magnetik bertanda
maupun berbasis fenomena magnetik untuk nanopartikel magnetik yang tidak
memiliki tanda. Juga telah dilakukan penelitian dan pengembangan material
barupada nanopartikel magnetik untuk aplikasi diagnosa/deteksi dini
permasalahan kanker dengan diagnostik kanker serviks sebagai studi kasus.
Pada tahun 2011 telah dilakukan studi penandaan nanopartikel magnetik yang
mana telah didapatkan parameter optimal penyiapan nanopartikel magnetik
bertanda serta informasi karakteristik nanopartikel magnetik bertanda yang
diperoleh meliputi fasa, morfologi serta sifat magnetiknya. Dari beberapa
tahapan proses sintesis yang terdiri dari tahap awal bahan prekursor, tahap
pembuatan oksida besi, tahap pembentukan koloid nanopartikel magnetik
(ferrofluid) dan tahap fungsionalisasi dengan bahan organik, diperoleh bahwa
tahapan penandaan optimal dapat dilakukan pada tahapan ferrofluid.
Ferrofluid bertanda dengan sifat optimal diperoleh untuk ferrofluid dengan
modifier permukaan bersifat ionik.
Pada tahun 2012 akan dilakukan kegiatan pembuatan koloid
nanopartikel magnetik bertanda yang permukaannya dikonjugasi bahan
organik sesuai target yang akan diseparasi. Sebagai contoh kasus bahan
organik yang akan dikonjugasikan adalah antibody yang sesuai dengan
antigen virus humanpapilloma penyebab kanker serviks. Proses pembentukan
koloid bertanda, karakteristik dan kestabilan konjugasi baik secara fisis
maupun kimiawi akan dipelajari secara sistematis. Pada akhirnya diharapkan
diperoleh bahan dan informasi karakteristik koloid nanopartikel magnetik
bertanda yang permukaannnya telah terkonjugasi dengan antibody yang siap
untuk diujicobakan dalam proses separasi dan identifikasi target virus.
278
Gambar 21.4Néel Loses, relaksasi menghasilkan panas dengan arah
magnetisasi berputar dalam inti (Miaskowski, 2011)
ii. Kehilangan energi akibat rotasi mekanik dari partikel, bertindak melawan
gaya gesekan dari medium cair (kerugian Brownian).
279
untuk menentukan ukuran tersebut dimana suatu nanopartikel magnetik
bukanlah single-domain lagi adalah ketika ukurannya di atas dimensi dinding
domain yang khas di dalam material magnetik, yang terbentang dari satu
hingga sepuluh nanometers. Sifat alami struktur domain mempunyai suatu
pengaruh pada histeresis dari nanopartikel magnetik dan sebagai konsekwensi
dari sifat hipertermianya.
dimana 𝜏𝜏𝑂𝑂 adalah suatu waktu usaha semula dengan suatu nilai sekitar 10-9
hingga 10-10 detik.
280
3. Pembalikan oleh penekanan penghalang anisotropis oleh suatu medan
magnet
Magnetisasi nanopartikel juga dibalikkan ketika suatu medan magnet
diterapkan cukup besar untuk menekan energi penghalang antara kedua
posisi keseimbangan, suatu peristiwa yang dikenal sebagai Model pembalikan
magnetisasi Stoner–Wohlfarth.
𝑀𝑀 = 𝜒𝜒𝜒𝜒 (21.4)
281
1 1 1
= 𝜏𝜏 + 𝜏𝜏 (21.5)
𝜏𝜏 𝐵𝐵 𝑁𝑁
𝜇𝜇 𝑜𝑜 𝑀𝑀𝑆𝑆2 𝑉𝑉 2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋
𝜒𝜒" = (21.6)
3𝑘𝑘 𝐵𝐵 𝑇𝑇 1+(2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋 )2
Loop histeresis adalah berupa suatu elips dengan suatu area yang
ditunjukkan oleh:
𝐾𝐾
𝐻𝐻𝐶𝐶 (0) = (21.8)
𝑀𝑀 𝑆𝑆
282
Gambar 21.6 Respon nanopartikel pada frekuensi tinggi medan AC dan
beberapa nilai Hac, kurva magnetisasi pada kasus tidak
berotasi (Mamiya,2011)
3
4
𝑘𝑘 𝐵𝐵 𝑇𝑇 1
𝐻𝐻𝑎𝑎𝑎𝑎 = 2𝐻𝐻𝐶𝐶 (0) �0.479 − 0.81 � 𝑙𝑙𝑙𝑙 � �� � (21.10)
2𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑓𝑓𝜏𝜏 𝑜𝑜
283
Gambar 21.7Pengaruh Hac pada efisiensi disipasi panas(Mamiya,2011)
Gambar 21.8 Pengaruh frekuensi pada efisiensi disipasi panas dengan nilai
Hac rendah dan sedang (Mamiya,2011)
284
Di dalam nanopartikel multi-domain, bahan dasar untuk menjelaskan
pembalikan magnetisasi adalah pengintian dari domain baru dan propagasi
dari dinding domain. Kedua mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh
kerusakan struktural di permukaan atau di dalam nanopartikel dan
menyulitkan beberapa prediksi kuantitatif dari bentuk loop histeresis dan area
dari parameter intrinsik nanopartikel magnetik.
4
𝐴𝐴 = 𝜂𝜂𝐻𝐻 3 (21.11)
3
285
Hipertermia magnetik juga disebut termoterapi yang merupakan
sebutan untuk suatu eksperimen pengobatan kanker, walaupun juga telah pula
diterapkan sebagai suatu pengobatan dari penyakit lainnya seperti infeksi
bakteri. Terapi ini didasarkan pada fakta bahwa ketika nanopartikel magnetik
diperlakukan ke suatu medan magnet tertentu, akan menghasilkan panas.
Sebagai konsekwensi, jika nanopartikel magnetik ditaruh di dalam suatu
tumor dan tubuh pasien ditempatkan pada suatu medan magnet tertentu
dengan frekwensi dan amplitudo yang dipilih dengan baik, temperatur tumor
akan naik. Metoda perawatan ini telah masuk tahap II percobaan pada
manusia hanya di Eropa, tetapi riset dilakukan oleh beberapa laboratorium di
seluruh dunia untuk menguji dan mengembangkan teknik ini lebih lanjut.
Berdasarkan gambar 21.9 terlihat bahwa pada bagian kiri jarum
kompas magnetik diarahkan dalam arah medan magnet bumi, dimana kompas
diarahkan paralel terhadap medan magnet H. Orientasi longitudinal terjadi
saat energi zeeman dipertimbangkan, kemudian energi magnetik mengenai sel
kanker yang terlihat dari gambar sebelah kanan, akan timbul panas dan
terbentuk sebuah struktur mantap tanpa kesetimbangan dalam medan
magnetik AC yang besar, juga terlihat bahwa sumbu panjang diarahkan tegak
lurus terhadap medan magnet H. Nanopartikel ferromagnetik tanpa radiasi
dengan medan magnet frekuensi tinggi yang lebih rendah intensitasnya
daripada medan magnetik tidak isotropis, dimana nanopartikel lurus dalam
bidang tegak lurus medan magnetik.
Energi
Panas
Magnetik
Sel kanker
Gambar 21.9 Ilustrasi skematik sebuah struktur pengarahan dari nanopartikel
magnetik pada perawatan kanker hipertermia dibandingkan
dengan kasus umum dari magnet biasa (Tombácz, 2007)
286
alternatif kanker yang dirancang untuk membunuh sel-sel tumor seperti
kanker dengan memanaskan sel-sel tumor pada suhu yang lebih tinggi dari
suhu tubuh orang sehat. Karena karakteristik-karakteristik yang tidak lazim
pada tumor dan sel-sel kanker, mereka cenderung menjadi lebih mudah
dihancurkan ketika dipanaskan dibandingkan dengan sel-sel biasa. Pekerjaan
para onkologis dan para peneliti seperti Dr. James Haim Bicher telah
menghasilkan perawatan kanker yang menjanjikan ini, yang sering kali
digunakan bersama perawatan-perawatan kanker dengan keberhasilan yang
besar.
Medan H
Cairan magnetik
287
Gambar 21.11 Cairan magnetik (biru) bergerak acak membunuh sel kanker
(coklat)(http://www.gatech.edu/newsroom/release.html?nid=50231)
288
Termometer
Insulasi termal
Generator AC
Dispersi cairan
magnetik
Kawat induksi
Gambar 21.12 Representasi skematik dari peralatan eksperimen pada
laboratorium(Tombácz, 2007)
289
DAFTAR PUSTAKA
Armijo, L.M., et al., Iron Oxide Nanocrystals for Magnetic Hyperthermia
Applications. Nanomaterials 2, 134-146(2012).
Robins H I,et al., Phase I Clinical Trial of Melphalan and 41.8 ◦C Whole-Body
Hyperthermia in Cancer Patients, J. Clin. Oncol. 15,158(1997).
290
Bab 22
Nanocoating dan
Pemanfaarannya
Oleh : Tri Siswandi Syahputra
291
22.2 Fungsi Coating
Istilah ini menggambarkan fungsi lain selain sifat klasik dari coating (berupa
tampilan dan perlindungan) yang timbul dari tambahan fungsi atau elemen tertentu.
Fungsi ini tergantung pada aplikasi yang sebenarnya dari substrat yang akan dilapisi.
Berikut ini fungsi pelapisan (nanocoating):
• Self-cleaning (pembersih otomatis)
• Antifouling (anti pembusukan/pentumbatan)
• Anti-graffiti (Mudah dibersihkan)
• Membuat permukaan halus
• Anti bakteri
• Anti high termal (tahan panas dan bakar)
Keunggulan nanocoating :
• Memiliki Daya Tahan yang baik
• Mudah diproduksi
• Penggunaannya mudah dan sangat efektif
• Dapat sesuikan dengan bentuk permukaan
• Ramah lingkungan
a) Sacrificial
Penggunaan sacrificial anoda seperti seng untuk melindungi besi dan baja telah lama
berdiri dan terkenal dalam praktek industri. Lapisan seng pada baja galvanis
terdegradasi bila terkena lingkungan yang tidak baik, suhu dan keasaman dan lapisan
ini melindungi permukaan di bawahnya. Dengan menggunakan pendekatan yang
sama, baik anorganik dan organik berbasis resin, coating dengan kandungan zink
yang banyak telah dikembangkan untuk melindungi berbagai substrat logam.
292
Gambar 22.1 Proses Sacrificial (irzaidan.files.wordpress.com/2012)
c) Inhibition (penghalangan)
Primer (molekular biology) yang mengandung logam fosfat, silikat, titanat atau
senyawa molibdat termaksud sebagai senyawa yang dapat digunakan sebagai
penghalang korosi melindungi logam dari korosi. Pigmen ini membentuk lapisan
oksida sebagai pelindung pada substrat logam, dan sering juga membentuk
kompleks antikorosi dengan bahan pengikat.
293
Belakangan ini telah dikembangkan silikon berbasis coating yang dapat tahan
terhadap temperatur diatas 10000C. Turunan Silicon seperti silicone resins
(siloxanes) atau inorganic silicates secara umum digunakan dalam
aplikasi ini. Namun, kopolimer atau campuran silikon dengan akrilat, epoxy atau
urethanes sangat sering digunakan untuk menghemat biaya. Perkembangan terbaru
telah telah
dibuat dari cara-cara inovatif untuk merancang pelapis penahan panas, misalnya,
titanium ester dalam kombinasi dengan serpihan aluminium yang dapat
menahan panas sampai dengan 4000C
Senyawa fosfor berfungsi dengan membentuk lapisan pelindung sebagai
penghalang permukaan glossy graphites juga digunakan sebagai penghambat api, ini
mengandung senyawa kimia, termasuk asam, yang terjebak antara lapisan karbon.
Setelah terkena suhu yang lebih tinggi, pengelupasan kulit grafit berlangsung dan ini
membuat lapisan isolasi ke substrat.
Pelapis pada umumnya sangat rentan dengan goresan dan abrasi. Dalam
berbagai produk konsumen lebih memilih untuk mempertahankan penampilan suatu
bahan yang dilapisi dari pada yang tidak dilapisi dan untuk alasan ini pelapis yang
digunakan pada mobil harus memiliki ketahanan gores yang baik dan memiliki
ketahanan abrasi.
Ketahanan gores dapat diperoleh dengan memasukkan lebih banyak batasan
penghubung di lapisan pengikat, tetapi sangat terkait lapisan yang sangat keras
memiliki ketahanan yang berdampak buruk akibat kurang fleksibel. Sebuah linked
cross film akan menunjukkan kinerja yang lebih baik berkaitan dengan sifat-sifat
lainnya seperti antifingerprint dan impact resistance tapi akan memiliki ketahanan
abrasi. Dengan demikian, kombinasi yang benar dari kekerasan dan fleksibilitas
sangat diperlukan.
Industri coating saat ini telah mengembangkan pelapis anti gores dengan
menggabungkan nanopartikel SiO2 ke dalam matriks organik yang
dapat bermigrasi ke permukaan. Dengan cara ini, ketahan gores
dapat ditingkatkan karena adanya pengayaan dari nanopartikel kedekat
permukaan pelapis.
294
22.3.4 Pelapisan dengan sistem pembersihan alami
295
Gambar 22.5. (a) gambaran mikroskopik dari daun teratai. (b) Skema yang
menggambarkan hubungan antara kekasaran permukaan dan proses
pembersihan sendiri. (aguspur.wordpress.com)
Pada tahun 1997, Barthelott dan rekan-rekannya membuktikan bahwa sifat
pembersihan diri dari daun teratai terjadi karena faktor morfologi dari permukaan
daun dan proses hidrofobisitas pada daun teratai. Ini adalah morfologi khusus untuk
mencegah kotoran bersatu dengan permukaan daun, sedangkan hidrofobisitas yang
tinggi membuat daun menolak air. Akibatnya, tetesan air bergulir ke permukaan daun,
dan membawa kotoran.
Setelah Penemuan awal oleh Barthelott ini, banyak kelompok peneliti yang
telah berusaha untuk meniru kegiatan ini untuk mengembangkan proses pembersihan
diri sendiri atau lotus-efek coating.
296
dengan mudah hanyut dengan aliran air atau hujan jika lapisan diterapkan pada
permukaan luar.
Gambar 22.7 Proses Titanium dioksida mengurangi polusi dan membersihkan udara
(irzaidan.files.wordpress.com/2012/ppt)
297
termaksud silver, zinc oxide (ZnO), copper oxide (CuO), TiO2, dan
selenium
298
.
Gambar 22.10 Mikroorganisme yang mengganggu kapal (irzaidan.files.wordpress.com)
Fouling umumnya banyak berada di perairan pesisir di mana kapal atau perahu
berlabuh atau perjalanan dengan kecepatan yang lambat. Berdasarkan jenis
organisme laut yang ada, fouling dibagi 2 jenis utama, yaitu fouling mikro dan fouling
makro oleh hewan laut (teritip, cacing tabung) dan tanaman (ganggang).
Ada dua jenis lapisan antifouling bawah air. Pelapisan kimia menggunakan
biocides, atau toxin kimia yang dilepaskan ke dalam air laut dan mencegah organisme
laut melekat ke permukaan kapal. toxin menciptakan sebuah hambatan yang
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Di masa lalu pelapisan ini biasanya disebut
oksida tembaga. Beberapa bahan kimia yang bersifat beracun meliputi; oksida
cuprous, merkuri, tembaga, arsen dan tributiltin oksida (TBT). Setiap kombinasi dari
bahan kimia ini memberikan efek berbahaya bagi lingkungan perairan.
Tipe lain dari lapisan antifouling bawah air adalah ablatif, pembersih manual
sistem pelapisan. Sistem ablative mencegah mikroorganisme laut melekat ke
pelapisan permukaan kapal. Permukaan pelapisan awal terus berada dalam air laut.
Belakangan ini, produk antifoil telah mengembangkan teknologi mikro-
encapsulation. Polimer dengan energi permukaan rendah menolak adhesi akibat
organisme laut. Sejauh ini teknologi ini cukup baik jika digunakan pada kapal dengan
kelajuan tinggi seperti kapal ferri.
Berbagai teknik pelapisan yang ada dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:
a. Pelapisan dengan cara penyemprotan (spraying)
Pada teknik ini, pelapis coating disemprotkan kepermukaan dengan alat
semprot yang memiki kecepatan tertentu. Pelapis yang akan disemprot harus
dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu sehingga hasil yang diharapkan akan
maksimal.
299
Gambar 22.12 Teknik penyemprotan (rowantechnologi.com)
300
Gambar 22.15. Hasil pelapisan dengan cara pencelupan (rowantechnologi.com)
301
DAFTAR PUSTAKA
Mathiazhagan A., dan Joseph, R., Nanotechnology, A New Prospective in Organic Coating –
Review. International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 2 , No. 4 ,
2011
Gilbert Gedeon, P.E., 1995. Coating Application and Inspection Stony Point, NY 10980
Kurniawati, A., 2008. Evaluasi pelapisan. Jakarta: Fakultas Teknik UI.
http://aguspur.wordpress.com/2008/10/09/manfaat-nanoteknologi/ diakses tgl 4/12/2012
http://www.infometrik.com/2009/08/pelapisan-logam-bagian-1/ diakses tanggal 4/11/2012
http://www.sciencedaily.com/releases/2012/02/120215155316.htm diakses tanggal 4/11/2012
http://www.durasealcoatings.com/ diakses tangak 4/11/2012
http://irzaidan.files.wordpress.com/2012/02/ch-11-nanocoating-presentation.ppt/ diakses
tanggal 4/11/2012.
www.rowantechnologi.com.diakses tanggal 06/12/2002
302
Bab 23
Nanokomposit Polimer untuk
Aplikasi Plastik Biodegradable
(Ramah Lingkungan)
Oleh : Yolla Sukma Handayani
23.1 Pendahuluan
Plastik merupakan material yang banyak digunakan dalam berbagai sektor. Seperti
yang kita jumpai setiap hari banyak produk yang menggunakan plastik sebagai kemasan,
bahan dasar elektronika dan lain-lain. Hampir seratus juta ton plastik konvensional yang
terbuat dari beberapa jenis polimer, seperti : polietilen tereftalat (PET), polivinil klorida
(PVC), polietilen (PE), polipropilen(PP), polistirena (PS), polikarbonat (PC), dan melamin
diproduksi setiap tahunnya.
Material plastik banyak digunakan karena mempunyai sifat unggul, seperti ringan
tetapi kuat, transparan, tahan air, serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua
kalangan masyarakat. Namun demikian, plastik memiliki sifat tidak mudah hancur, baik oleh
cuaca hujan dan panas matahari maupun mikroba yang hidup dalam tanah. Ketidakmampuan
mikroorganisme untuk menguraikan material ini menimbulkan masalah sampah nonorganik,
yang jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah yang sangat serius
terhadap lingkungan. Disamping itu, sumber minyak bumi yang digunakan sebagai bahan
dasar polimer sintetik semakin lama semakin berkurang, sehingga timbul pemikiran untuk
mengembangkan material polimer yang memanfaatkan bahan-bahan alam yang dapat
diperbaharui (renewable resources).
Saat ini telah dikembangkan plastik yang ramah lingkungan (biodegradable) karena
mudah terurai di dalam tanah. Plastik tersebut dibuat dari material yang berasal dari senyawa
organik yang diproduksi bakteri, tidak seperti plastik konvensional yang dibuat dari minyak
bumi. Material tersebut disebut polyhydroxybutyrate (PHB). PHB sudah banyak digunakan
pada berbagai produk kemasan hingga peralatan medis dan telah dikormesialkan sejak tahun
1980-an. Namun, penggunaannya masih terbatas karena sifatnya yang rapuh dan tidak dapat
ditentukan masa urainya. Kemudian, para ilmuwan di Universitas Comell, New York,
melakukan rekayasa material agar plastik PHB lebih kuat dan cepat terurai [Adipedia.com,
2011]. Kuncinya terletak pada partikel lempung (clay) berdiameter beberapa nanometer.
Partikel-partikel berukuran sangat kecil ini ditambahkan pada polimer agar membantu proses
kristalisasi yang memperkuat plastik.
Jenis plastik biodegradable yang sudah dikembangkan antara lain, poli hidroksi
alkanoat (PHA), poli e-kaprolakton (PCL), poli butilen suksinat (PBS), dan poli asam laktat
(PLA) [Berkesch, S., 2005]. PLA merupakan modifikasi asam laktat hasil perubahan zat
tepung kentang atau jagung oleh mikroorganisme, dan poliaspartat sintetis yang dapat
terdegradasi. Bahan dasar plastik berasal dari selulosa bakteri, kitin, kitosan, atau tepung
303
yang terkandung dalam tumbuhan, serta beberapa material plastik atau polimer lain yang
terdapat di dalam sel tumbuhan dan hewan.
Plastik biodegradable berbahan dasar tepung dapat didegradasi bakteri pseudomonas
dan bacillusdengan cara memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Senyawa-
senyawa hasil degradasi polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga
menghasilkan senyawa organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya
bagi lingkungan [IBAW Publication, 2005]. Plastik berbahan dasar tepung aman bagi
lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik konvensional membutuhkan waktu kurang lebih
500 s.d. 1000 tahun agar dapat terdekomposisi di alam, sementara plastik biodegradable
dapat terdekomposisi 100 hingga 1000 kali lebih cepat. Hasil degradasi plastik ini dapat
digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable
yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat
dengan adanya plastik biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme
meningkatkan unsur hara dalam tanah.
Oleh karena itu, pengembangan plastik biodegradable ini sangat pesat karena
banyaknya keunggulan yang dimiliki oleh material ini.
23.2 Polimer
Polimer adalah bahan yang molekulnya memiliki unit ulang (repeat unit) dari sebuah
atau sekelompok atom yang dikenal sebagai mer [Fitrilawati, F., 2007]. Mer berbeda dengan
monomer. Monomer adalah molekul-molekul tunggal penyusun polimer. Polimer berasal dari
bahasa Yunani, poly dan mer (meros). Poly berarti banyak, sedangkan mer (meros) berarti
ikatan. Sifat-sifat polimer berbeda dari monomer-monomer yang menyusunnya.Sebagai
contoh, polimer polipeptida adalah salah satu jenis bahan polimer dengan rantai linier sangat
panjang yang tersusun atas unit-unit terkecil (mer) yang berulang-ulang berasal dari
monomer molekul asam amino. Mekanisme polimerisasi asam amino menjadi polipeptida
ditunjukkan pada Gambar 23.1.
304
A. Klasifikasi berdasarkan asal polimer
6. Nilon Tekstil
305
9. Melamin Piring dan gelas melamin
c. Polimer anorganik
Polimer kelompok ini memiliki unsur anorganik pada rantai utamanya atau rantai
cabang. Contoh: poliorganosiloksan yang dikenal juga sebagai polimer silikon (silicone
polymers, sillicones) seperti yang ditunjukkan Gambar 23.2.
a. Polimer kondensasi
Polimer kondensasi adalah polimer yang terbentuk melalui reaksi kondensasi.
Kondensasi merupakan reaksi penggabungan gugus-gugus fungsi antara kedua monomernya.
Artinya, polimerisasi kondensasi adalah reaksi pembentukan polimer dari monomer-
monomer yang mempunyai gugus fungsional dan reaksi polimerisasi yang menghasilkan
306
molekul kecil berupa air, alkohol, dan yang lainnya.Misalnya, senyawa polipeptida atau
protein dan polisakarida merupakan senyawa biomolekul yang dibentuk oleh reaksi
polimerisasi kondensasi. Berikut beberapa contoh pembentukan polimerisasi kondensasi
ditunjukkan oleh Gambar 23.3.
(a)
(b)
b. Polimer adisi
Polimer adisi adalah polimer yang terbentuk melalui reaksi adisi. Reaksi adisi adalah
reaksi pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Jadi, polimerisasi adisi adalah
reaksi pembentukan polimer dari monomer-monomer yang berikatan rangkap (ikatan tak
jenuh). Pada reaksi ini monomer membuka ikatan rangkapnya lalu berikatan dengan
monomer lain sehingga menghasilkan polimer yang berikatan tunggal (ikatan jenuh). Artinya,
monomer pembentuk polimer adisi adalah senyawa yang ikatan karbon berikatan rangkap
seperti alkena, sterina, dan haloalkena. Polimer adisi ini biasanya identik dengan plastik,
karena hampir semua plastik dibuat dengan polimerisasi adisi. Misalnya polietena,
polipropena, polivinil klorida, teflon dan poliisoprena.Berikut beberapa contoh
pembentukannya ditunjukkan pada Gambar 23.4.
(a)
(b)
Gambar 23.4. Pembentukan(a) polietena (polietilena) dari etena (etilena)dan (b) teflon dari
tetrafluoro etena.
307
C. Klasifikasi berdasarkan aplikasi
a. Plastik
Plastik dapat dibuat menjadi berbagai bentuk, biasanya melalui proses pemanasan
atau menggunakan tekanan. Plastik selanjutnya dibedakan sebagai termoset dan termoplastik.
Polimer termoset jika dipanaskan diatas temperatur kritis akan menjadi keras (permanen) dan
tidak akan menjadi lunak (soften) kembali.
Termoset merupakan polimer cross linked yang tidak memiliki suhu melting dan tidak
memiliki sifat mencair jika dipanaskan sehingga tidak dapat dicetak. Contoh polimer
termoset adalah resin fenol (phenolic resins), resin amino (amino resins), dan resin epoksi
(epoxy resins).
Termoplastik umumnya merupakan polimer linear yang mempunyai suhu melting
yang rendah, dapat mencair dan dicetak. Polimer termoplastik akan menjadi lunak jika
dipanaskan diatas Tg (suhu transisi gelas). Polimer dapat dibentuk pada temperatur tersebut
dan ketika didinginkan bentuknya akan tetap. Contoh polimer termoplastik adalah polietilen,
polikarbonat, polipropilen, dan lain-lain.
b. Elastomer
Elastomer adalah bahan yang menyerupai karet. Bahan ini memiliki elastisitas yang
tinggi. Polimer ini akan berubah bentuk jika ditarik atau ditekan, namun bentuknya akan
kembali seperti semula jika tarikan atau tekanan tersebut dilepaskan. Contohnya antara lain
karet alam, karet sintetik, dan lainnya.
c. Fiber
Fiber memiliki kekuatan (strength) dan modulus yang tinggi, dapat ditarik (stretch
ability), memiliki stabilitas termal, dapat dipintal (spinnability), dan memiliki sifat yang
berguna untuk aplikasi misalnya untuk tekstil, tali, kabel, dan sebagainya. Ada fiber yang
termasuk kelompok serat alam (natural fibers) seperti sutera (silk), wol, dan katun dan ada
yang temasuk serat buatan (synthetic fibers) seperti nilon, rayon, dan sebagainya.
308
Gambar 23.5. Bentuk arsitektur polimer (a) linear, (b) bercabang, (c) crosslinked, dan
(d) network(berjejaring) [Anadão, P., 2012]
A. Proses polimerisasi
Proses polimerisasi dibagi dalam kelompok polimerisasi kondensasi dan polimerisasi
adisi.
a. Polimerisasi adisi
Pada proses polimerisasi ini tidak ada produk samping yang dihasilkan. Jumlah atom
pada monomer sama dengan pada unit ulang (mer). Contoh polimerisasi kondensasi
ditunjukkan oleh Gambar 23.4 pada bagian 23.2.1.
b. Polimerisasi kondensasi
Pada proses polimerisasi ini ada produk samping yang dihasilkan. Jumlah atom yang
terdapat pada unit ulang (mer) lebih kecil dibandingkan dengan jumlah atom pada monomer.
Contoh polimerisasi kondensasi ditunjukkan oleh Gambar 23.3 pada bagian 23.2.1.
B. Mekanisme polimerisasi
Mekanisme polimerisasi dibagi atas step reaction or step growth polymerization dan
chain reaction or chain growth polymerization.
309
(a)
(b)
Gambar 23.6. Pembentukan (a)polieter dan (b)poliimid melalui reaksi step reaction
Poliimid banyak digunakan dalam komposit yang memiliki kekuatan yang tinggi dan
lapisan yang memiliki stabilitas termal dan merupakan bahan adhesive.
Ciri-ciri penting dalam mekanisme step reaction or step growth polymerization.
1. Reaksi-reaksi monomer berlangsung pada tahap awal dan pertambahan berat molekul
berlangsung secara lambat.
2. Pertumbuhan rantai polimer disebabkan oleh reaksi antara monomer, oligomer, dan
polimer.
3. Tidak ada tahap terminasi yang jelas, rantai ujung (the end group) bersifat reaktif
sepanjang proses polimerisasi.
4. Mekanisme reaksi sepanjang proses polimerisasi berlangsung sama.
310
Gambar 23.7. Pembentukan polistiren melalui reaksi chain growth.
Densitas dan solubilitas (kelarutan) polimer dapat diuji secara bersamaan dengan
memasukkan butiran polimer ke dalam tabung yang bersifat pelarut. Keadaan sampel yang
mngapung atau tenggelam menentukan densitas, sedangkan keadaan sampel yang
mengembang atau larut menentukan solubilitas. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap,
mula-mula pelarut berdifusi melewati matriks polimer membentuk massa menggembung
yang disebut gel, kemudian gel tersebut pecah dan molekul-molekulnya terdispersi kedalam
pelarut. Beberapa jenis polimer dapat larut dengan cepat dalam pelarut tertentu, dan beberapa
polimer yang lainnya memebutuhkan periode pemanasan dengan suhu mendekati titik lebur
untuk pelarutannya.
B. Berat Molekul
Pada polimer dipergunakan istilah berat molekul rata-rata karena umumnya molekul
pada polimer memiliki ukuran yang tidak sama dan massa molekul yang berbeda. hal ini
dikenal sebagai polidispersitas (polydisperse). Berat molekul polimer bergantung pada
metode pengukurannya.
311
Pada motode yang bergantung pada analisis gugus ujung atau sifat-sifat koligatif
dikenal berat molekul rata-rata jumlah (number average relative molecular mass). Pada
motode ini bilangan atau jumlah molekul dari setiap berat dalam sampel yang bersangkutan
dihitung. Berat molekul rata-rata jumlah adalah berat sampel per mol :
𝑤𝑤 ∑∞
𝑖𝑖=1 𝑀𝑀𝑖𝑖 𝑁𝑁𝑖𝑖
����
𝑀𝑀𝑛𝑛 = ∞ = (1)
∑𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖 ∑∞ 𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖
Dengan Ni adalah jumlah rantai dan Mi adlaah massa dari rantai yang bersangkutan. Teknik
menentukan ����
𝑀𝑀𝑛𝑛 adalah osmometry.
Hamburan cahaya dan ultrasentrifugasi dipergunakan untuk menentukan berat
molekul yang berdasarkan pada massa dan polarisabilitas spesies polimer. Metode ini
menjumlahkan fraksi berat masing-masing spesies dikalikan berat molekulnya. Nilai yang
diperoleh disebut berat molekul rata-rata berat (weight average molecular mass) dinyatakan
sebagai
∑∞
𝑖𝑖=1 𝑤𝑤𝑖𝑖 𝑀𝑀𝑖𝑖 ∑∞
𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖 𝑀𝑀𝑖𝑖2
����
𝑀𝑀𝑤𝑤 = = ∞ (2)
∑∞ 𝑖𝑖=1 𝑤𝑤𝑖𝑖 ∑𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖 𝑀𝑀𝑖𝑖
Nilai ����
𝑀𝑀𝑤𝑤 lebih dipengaruhi oleh molekul-molekul yang besar.
Dalam pengukuran berat molekul yang berdasarkan sifat koligatif, setiap molekul
mempunyai kontribusi yang sama berapapun beratnya, sedangkan pada metoda yang
menggunakan hamburan cahaya, molekul-molekul yang lebih besar mempunyai kontribusi
yang lebih karena menghambur cahaya secara lebih efektif. Karena alasan tersebut berat
molekul rata-rata berat ����
𝑀𝑀𝑤𝑤 selalu lebih besar daripada berat molekul rata-rata jumlah ����
𝑀𝑀𝑛𝑛 ,
kecuali jika semua molekul memiliki besar yang sama maka ����𝑀𝑀𝑤𝑤 = ����
𝑀𝑀𝑛𝑛 .
Sifat fisis polimer ditentukan oleh berat molekulnya. Agar memiliki sifat mekanik
yang baik, polimer harus memiliki berat molekul yang cukup. Besar berat molekul yang
diperlukan tergantung pada interaksi inter dan intra-molekul.
C. Sifat termal
D. Penentuan struktur
Struktur molekul dapat ditentukan dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan
spektroskopi inframerah (IR). Spektroskopi FT-IR merupakan metoda yang digunakan untuk
menganalisa gugus fungsi yang terdapat pada bahan polimer. Spektroskopi FT-IR bekerja
berdasarkan interaksi radiasi inframerah dan materi, berupa absorpsi pada frekuensi dan
panjang gelombang tertentu yang berhubungan dengan energi transisi antara keadaan-
keadaan energi vibrasi-rotasi dari molekul.
312
E. Sifat optik
Secara kualitatif, dapat diamati apakah polimer terlihat transparan atau buram
(opaque). Sifat optik linear bahan dinyatakan dengan konstanta n (indeks bias) dan α
(koefisien absorpsi) yang didefinisikan sebagai :
[ ( )]
n = 1 + Re χ (1)
1
2
(3)
α=
k0
n
( )
Im χ (1)
(4)
Konstanta optik linear tersebut dapat ditentukan dengan teknik reflektometri yaitu
berdasarkan hasil pengukuran pasangan spektrum transmisi dan refleksi.
Nanokomposit adalah gabungan atau kombinasi dari dua atau lebih komponen
terpisah dan salah satu komponennya adalah material skala nanometer. Dalam
nanokompositfiller dapat berupa clay, logam, CNT[Duncan, T. V., 2011]yang akan bertindak
sebagai pengisi dalam sebuah matriks. Nanokomposit merupakan material yang dibuat
313
dengan menyisipkan nanopartikel (filler) dalam sebuah sampel material makroskopik
(matriks). Tujuan pembuatan komposit adalah untuk menghasilkan sifat yang berbeda dari
komponen-komponen pembentuknya serta untuk menghasilkan sifat yang terbaik dari tiap
komponen suatu komposit. Penambahan nanopartikel dapat menghasilkan perubahan sifat
optik, sifat dielektrik atau sifat mekanik, seperti kekakuan (stiffness) dan kekuatan (strength).
Polimer nanokomposit adalah kombinasi dari dua material atau lebih, dimana polimer
sebagai matriks diisi dengan filler yang berukuran nanometer. Filler nanokomposit dapat
berupa clay, carbon nanotubes, silica nanoparticles, starch nanoparticle, nanofiber, dan lain-
lain (Gambar 23.8). Polimer nanokomposit telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi
seperti pada otomotif, kemasan produk, dan lain-lain. Karena sifat polimer nanokomposit
dapat dimodifikasi, maka material ini dapat digunakan untuk aplikasi plastik ramah
lingkungan.
Pada prinsipnya metoda ini hampir sama dengan metode polimerisasi in-situ. Mula-
mula organoclaydilarutkan dengan pelarut seperti toluen atau n,n D03-3 dimetil formamid.
Polimer yang telah dilarutkan kemudian ditambahkan ke dalam larutan organoclay sehingga
polimer dapat terinterkelasi di antara lapisan silikat. Tahap terakhir adalah menghilangkan
pelarut dengan evaporasi, biasanya dalam kondisi vakum. Keuntungan proses ini adalah
interkelasi nanokomposit dapat dilakukan pada polimer nonpolar atau yang mempunyai
polaritas rendah. Kekurangan dari metoda ini adalah penggunaan pelarut yang sukar
diaplikasikan di dunia industri karena pelarut yang dibutuhkan jumlahnya cukup besar dan
membutuhkan biaya tinggi.
314
23.3.2 Nanokomposit polimer/clay
Nanokomposit polimer/clayadalah kelas barukompositdenganmatriks
polimerdimanafaseterdispersiadalahsilikatyang dibentuk olehpartikelyang
-9
memilikidimensidalamsatuannanometer(10 m) [Anadão, 2012].
Bentonit atau clay adalah istilah yang digunakan untuk sejenis lempung yang
mengandung mineral montmorillonite. Struktur montmorillonite adalah Mx(Al4-
xMgx)Si8O20(OH)4. Montmorillonite terdiri dari tiga unit lapisan, yaitu dua unit lapisan
tetrahedral (mengandung ion silika) mengapit satu lapisan oktahedral (mengandung ion besi
dan magnesium). Struktur utama montmorillonite selalu bermuatan negatif walaupun pada
lapisan oktahedral ada kelebihan muatan positif yang akan dikompensasi oleh kekurangan
muatan positif pada lapisan tetrahedral [Duncan, T. V., 2011]. Struktur kristal
montmorillonite ditunjukkan pada Gambar 23.9.
Ketebalan setiap lapisan montmorillonite sekitar 0,96 nm, tiap dimensi permukaan
pada umumnya 300-600 nm, sedangkan d-spacing 1,2 – 1,5 nm [Barleany, 2011]. Polimer –
clay biasanya merupakan bahan penggabungan antara polimer dan bahan komposit sebagai
penguat (reinforcement), seperti silika, zeolit, dan lain-lain. Reinforcement yang digunakan
315
biasanya juga sebagai pengisi (filler) pada matriks polimer. Antara polimer dan
montmorillonite mempunyai sifat yang berbeda. Untuk mempersatukan kedua bahan
dibutuhkan zat pemersatu yang biasa disebut compatibilizer.
Compatibilizer yang biasa digunakan adalah zat yang identik dengan matriks polimer
serta dapat mengikat filler itu sendiri. Bahan compatibilizer yang sering digunakan dalam
pembuatan nanokomposit polimer adalah PP-g-MA. Compatibilizer memegang peranan
penting dalam proses compounding. Pada sistem konvensional, sebagai penguat polimer
digunakan filler dengan ukuran mikron. Biasanya filler dalam ukuran mikro tidak dapat
menghasilkan produk yang baik, karena pendispersiannya yang tidak merata di dalam matriks
polimer. Polimer nanokomposit merupakan alternatif yang lebih menjanjikan dibandingkan
sistem konvensional. Pola pendispersian filler di dalam matriks polimer terdiri dari tiga tipe,
ditunjukkan pada Gambar 23.10.
Gambar 23.10. Perbedaan morfologi pendispersian filler pada matriks polimer, (a)
mikrokomposit (b) dan (c) nanokomposit [Duncan, T. V., 2011]
Jika polimer tidak dapat memenuhi ruang (interkalasi) di antara lapisan silikat, maka
komposit yang dihasilkan adalah (a) mikrokomposit. Mikrokomposit ini memiliki sifat yang
sama dengan komposit konvensional. Dua tipe komposit yang lain (b,c) adalah
nanokomposit. Jika salah satu atau beberapa rantai polimer masuk (menyisip) diantara lapisan
silikat maka terbentuk struktur interkalasi. Nanokomposit yang dihasilkan mempunyai
struktur multi layer, yaitu alternasi polimer dan lapisan silika. Struktur eksfoliasi atau
delaminasi terbentuk jika lapisan silikat seluruhnya terdispersi di dalam matriks polimer.
Konfigurasi dimana nanokomposit tersebar di dalam matriks polimer menghasilkan
perubahan yang signifikan dalam sifat gas barrier, heat deflection temperature, dimensi, dan
ketahanan api karena terjadi interaksi yang maksimum antara polimer dan clay (Barleany,
dkk, 2011).
316
lebih pendek dibandingkan dengan plastik konvensional. Pada dasarnya plastik
biodegradable dapat dibuat dari bioplastik, yang komponennyaberasal
daribahanbakuterbarukan atau dari plastik konvensional berbasis minyak bumiyang
mengandungaditifbiodegradableyang memungkinkanmereka untukmeningkatkansifat
biodegradasinya.
A. PLA (Polylacticacid)
Diantarapoliesteralifatik, PLAdianggapsebagai materialbiodegradableyang
palingmenjanjikan, bukan hanyakarena memilikisifat biodegradasi yangbaik,
kekuatanmekanik yang tinggi, tetapi jugakarena dapat diperolehdari sumber daya alam yang
terbarukan. Jikamenyisipkannanopartikel yang berbedake dalam matriksPLA
makasifatbahanini akan meningkat secara signifikan, sehingga dapat digunakan
dalampenerapanlebih lanjut, salah satunya sebagai bahan dasar pembuatan plastik
biodegradable.
Dengan demikian, mudah untukmemahami mengapabegitu banyak penelitiantelah
difokuskan padamaterial ini. Dalam beberapa tahun terakhir ini, grup peneliti Ray [Yang, Ke-
Ke, et. al., 2007]menyiapkanserangkaiannanokomposit PLA/layered silicatemenggunakan
teknikmelt extrusion, mereka memodifikasimentmorillnite, mika, dantitanat. Selain itu,
merekamenyelidikistrukturdan sifatdarinanokomposit secara sistematik, termasukmorfologi,
perilakukristalisasi, sifat mekanik, suhu panasdistorsi, sifatgaspenghalang, perilakurheologi,
dan sifat biodegradasi. Mereka menemukanbahwa sebagian besarsifatmengalami peningkatan
yang berarti.
MMT(Modified Montmorillonite) adalahclayyang paling
umumdigunakandalamsistemPLA. Peningkatansifat mekaniknyaluar biasa, dan
terdapathubungan yangbesar antaraisiMMTdengan sifatakhir darikomposit. PLACNnadalah
singkatannanokomposit PLA/claydimana nmenunjukkanpersentaseclay.
Jenislayered silicateyang digunakan merupakan faktoryang mempengaruhisifat-
sifatmaterial. Terdapat beberapa jenislayered silicateyang bekerja di dalam nanokomposit
PLA, seperti Montmorillonite [Na1/3(Al5/3Mg1/3)Si4O10(OH)2] dan Synthetic Fluorine
Mica [NaMg2.5Si4O10F2]. Gambar 23.11menggambarkanmorfologidispersidari
nanopartikel. Terlihat dengan jelasbahwatingkatdispersimemberikanefek pada berbagai
layered silicate. Konsekuensinya, sifat-sifatbahan, sepertibiodegradabilitasdan
perilakukristalisasi, bervariasi padalayered silicateyang berbeda.
317
Gambar 23.11. Hasil TEM pada berbagai nanokomposit PLA/OMLS. Bagian gelap
mencirikan cross section dari lapisan OMLS dan bagian terang mencirikan matriks
[Yang, Ke-Ke, et. al., 2007]
Gambar 23.12. Proses biodegradasi neat PLA dan berbagai nanokomposit PLA/OMLS yang
terdekomposisi terhadap waktu. Ukuran awal sampel kristal adalah 3 x 10 x 0.1 cm3
[Yang, Ke-Ke, et. al., 2007]
318
kelompok hidroksil mulai mengalami hidrolisis heterogen setelah menyerap kelembaban dari
kompos. Faktor lain yang mengontrol biodegradabilitas dari nanokompositPLA adalah
keadaan dispersi intercalatedOMLSdalam matriks PLA. Ketika intercalatedOMLS
terdistribusi secara baik dalam matriks, maka kontak matriks dengan tepi dan permukaanclay
akan maksimum, hal ini akan meningkatkan laju degradasi, yang dapat diamati dalam kasus
sistem PLA/SBE4.
Perilaku kristalisasi nanokomposit PLA/clayjuga menunjukkan perbedaan yang jelas
bila dibandingkandenganneat PLA. Kelompok Raymenggambarkan perilaku
kristalisasidanmorfologi purePLAdan nanokomposit PLA/C18MMT secara rinci. Kedua
spherulitesdari neat PLA dan nanokomposit menunjukkan negatifbire-fringence, tetapi
keterarutan spherulites lebih tinggi dalamkasuspure PLA(Gambar 23.13). Keseluruhan
tingkat kristalisasi neatPLA meningkatsetelah nanokomposit dipreparasi dengan C18-MMT,
tetapi tidak berpengaruhpada laju pertumbuhan linearspherulitespurePLA.Perilaku ini
menunjukkan bahwa partikel dispersi MMT bertindak sebagai agen nukleasi untuk
kristalisasi PLAdi dalam nanokomposit.
Gambar 23.13. Optical micrograph dari neat PLA (a-c) dan PLACN4 (a-c) pada temperatur
kristalisasi (Tc) dari (a,a’) 120oC, (b,b’) 130oC, dan (c,c’) 140oC [Yang, Ke-Ke, et. al., 2007]
319
tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik. Biaya produksi PHB masih mahal
jika dibandingkan dengan plastik konvensional karena membutuhkan energi produksi yang
besar.
Sifat mekanis merupakan sifat terpenting darisemua jenis material plastik karena
semua kondisipemakaian serta penggunaan dari plastik melibatkanbeban mekanis.
b. Kekerasan (Hardness)
Uji pengukuran kekerasan terdiri dari tiga jenis yang tergantung dari cara melakukan
pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah (1) kekerasan goresan (scratch hardness), (2)
kekerasan lekukan (indentation hardness), dan (3) kekerasan pantulan (rebound) atau
kekerasan dinamik (dynamichardness). Kekerasan Rockwell (HR) dipakai untuk menentukan
kekerasan polimer adalah sebagai dengan menggunakan bola sebagai penekan, beban mula-
320
mula Po diberikan untuk mendapat kedalaman mula, selanjutnya beban P untuk waktu
tertentu, dan setelah dikembalikan ke beban mula diukur kedalaman deformasi plastisnya (h)
yang disubstitusikan dalam persamaan berikut.
HR = 130 − 500h (7)
B. Sifat Biodegradabilitas
Pengujian sifat biodegradabilitas bahan plastik dapat dilakukan menggunakan enzim,
mikroorganisme dan uji penguburan. Lembaga standarisasi internasional (ISO) telah
mengeluarkan metode standar pengujian sifat biodegradabilitas bahan plastik sebagai berikut.
ISO 14851 : penentuan biodegradabilitas aerobik final dari bahan plastik dalam media cair -
metode pengukuran kebutuhan oksigen dalam respirometer tertutup.
ISO 14852 : penentuan biodegradabilitas aerobik final dari bahan plastik dalam media cair -
metode analisa karbondioksisa yang dihasilkan.
ISO 14855 : penentuan biodegradabilitas aerobik final dan disintegrasi dari bahan plastik
dalam kondisi komposting terkendali – metode analisa karbondioksida yang dihasilkan.
321
Gambar 23.14.Contoh plastik biodegradableuntuk kemasan.
Keunggulan yang dimiliki oleh plastik biodegradable, diantaranya ialah sebagai berikut.
a. Berbahan baku bahan-bahan yang dapat diperbaharui (renewable)
Plastik biodegradable merupakan plastik yang berbahan baku bahan-bahan yang
dapat diperbaharui (renewable), yaitu dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam
tanaman misalnya selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid yang terdapat dalam
hewan. Hal ini menjadi sebuah keunggulan bagiplastik biodegradable karena tidak akan
pernah kekurangan bahan baku selama masih terdapat sinar matahari, air, dan tanah.
Sifat bahan baku plastik biodegradable tersebut dapat menjadi langkah untuk
mengurangi ketergantungan terhadap plastik konvensional yang berbahan dasar
petroleum, gas alam, atau batu bara. Siklus plastik biodegradableyang menunjukkan
bahwa plastik biodegradable bersifat dapat diperbaharui ditunjukkan oleh Gambar 23.15.
b. Ramah lingkungan
Makna biodegradable adalah mampu terurai menjadi komponen-komponen yang
tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Berdasarkan definisi tersebut dapat
dikatakan bahwa plastik biodegradable mempunyai sifat ramah lingkungan. Proses
penguraian plastik biodegradable dilakukan oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
322
mikroorganisme. Hal tersebut menjadi sebuah keunggulan dari pemanfaatan plastik
biodegradable jika dibandingkan dengan pemanfaatan plastik konvensional yang dapat
merusak lingkungan.
323
DAFTAR PUSTAKA
Anadão, P., Polymer/Clay Nanocomposites: Concepts, Researches, Applications and Trends
for The Future,http://dx.doi.org/10.57772/50407, diakses pada tanggal 22 November
2012
A., Richard, et. al., Biodegradable Polymers for the Environment,Science297, 803-807 (2002)
Barleany, D. R., Hartono, R., dan Santoso, Pengaruh Komposisi Montmorillonite pada
Pembuatan Polipropilen-Nanokomposit terhadap Kekuatan Tarik dan
Kekerasannya,Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693-4393
(2011)
Cowie and Valeria, Polymers: Chemistry and Physics of Modern Materials, Third Edition.
USA: CRC Press (2008)
Duncan, T. V., Application of Nanotechnology in Food Packaging and Food Safety : Barrier
Materials, Antimicrobials, and Sensors,Journal of Colloid and Interface Science (2011)
Subiyanto, B., Suryanegara, L., Yano, H.,Peranan Bio-nano Komposit dalam Industri di
Masa Depan, LIPI Cibinong.
Yang, Ke-Ke, et. al., Progress in Nanocomposites of Biodegradable Polymer,J. Ind. Eng.
Chem. 13, 485-500 (2007)
324
Bab 24
Karakterisasi Nanomaterial
Menggunakan SEM, TEM dan AFM
Oleh: Abdul Muid
24.1 Pendahuluan
Mata manusia dapat melihat dengan baik benda berukuran 0,1 mm pada jarak 25 cm misalnya,
serbuk besi. Untuk melihat benda yang lebih kecil seperti bakteri, dibutuhkan alat yang disebut dengan
mikroskop. Mikroskop optik memiliki perbesaran sampai 2000 kali dan mampu melihat benda
berukuran mikrometer. Dalam bidang tertentu seperti fisika material, kimia, geologi dan biologi,
pengetahuan secara rinci tentang sifat-sifat fisika, komposisi kimia dan struktur material pada skala
nano menjadi penting. Untuk itu dibutuhkan alat yang dapat digunakan untuk melihat benda yang
berdimensi nanometer.
Mikroskop Mikroskop
optik elektron
Pembawa informasi Sinar cahaya elektron
400 -800 nm 0,0037 nm
Panjang gelombang
(cahaya tampak) (100kV)
Medium udara vakum
Lensa kaca listrikmagnet
Sudut apertur < 60 derajat < 1 derajat
Melihat gambar langsung monitor
Resolusi 200 nm < 1 nm
Perbesaran 5 – 2.000 x 35 – 1.000.000 x
Pengaturan fokus mekanik elektrik
Ketika ditemukan fenomena menarik tentang elektron dan medan listrikmagnet maka ilmuwan
membuat mikroskop elektron. Elektron dapat memiliki karakteristik baik sebagai partikel maupun
325
gelombang. Sama seperti cahaya tampak yang dapat diperlakukan sebagai sebuah berkas foton atau
gelombang elektromagnetik.
1. Dibelokkan oleh medan magnet atau medan elektrostatik. Ini adalah dasar bagaimana lensa dan
kumparan dalam mikroskop elektron bekerja.
2. Dipercepat di bawah kolom dengan beda potensial tinggi. Massa yang kecil dari elektron
memerlukan:
a. Kondisi vakum tinggi untuk meniadakan defleksi elektron dengan partikel-partikel udara.
b. Sampel sangat tipis (<100 nm) untuk memastikan transmisi berkas elektron.
Semakin kecil panjang gelombang yang digunakan maka semakin tinggi resolusi mikroskop.
Panjang gelombang De Broglie elektron adalah λ = h / p dimana h adalah konstanta Planck dan p
adalah momentum, dimana p = m.v dengan m adalah massa elektron dan v kecepatannya. Jika elektron
dipercepat dengan potensial V maka akan memiliki energi kinetik sebesar ½ m v2 = eV. Maka
momentum elektron dapat ditulis sebagai p = . Dengan demikian panjang gelombang de
Broglie elektron adalah dengan eV tegangan percepatan. Sebagai illustrasi hubungan
antara energi kinetik dengan panjang gelombang digambarkan pada gambar 24.1. Sedangkan pada tabel
24.2 memuat daftar contoh penggunaan tegangan percepatan dan panjang gelombangyang dihasilkan.
λ (Angstrom)
326
Tegangan
λ (A)
Percepatan
1V 12,264
100 V 1,2263
1 keV 0,38763
10 keV 0,12204
100 keV 0,037013
200 keV 0,025078
300 keV 0,019687
1 MeV 0.0087189
Setelah kita melakukan sintesis nanomaterial, pada umumnya dilanjutkan dengan karakterisasi
untuk memastikan apakah ukuran material sudah dalam orde nanometer atau belum. Ada banyak
metode dan alat yang digunakan untuk karakterisasi nanomaterial, bergantung pada informasi apa yang
dibutuhkkan. Beberapa jenis mikroskop elektron seperti Scanning Electron Microscope (SEM) dan
Tranmission Electron Microscope (TEM) sering digunakan untuk karakterisasi fisik. Dari SEM dan
TEM dapat diperoleh informasi tentang ukuran, bentuk, tekstur dan struktur dari sampel. Terdapat
beberapa jenis mikroskop elektron dengan cara kerja yang berbeda pula.
327
24.2.1 Komponen SEM
Komponen SEM terdiri dari kolom mikroskop, ruang sampel, sistem vakum, instrumen
pengontrol, komputer dan monitor seperti pada gambar 24.2. Skema SEM pada gambar 24.3 terlihat
komplek namun dapat dijelaskan dengan lebih sederhana terdiri dari:
1. Sumber berkas elektron (senapan elektron) yang dipercepat kebawah kolom.
2. Lensa kondenser dan objektif yang berfungsi untuk mengontrol diameter berkas elektron sehingga
terfokus pada sampel.
3. Celah sempit, yaitu lubang berukuran mikro dimana berkas elektron melewatinya. Lubang ini
mempengaruhi sifat berkas elektron yang lewat.
4. Pengontrol posisi sampel pada sumbu x,y,dan z serta posisi rotasi dan kemiringan.
5. Interaksi sampel yang menghasilkan beberapa jenis sinyal yang dapat di deteksi dan di proses
menjadi gambar.
6. Kolom vakum tingkat tinggi untuk menjaga sampel agar tidak terkontaminasi dengan partikel udara.
328
memfasilitasi emisi elektron. Perbedaan potensial antara ujung filamen dan anoda disebut tegangan
percepatan (kV). Tegangan percepatan ini menyebabkan elektron tertarik ke arah anoda. Semakin
tinggi tegangan percepatan, elektron berjalan semakin cepat menuruni kolom vakum dan memiliki
daya penetrasi yang lebih besar.
Power supply
Resistor
Filamen bias
Silinder
Sumber
tegangan
Berkas tinggi
elektron
Anoda
Anoda
329
memudahkan pemahaman mekanisme lensa elektromagnetik dalam memfokuskan cahaya, dapat
dianalogikan dengan lensa optik seperti pada gambar 24.5.
Pada gambar A, sinar yang berasal dari suatu titik datang pada objek ke satu bidang menjadi
bidang gambar. Lensa optik memiliki titik fokus tetap dan objek berada dalam fokus pada bidang
gambar. Pada gambar B, lensa dengan kekuatan dan fokus berbeda (direpresentasikan sebagai
ketebalan lensa). Dengan mengatur fokus (mengubah ketinggian sepanjang sumbu optik) menghasilkan
gambar yang berbeda pada bidang gambar dengan perubahan perbesaran. Pada gambar C, lensa
elektromagnetik. Dengan mengubah kekuatan (mengubah arus) diperoleh perubahan perbesaran seperti
lensa B.
Benda
Lensa
Gambar
A B C
330
Jarak antar Jalan bebas Waktu ke
Vakum Atom/cm3
atom rata-rata monolayer
1 Atm (760 Torr) 1019 5x10-9 meter 10-7 meter 1-9 detik
10-2 Torr 1014 2x10-7 meter 10-2 meter 10-4 detik
10-7 Torr 109 1x10-5 meter 103 meter 10 detik
-10 0 -4 6
10 Torr 10 1x10 meter 10 meter 104 detik
pengaturan Scan
perbesaran generator
Amp monitor
detektor
331
Terdapat hubungan antara pola pada sampel dan pola yang digunakan untuk menghasilkan
gambar di monitor. Resolusi yang kita kehendaki mempengaruhi jumlah pixel serta jumlah baris
daerah yang dipindai. Pengolahan membutuhkan intensitas sinyal yang datang dari sampel dan
mengubahnya ke nilai pixel grayscale yang sesuai dengan daerah yang terpindai. Gambar pada monitor
adalah pola dua dimensi grayscale.
Dengan berkas terfokus pada permukaan sampel, yang kita perlukan untuk mengubah
perbesaran adalah dengan mengubah ukuran area terpindai pada sampel. Pembesaran akan meningkat
jika kita mengurangi ukuran area terpindai pada sampel.
Pengetahuan dasar bagi operator SEM adalah tentang:
1. Optik elektron.
2. Interaksi antar berkas elektron dengan sample.
3. Jenis-jenis sinyal dan karakter detektor.
4. Kualitas sinyal dan hubungannya dengan kemampuan dapat dilihat. Pemrosesan sinyal.
Tegangan percepatan dapat divariasikan oleh operator dari <1 kV sampai 30 kV. Meningkatkan
tegangan percepatan akan menyebabkan :
332
1. Penurunan penyimpangan lensa. Hasilnya adalah diameter probe lebih kecil dan resolusi akan lebih
baik.
2. Meningkatkan arus probe pada sampel. Sebuah arus probe minimal dibutuhkan untuk mendapatkan
gambar dengan kontras yang baik dan sinyal tinggi.
3. Meningkatkan potensi rusaknya sampel yang tidak konduktif dan sensitif pada berkas elektron.
4. Menaikkan berkas penetrasi ke dalamsampel dan kemudian mengaburkan permukaan. Gambar di
bawah: film karbon di atas grid tembaga. Kiri: 20 keV; Kanan: 2 keV. Film karbon hampir tak
terlihat di tegangan percepatan lebih tinggi.
Berkas elektron
Cathadoluminescence
Sinar-X
elektron
backscattered
Elektron Auger
Elektron sekunder
Sampel
333
9.2.4.1 Tumbukan tidak elastis
Terjadi ketika berkas elektron berinteraksi dengan medan listrik dari elektron atom sampel.
Hasilnya adalah transfer energi ke atom sampel dan pengusiran potensial dari sebuah elektron sebagai
elektron sekunder (SE). Elektron sekunder (SE) menurut definisi kurang dari 50 eV. Jika kekosongan
karena penciptaan sebuah elektron sekunder diisi dari tingkat orbital yang lebih tinggi, transisi energi
itu akan menghasilkan karakteristik sinar-X.
334
Kekuatan Lensa Tegangan Ukuran aperture
Kondenser Jarak Kerja
Percepatan objektif
Semakin Semakin Semakin Semakin Semakin Semakin Semakin Semakin
kuat lemah tinggi rendah pendek panjang kecil besar
Semakin Semakin Semakin Semakin Semakin Semakin Semakin
Ukuran titik
kecil lebar kecil lebar kecil lebar kecil
Ketajaman lebih kurang lebih kurang lebih kurang lebih kurang
Resolusi lebih kurang lebih kurang lebih kurang lebih kurang
Arus probe kurang lebih Pengaruhnya kecil Pengaruhnya kecil Kurang lebih
Sinyal elektron
kurang lebih Pengaruhnya kecil Pengaruhnya kecil kurang lebih
sekunder
Sinyal sinar-X kurang lebih lebih kurang lebih kurang kurang lebih
Merusak kurang lebih lebih kurang Pengaruhnya kecil Kurang lebih
335
TEM ditemukan oleh Max Knoll, Ernst Ruska pada tahun 1931. TEM dapat memperbesar
sampel hingga 1.000 kali dan TEM modern saat ini memiliki kemampuan untuk memperbesar yang
lebih dari itu. Hal Ini memungkinkan manusia untuk melihat partikel berukuran nanometer dan
karenanya dapat merumuskan hipotesis lebih akurat. TEM menggunakan elektron energi tinggi yang
melewati sampel dan membentuk gambar pada layar sehingga dapat dianalisa mikrostruktur dari
material dengan skala atom. Karena panjang gelombang elektron kecil, mikroskop ini memiliki resolusi
lebih tinggi.
Penemuan TEM merevolusi studi berbagai bidang ilmu termasuk kimia dan biologi. Dengan
mikroskop ini memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari struktur atom, yang memungkinkan
mereka untuk mendapatkan ukuran, bentuk dan reaktivitas dari atom yang sangat akurat. Sesuatu yang
mereka hanya menduga-duga sebelumnya. Dalam biologi, mikroskop ini telah membantu para ilmuwan
melihat lebih dekat pada sampel yang diambil dari pasien seperti darah, urin, untuk memberikan
diagnosis yang sangat akurat. Dalam penelitian kanker, TEM telah memainkan peran yang sangat
penting, memungkinkan para dokter untuk memahami penyakit secara detail. TEM juga digunakan
untuk menemukan mikroorganisme lain untuk membuat vaksinasi yang berbeda untuk manusia dan
hewan.
Resolusi yang sangat tinggi dari TEM mampu menggambarkan kisi kristal dari material sebagai
pola interferensi antara berkas elektron yang ditransmisikan dan didifraksikan. Hal ini memungkinkan
kita untuk mengamati garis planar cacat kisi, ikatan atom, antarmuka atom, dan lain-lain dengan
resolusi skala atom. Daerah gelap-terang pada gambar dikombinasikan dengan difraksi elektron akan
dapat memberikan informasi tentang morfologi, fase kristal dan cacat pada material. TEM modern
dilengkapi dengan lensa pencitraan khusus yang memungkinkan untuk struktur nanomaterial. TEM
juga mampu membentuk probe elektron terfokus, sekecil 20 Å, yang dapat memberikan informasi
komposisi dari sampel sama seperti analisis menggunakan difraksi sinar-X. di mana untuk analisis
komposisi ini TEM memiliki resolusi jauh lebih tinggi, dalam orde nanometer dan sampel sangat tipis.
336
Kabel tegngan tinggi
(100-200kV)
Filamen
Elektroda percepatan
Kumparan /lensa
elektromagnetik
Dudukan sampel
Aperture objektif
337
Filamen
Lensa condenser 1
Lensa condenser 2
Sampel
Lensa proyektor
Layar berpendar
Pada mikroskop elektron misalnya TEM, resolusi yang dicapai tergantung pada tegangan
percepatan yang diterapkan. Tegangan percepatan lebih tinggi menghasilkan resolusi yang lebih baik
selain juga faktor desain dari lensa objektif (pemfokus). Lensa objektif memiliki koefisien
penyimpangan bola. Semakin kecil gap lensa makin kecil koefisien penyimpangan bola dan semakin
baik resolusinya. Namun, gap lensa yang lebih kecil akan mengurangi kontras.
338
24.3.2.1 Modus Pencitraan
Hamburan maju elastis terjadi dalam sampel yang menghasilkan distribusi tidak seragam yang
muncul dari elektron yang merupakan mekanisme dasar terjadinya kontras. Dalam modus pencitraan,
hamburan difokuskan oleh lensa objektif ke bidang gambar pertama yang kemudian bertindak sebagai
bidang objek untuk lensa pembesar. Pembesaran dapat dihitung dengan cara yang sama seperti yang
kita lakukan untuk sistem pencahayaan dalam mode berkas konvergen. Sinar yang berasal dari suatu
titik yang diberikan dalam bidang sampel datang ke titik fokus pada bidang gambar. Gambar yang
berdekatan menunjukkan sinar yang datang dari dua titik yang berbeda dari sampel sebagai gelap dan
terang.
Sebuah apertur objektif terletak dalam jalur berkas tepat di bawah lensa objektif. Aperture
objektif ini penting karena beberapa alasan. Aperture akan:
• memungkinkan untuk seleksi sinyal.
• memberikan kontras dalam gambar (tegangan percepatan rendah juga akan meningkatkan kontras).
• penurunan penyimpangan lensa objektif, bentuk dan warna, yang akan menurunkan resolusi gambar.
• mempengaruhi kedalaman medan dalam gambar . Aperture yang lebih kecil memberikan kedalaman
medan yang lebih baik.
Aperture objektif secara optimal dipilih untuk membatasi baik aberasi sferis dan cacat difraksi.
Namun, rentang energi elektron meninggalkan sampel bisa signifikan (15-25 eV). Dengan demikian,
aperture objektif yang lebih kecil mungkin diperlukan untuk mengurangi efek aberasi chromatic.
Membuat sampel yang tipis juga akan membantu.
339
Dalam mode difraksi, sinar yang berasal dari sampel yang sejajar satu sama lain datang untuk
difokuskan di belakang bidang fokus lensa objektif. Gambar di atas menunjukkan sinar-sinar sejajar
dengan warna yang berbeda: biru tua, biru muda, dan merah. Pola difraksi yang terjadi di belakang
bidang fokus lensa objektif muncul hanya sebagai konsekuensi dari pembentukan citra di bidang
gambar lensa tersebut. Ketika kita memasuki modus difraksi pada TEM, kita menyesuaikan kekuatan
lensa menengah sehingga fokus bidang objektif belakang menjadi bidang objeknya. Kita pindah
apertur objektif dan masukkan aperture lain lebih ke bawah kolom - aperture area difraksi (SAD),
untuk memilih sebagian dari sampel dari mana pola difraksi muncul. Aperture SAD bertindak sebagai
aperture virtual.
340
• maju atau mundur.
• koheren atau tidak koheren.
• elastis atau tidak elastis.
Berkas elektron pada interaksi koheren menjaga fase sedangkan pada interasi tidak koheren
terjadi perubahan fase. Berkas elektron yang mengalami interaksi elastis dengan atom sampel
menunjukkan kehilangan energi sedangkan yang mengalami interaksi tidak elastis tidak kehilangan
energi. Pemancaran elastis adalah komponen yang dominan dari keseluruhan pemancaran yang terjadi
di TEM. Ini juga merupakan prinsip kontras dalam gambar TEM dan distribusi intensitas pola difraksi.
Interaksi tidak elastik merupakan dasar untuk berbagai sinyal seperti , sinar-X, EELS, elektron
sekunder, cathadoluminescence). Interaksi tidak elastis memiliki sudut hamburan rendah (θ), biasanya
kurang dari satu derajat. Pemancaran tidak elastis yang melewati apertur objektif menciptakan kabut
latar belakang dan tidak memberikan kontribusi secara optimal pada fokus gambar. Hal ini disebabkan
karena kehilangan energi dan chromatic penyimpangan meningkat dalam lensa objektif. Hamburan
elastis dapat dipahami dari pandangan elektron sebagai partikel (hamburan dari atom yang terisolasi)
atau gelombang (hamburan dari sampel secara keseluruhan).
Berkas elektron
Hamburan
elektron tdk
koheren elastis
Elektron sekunder
Hamburan
Hamburan elektron tdk
elektron koheren tkd
koheren tdk elastis
elastis
Hamburan
elektron tdk
Sinar langsung koheren
Dari pandangan elektron sebagai partikel, berkas elektron dapat berinteraksi dengan elektron
atau inti atom sampel melalui gaya Coulomb. Interaksi elektron dengan elektron dihasilkan pada θ yang
relatif rendah terutama fungsi dari tegangan percepatan. Kebanyakan interaksi lebih pada tegangan
percepatan rendah. Interaksi elektron dengan inti θ yang lebih tinggi menghasilkan inkoheren (disebut
hamburan Rutherford). Di atas sekitar 5 derajat, semua hamburan elastis dapat dianggap Rutherford
inkoheren.
Probabilitas diperoleh interaksi jenis ini dilakukan dengan meningkatkan:
• nomor atom unsur yang lebih tinggi.
341
• tegangan percepatan rendah.
• ketebalan sampel lebih besar, dan
• θ rendah.
Dari pandangan elektron sebagai gelombang: gelombang elektron dapat berinteraksi dengan
banyak atom bersama-sama dalam sampel kristal sehingga hamburan bersifat koheren kolektif
(difraksi). Setiap atom dalam sampel bertindak sebagai sumber muka gelombang bola sekunder. Muka
gelombang baru yang koheren dan karena itu akan mengganggu dimana memperkuat satu sama lain
dalam arah sudut tertentu dan melemahkan yang lain. Titik-titik pada muka gelombang berada dalam
fase yang sama akan memperkuat. Hal ini akan menimbulkan bagian pusat yang kuat (terang) dari pola
difraksi. Gangguan antara muka gelombang yang dipisahkan oleh satu panjang gelombang memberikan
dua pola yang terpisah di kedua sisi dari pita spektrum yang disebut pusat pertama. Difraksi dikontrol
oleh sudut kejadian dari berkas elektron ke bidang atom dalam sampel dan jarak dari bidang-bidang.
Difraksi terjadi ketika hukum Bragg terpenuhi.
Hukum Bragg :
2d sinθ = nλ
dimana:
• λ adalah panjang gelombang sinar datang;
• d adalah jarak antara bidang atom, dan
• θ adalah sudut berkas datang dengan bidang atom.
Pada gambar 24.17 di bawah, jarak sinar yang di bawah perjalanannya adalah 6-7-8. Jika
panjang lintasan tambahan adalah beberapa panjang gelombang (nλ), dua berkas pada 3 dan 10 akan
menginterferensi konstruktif untuk menghasilkan pola difraksi. Jarak 6-7 = d sinθ, jarak 6-7-8 = 2d sinθ.
Dengan demikian, difraksi akan terjadi ketika nλ = 2d sinθ.
342
lain yang akan dianalisa. Jika pada sebuah foto TEM tertulis bar skala 5μm artinya panjang bar skala
tersebut mewakili panjang ukuran partikel sebenarnya. Misalkan panjang bar skala tersebut diukur
dengan penggaris adalah 1 cm maka setiap 1 cm pada gambar sama dengan 5μm pada ukuran
sebenarnya. Jika diameter partikel pada foto kita ukur dengan penggaris dan panjangnya adalah 0,2 cm
maka diameter partikel sebenarnya adalah (0,2 cm/1cm) x 5μm = 1 μm. Gambar partikel pada foto
TEM sangat kecil dan sulit dilihat mata manusia secara langsung. Untuk mengukur diameter partikel
dapat kita siasati dengan memperbesar gambar menggunakan program paint pada computer seperti
pada gambar 24.18.
343
bahkan dapat melewati tip untuk menyelidiki konduktivitas listrik atau transportasi elektron dari
permukaan. Berbeda dengan SEM dan TEM, alat ini tidak memerlukan perlakukan pendahuluan pada
sampel, elektron energi tinggi dan sistem vakum.
AFM ditemukan pada tahun 1985 oleh Gerd Binnig dan Heinrich Rohrer. Sebelumnya, pada
tahun 1980 Binnig dan Gerber menemukan Scanning Tunneling Microscope (STM) di IBM Research –
Zurich. Mereka menerima hadiah Nobel untuk Fisika pada tahun 1986. AFM secara komersial pertama
diperkenalkan pada tahun 1989. AFM asli terdiri dari pecahan berlian yang melekat pada strip foil
emas. AFM dikembangkan untuk mengatasi kelemahan dasar mikroskop atom jenis lain yang hanya
dapat melakukan gambar permukaan tertentu. AFM memiliki kelebihan dimana dapat mencitrakan
hampir semua jenis permukaan, termasuk polimer, keramik, komposit, kaca, dan sampel biologis.
Jika dibandingkan dengan mikroskop jenis lain, AFM memiliki beberapa kelebihan:
• AFM dibandingkan SEM:
Dibandingkan dengan SEM, AFM menyediakan pengukuran topografi dengan kontras luar biasa
tinggi dan fitur permukaan yang langsung (tidak diperlukan lapisan).
• AFM dibandingkan TEM:
Dibandingkan dengan TEM, gambar AFM tiga dimensi diperoleh tanpa persiapan sampel yang
mahal dan menghasilkan informasi yang jauh lebih lengkap dibandingkan dengan profil dua dimensi.
• AFM dibandingkan Mikroskop Optik:
Dibandingkan dengan Mikroskop Optik, AFM memberikan perbesaran yang jauh lebih besar
dan berbagai jenis sampel dapat dianalisa.
Pada AFM terdapat cantilever yang panjangnya 100μm - 200μm dengan tip yang tajam pada ujungnya. Tip ini
biasanya panjangnya beberapa mikron dan diameternya sering kurang dari 100Angstrom. Ketika tip tersebut
dekat dengan sample, medan gaya tolak-menolak atau tarik-menarik antara tip dan sample akan menghasilkan
344
defleksi pada cantilever. Defleksi ini dicatat dan diproses menggunakan perangkat lunak pencitraan. Gambar
yang dihasilkan adalah representasi topografis dari sampel yang dicitrakan. Jika ingin mengetahui informasi
lebih banyak tentang sampel (tidak hanya sebuah topografi permukaan) terdapat mode pencitraan lain yang
digunakan untuk berbagai jenis analisis. Hardware yang berbeda atau teknik pemindaian lain diperlukan untuk
memperoleh data yang diperlukan untuk analisis. AFM juga dapat mengukur beberapa sifat karakteristik dari
sampel yang mikroskop jenis lain tidak dapat melakukannya.
Sebagian besar AFM menggunakan sinar laser sebagai sistem defleksi. Teknik ini
diperkenalkan oleh Meyer dan Amer, di mana laser ditembakkan ke punggung cantilever kemudian
dipantulkan ke detektor yang sensitif terhadap perubahan posisi. Tip dan cantilever yang
microfabricated dibuat dari Si atau Si3N4.
Salah satu teknik pemindaian pada AFM diperlihatkan pada gambar dibawah. Untuk mendeteksi
perpindahan kantilever, laser dipantulkan dari belakang kantilever dan dikumpulkan dalam dioda.
Dioda ini dibagi menjadi empat bagian, seperti terlihat pada gambar. Ketika laser berpindah secara
vertikal di sepanjang bagian atas posisi (BA) dan bawah (DC), menghsilkan topografi, sedangkan jika
ini gerakan kiri horisontal (BD) dan kanan (AC), itu menghasilkan gaya lateral.
345
Gambar 24.21 Contoh teknik pemindaian pada AFM
(Arantxa, 2008)
24.4.2 Komponen AFM
24.4.2.1 Piezocrystals
Piezocrystals adalah bahan keramik yang mengembang atau kontraksi jika diberi tegangan
listrik dan sebaliknya, dia akan menghasilkan potensial listrik jika mendapat tekanan mekanis. Dengan
cara ini, gerakan dalam arah x, y dan z dapat dilakukan.
24.4.2.2 Probe
Probe dalam hal ini berupa kantilever micromachined dengan tip yang tajam di ujungnya yang
akan beinteraksi dengan permukaan sampel. Setiap probe memiliki bentuk dan spesifikasi yang
berbeda. Kantilever berbentuk V adalah yang paling populer, tetapi ada juga yang berbentuk persegi
panjang. Memberikan resistensi mekanik rendah pada defleksi vertikal, dan resistensi yang tinggi
terhadap torsi lateral. Ukuran kantilever biasanya berkisar dari panjang 100-200 pM, lebar 10-40 pM
dan tebal 0,3-2μm. Kantilever biasanya terbuat dari silikon (Si) atau silikon nitrida (Si3N4). Ini
dicirikan oleh konstanta gaya dan frekuensi resonansi, yang harus dipilih sesuai dengan sampel yang
akan diteliti. Selain sistem deteksi optik dan elektronik untuk pengelolaan prosedur pemindaian dan
akuisisi data yang diperlukan.
Komponen pendukung dari AFM antra lain :
• Probe Head : kepala probe yang dapat digerakkan ke sumbu XY; kepala yang berbeda memiliki
kemampuan scan bebeda dengan laser dan fotodioda.
• XY Translation Stage: bergerak dalam arah XY oleh sekrup penggerak sumbu XY yang dapat
dikontrol dengan perangkat lunak.
• Position Sensitive Photo Detector (PSPD): Mendeteksi defleksi laser, yang kemudian diubah
menjadi peta topografi.
• Laser Beam Steering Screws: mengontrol posisi laser pada belakang kantilever.
• Laser Intensity and Position Indicator; Lampu mewakili posisi laser dan intensitas pada foto
detertor.
• Sampel Stage: pemegang sampel dan tabung scanner piezoelektrik berada di bawah.
346
Gambar 24.22 Komponen dari AFM
(Galloway Group, 2004)
24.4.3 Interaksi antar Atom
Ujung tip yang sangat runcing dapat dipandang sebagai kumpulan atom seperti diilustrasikan
pada gambar 24.23. Demikian juga partikel sampel yang dekat dengan tip merupakan kumpulan atom.
Jika tip berdekatan dengan permukaan sampel, maka akan timbul interaksi antar atom berupa gaya
atom. Gaya yang paling sering dikaitkan dengan AFM merupakan gaya antar atom yang disebut gaya
van der Waals. Gaya atom disebabkan karena adanya potensial interaksi antar atom.
Hubungan antara potensial interaksi antar atom dengan jarak antar atom dituliskan dengan
persamaan 24.1 yang dikenal dengan persamaan Lennard – Jones.
Dimana Uo adalah potensial pada saat gaya sama dengan nol dan ro adalah jarak seimbang
(gaya sama dengan nol) antar atom. r adalah jarak antar atom tip dengan atom sampel. Jika jarak antar
atom semakin dekat (kurang dari ro) maka potensial interaksi akan menghasilkan gaya tolak.
Sebaliknya jika jarak antar atom besar akan menghasilkan gaya tarik. Hubungan antara potensial
interaksi antar atom terhadap jarak tip dengan sampel dijelaskan melalui kurva potensial Lennard –
Jones di bawah ini.
347
U(r)
ro r
Uo
Di daerah kontak, cantilever ada di kurang dari beberapa angstrom (10-10m) dari permukaan
sampel, dan gaya antar atom cantilever dan sampel adalah tolak-menolak. Di daerah non-kontak,
cantilever ada pada jarak puluhan hingga ratusan angstrom dari permukaan sampel, dan gaya antar
atom antara cantilever dan sampel adalah tarik-menarik.
Pada sisi kanan kurva, atom-atom dipisahkan oleh jarak besar. Atom secara bertahap dibawa
bersama-sama, mereka pertama-tama menarik dengan lemah satu sama lain. Tarikan ini meningkat
sampai atom begitu dekat bersama-sama kemudian mereka mulai saling tolak-menolak secara
elektrostatis. Tolakan elektrostatik ini semakin melemahkan gaya tarik-menarik karena jarak terus
menurun. Grafik setelahnya, gaya menuju ke nol ketika jarak mencapai beberapa angstrom. Berapapun
jarak yang lebih dekat dari ini, gaya van der Waals menjadi positif (tolak-menolak). Jarak ini tidak
akan berubah, karenanya setiap upaya untuk memaksa sampel dan tip lebih dekat akan mengakibatkan
deformasi atau kerusakan pada sampel atau tip.
Ada dua gaya lain yang timbul selama memindai, yaitu: gaya kapiler yang disebabkan oleh tip
yaitu gaya yang disebabkan oleh cantilever itu sendiri, yang seperti disebabkan oleh gaya kompresi
pegas. AFM bergantung pada gaya antara tip dan sampel. Mengetahui besarnya gaya menjadi penting
untuk pencitraan yang tepat. Gaya tidak diukur langsung, tetapi dihitung dengan mengukur defleksi
cantilever, dan mengetahui gaya cantilever. Dari hukum Hook memberikan : F = k. z Dimana F adalah
gaya antar atom, k adalah kekakuan cantilever dan z adalah simpangan cantilever.
Mekanisme pertama adalah tipe kontak yang secara luas banyak digunakan Pada AFM modus
kontak, tip dengan lembut membuat kontak fisik dengan permukaan sampel. Pada tipe ini tip menyapu
ke seluruh permukaan sampel, kemudian tip tersebut dibelokkan ketika bergerak di atas permukaan
yang berlekuk. Besarnya defleksi z yang terjadi pada cantilever sebanding dengan gaya yang bekerja
pada tip, melalui hukum Hook, F = - k. z, di mana k adalah konstanta pegas dari cantilever. Dalam
348
modus gaya konstan, tip terus diatur untuk mempertahankan defleksi konstan di atas permukaan.
Dalam modus ketinggian konstan ketinggian tip adalah tetap, sedangkan dalam modus gaya konstan
defleksi cantilever adalah tetap dan gerakan pemindai pada arah z direkam. Tuas kontak yang paling
banyak digunakan memiliki konstanta pegas <1N / m.
Dengan menggunakan modus kontak, AFM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi tingkat
atom. Untuk pencitraan dengan modus kontak, AFM perlu untuk memiliki cantilever yang lembut
sehingga mudah dibelokkan oleh gaya yang sangat kecil dan memiliki frekuensi resonansi yang cukup
tinggi untuk tidak menjadi rentan terhadap ketidakstabilan getaran. Tip dari bahan silikon Nitrida biasa
digunakan untuk modus kontak.
Untuk menghindari masalah yang disebabkan oleh gaya kapiler yang dihasilkan dari cairan yang
mengkontaminasi lapisan yang biasanya muncul pada permukaan udara, sampel dapat yang dianalisa
direndam dalam cairan. Prosedur ini terutama bermanfaat untuk sampel biologi.
Modus tidak kontak mengacu pada penggunaan cantilever yang berosilasi. Sebuah cantilever
kaku berosilasi dalam daerah yang terdapat gaya tarik, yang berarti bahwa tip cukup dekat dengan
sampel, tetapi tidak menyentuh (maka disebut, "tidak kontak"). Gaya antara tip dan sampel yang cukup
dekat, dalam orde pN (10 -12 N). Pada pengukuran dengan AFM gaya antara tip dan sampel dibuat
tetap melalui piezoelektrik selama memindai. Karena gaya dibuat tetap maka laser akan cantilever akan
memantulkan laser dengan sudut yang tetap. Jika terjadi defleksi pada cantilever yang disebabkan
permukaan sampel berubah menyebabkan sudut pantul laser berubah. Tegangan yang dibutuhkan
untuk mengembalikan sudut pantul laser tepat ke detektor merupakan informasi tentang tekstur
permukaan sampel.
Penggunaan modus tidak kontak memungkinkan pemindaian tanpa mempengaruhi bentuk
sampel dan tip. Dalam kebanyakan kasus, untuk modus ini cantilever yang dipilihan adalah yang
memiliki konstanta pegas yang tinggi yaitu 20-100N/m sehingga tidak menempel pada permukaan
sampel pada amplitudo kecil. Biasanya tip yang digunakan untuk modus ini adalah bahan silikon.
Gaya yang diukur pada AFM dapat diklasifikasikan ke dalam gaya jangkauan panjang dan
jangkauan pendek. Gaya jangkauan panjang mendominasi ketika kita memindai pada jarak yang besar
dari permukaan. Gaya tersebut dapat berupa gaya Van der Waals, gaya kapiler (karena air sering
muncul di sekitar lapisan). Ketika pemindaian dengan kontak dengan permukaan, gaya jangkauan
pendek sangat penting, khususnya dalam gaya mekanika kuantum (prinsip larangan Pauli).
Dalam AFM modus menekan cantilever berosilasi dekat dengan frekuensi resonansi nya.
Sebuah loop umpan balik elektronik memastikan bahwa amplitudo osilasi tetap konstan, sehingga
interaksi tip dengan sampel dipertahankan konstan selama pemindaian. Gaya yang bekerja antara
sampel dan ujung tidak hanya akan menyebabkan perubahan dalam amplitudo osilasi, tetapi juga
perubahan dalam frekuensi resonansi dan fase kantilever. Amplitudo digunakan untuk umpan balik dan
penyesuaian vertikal dari piezoscanner dicatat sebagai ketinggian gambar. Secara bersamaan
perubahan fase ditampilkan pada gambar fase (topografi).
Keuntungan dari mode menekan adalah meminimalisasi sebagian besar gaya geser permanen
dan mengurangi kerusakan permukaan sampel dan bahkan dengan probe yang kaku. Perbedaan
komponen dari sampel dimana sifat adesif berbeda dan sifat mekanik akan menunjukkan beda fase dan
memungkinkan analisis pada komposisi material. Untuk beda fase yang bagus gaya tip yang luas lebih
menguntungkan, sementara meminimalkan gaya ini akan mengurangi daerah kontak dan menghasilkan
pencitraan dengan resolusi tinggi. Jadi dalam aplikasinya perlu memilih parameter yang tepat dan
349
yang cocok dengan tujuan. Probe bahan silikon banyak digunakan terutama untuk aplikasi modus
menekan.
AFM bisa bekerja dalam lingkungan yang berbeda: udara, cair dan vakum. Dalam modus
kontak, tip menyentuh permukaan sampel, memungkinkan manipulasi sampel. Kerugiannya adalah
bahwa tip mungkin terkontaminasi oleh sampel. Sebaliknya hal itu tidak terjadi pada modus tidak
kontak, di mana ujung tetap pada jarak di atas sampel. Dalam modus menekan tip menyentuh
permukaan secara berkala oleh karena itu manipulasi sampel serta kontaminasi tip mungkin saja
terjadi.
Masing-masing modus operasi AFM memiliki keuntungan dan kekurangan.
• AFM modus kontak.
Keuntungan:
- Kecepatan memindai tinggi.
- Kemampuan resolusi tingkat atom.
- Mudah dalam pemindaian sampel yang kasar dengan perubahan topografi vertikal yang
ekstrim.
Kekurangan:
- Gaya lateral dapat mendistorsi gambar.
- Gaya kapiler dari lapisan cairan yang dapat menyebabkan gaya besar pada interaksi tip dengan.
- Kombinasi gaya ini mengurangi resolusi spasial dan dapat menyebabkan kerusakan pada sampel
lembut.
• AFM modus tidak kontak.
Keuntungan:
- Gaya yang lemah yang diberikan pada permukaan sampel sehingga tidak ada kerusakan
disebabkan untuk sampel yang lembut.
Kekurangan:
- Resolusi lateral lebih rendah, dibatasi oleh pemisahan tip dengan sampel.
- Kecepatan memindai lambat untuk menghindari kontak dengan lapisan cairan.
- Biasanya hanya berlaku dalam sampel yang sangat hidrofobik dengan lapisan cairan minimal.
AFM modus menekan.
Keuntungan:
- Resolusi lateral tinggi (1 nm sampai 5 nm).
- Gaya lemah dan lebih sedikitmenimbulkan kerusakan sampel lembut di udara.
- Hampir tidak ada gaya-gaya lateral.
Kerugian:
- Lebih lambat kecepatan memindai dalam modus kontak.
350
(www.unl.edu/CMRAcfem)
Sekarang kita akan membahas perbedaan antara gambar yang baik dengan gambar yang buruk.
Ketika kita mengatakan gambar baik berarti tidak hanya kualitas gambar tetapi juga dapat mengenali
fitur yang benar-benar hadir dan beberapa artefak dari scan. Gambar buruk adalah yang memiliki
resolusi rendah atau yang berisi fitur tidak terbaca akan tetapi pada gambar ini masih dapat
memberitahu kita tentang sampel. Jika foto menunjukkan banyak partikel pada permukaan atau
formasi tidak teratur, maka dapat diasumsikan bahwa proses yang digunakan untuk memproduksi
sampel ini tidak layak.
Gambar di bawah ini menunjukkan contoh-contoh foto AFM yang diambil dengan modus yang
berbeda-beda. Sampel dari berbagai bahan, seperti semikonduktor, material biologi atau film polimer.
351
Gambar 24.27 Foto tiga dimensi AFM modud kontak dari
sampel Pd yang ditumbuhkan pada 6H-SiC
(www.mansic.eu/documents)
Gambar 24.28 Foto tiga dimensi AFM modud tidak kontak dari
sampel Pd yang ditumbuhkan pada 6H-SiC
(www.mansic.eu/documents)
352
24.4.6 Aplikasi AFM
Aplikasi untuk AFM sangat luas dan banyak jumlahnya sejak diciptakan pada tahun 1986 dan
sekarang teknik ini masuk dalam berbagai bidang nanosains dan nanoteknologi. Fitur luar biasa dari
AFM yakni kemampuan untuk memeriksa sampel tidak hanya dalam vakum tetapi juga pada kondisi
suhu atau bahkan dalam cairan. Salah satu keuntungan dari AFM adalah dapat mnganalisa sampel
tanpa kontak dengan permukaan, dan oleh karena itu sangat cocok untuk sampel biologi.
AFM mampu mengukur dalam skala nanometer gambar permukaan terisolasi dengan sedikit
persiapan sampel serta mengukur dalam gambar tiga dimensi dari permukaan dan mempelajari
topografinya.
Beberapa aplikasi yang mungkin dari AFM adalah:
- Analisis kekasaran substrat.
- Formasi langkah di dalam deposisi film tipis.
- Pembentukan pin-hole atau cacat lainnya dalam penumbuhan oksida.
- Analisis ukuran butir.
- Modus fase sangat sensitif untuk variasi dalam sifat material, termasuk kekakuan permukaan,
elastisitas dan adhesi.
- Membandingkan kurva gaya antara tip dengan sampel dari beberapa bahan untuk mempelajari rasio
Modulus Young (grafit sebagai acuan untuk mengukur lekukan).
- Mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di bawah lekukan pada beban sangat kecil.
- Dengan analisis AFM dengan perubahan suhu kita dapat mempelajari perubahan dalam struktur.
353
DAFTAR PUSTAKA
M. Abdullah dan Khairurrijal, Karakterisasi Nanomaterial: Teori, Penerapan dan Pengolahan Data, Rezeki
Putera, Bandung ( 2010)
M. Abdullah dan Khairurrijal, Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi, Volume 2, Nomor 1, halaman 3 (2009)
Muller, David, Introduction to Electron Microscopy, Cosnel University (2008)
Hafner, Bob, Scanning Electron Microscopy Primer, Charactizzation Facility, University of Minnesota (2007)
Hafner, Bob, Transmission Electron Microscopy Primer, Charactizzation Facility, University of Minnesota
(2008)
Galloway, Atomic force Microscopy: A Guide to Understanding and Using The AFM (2004)
Vilalta, Arantxa and Katrin Gloystein, Principles of Atomic Force Microscopy (AFM), Aristotle University,
Thessaloniki, Greece (2008)
http://www.transmissionelectronmicroscopy.org
http://www.mansic.eu/documents
http://www.unl.edu/CMRAcfem
http://www.wikipedia.org
(http://www.edax.com)
354
Bab 25
Blokade Coulomb (Coulomb
Blockade)
Oleh: Anggi Puspita Swardhani
355
kuantum. salah satu contoh dari divais elektron tunggal yaitu Single Electron
Transistor (SETs). SETs adalah merupaka suatu divais yang memanfaatkan
efek blokade Coulomb dalam cara kerjanya. Pada divais ini hanya dilakukan
penambahan satu elektron pada gerbang elektroda untuk merubah sistem dari
terisolasi menjadi terkonduksi. Sementara MOSFET pada umumnya
membutuhkan 1000-10.000 elektron.
(25.1)
(25.2)
(25.3)
356
Dimana e adalah elektron dan C adalah nilai kapasitansi pada kuantum dot.
(25.4)
dengan ħ = h/2π dan kita substitusi ke persamaan (4) maka akan kita peroleh
(25.5)
357
dapat dibandingkan dengan energi termal pada temperatur rendah. Pada
temperatur ruang, kapasitansi sistem dapat diperoleh dengan menyamakan
energi termal dengan energi elektrostatisnya.
Karena pentingnya energi elektrostatis pada sistem yang kecil, elektron
akan dapat berpindah memasuki sistem jika elektron tersebut dapat melewati
penghalang (barrier). Penghalan ini dapat ditembus oleh elektron jika elektron
mempunyai energi yang cukup untuk mengimbangi energi tolakan Coulomb
dari elektron yang lain. Energi tolakan ini menyebabkan munculnya energi
penghalang pada sistem dan sering disebut dengan Coulomb Gap.
Formulasi blokade Coulomb ini akan berlaku jika elektron benar-benar
terlokalisai di dalam island. Selain itu adanya penghalang terowongan jelas
menjadi syarat yang mutlak jika kita membicarakan tentang elektron yang
terlokalisasi dan terisolasi dalam suatu island.
Energi kinetik termal dari elektron harus lebih kecil dari energi tolakan
Coulomb dimana akan menurunkan arus yang mengarah kepada terjadinya
blokade.
(25.7)
Dengan mempertimbangkan persamaan (25.7), terdapat satu syarat
dalam mengamati efek blokade coulomb. Syarat yang harus dipenuhi ini
berdasarkan pada bagaimana mekanika kuantum menggambarkan fluktuasi
energi dari elektron dalam kuantum dot. Ketidakpastian energi dapat
didefinisikan sebagai
(25.8)
Waktu elektron dalam memasuki kuantum dot adalah
(25.9)
Dengan menggunakan prinsip ketidakpastian Heissenberg
(25.10)
358
Gambar 25.1 menunjukkan skema rangkaian yang didalamnya terjadi
efek blokade Coulomb pada kuantum dot. Pada gambar di atas, kuantum dot
atau island dikelilingi oleh persimpangan terowongan (tunnel junction) dimana
memiliki kapasitansi C 1 dan C2 dan hambatan terobosan R t . Saat elektron
mengalir, elektron menembus dari satu persimpangan terowongan ke
persimpangan terowongan yang lain. Muatan di dalam C 1 dan C 2 adalah
Q1 = C1V1
Q2 = C2V2 (25.12)
(25.15)
(25.16)
V1 =
1
[C2Va + ne] (25.17)
C
V2 = [C1Va − ne]
1
(25.18)
C
Es =
1
2C
[
C1C2Va + (ne )
2 2
] (25.20)
359
Kerja yang dilakukan terhadap sistem dapat ditulis
(25.22)
Keadaan ini menyebabkan adanya perubahan potensial pada persimpangan
yang pertama dan total muatan yaitu
C1
V1 = V1 − e
'
C (25.23)
C
∆Q = −e 1 (25.24)
C
dengan menggunakan hubungan pada persamaan (25.21) dan persamaan
(25.24) maka akan kita dapatkan
C1
Ws (n2 ) = −n2 eVa (25.25)
C
C
Ws (n1 ) = −n1eVa 2 (25.26)
C
Sementara total energy sistem kita nyatakan dalam
(25.27)
Perubahan energi yang terjadi pada persimpangan pertama dan kedua sebagai
konsekuensi dari adanya perpindahan elektron adalah
(25.28)
(25.29)
± e e
∆E1 = − (ne − Va C2 )
C 2 (25.30)
± e e
∆E2 = − ± (ne − Va C1 )
C 2 (25.31)
(25.32)
360
terpenuhi. Keadaan di atas akan menghasilkan dua persamaan sebagai berikut,
e
− (ne − Va C2 ) > 0 (25.33)
2
e (25.34)
− ± (ne − Va C1 ) > 0
2
pada keadaan dasar (n=0), elektron akan dapat mengalir melalui terowongan 1
dan 2 jika,
(25.35)
3e 5e 7e (25.36)
| Va |> , ,
2Co 2Co 2Co
Gambar 25.2. Tangga Coulomb yang menunjukkan adanya efek blokade Coulomb
361
Single Electron Transistor (SETs) merupakan suatu perangkat
elektronik yang berhasil dikembangkan dengan memanfaatkan fenomena efek
blokade Coulomb. Berbeda dengan transistor pada umumnya, pada SETs
hanya dengan menambahkan satu elektron ke gerbang elektroda maka sistem
akan berubah dari terisolasi menjadi terkonduksi. Sementara pada transistor
umumnya seperti MOSFET, dibutuhkan 1.000-10.000 elektron untuk merubah
keadaan dari terisolasi menjadi terkonduksi. Adanya efek blokade Coulomb
pada SETs ini memungkinkan terjadi pengaturan elektron dalam jumlah kecil
dan memberikan adanya alternative lain dalam prinsip kerja divais yang
berskala nanometer. Sementara itu dengan adanya pengurangan jumlah
elektron yang dialirkan untuk merubah keadaan dari terisolasi menjadi
terkonduksi, akan dapat mengurangi daya disipasi pada rangkaian dan
meningkatkan kinerja dari rangkaian.
Terdapat beberapa perbedaan antara rangkaian kuantum dot dengan
rangkaian SETs. Pada SETs terdapat kapasitansi tambahan dan tegangan
sumber. Kapasitansi dan sumber tegangan tambahan ini berasal dari gbang
tambahan pada rangkaian SETs. Gerbang tambahan ini memberikan hasil yang
berbeda pada perhitungan efek blokade Coulomb.
Untuk mengamati bagaimana efek blokade Coulomb terjadi pada
rangkaian SETs kita gunakan gambar 3 sebagai acuan, disitu terlihat adanya
gerbang tambahan yang terdiri atas kapasitansi tambahan dan tegangan sumber.
ro
2
1
gn
a
e
c
uIs
td
DiV
lJ
T
C
S
(25.38)
362
Muatan total pada kuantum dot adalah
(25.39)
Q p adalah muatan total yang terinduksi pada sistem. Dari hubungan pada
persamaan (25.38) dan (25.39), besarnya tegangan pada terowongan 1 dan 2
adalah
(25.40)
dimana,
(25.41)
(25.42)
(25.44)
(25.45)
(25.46)
kerja yang dilakukan untuk memindahkan elektron ke persimpangan 2 adalah,
363
(25.47)
(25.48)
(25.49)
(25.50)
(25.51)
(25.52)
Transisi akan terjadi jika,
(25.53)
persamaan yang menunjukan diagram kestabilan dari SETs adalah,
(25.54)
(25.55)
(25.56)
(25.57)
364
Va
Gambar 25.4. “Coulomb Diamonds”. Daerah yang diberi arsir berwana gelap
merupakan daerah dimana elektron tidak dapat berpindah atau
tidak ada perpindahan elektron.
365
batas ini, peristiwa penerobosan ecara langsung dari pintu gerbang ke dalam
substrat menjadi terlalu besar untuk operasi transistor yang semestinya.
Selanjutnya, dengan mengurangi dimensi divaist, fluktuasi dopant dalam
saluran elektron akan menyebabkan pergeseran statistik dalam V Th tegangan
ambang. Masalah tambahan dalam ukuran MOS dalam bentuk fitur dengan
skala minimum di bawah sekitar 30 nm terletak pada peningkatan
"subthreshold current". Efek ini juga terlihat pada divais MOS dan
menyebabkan masalah dalam mengintegrasikan sejumlah besar perangkat
sementara tujuannya untuk menjaga konsumsi daya agar tetap rendah.
Saat ini, beberapa pilihan teknologi sedang diselidiki dalam rangka
untuk mengatasi masalah yang timbul dari penggunaan dimensi pada divais
skala di bawah 10 nm. Terutama, divais elektron tunggal perangkat seperti
SETs yang diyakini dapat menggantikan MOSFET pada umumnya dalam skala
nano. Namun, satu syarat utama yang harus dipenuhi untuk mengintegrasikan
perangkat-elektron tunggal ke dalam teknologi standar adalah perangkat harus
bisa bekerja pada suhu kamar, yang mengharuskan bahwa dimensi geometris
dari divais adalah sekitar 10 nm.
366
dalamnya harus harus dapat terkuantisasi dalam unit e, namun elektroda logam
terhubung dengan penyedia elektron dalam jumlah yang sedikit. Muatan di
dalam gerbangkapasitor menandakan sebuah perpindahan elektron relatif
terhadap ion positif dari latarnya.
Jika kita kemudian meningkatkan tegangan gerbang sehingga gerbang
kapasitor menjadi terisi dengan dengan elektron –e, island hanya merupakan
satu konfigurasi yang stabil yang terpisah dari tingkat energy terendah dan
terpisahkan oleh energy Coulombnya. Blokade Coulomb diatur lagi, namun
island sekarang mengandung sebuah elektron tunggal berlebih.
367
25.5 Aplikasi SETs
25.5.1 Electrometry
Salah satu penggunaan langsung SETs dalam bentuk perangkat ideal
adalah untuk electrometry dengan tingkat kepresisian yang tinggi. Dalam jenis
aplikasi ini SET memiliki dua elektroda gerbang, dan tegangan panjar yang
besarnya dibuat dekat dengan tegangan blokade Coulomb untuk meningkatkan
sensitivitas arus perubahan dalam gerbang tegangan.
Tegangan pada gerbang pertama pada awaknya dipasang pada suatu titik
dimana variasinya akan mencapai nilai maksimumnya. Dengan menambahkan
tegangan gerbang disekitar titik ini, perangkat dapat mengukur muatan dari
sebuah divais seperti pada sistem kapasitor yang terhubung dengan gerbang
elektroda kedua. Fraksi dari pemngukuran muatan ini terbagi oleh gerbang
kapasitor kedua dan variasi muatan dari 1/4e cukup untuk menrubah arus oleh
setengah maksimum arus yang dapat mengalir melalui transistor pada
tegangan blokade Coulomb. Variasi dari arus dapat lebih besar dari 10 milyar
elektron per detik, yang berarti bahwa perangkat ini dapat mencapai tingkat
sensitivitas yang jauh lebih tinggi berkali lipat dari instrument lainnya
terhadap hasil pengukuran,
Kemajuan terbaru dalam teknologi sirkuit terpadu telah menyebabkan
penurunan dalam ukuran perangkat elektronik ke dalam skala nanometer.
Metal-oksida-semikonduktor transistor efek medan (MOSFET) dengan
panjang gerbang beberapa puluh nanometer kini telah dibuat, meningkatkan
kemungkinan peningkatan besar dalam jumlah transistor pada sebuah chip.
Namun, jika ukuran fitur minimum berkurang di bawah 10 nm, efek kuantum
mekanik seperti tunneling secara signifikan mempengaruhi kinerja perangkat.
Scaling-down perangkat juga menyebabkan penurunan jumlah elektron yang
tersedia untuk operasi beralih digital. Akhirnya, hanya beberapa elektron
mungkin tersedia untuk switching dan fluktuasi statistik dalam jumlah rata-
rata elektron akan mencegah definisi dari keadaan digital yang cukup jelas.
Blokade Coulomb atau efek pengisian elektron tunggal, yang memungkinkan
untuk kontrol yang tepat terhadap sejumlah kecil elektron, menyediakan
prinsip operasi alternatif untuk perangkat dengan skala nanometer. Selain itu,
pengurangan jumlah elektron dalam peralihan transisi sangat mengurangi
disipasi rangkaian listrik, akhirnya dapat meningkatkan kemungkinan lebih
tinggi sirkuit terintegrasi.
368
Gambar 25.7. Elektrometry
369
Gambar 25.8. Memori Blokade Coulomb Coulomb menggunakan MTJ untuk menangkap
eletron pada penyimpanan node.
370
(a) (b)
Gambar 25.8. (a) Gambar Atomic Force Microscope antara elektroda platinum
dan ruang yang berukuran 500 nm (b) bagian putih adalah bagian yang
konduktansinya bernilai nol dari sebuah nanotube. Bagian yang berwarna putih
berbentuk diamond adalah diamond Coulomb.
25.5.5 Nanowires
Kawat nano semikonduktor kimia disintesis sebagai blok bangunan
untuk pendekatan bottom-up untuk pembuatan perangkat nano dan sensor.
Kunci propertis dari sistem ini adalah fleksibilitas materi yang unik dalam hal
dimensi geometris dan komposisi. Nanowires telah dikembangkan dari
371
beberapa bahan semikonduktor termasuk struktur dengan variabel doping dan
komposisinya. Kawat nano telah digunakan untuk membuat transistor elektron
tunggal pada suhu rendah.
Gambar di bawah ini merupakan transistor dari nanowires InP dengan
ukuran panjang yang berbeda. Keduanya menunjukkan adanya bentuk puncak
yang berhubungan dengan osilasi blokade Coulomb. Hal ini sangat jelas
menunjukkan adanya pengaturan elektron tungaal terhadap muatan listrik dan
propertis transport pada nanowire. Puncak Coulomb mempunyai ukuran
distribusi yang tidak biasa, dan V g bervariasi. Penafsiran ini didukung oleh
pengukuran yang ditunjukkan pada gambar, dimana konduktansi diferensial dI
/ dVsd perangkat C diplot pada skala abu-abu sebagai fungsi dari (Vg, VSD).
Dalam plot ini, blokade Coulomb terjadi di dalam daerah gelap dengan bentuk
berlian karakteristik. Dalam beberapa kasus, seperti untuk Vg antara -40 dan -
90 mV, berlian Coulomb jelas terpisah satu sama lain dan memiliki semua tepi
yang sepenuhnya dapat didefinisikan. Ini adalah karakteristik dari perpindahan
Coulomb-terblokade melalui sebuah pulau elektronik tunggal. Di daerah
lainnya-Vg, bagaimanapun, berlian tumpang tindih satu sama lain, seperti yang
kita harapkan untuk sebuah nanowire mengandung lebih dari satu
(kemungkinan besar dua) pulau. Berbagai aplikasi kawat nano pada suhu
kamar bahkan mulai dikenal seperti single-nanowire transistor efek medan
(FETs), dioda, dan gerbang logika menggabungkan kedua tipe-n dan tipe-p
kawat nano. Baru-baru ini, nanowire heterostruktur telah beroperasi sebagai
dioda terowongan resonansi pada 4.2K.
372
GAmbar 25.10. Konduktansi G terhadap tegangan back-gate Vg diukur pada at 0.35 K
dengan panjar DC V 520 mV. Kedua traces mengacu pada perangkat dengan panjang
sd
yang berbeda.
.
25.6 Kesimpulan
Dengan semua sifat-sifat menarik dari perangkat elektron tunggal, laju
perkembangnan teknologi yang berbasis pada efek blokade Coulomb dapat
dilanjutkan. Belum jelas apakah berbasis elektronik pada molekul individu dan
elektron tunggal efek akan menggantikan sirkuit konvensional didasarkan pada
penurunan skala ukuran versi transistor efek medan. Namun jika kita lihat
beberapa perkembangan teknologi berskala nano akhir-akhir ini apat kita
simpulkan jika laju miniaturisasi terus berlanjut, sifat kuantum dari elektron
akan menjadi penting dalam menentukan desain perangkat elektronik sebelum
akhir dekade berikutnya.
373
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajudin. 2009. Pengantar Nanosains. Bandung: ITB.
D.V. Averin and K.K Likharev Mesoscopic Phenomena in Solids, edited by B.L.
Altshuler, P.A. Lee, and R.A. Webb (Elsevier, Amsterdam, 1991)
374
Bab 26
Graphene
Oleh: Anton Prasetyo
Material berbahan karbon telah sejak lama dikenal dan digunakan oleh
manusia semisal arang, grafit, minyak bumi ataupun intan. Penemuan
penemuan material jenis baru dengan bahan baku karbon ini secara langsung
maupun tidak, telah mempengaruhi peradaban manusia. Sebagai contoh
bagaimana penemuan polimer berbahan dasar karbon telah mampu menggeser
penggunaan logam ataupun keramik pada abad 18-an hingga kini sehingga kita
saksikan banyak sekali alat alat yang dulu menggunakan logam sekarang
menggunakan bahan polimer. Selain itu karbon juga dikenal sebagai unsur
yang menyusun sebagian besar dari makhluk hidup dan juga keberadaannya
juga sangat melimpah. Oleh karenanya penelitian penelitian tentang material
berbahan dasar karbon menjadi sangat marak, baik di masa lampau, masa kini
maupun di masa yang akan datang.
Unsur karbon dikenal sebagai unsur yang memiliki sifat sifat yang
istimewa diantaranya adalah karbon dapat membentuk alotrop (unsur penyusun
sama tapi mempunyai bentuk geometri yang berbeda sehingga sifatnya juga
berbeda). Hal ini karena kemampuan karbon untuk berhibridisasi sp, sp2 dan
sp3 [1]. Bentuk bentuk alotrop dari karbon yang sudah dikenal luas diantaranya
adalah karbon amorf, grafit dan intan, di mana keduanya mempunyai unsur
penyusun yang sama tetapi mempunyai sifat yang berbeda yaitu intan
mempunyai tingkat kekerasan yang sangat tinggi dibandingkan dengan grafit.
Hal ini karena unsur unsur penyusun dari intan lebih padat dibandingkan
dengan grafit. Alotrop alotrop lainnya yang ditemukan adalah fullerene, karbon
nano tube (CNT) dan pada tahun 2004 ditemukan alotrop baru yaitu graphene.
Alotrop alotrop yang ditemukan akhir akhir ini dikenal sebagai material maju
yang berpeluang sebagai material masa depan [1].
Fullerene dikenal sebagai alotrop karbon yang tersusun atas atom
karbon dengan jumlah 60 atau 70 dan berbentuk kulit bola sepak [1,2]. Material
ini pertama kali ditemukan pada tahun 1985 di Universitas Rice, Houston oleh
Richard Smalley, Robert Curl dan Henry Kroto yang atas penemuannya maka
pada tahun 1996 dianugerahi hadiah nobel. Alotrop lainnya adalah Carbon
Nano Tube (CNT) yang ditemukan pada tahun 1991. Carbon Nano Tube adalah
sebuah material yang tersusun atas carbon yang membentuk tabung panjang,
sehingga CNT juga dapat dianggap sebagai fullerene yang diperpanjang [1].
Dan pada tahun 2004 peneliti dari Universitas Manchester yaitu Andrei Geim
dan Konstantin Novoselov menemukan bentuk alotrop karbon lainnya yaitu
375
graphene, suatu bentuk alotrop carbon 2 dimensi yang diketahui mempunyai
peluang aplikasi yang luas karena keunggulan sifat sifat dari material tersebut
dan atas penemuannya tersebut maka pada tahun 2010, dua orang tersebut
dianugerahi hadiah nobel dengan tema “for groundbreaking experiments
regarding the two-dimensional material graphene”.
(a) (b)
(c)
Gambar 26.1 Beberapa struktur alotrop karbon : (a) Intan [3], (b)
Fullerene [4], (c) Carbon Nanotube [5]
26.1 Pendahuluan
Graphene adalah material karbon dalam bentuk monolayer datar atom
dalam bentuk 2 dimensi (2D) seperti sarang lebah dan bentuk ini adalah bentuk
dasar/bentuk asal usul (mother) dari semua bentuk alotrop grafit lainnya[6].
Kata Graphene sendiri berasal dari kombinasi dari kata grafit dan akhiran-ena
oleh Hanns-Peter Boehm, yang menggambarkan dan menamakan material
single-layer foil karbon dan dikemukakan pada tahun 1962. [7]. Akhir akhir ini
material ini menjadi material yang menarik sekali karena dari berbagai
penelitian baik secara teori maupun teoritis dan mempunyai peluang digunakan
376
sebagai material maju. Di bawah ini gambar struktur dari graphene dan gambar
yang menjelaskan bahwa graphene merupakan cikal dasar dari berbagai bentuk
alotrop material karbon lainnya :
Jenis ikatan yang terdapat pada graphene adalah jenis ikatan dengan
hibridisasi sp2 seperti jenis ikatan yang dimiliki oleh benzene, dengan panjang
ikatan diperkirakan 0,142 nm [8]. Pada gambar (26.3) : (a) menggambarkan
bagaimana graphene apabila digulung menjadi sebuah bola maka akan menjadi
material fullerene; (b) apabila graphene digulung menjadi semacan tube maka
menjadi material carbon nanotube (CNT); (c) dan apabila graphene disusun
menjadi berlapis lapis maka akan membentuk material graphite.
377
Graphene pertama kali berhasil disintesis oleh Andrei Gim dan
Konstantin Novoselov pada tahun 2004 di Universitas Manchester, Inggris, dan
keberhasilan mensintesis senyawa grapahene yang merupakan senyawa 2
dimensi telah mematahkan asumsi yang berlaku dan bertahan sejak puluhan
tahun lalu di mana Landau dan Pierl menyatakan bahwa kristal 2 dimensi tidak
stabil secara termodinamika dan tidak mungkin ada dan argumen ini diperkuat
oleh Mermin (1969) melalui eksperimental yang hasilnya menyatakan bahwa
semakin tipis lapis dari sebuah kristal maka temperatur lelehnya akan semakin
turun dan lapis tipis tersebut menjadi tidak stabil (mudah mengalami
dekomposisi)[6]. Asumsi ini dipatahkan dengan ditemukan material 2 dimensi
yaitu graphene dan penemuan ini tidak berhenti sampai pada keberhasilan
sintesis dari material tersebut, karena diketahui bahwa material tersebut
mempunyai sifat sifat yang istimewa. Dan dengan penemuan tersebut maka
dengan segeralah penelitian penelitian tentang sifat sifat graphene baik secara
teoritis maupun eksperimental dilakukan secara massif oleh peneliti. Scopus
mencatat dari tahun 2005 sampai dengan awal desember 2011 tidak kurang dari
14.000 penelitian tentang graphene atau ada lebih dari 2500 penelitian tentang
graphene pertahunnya. Jumlah ini adalah jumlah yang sangat besar untuk satu
topik penelitian.
378
mekanik. Di mana graphene memnpunyai nilai Young modulus yang tinggi
yaitu: 1100 Gpa dengan kekuatan frakturnya 125 Gpa; sifat konduktivitas
termalnya : 5000Wm-1K-1; mobilitas pembawa muatannya: 200000 cm2.V-1.s-1;
mempunyai luas permukaan spesifik 2630 m2.g-1; mempunyai stabilitas kimia
yang tinggi; mempunyai sifat transmitansi optik tinggi; mempunyai efek
kuantum Hall pada suhu kamar dan juga a tuneable band gap, bipolar
supercurrent, chiral tunneling of relativistic particles, Absence of Anderson
Location[10,11]. Sifat sifat unik dari graphene akan diterangkan lebih detail
pada pembahasan sifat graphene.
Sifat sifat graphene yang istimewa telah membuka peluang pemanfaatan
graphene dalam berbagai bidang yang diantaranya : dalam bidang elektronika
graphene dapat digunakan sebagai field effect transistor (FET), sensor dan
superkapasitor, electrode tranparant, sebagai pengganti ITO (Indium Tin
Oksida) dan lain lain [10,11]. Contoh contoh aplikasi dari graphene juga akan
dijelaskan dalam sub bab tersendiri.
379
Gambar. 26.5. Struktur Kristal Highly Ordered Pyroliytic Graphite
(HOPG) [13]
380
tersebut adalah memerlukan suhu tinggi yaitu 900 oC – 1000 oC dalam proses
reaksinya. Hal ini karena sintesis pada suhu yang lebih rendah diperlukan
untuk berbagai aplikasi elektronik [16]. Oleh karenanya salah satu arah dari
penelitian tentang graphene ini adalah mengganti katalis tersebut dengan
katalis logam lain yang mempunyai temperatur proses yang lebih rendah. Salah
satunya seperti yang dilakukan Hyosub An, et all (2011) yang menggunakan
katalis Fe dalam menumbuhkan graphene [16].
Berikut ini adalah metode yang digunakan Hyosub An tatkala
mensintesis graphene dengan metode CVD dengan katalis Fe : Fe foil (tebal
100 mm-tebal kemurnian, 99,5%) sebagai substrat pertumbuhan. Sampel
dengan berbagai ukuran mulai dari 1 1 cm sampai 3 3 cm disiapkan. Sampel
dibersihkan secara ultrasonik dalam aseton, metanol dan air deionisasi. Sampel
kemudian ditaruh dalam ruang CVD. Ruang tersebut diberi tekanan antara 1-3
mTorr. Kemudian hidrogen (kemurnian 99,999%0 diencerkan dalam Ar
(kemurnian 99,999%) diinjeksikan ke dalam reaktor untuk mencegah oksidasi
Fe. Dalam percobaan ini, sampel dipanaskan dengan kecepatan 1 C / s. Sampel
sebelumnya dipanaskan pada 600 - 800 C dalam gas Ar dan H2. Kemudian C 2
H 2 (dengan kemurnian 99,96% ) dialirkan. Tekanan pada proses penumbuhan
adalah 350 - 450 mTorr. Dia memvariasikan waktu pertumbuhan dalam
rentang waktu 5 - 30 menit dan laju alir C 2 H 2 dalam rentang 5 - 50 sccm. Ini
dilakukan untuk mengetahui karakteristik lapisan graphene dalam kondisi
sintesis berbeda. Karakterisasi graphene yang diperoleh dengan menggunakan
mikroskop optik, scanning electron microscopy (SEM), mikroskop elektron
transmisi (TEM), dan spektroskopi Raman.
Penelitian penelitian tentang pengembangan teknik CVD ini sekarang
ini banyak dilakukan karena teknik ini menjanjikan sebuah teknik yang murah
dan dapat diterapkan dalam skala industri.
e. Metode Solvotermal
Metode solvotermal adalah salah satu metode yang biasanya digunakan
untuk mensintesis metal, semi konduktor, keramik ataupun polimer. Dalam
proses ini biasanya melibatkan pelarut tertentun dan dalam kondisi dan tekanan
tertentu (biasanya pada kondisi 1 Atm hingga 10.000 Atm) dan juga pada
temperature tertentu pula, yang biasanya pada temperature 100 oC hingga 1000
o
C [17].
381
Li Q, et al (2011) telah berhasil mensintensis graphene nanosheet (GS)
dengan metode solvotermal ini, yang prosedur kerjanya secara singkat adalah
sebagai berikut : Campuran homogen C 4 Cl 6 sebanyak 3 ml dan PEG-600
(polietylen glikol) sebanyak 10 ml dipindahkan ke dalam autoclave stainless
steel yang mempunyai kapasitas 20 mL dan juga ditambahkan 6 g Na.
Kemudian autoclave ditutup, dengan temperatur perlakuan pada 300 °C selama
10 jam, kemudian didinginkan dengan cara biasa (dibiarkan) sampai suhu
kamar. Kemudian produk dicuci dengan etanol, asam klorida, air distilasi.
Kemudian produk tersebut dikeringkan dalam vakum pada suhu 60 °C selama
10 jam. Selanjutnya 0,01 g produk dilarutkan ke dalam 100 mL etanol dan
dilakukan ultrasonifikasi (diberikan gelombang ultrasonic) selama 90 menit
kemudian disentrifugasi selama 5 menit pada 2000 rpm. Sampel supernatan
dalam etanol dibawa keluar untuk karakterisasi yang diharapkan bahwa sampel
tersebut adalah graphene nanosheet (GS) yang dihasilkan [18].
382
eV
Dari tabel di atas, kita dapat membandingkan sifat sifat dari berbagai macam
alotrop material karbon, dan yang menarik adalah sifat elektronik dari graphene
yang zero gap energy. Beberapa sifat dan keunggulan dari graphene akan
dibahas di bawah ini;
383
sekali. Apabila kita bandingkan dengan sutera yang merupakan polimer terkuat
yang mempunyai modulus young sebesar 22.000 MPa, maka nilai graphene
masih jauh di atas kekuatan dari sutera. Atau kita bandingkan dengan logam
titanium yang mempunyai kekuatan tarik sebesar 330 MPa (setelah lewat ini
maka akan patah), atau kita bandingkan dengan kekuatan alotrop karbon
lainnya misalkan intan (yang dikenal sebagai material terkeras sehingga banyak
digunakan sebagai mata bor) ataupun karbon nanotube (CNT) maka kekuatan
graphene jauh di atasnya, sehingga graphene merupakan material terkuat yang
pernah ada saat ini. Dengan potensi ini maka graphene juga berpeluang
dimanfaatkan sebagai material structural (pemanfaatan kekuatan mekaniknya).
384
Sifat magnetik dari graphene yang telah diteliti menunjukkan bahwa interaksi
feromagnetik yang juga diiringi dengan interaksi antiferromagnetik di semua
graphene uji yang fenomenanya mirip dengan kondisi frustrated or phase-
separated systems [12].
Di samping sifat sifat di atas masih ada lagi beberapa sifat unik dari
graphene, misalnya kestabilan terhadap termal ataupun mempunyai kestabilan
kimia yang baik, sehingga tidak lama lagi kita akan memasuki era material
graphene.
385
Dari hasil karakterisasi SEM didapatkan morfologi permukaan dari
graphene yang menyerupai serpihan serpihan besar. Dan kemampuan SEM
yang hanya dapat menyediakan data tersebut menyebabkan SEM jarang
digunakan pada karakterisasi yang menginginkan gambar objek yang lebih
detail.
(a) (b)
Gambar 26.7. (a). Gambar AFM Graphene Pada Substrat SiO 2 /Si (b).
Tebal Graphene Hasil Pengukuran Pada Gambar a
[11]
Dengan AFM maka kita akan dapat mengetahui tebal dari graphene
yang dihasilkan, sebagaimana gambar 26.7 (b) yang merupakan perhitungan
tebal graphene yang didasarkan pada gambar AFM yang didapatkan. Dengan
AFM kita juga bisa mendapatkan gambar tiga dimensi seperti pada gambar
dibawah ini:
386
Gambar 26.8 Gambar AFM Graphene 3 Dimensi [19]
Dengan gambar tiga dimensi maka kita dapat menghitung tebal dari
graphene yang dihasilkan pada sumbu x, y dan z.
387
Gambar 26.9 Gambar High Magnification TEM Dari Graphene [11]
Dari gambar TEM di atas dapat diketahui beberapa lapis dari graphene yang
dihasilkan. Pada gambar sebelah kiri dapat diketahui bahwa graphene yang
terbentuk adalah lima lapis, sedangkan pada sebelah kanan adalah dua lapis
dengan ketebalan sekitar 0.34 nm. Kelebihan dari TEM dibandingkan dengan
metode mikroskop lainnya adalah kemampuan melihat objek sampai pada
ukuran nano, sehingga TEM banyak digunakan untuk karakterisasi material
nano yang dihasilkan. Sedangkan pada gambar 26.10, TEM mampu mengukur
ketipisan dari material yang dihasilkan, di mana pada gambar sebelah kiri
didapatkan ketipisan sekitar 15 nm dan gambar sebelah kanan adalah 29 nm.
(a) (b)
Di samping itu dengan TEM kita juga bisa melihat struktur Kristal
graphene secara jelas, sebagaimana pada gambar di bawah ini:
388
Gambar 26.11. Struktur Graphene Dari Analisis TEM [20]
389
Gambar 26.12 Gambar Graphene Dari STM Beresolusi Tinggi [12]
Dari gambar diatas dapat dilihat dengan jelas bagaimana struktur Kristal
graphene yang diperoleh yaitu bentuk heksagonal. Gambar lain dari pemotretan
graphene dengan STM adalah :
Hasil analisis STM mempunyai kemiripan hasil dari teknik TEM, yaitu mampu
menggambarkan molekul heksagonal dari graphene, hal ini tentunya dapat
memperkaya data data.
e. Spektroskopi Raman
Untuk membuktikan apakah material yang disintesis betul ataukah tidak
itu: graphene maka teknik spektroskopi raman harus digunakan, karena dengan
teknik ini bisa membuktikan hal tersebut. Teknik Spektroskopi Raman sangat
intensif digunakan dalam fisika dan kimia untuk mengkaji vibrasi, rotasi, dan
sejumlah modus yang menghasilkan frekuensi rendah dalam material.
390
Frekuansi frekuensi tersebut merupakan sifat khas suatu ikatan kimia.
Kemampuan teknik spektroskopi Raman dalam mengidentifikasi sangat
spesifik sebuah material dan juga mampu digabung dengan teknik analisis lain
telah membuka peluang pemanfaatan teknik ini untuk bidang yang luas seperti
monitoring reaksi berjalan dan lain lain [1,21,22]
Dalam spektrum spektroskopi raman, keberadaan graphene akan identik
dengan spektrum pada panjang gelombang 1350 cm -1 (mempunyai intesitas
yang rendah), 1580 cm -1 dan 2700 cm -1. Jika ada spektra pada panjang
gelombang tersebut maka dapat dipastikan keberadaan dari graphene. Contoh
karakterisasi material graphene adalah seperti pada gambar di bawah ini:
391
Gambar. 26.14 Perbandingan Spektrum Spektroskopi Raman Antara
Grafit Dengan Graphena [11]
(a) (b)
Gambar 26.15 Spektrum Graphene Dari Hasil Sintesis Dengan CVD (a) Dari
Metana; (b) Dari Etilena [10]
392
Dari hasil spectrum di atas maka dapat dibandingkan kualitas graphene yang
dihasilkan dengan membandinghan spectrum pada panjang gelombang 1500
cm -1 sedangkan jumlah lapis yang dihasilkan dapat dilihat pada panjang
gelombang 2700 cm -1, yang terlihat jumlah lapis graphene dengan sumber
hidrokarbon metana lebih banyak (dilihat dari puncak pada daerah 2700 cm -1
lebih tinggi dan lebih luas sementara puncak pada daerah 1500 cm -1 lebih
rendah. Lebih jelasnya perbedaan spectrum Raman pada jumlah lapis
graphene dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini ;
Gambar 26.16 Spektrum Raman Beberapa Lapus Dari Material Graphene [11]
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi perubahan lebar pada
spektrum raman yang dihasilkan di mana semakin banyak lapis maka lebar
puncak menjadi semakin lebar. Di samping itu spektroskopi raman juga
mengidentifikasi pengotor/doping yang terdapat dalam material graphene.
Gambar di bawah ini adalah gambar spectrum raman pada nanocomposite
Graphene – La 2 Ti 2 O 7 (G-LTO) [23]
Gambar 26.17 Spektrum Raman Pristine Grafit, EG, EG – LTO dan G-LTO[22]
393
perubahan intensitas dan lebar puncak khas dari graphene, yang hal ini
disebabkan karena adanya campuran dari LTO.
394
Gambar 26.19 Difraksi XRD Material ZnO; Graphene – ZnO dan
Graphene [25]
g. Metode BET
Graphene lapis tunggal diprediksi mempunyai luas permukaan sebesar
2600 m2/g. Untuk mengetahui luas permukaan tersebut maka salah satu metode
yang efektif digunakan adalah dengan metode BET [11]. Metode ini
dikembangkan oleh Stephen Brunauer, Paul Hugh Emmet dan Edward Teller,
sehingga disingkatlah dengan dengan nama metode BET. Metode ini
memberikan informasi tentang luas permukaan zat padat, dengan demikian
metode ini dapat digunakan untuk memprediksi ukuran rata rata dari partikel
padat. Untuk material berpori, luas permukaan spesifik ditentukan oleh
porositas zat padat, dengan demikian metode ini dapat juga digunakan untuk
menentukan porositas sebuah material [1].
Dari pengukuran dengan metode BET didapatkan hasil bahwa material
graphene mempunyai luas permukaan spesifik pada rentang 270 – 1550 m2/g.
Apabila sebuah penelitian ingin mengeksploitasi sifat luas permukaan dari
graphene maka metode BET cukup bagus menyajikan data dari luas permukaan
spesifik dari graphene.
Di samping metode karakterisasi di atas, masih ada beberapa metode
lagi untuk mengetahui sifat sifat dari graphene yang disintesis. Semua uji
tersebut digunakan sesuai dengan rumusan dan tujuan dari penelitian masing
395
masing, dan semua uji sifatnya adalah saling mendukung sehingga dapat
diperoleh gambaran hasil graphene yang utuh.
396
Gambar 26.20 Sintesis Graphene Sebagai Material Konduktif
Transparan Pada Substrat Si/SiO 2 dan PET [15]
397
menjadi persoalan adalah perangkat yang berhubungan dengan energi
mempunyai masalah kinerja yang buruk dan merusak lingkungan. Dengan
kondisi seperti ini maka diperlukan sebuah teknologi yang efisien dalam energy
dan juga ramah terhadap lingkungan [28].
Upaya upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yang
salah satunya adalah dengan teknik elektrokimia. Dan penemuan graphene
pada tahun 2004 telah memberikan harapan yang luas pada berbagai pihak
terutama kalangan ilmuwan. Hal ini karena sifat sifat superior yang dimiliki
oleh graphene. Graphene merupakan salah satu kandidat material yang ideal
dalam implementasi aplikasi elektrokimia yang disebabkan karena sifat
konduktivitas listrik yang besar, luas permukaan yang luas, kemampuan unik
dalam mentransfer elektron heterogen dan mempunyai kecepatan yang bagus
dalam membawa muatan. Sifat ini memberikan peluang dalam pemakainan
yang luas pada bidang elektro-katalitik dan juga biaya produksi yang
rendah[28].
• Superkapasitor
Superkapasitor adalah alat yang pasif dan statis yang berfungsi sebagai
perangkat penyimpan energi listrik, yang biasanya digunakan dalam banyak
bidangi seperti alat elektronik yang portabel ( misal :ponsel), memory back-up
system, dan mobil hibrida., di mana sifat isi ulang energinya yang cepat akan
menjadi sifat yang berharga berharga. Super-kapasitor memiliki kemampuan
daya yang tinggi, fast charge propagation and charge-discharge processes
(dalam hitungan detik), mempunyai umur yang panjang (biasanya lebih dari
dari 100.000 siklus), membutuhkan perawatan yang renda. Superkapasitor
memiliki densitas energi yang lebih besar bila dibandingkan dengan kapasitor
konvensional, meskipun memiliki densitas energi yang lebih rendah
dibandingkan dengan baterai dan sel bahan bakar [28].
Graphene mempunyai peluang digunakan sebagai kapasitor karena
graphene memiliki keunggulan berupa perbandingan luas permukaan terhadap
massa yang besar, sehingga menghasilkan nilai kapasitansi per satuan massa
mencapai 205 F/gram dan rapat energi 28,5 Wh/kg. dan apabila dihubungkan
dengan kecepatan mengalirkan muatan listrik, kapasitor graphene mencapai
nilai rapat daya 10 kW/kg [16]. Sehingga graphene berpeluang dijadikan alat
pengganti baterai atau alat alat penyimpan energy sejenis.
Cara kerja superkapasitors dala menyimpan energi ada dua cara yaitu:
dari lapisan double kapasitansi elektrokimia yang dihasilkan dari akumulasi
muatan elektrostatik murni pada elektroda dan pseudocapacitance . hal ini
disebabkan oleh proses cepat dan dan bersifat reversibel permukaan redoks
(surface redox). Keuntungan utama dari supercapacitors dibandingkan dengan
dengan baterai adalah material ini mempunyai kapasitas tinggi, kemampuan
charge/discaharge yang cepat pada densitas energi yang tinggi dan siklus
hidup yang panjang. Namun, kelemahan utama dari generasi superkapasitor
398
saat ini adalah densitas energi yang relatif rendah. Dan masalah peningkatan
densitas energi dari supercapasitors telah menjadi topik yang menantang dan
menjadi hambatan bagi komersialisasi dari material superkapasitor. Dan salah
satu solusinya adalah dengan memanfaatkan bahan elektroda yang mempunyai
kapasitansi spesifik lebih tinggi dalam elektrolit organik yang digabungkan
dengan pengurangan jumlah pengikat yang tidak aktif [29].
Material karbon mempunyai luas permukaan yang tinggi dan dianggap
sebagai bahan elektroda sangat baik untuk superkapasitors. Hal ini karena
karbon memiliki kombinasi sifat yang menarik yang diantaranya adalah tidak
beracun, mempunyai luas permukaan yang tinggi, konduktivitas listrik yang
baik, stabil secara kimia dan termal serta harga yang relatif rendah. Berbagai
bahan karbon seperti karbon aktif, karbon nanofiber, grafit, Karbon nanotube,
dan karbon aerogel, telah diselidiki pemanfaatannya. Karbon aktif merupakan
material yang paling banyak digunakan karena luas permukaan yang sangat
tinggi yang bisa mencapai 3000 m2/g, dengan harga yang murah, mempunyai
kapasitansi tinggi dan siklus hidup yang panjang. Namun, karbon aktif
mempunyai konduktivitas listrik rendah dan resistensi yang tinggi terhadap
transpor ion. Hal ini karena karbon aktif mempunyai struktur pori yang
kompleks, sehingga superkapasitor dari karbon aktif menghasilkan kapasitansi
spesifik yang kecil sehingga pemanfaatannya menjadi terbatas[29].
Salah satu alotrop karbon lainnya yaitu graphene mempunyai peluang
sebagai solusi permasalahan dari karbon aktif. Graphene adalah lembaran satu
lapis dari material karbon. Dan lembaran lembaran ini dapat disusun
bertumpuk tumpuk. Lembaran graphene tunggal dan beberapa-lapis graphene
memiliki sifat yang luar biasa seperti luas permukaan yang tinggi, kekakuan
unggul, kekuatan, konduktivitas termal dan listrik, transportasi sifat elektronik,
kimia dan kestabilan termal, dll, sebagaimana dijelaskan di awal sehingga
material ini memenuhi persyaratan sebagai material maju tidak hanya sebagai
elektroda tetapi juga sebagai bahan penyimpan energy. Namun, berbeda
dengan material karbon lainnya yang juga mempunyai luas permukaan yang
tinggi, graphene memiliki luas permukaan efektif terdiri dari lapisan datar
terbuka, permukaan tidak terdiri dari pori-pori yang kompleks. Oleh karena itu,
kemampuan transport ion nya jauh lebih tinggi daripada karbon aktif.
Penemuan ini telah membuat pengembangan superkapasitor dari bahan
graphene menjadi sedemikian menarik yang didukung dengan kombinasi sifat
yang superior yang diantaranya menpunyai densitas daya tinggi dan densitas
energy yang tinggi telah membuka bagi aplikasi aplikasi lainnya seperti
polimer nanokomposit, perangkat LCD , sensor, transistor, actuator yang
fleksibel [29].
Beberapa penelitian tentang pemanfaatan graphene sebagai
superkapasitor telah dipublikasikan beberarapa pihak yang diantaranya adalah
Vivekchand et al dimana graphene yang diperoleh dari pengelupasan termal
(exfoliated thermally) mempunyai kapasitansi spesifik 117 F/g. Wang et al.dan
Stoller et al. melaporkan kapasitansi spesifik 205 F/g (tidak termasuk pengikat
tidak aktif 10%) pada 100 mA/g dan 135 F/g (termasuk pengikat aktif 3%)
399
pada 10 mA/g pada material oksida graphene yang direduksi dengan hidrazin
hidrat selama 72 dan 24 jam. Chen et al, melaporkan nilai kapasitansi 164 F/g
dengan kecepatan scan 10 mV/s pada material elektroforesis graphene
nanosheet yang diendapkan pada busa nikel. Semua hasil penelitian ini telah
memperlihatkan prospek graphene sebagai superkapasitor [29].
400
untuk konversi energi surya di masa depan. Dari penelitian juga telah dicatat
bahwa kinerja dari sel fotoeletrokimia tergantung pada jumlah dan morfologi
dari graphene. Efisiensi tertinggi diperoleh pada kandungan graphene sebanyak
5% berat dalam nanokomposit.
401
Beberapa biosensor berbasis pada teknologi karbon nanotube telah dilaporkan
banyak pihak yang diantaranya adalah sensor bisphenol oleh Sánchez-Acevedo
et al, (20026.), Sensor kanker prostat oleh Kim et al, (2009) dan Okuno et al, (
(2007) dan banyak lagi. Dalam salah satu usaha untuk memperbaiki performa
dari sensor yang dihasilkan adalah dengan mengontrol diameter karbon
nanotube karbon hal ini karena sifat listrik dari karbon nanotube karbon sangat
tergantung pada diameter. Dan masalah ini masih belum bisa ditangani dengan
baik [30]
Material yang bisa memecahkan persoalan yang dimiliki oleh karbon
nanotube diatas adalah graphene. Material Graphene tergolong sebagai
semikonduktor zero gap di mana pita konduksi dan pita valensi terhubung pada
titik K-. Oleh karena itu, karakteristik transport elektron graphene
menunjukkan perilaku khas ambipolar dengan konduktivitas minimum yang
tinggi. Graphene lapis tunggal memiliki kecepatan mobilitas electron yang
sangat tinggi (> 20.000 cm2/Vs pada suhu kamar) dengan konsentrasi pembawa
besar (~ 1012 cm-2); dan juga graphene merupakan materi yang sangat stabil.
Sehingga graphene diharapkan memiliki aplikasi yang potensial sebagai
material masa depan “High Speed Logic device”. Beberapa sensor kimia dan
biologi berbasis graphene telah banyak dilaporkan dalam beberapa tahun
terakhir. Contohnya adalah sensor menggunakan oksida graphene atau
graphene telah dikembangkan untuk mendeteksi glukosa, sensor pH dan lain
lain.
Salah satu usaha untuk memperbaiki sifat dari sebuah material adalah
dengan melakukan pendoping an dengan unsur/material lain. Dengan doping
maka kita akan dapat memodifikasi bahan intrinsik, sifat elektronik,
memanipulasi sifat kimia permukaan, dan menghasilkan perubahan lokal. Pada
material karbon, pendoping an akan meningkatkan densitas pembawa muatan
bebas dan akan meningkatkan konduktivitas listrik atau termal. Banyak
penelitian yang telah dilakukan untuk men doping material graphene dengan
material lain dan menurut kajian teoritis dengan mendoping dengan unsure
logam maka akan terjadi pergeseran tingkan energi Fermi dari tipe-P ke tipe –
N. Dan salah satu unsur yang terbaik digunakan untuk pendopingan adalah
nitrogen, karena memiliki ukuran atom yang sebanding dengan karbon dan
mempunyai lima elektron valensi yang dapat berikatan dengan kuat dengan
atom karbon. Dalam penelitian terdahulu, pendoping-an dengan nitrogen pada
karbon nanotube (CNT) telah berhasil memodifikasi sifat listrik atau
strukturalnya. Wang Ying et. al (2010) telah melaporkan graphene yang di
doping dengan atom nitrogen dan digunakan sebagai biosensor. Dari
penelitiannya didapatkan hasil bahwa graphene yang didoping dengan nitrogen
mempunyai aktivitas elektrokatalitik yang baik dalam mereduksi asam
peroksida dan juga mempunyai kesensitifan dan selektifitas yang tinggi untuk
senyawa glukosa [31].
402
e. Material Hibrid Graphene – DNA
Dalam beberapa dekade terakhir, nanoteknologi dan bioteknologi telah
berubah menjadi topik hangat yang penting dari penelitian interdisipliner yang
salah satunya teknologi penggabungan berbagai komponen bahan molekul,
anorganik, dan biologi dengan menggunakanteknik-teknik modern. Di antara
berbagai biomolekul yang diteliti, DNA menerima perhatian khusus karena
merupakan mempunyai fungsi yang signifikan terhadap makhluk hidup. DNA
telah banyak diteliti dan aplikasinya salah satunya adalah penggabungan DNA
dengan bahan bahan lainnya khususnya nanopartikel [32].
Beberapa dekade terakhir penelitian nanomaterials berbasis karbon
nanomaterials seperti karbon nanotubes (CNT), fullerene,dan graphene telah
banyak diteliti orang. Dan graphene telah banyak membuat peneliti terpesona
karena menyediakan area deteksi yang besar, biokompatibilitas, dan sifat
elektronik yang unik dan juga biaya sintesis yang murah. Oleh karena itu,
apabila DNA dan graphene digabung menjadi material hibrid maka akan
memberikan sebuah peluang bagi pemanfaatan bagi bidang bidang lain seperti
biosensor sensitif atau biochip. Ide tentang material hibrid graphene- DNA
adalah sebuah ide yang baru dan memberikan peluang bagi pengembangan
ilmu pengetahuan karena berusaha menggabungkan sifat unik dari graphene
dan juga DNA [32]. Di bawah ini beberapa kemungkian model sintesis material
hybrid graphene – DNA ;
403
f. Graphene Sebagai Microactuator
Microactuators, adalah material yang mampu mengkonversi energi
listrik menjadi energi mekanik. Aplikasi dari material ini telah menarik
perhatian banyak pihak yang diantaranya digunakan sebagai material
biomimetik, seperti serangga, gerakan seperti otot, robot terbang dan lain lain.
Berbagai bahan anorganik seperti keramik piezoelektrik telah diteliti sebagai
actuators. Akan tetapi mempunyai kekurangan pada suhu operasi yang tinggi
dan batasan tegangan telah membatasi untuk aplikasi yang lebih luas. Di sisi
lain, mikroaktuator berbahan polimer seperti elastomer dielektrik, polimer
terkonjugasi, dan polimer gel memiliki keunggulan, seperti fleksibilitas, ringan,
dan transparan. Akan tetapi mempunyai kekurangan yaitu : respons yang
lambat, siklus hidup yang pendek, dan efisiensi nya rendah. Dan yang lebih
penting lagi, ada kesulitan dalam metode fabrikasi mereka. Dengan sifat sifat
unik graphene maka material ini juga mempunyai peluang digunakan sebagai
microaktuator. Zhou, S.E, et all. (2011) telah mencoba mengembangakan
graphene sebagai material microaktuator dan mendapatkan hasil yang bagus
[33].
DAFTAR PUSTAKA
[1] Abdullah Mikrajuddin, 2009, Pengantar Nanosains Penerbit ITB, Bandung
[2] Holister Paul, Roman Christina, dan Harpet Tim, 2003, Fullerenes, Cientifica
[3] http://nature.ca/discover/treasures/min/tr3/diawn_e.cfm
[4] http://www.answers.com/topic/fullerene
5] http://homepage.mac.com/jhgowen/research/nanotube_page/nanotubes.html
[6] Geim, A dan Novoselov, K. 2007, The Rise of Graphene, Nature Material Vol 6
March 2007.
404
[7] ] http://en.wikipedia.org/wiki/Graphene
[8] Boris Torres www.engineer.tamuk.edu/ departments/ ieen/ faculty/ drlpeel/
Courses/ Meen3344 /
[9] http://www.funenclave.com
[10] Matte, H.S.S.S.R, Subrahmanyam, K.S, Rao, CNR, 2011, Synthetic Aspects and
Selected Properties of Graphene, Nanomater. Nanotechnol, 2011, vol
1, no 1, 3 – 13.
[11] Dong Liang- Xu, dan Chen Qiang, 2010, Properties, Synthesis, and
Characterization of Graphene, Front. Mater. Sci. China, 4(1): 45–51
[12] Rao N.R, K. Subrahmanyam K.S, Matte, H.S.S.R dan Govindaraj A, Graphene:
Synthesis, Functionalization and Properties, Graphene And Its
Fascinating Attributes ©World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
http;//www.worldscibook.com/physics/7989.html.
[13] http://www.specs.de/cms/front_content.php?idart=523
[14] Ni Z.H, et.al, 2008, Raman Spectroscopy of Epitaxial Graphene on a SiC
Substrate, Physical Review B 77, 115416
[15] De Arco Lewis Gomes, Zhang Yi dan Zhou Chongwu , 2011, Large Scale
Graphene by Chemical Vapor Deposition: Synthesis, Characterization
and Applications, in Graphene – Synthesis, Characterization,
Properties And Application Edited by Jian Ru Gong , Intechweb.org
ISBN 978-953-307-292-0
[16] Eko Widiatmoko, Sifat, Fabrikasi dan Aplikasinya, di http://102fm-
itb.org/uploads/Graphene.pdf
[17] An Hyosub, Lee Won Jun, Jung Jongwang, 2011, Graphene synthesis on Fe foil
using thermal CVD, Current Applied Physics 11 (2011) S81- S85
[18] Gersten Bonnie, Solvothermal Synthesis of Nanoparticles di
http://www.sigmaaldrich.com/technical-
documents/articles/chemfiles/solvothermal-synthesis.html.
[19] Li Qianwen, Wang Liangbiao, Zhu Yongchun, Qian Ytai, 2011, Solvothermal
synthesis of graphene sheets at 300 °C, Materials Letters 65 (2011)
2410–2412.
[20] Qia,J.L, W.T. Zheng, W.T, Zheng X.H, Wang X, dan Tian, H.W, 2011,
Relatively Low Temperature Synthesis of Graphene by Radio
Frequency Plasma Enhanced Chemical Vapor Deposition, Applied
Surface Science 257 (2011) 6531–6534
[21] West, A.R, 1992, Solid State Chemistry and Its Application, John Wiley and
Sons, P : 71
[22] Lyon, l. Andrew, et.al, 1998, Raman Spektroskopi, Analytical Chemistry, 70
341R -361R.
405
[23] Wua Chun Hui, et.al, 2011, Synthesis and photocatalytic properties of the
graphene–La 2 Ti 2 O 7 nanocomposites, Chemical Engineering Journal
178 (2011) 468– 474
[24] Shena Xiaoping, , Wua Jili, Baia Song, Zhou Hu, 2011 One-pot Solvothermal
syntheses and Magnetic Properties of Graphene-Based Magnetic
Nanocomposites, Journal of Alloys and Compounds 506 (2010) 136–
140
[25] Lu Ting, et.al, 2011, Microwave-assisted synthesis of graphene–ZnO
Nanocomposite for Electrochemical Supercapacitors, Journal of
Alloys and Compounds 509 (2011) 5488–5492
[26] http://www.nanowerk.com/spotlight/spotid=5453.php
[27] http://www.grapheneworld.org/
[28] Dale A.C. Brownson, Dimitrios K. Kampouris, Craig E. Banks, Review An
overview of graphene in energy production and storage applications,
Journal of Power Sources 196 (2011) 4873–4885
[29] Inhwan Do dan Lawrence T. Drzal, Nanosized Thin Graphene (NTG)
Application for Energy Generation and Storage Devices –
Supercapacitors
http://www.xgsciences.com/docs/Energy%20Application%20Overvie
w.pdf.
[30] Ohno Yasuhide, Maehashi Kenzo, dan Matsumoto Kazuhike, 2010, Short
communication Chemical and Biological Sensing Applications Based
on Graphene Field-Effect Transistors, Biosensors and Bioelectronics
26 (2010) 1727–1730.
[31] Wang Ying, et.al, 2010, Nitrogen – Doped Graphene and Its Application in
Electrochemical Biosensing, ACS Nano vol 4 no 4 p. 1790 - 1798
[32] Thathan Premkumara, Kurt E. Geckelera, 2011, Review Graphene–DNA hybrid
materials: Assembly, applications, and prospects, Progress in Polymer
Science xxx (2011) xxx– xxx
[33] Zhou, S.E, et all, 2011, Grapehene Based Bimorp Microactuator, Nanoletters,
2011, 11, 977 – 981
[34] Hong, J.A, et al, 2011, Graphene Flash Memory, ACS Nano vol XXX no XXX
406
Bab 27
Karakterisasi Sifat Mekanik
Nanokomposit Logam
Oleh: Deny Hardiansyah
Sedangkan filler yang berupa nanopartikel secara umum mempunyai dimensi (contohnya
diameter dan ketebalan) lebih kecil dari 100 nano. Berdasarkan geometrinya, nanomaterial terdiri
dari :
1. Partikel nano : bentuk nano dari material biasanya berupa partikel bola padat,dimana
mempunyai geometri 3 dimensi.
2. Nano tube : geometri tiga dimensi dimana dua dimensi dalam ukuran nano dan dimensi
ketiga lebih besar, menghasilkan struktur elongasi yang disebut nano tube atau nanorods
3. Nano layer : partikel yang terkarakterisasi hanya 1 dimensi berukuran nano dan dua
dimensi yang lainnya lebih besar. Partikel ini tergambarkan sebagai lapisan dengan
ketebalan beberapa nanometer sampai ratusan nano meter.
407
Untuk lebih manggambarkan bagaimana bentuk dari nanomaterial tersebut
diatasperhatikan gambar 1
1nm
Nano layer
Nano tubes
<100nm
>100nm
<100nm
3D nanoparticle
Dalam pembuatan material nano komposit ini, prosentase banyaknya filler terhadap
volume keseluruhan adalah sekitar 0,5-5% saja. Hal ini disebabkan terlalu banyaknya filler yang
digunakan dapat menurunkan kembali sifat unggul yang dimiliki oleh material nano komposit
tersebut. Karena diharapkan sifat material filler tidak lebih dominan terhadap sifat dari matrik itu
sendiri.
Adapun keunggulan dari material nanokomposit ini sehingga banyak dipelajari adalah :
1. Sifat mekanik
2. Permeabilitas
3. Stabilitas termal
4. Daya tahan terhadap api
5. Konduktivitas listrik
408
6. Transparansi optik,dll
Telah banyak diketahui bahwa nanokomposit lebih baik dari segi sifat mekaniknya
terhadap material komposit tradisional. Pendispersian dari nano material ternyata dapat
meningkatkan sifat mekanik suatu bahan secara signifikan. Telah banyak sekali hasil penelitian
yang menggambarkan hal tersebut sampai pengaplikasiannya dalam berbagai bidang ilmu
terapan.
Di dalam nanokomposit, terdapat beberapa orientasi filler yang dapat dilihat berdasarkan
gambar dibawah ini
a. Aligned b. Aligned
b
Model mekanika popular yang dapat memprediksi besar modulus young suatu nano
komposit diantaranya adalah :
409
Dimana :
𝛷𝛷 = fraksi volume
1+2𝜙𝜙𝜇𝜇 𝑇𝑇
𝐸𝐸𝑇𝑇 = 𝐸𝐸𝑚𝑚 ………………………………..(4)
1−𝜙𝜙 𝜇𝜇 𝑇𝑇
𝐸𝐸𝑓𝑓− 𝐸𝐸𝑚𝑚
𝜇𝜇𝐿𝐿 = 𝑙𝑙 ………………………………..(5)
𝐸𝐸𝑓𝑓− 2( )𝐸𝐸𝑚𝑚
𝑑𝑑
𝐸𝐸𝑓𝑓 − 𝐸𝐸𝑚𝑚
𝜇𝜇 𝑇𝑇 = 𝐸𝐸
𝑓𝑓− 2𝐸𝐸𝑚𝑚 ………………………………..(6)
Dimana :
𝛷𝛷 = fraksi volume
d= diameter nanopartikel
l= panjang nanopartikel
selain model-model tersebut diatas, terdapat pula model lainnya yang dapat memprediksi
besarnya modulus elastic suatu bahan nanokomposit,yaitu :
410
Wang-Pyrz model (W-P model)
Cox model (Shear lag model)
27.2 KARAKTERISASI
NANOKOMPOSIT[7]
Dalam mengkarakterisasi sifat mekanik suatu bahan nanokomposit yang telah disintesis,
ada beberapa cara bergantung sifat mekanik apa yang diuji. Diantara beberapa jenis uji sifat
mekanik yaitu :
1. Tensile and flexural tests (kebanyakan dilakukan dengan mesin instron),
2. Impact tests (dilakukan dengan mesin tes pendulum)
3. Micro-compression tests
4. Nanoindentation test
pada pembahasan kali ini, akan lebih dijelaskan bagaimana cara mengkarakterisasi menggunakan
Tensile and flexural tests
Untukmengetahuisifat-sifatsuatubahan khususnya
nanokomposit,tentukitaharusmengadakanpengujianterhadapbahantersebut.
Sifatmekanikbahanadalah:hubunganantararesponsataudeformasibahan terhadapbebanyangbekerja.
Adaempatjenisujicobayangbiasadilakukan,yaituujitarik(tensiletest),ujitekan(compressiontest),uji
torsi(torsiontest),danujigeser(sheartest).Dalamtulisaninikitaakanmembahastentangujitarikdan sifat-
sifatmekanik logamyang didapatkan dariinterpretasi hasil ujitarik.
Sifatmekanikbahanadalah:hubunganantararesponsataudeformasibahan terhadapbebanyangbekerja.
Sebelum kita bahas mengenai jenis uji sifat menanik bahan, marilah kita memepelajari
terlebih dahulu konsep benda elastic, benda plastic, tegangan dan regangan.
Pegas dan karet adalah contoh benda elastic. Sifat elastik adalah kemampuan suatu benda
untuk kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda itu
diilangkan. Benda lain, contohnya tanah liat tidak akan kembali kebentuk semulanya disebut
benda plastis. Besarnya gaya yang diberikan harus sama dan mempunyai arah kerja berlawanan
sehingga dapat menghasilkan deformasi atau perubahan bentuk benda.
Berdasarkan orientasi arah dan letak kerja gaya, tegangan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Tegangan tarik adalah perubahan bentuk yang terjadi jika kedua gaya yang sama besar
dan berlawanan arah diberikan pada masng-masing bidang ujung benda dengan arah
menjauhi benda.
411
F
L L0
ΔL0/2
F
Gambar 27.3. Tegangan tarik
2. Tegangan Mampat(Mampatan) adalah perubahan bentuk yang terjadi jika kedua gaya
yang sama besar dan berlawanan arah diberikan pada masing-masing bidang ujung benda
dengan arah menuju titik pusat benda
ΔL0/2
L0
L
3. Geseran adalah perubahan bentuk yang terjadi jika dua buah gaya yang sama besar dan
berlawanan arah diberikan pada masing-masing sisi benda,sehingga benda mengalami
pergeseran delta L
412
F
Satuan dari tegangan adalah Nm-2 atau pascal,sedangkan dimensinya adalah ML-1T-2
Saat kita memberikan tegangan pada suatu benda elastic,akan menyebabkan benda
tersebut mengalami perubahan panjang,oleh sebab itu didefinisikan konsep regangan. Regangan
adalah hasil bagi antara antara pertambahan panjang dengan panjang awalnya
∆𝐿𝐿
𝑒𝑒 = ………………………………..(8)
𝐿𝐿
Karena merupakan perbandingan dari dua besaran yang memiliki satuan yang sama
sehingga regangan tidak memiliki satuan atau tidak berdimensi. Secara umum untuk suatu bahan
elastic, perbandingan antara tegangan dan regangan untuk suatu bahan yang disebut modulus
elstik akan sebanding jika berada pada daerah elastic dan menjadi pembeda dengan daerah
plastic. Hal ini disebabkan suatu benda elastic akan berubah sifatnya jika diberikan gaya atau
tegangan yang terlalu besar. Pada saat ini terjadi, tegangan yang diberikan dapat memutus atau
mengalahkan besar gaya ikatan antar atom pada benda tersebut.berikut ini akan dijelaskan
mengenai uji tarik dan variable sifat mekanik yang dapat digambarkan oleh hasil uji tarik
tersebut.
413
sejauhmanamaterialitubertambahpanjang. Adapun alat yang digunakan untuk uji tarik ini dapat
dilihat pada gambar dibawah ini
………………………………..(9)
metaldancampurannya,ν=0.25s/d0.35.Modulusgeserdanmoduluselastikdihubungkandenganmemak
airasio poissonsbb:
𝐸𝐸 = 2𝐺𝐺(1 + 𝑣𝑣)
Titik luluh
Titik putus
Deformasi lokal
putus
Gambar 27.8. Spesimen yang dikenai uji tarik (kiri) dan hasil grafik gaya tarik terhadap
pertambahan panjang dari uji tarik (kanan) [7]
Biasanya yang menjadi tujuan utama studi jenis uji ini adalah untuk mengetaui tegangan
tarik maksimum (ultimate tensile strength) suatu bahan.
Dapat dilihat pada gambar grafik diatas, saat awal penarikan kurva menghasilkan suatu
daerah yang mengindikasikan hubungan linear antara pertambahan panjang seiring dengan
bertambahnya gaya tarik yang diberikan terhadap bahan tersebut. Pada daerah ini disebut
sebagai daerah bekerjanya hokum Hooke. Dapat dirumuskan modulus elastic bahan dari
keberlakuan hokum hooke ini dengan rumus :
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝐹𝐹�
𝐸𝐸 = = ∆𝐿𝐿 𝐴𝐴 ………………………………..(10)
𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 �𝐿𝐿
0
Dari rumus diatas, karena besarnya luasan tempat gaya bekerja serta panjang awal
besarnya konstan maka dapat disimpulkan nilai modulus elatik adalah perbandingan antara
perubahan gaya dan perubahan panjang di kalikan dengan konstanta.
415
Dalam melakukan uji tarik, digunakan standarisasi bentuk dan ukuran specimen yang
digunakan. Sebagai contoh pada gambar kiri diatas yang merupakan standari sasi JIS Z2201.
Specimen ini scara lebih jelas ditampilkan pada gambar berikut
Strain gage
Gambar 27.9. Bentuk specimen standarisasi JIS Z2201 (kiri) dan specimen yang dipasang
hambatan (kanan) [7]
Dengan spesifikasi D= 4mm, L=50mm, P=60 mm, R<15mm.
Perubahanpanjangdarispesimendideteksilewatpengukurregangan(straingage)yangditempelkanpada
spesimensepertidiilustrasikanpadaGbr.4.Bilapengukurreganganinimengalamiperubahanpanjangdan
penampang, terjadiperubahan nilaihambatan listrikyang dibaca oleh detektordankemudian
dikonversi menjadiperubahan regangan.
Sekarang marilah kita bahas lebih lanjut secara detail profil hasil uji tarik pada gambar
dibawah ini
416
Gambar 27.10. Profil grafik hasil uji tarik secara detail [7]
Profil uji tarik diperlihatkan pada grafik diatas dimulai dari titik O sampai D. adapun
penjelasan lebih detail yaitu :
417
kepada keadaan awal, tetapi keadaan setelah terjadi deformasi plastis.
9. Regangantotal(total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, ε T=ε e +ε p .Pada titik
B, regangan yang dimaksudadalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi
regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi
hasil ujitarik. Diantaranya adalah :
a. Kelenturan (ductility)
Merupakan sifatmekanik bahanyangmenunjukkanderajatdeformasiplastis
yang terjadisebelumsuatu bahan putus pada uji tarik. Bahan disebut lentur
(ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelumputus lebih dari 5%, bila
kurang dariitu suatu bahan disebut getas(brittle).
Mengukurderajatdeformasiplastispadasaatpatah.Bahanyangmengalami sedikit atau
tidak sama sekalideformasiplastisdisebut rapuh.
Rapuh
Ulet
σ
ε
418
Gambar 27.11.Perbedaan grafik bahan rapuh dan getas
Keuletanbisadirumuskansebagaipersenperpanjanganataupersen
penguranganluas
%EL=(lF–lO)x100lF=panjangpatah
………..(11)
lOlO=panjangawal
…………..(12)
%AR=A–AFx100%EL=%perpanjangan
A0
A0=luaspenampang mula-mula
AF=luaspenampangpada
saat patah
c. Derajat ketangguhan(toughness)
Kapasitas suatu bahan menyerapenergi dalam fase plastis sampai bahan
tersebut putus. Sering disebut
denganModulusKetangguhan(modulusoftoughness).DalamGbr.5,modulusketangg
uhansamadengan luas daerah dibawah kurva
OABCD.Satuanketangguhanadalahsatuanresilience, bahan ulet adalah bahan
tangguh sedangkan bahan getas adalah bahan yang tidak tangguh.
419
diatastidakdapatdipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati,
yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time.
Detail definisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr.7.
f. Resilience
Adalahkapasitasmaterialuntuk menyerap energi ketika mengalami
deformasielastisdanketikabebandilepaskan,energiinijugadilepaskan.
Modulusresilience,Ur:adalahenergiregangpersatuanvolumeyang
diperlukansehinggamaterialmendapattegangandarikondisitidak berbeban
ketitikluluh. σ
σy
εY ε
𝜎𝜎𝑦𝑦 2
𝑈𝑈𝑟𝑟 = 1/2𝜎𝜎𝑦𝑦 𝜀𝜀𝑦𝑦 = ………..(13)
2𝐸𝐸
Materialyangmempunyaisifatresilienceadalahmaterialyangmempunyai
teganganluluhtinggi(σy)danmoduluselastisitasrendah.Contoh:alloyuntuk pegas.
420
A0
L0
dL
L0 ΔL0
Untukbeberapalogamdanpaduan contohnya
421
………..(16)
nonokomposit,tegangansebenarnyapada kurva σ-
εpadadaerahmulaiterjadinyadeformasi
plastiskekondisiterjadinyanecking(pengecilan penampang) dirumuskan :
𝜎𝜎𝜎𝜎 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑇𝑇 𝑛𝑛
K,n=KONSTAN
n <1
BAHAN K
n Psi Mpa
h. Kekerasan(hardness)
Mengukurketahananmaterialterhadapdeformasiplastis
yangterlokalisasi(lengkungan kecilataugoresan) pada suatu bagian pada bahan.
• Ujikekerasanrockwell
• Ujikekerasanbrinell
• Ujikekerasanvicker
• Ujikekerasankwoop
422
Sekarang marilah kita bahas salah satu uji kekuatan diatas
Ujikekerasanrockwell
Dari metode ini, digunakankombinasivariasiindenterdan
bebanuntukbahanmetaldancampuranmulaidaribahanlunaksampaikeras.
Indenter : - bola baja keras ukuran 1/16 , 1/8 ,
1/4,1/2inci(1,588;3,175;6,350; 12,70 mm)
Nomorkekerasanyang menjadi indicator
ditentukanolehperbedaankedalaman
penetrsiindenter,dengancaramemberibebanminordiikutibebanmajoryang
lebihbesar.
Berdasarkanbesarbebanminordanmajor,ujikekerasanrockwelldibedak
an atas2:
Selain ujitarik, terdapat jenis uji yang lain yang tidak dibahas pada tulisan ini. Adapun
bentuk alat uji tersebut dapat dilihat dibawah ini
1. Uji kekerasan
2. Uji Mulur
423
3. Uji Kelelahan
424
1. Fraksi volume filler
2. Derajat disperse
Berikutnya kita perkenalkan geometri filler dengan suatu konstanta disebut
dengan konstanta geometri γ dimana dirumuskan dengan
𝐴𝐴
𝛾𝛾 =
𝑉𝑉
Dimana A adalah luas permukaan efektif dan V adalah volume filler. Adapun
besarnya nilai konstanta ini untuk beberapa bentuk nanopartikel dapat dilihat pada
gambar dibawah ini
Nama Bentuk γ Parameter
Silinder 2(2/t +1/a )~4/t t diameter cross
t<<a section, a panjang
Kubus 2(1/a +1/b +1/c) a,b,c sisi kubus
Untuk semua geometri dari filler, saat dimensinya semakin kecil, nilai dari γ akan
semakin besar. Ini berarti, semakin kecilnya filler yang digunakan, hasil yang akan lebih
baik akan diperoleh.
Hall-petch menghubungkan tegangan dari logam dengan rata-rata diameter d
sebagai
𝜎𝜎𝑦𝑦 = 𝜎𝜎0 + 𝑘𝑘𝑑𝑑 −1/2
Dari perumusan diatas dapat disimpulkan, tegangan akan naik saat ukuran
semakin mengecil. Secara umum nanokomposit terbagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan jenis matrik dan filler yang digunakan,untuk lebih jelasnya perhatikan
gambar dibawah ini.
425
Gambar 27.14. Jenis-jenis nanokomposit[3]
2. Otomotif
3. Penerbangan
4. Katalis,dan lain-lain
427
Sebagai tambahan, penambahan hanya sekitar 10 persen dari partikel
Al 2 O 3 berukuran 50nm pada matrik alumunium dapat meningkatkan kekuatan sampai 515
Mpa. Ini 15 kali lebih kuat dari alumunium tanpa komposit, 6kali lebih kuat dari
alumunium dengan 46 persen Al 2 O 3 ukuran 29mikro dan 1,5 kali lebih kuat
daripadaAISI 304 stainless steel.
Untuk kubus sederhana (sc), besar dan bentuk sel konvensional tepat sama dengan sel
primitifnya.
𝑎𝑎
����⃗1 = 𝑎𝑎𝑥𝑥⃗
𝑎𝑎2 = 𝑎𝑎𝑦𝑦⃗
����⃗
����⃗
𝑎𝑎3 = 𝑎𝑎𝑧𝑧⃗
Oleh karena harga panjang sisi kubus (a) atau jarak antara dua titik kisi yang berdekatan
maka besarnya :|����⃗
𝑎𝑎1 | = |����⃗
𝑎𝑎2 | = |𝑎𝑎
����⃗3 |
1. Jumlah sel primitif sama dengan jumlah sel konvensional
2. Jumlah titik kisinya = 8 x (1/8) = 1 buah
Ciri struktur kubus sederhana, yaitu hanya memiliki atom pada titik-titik sudut
kubus. Sistem kubus sederhana ini termasuk kisi primitif. Atom-atom dalam struktur
428
kubus sederhana ini bersinggungan disepanjang sisi kubus. Struktur jenis ini kurang rapat
dan tiap atomnya hanya memiliki enam atom tetangga terdekat.
Setiap atom dalam kristal kubus sederhana memiliki enam atom tetangga terdekat,
yaitu empat atom dalam bidangnya sendiri dan satu atom ada diatas dan satu lagi
dibawahnya. Banyaknya atom tetangga terdekat dalam suatu kristal lazim disebut
bilangan koordinasi, dan diberi simbol CN (Coordination Number). Oleh karena itu,
bilangan koordinasi struktur kristal sederhana (sc) adalah 6 atau CN=6.
2. Struktur kubus pusat muka/fcc (face centered cubic)
Sel primitif tidak sama (lebih kecil) dari sel konvensional. Jumlah titik kis pada :
1. Sel primitif = 8 x (1/8) buah = 1 buah
2. Sel konvensional = (8x1/8) + (6x1/2) = 4 buah
Untuk bentuk fcc ini vektor-vektor translasi primitifnya dapat dinyatakan dalam :
1
����⃗1 = 𝑎𝑎(𝑥𝑥⃗ + 𝑦𝑦⃗)
𝑎𝑎
2
1
����⃗
𝑎𝑎2 = 𝑎𝑎(𝑧𝑧⃗ + 𝑦𝑦⃗)
2
1
𝑎𝑎3 = 𝑎𝑎(𝑥𝑥⃗ + 𝑧𝑧⃗)
����⃗
2
Dengan sudut antara sumbu-sumbu primitif.(𝑎𝑎 ����⃗,
1 ����⃗,
𝑎𝑎2 𝑎𝑎����⃗3 ) = 600
Struktur kristal unit sel, kristal fcc setiap kisinya ditenpati oleh sebuah atom dan
satu atom lagi pada pusat masing-masing bidang muka kristal.
429
Gambar 27.19. (a) model bola-bola atom (b) kedudukan atom-atom kisi SC
(c) hubungan antara r dan a [4]
Pada kristal kubus dengan struktur fcc maka atom pusat muka kristal
bersinggungan dengan keempat atom sudut pada bidang yang bersangkutan (gambar
4.5.a), sedangkan antara atom-atom sudutnya tidak bersinggungan dan masih mempunyai
jarak.
Hal itu berarti bahwa atom-atom hanya bersinggungan di sepanjang garis diagonal
bidang muka kristal(gambar 4.5.c). Pada kristal fcc terdapat delapan atom, masing-
masing menempati pusat tiap bidang muka kristal. Tetangga dekat dari atom sudut ini
adalah empat atom pusat muka yang berada pada bidang atom itu sendiri, empat atom
pusat muka diatasnya dan empat atom pusat dibawahnya. Jadi, atom ini mempunyai 12
atom tetangga terdekat atau bilangan koordinasinya (CN=12).
Berdasarkan gambar 4.5.b, nampak bahwa atom-atom bersinggungan di
sepanjang diagonal bidang muka kristal (AC). Panjang diagonal AC=4r. Hubungan antara
r (jari-jari atom) dengan a (sisi kubus) adalah,
𝐴𝐴𝐴𝐴 = �𝐴𝐴𝐴𝐴2 + 𝐵𝐵𝐵𝐵 2 = 𝑎𝑎√2
4𝑟𝑟 = 𝑎𝑎√2
1
𝑟𝑟 = 𝑎𝑎√2
4
𝑎𝑎 = 2√2𝑟𝑟
Pada struktur fcc terdapat 8 atom sudut dan enam atom pusat, pada pusat bidang
kubus. Oleh karena itu, jumlah atom yang mengisi unit sel adalah:
430
1 1
8 � � + 6 � � = 4𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
8 2
1
Apabila jari-jari atom untuk sruktur fcc = r = 𝑎𝑎√2, dan volume unit selnya
4
adalah a3 maka volume atom
4 1
= 4 � � 𝜋𝜋𝑟𝑟 3 = ( )√2𝜋𝜋𝑎𝑎3
3 6
Maka, perbandingan antara volume atom yang mengisi setiap unit selnya,
terhadap volume unit sel disebut rapat kemasan atau disingkat pf.
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 √2𝜋𝜋𝑎𝑎3
𝑝𝑝𝑝𝑝 = = = 0,74
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 6𝑎𝑎3
Rapat kemasan untuk struktur kubus fcc adalah 0,74 artinya 74% dari unit sel
dengan atom.
No. Unsur A(Ǻ) No. Unsur A(Ǻ) No. Unsur A(Ǻ)
1 Ar 5,26 9 Ir 3,84 17 Pt 3,92
2 Ag 4,09 10 Kr 5,72 18 Pu 4,64
3 Al 4,05 11 La 5,30 19 Rh 3,80
4 Au 4,08 12 Ne 4,43 20 Sc 4,54
5 Ca 5,58 13 Ni 3,52 21 Sr 6,08
6 Ce 5,16 14 Pb 4,95 22 Th 5,08
7 Co 3,55 15 Pd 3,89 23 Xe 6,20
8 Cu 3,61 16 Pr 5,16 24 Yb 5,49
431
Sel primitif tidak sama (lebih kecil) dari sel konvensional. Jumlah titik kisi pada:
1
1. Sel primitif = 8 � � 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ = 1 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ
8
1
2. Sel konvensional = 8 � � + 1 = 2 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ
8
Untuk bentuk bcc ini vektor-vektor translasi primitifnya dapat dinyatakan dalam:
1
𝑎𝑎1 = 𝑎𝑎(𝑥𝑥⃗ + 𝑦𝑦⃗ − 𝑧𝑧⃗)
����⃗
2
1
����⃗
𝑎𝑎1 = 𝑎𝑎(−𝑥𝑥⃗ + 𝑦𝑦⃗ + 𝑧𝑧⃗)
2
1
����⃗
𝑎𝑎1 = 𝑎𝑎(𝑥𝑥⃗ − 𝑦𝑦⃗ + 𝑧𝑧⃗)
2
Dengan sudut antara sumbu-sumbu primitif (𝑎𝑎 ����⃗,
1 ����⃗,
𝑎𝑎2 𝑎𝑎����⃗3 ) = 1080 28′
Pada struktur pusat ruang (bcc) ini, satu atom berada di pusat kubus dan delapan
atom pada sudut. Satu atom yang berada di pusat tersebut bersinggungan dengan
kedelapan atom yang di sudut. Namun, antara kedelapan atom sudut itu tidak
bersinggungan/bersentuhan lama sekali. Hal ini dapat diartikan bahwa, atom-atom dalam
kristal bcc bersinggungan sepanjang garis diagonal ruang.
Gambar 27.11 (a) model bola-bola atom (b) kedudukan atom-atom kisi bcc
(c) hubungan antara diagonal ruang dan jari-jari [4]
Dari gambar 11 dapat terlihat bahwa,
432
1
𝑟𝑟 = 𝑎𝑎√3
4
4𝑟𝑟
𝑎𝑎 =
√3
Dengan r adalah jari-jari atom dan a adalah panjang sisi kubus
Pada struktur bcc tetangga terdekat dari atom sudut adalah atom pusat kubus,
termasuk kubus unit sel disekitarnya. Sedangkan di sekeliling atom sudut terdapat tujuh
unit sel terdekat lainnya. Hal ini berarti atom sudut memiliki delapan tetangga terdekat.
Delapan atom tersebut adalah satu atom di pusat unit selnya dan tujuh atom pusat dari
unit sel yang mengitarinya. Jadi, untuk struktur bcc memiliki bilangan koordinasi CN=8.
Untuk menentukan rapat kemasan (pf) dari bcc adalah:
Pada struktur bcc terdapat 8 atom sudut dan 1 atom yang seluruhnya merupakan
bagian unit sel. Oleh karena itu, banyaknya atom dalam struktur bcc adalah:
8x(1/8)+1=2 atom.
𝑎𝑎
, 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 − 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 = 𝑟𝑟 = ( )√3apabila volume unit sel=a3.
4
4 √3
Maka, volume atom adalah: 2 � � 𝜋𝜋( 4 )3 𝑎𝑎3
3
√3𝜋𝜋𝑎𝑎 3
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝑝𝑝𝑝𝑝 = = 83 = 0,68
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑎𝑎
Rapat kemasan untuk struktur kubus bcc adalah 0,68 artinya 68% dari unit sel
dengan atom.
433
Volume sel
1
konvensional
Titik kisi tiap
2 1 4 2
sel
Volume sel
3 1/4 1/2
primitif
Titik kisi tiap
4 4/ 2/
unit volume 1/
Jumlah atom
5 tetangga 6 12 8
terdekat
Jarak atom
6 tetangga A
terdekat
Jumlah atom
7 tetangga 12 6 6
terdekat kedua
Jarak atom
8 tetangga a a
terdekat kedua
Fraksi
9
packing
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah, M (2009).”Pengantar Nanosains”. Penerbit ITB
2. Ajayan,P.M. (2003). “Nanocomposite Science and Technology”. WILEY-VCH Verlag
GmbH Co. KGaA
3. Alonso,A et al. (2009).”Environmentally-Safe Polymer-Metal Nanocomposites with Most
Favorable Distribution of Catalytically Active and Biocide
Nanoparticles”.Nanocomposites Journal.http://www.google.com/
4. Charles, Kittel. (1996). “Introduction To Solid State Physics”.John Willey and Sons
:Canada
5. Hu, Hurang et al. (2010). “Characterizing and Modeling Mechanical Properties of
Nanocomposites-Review and Evaluation”.Journal of Minerals and Materials
Characterization Enginering. http://www.jmmce.org/
434
6. Rohatgi,P.K.Schultz,B. (2007). “Lightweight Metal Matrix Nanocomposites-Streching
The Boundaries of Metals”.Nanocomposites Journal. http://www.sigmaaldrich.com/
7. Sastranegara, A. (2009). “Sifat Mekanik Bahan”.Artikel Uji Mekanik
Material.http://www.google.com
435
Bab 28
Aplikasi Nanokristal ZnO
pada Solar Cell
Oleh: Dicky Anggoro
28.1 Pendahuluan
436
(compound semiconductor). Lalu karena alasan keterbatasan sumber
tersebut di alam, mulai berkembang teknologi berbasiskan bahan organik,
termasuk di dalamnya adalah dye-sensitized, dan organic polymer thin film.
Salah satu keuntungan dari kedua jenis solar sel terakhir tersebut adalah
ketersediaannya yang banyak di alam, serta pabrikasinya yang murah, yaitu
dengan menggunakan proses film tipis. Pabrikasi dengan teknik film tipis
ini terus berkembang untuk mendapatkan efisiensi yang besar, karena saat
ini efisiensi yang dihasilkan relatif rendah (rata-rata <10%).
Pada dasarnya, prinsip kerja solar sel adalah perubahan energi
cahaya menjadi energi listrik. Tegangan dihasilkan dari absorbsi cahaya
oleh bahan, yang menghasilkan pasangan electron-hole. Electron dan hole
ini akan terpisah dengan adanya medan internal di dalam bahan. Kemudian,
pada kedua ujung bahan diberikan dua buah elektroda untuk mengekstrak
muatan electron dan hole. Kebanyakan solar sel konvensional yang
menggunakan prinsip kerja ini menggunakan bahan kristal bulk sebagai
bahan aktif penyerap cahayanya. Keterbatasan dari bahan ini adalah
mobilitas pembawa muatan yang terdapat dalam bahan bulk ini. Dari sini
muncul ide untuk menggunakan bahan dengan pengotor, yaitu type-p dan
type-n untuk meningkatkan mobilitas pembawa muatan. Lalu pada
akhirnya, berkembang solar sel dengan bahan nanokristal. Tujuan
penggunaan nanokristal ini adalah :
• Meningkatkan performa dari solar sel konvensional
• Menghasilkan divais dengan biaya produksi yang murah
• Menghasilkan efisiensi yang besar, melebihi efisiensi teoritis untuk solar
sel p-n junction
437
a B
Dalam tugas mata kuliah nano material ini, akan dibahas bagaimana
aplikasi solar sel dengan menggunakan bahan nanokristal sebagai bahan
aktifnya. Bagaimana cara pembuatan, sifat bahan, maupun proses fisis yang
terjadi di dalam nanokristal solar sel. Adapun bahan yang akan dibahas
secara lebih detail adalah bahan dye-sensitized nanokristal ZnO. ZnO
memiliki kelebihan yaitu band gap yang lebar dengan mobilitas yang besar.
Bahan ini dapat dengan mudah dikotori dengan bahan p, ataupun bahan n.
Bahan ZnO pun relatif mudah dibuat untuk menjadi divais dengan berbagai
macam cara pabrikasi-nya.
438
28.2 TINJAUAN PUSTAKA
28.2.1 Bahan Kristal
Bahan kristal adalah bahan padat yang tersusun oleh deretan atom-
atom yang teratur letaknya dan berulang (periodik), sedangkan zat padat
yang tidak memiliki keteraturan posisi atom disebut bahan amorf atau
bukan-kristal[5]. Gambar 2.1.a. menunjukkan atom-atom kristal yang
berada pada posis teratur, sedangkan pada Gambar 2.1.b. menunjukkan
atom-atom amorf yang berada pada posisi yang tidak teratur.
439
28.2.2 Ikatan Atomik dalam Kristal
Ikatan atomik dalam kristal adalah ikatan akibat gaya tarik
menarik atom-atom penyusun kristal. Gaya tarik menarik atom pada kristal
mengakibatkan atom berada pada posisi tertentu di dalam kristal.
Gaya ikat antar atom atau lazimnya disebut ikatan terdiri dari
beberapa macam, yaitu: ikatan ionik, ikatan kovalen, ikatan logam, ikatan
van der Waals dan ikatan hidrogen. Berikut ini akan dijelaskan tentang
pengertian masing masing ikatan pada kristal:
a. Ikatan ionik adalah ikatan yang terbentuk karena adanya gaya tarik-
menarik elektrostatik (gaya coulomb) antara ion positif dan ion negatif.
Terbentuknya ion-ion tersebut disebabkan oleh terjadinya transfer elektron
antar atom pembentuk ikatan.
b. Ikatan kovalen atau sering disebut ikatan valensi atau homopolar adalah
ikatan yang dibangun oleh sepasang elektron dari dua atom yang berikatan.
Setiap atom menyumbang satu buah elektron untuk membentuk satu ikatan
kovalen.
c. Ikatan logam adalah ikatan yang terdapat pada atom suatu logam dimana
sejumlah elektron dimiliki bersama oleh sejumlah ion logam. Ciri-ciri
ikatan logam yaitu konduktivitas listrik dan termal yang tinggi dan banyak
mengandung elektron bebas yang dapat bergerak diseluruh kristal.
Elektron valensi yang dimiliki oleh setiap atom logam, akan menjadi
elektron bebas bila atom-atom tersebut membentuk kristal.
d. Ikatan van der Waals adalah ikatan yang terjadi antara molekul-molekul
non polar pada sesama atom gas mulia.
e. Ikatan hidrogen adalah ikatan antar molekul yang sangat polar dan
mengandung aton hidrogen.
440
Orientasi bidang kristal merupakan arah bidang vektor kristal yang
menggunakan simbol h, k dan l . Simbol h, k dan l dikemukakan oleh
Miller sehingga simbol ini dikenal dengan indeks Miller[7]. Untuk nilai h,
k dan l ditulis dalam bentuk integer misal [ h k l ] = [1 1 1].
Beberapa ketentuan untuk mengetahui arah orietasi bidang kristal
adalah sebagai berikut[6]:
- Bidang kristal yang sejajar mempunyai nilai [ h k l ] yang sama
441
Gambar 28.4. Skema difraksi dari hamburan sinar pada arah sumbu y
δ 2 = AQ − BP (2.1)
karena AQ = cosψ 2 . b
BP = cos φ 2 . BS
Sinar datang yang memiliki sinar hambur lebih dari satu, maka perlu
dicantumkan nilai integer dari panjang gelombang yang diperoleh:
442
b(cosψ 2 − cos φ 2) = kλ (2.3)
Gambar 28.5. Skema tiga sinar difraksi dari satu sinar datang[8]
.
443
28.2.4 Jarak antar Bidang Kristal
Jarak antar bidang kristal merupakan jarak atom antar permukaan
kristal yang saling berdekatan. Jarak antar bidang kristal dari indeks Miller
ditulis dengan simbol d hkl . Untuk menentukan nilai d hkl suatu kristal
digunakan persamaan d hkl yang sesuai dengan struktur kristal tersebut.
Gambar 6. menggambarkan jarak antara bidang kristal yang saling tegak
lurus. Perhitungan untuk jarak antara bidang kristal bidang kristal adalah
sebagai berikut:
444
berdasarkan rumus trigonometri, hubungan antara cos α , cos β dan
cos γ adalah:
2 2 2
d hkl d hkl d hkl
+ + =1 (2.7)
x y z
sehingga :
1
d hkl = 1/ 2
(2.8)
1 1 1
2 + 2 + 2
x y z
na
h=
x
nb
Jika
k=
y
nc
l=
z
445
n
d hkl = (2.9)
h 2 2 2 1 / 2
k l
+ +
a2 b2 c2
a
d hkl = (2.10)
(h 2
+k +l
2
)
2 1/ 2
1
d hkl = 1/ 2 (2.11)
h2 + k 2 l 2
+
a c
446
Tabel.1. Tujuh sistem kristal dan empat belas kisi Bravais dalam
tiga dimensi.
Base-centered (i) α = γ = 90 0 ≠ β
Base-centered (i) α = β = γ = 90 0
Face-centered (f)
Body-centered (c)
Body-centered (c) α = β = γ = 90 0
447
Gambar 28.7. Empat belas kisi bravais
Pada kisi simple (p) dan SC simple cubic atom-atom hanya berada
pada titik pojok kubus, sehingga kubus tersebut disebut sel primitif (p).
Pada kisi body centre (BC) ada satu atom yang berada ditengah-tengah
kubus. Pada kisi base centre (i) atau body centered cubic (BCC) atom-atom
terdapat pada titik pojok kubus dan pada titik pusat kubus. Pada kisi face
centered cubic (FCC) atom-atom terdapat pada kedelapan pojok kubus dan
pada keenam titik pusat pemukaan kubus.
Zinc Oxide (ZnO) atau dikenal juga dengan nama lain zinc white
memiliki massa molekul 81,48 gr/mol, energi gap sebesar 3,37 eV dan
melting point 19750C. Selain itu ZnO juga mempunyai karakteristik yang
dapat memotong sinar UV pada ukuran partikel dibawah 100 nm dan dapat
berluminisensi pada panjang gelombang 400-500 nm. Karakteristik ZnO
448
dengan melting point yang tinggi menunjukkan bahwa ZnO bersifat sebagai
material yang tahan panas. Energi gap ZnO yang rendah (kurang dari 6
eV) menunjukkan ZnO dapat digolongkan sebagai bahan semikonduktor.
Karakteristik ZnO sangat dipengaruhi oleh besar kecil ukuran
partikel ZnO yang diperoleh. Namun pada dasarnya karakteristik partikel
ZnO dipengaruhi oleh ikatan antar atom dalam kristal, orientasi bidang
kristal dan struktur dari kristalnya.
Berdasarkan atom pembentuk ZnO, jelaslah bahwa ZnO disusun
oleh atom logam zinc (Zn2+) dan atom oxigen (O2-). Berdasarkan jenis-jenis
ikatan yang terdapat pada bagian 2.1.1, dapat diketahui bahwa pada kristal
ZnO terdapat ikatan campuran antara ikatan ionik dan kovalen.
Dari data JCPDS 36-1451 diperoleh bahwa kristal ZnO memiliki
kecendrungan orientasi kristal pada daerah (2 θ ) = 36o dengan
kecenderungan orientasi kristal berada pada [ h k l ] = [101].
Untuk memahami lebih jelas tentang ikatan, orientasi bidang dan
struktur kristal ZnO yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar7.
a b c
449
enam dengan jarak antar atomnya sama dan pada Gambar 7.c bidang kristal
ZnO berbentuk persegi panjang. Sehingga dari Gambar 7 dapat
disimpulkan bahwa struktur kristal terbentuk dari ikatan atom-atom
penyusun kristal dan oreintasi bidang kristal.
450
28.3.3 Metode Sol-Gel
Pembuatan ZnO dengan metode sol gel salah satunya dilakukan oleh
Lidia Armelao dkk. Armelao mensintesis ZnO yang ditanamkan dalam
silica. Prekursor yang digunakan adalah Zn(CH 3 COOH) 2 .2H 2 O dengan
pelarut ethyl-alcohol dihydrate (C2 H 5 OH). Agar terjadi deionisasi, air dan
acetid acid ditambahkan pada larutan Zn(CH 3 COOH) 2 .2H 2 O dan C 2 H 5 OH,
dengan perbandingan ethyl-alcohol dihydrate dan zinc asetate dihydrate
85:1, air dengan zinc asetate dihydrate 11:1, acetid acid dan zinc asetate
dihydrate 0,01:1. Larutan prekursor dipanaskan pada temperatur 65oC
selama 2 jam, setelah itu dilakukan annealing pada temperatur 300oC–
600oC. Ukuran kristal yang dihasilkan adalah 5 – 13 nm. Ukuran dari
kristal yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan metode solid state
dan partikel yang dihasilkan homogen secara kimia.
451
28.3.4 Metode Spanel Anderson
452
proses perhitungan dan penggilingan untuk menghasilkan ukuran partikel
yang diinginkan. Selain itu, operasi tersebut berdampak masuknya kotoran
kedalam partikel .
Partikel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ZnO. ZnO
dipilih karena penggunaannya yang luas hampir disemua bidang industri
elekronika.
Penggunaan spray pyrolysis dalam mensintesis partikel difokuskan
pada prediksi dan kontrol dalam menghasilkan morfologi partikel. Banyak
peneliti yang memberikan solusi numerik dalam proses konversi droplet ke
partikel. Marshall dan Colleagues meneliti efek epavorasi bahan pelarut
pada morfologi partikel yang telah kering dengan menggunakan persamaan
difusi untuk transfer massa pada padatan yang terlarut kedalam droplet.
Persamaan difusi yang diterangkan dalam makalahnya Marshall terlalu
rumit untuk diselesaikan secara analitik karena pergerakan batas yang
disebabkan oleh shrinkage droplet. Kesulitan pada penghitungan yang
berbelit-belit pada masalah pergerakan batas telah disederhanakan oleh van
der Lijn dengan cara mengemukakan hubungan matematika untuk
memperbaiki batas terluar. Teknik ini menjadikan hubungan secara analitik
untuk solusi penghitungan distribusi konsentrasi didalam droplet lebih
sederhana.
Sifat fisika kohesi dan adhesi merupakan salah satu faktor penting
dalam pembentukan film tipis didalam alat spray pyrolysis, selain sifat
diatas temperatur yang diberikan pada substrat / film pun juga
menjadi faktor penting lainnya, terlihat pada Gambar 8 dibawah ini
453
Pada Gambar 8 terlihat evolusi droplet yang terbentuk didalam
reaktor spray pyrolysis, deposisi ZnO pada film tipis dapat terbentuk bila
droplet masih pada keadaan basah atau bisa dikatakan droplet belum
terbentuk sempurna, keadan droplet basah atau kering terbentuk pada posisi
tertentu, terlihat pada Gambar 5, penumbuhan film tipis yang seragam dan
tidak seragam.
454
Ketika droplet berisi bahan terlarut akan membentuk padatan setelah
dipanaskan. Makin kecil konsentrasi larutan maka semakin sedikit jumlah
partikel terlarut dalam droplet yang menyebabkan makin kecil ukuran
partikel nanostruktur yang dihasilkan.
455
Terlihat pada Gambar 10, skema reaktor lengkap sistem dan alat
spry pyrolysis lalu droplet dialirkan kedalam tabung reaktor dengan
bantuan gas pembawa untuk dikeringkan sehingga air terdispersi didalam
droplet akan menguap didalam reaktor, saat air dalam droplet menguap
akan tersisa material dengan struktur berukuran nanometer yang memiliki
ukuran sub-mikrometer berbentuk bola bulat. Proses pembentukan droplet
dapat dilihat pada Gambar 11.
Metode
No Temperatur Lama
Sintesis Ukuran Hasil
proses
457
dan ukuran partikel
yang dihasilkan
bervariasi ( padat
dan berpori).
458
Gambar 12. memperlihatkan mekanisme difraksi sinar-x. Sinar
kedua yang datang pada atom harus melewati perjalanan lebih panjang dari
sinar yang pertama sebesar: AB+BC. Hukum Bragg menyatakan bahwa
apabila dua buah sinar menjalar dengan sejajar, maka pertambahan jarak
lintasan yang dilewati merupakan kelipatan panjang gelombang (λ) dari
kedua sinar tersebut :
nλ = AB +BC (2.11)
karena AB = BC
sehingga n = 2AB
(2.13)
atau n = 2 d sin
dengan:
459
Gambar 28.13. Skema penentuan nilai FWHM.
Dari Gambar 2.10. nilai FWHM pada grafik XRD dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan:
B=
1
(2θ 2 − 2θ 2 ) = θ 2 − θ1
2
λ
t=K (2.16)
B cos θ
460
28.4.1 Karakterisasi Partikel ZnO dengan FE-SEM
462
.
465
Gambar 28.18. struktur solar sel nanokristal dan b. TEM
nanokristal
Cahaya (foton) yang jatuh pada permukaan sel surya akan diserap
dan dikonversikan menjadi energi listrik terlihat pada gambar 14. Tetapi
tidak semua energi foton yang diserap dikonversikan menjadi energi listrik.
Hanya foton yang mempunyai energi foton cukup (hυ > E g ) untuk
mengatasi celah energi sebesar 1,1 eV yang dapat dikonversikan.
Gambar 28.19. Skema aliran electron dan hole pada solar cell
466
banyak jumlah foton yang diterima sel surya, sehingga jumlah pasangan
elektron dan hole yang dibangkitkan semakin besar. Karena pengaruh
medan listrik (ε ) maka pembawa muatan bebas (elektron dan hole) yang
terdapat di daerah lapisan deplesi akan mendapat gaya listrik sebesar:
F = qε (2.1)
dimana q adalah muatan elektron atau hole.
Penggunaan nano Kristal pada solar cell merupakan salah satu usaha
para peneliti untuk meningkatkan efisiensi solar cell pada saat menyerap cahaya
matahari. Namun dilakukan pula perlakuan variasi morfologi pada partikel ZnO
yaitu dengan melakukan agregat ukuran yang beragam seperti terlihat pada
gambar 16.
Gambar 28.20. Hasil karakterisasi SEM dengan variasi morfologi ukuran partikel
467
Dari hasil sintesis menggunakan metoda spray pyrolysis seperti
terlihat pada Gambar 16. Lalu dilakukan karakterisasi absorpsi Gambar 17, terlihat
bahwa partikel ZnO yang diperoleh dengan beragam ukuran memiliki absorspsi
lebih tinggi dibandingkan dengan partikel yang seragam (monodiperse).
hasil serupa terlihat dari pengukuran arus dan efisiensi partikel ZnO pada Gambar
18, untuk agregat partikel yang polydisperse menghasilkan arus yang lebih tinggi
dibandingkan dengan monodysperse, serta menghasilkan efisiensi yang tinggi pula
untuk partikel dengan agregasi polydisperse. Hal tersebut terjadi dikarenakan
tingkat efisiensi yang bertambah pada kulit2 atom sehingga menyebabkan
tingginya hoping electron.
468
Gambar 28.22. Hasil pengukuran arus dan efisiensii divais partikel ZnO
469
DAFTAR PUSTAKA
470
BAB 29
Sintesis Nanomaterial
Oleh: Ea Cahya Septia Mahen
29.1. Pendahuluan
Pada sepuluh tahun terakhir ini, nanosains dan nanotekhnologi
telah berkembang secara signifikan, dan pengaruh nanosains dan nano
tekhnologi pada segala bidang telah diakui di seluruh dunia. Nanosains
merupakan salah satu bahasan cabang ilmu pengetahuan tentang
penelitian dan pengembangan yang berkembang dengan pesat di
seluruh dunia beberapa tahun terakhir ini. Hal ini akan berpotensial
pada refolusi bagaimana material dan device diproduksi. Hal ini
tentunya akan memberikan kontibusi yang tinggi untuk kemudahan dan
pemanpataannya bagi kebutuhan kehidupan manusia.
Nano berasal dari kata yunani “νάνος” yang berarti orang kerdil.
Dalam ilmu pengetahuan nano berarti ukuran satuan 10-9. Nanomaterial
berarti material yang berukuran mendekati 10-9 m atau kurang dari 100 nm.
Berikut digambarkan hubungan antar berbagai ukuran untuk
mempermudahkan kita memahami nano material.
471
Nanomaterial memainkan peranan pendukung yang penting
untuk aplikasi nanosains dan nanotekhnologi dalam bidang pembuatan,
seperti informasi dan tekhnik, sumber energi, lingkungan, kesehatan
dan treetmen medis.
Nano material mengundang ketertarikan banyak orang pada
akhir-akhir ini karena keunggulanya dalam sifat mekanik, elektrik,
optic dan magnetic yang luar biasa. Secara umum efek nano sruktur
dapat dibedakan menjadi :
a. Efek ukuran, terutama efek ukuran quantum, dimana struktur
elektronik bulk normal digantikan dengan rangkaian level
elektronik diskrit. Efek ukuran ini pada umumnya
menggambarkan sifat fisis partikel.
b. Efek permukaan, ini sangat penting karena meningkatkan
permukaan spesipik pada system partikel. Efek permukaan
ini memainkan peranan penting dalam proses kimia. Efek
permukaan ini dapat ditemukan dengan mengukur property
termodinamik, seperti tekanan udara, konduktifitas termal,
panas jenis, titik leleh dan sebagainya.
Beberapa aplikasasi nanomaterial telah dilaporkan dalam
beberapa jurnal atau literature, diantaranaya dalam bidang elektronik,
aplikasi magnetik, penyimpan energi, aplikasi medis, katalis, dan lain
sebagainya.
Persoalan pokok pada ranah nanomaterial adalah:
a. kemampuan untuk mengontrol skala (ukuran) sistem,
b. kemampuan untuk memperoleh komposisi yang
diperluakan, bukan hanya komposisi rat-rata, tapi
detailnya juga seperti defect, konsentrasi, dsb,
c. kemampuan untuk mengontrol dimensi modulasi,
d. selama proses pembentukan nanomaterial, kemampuan
untuk mengontrol luas interaksi antara building block
seperti arsitektur material itu sendiri.
Material nanostruktur dapat didefinisikan sebagai material
dengan ukuran Kristal kurang dari 100 nm yang dapat diprosuksi
dengan proses bottom-up atau top-down. Pendekatan bottom up
dimulai dari atom, ion atau molekul sebagai “building block” dan
diasembli pada ukuran skala nano, sedangkan metode top down untuk
mensintesis nanomaterial dimulai dengan material berukuran besar dan
struktur nano diperoleh dengan cara dekomposisi sruktur.
Nano material dapat disintesis pada berbagai fasa; padat, cair,
dan gas. Proses sintesisnya juga dapat melalui proses fisis (fisika) atau
kimia. Pada proses fisika yang terjadi adalah pengubahan bentuk bulk
472
menjadi ukuran nano, contonya adalah dengan proses penggilingan,
electron beam lithografi (EBL), DAN LAIN-LAIN sedangkan pada
proses kimia yang terjadi adalah keterlibatan reaksi kimia dalam proses
pembentukan nanomaterial, contohnya adalah dengan mereaksikan
asam dan basa yang sesuai.
Berikut skema pembetukan nano partikel :
473
29.2. Metode Sintesis
Nanomaterial
Akhir-akhir ini dikembangkan beberapa mede untuk mensintesis
(membuat) nano partikel, baik itu dengan pendekatan Bottom Up ,
maupun Top Down, dalam fasa padat, cair, maupun gas, dan juga
melalui reaksi kimia maupun fisika. Dalam Bab ini akan dijelaskan
beberapa metode sintesis nanopartikel sederhana.
474
tinggi.
Mesin Penggilingan adalah tipe mesin yang menggunakan SPEX
(high energy shaker), ball planit, atau alat giling. Energy diteruskan ke
powder dari bola baja, yang bergantung pada kecepatan putaran (atau
getaran), ukuran dan banyaknya bola yang digunakan, rasio jumlah
bola terhadap massa powder, waktu penggilingan, dan udara di sekitar
tempat penggilingan. Nanopartikel diproduksi dengan aksi pengikisan
selama proses penggilingan.
Untuk menghasilkan retakan pada material yang akan
dideformasi, diperlukan tekanan minimal yang diberikan penggiling
(ball milling) yang dirumuskan sebagai berikut:
𝛾𝛾𝛾𝛾
𝜎𝜎𝐹𝐹 = �
𝑐𝑐
Dengan 𝜎𝜎𝐹𝐹 adalah tekanan yang diberikan oleh ball milling
ketika retakan diteruskan untuk memecah partikel, 𝛾𝛾 adalah energy
permukaan material, E adalah modulus young dan c adalah panjang
retakan.
475
metode nonequilibrium yang sangat kuat yang dapat mensintesis
berbagai macam material dengan struktur stabil.
476
Gambar 2.2.1 menunjukan bagaimana EBL dapat digunakan
untuk membuat nanostruktur logam pada permukaaan dengan
menggunakan resist positif dan negatif. Dimulai dengan substrat
kosong, misalnya Si, lapisan tipis dari resist dipanaskan pada
permukaan (b). jika PMMA digunakan, maka akan hancur dalam
MIBK dan kekuatan larutan menentukan ketebalan film PMMA.
Selanjutnya (gambar c) pemokusan beam elektron pada umumnya pada
energy sekitar 100 keV dan arus beam dari beberapa picoamper di
rastered over daerah yang diperlukan untuk “ditulis” nanostruktur yang
diinginkan pada permukaan. Dosis harus dengan teliti dikalkulasikan
sehingga alterasi kimia dalam resist dapat terselesaikan dengan komplit
dan menyeluruh. Beberapa resist, termasuk PMMA dapat diubah dari
positif ke negative dengan mengubah exposure elektron; pada dosis
rendah menjadi resist positif dan menjadi negatif jika diberikan dosis
tinggi yang cukup. Resist diarahkan pada pelarut dengan dipping
sederhana. Dan dikembangkan ; Resist yang dikehendaki dihancurkan
(d). pada contoh yang ditunjukan, lembaran yang tersusun dari lubang
dengan substrat kosong pada bagian bawah resist positif dan pulau
persegi yang tersusun pada substrat dengan resist negatif. Selanjutnya
logam yang diperlukan nanostruktur terdeposisi pada permukaan ke
ketebalan yang tepat (e). Akhirnya, pelarut yang dapat melarutkan
resist yang tak terkena cahaya digunakan, dan peluncuran semua logam
yang tidak bersentuhan defngan substrat (f) meninggalkan pulau logam
persegi atau lubang persegi pada film untuk resist positif dan negatif.
477
(a) substrat (Si)
Resist Resist
Positif Negatif
478
29.2. 3. Sintesis Reaksi Kimia Basah dari
Nanomaterial
Pada prinsipnya kita dapat mengklasifikasikan sintesis reaksi
kimia basah dalam dua kelompok besar, yaitu:
a. metode top down : dimana Kristal tunggal dicampurkan
dalam larutan encer untuk memproduksi nanomaterial,
misalnya sintesis dari silicon berporos menggunakan
electrochemical ething
b. metode bootom up: terdiri dari metode sol-gel, pengendapan,
dan lain-lain. Dimana material berisi precursor yang
dicampur pada cara yang terkontrol untuk membentuk
larutan koloid.
479
melakukan reaksi kimia yang berbeda akan tetap sampai terjadi poros
pada jaringan solid. Gel terbentuk. Dua tahap material ini terdiri dari
shaped solid yang memperlihatkan difat yang spesifik.
Reaksi yang terjadi pada proses sol-gel bergantung pada
hidrolisis dan kondensasi dari meteal oxide M(OR) z yang dapat
diuraikan :
MOR + H 2 O → MOH + ROH (hydrolysis)
MOH + ROM → M-O-M + ROH (kondensasi)
Metode sol-gel sangat popular Dianatara ahli kimia dan
dilakukan secara luas untuk mempersiapkan material oxida. Misalnya
kimia dari tipe proses sol-gel untuk memproduksi Yittria yang
distabilkan oleh nanopartikel zirconia,
480
kondisi superkritis dan dekat super kritis, hasilnya berupa
aerogel.
5. Dehidrasi, ketika permukaan batas M-OH dihilangkan, di
sana distabilkan oleh dehidrsi gel. Hal ini dicapai dengan
memanaskan monolit pada temperature 8000 C.
6. Densifikasi dan dekomposisi gel pada suhu tinggi ( T > 8000
C) jaringan poros gel hancur dan species organic sisa di
uapkan.
Representasi skematik proses sol gel untuk mensintesis nano
material dapat dilihat pada gambar berikut ini:
481
perbedaan sifat kimia. 4 nm kristalit dihasilkan dengan tekhnik aerogel
dimana partikel spheroid dibandingkan dengan partikel 9 nm kristalit
yang dihasilkan dengan tekhnik konvensional.
Salah satu contohnya adalah sintesis nanopartikel Zinc Oxide
(ZnO) dalam bentuk cairan koloid. LiOH merupakan agen hidrolisis
bagi (CH 3 COO) 2 Zn sehingga menghasilkan Zn(OH) 2 kemudian yang
terbentuk terkondensasi sehingga menghasilkan ZnO.
Gambar 29.9 SEM film tipis ZnO yang dihasilkan melalui metode Sol-
Gel
482
Gambar 29.10 Sintesis kimia nanopartikel FePt
Pt yang berisi pada Pt (acac) 2 dengan struktur terlihat pada
gambar di atas, dicampurkan dalam botol reaksi dengan bahan kimia
lainnya. 1,2-alkanediol adalah pengantar yang mereduksi Pt dari
molekulnya. Dan diotyl ether adlah cairan bulk yang didispersan
dengan ttik didih tinggi (~2900 C). sedikit ikatan molekul hydrocarbon
, oleic acid dan oleylamine, juga ditambahkan untuk membentuk
surfaktan di sekitar atos logam dan memadatkannanopartikel FePt.
Untuk pencampuran ini ditambahkan Fe yang terkandung dalam
Fe(CO) 5 , yang secara termal tidak stabil dan dapat terdekomposisi pada
suhu rendah (~290 0 C). campuran dipanaskan pada suhu dibawah suhu
lembab, dan pembebasan atom Fe dan Pt memadat menjadi
nanopartikel yang dicegah dari koagulasi dengan pemanasan
surfaktan.a stoichiomertry partikel dapat dikontrol dengan jumlah
relatif Pt(acac) 2 dan Fe(CO) 5 yang ditambahkan. Dan ukuran partikel
dapat dikontrol pada ukuran diantara 2-5 nm dengan nilai absolut
bearing kimia yang ditambahkan. Partikel besar dapat juga dihasilkan
dengan dua metode dimana nanopartikel FePt dihasilkan dalam larutan
sebelumnya ditambahkan sebagai biji dalam tempat reaksi dan
prosesnya meningkatkan ukuran partikel. Metode ini menghasilkan
suspensi partikel monodisperse.
Keuntungan mempunyai disperse nanopartikel dalam cairan
suspensi adalah memproduksi array yang dibutuhkan relatif cepat jika
partikelnya monodispers. Tetesan suspensi dapat disalurkan pada
483
permukaan flat, dan cairan menguap dan partikel muncul bersama-
sama, interaksi antara pemanasan masing-masing surfaktan
menyebabkan keseimbangan dapat dihasilkan sebagai pegkristalan
raksasa, tapi terdapat beberpa perbedaan. Metode ini untuk mengontrol
ordered arrays dari nanopartikel ditunjukan oleh gambar 2.3.4 yang
menunjukan gambar hasil TEM diametr nanopartikel FePt 6 nm dengan
pemansan oleate/oleylamine (a) dan hexanoate/hexylamine (b).
484
Untuk mengekstrak partikel, toluene yang berisi surfaktan tiol
ditambahkan dan menjaga phase tersendiri dari larutan dendrimer.
Dengan menggetarkannya menyebabkan thiol terpasang pada
permukaan nanopartikel, lalu mengekstrak nanopartikel dari
dendrimers, dan membawanya pada phase toluene. Dendrimer kosong
berada di sebelah kiri dan dapat digunakan untuk memperoleh partikel
lebih lanjut. Ukuran partikel (diameter maximum sampai 4 nm) dapat
dikontrol secara mudah dengan sejumlah logam garam ditambahkan
pada larutan dendrimer. Pembuatan nanopartikel dengan jumlah logam
yang berbeda telah dilaporkan. Untuk beberapa aplikasi, contohnya
katalis.
Hydrogen
Carbon
Nitrogen
Oxygen
485
reaktan. Dengan mencampur kedua larutan, reaksi kimia terjadi dan
nano material terbentuk. Ukuran droplet yang dikontrol dengan w
mengontrol ukuran partikel. Prosedur digunakan untuk memperoleh
variasi dari material seperti semiconductor, logam, dan oxide.
486
Gambar. 29.14 Ilustrasi beberapa tahap dalam penumbuhan partikel ukuran
nano dalam reserve micelle dalam pendekatan multimicroemulsi (atas) dan
single-microemulsi (bawah)
487
29.2. 4. Deposisi Fasa Gas
Proses ini mencakup semua sintesis yang dimulai dengan reaksi
fasa gas. Devosisi pasa gas medapat perhatian yang lebih karena
metode ini memiliki cara yang mudah untuk mengontrol parameter
untuk memungkinkan memproduksi ukuran, bentuk dan komposisi
yang nanostruktur yang terkontrol.
488
Pancaran berkas memasuki “skimmer” dengan celah yang kecil
dengan efesiensi transfer nanopartikel ruang gas yang kecil
memungkinkan masuk kedalam chamber selanjutnya., yang dipompa
dengan pompa vakum tinggi yang mejnjaga tekanan pada daerang
hingh pakum sekitar 10-5 mbar. Pada vakum level ini, tumbukan antara
nanopartikel dan gas dasar jarang dan partikel dalam perjalanan berkas
bergerak bebas.
Haost dari sumber telah dikembangkan sekitar tekhnologi
umum, masing-masing mengkhususkan pada elemen particular atau
batas ukuran partikel. Perbedaan utamanya adalah metode
memproduksi uap logam dan berbagi bagian tekanan sumber. Skema
dari perbedaan masing-masing source dapat dilihat pada gambar 2.4.2
489
partikel logam dengan titik leleh yang rendah seperti sodium. Logam
dipanaskan dengan pembakaran untuk pemanasan tinggi yang tepat,
untuk menghasilkan tekanan di sekitar 10-100 mbar, dan uap tercampur
dengan gas yang dimasukan dalam tekanan beberapa atmosfer.
Campuran panas meluas hingga vakum menuju celah sempit, dan
pendinginan yang cepat menyebabkan penutupan nosel
mengkondensasi logam menjadi cluster. Pengclusteran berlanjut hingga
rata-tara lintasan bebas menjadi terlalu panjang dan memungkinkan
interaksi yang signifikan antara parteikel terkondensasi. Ini adalah
kekurangan pertama dari desain yang ditunjukan oleh gambar a,
pengclusteran terjadi setelah tingkap pertama dan sumber
dikarakterisasi dengan ekspansi pancaran bebas y ang sangat kuat.
Tekhnik sulit dari penahan lelehan dalam pemanasan yangrelatif besar
membatasi suhu yang mungkin dibawah 1600 K. sumber demikian
terkurung untuk mempelajari material dengan tekanan uap tingi .
Walaupun demikian , alat ini dapat memproduksi flux lebih dari 1018
atom/sec material bentuk cluster.
Gambar 2.4.2. b menunjukan desain umum untuk sumber
kumpulan gas thermal, dengan tipe pertama sumber logam cluster
dilaporkan pada tahun 1980. Uap logam diproduksi dengan cawan
panas yang dengan desain hati-hati dan pemilihan material (bergantung
pada logam yang terkandung) dapat menjangkau suhu diatas 200 K.
sehingga range lebar dapat diproduksi sebagai nanopartikel, termasuk
juga logam transisi. Secara umum terdapat celah lebar dalam daerah
high-pakum, dan expansi pancaran bebas lebih lemah daripada SSNS.
Dengan pengeluaran gas yang teliti, sumber paling utama cocok untuk
memprodiksi berkas cluster sangat bersih dan ntuk UHV operasi yang
cocok dengan yang dilaporkan tekanan uap dari gas yang
terkontaminasi selain Ar atau He dalam ruang gas 10-11 mbar .
Cara alternative untuk memanaskan logam untuk menghasilkan
uap atomik adalah dengan sputtering, dimana ion berenergi tinggi
dipercepat pada permukaan dan mengeluarkan atom dari permukaan
tersebut. Gas yang terionisasi dan digunakan untuk sputtering pada
umumnya Ar dengan dasar tekanan uap supersaturasi logam. Uap
atom logam yang di sputtering terkondensaasi pada nanopartikel,
dengan perbedaan pokok uap diproduksi pada kondisi yang relative
dingin. Skema dari sputtering gas ditunjukan pada gambar 2.4.2. c . tipe
ini telah dilaporkan pada tahun 1992 dan memberikan beberapa
keuntungan, termasuk kemampuan untuk menghasilkan cluster hamper
solid termasuk logam refactori. Pengclusteran memiliki efisiensi yang
tinggi karena uap yang terpercik mengandung atom individual dan
proporsi cluster dimmers dan kecil, yang berperan sebagai nucleus
pengkondensasi untuk nanopartikel. Proses awalnya partikel bertumbuh
490
tidak hanya bergantung pada kehomogenan nukleasi, namun juga pada
inisial bottleneck untuk penumbuhan. Karakteristik lainnya memiliki
proporsi yang tinggi (meningkat sampai 50%) jumlah nanopartikel
yang terionisasi.
Gambar 2.4.2. d menunjukan skema sumber nanopartikel yang
menggunakan pulsa laser untuk menghasilkan kabut uap logam. Pulsa
cahaya dari laser Nd-YAG yang difokuskan pada target yang cocok
dapat menguapkan setiap material refraktor. Dan jika pulsa laser
bertepatan dengan ledakan gas sepanjang target yang dihasilkan dengan
pulsa katup, kondisi cocok untuk pengcluseran dapat dicapai.
Clustering terjadi ketika nosel sebagai uap logam berjumpa dengan gas
yang jarang dan berlanjut pada ekspansi kuat sebagai campuran yang
dikeluarkan.
Pulsa arc dapat juga digunakan untuk menghasilkan plume yang
teruapkan dari uap logam, dan pada kasus ini sumber dikenal sebagai
pulsed arc cluster ion source (PACIS) yang diilustrasikan pada gambar
2.4.2. e. proses clusterisasi sama dengan yang digunakan dalam metode
laser ablation. Aggregasi gas memanfaatkan sputtering, cluster yang
keluar mengandung ukuran ion ~10 % dan cocok untuk harga partikel
penganalisis massa. Baru-baru ini, continuous arc source (ACIS) telah
dikembangkan pada Continuous arc yang diarahkan pada katoda
berlubang dengan medan magnetic.
Pemahaman yang bertambah dari pengoperasian sumber cluster,
dicapai dengan menerapkan simulasi fluida dinamis pada aliran gas,
telah menunjukan rancangan pengontrol aktif kecepatan gas pada
medan ruanggas untuk mencapai kondisi optimal cluster. Sebagai
contohnya pengembangan pulsa istics dari beberapa sumber lainnya,
Memperkerjakan pulsa ruang gas yang diarahkan sebagai pancaran
yang berlawanan dengan katoda target. Uap plume dihasilkan oleh
sputtering dengan discharge electric yang juga digunakan sebagai pulsa
yang singkron dengan pancaran gas. Simulasi menunjukan bahwa
dengan rancangan yang benar dari chamber expansi, disana tekanan gas
tinggi yang membatasi rod pada discharge ablasi yang meningkatkan
hasil sputtering. Tekanan tinggi juga menaikan sputtering secara
langsung keseluruhan cluster yang ditempatkan pada penumbuhan
nanopartikel lebih lanjut. Dengan repitisi rate 5 Hz, sumber dapat
memproduksi film nanopartikel karbon engan rate 100 𝜇𝜇m/hr, dibuat
pada pemanasan dan aplikasi device yang sesuai.
491
29.2.4.2 Chemical Vapor Depormation (CVD)
CVD adalah metode popularmemproduksi IC (integrated circuit)
silikon untuk menumbuhkan berbagai macam logam, semikonduktor,
dan film tipis. Cirri khas CVD aalah pada generasi thermal radikal aktif
dari gas precursor yang menyebabkan deposisi susunan atau elemen
film pada substrat. Beberapa waktu, film yang sama dapat tumbuh pada
suhu rendah dengan memisahkan precursor dengan eneergi elektron
tinggi pada glow discharge. Pada kasus lain, katalis hampir tidak
dibutuhkan. Transisi katalis logam dibutuhkan untuk menumbuhkan
CNTs pada beberpa bentuk hydrocarbon (CH 4 , C 2 H 2 , C 2 H 4, ….) atau
CO.
Reactor CVD sederhana dan murah untuk dibuat di
laboratorium, dan berisi pipa kwarsa yang tertutup dalam furnace.
Reactor menggunakan 1 atau 2 pipa kwarsa, mampu mencengkram
substrat kecil. Material substrat bisa menggunakan Si, mica, quartz,
atau alumunia. Susunannya memerlukan pengontrol aliran massa,
pengontrol gas dan tranducer tekanan untuk mengukur tekanan. Suhu
penumbuhan antara 700 sampai 9000 C. CO dan CH 4 adalah dua gas
yang paling banyak dilaporkan untuk mendapatkan SWCNTs. Gambar
dibawah menunjukan skema reactor CVD
492
ruangan. Pada kasus precursor pyrene ~50 mg pyrene ditempatkan
pada daerah 2000 C dari reactor dan Ar (50 sccm) digunakan sebagai
gas pembawa. Prosedur lain sama seperti dekomposisi ethylene. Hasil
SEM dapat dilihat pada gambar berikut:
493
Gambar 29.19 Reaktor Spray Pyrolisis
494
Gambar 29.20 skema pembentukan partikel dari droplet menggunakan
spray pyrolisis
495
terjadi dalam reaksi berikutnya atau partikel berpori dan berlubang akan
terbentuk. Pada pengggunaannya, macam-macam partikel ini tidak
diinginkan.
Gambar 29.22 bentuk partikel pada distribusi suhu yang tetap, precursor
:Zr(OH)OCl, Cs = 2,0 mol/ l, Q = 2,0 l/min
496
laju aliran gas pembawa, dll) sangatlah penting. Tetapi seperti metode
untuk mengontrol bentuk partikel hamper bergantung pada teori
empiris yang berlaku. Mekanisme menghasilkan partikel dengan
metode spray pyrolisis sangat komplek, dan teori yang didiskusikan
masih sangat terbatatas untuk eksperimen, maupun penelitian teori.
Parameter yang akan berpengaruh pada bentuk partikel yang dihasilkan
dapat diuraikan diantaranya material awal, suhu reaksi, laju penguapan
zat pelarut, dan lain-lain.
497
Gambar 29.24 skema Reactor Flame Spray Pyrolis
Oxygen disiapkan melalui lapisan logam berpori dengan lebar 8
dan jari-jari 9 mm. Partikel yang dihasilkan dikumpulkan dalam
saringan gelas fiber dengan bantuan pompa pakum. suhu flame yang
tinggi dapat menguapkan jenis logam (misalnya precursor metal oxide),
membuat nukleasi pada fasa gas, selanjutnya membentuk nanopartikel
oxide.
498
Cairan sebagai zat yang digunakan untuk memulai proses Flame
spray pyrolisis dimasukan ke dalam penyemprot, lalu zat yang keluari
dari penyemprot tersebut dialirkan oleh gas pembawa sehingga
terbentuk droplet halus. Penguapan dan pembakaran dimulai pada
cincin api dari pusat nosel. Proses pembakaran akan menguapkan zat
pelarut (contohnya air) yang diikuti dengan reaksi kimia pada bentuk
gas.kondensasi uap air akan menghasilkan nanopartikel di ruangan
yangtelah disiapkan (chamber). Contoh partikel yang dihasilkan
dengan metode FSP adalah ZnO. Gambar 2.5.8 menunjukan TEM
partikel ZnO yang dibuat dengan FSP.
Gambar 29.26 TEM partikel ZnO yang dibuat dengan FSP dengan laju feed
yang berbeda.
499
mempengaruhi ukuran, bentuk, dan keseragaman nano sruktur yang
disintesis. Untuk membuat single layer nanosphere, kaper slip pada
awalnya dibersihkan denan menggunakan asam kuat dan kemudian
dibilas dengan air. Setengah dari cover slip ditreatmen dengan 3-
aminpropyiltriethoxilane (APTES) untuk mengubah permukaan supaya
memiliki adhesi yang bagus. Bulatan polystyrene dengan diameter 1
um dilarutkan dengan 5 konsentrasi yang berbeda dari 107 sampai 1010
partikel/ml. larutan diteteskan pada substrat, yang telah dikeringkan
dengan nitrogen. Masing-masing konsentrasi diteteskan pada dua slip,
satu pada slip yang ditreatmen dengan APTES dan yang lainnya slip
yang tidak di kasih perlakuan. Sampel didiamkan supaya kering
selama satu malam. Sampel dengan bagian yang banyak dan bentuk
hexagonal yang seragam menutupi lapisan dipanaskan dalam suhu
penguapan dengan film tipis, contohnya 10 nm titanium yang didop
dengan 100 nm emas. Dengan menggunakan scouth tape, bulatan akan
dihilangkan dari cover slip.
500
DAPTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajudin. 2009. Pengantar Nanosains. Bandung: ITB.
Andrew W. Salamon, Patrick Courtney and Ian Shuttler. 2010.
Nanotechnology and Engineered Nanomaterials. Waltham:
PerkinElmer, Inc.
Binns, Cris. 2010. Introduction to nanoscience and nanotechnology. New
Jersey: John Wiley and Sons
C. N. R. Rao, A. Mu¨ller, and A. K. Cheetham (Eds.). 2004. The Chemistry of
Nanomaterials. Weinheim: WILEY-VCH
DJohn C. Hulteen and Richard P. Van Duyne. 1995. Nanosphere lithography:
A materials general fabrication process for periodic particle array
surfaces. J. Vac. Sci. Technol. A, Vol. 13, No. 3, May/Jun 1995
G. Che, B. B. Lakshmi, C. R. Martin, and E. R. Fisher. 1998. Chemical Vapor
Deposition Based Synthesis of Carbon Nanotubes and Nanofibers
Using a Template Method. Chem. Mater. 1998, 10, 260-267
L. C. QIN. 1997. CVD synthesis of carbon nanotubes. Journal Of Materials
Science Letters 16 (1997) 457–459
Nanomaterials by J. Dutta & H. Hofmann. Text Book in preparation
O.Milosevic, L.Mancic, M.E. Rabanal, L.S.Gomez, K.Marinkovic. 2009.
Aerosol route in Processing of Nanostructured Functional Materials.
KONA Powder and Particle Journal 106 No.27
S.M. Lindsay. 2010. Introduction to Nanoscience. New York: Oxford
University Press Inc
Vuk Uskokovi C And Miha Drofenik. 2005. Synthesis of Materials within
Reverse Micelles. Surface Review and Letters, Vol. 12, No. 2 (2005)
239–277
Widodo, Slamet. 2010. Teknologi Sol Gel pada Pembuatan Nano Kristalin
Metal Oksida untuk Aplikasi Sensor Gas. Seminar Rekayasa Kimia
Dan Proses 2010 Universitas Diponegoro Semarang
501
Bab 30
Carbon Nanotube
Oleh: Elfi Yuliza
30.1 Pendahuluan
Pada perkembangan zaman yang semakin maju ini, manusia membutuhkan
devais atau alat yang dapat memenuhi kebutuhannya. Alat-alat atau devais-devais
yang telah ada masih dirasa kurang mampu memenuhi kebetuhan manusia yang
semakin kompleks. Maka dilakukanlah serangkaian penelitian sehingga dapat
meimprovisasi alat /devais yang telah ada menjadi lebih baik. Salah satu hasil
improvisasi tersebut adalah manusia memasuki era nanoteknologi.
Nanoteknologi merupakan teknologi dengan memanfaatkan material
berukuran nanometer (10-9m). Dengan mengubah ukuran material menjadi lebih
kecil (nanometer), maka sifat fisis dan kimia dari material akan berubah. Sehingga
kita dapat memvariasikan material yang sesuai dengan kebutuhan. Pemanfaatan
material dalam ukuran nanometer juga akan meningktakan daya guna dari material
itu sendiri.
Teknologi nano diyakini akan menjadi terobosan bagi kemajuan teknologi
dalam berbagai bidang (material, elektronik, informasi, energi lingkungan,
kesehatan, bioteknologi dan lain-lain). Dengan manfaat besar yang ditawarkan
oleh teknologi nano ini, Negara-negara di dunia secara besar-besaran menggalakan
pengembangan teknologi nano. Hal ini terlihat dari meningkatnya anggaran
pengalokasian dana negara-negara di dunia untuk nanoteknologi (tahun 2005
sebesar US $9,5 miliar, dari tahun ketahun meningkt sebesar US$3,3 miliar dan
2013 diperkirakan sebesar US $19,8 milyar). Disamping maraknya penelitian
mengenai teknologi nano ini.
Diantara material berstruktur nano yang dikembangkan adalah material
yang terdiri dari unsur karbon yang dikenal dengan nama “carbon nanotube
(CNT)”. Unsur karbon sendiri telah dikenal sejak lama dalam kehidupan manusia
seperti arang, pensil yang digunakan untuk menulis dan sebagainya. Ternyata
dengan mengubah ukuran karbon menjadi lebih kecil (nanometer) akan
menghasilkam material dengan sifat unggul.
502
CNT memiliki sifat mekanik, sifat termal dan sifat listrik yang unik dan
diramalkan akan menjadi teknologi massa depan. Sehingga sejak penemuan CNT
oleh Sumio Iijima tahun 1991, penelitian mengenai CNT terus berkembang pesat
baik secara teori maupun eksperimen. Hal ini terbukti dengan banyaknya
bermunculan paper-paper yang membahas mengenai CNT. Pada tahun 2000 paper
yang membahas CNT berjumlah 886 dan pada tahun 2007 meningkat menjadi
5406 paper [1]. Banyaknya penelitian mengenai CNT dapat dijadikan petunjuk
bahwa material ini merupakan material yang sangat menjanjikan dan penting di
kembangkan untuk teknologi masa depan.
503
Gambar 30.1 Struktur Fullurene [3]
504
Gambar 30.2. struktur carbon nanotube (CNT)
Secara singkat sejarah penemuan alotrop karbon, CNT dan aplikasinya dapat dilihat pada
tabel 30. 2 berikut:
505
30.3 Struktur dan Geometri Carbon
Nanotube (CNT)
Terdapat berbagai variasi bentuk dari fullurene: bola, kerucut, tube, dan
berbagai bentuk lainnya. Setiap variasi memiliki aplikasi yang berbeda pula. CNT
dapat dipandang sebagai fullurene yang diperpanjang [6]. Stuktur CNT
berdasarkan jumlah kulitnya dapat dibedakan atas Singel Walled Nanotubes
(SWNT) dan Multi Walled Nanotubes (MWNT).
506
Gambar 30.3. Vektor chiral CNT (lembaran grafin yang belum digulung) [7]
Vektor chiral menunujukan chirality dari dari CNT. Chirality adalah cara
penggulungan dari lembaran grafin yang sedemikian rupa sehingga menghasilkan
suatu silinder. Chirality yang berbeda-beda akan menghasilkan sifat CNT yang
berbeda pula, sehingga dengan memvariasikan Chirality akan memperoleh CNT
yang berbeda. Secara matematis, vektor chiral dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝐶𝐶⃗ℎ = 𝑛𝑛𝑎𝑎⃗1 + 𝑚𝑚𝑎𝑎⃗2 ≡ (𝑛𝑛, 𝑚𝑚) (3.1)
Dengan n, m adalah bilangan integer yang memenuhi 0 ≤ |𝑚𝑚| ≤ 𝑛𝑛, 𝑎𝑎⃗1 dan 𝑎𝑎⃗2 merupakan
vektor basis dari kisi heksagonal atom karbon. T adalah vektor translasi dimana saling
tegak lurus dengan vektor chiral, secara matematis didefenisikan sebagai:
507
Tabel 30.3. parameter-parameter CNT [6]
Simbol Nama Rumus Nilai
a c-c Jarak antardua 0,1421 nm
atom karbon
a Panjang vektor √3𝑎𝑎𝑐𝑐−𝑐𝑐 0,246nm
satuan
a1, a2 Vektor satuan √3 1 √3 1 Dalam koordinat
� , � 𝑎𝑎, � , − � 𝑎𝑎 (x,y)
2 2 2 2
Ch Vektor chiral 𝐶𝐶⃗ℎ = 𝑛𝑛𝑎𝑎⃗1 + 𝑚𝑚𝑎𝑎⃗2 ≡ (𝑛𝑛, 𝑚𝑚) n,m bilangan bulat
L Keliling tabung 𝐿𝐿 = |𝐶𝐶ℎ | = 𝑎𝑎�𝑛𝑛2 + 𝑚𝑚2 + 𝑛𝑛𝑛𝑛 0 ≤ |𝑚𝑚| ≤ 𝑛𝑛
D Diameter 𝐿𝐿
𝑑𝑑 = = 𝑎𝑎�𝑛𝑛2 + 𝑚𝑚2 + 𝑛𝑛𝑛𝑛
tabung 𝜋𝜋
𝜃𝜃 Sudut chiral √3𝑚𝑚 0 ≤ 𝜃𝜃 ≤ 300
sin 𝜃𝜃 =
2√𝑛𝑛 + 𝑚𝑚2 + 𝑛𝑛𝑛𝑛
2
2𝑛𝑛 + 𝑚𝑚
cos 𝜃𝜃 =
2√𝑛𝑛2 + 𝑚𝑚2 + 𝑛𝑛𝑛𝑛
√3𝑚𝑚
tan 𝜃𝜃 =
2𝑛𝑛 + 𝑚𝑚
Zigzag 00 (n,0)
508
Gambar 30.4 . Tipe SWNT [7,8].
Vektor chiral dari SWNT juga menyatakan keliling dari silinder yang
diperoleh dari penggulungan. Untuk mendapatkan bentuk dari tipe SWNT dapat
dilakukan dengan mengambil selembar kertas dan melakukan penggulungan
sesuai dengan tipe masing-masing yang diinginkan. Berikut akan dicontohkan cara
penggulungan untuk memperoleh tipe-tipe dari SWNT.
Pada tipe CNT zigzag yang dinotasikan dengan (n,0) misalkan kita ingin
memperoleh zigzag nanotube (5,0), langkah pertama adalah memilih atom karbon
yang akan menjadi titik pertama dan terakhir. Pilihlah atom karbon sembarangan
(disini kita pilih atom yang diberi bintang merah) sebagai titik awal. Kemudian
kita berjalan sebanyak 5 langkah ke atom C yang lain dalam arah a 1 (tandai
dengan bintang merah) sebagai titik akhir. Kemudian lembaran tersebut digulung
sehingga kedua bintang merah berhimpit dan membentuk silinder.
509
Gambar 30.5. Menghitung (5,0) zigzag. Kedua bintang harus berimpit untuk menggulung
grafin menjadi tube.
510
Untuk tipe chiral dapat diperoleh dengan cara yang sama dengan model
armchair, perbedaanya hanya terletak pada banyak langkah yang harus dilakukan,
model armchair mempunyai m=n atau (n,n) sedangkan model chiral dinotasikan
dengan (n,m) atau m≠n. Sebagai contoh (4,5), kita berjalan sejauh empat langkah
dalam a 1 kemudian sejauh lima langkah dalam arah a 2 dan kemudian digulung
sehingga titik awal berhimpit dengan titik akhir dan membentuk CNT tipe chiral.
Single wall nanotube memiliki keunggulan dibandingkan MWNT, namun
fabrikasi dari SWNT lebih sulit dibandingkan MWNT. Sehingga berbagai cara
dilakukan untuk meningkatkan fabrikasi dari SWNT.
511
30.4.1 Sifat mekanik
Sifat mekanik karbon nanotube berhubungan dengan kekuatan dari CNT
dan modulus Youngnya. Modulus Young didefenisikan sebagai rasio antara
tegangan yang diberikan terhadap regangan yang terjadi, dikenal juga dengan
nama modus elastis. Secara matematis, modulus Young dapat dituliskan:
𝐹𝐹
𝜎𝜎 𝐴𝐴 0
𝐸𝐸 = = ∆𝐿𝐿 (30.1)
𝜀𝜀
𝐿𝐿 0
512
Penentuan besarnya nilai modulus Young yang dimilki oleh CNT terus
dilakukan baik secara eksperimen ataupun modeling. Untuk perhitungan secara
langsung, disebabkan oleh ukuran materialnya adalah dalam orde nano maka
pengukurunnya memiliki teknik pengukuran khusus. Sedangkan untuk
menentukan secara modeling dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti
model finite element, persamaan van der walls dan lain-lain. Besarnya nilai
modulus Young yang diperoleh bervariasi bergantung kepada tipe CNTnya.
Beberapa simulasi menunjukan rentangan nilai modulus Young dalam kisaran
1,22-1,26 TPa [6].
Gambar 30.7 semua kemungkinan struktur SWNT dapat dibentuk dari vektor
chiral
513
Untuk menentukan struktur elektronik dari karbon nanotube, dapat
diperoleh dengan menganggap struktur elektronik dari grafit. Atom-atom karbon
pada grafit memiliki ikatan SP2 dengan orbital valensi 2p yang membentuk ikatan
π yang terlokalisasi. Sifat konduktivitas listrik diperoleh pada keadaan energi
Fermi dan di dominasi oleh ikatan π. Dengan menggunakan syarat batas pada
vektor chiral, pita energi yang terdiri dari satu dimensi dispersi energi merupakan
penampang melintang dari dua dimensi grafit.
Gambar 30.8. Hubungan disperse dari lembaran grafin. Segi enam biru
adalah zona Brillouin dan titik merah disebut titik K adalah titik pita nol.
Struktur kisi hexagonal resiprok dari grafit diperoleh dari struktur kisi
hexagonal grafit. vektor satuan CNT yang dapat dituliskan:
√3 1 √3 1
𝑎𝑎1 = � , � 𝑎𝑎 , 𝑎𝑎2 = � , − � 𝑎𝑎 (30.2)
2 2 2 2
Vektor kisi resiprok dituliskan:
514
4𝜋𝜋 𝜋𝜋 𝜋𝜋
𝐾𝐾𝑖𝑖 = (sin �𝑖𝑖 � , cos �𝑖𝑖 � 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑖𝑖 = 1 → 6 (30.4)
3𝑎𝑎 3 3
Energi dispersi dari grafit:
√3𝑘𝑘 𝑥𝑥 𝑎𝑎 𝑘𝑘 𝑦𝑦 𝑎𝑎 𝑘𝑘 𝑦𝑦 𝑎𝑎
𝐸𝐸𝑔𝑔 �𝑘𝑘𝑥𝑥 , 𝑘𝑘𝑦𝑦 � = ±𝛾𝛾0 ��1 + 4 cos � � cos � � + 4 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 2 � �� (30.5)
2 2 2
Kondisi batas periodik yang dipenuhi saat menggulung lembaran grafin menjadi
sebuah CNT dapat dituliskan:
Struktur pita dari tiap nanotube terdiri dari line section struktur grafit yang harus
memenuhi kondisi ini. Nilai k yang dibolehkan terkuantisasi oleh syarat batas.
Karena panjang nanotube diasumsikan tidak terhingga, tidak ada kondisi
kuantisasi sepanjang vektor parallel dari k.
Untuk mengetahui sifat listrik dari armchair, chiral dan zigzag dapat kita
peroleh dengan penurunan secara matematis berikut: Pada armchair (n,n) untuk
menetukan pita energi, masukan syarat batas kedalam persamaan (30.5). Syarat
batas untuk armchair:
2𝜋𝜋𝜋𝜋
𝑘𝑘𝑥𝑥 = (30.7)
√3𝑛𝑛𝑛𝑛
Cara yang sama dapat kita lakukan untuk memperoleh persamaan dalam
menentukan energi disperse SWNT tipe zigzag
Syarat batas untuk model zigzag memenuhi:
515
2𝜋𝜋𝜋𝜋
𝑘𝑘𝑦𝑦 = (30.9)
𝑛𝑛𝑛𝑛
Diperoleh:
√3𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑞𝑞𝑞𝑞 2�
𝑞𝑞𝑞𝑞
𝐸𝐸𝑔𝑔 �𝑘𝑘𝑥𝑥 , 𝑘𝑘𝑦𝑦 � = ±𝛾𝛾0 � �1 + 4 cos � � cos � � + 4 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 �� (30.10)
2 𝑛𝑛 𝑛𝑛
Gambar 30.9. Energi disperse untuk (a) armchair, (b),(c),(d) zigzag [11]
516
daerah titik setimbangan (zona Brillouin) maka SWNT bersifat logam dan yang
lainnya bersifat sebagai semikonduktor. Jadi, SWNT akan bersifat metalik apabila
telah melewati sudut Brillouin zone. Pada faktanya, terlihat bahwa SWNT bersifat
metal apabila (n=m ) dan (n-m)= kelipatan 3 atau melewati daerah Brillouin. .
Secara matematis dapat kita nyatakan menggunakan penurunan persamaan (30.1),
(30.2) dan (30.6)
𝐶𝐶ℎ . 𝑘𝑘 = 2𝜋𝜋𝜋𝜋
√3 1 √3 1 4𝜋𝜋 𝜋𝜋 𝜋𝜋
2𝜋𝜋𝜋𝜋 = �𝑛𝑛 � , � 𝑎𝑎 + 𝑚𝑚 � , − � 𝑎𝑎� ∗ ( (sin �𝑖𝑖 � , cos �𝑖𝑖 �)
2 2 2 2 3𝑎𝑎 3 3
Saat i=0, diperoleh:
√3 1 √3 1 4𝜋𝜋
2𝜋𝜋𝜋𝜋 = �𝑛𝑛 � , � 𝑎𝑎 + 𝑚𝑚 � , − � 𝑎𝑎� ∗ � (0,1)�
2 2 2 2 3𝑎𝑎
2𝜋𝜋
2𝜋𝜋𝜋𝜋 = (𝑛𝑛 − 𝑚𝑚)
3
(𝑛𝑛 − 𝑚𝑚)
𝑞𝑞 = (30.11)
3
Untuk SWNT akan bersifat sebagai metal apabila melewati zone Brillouin dan
secara matematis memenuhi persamaan berikut:
Secara umum dapat disimpulkan bahwa CNT terdiri dari kombinasi dari
n,m. Dengan memvariasikan nilai kombinasi ini, akan diperoleh sifat listrik dari
CNT yang berbeda (konduktor, isolator atau semikonduktor). Sehingga dengan
satu material akan memiliki sifat yang berbeda sesuai dengan perlakuan yang
diberikan. Dengan keunikan sifat ini, CNT dapat dimanfaatkan untuk membangun
material heterostruktur seperti aplikasi dalam bidang elektronik untuk
mendapatkan piranti kecepatan tinggi dengan persambungan logam-
semikonduktor atau sebaliknya. Disamping sifat listrik yang dapat divariasikan,
517
CNT juga memiliki rapat muatan listrik yang lebih besar dari pada logam biasa
(perak dan tembaga) yakni 1000 kali lebih besar.
Pada transport elektron dapat bekerja pada domain kuantum dan klasik.
Efek kuantum akan dominan apabila panjang gelombang de Broglienya lebih
besar dibandingkan jarak (dimensi) struktur mesoskopik.
ħ
𝜆𝜆𝑑𝑑𝑑𝑑 = > 𝐿𝐿𝑧𝑧 (30.13)
√2𝑚𝑚 ∗ 𝐸𝐸
518
.
2. Transport Diffusive
Terjadi apabila dimensi material salah satunya lebih besar dari pada
tiga karakteristik panjang dan terjadi hamburan yang dapat
mengurangi transmisi. Kondisi terpenuhi jika L>L m .
3. Transport Ballistik
Merupakan proses transport dimana muatan pembawa dapat
menstransmisikan muatan atau energi tanpa mengalami hamburan.
Terjadi apabila dimensi material lebih kecil dari pada tiga
karakteristik panjang, khusunya jalan bebas rata-rata (L <<L 𝝓𝝓 , L m )
dan tidak terjadi hamburan [13].
519
menggantikan formula Drude dan mendiskripsikan proses transport. Formula
tersebut adalah formula Einstein Relation dan Landauer Formula.
Einstein Relation
Hubungan relasi Einstein diperoleh berdasarkan persamaan kontinuitas
rapat arus dan keadaan difusi.
���⃗𝑛𝑛
𝑗𝑗⃗ = 𝑒𝑒𝑒𝑒∇ (30.14)
dimana D adalah koefisien difusi dan ���⃗ ∇ 𝑛𝑛 adalah gradient dari rapat
muatan pembawa.
Dalam kesetimbangan, potensial elektrokimia akan menjadi nol karena
terjadi kesetimbangan antara gaya listrik dan gradient energi Fermi,
𝑑𝑑𝐸𝐸𝐹𝐹
∇𝜇𝜇 = 0 = −𝑒𝑒𝐸𝐸�⃗ + ∇𝑛𝑛
𝑑𝑑𝑑𝑑
∇𝑛𝑛
0 = −𝑒𝑒𝐸𝐸�⃗ +
𝑔𝑔�𝐸𝐸𝑓𝑓 �
∇𝑛𝑛 = 𝑒𝑒𝐸𝐸�⃗ 𝑔𝑔�𝐸𝐸𝑓𝑓 � (30.15)
Subsitusikan persamaan (4.15) ke persamaan (4.14) sehingga diperoleh:
𝑗𝑗⃗ = 𝑒𝑒 2 𝐷𝐷𝐸𝐸�⃗ 𝑔𝑔�𝐸𝐸𝑓𝑓 �
𝜎𝜎𝐸𝐸�⃗ = 𝑒𝑒 2 𝐷𝐷𝐸𝐸�⃗ 𝑔𝑔�𝐸𝐸𝑓𝑓 �
𝜎𝜎 = 𝑒𝑒 2 𝐷𝐷𝐷𝐷(𝐸𝐸𝐹𝐹 ) (30.16)
dimana σ adalah konduktivitas listrik, 𝑔𝑔(𝐸𝐸𝐹𝐹 ) rapat keadaan dari level
energi Fermi. Berdasarkan persamaan (4.16) disimpulkan bahwa
konduktivitas listrik pada sistem ini sebanding dengan rapat keadaan
elektron dalam suatu material.
520
transport terjadi dalam sistem yang dapat diformulasikan sebagai suatu
hamburan mekanika kuantum sebagai hamburan klasik.
Dimana 𝑔𝑔𝑗𝑗 (𝐸𝐸 ) merupakan rapat keadaan untuk sub pita ke j yang akhir,
𝑣𝑣𝑧𝑧 (𝐸𝐸 ) adalah kecepatan elektron dan 𝑇𝑇𝑗𝑗 (𝐸𝐸 ) adalah transmintasi elektron
ke sub pita ke j. Untuk sampel satu dimensi dengan panjang L, kecepatan
elektron dapat diperoleh dari panjang gelombang de Broglie:
ħ𝑘𝑘 𝑧𝑧
𝑣𝑣𝑧𝑧 = (30.18)
𝑚𝑚 ∗
521
Energi elektron terdiri dari energi sub pita dan energi kinetik sehingga
energi total diperoleh dengan menjumlahkan energi sub pita dan energi
kinetik:
ħ2 𝑘𝑘𝑧𝑧2
𝐸𝐸 = 𝐸𝐸𝑗𝑗 + (30.19)
2𝑚𝑚∗
Rapat keadaan dalam 1 D dinyatakan:
1�
(2𝑚𝑚∗ ) 2
𝑔𝑔𝑗𝑗 (𝐸𝐸 ) = 1�
(30.20)
2
ℎ�𝐸𝐸 − 𝐸𝐸𝑗𝑗 �
Dengan mensubsitusikan persamaan (30.18) dan persamaan (30.20) ke
persamaan (30.17) diperoleh:
𝜇𝜇 𝑓𝑓
𝐼𝐼𝑗𝑗 = � 𝑒𝑒. 𝑔𝑔𝑗𝑗 (𝐸𝐸 ). 𝑣𝑣𝑧𝑧 (𝐸𝐸 )𝑇𝑇𝑗𝑗 (𝐸𝐸 )𝑑𝑑𝑑𝑑
𝜇𝜇 𝑖𝑖
𝜇𝜇 𝑓𝑓 1�
(2𝑚𝑚∗ ) 2 ħ𝑘𝑘𝑧𝑧
𝐼𝐼𝑗𝑗 = � 𝑒𝑒. . . 𝑇𝑇 (𝐸𝐸 )𝑑𝑑𝑑𝑑
1�
2 𝑚𝑚∗ 𝑗𝑗
𝜇𝜇 𝑖𝑖 ℎ�𝐸𝐸 − 𝐸𝐸𝑗𝑗 �
1� 1� 1�
𝜇𝜇 𝑓𝑓 (2𝑚𝑚∗ ) 2 �𝐸𝐸 − 𝐸𝐸𝑗𝑗 � 2 (2𝑚𝑚∗ ) 2
𝐼𝐼𝑗𝑗 = � 𝑒𝑒. 1� . . 𝑇𝑇𝑗𝑗 (𝐸𝐸 )𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑚𝑚∗
𝜇𝜇 𝑖𝑖 ℎ�𝐸𝐸 − 𝐸𝐸𝑗𝑗 � 2
𝜇𝜇 𝑓𝑓
2
𝐼𝐼𝑗𝑗 = � 𝑒𝑒 . 𝑇𝑇𝑗𝑗 (𝐸𝐸 )𝑑𝑑𝑑𝑑
𝜇𝜇 𝑖𝑖 ℎ
2
𝐼𝐼𝑗𝑗 = 𝑒𝑒. 𝑇𝑇𝑗𝑗 (𝐸𝐸 )�𝜇𝜇𝑓𝑓 − 𝜇𝜇𝑖𝑖 � (30.21)
ℎ
Perbedaan energi pada kedua elektrokimi dinyatakan dalam �𝜇𝜇𝑓𝑓 −
𝜇𝜇𝑖𝑖 ) bersesuaian dengan tegangan maju yang diaplikasikan anatara dua
resovoir:
𝜇𝜇𝑓𝑓 − 𝜇𝜇𝑖𝑖 = 𝑒𝑒. ∆𝑉𝑉 (30.22)
Subsituskan persamaan (30.22) ke persamaan (30.21):
2
𝐼𝐼𝑗𝑗 = 𝑒𝑒. 𝑇𝑇𝑗𝑗 (𝐸𝐸 )𝑒𝑒. ∆𝑉𝑉
ℎ
2
𝐼𝐼𝑗𝑗 = 𝑒𝑒 2 𝑇𝑇𝑗𝑗 . ∆𝑉𝑉 (30.23)
ℎ
Arus total diperoleh:
522
2
𝐼𝐼 = 𝑒𝑒 2 . ∆𝑉𝑉 � 𝑇𝑇𝑗𝑗
ℎ
𝑁𝑁
2 2
𝐼𝐼 = 𝑒𝑒 2 . ∆𝑉𝑉 ��𝑡𝑡𝛼𝛼,𝛽𝛽 � (30.24)
ℎ
𝛼𝛼 ,𝛽𝛽
Pada metoda CVD terdapat dua tahap penumbuhan CNT yakni penumbuhan
katalis dan penumbuhan CNT.
523
30.5.1 Penumbuhan Katalis
Katalis secara umum adalah material yang membantu mempercepat
terjadinya suatu reaksi kimia tanpa ikut bereaksi. Pada sintesis CNT, katalis
berfungsi untuk memandu penumbuhan CNT. Katalis yang digunakan biasanya
berasal dari golongan logam transisi seperti Fe, Ni, Co, Au dengan dimensi ukuran
nano atau disebut metal nanopartikel. Metal nanopartikel ini dideposisi diatas
substrat, setelah deposisi nanopartikel baru dilakukan penumbuhan CNT.
Penumbuhan nanopartikel dapat dilakukan menggunakan metoda sputtering
ataupun metoda evaporasi. Metoda evaporasi merupakan proses deposisi lapisan
tipis logam dimana untuk menempelkan bahan pada substratnya dilakukan pada
keadaan vakum. Sedangkan metoda sputtering merupakan metoda secara fisika
dimana penumbuhan lapisan tipis dengan memanfaatkan perubahan energi dan
entropi sehingga diperoleh lapisan diatas substrat.
Pada metoda sputtering terjadi pemborbardiran partikel katalis oleh gas
inert (argon) dan akhirnya terdeposisi di substrat menghasilkan lapisan tipis.
Berikut skema proses sputtering:
Partikel katalis yang akan ditumbuhkan diletakkan pada katoda dan substrat
tempat deposisi film tipis diletakkan pada anoda. Chamber dikondisikan berada
dalam keadaan vakum, kemudian dialiri gas argon yang bersifat inert kedalam
524
chamber . Tegangan dihubungkan ke kedua elektroda. Apabila perbedaan
tegangan antara dua elektroda sangat besar akan menyebabkan gas Argon
mengalami ionisasi (𝐴𝐴𝐴𝐴 → 𝐴𝐴𝐴𝐴 + + 𝑒𝑒) dan terbentuk plasma. Ion 𝐴𝐴𝐴𝐴 + akan
menumbuk atom permukaan dari permukaan target, semakin banyak ion 𝐴𝐴𝐴𝐴 + yang
terbentuk maka akan semakin banyak pula yang akan menumbuk taerget. Karena
tumbukan-tumbukan yang diberikan oleh ion 𝐴𝐴𝐴𝐴 + , maka atom-atom permukaan
target akan lepas satu persatu dan terdeposisi pada substrat. hasil deposisi ini akan
membentuk film tipis. Reaktor tempat terjadinya proses Sputtering ditunjukan
pada gambar 5.2
(a) (b)
Gambar 30.14. (a) Reaktor Sputtering, (b) tempat penumbuhan film
tipis
525
pada saat mencapai kondisi supersaturasi dan rekristalinasi yaitu proses
penyusunan ataom-atom ke dalam Kristal baru yang memiliki energi bebas
rendah.
Perlakuan yang diberikan pada saat nukleasi adalah pengaturan waktu dan
temperature Annealing. Pengaturan temperature yang digunakan pada proses
Annealing harus memperhatikan temperature eutectic dari material yang
diannealing. Pengaturan Temperature dan waktu ini akan sangat menentukan
struktur film, seperti ukuran butir dan jarak antar butir katalis yang dibentuk.
Ukuran butir yang terbentuk akan berpengaruh pada diameter CNT yang akan
dihasilkan dari proses penumbuhan. Semua proses Annealing ini terjadi dalam
furnace.
Apabila proses Annealing telah selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan
proses karakterisasi menggunakan SEM atau TEM untuk mengetahui ukuran dan
morfologi butiran katalis yang dihasilkan. Apabila ukuran dan morfologi yang
dihasilkan telah sesuai dengan yang diinginkan, tahap selajutnya adalah
penumbuhan CNT.
Model penumbuhan CNT dengan katalis digambarkan pada gambar 5.3.
pemodelan ini difokuskan pada penumbuhan CNT dengan CVD. Gaya dorong
karbon terhadap katalis dan gradient temperature menentukan model penumbuhan
yang dihasilkan. Ada dua model penumbuhannya yaitu: tip growth dan base
growth
Gambar 30.15. Model penumbuhan CNT Tip growth dan Base growth
Interaksi metal support yang lemah akan menghasilkan penumbuhan ujung (tip
growth) sedangkan interaksi kuat akan menghasilkan penumbuhan dasar (base
growth). Bulatan bewarna hitam merupakan katalis dan garis biru merupakan CNT
yang dipandu penumbuhannya.
526
30.5.2 Penumbuhan CNT
Setelah katalis berhasil ditumbuhkan dan telah berbentuk klaster, tahap
selanjutnya adalah penumbuhan CNT. Katalis yang telah ditumbuhkan
dimasukkan kedalam reaktor. Untuk metoda penumbuhan CVD terdiri dari
berbagi tipe, salah satunya metoda VHF-PECVD (very high frequency plasma
enhance chemical vapour deposition). Merupakan metoda penumbuhan CNT yang
dapat menghasilkan CNT lurus vertical terhadap substrat. metoda ini mengalami
pengembangan dengan penambahan frekuensi yang berfungsi menaikan daya pada
penumbuhan CNT. Skema diagram VHF-PECVD adalah sebagai berikut:
527
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Vhf-pecvd), digunakan gas
metana (CH 4 ) dan gas silan (SiH 4 ) kosentrasi 10% dalam hidrogen (H 2 ) sebagai
sumber karbon. Lapisan tipis CNT ditumbuhkan diatas substrat silikion yang
sebelumnya telah ditumbuhkan katalis Fe. Dalam reaktor terjadi pemanasan
substrat sehingga mencapai suhu deposisi yang diinginkan. Selama proses
pemanasan substrat, chamber divakumkan sampai tekanan pradeposisi sekitar 1,6.
10-2 sampai 2,4. 10-2 torr. Setelah suhu deposisi tercapai, gas masukkan dialirkan
kedalam chamber dan daya rf dinaikan sampai muncul plasma. Apabila plasma
telah muncul, tekanan dan daya rf diatur sesuai dengan yang diinginkan. Hasil dari
penumbuhan CNT di SEM atau di XRD untuk mengetahui morfologi dan
informasi lainnya yang diinginkan. Berikut contoh hasil SEM dari penumbuhan
CNT menggunakan metoda VHF-PECVD
528
30.6 Aplikasi CNT
Beberapa teknologi yang telah menerapkan CNT sebagai materialnya
diantaranya:
529
dari material SWNT sangat berbeda bila dibandingkan dengan menggunakan
material konvensional. Berikut kurva perbandingan transmisi optik anatara SWNT
dengan ZnO
530
30.6.2 Perangkat Memori [4]
Perkembangan nanoteknologi sekarang ini telah berimbas kedalam segala
bidang. Dalam bidang teknologi memori, diharapkan adanya memori dengan
ukuran yang sangat kecil (orde nano) dengan kapasitas penyimpanan besar dan
kecepatan akses yang sangat tinggi. Adanya penemuan mengenai CNT yang
memiliki banyak keistimewaan dan diramalkan menjadi teknologi masa depan,
memicu para ahli untuk meneliti pengaplikasian CNT untuk teknologi memori.
CNT pun memiliki berbagai tipe dan diperkirakan tipe SWNT yang lebih cocok
digunakan untuk membangun sirkuit computer dan teknologi. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan untuk mewujudkan perangkat memori berbasis CNT
diantaranya sebagai berikut:
531
Memori berbasis suspended nanotube device architecture lebih
penyusunan CNT yang digunakan pada memori. Susunan memori
pada keadaan on dan off dapat digambarkan pada gambar 30.2
532
Berikut skema diagram CNT nonvolatile untuk devais memori
Gambar 30.20 (a) Skema CNT nonvolatile memori, (b) gambar AFM dari
SWNT antara sumber dan elektroda
533
bergantung kepada energi elektron dari celah pita CNT. Operasi
memori dikarakterisasi dengan mengukur pergeseran tegangan
ambang setelah pengisian Film ONO. Setelah pengisian film ONO
menunjukan pergeseran tegangan ambang kuantisasi sebesar 60mV.
Karena diameter CNT adalah sekitar 3nm, tegangan gerbang akan
mengasilkan medan listrik yang tinggi disekitar permukaan
permukaan CNT. Dengan menggunakan metoda muatan gambar,
dapat dihitung medan listrik disekitar CNT.
534
30.6.4 Sebagai baterai kertas
Baterai kertas adalah baterai hasil rekayasa menggunakan lembaran tipis
selulosa yang disisipi dengan blok CNT dimana CNT disini berfungsi sebagai
elektroda. Dalam 1 cm2 mengandung satu juta CNT (satu juta elektroda), CNT ini
kemudian direndam dalam cairan elektrolit yang berfungsi sebagai penghantar
listrik. Baterai ini lebih hemat energi dan lebih stabil dibandingkan dengan baterai
konvensional sehingga dapat berfungsi sebagai baterai lithium-ion dan
superkapasitor.
535
Daftar Pustaka
[1] Harris, P.J.F Carbon Nanotube Sciensce: Synthesis, Properties and
Applications. Cambrige University Press, 2009
[2] http://endor.hsutx.edu/~chemist/FullerLecture/fuller.htm
[3] Hongjie.Die An Introduction To Carbon Nanotubes. Department of
chemistry, Stanford University, 2003
[4] A. Kusumadewi Perangkat Memori Berbasis Carbon Nanotube
[5] E. Skulason Metalic and Semiconducting Properties of Carbon Nanotube.
Modren Physics, Department of Physics DTU, 2005
[6] Mikrajuddin, A. Pengantar Nanosains .Penerbit ITB, 2009
[7] R.B. Sanudin. Characterisation of Ballistic Carbon Nanotube Field Effect
Transistor. Universiti Teknologi Malaysia. 2005
[8] M.Daenen, The Wonderous World of Carbon Nanotubes. Eindhoven
University of Technology, 2003.
[9] Paul, Holise, dkk Nanotubes. CMP Cientifica, January 2003. (www.CMP-
cientifica.com)
[10] http://www.wikipedia.org
[11] N.R,Wilson, Electronic Transport in Single Walled Carbon Nanotubes
and their Application as Scanning Probe Microscopy tips. The University
of Warwick. April 2004
[12] R. Saito, M. Fujita, G. Dresselhaus, and M.S. Dresselhaus, Electronic
structure of Graphene tubules Based on C 60 . Physical Review B, Vol 46,
No. 3. 1992.
[13] N. Leonhard, Conductance Quantization and Laundauer Formula. 2010
Diakses dari : http://tfp1.physik.uni-freiburg.de/teaching/seminar
2010/talks/landauerformula_persentation110510.pdf.
[14] http://www.public.asu.edu/~ntao1/Teaching/EEE598/Lecture8.pdf
[15] ://nanohub.org/resources/4955/download/landauerformula.pdf
[16] S.C.Kurniasih, R.Y. Sari, Fabrikasi Awal Penumbuhan Lapisan Tipis
Carbon Nanotubes dengan metoda VHF-PECVD. Balai Besar Keramik.
[17] M. Contreras, T. Barnes, J. Van de Lagemaat, G. Rumbles, dan T.J
Coutts, Application of Single Wall Carbon Nanotubes as Transparents
Electrodes in Cu (In, Ga)Se 2 Based Solar Cells. National Renewable
Energy Laboratory (Presented at the 2006 IEEE 4th). 2006
536
[18] W.B. CHoi, dkk, B. Cheong, J. Kim, J.J.Kim, Carbon nanotube based
nonvolatile memory with oxide-nitride-oxida film and nanoscale channel ,
Applied Physics Letters, Vol. 82, No,2. 13 January 2003
[19] Chunyu Li, E.T. Thonstenson and Tsu-wei, Chu, Sensor and actuators
based on carbon nanotubes and their composites: A review. Department
of mechanical Engineering university of Delaware USA
[20] Majalah Elektronika Indonesia. Komposisi benang berdasarkan CNT yang
anti gores, sangat konduktif dan berkekuatan tinggi. 12 oktober 2010.
Diakses dari http://www.elektroindonesia.com/ei/?b=INSTRUMENTASI
537
Bab 31
Nanowire
Oleh: Maria Ulfa
31.1 Pendahuluan
Nanowire didefenisikan sebagai padatan solid berbentuk silinder, seperti
kawat yang memiliki diameter antara 1-100 nm dengan panjang sampai beberapa
micrometer[1]. Nanowire biasanya terbuat dari amorf, kristalin maupun
polikristalin. Nanowire dapat dibuat homogeny dan isotropic dari bahan seperti
dielektrik atau logam. Nanowire disebut struktur 1-dimensi karena perbandingan
panjang dan diameternya sangat besar sehingga diameternya dapat diabaikan. Hal
ini berarti bahwa elektron hanya dapat bergerak bebas pada satu arah saja,
sedangkan untuk 2 arah yang lain elektron tidak punya energi yang cukup untuk
bergerak.
Material skala nano satu dimensi (1D) telah menjadi sangat menarik dalam
penelitian dasar sains dan potensi teknologi aplikasi. Selain karbon nanotube,
nanostruktur 1D seperti nanowire atau quantum wire adalah sistem ideal untuk
menginvestigasi kebergantungan transport elektron, sifat optik dan sifat mekanik
pada ukuran dan dimensinya. Mereka dikembangkan untuk memainkan peran
penting sebagai interkoneksi dan komponen yang fungsional dalam fabrikasi
devais elektronik dan optoelektronik. Banyak sifat unik dan mengagumkan yang
telah didemonstrasikan pada material 1D ini seperti sifat mekanik superior,
luminisens dengan efisiensi tinggi, termoelektrik dan menurunkan pancaran
ambang. Sifat unik dari nanowire tidak hanya bergantung pada ukurannya, tapi
juga sangat bergantung pada bahan yang digunakan. Nanowire logam digunakan
dalam chip untuk transportasi elektron. Nanowire yang terbuat dari silicon dapat
digunakan untuk memandu gelombang optik.
Sejak tahun 1980 secara eksperimen dan teori telah memperlihatkan bahwa
sifat listrik semikonduktor pada skala ~1-10 nm dikembangkan berdasarkan
mekanika kuantum. Pada dasarnya, cahaya yang diserap dan diemisikan oleh
nanopartikel semikonduktor dimainkan oleh diameter nanopartikel karena
fotogenerasi pasangan elektron-holenya punya diameter exciton dalam rentangan
skala 1-10 nm. Pada Gambar (1) dapat dilihat beberapa jenis nanowire.
538
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 31.1. Beberapa Jenis Nanowire yang Telah Disintesis. (a) Si
Nanowire [2], (b) ZnO Nanowire [2], (c) InGaN Nanowire
[2], (d) ZnO Nanowire pada Substrat Safir [3]
dengan ℏ = ℎ/(2𝜋𝜋)
539
dimana :
h = konstanta Planck
E = energi
Dengan mengasumsikan disperse terjadi dalam arah datar dan axis wire adalah
sepanjang sumbu-x sehingga potensial total V(x,y,z) bisa ditulis sebagai sebuah
penjumlahan dari potensial terkurung dalam 2D dan potensial sepanjang sumbu
wire.
Dengan menggabungkan energi kinetic dan potensial pada ruas kiri dari
persamaan (4) untuk menyesuaikan energi pada ruas kanan dan mengetahui bahwa
V(x) = 0 (artinya tidak ada potensial sepanjang sumbu wire), kedua medan
digandengkan dengan persamaan :
ℏ2 𝜕𝜕 2 Ψ(𝑥𝑥)
− = 𝐸𝐸𝑥𝑥 Ψ(𝑥𝑥 ) (5)
2𝑚𝑚∗ 𝜕𝜕𝜕𝜕 2
dan
ℏ2 𝑘𝑘𝑥𝑥2
𝐸𝐸𝑥𝑥 = (7)
2𝑚𝑚∗
dimana k x adalah bilangan riil.
540
Persamaan (6) adalah persamaan Schrodinger untuk potensial kurungan 2D dalam
nanowire. Solusi persamaan ini untuk bentuk wire yang berbeda lebih berperan
akan tetapi bisa disederhanakan dengan membuat beberapa asumsi. Dengan
asumsi sebuah persegi panjang tak terhingga yang mengarah ke dalam nanowire
seperti diperlihatkan pada Gambar (2), dan mengambil potensial di dalam wire
menjadi nol dan potensial di luar wire tak terhingga, perubahan persamaan dalam
wire adalah
Di luar wire, fungsi eigen Ψ(𝑥𝑥, 𝑦𝑦, 𝑧𝑧) = 0, sejak potensial tak terhingga. Dengan
menggunakan pemisahan variabel
ℏ2 𝜕𝜕 2 Ψ(𝑦𝑦)
− = 𝐸𝐸𝑦𝑦 Ψ(𝑦𝑦), (10)
2𝑚𝑚∗ 𝜕𝜕𝜕𝜕 2
ℏ2 𝜕𝜕 2 Ψ(𝑧𝑧)
− = 𝐸𝐸𝑦𝑦 Ψ(𝑧𝑧). (11)
2𝑚𝑚∗ 𝜕𝜕𝜕𝜕 2
541
Solusi untuk persamaan (10) dan (11) dengan titik asal adalah sudut dan dimensi
wire diperlihatkan dalam Gambar (1) adalah
2 𝜋𝜋𝑦𝑦 𝑦𝑦
Ψ(𝑦𝑦) = � 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 � �
𝐿𝐿𝑦𝑦 𝐿𝐿𝑦𝑦
2 𝜋𝜋𝑛𝑛𝑧𝑧 𝑧𝑧
Ψ(𝑧𝑧) = � 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 � �
𝐿𝐿𝑧𝑧 𝐿𝐿𝑧𝑧
dimana n x dan n y dibatasi untuk bilangan bulat positif dengan komponen energi
sebagai,
ℏ2 𝜋𝜋 2 𝑛𝑛𝑦𝑦2 ℏ2 𝜋𝜋 2 𝑛𝑛𝑧𝑧2
𝐸𝐸𝑦𝑦 = , 𝐸𝐸𝑧𝑧 = . (12𝑏𝑏)
2𝑚𝑚∗ 𝐿𝐿2𝑦𝑦 2𝑚𝑚∗ 𝐿𝐿2𝑧𝑧
Kondisi yang fungsi eigennya menjadi nol pada bidang batas kawat
mengarah ke nilai-nilai kuantisasi energi melalui bilangan bulat n x dan n y .
Sehingga distribusi spasial densitas muatan sebanding dengan |Ψ(𝑦𝑦, 𝑧𝑧)|2 yang
dijelaskan oleh dua bilangan kuantum utama, n y dan n z , seperti terlihat pada
persamaan (12a). Dengan demikian, pengurungan energi berkurang dengan
meningkatnya ukuran nanowire, karena adanya istilah L pada penyebut dalam
persamaan (12b). Disini ditekankan bahwa energi yang terkuantisasi sebagai
konsekuensi dari nilai-nilai integer n y dan n z .
542
sama dengan rasio dari panjang garis di ruang k (2k, untuk nilai k positif dan k
negatif) dengan panjang yang ditempati oleh satu keadaan dibagi dengan panjang
di ruang riil, yaitu L. Factor 2 dalam persamaan adalah perhitungan untuk
degenerasi spin (atas atau bawah spin diperbolehkan untuk masing-masing
keadaan elektron).
𝐿𝐿 1 2𝑘𝑘
𝑁𝑁 1𝐷𝐷 = 2(2𝑘𝑘 ) � � � � = (14)
2𝜋𝜋 𝐿𝐿 𝜋𝜋
Rapat keadaan untuk nanowire bisa kemudian diturunkan sebagai,
3D 3 1
2𝑚𝑚∗ 2 𝐸𝐸 2
� 2 �
ℏ 2𝜋𝜋 2
2D 2𝑚𝑚∗ 1 𝐸𝐸 0
� 2 �
ℏ 2𝜋𝜋
543
1D 1 −1
2𝑚𝑚∗ 2 𝐸𝐸 2
� 2 �
ℏ 𝜋𝜋
544
Gambar 31.4. Skema Ilustrasi (bagian atas) untuk Material Bulk 0D, 1D, 2D dan
3D. Yang disesuaikan dengan Rapat Keadaan Elektron untuk Tiap
Struktur (bagian bawah) [4]
Efek yang jelas terlihat dengan perbedaan dimensi struktur pada gambar di
atas menjadi salah satu alasan utama untuk ketertarikan pada nanostruktur pada
umumnya dan nanowire khususnya untuk perangkat aplikasi elektronik dan optik.
Sementara rapat keadaan yang kontiniu pada struktur 3D, sedangkan untuk 1D
atau nanowire telah terjadi perubahan yang tajam pada tepi pita yang berbeda. Hal
ini menyebabkan sinyal yang kuat dalam banyak pengukuran optik dan elektronik
pada energi ini. Efek yang sama mempengaruhi ikatan kimia dan sifat mekanik
dari nanowire karena pengurungan elektron dalam 2D.
31.3.1 Sputtering
Pada proses sputtering terjadi proses penembakan bahan pelapis (target)
dengan ion-ion berenergi tinggi sehingga terjadi pertukaran momentum. Atom dari
target akan terlepas dan menempel pada substrat selama proses pengaliran gas
argon sebagai media pembentuk plasma. Metode sputtering memiliki keunggulan
dibandingkan metode evaporasi, antara lain adhesivitas antara lapisan dan
permukaan substrat lebih kuat, ketebalan lapisan lebih mudah diamati dan
dikendalikan serta dapat digunakan untuk pendeposisian banyak lapisan
(multilayer). Dengan metode ini juga dapat dilakukan pendeposisian untuk
material isolator maupun konduktor.
Proses deposisi dengan sistem sputtering merupakan proses terlemparnya
materi dari suatu permukaan zat padat akibat ditumbuk oleh partikel berenergi
tinggi hingga terjadi pertukaran momentum yang dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
545
Gambar 31.5 Proses Pertukaran Momentum Antara Atom Target Dan
Atom Datang
Proses ini berlangsung di dalam ruang hampa udara dengan target (source)
berupa bahan pelapis dan diletakkan searah dengan substrat. Proses ini
berlangsung pada ruang vakum dengan tekanan awal sekitar 5 x 10-4 sampai
dengan 5 x 10-7 torr dengan tujuan untuk menekan kontaminasi gas. Sebagai gas
pembawa digunakan gas inert argon. Glow discharge dibentuk dengan
memberikan tegangan tinggi 500-5000 V di antara anoda dan katoda. Glow
discharge yaitu pembentukan plasma secara terus menerus karena terionisasinya
gas argon akibat perbedaan tegangan antara anoda dan katoda yang dapat dilihat
pada Gambar (6) berikut.
Gambar 31.6. Proses Pembentukan Plasma Dan Pemecahan Gas Argon [5]
546
Material yang akan dilapisi (substrat) diletakkan pada anoda sedangkan
target bertindak sebagai katoda. Ion positif argon dipercepat ke arah katoda untuk
membentuk potensial negatif. Atom-atom pada material di katoda di bombardir
dengan energi tinggi sehingga menyebabkan molekul target pecah dan terpental
dari katoda kemudian menempel pada substrat dan membentuk lapisan tipis.
Setelah lapisan tipis terbentuk, untuk membentuk butiran katalis dilakukan
proses lanjutan yaitu annealing. Pada proses ini, film tipis mengalami perlakuan
panas untuk merubah bentuk layer atau lapisan menjadi bentuk butiran atau island.
Pada tahap ini terjadi nukleasi kristal-kristal yang baru.
Metode sputtering ini biasa disebut dengan DC sputtering yang hanya bisa
dipakai untuk deposisi metal atau material yang bersifat konduktor sedangkan
untuk material yang bersifat isolator digunakan RF sputtering.
(a) (b)
Gambar 31.7. Skema reaktor DC sputtering (a), dan RF sputtering (b) [5]
547
evaporasi. Proses ini diawali dengan penumbuhan lapisan tipis pada substrat
dengan ketebalan berorde nanometer, kemudian diberikan perlakuan annealing
untuk membentuk butiran berukuran nano. Metode VLS ini paling banyak
digunakan untuk penumbuhan nanowire semikonduktor. Mekanisme VLS terdiri
dari 3 bagian yang dapat dilihat pada Gambar (8) di bawah ini.
(a)
548
(5) Nanowire tumbuh pada substrat
(b)
Gambar 31.8. Skema Penumbuhan Nanowire (a) Skema Secara Umum [6], (b)
Skema yang Lebih Detail [7]
Pertama, sebuah material logam menyerap material semikonduktor dan
membentuk alloy. Dalam keadaan ini volume partikel meningkat dan sering terjadi
transisi perubahan fasa dari padat ke cair. Ke dua, alloy yang telah terbentuk terus
menyerap material semikonduktor sampai tercapai keadaan saturasi. Saturasi
adalah keadaan dimana partikel sudah berada dalam keadaan seimbang yang
berarti tidak terjadi lagi perubahan fasa. Dengan pengertian ini, sehingga droplet
alloy yang telah mencapai saturasi menjadi seimbang dengan fasa padat dan
kemudian terjadilah nukleasi yaitu pembentukan inti dari droplet alloy yang
terbentuk. Selama fasa terakhir, keadaan yang tetap terbentuk sehingga dapat
menumbuhkan sebuah kristal semikonduktor pada batas antarmuka padat/cair.
Pengendapan material semikonduktor tumbuh sebagai wire karena energinya lebih
tinggi daripada energi permukaan dari batas antarmuka padat-cair.
Dalam mekanisme VLS , diameter wire ditentukan oleh diameter partikel
alloy yang terbentuk, dimana diameter alloy ditentukan oleh suhu. Sedangkan
panjang wire ditentukan oleh besarnya laju dan lamanya waktu penumbuhan [6]..
Pada metode VLS ini pembentukan droplet alloy melalui beberapa perubahan fasa.
Diagram fasa secara umum dalam pembentukan alloy dapat diperlihatkan oleh
Gambar (9) di bawah ini.
549
Gambar 31.9. Diagram Fase Biner untuk Alloy pada Metode VLS [7]
Secara teori, alloy baru dapat terjadi pada temperature eutectic atau
4αΩ
550
Tabel 31.2. Suhu Eutectic Beberapa Alloys yang Dipakai Secara Umum [7]
Alloys Suhu eutectic (Bulk
Material)°C
Au-Si 360
Au-GaAs 630
Au-Ge 360
Ag-Si 837
Fe-Si >1200
Al-Si 577
Al-Ge 419
Rasio supersaturasi diberikan oleh, 𝛼𝛼 = p/p 0 dengan p adalah tekanan vapor dan
p 0 adalah tekanan vapor saat keadaan seimbang dari fase terkondensasi pada suhu
yang sama.
551
SEM penumbuhan logam oksida nanowire termasuk ZnO. Mekanisme fisik yang
tepat dalam penumbuhan nanowire anisotropi melalui Vapor-Solid sampai saat ini
belum jelas. Morfologi nanowire yang dihasilkan sebagian besar ditentukan oleh
anisotropi pada tingkat penumbuhan kristalografi yang berbeda.
Gambar 31.10. (a) Nanobelt Logam Oksida dengan Metode VS, (b)
Nanobelt In 2 O 3 dengan Metode VS [4]
Untuk memilih metode yang cocok dalam penumbuhan berbagai macam nanowire
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 31.3. Pemilihan Metode Sintesis Nanowire untuk Material Berbeda [2]
552
CdS Liquid-phase (surfactant), (Chen et al.,2002b)
recrystallization template, ac (Xu et al., 2000a)
EDCα (Routkevitch et al., 1996a)
CdSe Liquid-phase (surfactant), (Manna et al.,2000)
redox template, ac EDCα (Routkevitch et al., 1996b)
(Xu et al., 2000b)
Cu Vapor deposition template, (Adelung et al., 2002)
EDCα (Gao et al., 2001)
Fe Template, EDCc (Mawiawi et al., 1991)
(Li and Metzger, 1997)
Shadow deposition (Sugawara et al., 1997)
GaN Template, CVDc (Cheng et al., 1999)
VLSb (Huang et al., 2002; Cui et al.,2000)
GaAs Template,liquid/vapor (Berry et al., 1996)
OMCVDd
Ge High-T, high-P liquid-phase, (Heath and LeGoues., 1993)
redox VLSb (Wu and Yang., 2000)
Oxide-assisted (Zhang et al., 2000a)
InAs Template,liquid/vapor (Berry et al., 1996)
OMCVDd
InP VLSb (Duan et al., 2001)
553
template, EDCα (Li et al., 2000b)
554
Gambar 31.11. ZnO Nanowire yang Tumbuh di atas Substrat Safir Secara
Epitaksi [8]
Karakterisasi XRD memperlihatkan susunan ZnO nanowire di atas substrat
safir, dimana hanya peaks yang berorientasi (00l) yang terekam dengan baik.
Artinya, ZnO nanowire yang paling banyak tumbuh adalah yang berorientasi
(001) seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 31.12. Pattern XRD dari ZnO Nanowire di atas Substrat Silikon [8]
555
Gambar 31.13. Hasil SEM Pattern Koneksi ZnO Nanowire di atas Substrat
Silikon [8]
Sebagai tambahan bahwa untuk pengontrolan posisi ini adalah lebih
mungkin untuk mengontrol densitas nanowire dengan memodifikasi ketebalan
film tipis atau menggunakan larutan untuk pembuatan klusters. Dengan
mendispersikan jumlah atau densitas clusters yang berbeda pada substrat sangat
memungkinkan untuk memperoleh susunan nanowire dengan densitas yang
berbeda. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 31.14. Array ZnO Nanowire pada Substrat Safir dengan Densitas
yang Rendah [8]
556
berlangsung. Diameter wire yang dihasilkan akan menurun seiring dengan
menurunnya ketebalan lapisan tipis. Sebagai contoh, penelitian yang telah
dilakukan pada penumbuhan ZnO nanowire menghasilkan diameter rata-rata 88,
110, dan 150 nm saat ketebalan filmnya 0.5, 1, dan 3 nm. Penumbuhan ini
dilakukan di atas substrat safir pada suhu 900°C selama 5 menit.
Cara lain yang bisa digunakan untuk mengontrol diameter nanowire adalah
dengan mengatur kehomogenan distribusi kluster katalis (logam). Nanokluster
didistribusikan pada substrat untuk meminimalisir kemungkinan terbentuknya
agregat partikel. Sebagai contoh, diameter rata-rata ZnO nanowire adalah 35, 46,
dan 54 nm dihasilkan ketika kluster yang digunakan memiliki ukuran 5, 10, dan 15
nm.
557
Gambar 31.15. Perbedaan Morfologi dan Superstruktur pada Penumbuhan
ZnO Nanowire dengan Zn sebagai Sumber Vapor [8]
558
mekanisme transpor muatan pembawa pada bidang satu dimensi menjadi sangat
krusial [1].
Variasi sifat listrik dalam material yang sesuai dengan dimensinya dapat
dijelaskan dengan perbedaan kerapatan elektronnya. Secara umum kerapatan
elektron dinyatakan oleh ρ ∝ ED/2-1, dimana E adalah energi dan D adalah dimensi
(3D, 2D dan 1D). Selain itu pengurungan spasial dalam struktur nano
menyebabkan pergeseran blueshift pada pita gap dengan semakin kecilnya ukuran.
Pergeseran blueshift pada pita gap dinyatakan oleh, ∆𝐸𝐸𝑔𝑔 ∝ 1/𝑑𝑑 2 dimana d adalah
karakteristik ukuran dari struktur nano. Hubungan energi gap dengan diameter
struktur dapat dilihat pada Gambar (16).
Gambar 31.16. Perkiraan Variasi Band Gap untuk Struktur 2D, 1D, dan 0D
[4]
Karena pengurungan elektron berbeda, maka pergeseran biru untuk struktur
nano dengan diameter berbeda juga akan berbeda. Besarnya energi gap
diperkirakan dari elektron-hole yang ada dan dihitung menggunakan model
partikel dalam kotak sederhana. Jadi sifat transport listrik bergantung pada bentuk
dan ukuran struktur nano.
Fenomena transpor elektron dalam sistem satu dimensi bisa dibagi dalam
dua kategori : transpor balistik dan transpor difusi. Transpor difusi adalah
fenomena yang terjadi ketika elektron bisa melewati nanowire tanpa adanya
hamburan. Transport balistik biasanya dilihat pada quantum wire yang sangat
pendek, seperti yang dihasilkan dengan mekanisme pengontrolan break junction
(MCBJ), dimana lintasan bebas rata-rata elektron harus lebih besar dari panjang
wire dan konduksinya adalah fenomena kuantum murni. Cara lain untuk melihat
fenomena transport balistik ini adalah dari energi termal yang memenuhi
hubungan k B T << ε j – ε j-1 , dimana ε j – ε j-1 adalah separasi energi antara level j dan
559
j-1. Sebaliknya, untuk nanowire dengan panjang yang lebih besar dari lintasan
bebas rata-rata, elektron (atau hole) mengalami hamburan sepanjang wire. Dalam
kasus ini, transport yang terjadi adalah transport difusi dan konduksi didominasi
oleh hamburan muatan pembawa sepanjang wire.
Transport elektron nanowire bisa juga dikelompokkan berdasarkan dari
besar relative dari 3 skala panjang yaitu lintasan bebas rata-rata muatan pembawa
(l w ), panjang gelombang de Broglie elektron (λ e ), dan diameter wire (d w ). untuk
diameter wire yang lebih besar dari lintasan bebas rata-rata muatan pembawa (d w
>> l w ), sifat transport nanowire biasanya sama dengan material bulknya, yang
bebas… Untuk diameter wire yang sama atau lebih kecil dari lintasan bebas rata-
rata (d w ~ l w or d w << l w ), tapi masih lebih besar dari panjang gelombang de
Broglie elektron (d w >> λ e ), transport elektron dalam nanowire dijelaskan dengan
ukuran klasik yang terbatas, dimana band struktur nanowire masih sama dengan
bulknya, saat hamburan terjadi pada batas wire. Untuk diameter wire yang
sebanding dengan panjang gelombang de Broglie elektron (d w ~ λ e ), rapat keadaan
elektron berubah secara dramatis dan subband kuantum terbentuk yang tergantung
pada efek pengurungan kuantum pada batas wire. Dalam kasus ini sifat transport
sangat dipengaruhi oleh perubahan dalam band struktur [2].
560
Gambar 31.18. Perbandingan Spektrum Fotoluminisens Bulk Material ZnO
dan ZnO Nanowire [9]
561
31.6 Aplikasi nanowire
31.6.1 Konversi energi (Sel surya)
Salah satu perangkat konversi energi yang saat ini banyak dikembangkan
adalah solar cell (sel surya). Sel surya yang dikembangkan terdiri dari berbagai
inovasi untuk menghasilkan konversi energi yang baik. Salah satu sel surya yang
sudah berhasil difabrikasi adalah sel surya silicon nanowire, namun daya serap sel
ini masih rendah pada rentangan daerah cahaya tampak dan daerah yang
mendekati inframerah. Karena cahaya matahari mayoritas berada dalam range ini
maka diperlukan sel surya yang ketebalannya mencapai orde milimeter agar
penyerapan foton bisa lebih banyak.
Efisiensi sel surya bergantung pada panjangnya difusi pembawa, sedangkan
difusi pembawa ini dibatasi oleh adanya rekombinasi dari muatan pembawa. Salah
satu cara untuk meminimalisir terjadinya rekombinasi adalah membuat sel surya
silicon nanowire dengan kemurnian tinggi, namun untuk membuat sel surya
dengan kemurnian tinggi ini dibutuhkan biaya yang cukup besar.
Selain sel surya silicon nanowire yang telah berhasil difabrikasi, ada lagi
jenis sel surya yang lain yaitu sel surya excitonik. Sel surya exciton ini
menggunakan molekul kecil, polimer dan quantum dot sebagai material penyerap
cahaya, namun bisa lebih menguntungkan jika yang digunakan sebagai material
penyerap cahaya adalah komponen nanowire. Salah satu alasan bahwa komponen
nanowire akan lebih menguntungkan bila dipakai sebagai sel surya exciton ini
adalah karena penyerapan nanowire yang jauh lebih besar dibandingkan
nanopartikel. Sebagai contoh, koefisien difusi ZnO nanowire lebih besar beberapa
kali lipat dibandingkan dengan nanopartikel ZnO. Ini adalah bukti bahwa
nanowire merupakan konduktor yang lebih baik dibanding nanopartikel.
Penggunaan geometri orthogonal seperti pada sel surya konvensional dapat
meningkatkan efisiensi sel surya excitonik dengan membuat persimpangan normal
terhadap substrat. Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa dimensi yang penting
dalam sel surya adalah panjang difusi exciton. Pada sel surya polimer panjang
difusinya hanya berkisar 10 nm dan sampai orde micrometer untuk film tipis
berkualitas tinggi. Sehingga dalam hal panjang difusi exciton nanowire jauh lebih
bisa memberikan keuntungan karena panjang struktur nanowire yang bisa
dikontrol sampai orde micrometer dan diameter dalam orde nanometer.
Sel surya excitonik adalah sel surya yang menjanjikan karena penggunaan
bahan organic yang murah seperti pewarna dan polimer. Dye-Sensitized Solar
Cells (DSSCs) adalah sel excitonik yang paling efisien dan stabil saat ini.
Penyerapan cahaya pada sel-sel ini terbatas pada monolayer pewarna yang
kemudian mengoksidasi elektrolit cair dan mentransfer elektron ke fase anorganik.
562
Secara struktur, nanowire berbasis array DSSCs seperti nanopartikel DSSCs
dengan partikel dirakit ke dalam kolom dan tanpa batas antar butir, sehingga
membentuk saluran konduksi langsung (jalan bebas hambatan untuk elektron).
Namun ada perbedaan mendasar dalam fisika yang mengatur prilaku nanowire.
Pertama, tidak seperti mesopori film nanopartikel, diameter nanowire cukup tebal
untuk mendukung penipisan lapisan dekat permukaan. Ini adalah potensial
penghalang yang dapat memberikan energi pendorong untuk disosiasi exciton
pada antarmuka nanowire (disini sebagai contoh adalah ZnO nanowire) dan
pewarna, sehingga membuat injeksi yang lebih efisien. Kedua, karena elektron
dalam nanowire tidak isotropic yang disaring dalam elektrolit, membuat DSSCs
ini dapat mempertahankan listrik internal sepanjang nanowire. Akibatnya, elektron
yang diinjeksikan ke dalam nanowire akan hanyut menuju substrat elektroda
menuruni gradien potensial kimia. Selain itu, mobilitas elektron dalam nanowire
lebih besar dari nanopartikel karena strukturnya yang tidak terputus seperti
nanopartikel. Skema perbandingan sel surya ZnO nanowire berbasis array DSSCs
dengan sel surya nanopartikel berbasis array DSSCs dapat dilihat pada gambar
berikut.
563
Gambar 31.21. Penyerapan IR oleh DSSCs ZnO Nanowire dan ZnO
Nanopartikel [10]
Gambar (21) di atas memperlihatkan perbedaan injeksi antara nanopartikel
dan nanowire. Perbedaan ini disebabkan oleh banyaknya jumlah pewarna pada
film nanopartikel. Injeksi pada nanowire telah selesai setelah 5 ps, sedangkan pada
nanopartikel masih tetap berlanjut sampai 100 ps. Untuk melihat perbandingan
parameter lain dari kedua DSSC ini, dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
31.6.2 Nanogenerator
Nanogenerator adalah salah satu aplikasi nanowire yang sudah difabrikasi.
Secara defenisi nanogenerator adalah prototipe generator yang dapat
mengkonversi energi getaran dari gelombang akustik, ultrasonik, energi hidrolik,
cairan tubuh atau aliran darah menjadi energi listrik yang dapat digunakan tanpa
564
membutuhkan baterai. Alat ini berukuran kurang dari 1 mikron (1000 nm).
Nanogenerator pertama kali dibuat oleh Zhong Lin Wang, Profesor di Sekolah
Ilmu dan Teknik Material di Institut Teknologi Georgia (Atlanta), yang diberi
nama Nanogenerator Piezoelektrik. Pembuatan nanogenerator ini diawali dengan
pembuatan array nanowire dari seng-oksida (ZnO) berskala nano yang tegak lurus
terhadap substrat safir. Kemudian digabungkan dengan bahan piezoelektrik dan
semikonduktor yang berjarak setengah mikron.
Setelah ditemukannya sensor piezoelektrik oleh Pierre dan Jacques Curie
pada tahun 1880 dan diciptakannya kapal selam menggunakan detector ultrasonik
pada tahun 1917 oleh militer Prancis, maka pada tahun 2003 Zhong Lin Wang
memaparkan bahwa ZnO adalah bahan piezoelektrik yang mendapat gaya
nanospring. Sehingga pada 14 April 2006 Zhong Lin Wang mengumumkan
konsep nanogenerator di Jurnal Science. Pada saat itu, nanogenerator mendapat
sumber energi hanya dari satu nanowire yang diambil dengan tip AFM.
Pembuatan silicon berlapis platinum berfungsi sebagai penghalang Schottky,
membantu, mengumpulkan dan memelihara muatan listrik sebagai hasil defleksi
nanowire dan memastikan bahwa arus mengalir dalam satu arah.
Nanogenerator bergantung pada beberapa gangguan eksternal, seperti
getaran atau gelombang sonik yang lentur searah susunan nanowire. Secara teori
penurunan tegangan terjadi pada penampang nanowire ketika tikungan lateral
nanowire sehingga tegangan positif pada sisi tarik dan tegangan negatif pada sisi
tekan.
Penjelasan prinsip kerja nanogenerator akan dijelaskan dalam dua kasus
yang berbeda yaitu pemberian gaya yang tegak lurus dan sejajar dengan sumbu
nanowire. Kasus pertama adalah pemberian gaya lateral bergerak dikenakan pada
ujung sebuah nanowire yang tumbuh secara vertikal.
Ketika struktur piezoelektrik dikenai gaya eksternal dengan ujung yang
bergerak, akan terjadi deformasi seluruh struktur. Efek piezoelektrik akan
menciptakan medan listrik di dalam struktur nano. Bagian membentang dengan
strain positif akan menunjukkan potensial listrik positif, sedangkan bagian yang
dikompresi dengan strain negatif akan menunjukkan potensial listrik negatif. Hal
ini disebabkan perpindahan kation anion dalam struktur kristalnya, sehingga ujung
nanowire akan memiliki distribusi potensial listrik pada permukaannya, sedangkan
bagian bawah nanowire digroundkan. Tegangan maksimum yang dihasilkan pada
nanowire dapat dihitung dengan persamaan berikut.
3 𝑎𝑎3
𝑉𝑉𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = ± [𝑒𝑒33 − 2(1 + 𝜐𝜐)𝑒𝑒15 − 2𝜐𝜐𝑒𝑒31 ] 3 𝜐𝜐𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 (19)
4(𝜅𝜅0 + 𝜅𝜅) 𝑙𝑙
,dimana 𝜅𝜅0 adalah permitivitas dalam ruang vakum, 𝜅𝜅 adalah konstanta dielektrik,
565
𝑒𝑒33 , 𝑒𝑒15 dan 𝑒𝑒31 adalah koefisien piezoelektrik, 𝜐𝜐 adalah rasio Poisson, 𝑎𝑎 adalah
jari-jari dari nanowire, 𝑙𝑙 adalah panjang nanowire dan 𝑉𝑉𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 adalah defleksi
maksimum dari tip nanowire.
Kontak listrik berperan penting untuk memompa muatan yang keluar di
permukaan ujung. Kontak Schottky harus dibentuk antara counter elektroda dan
ujung nanowire sejak kontak ohmik menetralisir medan listrik yang dihasilkan di
ujung nanowire. Untuk membentuk kontak Schottky yang efektif, afinitas
elektronnya harus lebih kecil dari fungsi kerja logam penyusun counter elektroda.
Untuk ZnO nanowire dengan afinitas elektron 4,5 eV, Pt (Ф = 6,1 eV) adalah
logam yang cocok untuk membangun kontak Schottky. Dengan membangun
kontak Schottky, elektron akan melewati counter elektroda dari permukaan ujung
elektroda saat potensialnya bernilai negatif, sedangkan untuk daerah potensial
positif tidak ada arus yang mengalir. Pembentukan kontak Schottky juga
memberikan kontribusi terhadap generasi sinyal keluaran.
Untuk kasus kedua, model yang dipakai adalah sebuah tumpukan nanowire
yang tumbuh vertikal. Kontak ohmik di bagian bawah dan kontak Schottky di
bagian atas menjadi suatu yang perlu dipertimbangkan. Ketika gaya diberikan
pada ujung nanowire, akan dihasilkan tekanan unaxial di dalam nanowire. Karena
efek piezolektrik, ujung nanowire akan memiliki potensi piezoelektrik negatif
sehingga meningkatkan energi Fermi di ujung nanowire. Karena elektron akan
mengalir dari ujung ke dasar melalui sirkuit eksternal sehingga pada bagian ujung
nanowire akan dihasilkan potensial listrik positif. Kontak Schottky akan
menghalangi elektron yang mengalir melalui antarmuka, sehingga
mempertahankan potensial pada ujung nanowire. Karena besarnya kekuatan
penghalang mengakibatkan potensial piezoelektrik menjadi berkurang, dan
elektron akan mengalir kembali ke atas untuk menetralisir potensial positif di
bagian ujung. Dengan demikian kasus ini akan menghasilkan tegangan bolak-
balik.
Gambar (22) adalah skema nanogenerator yang telah dikerjakan oleh Zhang
Ling dkk, dimana sebuah elektroda zigzag silicon yang dilapisi dengan platinum
yang meliputi ZnO nanowire. Lapisan platina tidak hanya untuk meningkatkan
konduktivitas elektroda tetapi juga untuk menciptakan sebuah diode Schottky di
antarmuka dengan ZnO. Kemudian elektroda ditempatkan di atas susunan
nanowire yang dimanipulasi dengan mengontrol jarak dan mengatur elektroda
agar terpisah dari nanowire. Desain bergantung pada kopling yang unik antara
ZnO nanowire piezoelektrik dengan sifat-sifat semikonduktor. Potensial
piezoelektrik asimetri pada lebar ZnO nanowire dan kontak Schottky antara
elektroda logam dan nanowire adalah dua proses kunci menciptakan, memisahkan,
melestarikan dan akumulasi, dan muatan keluaran.
566
Gambar 31.22. Nanogenerator Menggunakan Array ZnO Nanowire [11]
Desain ini dirancang agar elektroda bagian atas mencapai proses kopling
dan AFM dapat bermain di bagian ujung, kemudian parit zigzag bertindak sebagai
array tips AFM sejajar. Ketika sistem mengalami eksitasi gelombang ultrasonik,
elektroda zigzag dapat bergerak turun dan mendorong nanowire. Dorongan ini
mengarah ke bagian lateral yang menciptakan regangan bidang lebar di nanowire
itu, sehingga permukaan luar nanowire ditarik sedangkan permukaan dalam
ditekan. Ketika kontak elektroda nanowire yang membentang permukaan memiliki
potensial piezoelektrik positif, antarmuka logam platina dan ZnO semikonduktor
terjadi bias terbalik diode Schottky, sehingga arus yang mengalir di antarmuka
tersebut kecil. Proses ini akan menciptakan, dan mempertahankan muatan yang
dihasilkan. Jika elektroda terus didorong, nanowire yang telah membungkuk akan
mencapai sisi lain dari elektroda zigzag yang berdekatan. Dalam kasus seperti ini,
elektroda juga memiliki kontak dengan sisi nanowire yang ditekan, dimana
antarmuka logam-semikonduktor akan menghasilkan bias maju pada kontak
Schottky yang mengakibatkan peningkatan arus listrik keluaran secara mendadak
yang mengalir dari atas elektroda ke nanowire. Desain ini bekerja selama ada
perpindahan relatif antara elektroda dan nanowire baik secara vertikal maupun
lateral.
Para penulis berharap, listrik yang dihasilkan oleh defleksi negatif dan
perpindahan antara nanowire dan elektroda, baik yang dihasilkan dari
pembumkukan nanowire karena dorongan maupun yang dihasilkan oleh getaran
dapat terjadi secara terus-menerus. Jika hal ini berhasil maka akan bisa dirancang
paket seperti nanogenerator untuk mencegah invasi cairan sehingga dapat
langsung ditempatkan dalam biofluida atau fluida. Untuk aplikasi teknologi, untuk
meningkatkan daya keluaran berarti harus meningkatkan tegangan dan arus
keluaran dari nanogenerator. Cara yang paling mudah untuk meningkatkan
tegangan dan arus keluaran adalah pembentukan komponen struktur yang paralel.
567
Nanogenerator piezoelektrik bisa berpotensi untuk mengkonversi energi
berikut menjadi energi listrik untuk nanodevais dan nanosistem self-power.
Energi-energi yang dapat dikonversi adalah perubahan energi mekanik seperti
tubuh atau gerakan otot atau tekanan darah, energi getaran seperti gelombang
akustik dan ultrasonik, energi hidrolik seperti aliran cairan tubuh atau darah,
kontraksi pembuluh darah atau dinamika fluida di alam.
31.6.3 Biosensor
Aplikasi nanowire yang juga menarik adalah biosensor. Biosensor
didefenisikan sebagai suatu perangkat sensor yang menggabungkan senyawa
biologi dengan suatu tranduser. Dalam proses kerjanya, senyawa aktif biologi akan
berinteraksi dengan molekul yang akan dideteksi (molekul sasaran). Hasil
interaksi yang berupa besaran fisika seperti panas, arus listrik, potensial listrik dan
lainnya akan dimonitor oleh tranduser. Besaran tersebut kemudian diproses
sebagai sinyal sehingga diperoleh hasil yang dapat dimengerti. Biosensor yang
pertama kali dibuat adalah sensor yang menggunakan tranduser elektrokimia yaitu
elektroda enzim untuk menentukan kadar glukosa dengan metode amperometri.
Pada awal-awal tahun 1970-an, sensor mikroelektronik berbasis film tipis
transistor dan ion-sensitive field-effect transistors (ISFETs). Namun
mikroelektronik ini memiliki kekurangan yaitu kurang baiknya solid-state dari
elektroda yang digunakan. Hal ini menyebabkan sensitivitas penyakit terhadap
suhu dan cahaya harus bergantung pada waktu kestabilan sensor. Selanjutnya
selama bertahun-tahun dikembangkan sensor kimia dengan mengadopsi teknik
deteksi optik paralel untuk mendeteksi cepat biomolekul pada konsentrasi yang
relative rendah, misalnya DNA microarray yang sudah banyak digunakan. Sistem
sensor ini berbasis fluoresensi, namun masih memerlukan biaya yang besar dan
waktu yang lama untuk persiapan sampel dan analisis data. Selain itu DNA
microarray tidak cukup sensitive untuk pengukuran zat penting yang mungkin
terjadi pada konsentrasi yang sangat rendah. Sebagai contoh, jumlah setiap mRNA
yang diberikan dalam sel tunggal dapat bervariasi mulai dari jumlah kecil sampai
puluhan ribu, atau zat penting lainnya yang memiliki fluks cepat. Melihat
kekurangan ini maka para peneliti berusaha mengatasi semua itu dengan
merancang sensor dengan ukuran nano.
Kemajuan sintesis silicon dalam skala besar memberikan peluang yang
besar untuk pembuatan perangkat nano yang dapat diandalkan. Karena diameter
yang kecil dan panjangnya sampai orde micrometer membuat volume rasionya
menjadi besar yang berarti permukaannya akan semakin luas. Dengan luasnya
permukaan struktur, beberapa makromolekul biologis dapat dibebankan di
permukaan struktur untuk memodulasi distribusi muatan pembawa yang melewati
permukaan struktur. Hal ini berefek pada peningkatan sensitivitas jika
568
dibandingkan dengan sensor-sensor sebelumnya. Selain itu nanowire bisa
disintesis dengan array yang realistis untuk sensor.
Berikut ini adalah Gambar (23) yang menunjukkan skema umum untuk
mendeteksi biomolekul menggunakan silicon nanowire.
569
Daftar pustaka
[1] M. Abdullah, Pengantar Nanosains, Bandung (2009)
[2] Allon I. Hochbaum, Peidong Yang, Chem. Rev. 2010, 110, 527-546, California, 26
Februari (2009)
[3] M.S. Dresselhaus, Y.M. Lin, O. Rabin, M.R. Black, G. Dresselhaus, Nanowires,
USA, 2 Januari (2003)
[4] Klaus D. Sattler, Handbooks of Nanophysics : Nanotubes and Nanowires, Francis
(2011)
[5] E. Chen, Applied Physics 298r, 4 Desember (2004)
[6] Lambert K. Van Vugt, Thesis, Netherlands (2007)
[7] Y. Civale, L.K. Nanver, P. Hadley, E.J.G Goudena, Netherlands
[8] Peidong Yang, Haoquan Yan, Samuel Mao, Richard Russo, Justin Johnson, Richard
Saykally, Nathan Morris, Johnny Pham, Rongrui He, dan Heon-Jin Choi, Adv. Funct.
Mater, 12. No.5, California, May (2002)
[9] Ilan Shalish, Henryk Temkin, dan Venkatesh Narayanamurti, Phy. Rev B 69,
245401, USA, 3 Juni (2004)
[10] Peidong Yang, MRS Bulletin, California, Januari (2005)
[11] Zhong Lin Wang, Xudong Wang, Jinhui Song, Jin Liu, dan Yifan Gao, Implantable
Electronics, Vol.7 No.1, Georgia, Januari-Maret (2008)
[12] Pradeep R. Nair, and Muhammad A. Alam, IEEE Transactions on Electron Devices,
Vol. 54, No.12, Desember (2007)
570
Bab 32
Resonant Tunneling Diode
Oleh: Rahmat Awaludin Salam
Partikel tidak
dapat melalui
barir.
(a)
Barir dengan
(ℏ𝑘𝑘)2
𝑉𝑉 >
2𝑚𝑚
Gelombang elektron
Gelombang elektron
ada yang diteruskan
melewati barir.
(b)
Gambar 32.1. Gambaran Elektron yang Menghadapi Barir, (a) Gambaran Klasik;
(b) Gambaran Kuantum
Gelombang elektron yang menembus barir akan mengalami proses
peluruhan yang diakibatkan oleh berkurangnya energi total yang dimiliki oleh
572
gelombang elektron di dalam barir tersebut. Proses peluruhan yang terjadi dapat
mengakibatkan beberapa kemungkinan terhadap gelombang elektron tersebut.
Kemungkinan tersebut yakni ada yang dapat diteruskan dan ada pula yang
mengalami peluruhan hingga gelombang tersebut tidak memiliki cukup energi
lagi untuk melewati barir tersebut. Peristiwa pelenyapan gelombang serta
transmisi gelombang elektron tersebut bergantung pada besar kecilnya energi
elektron dan barir serta seberapa lebar barir yang dilalui oleh gelombang
elektron tersebut. Semakin tinggi energi elektron dengan lebar dan energi barir
yang sama, kemungkinan transmisi elektron akan semakin tinggi sedangkan
kemungkinan gelombang elektron tersebut meluruh akan semakin rendah.
Namun sebaliknya jika energi barir semakin tinggi, dengan energi elektron serta
ketebalan barir yang sama, maka kemungkinan elektron bertransisi akan
semakin rendah dan kemungkinan peluruhan gelombang elektron tersebut pun
akan semakin tinggi. Begitu pula halnya dengan ketebalan barir. Ketika
elektron tersebut harus melewati barir yang lebih tebal, maka yang akan terjadi
adalah kemungkinan peluruhan gelombang elektron tersebut akan menjadi lebih
tinggi dari sebelumnya dan kemungkinan untuk bertransmisi pun akan lebih
rendah.
V
V0
x=0 x=a x
ψ V
x=0 x=a x
Pada daerah x<0, elektron bergerak secara bebas dengan energi sebesar
E. Persamaan gelombang yang dimiliki oleh elektron tersebut adalah sebagai
berikut :
573 ............................................ (1)
𝐻𝐻𝐻𝐻 = 𝐸𝐸𝐸𝐸
−ℏ2
� ∇2 + 𝑉𝑉� 𝜓𝜓 = 𝐸𝐸𝐸𝐸 ............................................ (2)
2𝑚𝑚
karena pada daerah x<0, tidak ada potensial penghalang, maka V = 0 serta
pergerakan elektron hanya pada sumbu x, sehingga persamaan tersebut menjadi
maka solusi dari persamaan gelombang yang terdapat di daerah x<0 adalah
2𝑚𝑚𝑚𝑚
𝜓𝜓1 = 𝐴𝐴𝑒𝑒 −𝑖𝑖𝑘𝑘 1 𝑥𝑥 + 𝐵𝐵𝑒𝑒 𝑖𝑖𝑘𝑘 1 𝑥𝑥 , dengan nilai 𝑘𝑘1 = � ....................... (5)
ℏ2
karena keadaan elektron pada daerah x<0 sama dengan keadaan elektron pada
daerah x>a, maka dengan cara yang sama, persamaan gelombang yang terdapat
pada daerah x>a adalah
............................................ (6)
𝜓𝜓3 = 𝐺𝐺𝑒𝑒 −𝑖𝑖𝑘𝑘 1 𝑥𝑥 + 𝐹𝐹𝑒𝑒 𝑖𝑖𝑘𝑘 1 𝑥𝑥
karena pada daerah x>a elektron bergerak secara bebas dan tidak ada yang
dapat memantulkan elektron tersebut, maka constanta G (konstanta yang
menandakan amplitude gelombang pantul pada daerah x>a) akan bernilai nol.
Sehingga persamaan gelombang pada daerah x>a menjadi
−ℏ2 𝜕𝜕 2
𝜓𝜓 + 𝑉𝑉𝑉𝑉 = 𝐸𝐸𝐸𝐸 ............................................ (8)
2𝑚𝑚 𝜕𝜕𝜕𝜕 2
574
Dalam mekanika kuantum, persamaan-persamaan gelombang yang
didapat, haruslah bersifat kontinyu. Oleh karena itu, agar solusi tersebut bersifat
kontinyu, maka digunakan persamaan kontinuitas yakni
dari persamaan tersebut, Nampak jelas terlihat bahwa ketika potensial barir
serta tebal barir diperbesar, maka nilai transmitansi akan mengecil, namun
ketika energielektron yang digunakan diperbesar, maka transmitansi akan
semakin besar.
575
Resonanttunneling merupakan suatu proses penerobosan barir ganda
yang membentuk suatu sumur kuantum oleh elektron dan memanfaatkan
prinsip resonansi yang terjadi pada sumur tersebut.Prinsip resonansi yang
dimaksud adalah berresonansinya elektron-elektron yang berada di dalam
sumur kuantum yang diakibatkan oleh adanya elektron yang datang menuju
sumur tersebut. Efek yang dihasilkan dari adanya peristiwa resonansi tersebut,
intensitas gelombang yang ditransmisikan melalui barir tersebut akan
mendekati nilai dari intensitas awal saat gelombang elektron tersebut datang
menuju barir sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 3. Tidak semua energi
dapat digunakan untuk menghasilkan efek resonansi ini, namun terdapat
beberapa kondisi tertentu yang mengakibatkan elektron-elektron tersebut
berresonansi. Kondisi tersebut adalah saat energi dari gelombang elektron yang
datang menuju barir sama dengan nilai tingkatan-tingkatan energi yang terdapat
di dalam sumur kuantum tersebut. Sebagaimana kita tahu bahwa dalam sumur
kuantum, elektron akan terkuantisasi dan menempati tingkatan-tingkatan energi
tertentu di dalam sumur tersebut. Perhatikan gambar 4 berikut ini:
Keadaan awal
Tidak ada
transmisi
Saat resonansi
576
E
x=0 x=a
Gambar 32.4. (a) Sumur Kuantum; (b) Tingkatan Energi pada Sumur Kuantum
Gambar 4 merupakan suatu model dari sumur kuantum beserta tingkatan
energinya yang digunakan dalam proses resonanttunneling. Dengan
menganggap barir tersebut memiliki potensial tak hingga, maka kita dapat
menentukan persamaan gelombang serta tingkatan-tingkatan energi di dalam
sumur tersebut. Solusi dari persamaan tersebut hanya terdapat di daerah 0<x<a
dengan nilai V = 0. Dengan mengingat kembali persamaan Schrodinger
−ℏ2 2 ............................................ (13)
� ∇ + 𝑉𝑉� 𝜓𝜓 = 𝐸𝐸𝐸𝐸
2𝑚𝑚
2𝑚𝑚𝑚𝑚
𝜓𝜓 = 𝐴𝐴𝑒𝑒 −𝑖𝑖𝑘𝑘𝑥𝑥 + 𝐵𝐵𝑒𝑒 𝑖𝑖𝑘𝑘𝑥𝑥 , dengan nilai 𝑘𝑘1 = � ....................... (16)
ℏ2
atau
𝜓𝜓 = 𝐴𝐴 cos 𝑘𝑘𝑘𝑘 + 𝑖𝑖𝑖𝑖 sin 𝑘𝑘𝑘𝑘 ....................... (17)
dengan mengambil solusi pada bagian sinus nya saja, maka persamaan tersebut
menjadi
577
𝜓𝜓 = 𝐵𝐵 sin 𝑘𝑘𝑘𝑘 ....................... (18)
ℏ2 𝑛𝑛𝑛𝑛 2
� � = 𝐸𝐸 ....................... (21)
2𝑚𝑚 𝑎𝑎
Peristiwa resonansi pada proses resonanttunneling ini dapat terjadi
sebanyak n kali sesuai dengan persamaan energi di dalam sumur kuantum
seperti seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 19. Namun banyaknya
resonansi yang terjadi, dipengaruhi juga oleh barir yang terbentuk, semakin
tinggi barir yang terbentuk, maka peristiwa resonansi yang terjadi akan semakin
banyak begitu pula sebaliknya.
32.3 Dioda
Dioda merupakan piranti semikonduktor yang pada umumnya terbentuk
dari persambungan semikonduktor tipe p dan tipe n. Biasanya dalam rangkaian
elektronika, dioda banyak digunakan sebagai piranti penyearah. Selain
digunakan sebagai penyearah, dioda pun biasa digunakan sebagai pembatas
nilai tegangan (saklar otomatis) yang masuk ke dalam suatu rangkaian.
Sehingga ketika terdapat nilai tegangan yang lebih tinggi dari tegangan barir
dioda tersebut, maka arus yang sangat tinggi akan dihasilkan oleh dioda
tersebut yang mengakibatkan rangkaian menjadi terputus (off). Penggunaan
dioda sebagai pembatas nilai tegangan (saklar otomatis) didasarkan pada
karakteristik dari persambungan p-n yang terbentuk. Untuk lebih memahami
sifat dioda tersebut, perhatikan gambar 5 berikut:
578
PITA PITA Level-level energi
hole tambahan
KONDUKSI KONDUKSI (tingkat donor)
Level
Fermi
Level
Fermi
Level-level energi
elektron tambahan
PITA PITA
(tingkat donor) VALENSI VALENSI
Tipe – n Tipe – p
Gambar 32.5. Diagram Pita Energi untuk Semikonduktor Tipe n dan Tipe p
Saat semikonduktor intrinsik diberi doping doping yang mengandung
elektron valensi lebih dari 4, maka semikonduktor tersebut akan berubah
menjadi semikonduktor tipe-n. Hal ini disebabkan oleh adanya elektron valensi
dari atom doping yang tidak berikatan dengan atom-atom lainnya.Kelebihan
elektron valensi ini mengakibatkan energi yang diberikan untuk memindahkan
elektron dari pita valensi ke pita konduksi menjadi lebih kecil.Pengurangan
nilai energi ini dipengaruhi oleh tidak adanya ikatan antar atom pada elektron-
elektron yang bebas di pita valensi tersebut. Ketika semikonduktor diberi
doping dengan elektron valensi yang kurang dari 4, maka semikonduktor
tersebut akan berubah menjadi semikonduktor tipe-p yang ditunjukkan oleh
adanya hole-hole akibat dari kekurangan elektron atom doping. Dengan adanya
hole-hole di dalam elektron valensi tersebut, energi yang kecil sudah dapat
digunakan oleh elektron-elektron di pita valensi untuk berpindah dari posisinya
menempati hole-hole yang diakibatkan oleh atom doping.
Pada gambar 6 dapat kita lihat bahwa saat semikonduktor tipe-p dan
tipe-n disambungkan, pada bagian sambungan kedua tipe tersebut terdapat
lapisan yang disebut dengan daerah deplesi.Daerah deplesi ini terbentuk akibat
adanya elektron-elektron pada daerah tipe n yang berdifusi ke daerah tipe p
dengan konsentrasi elektron yang lebih rendah. Setelah bergerak menuju tipe p,
elektron-elektron yang bergerak dari tipe n akan mengisi hole-hole yang
terdapat di daerah tipe p. Akibat dari peristiwa difusi tersebut, bagian yang
ditinggalkan oleh elektron menjadi ion positif sedangkan bagian-bagian hole
yang diisi oleh elektron akan menjadi ion negatif. Terbentuknya konsentrasi ion
positif dan ion negative pada sambungan tersebut mengakibatkan timbulnya
medan listrik yang mengalir dari kumpulan ion positif ke kumpulan ion
negative. Medan listrik tersebut lebih umum dikenal sebagai medan listrik
dalam. Medan listrik dalam yang terjadi pada daerah deplesi tersebut
menghasilkan suatu potensial penghalang yang disebut debagai potensial barir.
Potensial inilah yang akan menghalangi pergerakan difusi elektron yang
sebelumnya telah terjadi. Proses terbentuknya medan dalam ditunjukkan oleh
gambar 7.
579
Daerah Daerah
Semikonduktor Semikonduktor
Tipe-p Tipe-n
(a)
(b)
Gambar 32.6. Sambungan p-n (a) Keadaan Awal, (b) Setelah Tersambung
Gambar 32.7. Mekanisme Pembentukan Medan Deplesi (a) Keadaan Awal; (b)
Elektron Berdifusi; (c) Ion-ion Terbentuk
qV
qV
Tipe-p d Tipe-n
580
n ’
n
n
n
p
p
p’ (a)
p
(b)
(c)
Gambar 32. 9. Efek Panjar pada Sambungan p-n (a) Tanpa panjar; (b) Panjar Maju; (c)
Panjar Mundur
582
Gambar 11. Diagram Pita Energi Persambungan p-n Dioda Tunneling
Hal yang membedakan dioda tunneling dengan dioda pada umumnya
adalah sifat terobosan yang dimiliki oleh dioda tunneling tersebut. Efek
terobosan pada dioda tunneling diakibatkan oleh banyaknya doping yang
diberikan pada semikonduktor intrinsik yang menyebabkan daerah deplesi yang
terbentuk pada persambungan tersebut sempit sebagaimana ditunjukkan oleh
persamaan 22 berikut
2ε S N A + N D
d = VB ........................ (22)
q N A D
N
(e) V2> Va
584
elektron yang menerobos barir akan berkurang jumlahnya. Pengurangan jumlah
elektron yang menerobos barir mengakibatkan arus yang melewati piranti
tersebut akan berkurang.
Setelah mencapai nilai tegangan yang menyebabkan pita valensi tipe-p
berada pada posisi datu garis dengan pita konduksi tipe-n, arus yang melewati
piranti tersebut akan mengalami titik balik minimum. Arus yang melewati
piranti tersebut tidak akan sama dengan nol, sebab ketika panjar diberikan,
perbedaan konsentrasi muatan pembawa akan tetap terjadi. Walaupun tidak
terjadi mekanisme terobosan, perbedaan konsentrasi muatan pembawa tersebut
akan tetap mengalir secara berdifusi antar pita konduksi ataupun pita valensi
seperti pada persambungan p-n biasa. Proses yang selanjutnya terjadi ketika
panjar terus diperbesar adalah proses seperti halnya persambungan p-n biasa.
Tegangan luar yang diberikan akan menurunkan potensial barir yang
selanjutnya akan terdapat arus yang melewati piranti tersebut akibat adanya
perbedaan konsentrasi muatan pembawa.
Pada saat dioda tunneling ini diberikan panjar mundur, mekanisme
penghasilan arus yang terjadi bukan berupa mekanisme difusi seperti pada
dioda secara umum. Arus yang melewati dioda tunneling sepenuhnya akan
dihasilkan dari proses tunneling. Hal ini dikarenakan ketika panjar mundur
diberikan, potensial barir akan meninggi dan perbedaan konsentrasi elektron
antara pita valensi tipe-p dengan pita konduksi tipe-n akan terlihat jelas,
sehingga elektron-elektron dari pita valensi tipe-p akan menerobos barir untuk
mencapai pita konduksi tipe-n seperti ditunjukkan pada gambar 12f. Arus yang
dihasilkan akibat pemberian panjar pada dioda tunneling terrangkum dalam
kurva karakteristik I-V seperti yang ditunjukkan pada gambar 13.
585
Dioda resonnant tunneling, seperti namanya, merupakan piranti dioda
yang memanfaatkan prinsip resonant tunneling untuk melewatkan arus melalui
piranti tersebut. Dioda ini menggunakan sebuah sumur kuantum yang diapit
oleh dua buah barir untuk meneruskan elektron dari satu sisi ke sisi lainnya.
Berbeda dengan dioda pada umumnya, dioda resonant tunneling ini tidak
menggunakan persambungan p-n ataupun persambungan metal-semikonduktor.
Untuk menghasilkan dioda resonant tunneling ini hal yang perlu dilakukan
adalah menyambungkan dua buah bahan yang memiliki perbedaan lebar celah
antar pita (bandgap) yang cukup besar sehingga ketika dua bahan tersebut
disambungkan perbedaan pita energi yang dimiliki oleh persambungan tersebut
akan membentuk suatu barir seperti gambar 14. Hal ini dikarenakan daerah
bandgap merupakan daerah terlarang untuk keberadaan elektron sehingga
ketika sambungan tersebut terbentuk, elektron yang bergerak dari bagian
dengan lebar bandgap yang rendah tidak akan dapat memasuki daerah bandgap
yang dimiliki oleh bagian dengan lebar celah antar pita yang tinggi.
CB
CB
Level
Fermi
VB
VB
CB
CB CB
Level
Fermi
VB VB
VB
587
(a)
(b)
(c)
Gambar 32.16. Efek pemberian Panjar pada Dioda Resonant tunneling (a)
Tanpa Panjar; (b) Saat V = E 0 ; (c) Saat E 0 <V<E 1
588
I
Ipeak
Ivalley
V1 V2 V
Gambar 32.18. Rangkaian Oscillator Harmonik (a) Kasus Ideal; (b) Kasus
Nyata; (c) Pemanfaatan Piranti NDR
Keunggulan dari dioda resonant tunneling ini, tidak hanya seperti itu saja.
Peristiwa resonansi yang dialami oleh dioda resonant tunneling ini sangat
bermanfaat pula untuk aplikasi clocking dan digital logic lainnya seperti halnya
penyimpanan data. Hal ini disebabkan dengan adanya peristiwa resonansi yang
dialami oleh dioda resonant tunneling ini, daya yang dibutuhkan untuk
menjalankan piranti ini sangat kecil. Hal ini dikarenakan dengan adanya
peristiwa resonansi tersebut, untuk menjalankan piranti ini cukup dengan
memberikan tegangan yang kecil saja (sebesar nilai tingkatan energi dasar
dalam sumur kuantum) proses tunneling dapat terjadi dengan kecilnya
pengurangan energi dari elektron yang dilewatkan melalui pitanti tersebut.
Selain itu proses resonansi yang sangat singkat, baik digunakan untuk clocking
dalam mengubah informasi digital dari 0 ke 1 ataupun sebaliknya. Waktu yang
dibutuhkan dalam proses resonansi berada dalam orde pikosekon (ps) yang
berarti frekuensi yang dimiliki oleh piranti resonant tunneling untuk clocking
berada dalam orde gigahertz (GHz). Hal yang menguntungkan lainnya dari
dioda ini adalah, saat dirangkaikan ke dalam suatu rangkaian digital logic,
penggunaan dioda ini dapat mereduksi tingkat kompleksitas yang dimiliki oleh
rangkaian. Maksud dari pengurangan tingkat kompleksitas tersebut adalah
jumlah komponen yang digunakan untuk rangkaian digital logic tersebut
dengan kemampuan yang sama menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan
rangkaian tanpa dioda resonant tunneling ini. Dengan demikian piranti dioda
resonant tunneling ini, sangat potensial untuk digunakan sebagai piranti digital
logic.
590
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, saat dioda resonant
tunnelingdirangkaikan dengan rangkaian digital logic, tingkat kompleksitas
rangkaian akan terreduksi. Hal ini terkait dengan sifat NDR yang dimiliki oleh
piranti. Sifat NDR yang dimiliki oleh piranti dioda resonant tunneling ini
didasarkan pada perbandingan selisih arus puncak dan arus arus lembah yang
terbentuk dengan selisih tegangan yang membentuknya. Ketika puncak dan
lembah yang terbentuk semakin banyak, maka NDR yang dimiliki oleh piranti
tersebut menjadi lebih banyak pula. Akibatnya ketika piranti tersebut
dirangkaikan pada rangkaian digital logic, kompleksitas dari rangkaian akan
sangat terreduksi. Hal ini disebabkan banyaknya komponen pada rangkaian
yang direduksi.
Untuk menciptakan suatu piranti dioda resonant tunneling dengan
multiple peak, hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengkondisikan nilai
potensial barir pada piranti atau dengan cara membuat selisih tingkatan-
tingkatan energi pada sumur kuantum menjadi lebih kecil. Semakin tinggi
potensial barir yang dimiliki oleh piranti, maka tingkatan energi yang terdapat
dalam sumur kuantum tersebut akan semakin banyak. Akibatnya dioda resonant
tunneling tersebut akan memiliki banyak puncak (multiple peak). Potensial
yang lebih tinggi dapat dihasilkan dengan cara mengganti material yang
digunakan sebagai barir dengan material yang memiliki lebar bandgap yang
lebih besar lagi atau mengganti material untuk membuat dasar sumur kuantum
dengan material yang memiliki lebar bandgap yang lebih rendah. Hal lainnya
yang dapat dilakukan adalah dengan cara memberikan doping tipe-n pada
material pengapit barir. Hal tersebut dilakukan agar doping yang diberikan pada
material menyebabkan kondisi level fermi yang dimiliki material tersebut lebih
mendekat ke pita konduksi sehingga dapat meningkatkan barir yang terjadi.
Cara lainnya yang dapat digunakan untuk membentuk dioda resonant
tunnelingmultiple peak adalah dengan cara mengkondisikan tingkatan-tingkatan
energi agar mempunyai selisih yang lebih kecil. Dari persamaan 21 yang telah
dibahas sebelumnya, hal yang dapat divariasikan untuk merubah nilai tingkatan
energi pada sumur kuantum adalah dengan memvariasikan lebar sumurnya.
Ketika sumur tersebut diperbesar, maka nilai tingkatan-tingkatan energi pada
sumur tersebut akan mengecil. Akibatnya dengan tinggi barir yang sama,
tingkatan-tingkatan energi elektron akan lebih banyak yang nantinya akan
menghasilkan multiple peak.
591
Daftar Pustaka
Chu, C.S. and Liang H.C. 1999. Chinese Journal of Physics. Vol. 37, no. 4.
Davies, John H., et.al. 1993. Physical Review B. Vol. 47, no. 8, page 4603-4618.
Luryi, Serge. 1985. IEDM. Page 666-669.
Mazumder, Pinaki. 1998. Proceeding of The IEEE. Vol. 86, no. 4, page 664-686.
Mizuta, Hiroshi, et.al. 1988. IEEE Transaction on Electron Devices. Vol. 35, no. 11.
pp 1951-1956.
Mounaix, P. et.al. 1991. J. Physics III, page 539-549.
Neaman, Donald A. 2003. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Schemmann, M.F.C. 1989. Ph.D. Thesis Eindhoven University of Technology.
Schmidt, J.M., et.al. 1991. Physical Review B. Vol. 43, page 229-238.
Sollner, T.C.L.G., et.al. 1988. The Lincoln Laboratory Journal. Vol. 1, no. 1, page 89-
106.
Sun, Jian Ping. 1998. Proceeding of The IEEE. Vol. 86, no.4, pp 641-661.
Zhang, Wendong, et.al. 2007. Indian Journal of Pure and Applied Physics. Vol. 45, pp
294-298.
592
Bab 33
Nanokomposit Polimer
Oleh: Rahmat Firman
33.1 Nanokomposit
Penelitian material nanokomposit dilakukan berdasarkan pemikiran atau ide
sederhana, yaitu menyusun sebuah material yang terdiri atas blok-blok partikel
homogen dengan ukuran nanometer. Hasilnya sebuah material baru lahir dengan sifat-
sifat fisis yang jauh lebih baik dari material penyusunnya. Hal ini memicu
perkembangan material nanokomposit di segala bidang dengan memanfaatkan ide
yang sangat sederhana tersebut. Contohnya, tulang memiliki bangunan nanokomposit
yang bertingkat-bertingkat yang terbuat dari tablet keramik dan ikatan-ikatan organik.
Partikel-partikel nanokomposit tersebut memiliki struktur, komposisi, dan sifat yang
berbeda-beda. Oleh karena itu partikel-partikel nanokomposit memberikan fungsi
yang beragam sehingga didapatkan material multiguna dalam waktu yang sama dan
dapat digunakan pada beberapa aplikasi. Dari sinilah para ilmuwan mulai memikirkan
berbagai cara untuk mendapatkan material nanokomposit, karena material tersebut
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan material konvensional.
Penemuan material baru ini tidak langsung ditemukan atau secara mendadak
dan tanpa usaha. Sekitar tahun 1995, Profesor Veprek, memulai menerapkan sebuah
konsep rekayasa material baru di bidang material keras yang dinamakan
nanokomposit superkeras (sekitar 40-50 GPa). Konsep peningkatan sifat fisis dan
karakteristik material dengan cara membuat nanokomposit multi-fasa (yang terbuat
dari beberapa material) sebenarnya bukanlah hal yang baru. Ide ini telah dipraktikkan
sejak peradaban dimulai dan umat manusia mulai menghasillkan material-material
yang efisien dengan fungsi-fungsi tertentu. Hal ini terlihat dari banyaknya
peninggalan-peninggalan purbakala yang telah dtemukan saat ini yang sebenarnya
adalah material nanokomposit. Sebagai contoh adalah lukisan bangsa Maya,
peninggalan purbakala yang terdapat di meso-Amerika. Lukisan tersebut ternyata
terdiri dari matriks clay yang dicampur dengan molekul colorant (indigo) organik.
Selain itu, lukisan tersebut juga mengandung nanopartikel logam yang dibungkus oleh
substrat amorf silikat, dengan nanopartikel-oksida berada pada substrat.
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih
material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik
dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Umumnya material komposit
terdiri dari dua bahan penyusun. Bahan tersebut yaitu bahan pengisi (filler) dan bahan
pengikat (matriks). Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan
komposit, biasanya berupa serat atau serbuk, seperti yang sering digunakan dalam
pembuatan komposit antara lain serat e-glass, boron, karbon, dan sebagainya. Bahan
pengisi haruslah kuat untuk menerima beban yang diterima material komposit.
593
Matriks dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer atau logam.
Umumnya matriks terbuat dari bahan-bahan lunak dan liat. Epoksi, poliester, dan
vinilester adalah bahan-bahan polimer yang sejak dahulu telah dipakai sebagai bahan
matriks.
Nanokomposit adalah gabungan atau kombinasi dari satu atau lebih komponen
terpisah dan salah satu komponennya adalah material skala nanometer. Tujuan
pembuatan komposit adalah untuk menghasilkan sifat yang berbeda dari komponen-
komponen pembentuknya serta untuk menghasilkan sifat yang terbaik dari tiap
komponen suatu komposit. Dalam nanokomposit, nanopartikel seperti clay, logam,
CNT bertindak sebagai pengisi atau filler dalam sebuah matriks. Saat ini yang paling
banyak dipakai adalah polimer. Nanokomposit merupakan material yang dibuat
dengan menyisipkan nanopartikel (filler) dalam sebuah sampel material makroskopik
(matriks). Nanokomposit dihasilkan dari pencampuran dalam sejumlah fase yang
berbeda. Pencampuran ini dapat menghasilkan sifat baru yang tidak ditemui pada
masing-masing material asal. Nanokomposit memperlihatkan sifat-sifat baru yang
lebih unggul dibandingkan dengan material asal. Setelah menambahkan nanopartikel
ke dalam material matriks, nanokomposit yang dihasilkan dapat menunjukkan sifat-
sifat yang sangat berbeda dibandingkan dengan sifat material sebelumnya. Sebagai
contoh dengan menambahkan CNT pada suatu material maka konduktivitas listrik dan
konduktivitas termal material tersebut akan berubah. Penambahan nanopartikel jenis
lain dapat menghasilkan perubahan sifat optik, sifat dielektrik atau sifat mekanik,
seperti kekakuan (stiffness) dan kekuatan (strength).
Secara umum pembuatan nanokomposit dilakukan dengan mendispersi
material berdimensi nanometer ke dalam matriks. Persentase berat (mass fraction)
dari nanomaterial umumnya sangat kecil sekitar 0,5% - 5%. Beberapa penelitian
sedang dilakukan untuk mencari kombinasi terbaik matriks dan filler agar diperoleh
komposit dengan sifat yang unggul.
Konferensi Nanokomposit pada tahun 2000 telah mengungkapkan dengan
jelas keunggulan sifat-sifat nanokomposit. Sifat yang memperlihatkan peningkatan
yang signifikan diantaranya:
Sifat mekanikal, seperti kekuatan, modulus, dan stabilitas dimensional
Permeabilitas yang lebih kecil terhadap gas, air, dan hidrokarbon
Stabilitas termal
Daya tahan terhadap api dan emisi asap yang kecil
Resistansi kimia
Tampak permukaan
Konduktivitas listrik
Transparansi optik
Nanokomposit dapat dianggap sebagai struktur padat dengan dimensi berskala
nanometer yang berulang pada jarak antar-bentuk penyusun struktur yang berbeda.
Material-material dengan jenis seperti ini terdiri atas padatan inorganik yang tersusun
atas komponen organik. Selain itu, material nanokomposit dapat pula terdiri atas dua
atau lebih molekul inorganik/organik dalam beberapa bentuk kombinasi dengan
pembatas antara keduanya minimal satu molekul atau memiliki ciri berukuran nano.
Contoh nanokomposit yang ekstrim adalah media berporos, koloid, gel, dan
kopolimer.
594
Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan
peranan penting pada peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel-partikel
yang berukuran nano tersebut memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi.
Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat material tersebut. Inilah
yang menyebabkan ikatan antar partikel semakin kuat, sehingga sifat mekanik
material bertambah. Namun, penambahan partikel-partikel nano tidak selamanya akan
meningkatkan sifat mekaniknya. Ada batas tertentu dimana saat dilakukan
penambahan material nano, kekuatan material justru semakin berkurang. Namun pada
umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik,
optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya.
33.1.1 CNT
Carbon Nanotube (CNT) Ditemukan Setelah Penemuan Struktur Karbon
Murni Yang Tersusun Atas 60 Karbon Atau Dilambangkan Dengan C 60 Yang
Ditemukan Pada Tahun 1985 Oleh Richard E. Smalley, Robert F. Curl, Jr. Dan Sir
Harnold W.Kroto. Struktur C 60 Diberi Nama Buckminsterfullerene Atau Disebut Juga
Bucky Ball Karenastrukturnya Menyerupai Bangunan Berkubah Seperti Bola Yang
Dirancang Oleh Seorang Arsitek Amerika Serikat, R. Buckminster Fuller. Perbedaan
Antara Fullerence Dan Cnt Yaitu Atom-Atom Karbon Pada Fullerence Membentuk
Struktur Seperti Bola, Sedangkan CNT Berbentuk Silinder Yang Tiap Ujungnya
Ditutup Oleh Atom-Atom Karbon Yang Berbentuk Setengah Struktur Fullerence.
595
Gambar 33.2 SWCNT
( Leslie, Journal of Experimental Nanoscience 2006)
596
Carbon NanoTube (CNT) memiliki beberapa sifat diantaranya sifat listrik,
sifat mekanik, sifat thermal, sifat optik, dan sifat kimia.
1. Sifat Listrik
CNT dapat memiliki rapat muatan listrik di atas 1000 kali lebih besar daripada
logam biasa seperti perak dan tembaga. Salah satu sifat yang menarik dari CNT
ini adalah dapat diatur sifat elektronikanya sesuai yang diinginkan, mulai dari
bersifat superkonduktor, hingga insulator.
2. Sifat Mekanik
CNT memiliki massa jenis yang kecil, yaitu 1,3-1,4 g/cm3. Ikatan kimia dari
seluruh CNT terdiri dari ikatan sp2, sama seperti grapene. Struktur ikatan ini
lebih kuat daripada ikatan sp3 pada intan. Oleh karena ikatannya yang sangat
kuat, CNT memiliki modulus elastik yang sangat besar dibandingkan material
lain yang pernah ada. Dengan sifat tersebut, CNT diharapkan dapat digunakan
untuk fiber yang kuat. Meskipun CNT memiliki daya regang yang besar, CNT
juga dapat mengalami deformasi plastik (deformasi permanen). Deformasi mulai
terjadi pada tegangan kira-kira 5% dan dapat patah jika strain terus diperbesar.
3. Sifat Termal
CNT merupakan konduktor panas yang baik dibandingkan material yang pernah
dikenal. SWNT yang sangat kecil (ultra small) memperlihatkan sifat
superkonduktor pada suhu di bawah 20 K. Semua jenis CNT merupakan
konduktor panas yang baik sepanjang tubenya. Sifat konduktivitas yang tinggi
disebabkan fenomena konduksi balistik (balistic conduction) sepanjang tabung.
Diperkirakan bahwa CNT dapat mentransmisi daya lebih besar dari 6000 WK/m
pada temperatur ruang. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai yang
dimiliki tembaga yang kita ketahui sebagai konduktor panas yang baik, dimana
transmisi dayanya 385 WK/m. Diperkirakan CNT stabil pada suhu lebih besar
dari 2.800oC di dalam vakum dan sekitar 750oC di udara.
4. Sifat Optik
Menurut prediksi teoritik, sifat optik CNT makin hilang jika ukurannya
bertambah. Karena keunikan sifat optiknya yang dipengaruhi ukuran, CNT dapat
digunakan pada berbagai piranti optik. Banyak sifat fisis lain dari CNT yang juga
bergantung pada ukurannya. Sebagai contoh, lebar celah pita energi (band gap)
CNT dipengaruhi oleh diameternya. Makin kecil diameter, makin besar celah pita
energi. Di bawah ini contoh hasil pengukuran lebar celah pita energi CNT yang
bergantung pada diameter.
597
Gambar 33.4 Jari-jari nanotube (nm)
5. Sifat Kimia
Sifat reaktivitas kimia dari CNT menyerupai lembaran grapene. Sifat kimia dari
lembaran grapene berpengaruh pada pembentukan (pengulungan) CNT. Diameter
CNT yang semakin kecil akan memiliki sifat reaktif yang semakin besar, luas
permukaan spesifiknya (luas permukaan/massa) makin besar. Modifikasi ikatan
kovalen pada CNT dapat pula dilakukan. Salah satu caranya adalah mendispersi
CNT pada pelarut yang sesuai. Namun, modifikasi sifat kimia CNT sulit untuk
dilakukan jika sampel dasar nanotube belum cukup murni.
Pada semua jenis material, cacat dapat mempengaruhi sifat suatu material.
Cacat dapat terjadi dalam bentuk kekosongan atom (vacancy). Nilai cacat yang tinggi
dapat menurunkan daya regang CNT sampai 85%. Bentuk lain cacat dapat terjadi
pada CNT adalah adanya atom asing (Sone Wales Defect), yang membentuk struktur
pentagon dan heptagon dari pengaturan kembali ikatan. Karena struktur CNT yang
sangat kecil, daya regang dari tube bergantung pada segmen yang lemah pada cara
penyusunan yang sama. Cacat pada suatu daerah mengurangi kekuatan dari ikatan
yang lain. Sifat listrik juga dipengaruhi oleh cacat dalam bentuk pengurangan
konduktivitas. Suatu cacat pada CNT konduktor dapat menyebabkan daerah sekitar
berubah sifat menjadi semikonduktor. Cacat juga berpengaruh pada sifat termal CNT
dalm bentuk pengurangan konduktivitas termalnya.
598
33.2 Polimer
Energi
panas
katalis
Monomer Polimer
Polimer berasal dari bahasa Yunani, poly dan mer (meros). Poly berarti
banyak, sedangkan mer (meros) berarti ikatan. Istilah polimer ini digunakan untuk
menggambarkan bentuk molekul berantai panjang yang terdiri atas unit-unit terkecil
yang berulang (mer) sebagai blok penyusunnya. Molekul-molekul tunggal penyusun
polimer dikenal dengan istilah monomer. Sebagai contoh, polimer polipropilena
adalah salah satu jenis bahan polimer dengan rantai linier sangat panjang yang
tersusun atas unit-unit terkecil (mer) yang berulang-ulang berasal dari monomer
molekul propilen.
Menurut asalnya, polimer dibedakan menjadi dua, yaitu polimer alam dan
polimer buatan. Contoh polimer alam seperti selulosa, karbohidrat, dan DNA,
sedangkan polimer buatan contohnya adalah ban kendaraan yang pertama diproduksi
oleh Charles Goodyear dari Amerika Serikat pada tahun 1839. Setelah itu berbagai
modifikasi polimer pun mulai berkembang seperti pada tahun 1846 yaitu adanya
modifikasi selulosa dengan asam nitrat oleh Cristian Frederick Schonbein, tahun 1907
ditemukannya Bakelite oleh Leo Baekeland, tahun 1930 di Jerman ditemukan
Polystirena atau Polyfenol ethena dan pada tahun 1936 ditemukan Polyethylene di
laboratorium ICI di Winnington, Chesire. Hingga saat ini banyak produk industri
yang begitu beragam berasal dari proses pabrikasi polimer. Hal ini didukung adanya
karakteristik polimer seperti: polimer yang memiliki densitas rendah sehingga dapat
menghasilkan suatu produk yang ringan, kemudian polimer mudah diolah untuk
berbagai macam produk pada suhu rendah dengan biaya murah, ketahanan korosi
yang tinggi, bersifat osilator yang baik terhadap panas dan listrik, serta bersifat elastis
dan plastis. Polimer yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya
adalah polyethylene (PE) yang banyak digunakan dalam perabotan rumah tangga dan
mainan anak-anak, polyvinylchloride (PVC) pada kemasan pasta gigi dan pipa, phenol
formaldehyde atau Bakelite yang digunakan dalam alat listrik dan polyisoprene
sebagai bahan baku pembuatan karet.
599
Polimer dapat diklasifikasikan berdasarkan strukturnya dan berdasarkan sifat
thermalnya, yaitu:
a. Polimer linear yaitu polimer yang tersusun dengan unit ulang berkaitan satu
sama lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. Biasanya terdapat
dalam polimer termoplastik contohnya polyethylene (PE).
600
b. Polimer bercabang merupakan polimer yang terbentuk jika beberapa unit
ulang membentuk cabang pada rantai utama. Struktur polimer bercabang
biasanya terdapat dalam polimer termoplastik
601
d. Polimer berjejaring (network) merupakan polimer yang apabila rantainya
bersambungan secara silang ke berbagai arah maka akan terbentuk sambung
silang tiga dimensi yang sering disebut dengan polimer jaringan. Hal ini yang
menyebabkan struktur rantainya menjadi sangat rigid, contohnya ikatan yang
terjadi pada termoset.
33.2.1 Termoplastik
Termoplastik merupakan material padatan yang akan berubah menjadi cairan
kental ketika dipanaskan. Hal ini disebabkan karena polimer-polimer tersebut tidak
berikatan silang, biasanya bisa larut dalam beberapa pelarut. Karakteristik ini
menyebabkan termoplastik mudah dan ekonomis dalam proses pabrikasi menjadi
beragam bentuk. Termoplastik, sifatnya mirip logam, meleleh jika dipanaskan dan
mengeras jika didinginkan. Proses pengerasan dan pelelehan ini bisa berulang-ulang
bergantung kebutuhan kita. Contoh dari termoplastik adalah sebagai berikut.
1. Polyethylene (PE)
2. Polyvinilchloride (PVC)
602
Gambar 33.12 Monomer Polyninilchloride (PVC)
3. Polystyrene
CH2 = CH ─CH2CH─
Selain dari contoh termoplastik di atas, terdapat pula nilon, polipropilen (PP),
dan ABS. Di bawah ini akan dijelaskan lebih luas mengenai polietilen (PE) dan
polipropilen.
603
4. LDPE (Low Density Polyethylene)
LDPE dicirikan dengan densitas 0,910-0,940 g/cm3. LDPE memiliki kekuatan
antar molekul yang rendah, sehingga mengakibatkan LDPE memiliki kekuatan
tensil yang rendah.
7. PEX (Polyethylene-X)
PEX adalah polietilena dengan kepadatan menengah hingga tinggi yang memiliki
sambungan cross-link pada struktur polimernya.
1. Tahan terhadap efek asam lemah, tetapi tidak tahan terhadap asam kuat.
2. Tahan terhadap basa lemah maupun basa kuat.
3. Tahan terhadap efek pelarut organik.
4. Laju pemanasannya sangat lambat.
5. Bersifat non-polar.
604
Salah satu aplikasi dari polipropilen adalah sebagai karung plastik. Bahan baku
polipropilen didapat dengan menguraikan petroleum (naftan). Molekul rantai
polipropilen akan memberikan sifat termoplastik seiring dengan kenaikan temperatur,
serta dapat mencair dan mengalir.
Sifat mekanik pada propilen dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan
cara mencampurkan serat gelas. Pemuaian termal juga dapat diperbaiki setingkat resin
termoset. Sedangkan dilihat dari Sifat listriknya mempunyai frekuensi yang tinggi,
sehingga banyak digunakan sebagai bahan isolasi untuk radar, televisi, dan berbagai
alat komunikasi.
33.2.2 Termoset
Termoset tidak akan berubah bentuk ketika dipanaskan pada suhu tertentu,
polimer-polimer ini tidak bisa dibentuk dan tidak dapat larut karena adanya ikatan
silang. Termoset dibentuk melalui reaksi kimia secara in situ, dimana resin dan
hardener atau resin dengan katalis dicampur dalam satu tempat kemudian terjadilah
proses pengerasan (polimerisasi). Apabila terjadi pengerasan, termoset tidak bisa
mencair lagi sekalipun dilakukan pemanasan.
605
Di pasaran, terdapat tiga jenis resin yang banyak digunakan, yaitu polyester,
vinil ester, dan epoksi. Contoh dari termoset diantaranya adalah fenol-formaldehida
(PF) atau bakelite yang biasa digunakan pada alat listrik dan elektronik.
606
Epoksi terbentuk dari reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol propana
(bisfenol A) dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
607
33.2.3 Elastomer
Elastomer merupakan material yang mampu memanjang secara elastis ketika
dikenakan gaya eksternal, contoh dari elastomer adalah karet. Karet memiliki perilaku
yang khas yaitu memiliki daerah elastis yang sangat besar. Perilaku tersebut ada
kaitannya dengan struktur molekul karet yang memiliki ikatan silang (cross link) antar
rantai molekul. Ikatan silang ini berfungsi sebagai pengingat bentuk (shape memory)
sehingga karet dapat kembali ke bentuk dan dimensi semula pada saat mengalami
deformasi yang besar.
CH3 CH3
Secara matematis, berat molekul primer (w) diartikan sebagai jumlah dari berat
spesies molekulnya.
∞ ∞
dengan N dan M masing-masing menunjukkan jumlah mol dan berat molekul dari
� 𝑛𝑛, adalah berat sampel per mol:
setiap spesies i. Berat molekul rata-rata jumlah, 𝑀𝑀
𝑤𝑤 ∑∞
𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖 𝑁𝑁𝑖𝑖
� 𝑛𝑛 =
𝑀𝑀 = (2)
∑∞
𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖 ∑∞ 𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖
608
Disisi lain, hamburan cahaya dan ultrasentrifugasi merupakan metode untuk
menetapkan berat molekul yang didasarkan pada massa dan polarisabilitas spesies
polimer yang hadir. Polimer dengan massa yang lebih besar, kontribusinya ke
pengukuran menjadi lebih besar. Berbeda dengan berat molekul rata-rata jumlah
(yang merupakan jumlah fraksi mol masing-masing spesies dikalikan berat
molekulnya), metode-metode ini menjumlahkan fraksi berat masing-masing spesies
dikalikan berat molekulnya.
Dengan demikian nilai yang diperoleh disebut berat molekul rata-rata berat,
�
𝑀𝑀 𝑛𝑛, dan secara matematis dituliskan sebagai berikut.
∑∞
𝑖𝑖=1 𝑤𝑤𝑖𝑖 𝑀𝑀𝑖𝑖 ∑∞ 2
𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖 𝑀𝑀𝑖𝑖
� 𝑛𝑛 =
𝑀𝑀 = ∞ (3)
∑∞ 𝑖𝑖=1 𝑤𝑤𝑖𝑖 ∑𝑖𝑖=1 𝑁𝑁𝑖𝑖 𝑀𝑀𝑖𝑖
609
polimer termoplastik. Pada saat proses pencampuran berlangsung bahan pengisi
(filler) akan dicampurkan dengan lelehan matriks, jadi sebelumnya matriks yang
berupa padatan tersebut telah mendapatkan perlakuan terlebih dahulu yaitu dengan
dilelehkan pada temperatur tertentu.
c. In situ polymerization merupakan metode fabrikasi yang paling efisien untuk
peningkatan kekuatan secara signifikan. Pada umumnya, bahan pengisi (filler)
tersebut bisa ditambahkan ke dalam matriks melalui proses polimerisasi di bawah
temperatur tertentu, karena proses pencampuran ini merupakan metode
pencampuran dimana salah satu bahannya masih berupa monomer.
Gambar 33.19 Pada Unsur-unsur yang menyusun PE dan CNT, terbentuk ikatan kuat yang
disebabkan perbedaan keelektronegatifan antar unsur penyusunnya yang
memiliki rentang cukup besar sehingga jarak ikatan unsur semakin dekat.
(Yeyen, Skripsi 2010)
610
Carbon NanoTube (CNT) yang terdispersi ke dalam matriks polimer
polyethylene (PE) akan menghasilkan sifat-sifat mekanik yang bagus.
Permukaan nanopartikel yang sangat besar berinteraksi dengan rantai polimer,
sehingga mereduksi mobilitas rantai polimer yang berimplikasi pada
peningkatan kekuatan mekanik nanokomposit tersebut, jauh di atas kekuatan
polimer itu sendiri. Hasil yang dicapai adalah material yang ringan dengan
kekuatan tinggi. Gambar di bawah ini adalah ilustrasi bagaimana peranan CNT
dalam meningkatkan kekuatan polimer polyethylene (PE).
611
33.4 Pengujian dan Karakterisasi
Penguian bahan dimaksudkan untuk mengetahui kinerja atau mutu suatu
bahan. Pengujian juga dapat dilakukan untuk mengetahui kinerja atau mutu
suatu produk yang berupa barang, alat atau komponen.
Karakterisasi dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat fisis dan kimia
dari bahan baik secara makro maupun secara mikro (molekular) misalnya sifat
termal, struktur kristal, distribusi berat molekul dan sebagainya.
Dewasa ini pemakaian bahan berbasis polimer semakin banyak menjadi
pilihan karena keunggulan dalam berbagai hal yaitu, ringan, relatif mudah
dibentuk, cukup kuat, dan harganya relatif murah. Di Indonesia industri
manufaktur berbasis polimer semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan
industri bahan polimer. Berkaitan dengan pertumbuhan industri tersebut,
pengujian dan karakterisasi produk merupakan kebutuhan mutlak, untuk
meningkatkan daya saing produk, baik untuk produk-produk industri
manufaktur maupun industri bahan polimer.
Beberapa alat-alat uji dan karakterisasi diantaranya, Scanning Electron
Microscope (SEM), Nuclear Magnetic Resonance (NMR), X-ray Diffraction,
Fourier Transform Infra Red (FTIR), Tensile Tester, Gel Permiation
Chromatography, Viscoelastometer, Weathering Tester, Laboplastomill Mixer
Extruder, Capilograph, Thermal Analyser (DSC, TG/DTA, TMA), Creep
Tester, Peeling Tester, Abrasion Tester, dan Hardness Rockwell.
612
6. Gel Permiation Chromatography Distribusi berat molekul dan
(GPC) berat moekul rata-rata
�n , M
M � w, M
� z dan M
�v
7. Gas Chromatography Analisa bahan yang mudah
menguap, analisa kualitatif, dan
analisa kuantitatif.
8. Rheolograph Solid (Viscoelastometer) Analisa konstanta elastik,
dielektrik, dan piezoelektrik
sebagai fungsi waktu dan
frekuensi.
9. Thermal Analyser (DSC, TG/DTA, T g , T m, T d , ∆H, kompatibilitas
TMA) yang terdiri dari DSC 200, bahan campuran, kapasitas
TMA 100 dengan daerah operasi suhu panas, kristalinitas derajat, dan
dari 150oC sampai dengan 500oC, dan sifat termo-mekanik, misalnya
TG/DTA 200 dengan daerah operasi termo ekspansi, suhu transisi,
suhu dari suhu kamar sampai dengan modulus elastisitas, dan suhu
500oC pelunakan pada beban tetap.
10. Creep Tester, dengan suhu operasi Perubahan panjang dengan
maksimum 250oC dan pertambahan beban tetap sebagai fungsi
panjang maksimum 50 mm waktu.
11. Weatherometer Mengukur ketahanan bahan
terhadap cuaca
12. Capirograph Mengukur parameter fisis yang
penting dan pemrosesan bahan
polimer di industri. Viskositas
lelehan, elastisitas lelehan,
kekuatan tarik lelehan.
13. Abrasion Tester Mengukur ketahanan bahan
terhadap kikisan.
14. Hardness Tester Menguji kekerasan bahan
plastik, baja, dan kayu paduan.
15. Perangkat Gelas Laboratorium Kimia Analisis kimia.
16. Densitas Meter Mengukur densitas.
17. Viscosimeter Mengukur viskositas cairan.
18. Gloss meter Perubahan kilap dan perubahan
warna karena cuaca.
613
33.4.1 Sifat Mekanik
Sifat utama yang menjadi pertimbanagan pemilihan bahan yang berdimensi
besar seperti jembatan atau bangunan adalah kekuatan (strength) sedangkan sifat
mekanis lainnya yang menjadi pertimbangan adalah elastisitas (elasticity), keuletan
(ductile), kekerasan (hardness), ketangguhan (toughness). Sifat-sifat tersebut di atas
berhubungan dengan kekuatan bahan untuk menahan gaya mekanik. Untuk
menghitung sifat-sifat tersebut, biasanya besaran-besaran berikut ini harus diukur
terlebih dahulu.
1. Stress (σ): didefinisikan gaya persatuan luas, satuan yang biasa dipakai adalah
MPa.
2. Strain (ε): merupakan deformasi atau perubahan panjang dari material.
3. Elastik: strain (ε) yang terjadi bila dikenai stress (σ) dan bisa kembali ke kondisi
semula ketika gaya dihilangkan.
Sifat mekanik sangat penting dalam suatu bahan untuk dijadikan sebuah
produk, karena fungsi dan kinerja produk tergantung pada daya tahan terhadap
tekanan saat dipakai.
Sifat mekanik bahan adalah hubungan antara respon atau deformasi bahan
terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik berkaitan dengan kekuatan, kekerasan,
614
keuletan, dam kekakuan. Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, maka harus
dilakukan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba yang biasa
dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi (torsion
test), dan uji geser (shear test).
Uji Tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk
mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, bahan uji
ditarik sampai putus. Uji Tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar.
Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di
seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM dan Jepang dengan JIS. Dengan
menarik suatu bahan maka akan mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi
terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material tersebut bertambah
panjang. Alat uji tarik yang digunakan, memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan
kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Banyak hal yang dapat dipelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik
suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa
kurva yang digambarkan di bawah ini. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya
tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang
memakai bahan tersebut.
615
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan
tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile
Strength” disingkat dengan UTS, yang artinya tegangan tarik maksimum.
Gambar 33.23 Bentuk spesimen yang akan diuji tarik dengan ukuran standar
yang telah ditentukan
(Anonim)
Hukum Hooke menyatakan bahwa hubungan antara beban atau gaya yang
diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Hal ini disebut
daerah linier atau linear zone. Di daerah ini kurva pertambahan panjang vs beban,
mengikuti aturan hukum hooke, yakni, “rasio tegangan (stress) dan regangan (strain)
adalah konstan”.
Stress (tegangan) adalah gaya persatuan luas. Secara matematis, dapat
dituliskan sebagai berikut.
𝐹𝐹
𝜎𝜎 = (4)
𝐴𝐴
616
Sedangkan regangan (strain) adalah rasio pertambahan panjang dan panjang
mula-mula. Persamaan matematis dituliskan sebagai berikut.
∆𝑙𝑙 (5)
𝜀𝜀 =
𝑙𝑙
617
Rasio antara tegangan dan reganagan didefinisikan sebagai konstanta elastis
atau modulus elastis dari benda/bahan. Karena unit regangan ε merupakan bilangan
tanpa dimensi (rasio dua satuan panjang), maka E mempunyai satuan yang sama
dengan tegangan yaitu N/m2. Untuk banyak bahan-bahan teknik, modulus elastisitas
dalam tekanan mendekati sama dengan modulus elastisitas dalam tarikan.
Salah satu pengujian yang dapat dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik
nanokomposit polimer adalah dengan pengujian tarik. Sebelum dilakukan uji tarik
biasanya dilakukan pembuatan spesimen yang mengacu standar uji ASTM.
Gambar 33.25 Alat Uji Tarik Universal Testing Machine (UTM) UCT-5)
618
33.2.2.1 Scanning Electron Microscope (SEM)
Dari hasil pengujian tarik dapat diketahui data kekuatan tarik suatu bahan.
Selain itu, dilakukan juga uji karakterisasi menggunakan SEM (Scanning Eclectron
Microscope) untuk mengetahui morfologi patahan nanokomposit polimer setelah
dilakukan pengujian tarik.
619
Gambar 33.27 Contoh hasil SEM patahan nanokomposit polimer CNT/PE
(Yeyen, Skripsi 2010)
620
DAFTAR PUSTAKA
Callister, D. William. 1996. Material Science and Enginering an Introduction. Sixth Edition.
John Wiley & sons
Diharjo, Kuncoro. (2006). Kajian Pengaruh Teknik Pembuatan Lubang Terhadap Kekuatan
Tarik Komposit Hibrid Serat Gelas Dan Serat Karung Plastik. Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik: Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
Firman, Rahmat. (2010). Studi Komposit Epoksi Berpenguat Serat Jute. Skripsi. Program
Studi Fisika: Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Herlan, dkk. Pengolahan Limbah Pendukung Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif. Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif.
J-H. Du, J. Bai, H-M. Cheng. (2007). The Present Status and Key Problems of Carbon
Nanotube Based Polymer Composites. eXPRESS Polymer Letters Vol. 1, No. 5.
Pasaribu, Nuraida. (2004). Berbagai Ragam Pemanfaatan Polimer. Digitized USU Digital
Library: Sumatra.
Surdia, Prof. Dr. N. M. (1992). Sifat Fisika Kimia Bahan Polimer. Bandung: Jurusan Kimia
ITB.
621
Subowo, Wiwik S. (1996). Uji dan Karakterisasi Bahan Polimer. Prosiding Pemaparan Hasil
Litbang Ilmu Pengetahuan Teknik. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Fisika Terapan-LIPI.
Van Vlack, L.H. dan Sriati Djaprie. (1986). Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan
Bukan Logam). Erlangga: Jakarta.
Wati, dkk. Pemadatan Resin Penukar Ion Bekas Yang Mengandung Limbah Cair
Transuranium Simulasi Dengan Epoksi. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif:
BATAN
Yeyen. (2010). Pengaruh Penambahan Variasi Persentasi Berat CNT dan Perlakuan Strain
Hardening terhadap Sifat Mekanik Nanokomposit Polimer CNT/PE yang Dibuat
Dengan Menggunakan Metode Melt-Blending, Skripsi. Program Studi Fisika:
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
622
Ban 34
Efek Ukuran Pada Sifat Kimia
Nano
Oleh: Ratna Dewi Syarifah
Reaksi kimia adalah suatu reaksi antar senyawa kimia atau unsur kimia yang
melibatkan struktur dari molekul, yang umumnya berkaitan dengan pembentukan dan
pemutusan ikatan kimia. Reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Meledaknya petasan, adalah contoh reaksi yang berlangsung dalam waktu singkat. Proses
perkaratan besi, pematangan buah di pohon, dan fosilisasi sisa organisme merupakan
peristiwaperistiwa kimia yang berlangsung sangat lambat.
(a) (b)
Gambar 34.1. (a)Perkaratan besi merupakan contoh reaksi lambat, (b) ledakan
merupakan contoh reaksi cepat
Reaksi kimia selalu berkaitan dengan perubahan dari suatu pereaksi (reaktan) menjadi
hasil reaksi (produk).
623
Konsentrasi Produk
Pereaksi
Waktu (t)
Tingkat reaksi (orde reaksi) tidak sama dengan koefisien reaksi. Orde reaksi hanya
dapat ditentukan melalui percobaan. Tingkat reaksi total adalah jumlah tingkat reaksi untuk
setiap pereaksi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi, diantaranya adalah luas
permukaan sentuh, katalis, suhu, dan konsentrasi.
624
direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin
cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu,
maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.
2. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa
mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam
reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi
berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat
perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan
dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan
untuk berlangsungnya reaksi.
3. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu
rekasi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak,
sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar.
Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi
semakin kecil.
4. Konsentrasi
Konsentrasi memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab semakin
besarkonsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak, sehingga
menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil konsentrasi
pereaksi, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi
pun semakin kecil.
5. Tekanan
Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari pereaksi seperti
itu juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan
memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.
Dari lima faktor yang mempengaruhi laju reaksi, kami akan membahas 2 faktor yaitu
luas permukaan sentuh dan katalis. Katalis yang akan dibahas adalah mengenai nanokatalis
dan fotokatalis.
625
a
Pada gambar 1 diatas, gambar lingkaran besar dimisalkan sebuah partikel dengan jari-
jari R. Maka luas permukaan partikel tersebut adalah 𝑆𝑆𝑜𝑜 = 4𝜋𝜋𝑅𝑅2 . sedangkan
lingkaran kecil dimisalkan suatu atom yang berada pada permukaan partikel dengan
jari-jari a. Maka luas permukaan atom tersebut adalah 𝑠𝑠 = 𝜋𝜋𝑎𝑎2 .
Dari pernyataan diatas maka dapat dihitung jumlah atom yang menenpati permukaan
partikel adalah
𝑆𝑆𝑜𝑜 4𝑅𝑅 2
𝑁𝑁𝑠𝑠 = 𝑆𝑆 = 𝑎𝑎 2 pers. (2)
Kita juga dapat menghitung berapa jumlah atom yang menempati suatu partikel
4
berjari-jari R. Volume partikel pada gambar diatas adalah 𝑉𝑉𝑜𝑜 = 3 𝜋𝜋𝑅𝑅3 . Dan volume
4
satu atom adalah 𝑣𝑣𝑜𝑜 = 𝜋𝜋𝑎𝑎3 . Dengan demikian jumlah atom yang menempati partikel
3
tersebut adalah
𝑉𝑉𝑜𝑜 𝑅𝑅 3
𝑁𝑁 = 𝑣𝑣 = 𝑎𝑎 3 pers. (3)
𝑜𝑜
Dari persamaan (2) dan persamaan (3) di atas makan dapat kita hitung fraksi atom
yang menempati permukaan partikel, yaitu:
𝑁𝑁𝑠𝑠 4𝑎𝑎
= pers. (4)
𝑁𝑁 𝑅𝑅
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran partikel maka
akan semakin besar fraksi atom yang menempati permukaan partikel. Hal ini
menyebabkan semakin kecil ukuran partikel maka semakin reaktif tersebut terhadap
reaksi kimia.
626
34.2 Katalis
Katalis adalah suatu zat kimia yang mampu mempercepat proses terjadinya
reaksi tanpa ikut bereaksi. Ada beberapa devisi lain dari katalis yaitu:
1. Katalis mempercepat reaksi yang menurut termodinamika dapat berlangsung
2. Katalis mempercepat reaksi mencapai kesetimbangan, tetapi tidak mengubah
kesetimbangan
3. Untuk reaksi parallel, katalis tertentu hanya mempercepat satu reaksi saja
2. Support (penyangga)
Komponen penyangga merupakan komponen terbesar dalam katalis (~80%).
Komponen ini berfungsi sebagai penyedia luas permukaan besar bagi komponen
aktif. Fungsinya sebagai bahan penebaran fasa aktif, bertujuan memperluas
permukaan kontak antara fasa aktif dan reaktan, tanpa mengurangi aktivitas
intrinsik fasa aktif.
Pemakaian komponen support diawali dengan gagasan untuk meningkatkan
efektifitas komponen aktif, karena material fasa aktif umumnya mahal. Walaupun
tidak selalu, umumnya support dipilih dari jenis berpori, sehingga dalam
pemilihan support, ukuran dan distribusi pori harus dipertimbangkan untuk
dimanfaatkan. Beberapa padatan memiliki pori berukuran molekul dan seragam,
misalnya zeolit. Sifat tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
selektivitas katalis, karena dapat berfungsi sebagai saringan molekul reaktan dan
produk.
3. Promotor
627
Komponen promotor ditambahkan pada katalis dengan maksud meningkatkan
kinerja katalis (aktivitas, selektivitas, dan stabilitas). Promotor umumnya tidak
aktif, tetapi jika ditambahkan pada katalis dapat memperbaiki kinerja katalis (ada
interaksi antara promotor dengan komponen lain dalam katalis).
𝐸𝐸𝐸𝐸
𝑟𝑟 = 𝑍𝑍𝐶𝐶𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 �− 𝑅𝑅𝑅𝑅 � 𝑓𝑓0 pers. (5)
628
𝐸𝐸𝐸𝐸
𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 �− � = fraksi (tumbukan) dengan energi ≥ Ea
𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑓𝑓0 = fraksi (tumbukan) dengan orientasi yang tepat
Entalpi reaksi merupakan kalor yang dibebaskan atau diserap oleh reaksi. Jika
reaksi tersebut menghasilkan kalor (∆H bernilai negatif) maka reaksi dikatakan
eksoterm. Sedangkan jika reaksi tersebut membutuhkan kalor (∆H bernilai positif)
maka reaksi dikatakan endoterm. Hubungan antara entalpi suatu reaksi terhadap
temperatur dituliskan dengan persamaan van’t Hoff:
629
34.3 Nanokatalis
Nanokatalis dikembangkan sebagai pengganti katalis dalam mempercepat
reaksi kimia karena keunggulannya mengkatalisis suatu reaksi yang lebih cepat dari
katalis. Nanokatalis adalah katalis yang berukuran 1-100 nm. Berkurangnya dimensi
katalis menjadi ukuran nano tentu akan meningkatkan luas permukaan katalis dan
konsekuensinya meningkatkan aktivitas katalis dalam reaksi tertentu.
Ada 2 cara pembuatan nanokatalis yaitu cara top-down dan bottom-up.
1. Top-down
Cara pembuatan katalis dengan cara top-down adalah pembuatan katalis
berukuran nano dari bahan berukuran besar lalu diperkecil dengan cara mekanik
(size reduction).
2. Bottom-up
Cara pembuatan katalis yang kedua adalah bottom-up. Cara bottom-up
yaitu cara pembuatan katalis berukuran nano dari reaksi kimia dan kristalisasi atau
proses atau proses presipitasi yang umumnya dipengaruhi oleh kondisi pH.
Ada tiga jenis metode bottom-up yaitu metode simple heating, metode
penumbuhan dalam zeolit, dan metode penumbuhan dalam silika. Tiga cara ini
telah digunakan dalam penelitian Herlinah 2010, yang berjudul nanokatalis
CuO/ZnO/Al 2 O 3 untuk mengubah metanol menjadi gas hidrogen untuk bahan
bakar kendaraan fuel cell.
Nanokatalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 adalah suatu katalis yang digunakan untuk
mengubah methanol menjadi hydrogen melalui methanol reforming. Pada
mulanya katalis ini dibuat dengan menggunakan Kristal Cu(NO 3 ) 2 .3H2 O;
Zn(NO 3 ) 2 .4H2 O; Al(NO 3 ) 2 .9H 2 O dengan perbandingan komposisi tertentu.
Katalis ini memiliki ukuran yang kecil dan temperature proses yang rendah.
Dalam penelitian yang dilakukan Liherninah, dia membahas tentang
sintesis nanokatalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 dengan menggunakan metode simple
heating, penumbuhan dalam zeolit, dan penumbuhan dalam silika. Disini herlinah
ingin mendapatkan bahwa dengan temperature pemanasan dan waktu pemanasan
yang rendah diharapkan dapat menghasilkan katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 dengan
ukuran butir yang kecil.
630
Kemudian untuk mendekomposisi polimer, seluruh larutan tersebut dipanaskan
hingga suhu tertentu. Setelah polimer dihilangkan, maka nanopartikel yang saling
terpisahkan akan terbentuk. Flowchart (diagram alir) sintesis katalis dengan metode
simple heating dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Cu(NO3)2.6H2O + H2O
Zn(NO3)2.6H2O + H2O Polietilen glikol
Al(NO3)2.6H2O + H2O Mn = 20.000
Pengadukan dan
pemanasan pada
100oC
Pembakaran pada
suhu > 500oC
Nanopartikel
Setelah membuat lima sampel dengan metode simple heating, gambar dibawah
ini adalah hasil pembuatan nanokatalis dengan metode simple heating. Yang
631
selanjutnya sampel-sampel ini akan dikarakterisasi untuk mengetahui ukuran dari
nanokatalis yang telah dibuat.
632
Flowchart (diagram alir) sintesis katalis dengan metode penumbuhan dalam
zeolit dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Cu(NO3)2.6H2O + H2O
Zn(NO3)2.6H2O + H2O Zeolit kasar
Al(NO3)2.6H2O + H2O
Perendaman selama
24 jam
Pembakaran pada
suhu > 500oC
Nanopartikel
Gambar 34.7. Flowchart sintesis katalis dengan metode penumbuhan dalam zeolit
(Liherlinah, 2009)
633
Gambar dibawah ini adalah hasil pembuatan nanokatalis dengan metode
penumbuhan dalam zeolit.
Pengadukan dan
pemanasan pada
100oC
Pembakaran pada
suhu > 500oC
Nanopartikel
634
Gambar 34.9. Flowchart sintesis katalis dengan metode penumbuhan dalam silika
635
Hasil SEM sampel 1, 450oC dan 30 menit Hasil SEM sampel 2, 450oC dan 60 menit
Hasil SEM sampel 3, 450oC dan 60 menit Hasil SEM sampel 4, 600oC dan 30 menit
636
Hasil SEM sampel 5, 600oC dan 60 menit Hasil SEM sampel 6, 600oC dan 30 menit
Gambar 34.11. Hasil SEM semua sampel (Liherlinah, 2009)
Pada gambar dibawah ini ditunjukkan hasil fitting lognormal dari masing-masing
sampel.
637
Gambar 34.12. Hasil fitting log normal masing-masing sampel katalis (Liherlinah,
2009)
Dari tabel dapat dilihat bahwa ukuran partikel semakin kecil dengan
meningkatnya temperatur pemanasan. Sampel dengan durasi waktu 60 menit,
menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur semakin besar ukuran kristallitas.
Dengan ukuran kristallites yang besar, luas permukaan semakin besar, sehingga
selektivitas semakin tinggi. Dengan tingginya selektivitas maka kinerja katalis
semakin tinggi.
Hasil SEM yang dilakukan Herlinah menunjukkan bahwa semakin tinggi
temperatur pembuatanndan semakin lama waktu pemanasan maka semakin kecil
ukuran partikel.
34.4 Fotokatalisis
Katalis yang bekerja di bawah pengaruh cahaya disebut fotokatalis.
Fotokatalis pertama ditemukan pada tahun 1972 oleh A. Fujishima dan K.
Honda. Fotokatalisis merupakan reaksi kimia yang melibatkan foton sebagai
sumber energi dan katalis padat. Dimana secara umum dalam purifikasi
(penjernihan) ini melibatkan pasangan elektron (e-) dan hole (h+).
638
matahari
O2 -
sumber foton
e
TiO
2 polutan
organik +
h+
H2 O CO2
OH*
H2 O
639
sangat tinggi dalam memecahkan senyawa organik. Kondisi ini menyebabkan
fotokatalis dapat membunuh sel-sel bakteria dan mendekomposisi sel bakteria yang
diakibatkan oleh pencemar organik tersebut.
Salah satu contoh katalis yang sering digunakan pada proses fotokatalis adalah
Titanium oksida. Hal ini disebabkan karena pita valensi dari titanium dioksida terdiri
atas orbit 2p dari oksigen, disamping itu pita konduksi berada pada orbit 3d dari
titanium (Ti). Dalam semikonduktor yang memiliki lebar pita celah yang besar,
elektron yang berada pada pita valensi tidak dapat melompat menuju pita konduksi.
Jika terdapat energi eksternal pada system tersebut, elektron yang berada pada pita
valensi dapat melompat menuju pita konduksi yang selanjutnya dinamakan proses
eksitasi. Dan tercipta sejumlah hole (hole tertinggal dari sejumlah elektron yang
pindah menuju pita konduksi) yang jumlahnya setara dengan elektron yang
tereksitasi. Proses ini ekuivalen dengan pergerakan elektron dari kondisi terikat
(bonding orbital) menuju kondisi bebas (antibonding orbital). Pada umumnya,
keadaan fotoeksitasi (eksitasi yang disebabkan oleh adanya intervensi cahaya) sangat
tidak stabil. Lain halnya dengan bahan semikonduktor titanium dioksida yang
memiliki keadaan fotoeksitasi yang stabil. Hal ini membuat semikonduktor titanium
oksida memiliki sifat fotokatalis yang baik (Haruno, 2010).
Osi Arutanti pada tahun 2010 telah melakukan penelitian tentang fotokatalis
yang berjudul “Pelapisan Permukaan HDPE (High Density Polyethylene) dengan
Titanium Dioksida (TiO 2 ) Anatase menggunakan metode Cylinder Milling dan
Aplikasinya sebagai fotokatalis”. Dia menggunakan TiO 2 (Titanium Dioksida)
dalam penelitiannya. Langkah-langkah eksperimennya adalah pelapisan TiO 2
(Titanium Dioksida) anatase serbuk pada permukaan HDPE (High Density
Polyethylene). Pelapisan ini dilakukan dengan berbagai variasi suhu. Setelah
pelapisan dalam permukaan HDPE, maka hasilnya akan diamati menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 10x. HDPE yang siap pakai akan diamati dicoba untuk
digunakan sebagai fotokatalis yang akan diberikan pada dua jenis sampel yaitu limbah
selokan Leuwi gajah, laturan wanteks merah dan biru yang dibuat sendiri. Tapi disini
kami hanya akan membahas sampel limbah selokan leuwi gajah dan larutan wanteks
biru.
Semua sampel diperlakukan sama, yaitu penjemuran di bawah sinar matahari
selama 9 hari. Dengan kondisi selama malam hari tidak diberi pencahayaan apapun.
1. Penjernihan limbah selokan leuwi gajah
Pada penjernihan ini ada beberapa variasi yang dilakukan. Data variasi dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 34.6. Variasi perlakuan pada limbah
Gelas Banyaknya limbah Banyaknya HDPE dan TiO 2
L 150 ml 0 gram
C 150 ml 15,023 gram
c 150 ml 15, 030 gram
640
0,2 gram wanteks + 100 ml aquades = larutan X
Gambar 34.14. Proses purifikasi pada 150 ml limbah leuwi gajah dengan 15 gram
HDPE
2. Larutan wanteks
641
Gambar 34.15. 10 ml larutan X + 300 ml aquades + 15,013 gram HDPE
642
Hasil proses fotokatalis selama 9 hari tersebut dilakukan uji lab. Ada beberapa
karakteristik yang diamati pada saat sebelum dan setelah dilakukan fotokatalis pada
setiap limbah yaitu mengenai PH, kekeruhan dan warna.
1. PH
Perubahan PH hasil fotokatalisis yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini,
perubahannya tidak begitu signifikan. Hal ini dikarenakan PH awal larutan, baik
itu limbah selokan maupun larutan wanteks hanya berkisar 7-9. Perubahan PH pda
fotokatalisis ini dikarenakan gugus OH- yang berlimpah berubah menjadi gugus
yang tidak stabil dan berubah menjadi gugus hidroksil (OH*). Semakin banyak
OH-, maka makin banyak gugus hidroksil yang mampu mengubah senyawa
organik beracun menjadi senyawa organik sederhana (CO 2 dan H2 O). Perubahan
PH hasil fotokatalisis ditunjukkan oleh tabel dibawah ini.
Tabel 34.9. Warna dan kekeruhan limbah sebelum dan setelah fotokatalis
643
Warna 0 400
Kekeruhan 0 120
Warna 430 60 30
Kekeruhan 120 14 14
644
Warna 1400 300
Kekeruhan 160 72
Berdasarkan data air guna, syarat warna dan kekeruhan yang dimiliki berkisar
0-15mg/mL. Akan tetapi, berdasarkan beberapa eksperimen yang telah dilakukan
angka tersebut hanya didapat pada wanteks biru. Purifikasi wantek biru dilakukan
pada musim kemarau. Dengan intensitas cahaya yang maksimal setiap harinya, maka
dalam waktu 4 hari larutan tersebut menjadi jernih. Purifikasi limbah selokan
dilakukan pada saat musim hujan sehingga hasilnya tidak maksimal.
Dari hasil percobaan fotokatalisis yang dilakukan oleh Osi Arutanti, dapat
dilihat bahwa jumlah TiO 2 , intensitas sinar dan jumlah senyawa organik yang terlarut,
mempengaruhi kecepatan dan proses purifikasi. Titanium dioksida yang dilapiskan
pada permukaan HDPE tidak mengurangi kemampuannya sebagai fotokatalis. Jumlah
TiO 2 yang baik untuk meningkatkan kualitas fotokatalis maksimum 200mg/L. Lebih
dari itu, kualitas fotokatalis semakin menurun. Hal ini dikarenakan penambahan TiO 2
yang terus menerus menyebabkan permukaan area menjadi jenuh (Arutanti, 2010).
645
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajudin. 2009. Pengantar Nanosains. Bandung: ITB.
Arutanti, Osi. 2010. Pelapisan Permukaan HDPE (High Density Polyethylene) dengan
Titanium Dioksida (TiO 2 ) Anatase menggunakan metode Cylinder Milling dan
Aplikasinya sebagai fotokatalis. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Arutanti, Osi. 2009. Penjernihan Air dari Pencemar Organik dengan Proses Fotokatalis
pada Permukaan Titanium Dioksida (TiO 2 ). Bandung: Jurnal Nanosains dan
Teknologi (2009)
Iskandar, Suhendra. 2010. Nanokatalis sebagai pengganti katalis. Makassar : Universitas
Hasanudin
Liherninah, dkk. 2009. Sintesis Nanokatalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 untuk mengubah Methanol
menjadi Hidrogen untuk Bahan Bakar Kendaraan Fuel Cells. Bandung: Jurnal
Nanosains dan Teknologi (2009)
Liherlinah. 2009. Sintesis Nanokatalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 untuk mengubah Methanol
menjadi Hidrogen. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Praserthdam, Piyasan. Some Applications of nanomaterials for Catalyst and Catalyst
support. Bangkok: Chulalongkorn University (http://www3.ntu.edu.sg/SCBE/
cbe/apcat4/abstracts/piyasan.pdf diakses tanggal 24 Oktober 2011)
Subiyanto, Haruno. 2010. Penjernihan air model limbah tekstil cair menggunakan TiO 2
Fotokatalis yang dilapisi pada bahan serat transparan. Bandung : Institut Teknologi
Bandung
646
Bab 35
Nanofluida
Oleh: Shanty Merissa
Sudah lebih ari seabad sejak Maxwell (1881), para peneliti dan insinyur
terus berusaha mengatasi keterbatasan ini dengan mendispersikan partikel
berukuran mili ataupun mikro ke dalam fluida. Tetapi tetap saja partikel
tersebut masih terlalu besar untuk dapat berkombinasi dengan fluida dalam
meningkatkan konduktivitas termal secara signifikan. Lagipula, bila dialirkan
ke dalam pipa kecil, fluida tersebut akan menyumbat alirannya.
𝑄𝑄
Φ~ 𝐴𝐴 (35.1)
Dari persamaan terlihat bahwa semakin kecil devices, fluks panas yang
dihasilkan akan semakin besar. Keadaan seperti ini tentunya tidak disukai oleh
pengguna devices elektronik. Apalagi untuk skala industri yang mengharuskan
647
peralatan industri dioperasikan sepanjang hari tanpa henti. Oleh karena itu
sistem pendinginan yang baik dan tepat sangatlah dibutuhkan agar kestabilan
fungsi dari peralatan tersebut terjamin. Sistem pendingin yang baik adalah siste
pendingin yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi, sehingga mampu
mengantarkan kalor dengan baik.
648
konveksinya. Selain daripada itu proses pembuatan nanofluida perlu dibahas
lebih lanjut.
Coolant
H2O
(air) Bio
Nano Fluid
Particles
Emulsion Oil
649
Nanofluida memiliki properties yang unik sehingga berpotensi
dikembangkan untuk pemakaian dalam industri. Nanofluida mempunyai sifat-
sifat yang tergantung pada ukuran partikel yang didispersikan dan fraksi
volume partikel yang didispersikan dalam fluida dasar. Selain itu nanopartikel
memiliki struktur permukaan yang unik, yaitu memiliki sekitar 20% dari atom-
atomnya berada didekat permukaan, yang memungkinkanya untuk menyerap
dan memindahkan panas dengan lebih efisien. Luas permukaan spesifik dari
nanfluida lebih besar dari mikropartikel. Sesuai dengan persamaan :
4𝑎𝑎
𝑓𝑓 = 𝑅𝑅
(35.2)
Dimana:
f = Fraksi atom yang menempati permukaan partikel
A = jari-jari efektif atom
R = jari-jari partikel
Dengan ukurannya yang begitu kecil, maka partikel nano memiliki
keistimewaan seperti:
• Mampu tersuspensi lebih lama dalam fluida, dan jika ditambahakan
surfactant atau stabilizer, maka akan mampu bertahan terus menerus
kesuspensiannya (bersifat stabil).
• Luas permukaan per unit volum dari parikel nano sekitar 1000 kali
lebih tinggi daripada mikropartikel, artinya pelepasan kalor menjadi
lebih cepat
Partikel-partikel dalam ukuran nanometer dalam fluida menyebabkan
meningkatnya interaksi dan tumbukan antar partikel, fluida dan permukaan
yang dilaluinya. Partikel nano ini mengalami gerak Brownian, sehingga ketika
fluida dalam keadaan diam, partikel ini terdistribusi merata dengan gaya apung
sehingga tidak terjadi seimentasi.
Dalam pencampuran partikel nano pada fluida dasar, ada dua metode
yang dapat digunakan yakni: metode single step method dan two step method.
650
Ion Cu2+ di reduksi menjadi atom tembaga (Cu). Dari atom tembaga terjadi
presipitasi membentuk partikel nano tembaga.
651
Xuan juga menggunakan teknik yang sama untuk menyiapkan
nanofluida. Dengan metode ini nanfluida didapatkan dengan mencampur
langsung bubuk partikel nano dengan fluida dasar dengan proses yang cukup
praktis. Larutan yang mengandung (2-5)% volume dengan fluida dasar air dan
minyak. Digunakan pelarut oleic acid. Larutan dicampur dengan menggunakan
alat ultrasonic vibrator selama 10 jam.
𝑞𝑞 𝛿𝛿𝛿𝛿
≈
𝐴𝐴 𝛿𝛿𝛿𝛿
652
Setiap material memiliki kemampuan yag berbeda dalam
menghantarkan panas sehingga persamaan tersebut memiliki konstanta
proporsionalitas yang berbeda (propotionality constant). Sehingga persamaan
tersebut menjadi:
𝑞𝑞 𝛿𝛿𝛿𝛿
= −𝑘𝑘 (35.3)
𝐴𝐴 𝛿𝛿𝛿𝛿
Tanda negatif menunjukkan bahwa kalor berpindah dari suhu yang tinggi ke
suhu rendah.
653
Lalu dengan mengintegral persamaan diatas pada sisi z, maka diperoleh
distribusi temperature sebagai berikut:
𝑞𝑞′ 4𝑘𝑘𝑘𝑘 𝛾𝛾𝛾𝛾
𝑇𝑇 = 𝑙𝑙𝑙𝑙 − (35.5)
4𝜋𝜋𝜋𝜋 𝑟𝑟 2 𝜌𝜌𝑐𝑐𝑝𝑝 4𝜋𝜋𝜋𝜋
Skema pengukuran transient hot wire seperti terlihat pada gambar 35.3,
kawat (Pt) diletakkan sepanjang sumbu axis dan dikelilingi oleh fluida yang
akan ditentukan konduktivitas termalnya. Platinum memiliki electrical
resistivity sebesar 1,06 x 10−7 Ωm (pada temperature 20 °C) lebih besar
darupada metal lainnya, dan mempunyai temperature coefficient resistance
0,0003925 /C yang juga lebih besar daripada etal lainnya. Diameter yang
digunakan sekitar 100 µm. Karena proses hanya berlansung 2-8 detik, maka
jumlah kalor yang mengalir ke fluida sangat kecil, maka diameter wadah tidak
boleh terlalu besar.
654
Gambar 35.3 Pengukur Konduktivitas Termal dengan Transient Hot Wire
655
35.3.3 Hasil Pengukuran Konduktivitas Termal Nanofluida
Partikel CuO dan Al2 O3 berukuran nanometer dicampur dengan fluida
cair diantaranya air dan ethyleneglycol. Dari hasil penelitian Eastman (6)
diperoleh peningkatan termal konduktivitas sebesar 20%. Peningkatan
konduktivitas termal sekitar 60% dapat dicapai untuk nanofluida terdiri dari air
volume 5% nanopartikel CuO. Peningkatan termal konduktivitas sebesar 40%
untuk penambahan 0.3% partikel Cu dalam ethyleneglycil.
Patel menguji partikel nano emas (Au) dan perak (Ag) dengan thoriate
dan sitrat sebagai pelapis dalam fluida dasar air dan toluene. Nanofluida
digunakan untuk mengetahui pengaruh partikel nano dalam konsentrasi rendah.
Hasilnya menunjukkan peningkatan konduktivitas termal untuk penggunaan
0.000026% volum dari partikel perak (Ag). Untuk penggunaan 0.011% dari Au
partikel, peningkatannya sekitar 7%-14%. Yang menarik adalah, selain ukuran
partikel, terdapat faktor yang berhubungan dengan gerakan dari partikel. Selain
itu peningkatan konduktivitas termal dari nanofluida ternyata tidak linier
dengan temperatur dan hampir linier dengan fraksi volum partikel. Faktor
kimia yang penting seperti adanya hubungan antara permukaan logam dan
656
media pelarut, mempunyai pengaruh yang penting terhadap peningkatan
konduktivitas termal efektif.
Dimana;
657
6. TiO2 (10 X40) dalam air dengan CTAB surfactant, murshed et al,(7)
7. Cu dalam transformer oil, xuan&li (8).
8. CuO dalam air, xuan&li,(8).
9. MWCNT+EG, hwang and ahn (9).
10. MWCNT+water, , hwang and ahn (9).
11. CuO dalam air, Das (11)
12. Al2O3 dalam air, Das (11)
13. Cu(acid), Eastman dan Choi (12)
14. Cu (old), Eastman dan Choi (12)
15. (cu fresh), Eastman dan Choi (12)
16. Cu (fresh) in EG, Eastman dan Choi (12)
17. Cu (old) in EG, Eastman dan Choi (12)
18. Al2O3 in EG, Eastman dan Choi (12)
19. CuO in EG, Eastman dan Choi (12)
20. Fe, hong dan choi (13)
21. Cu, hong dan choi (13)
22. Al2O3 dalam air (14)
23. CuO dalam air, li&peterson'05(14)
24. TCNT in EG, xie&lee (16)
25. TCNT in DE, xie&lee (16)
26. TCNT in DW, xie&lee (16)
27. CNT, gum arabic 0.25 wt% terhadap air, Ding et al (32)
28. df=1.4, pasher dan evans (41)
29. df=1.8, pasher dan evans (41)
658
Eksperimen yang dilakukan oleh Hong and Choi, ditunjukkan oleh garis
20, menggunakan partikel nano dengan ukuran diameter 10 nm. Hasilnya
peningkatan sebesar 18% untuk fraksi volume 0.55%. Hasil ini menunjukkan
bahwa peningkatan konduktivitas termal tidak linier terhadap peningkatan
fraksi volume. Hasil pengukuran yang tidak linier juga ditunjukkan oleh
eksperimen yang dilakukan oleh Murshed pada nanofluida TiO2, untuk yang
berbentuk bulat maupun yang silinder. Dalam eksperimen yang sama, murshed
menunjukkan bahwa untuk nanofluida bentuk silinder peningkatannya lebih
besar daripada yang bulat (garis 5 dan 6).
Percobaan yang dilakukan oleh Ding juga menunjukkan hasil yang tidak
linier pada temperatur kamar. Nanofluida yang digunakan dalam percobaan ini
adalah CNT dengan gum arabic sebagai surfactant. Peningkatan yang paling
kecil ditunjukkan oleh eksperimen yang dilakukan oleh Das, untuk nanofluida
Al2 O3 dalam air. Dalam eksperimen ini digunakan partikel nano dengan ukuran
38.4 nm dengan cairan dasar air.
Dari plotting tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada model yang
benar-benar sesuai dengan hasil eksperimen. Dari grafik diatas dapat dikatakan
juga bahwa konduktivitas termal meningkat sesuai dengan peningkatan dari
659
fraksi volume. Dilakukan perbandingan dengan model yang telah
dikembangkan oleh Hamilton-Crosser.
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa perbedaan yang terjadi dari
beberapa eksperimen yang dilakukan untuk partikel nano yang sama, tetapi
dengan fluida dasar dan teknik pembuatan yang berbeda. Hasil plotting dari
berbagai pemodelan tidak menunjukkan kesesuaian kecuali model Pasher, yang
berada di tengah-tengah dari beberapa sebaran data. Teori ini
memperhitungkan pengaruh dari gerakan brownian . Hasil plotting persamaan
Pasher ini menunjukkan adanya kecocokan berdasarkan gradient peningkatan
konduktivitas termal yang terjadi terutama untuk CuO, hanya saja masih
membingungkan karena harus mengubah konstanta m dan Rb untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan hasil eksperimen, dimana penentuan
konstanta tersebut kurang jelas.
660
Fraksi volume dalam grafik ini berkisar antara 0 sampai 5%,
menunjukkan peningkatan maksimum sebesar hampir 1.6 pada fraksi volume
partikel 5% untuk partikel nano CuO. Hanya nanofluida dengan bahan dasar air
yang diplotkan pada grafik 35.4, untuk variasi konduktivitas termal partikel.
Dari gambar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa besarnya k partikel tidak
sejalan dengan peningkatan konduktivitas termal efektif. Kalau dilihat dari k
material partikel maka urutannya seharusnya menjadi:
Konduktivitas
Material
Termal (W/mK)
Copper 401
Alumunium 237
CuO 76,5
Alumina (𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝑂𝑂3 ) 40
Water 0,613
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇2 11,7
MWCNT 3000
Ethylene Glikol (EG) 0,253
Engine Oil (EO) 0,145
661
layering dari liquid pada liquid/partikel interface, sifat perpindahan kalor dalam
partikel nano, efek dari pengelompokan partikel nano. Mereka beranggapan
efek dari gerakan Brownian dapat diabaikan.
662
Evans et al. (34) mengemukakan bahwa gerakan Brownian memberikan
kontribusi yang kecil dan bukan penyebab perpindahan panas ang tidak biasa
dari nanofluida. Mereka juga memperkuat argumennnya deengan simulasi
molecular dinamis dan teori efektif medium. Tetapi mereka membatasi
permasalahan pada fluida diam.
663
adalah ratio dari ketebalan nano-layer terhadap jari-jari partikel yang
sebenarnya, sehingga persamaan tersebut dapat ditulis kembali menjadi;
Formulanya menjadi :
3𝛩𝛩2 𝛷𝛷 12
𝑘𝑘𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = (1 + 3𝛩𝛩𝛷𝛷𝑇𝑇 + 1−𝛩𝛩𝛷𝛷 )𝑘𝑘𝑏𝑏 (35.11)
𝑇𝑇
664
Gambar 35.6 Kenaikan Konduktivitas Termal sebagai fungsi Fraksi Volume
Partikel Nano yang didispersikan (a) Cu-O: Water (b) Al2O3 : Water
665
pendidihan fluida. Sementara Xuan dan Quang Li (2003) juga melakukan
percobaan untuk menyelidiki perpindahan kalor konveksi dan karakteristik
aliran dari nanofluida. Peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi
nanofluida seiring dengan laju aliran dan fraksi volum nano partikel, sementara
koefisien perpindahan kalornya lebih besar dari fluida dasarnya pada laju alir
yang sama.
Kemudian Louis Gosselin (2004), mengkombinasikan disipasi energy
dan perpindahan kalor untuk mengoptimalkan aliran pada nanofluida.
Penelitian dilakukan pada lapisan aliran turbulen dan laminar yang sasarannya
adalah untuk memaksimalkan perpindahan kalor yang lepas dari sebuah plat
panas dengan nanofluida. Nandy (2004) melakukan eksperimen perpindahan
kalor konveksi paksa pada nanofluida dengan nano partikel 𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝑂𝑂3 , pengukuran
koefisien perpindahan kalor ini dengan menggunakan alat perpindahan kalor
pipa ganda dalam susunan tipe aliran berlawanan. Hasil pengukuran
menunjukkan peningkatan nilai koefisien konveksi untuk nanofluida
konsentrasi 1% sebesar 6%-10% dan konsentrasi 4% sebesar 7%-17%. Hal ini
juga pernah diprediksi oleh Nandy dan diperkuat dengan penelitian lanjutannya
yang menunjukkan peningkatan koefisien perpindahan kalor sebesar 6%-8%
pada konsentrasi 1%-4% dalam jangkauan temperature 40C-60C.
Aliran suatu partikel padat dengan fluida biasa disebut dengan aliran
partikulat (particulate flow). Nanopartikel sebagai partikel padat dalam
nanofluida merupakan aliran partikulat sehingga akan mempengaruhi
karakteristik aliran partikulat seperti:
• Thermoporesis, suatu partikel padat yang tersuspensikan dalam
fluida akan mengalami gaya yang arahnya berlawanan dengan
gradient kenaikan temperature. Berikut adalah rumus gaya
thermoporesis pada suatu partikel.
1 𝛿𝛿𝛿𝛿
𝐹𝐹𝑇𝑇 = −𝐷𝐷𝑇𝑇 (35.11)
𝑚𝑚 𝑝𝑝 𝑇𝑇 𝛿𝛿𝛿𝛿
Dimana,
6𝜋𝜋𝜇𝜇 2 𝐶𝐶𝑠𝑠 (𝐾𝐾𝑟𝑟 +2.18𝐾𝐾𝑟𝑟 )
𝐷𝐷𝑇𝑇 = (35.12)
𝜌𝜌 (1+3×1.14𝐾𝐾𝑟𝑟 )(1+2𝐾𝐾𝑟𝑟 +4.36𝐾𝐾𝑟𝑟
666
dimana:
𝐷𝐷𝑇𝑇 = koefisien difusi termoforik
𝐾𝐾𝑟𝑟 = rasio antara kondktivitas termal fluida dengan partikel
𝑚𝑚𝑝𝑝 = massa partike
𝐶𝐶𝑠𝑠 = 1.17
µ = viskositas fluida
• Shear Lift Force, gaya angkat partikel yang diakibatkan adanya gaya
geser pada suspensinya.
1
2𝐾𝐾𝑣𝑣 2 𝜌𝜌𝑑𝑑 𝑖𝑖𝑖𝑖
𝐹𝐹 = 𝜌𝜌 1/4 (𝑣𝑣 − 𝑣𝑣𝑝𝑝 ) (35.13)
𝑝𝑝 𝑑𝑑 𝑝𝑝 (𝑑𝑑 𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑑𝑑 𝑘𝑘𝑘𝑘 )
667
batuan sebagai reservoir yang ukurannya dalam orde mikro. Heavy oil
memiliki derajat kekentalan yang tinggi, lebih kurang 100 kali lebih kental
daripada water/air.
Gambar 35.7 Keberadaan heavy oil di dalam pori batuan. Pasir (abu-abu), air
(biru) dan heavy oil (hitam)
Untuk menentukan batuan yang mengandung minyak mentah dapat
ditentukan dari berat jenisnya. Data ini diambil dengan menggunakan alat
logging dengan bantuan bahan radioaktif yang memancarkan sinar gamma.
Pantulan dari sinar ini akan menggambarkan berat jenis batuan. Dapat kita
bandingkan bila pori batuan berisi air dengan batuan berisi hidrokarbon akan
mempunyai berat jenis yang berbeda.
(a) (b)
Gambar 35.8 (a) Struktur molekul heavy oil (b) Perbandingan nilai viskositas
heavy oil dengan fluida lainnya
668
kental. Maka kita butuh tenaga yang besar untuk dapat mengangkatnya dari
tempatnya, karena viskositas/ kekentalannya yang tinggi.
Jumlah heavy oil yang tersimpan di dalam pori batuan sangat banyak
sekali di Indonesia, hanya saja sampai saat ini belum ada metoda yang efektif
untuk dapat melakukakan pengangkatan ini. Kemudian akhir-akhir ini para ahli
mencoba untuk menerapkan prinsip nanofluida dalam menyelesaikan masalah
ini. Salah satu alternative cara yang digunakan untuk pengangkatan heavy oil
ini adalah dengan menggunakan gelombang elektromagnetik.
Agar heavy oil dapat kita alirkan dari reservoirnya, maka yang harus
dilakukan adalah menurunkan derajat kekentalan dari heavy oil tersebut.
Sebelumya orang menginjeksi panas sekitar (2000-3000) C untuk menurunkan
derajat kekentalan. Namun hal ini tidak efisien karena adanya panas yang
terbuang sebelum sampai ke reservoir. Oleh karenanya digunakan partikel nano
sebagai penghasil panas yang diperoleh dari gelombang elektromagnetik.
Pertama-tama partikel nano diinjeksikan kedalam reservoir heavy oil secara
merata. Kemudian dari luar, ditembakkan gelombang elektromagnetik yang
membawa energy untuk dapat memvibrasi partikel-partikel nano yang terlarut.
Akibat gerakan partikel tersebut, membuat daerah disekitar partikel panas
sehingga koefisien viskositas heavy oil menuru. Dalam kondisi seperti ini
memungkinkan terjadinya aliran heavy oil keluar dari reservoirnya. Karena
peningkatan suhu, akan menurunkan derajat kekentalan fluida yang memenuhi
persamaan:
𝐸𝐸0�
𝜂𝜂 = 𝜂𝜂0 𝑒𝑒 𝑘𝑘𝑘𝑘 (35.14)
Selain itu, rantai karbon yang cukup panjang juga menjadi penyebab
tingginya derajat kekentalan dari heavy oil. Karena partikel mendapat cukup
energi dari gelombang EM, maka gerak Brownian dari partikel akan semakin
669
cepat dan partikel memiliki energi yang tinggi. Sehingga ini memungkinkan
terjadinya pemutusan rantai karbon pada heavy oil dan berimplikasi pada
penurunan derajat kekentalannya.
670
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajudin. 2009. Pengantar Nanosains. Bandung: ITB.
Clement Kleinstreuer dan Yu Feng. 2011. Experimental and theoretical studies of
nanofluid thermal conductivity enhancement. Kleinstreuer and Feng Nanoscale
Research Letters.
Kiyuel Kwak and Chongyoup Kim. 2005. Viscosity and thermal conductivity of
copper oxide nanofluid dispersed in ethylene glycol. Vol 17, No 2. Korea-
Australia Rheology Journal.
Murshed, S.H. 2008. Temperature Dependence of Interfacial Properties and Viscosity
of Nanofluids. Journal of Physics, Vol. 41, no. 8.
Sanjaya, Edvan Gana. 2008. Pengujian Perpindahan Kalor Nanofluida. Universitas
Indonesia.
William Evans, Jacob Fish dan Pawel Keblinskia. 2006. Role of Brownian motion
hydrodynamics on nanofluid thermal conductivity. American Institute of
Physics.
Wong, Kaufui V dan Omar de Leon. 2009. Application of Nanofluids: Current and
Future. Article ID: 519659. Hindawi Publishing Corporation.
671
BAB 36
Quantum Dots
Oleh: Siti Ala’a
36.1 PENDAHULUAN
Berawal dari tahun 1970, para ilmuan berhasil untuk pertama kalinya
membuat kuantum well. Kuantum well merupakan lapisan tipis semikonduktor
(ketebalan sekitar 10nm) yang diapit oleh dua lapisan isolator pada arah sumbu
z, sehingga elektron hanya bisa bergerak dalam dua arah (arah x dan y).
Kemudian pada tahun 1980-an para ilmuan berhasil membuat kuantum dot
(disingkat QD) yang dapat mngurung pasangan elektron-hole (eksiton) dalam
ukuran yang sangat kecil, sekitar 2-20nm. Pasangan elektron-hole terbentuk
ketika semikonduktor menyerap foton dan membuat elektron dari pita valensi
berpindah menuju pita konduksi.
Suatu partikel dikatakan termasuk dalam kategori QD jika memiliki
diameter yang berada pada orde jari-jari bohr, yang didefinisikan dengan
4𝜋𝜋𝜖𝜖0 ђ2
𝑎𝑎0 =
𝑚𝑚𝑒𝑒 𝑒𝑒 2
dimana 𝑎𝑎0 merupakan jari-jari bohr, 𝜖𝜖0 merupakan permitivitas vakum yang
nilainya 8.85419 x 10-12C2/Jm, 𝑚𝑚𝑒𝑒 merupakan massa elektron dan 𝑒𝑒 merupakan
muatan elektron. Jika kita hitung kita dapatkan jari-jari bohr 𝑎𝑎0 = 0.52 Å. Nilai
jari-jari molekul berbeda untuk molekul yang berbeda, misalnya aCuCl= 7 Å,
aGaAs = 100 Å dan aCdSe = 56 Å.
Pada gambar 1 teramati perbandingan geometri dan fungsi keadaan
antara bulk (gambar 1.a), kuantum well (gambar 1.b), kuantum wire (gambar
1.c) dan QD (gambar 1.d). Bulk memiliki rapat keadaan yang kontinu karena
elektron bebas bergerak dalam segala arah tanpa adanya efek pengurungan.
Efek pengurungan adalah efek dimana elektron berada pada suatu kondisi
dimana elektron tidak bisa bergerak bebas karena daerah disekitarnya memiliki
energi yangbesar sekali sehingga elektron tidak bisa berpindah ke daerah
tersebut. Sedangkan untuk kuantum well elektron terperangkap dalam dua
dimensi dan untuk kuantum wire elektron hanya dapat bergerak dalam 1
671
dimensi. Pada QD elektron dibatasai pada segala arah sehingga QD memiliki
fungsi keadaan yang diskrit disebabkan karena efek pengurungan elektron-hole
pada ruang yang sangat kecil.
Gambar 36.1. Geometri bulk (a), kuantum well (b), kuantum wire (c), dan QD
(d), serta grafik fungsi keadaan dari keempat geometri tersebut.
672
Gambar 36.2. Fotograph dari fotoluminesense dari beberapa larutan QD yang
berbeda (sumber : Annikeva 2009)
673
dimana 𝑈𝑈𝑛𝑛𝑛𝑛 merupakan fungsi periodik dari kisi kristal, 𝑛𝑛 merupakan band
indeks, dan 𝑘𝑘 merupakan vektor gelombang. Teorema Bloch digunakan untuk
sistem kisi yang bersifat periodik sehingga pada teorema bloch kita cukup
menghitung fungsi perioik pertama saja. Pada perhitungan ini Kita
menggunakan aproksimasi massa efektif sehingga pita energi dianggap
memiliki bentuk parabolik sederhana. Massa efektif teramati pada sistem
kuantum karena saat partikel kuantum bergerak kita tidak dapat menggunakan
massa diamnya yang klasik. Dengan persaman massa efektif adalah
1
𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒 = ђ2
𝑑𝑑 2 𝐸𝐸
�𝑑𝑑𝑘𝑘 2
𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒 merupakan massa efektif elektron yang untuk CdSe jika dihitung nilainya
adalah 𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒 = 0.067𝑚𝑚𝑒𝑒 dimana 𝑚𝑚𝑒𝑒 merupakan massa elektron bebas. Untuk
CdTe, dengan energi band gap 1.51 eV, massa elektron efektifnya
adalah 0.096𝑚𝑚𝑒𝑒 . Pada aproksimasi massa efektif, energi pita konduksi dan
energi pita valensi diberikan oleh
ђ2 𝑘𝑘 2
𝐸𝐸𝑘𝑘𝑐𝑐
= 𝑐𝑐 + 𝐸𝐸𝑔𝑔 (13.5)
2𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒
𝑣𝑣
ђ2 𝑘𝑘 2
𝐸𝐸𝑘𝑘 = − 𝑣𝑣 (13.6)
2𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒
dan 𝐸𝐸𝑔𝑔 merupakan bandgap semikonduktor . 𝐸𝐸𝑘𝑘𝑐𝑐 merupakan energi pita
konduksi dan 𝐸𝐸𝑘𝑘𝑣𝑣 merupakan energi pita valensi. Aproksimasi massa efektif ini
valid jika diameter dot jauh lebih besar dari konstansta kisi material. Dengan
memasukkan syarat batas partikel tunggal (sp) fungsi gelombang dapat
dituliskan dalam
dengan 𝐶𝐶𝑛𝑛𝑛𝑛 merupakan koefisien ekspansi. Jika kita asumsikan 𝑈𝑈𝑛𝑛𝑛𝑛 memiliki
ketergantungan yang lemah terhadap 𝑘𝑘 maka
674
Selanjutnya kita melakukan aproksimasi pengurungan kuat.
1
Sebagaimana kita ketahui energi pengurungan sebanding dengan 2 , sementara
𝑎𝑎
1
interaksi coulomb sebanding dengan , maka pada ukuran yang kecil efek
𝑎𝑎
pengurungan lebih dominan. Kondisi ini terpenuhi ketika ukuran QD lebih
kecil dari ukuran eksiton bulk. Pada ukuran ini, elektron dan hole independent
dan dapat digambarkan sebagai partikel dalam bola. Sehingga pada bagian
interaksi coulomb ditambahkan energi koreksi 𝐸𝐸𝑐𝑐 . Maka fungsi gelombang
pasangan elektron-hole menjadi
𝛹𝛹𝑒𝑒ℎ𝑝𝑝 (𝑟𝑟⃗𝑒𝑒 , 𝑟𝑟⃗ℎ ) = 𝛹𝛹𝑒𝑒 (𝑟𝑟⃗𝑒𝑒 , ) 𝛹𝛹ℎ ( 𝑟𝑟⃗ℎ )
= 𝑈𝑈𝑐𝑐 𝑓𝑓𝑒𝑒 (𝑟𝑟⃗𝑒𝑒 )𝑈𝑈𝑣𝑣 𝑓𝑓ℎ (𝑟𝑟⃗ℎ )
𝑚𝑚 𝑚𝑚
𝑈𝑈𝑐𝑐 𝐽𝐽𝐿𝐿𝑒𝑒 �𝑘𝑘𝑛𝑛 𝑒𝑒 ,𝐿𝐿𝑒𝑒 𝑟𝑟𝑒𝑒 �𝑌𝑌𝐿𝐿𝑒𝑒 𝑒𝑒 𝑈𝑈𝑣𝑣 𝐽𝐽𝐿𝐿ℎ �𝑘𝑘𝑛𝑛 ℎ ,𝐿𝐿ℎ 𝑟𝑟ℎ �𝑌𝑌𝐿𝐿ℎ ℎ
= 𝐶𝐶 � �� �
𝑟𝑟𝑒𝑒 𝑟𝑟ℎ
dan tingkat energinya
ђ2 𝜑𝜑𝑛𝑛2 ℎ ,𝐿𝐿ℎ 𝜑𝜑𝑛𝑛2 𝑒𝑒 ,𝐿𝐿𝑒𝑒
𝐸𝐸𝑒𝑒ℎ𝑝𝑝 (𝑛𝑛ℎ 𝐿𝐿ℎ 𝑛𝑛𝑒𝑒 𝐿𝐿𝑒𝑒 ) = 𝐸𝐸𝑔𝑔 + 2 � 𝑣𝑣 + 𝑐𝑐 � − 𝐸𝐸𝑐𝑐
2𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒
1.8𝑒𝑒 2
Bentuk pertama koreksi coulomb adalah sehingga dapat ditulis formula
4𝜋𝜋𝜖𝜖 0 𝜖𝜖𝜖𝜖
lengkap energi band gap untuk QD
ℎ2 1 1 1.8𝑒𝑒 2
𝐸𝐸𝑔𝑔 (𝑞𝑞𝑞𝑞 ) = 𝐸𝐸𝑔𝑔 (𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 ) + � 𝑣𝑣 + 𝑐𝑐 � − (13.9)
8𝑎𝑎2 𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒 4𝜋𝜋𝜖𝜖0 𝜖𝜖𝜖𝜖
𝑣𝑣 𝑐𝑐
dengan 𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒 merupakan massa efektif elektron dan 𝑚𝑚𝑒𝑒𝑒𝑒 merupakan massa hole
efektif. Untuk CdTe massa hole efektifnya sebesar 0.84𝑚𝑚𝑒𝑒 .
Pada Tabel 1. ditampilkan perbandingan energi band gap dari
beberapa material QD.
36.3Sintesis QD
Ada beberapa metode untuk mengurung eksiton dalam
semikonduktor atau membangun struktur nol dimensi QD. Pada bagian ini
akan dibahas tiga metode yang umum digunakan untuk membentuk QD. Dari
metode umum tersebut kemudian dapat diturunkan metode-metode lain yang
disesuaikan dengan aplikasi.
36.3.1 Lithography
Litography bisa juga disebut dengan metode pencetakan. Pada
metode ini pertama-tama Kuantum well diselubungi oleh lapisan polimer,
kemudian dikenai sinar ion atau elektron. Permukaan yang terpapar ion dan
elektron kemudian menjadi hilang. Permukaan tersebut kemudian dilapisi
metal yang tipis. Larutan kimia digunakan untuk membersihkan polimer dan
lapisan logam untuk mendapatkan permukaan yang bersih. Hanya bagian yang
terekspose yang tetap ada bagian logamnya.
Keuntungan dari metode ini adalah kita dapat menghasilkan multi
layer devise dan dari metode ini kita bisa mengatur ukuran yang kita inginkan.
Skema lebih jelas mengenai metode ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Kekurangan dari metode ini adalah lambat, tidak murni, kerapatan rendah dan
terdapat formasi yang rusak.
676
Gambar 36.3. Sintesis QD dengan menggunakan metode lithography. (Sumber
gambar: Harenza)
677
Dimana [𝐴𝐴] merupakan konsentrasi senyawa A, [𝐵𝐵 ] merupakan konsentrasi
senyawa B dan 𝑘𝑘 merupakan tetapan laju reaksi.
678
Gambar 36.5. Grafik konsentrasi prekursor terhadap waktu pada proses
penumbuhan QD menggunakan metode sintesis koloid.
679
Di sisi lain. MPS tertutup sol dicoating pada substrat gelas dengan
metode spin coating pada laju putar 2000 rotasi/menit selama 10 detik.
Substrat kemudian dikeringkan pada suhu 60OC selama 10 menit untuk
setiap coating. Film kering diberi panas pada suhu 300OC dan 350OC selama
15 menit. Perlakuan yang lain diberikan pada suhu 550OC selama 18 jam.
Tabel 36.2. Perhitungan jari-jari dan energi band gap QD oleh Kenan dkk.
Suhu Waktu Energi band gap Diamete
pemanasan0C pemanasan (eV) r (nm)
60 10 menit 3.22 2.92
300 15 menit 2.92 3.58
350 15 menit 2.7 4.42
550 18 jam 2.54 5.86
36.3.3 Epitaxy
Metode ini dilakukan pada kondisi vakum (10-8 Pa). Ciri utama dari
metode ini adalah laju deposisi yang rendah (kurang dari 1000 nm/jam)
sehingga memungkinkan partikel nano tumbuh secara epitaksial. Epitaksial
berkaitan dengan deposisi kristal diatas lapisan substrat kristal.
Bietti dkk. telah melakukan penumbuhan QD GaAs/AlGaAs dengan
metode epitaxy droplet (ED). Pertama sinar Ga dikenai pada permukaan
silikon (001) yang tidak mengandung arsenik, untuk mendapatkan droplet
gallium. Kemudian fluks As diberikan untuk mengkristalisasi droplet agar
680
menjadi kristal nano GaAs. Teknik ini efektif untuk menghasilkan struktur
kuantum nano dengan density, dimensi, dan bentuk yang berbeda. Tenik ini
dapat juga dilakuaan pada suhu penumbuhan yang rendah, di bawah 5300C
dan didapatkan panjang gelombang domain antara 630 dan 820 nm yang
tidak dapat diperoleh dengan metode penumbuhan QD lainnya.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wojak dkk menghasilkan
QD GaAs yang ditumbuhkan diatas permukaan AlGaAs. Penumbuhan
dibatasi oleh pelapisan SiO 2 dan lapisan tersebut di etching menjadi bentuk
piramid, seperti yang tampak pada Gambar 13.6. kekurangan dari metode ini
adalah density QD dibatasi oleh pola lapisan pemabatas.
36.4 Karakteristik QD
QD merupakan semikonduktor berukuran nano berbentuk bola, terdiri
dari inti, kulit dan lapisan pembungkus. Inti tersusun dari ratusan atom
semikonduktor (misalnya CdS, CdSe, CdTe, ZnS, PbS), tetapi bisa juga dari
metal dan logam. Inti kuantum yang umum digunakan adalah Cadmium yang
dicampur dengan Selenium (CdSe) atau tellurium (CdTe) dengan diameter 2-
10nm (10-50 atom). Pada umumnya inti dari QD dibungkus dengan lapisan
681
semikonduktor (misalnya ZnS) untuk meningkatkan sifat optik dan fisika, serta
menstabilkan inti.
QD sebagai ‘artificial atom’ memiliki sifat optik dan fisis yang
berbeda dengan partikel nano lainnya. Sifatnya yang khas inilah yang membuat
QD berbeda dan menjanjikan banyak aplikasi. Untuk dapat digunakan sebagai
devais atau diaplikasikan, terlebih dahulu kita haruslah mengetahui
karakteristik dan fenomena-fenomena yang teramati dari QD .
682
Gambar 36.7. Spektrum aborbsi (au) QD CdSe terhadap panjang gelombang
(dalam satuan nm)
683
Gambar 36.8. spektrum intensitas QD CdSe yang dibungkus ZnS (sumber:
Murphy 2002)
684
Sementara tunneling partikel tunggal merubah energi elektrostatis
dari pulau dengan nilai diskrit, tegangan V g (dengan kapasitansi C g )
diberikan pada gate dapat merubah energi elektrostatis pulau secara kontinu.
Proses tunneling merubah muatan pulau sedangkan tegangan gate
mempengaruhi muatan efektif dengan q = CgVg yang dimiliki QD.
Transport antara reservoir dengan dot diukur melalui potensial
akibat pengurungan kuantum. Koefisien transmisi yang kecil diperlukan saat
melewati perintang, sehingga resistansi terobosan harus jauh lebih besar
daripada resistensi kuantum h/e2. Jika dot sepenuhnya tidak terkopling dari
lingkungan, sejumlah N elektron akan terkurung dengan baik dalam dot.
Untuk kasus kopling lemah, deviasi karena terobosan melewati penghalang
kecil akan mengarah pada energi total elektrostatik yang bernilai diskret pada
dot. Energi tersebut dapat didekati melalui persamaan:
𝑁𝑁(𝑁𝑁 − 1)𝑒𝑒 2
2𝐶𝐶
dengan C menyatakan kapasitas dari dot. Oleh karena itu, untuk menambah
satu elektron kedalam dot akan diperlukan energi sebesar
𝑁𝑁𝑒𝑒 2
𝐸𝐸 = (13.10)
2𝐶𝐶
Jika energi permuatan (charging energi) tersebut lebih besar dari
energi termal kT, sehingga elektron tidak bisa keluar dan masuk ke dalam dot
dengan eksitasi termal, maka transport elektron akan tertahan. Fenomena
tersebut disebut blokade coulomb. Fenomena tersebut akan teramati pada
suhu yang sangat rendah karena nilai kT yang sangat kecil.
685
36.4.3 QD dalam medan magnetik
Maksyin dan Chakraborty telah mngmati beberapa sifat dari QD
dalam medan magnetik. Untuk kasus ideal elektron dalam dua dimensi,
kuantum dot dikurung dalam potensial radial,
1 ∗ 2 2
𝑚𝑚 𝜔𝜔0 𝑟𝑟 𝑉𝑉 =
2
dengan medan magnetik B tegak lurus bidang dot. Fungsi keadaan elektron
tunggal diberikan oleh
|𝑙𝑙| |𝑙𝑙| 𝑟𝑟 2 𝑟𝑟 2
𝜑𝜑 (𝑟𝑟) = 𝑟𝑟 exp(−𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 ) 𝐿𝐿𝑛𝑛 � 2 � 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � �
2𝑎𝑎 24
1
|𝑙𝑙| ђ
Dimana 𝐿𝐿𝑛𝑛 merupakan polynomial Laguerre, 𝑎𝑎2 = (𝜔𝜔𝑐𝑐2 + 4𝜔𝜔02 )−2 −
𝑚𝑚 ∗
1
𝑙𝑙ђ 𝜔𝜔𝑐𝑐 , dan 𝜔𝜔𝑐𝑐 = 𝑒𝑒𝑒𝑒/𝑚𝑚∗ . Energi elektron tunggal bergantung pada
2
bilangan kuantum n dan l
1 1 1
𝐸𝐸𝑛𝑛𝑛𝑛 = (2𝑛𝑛 + 1 + |𝑙𝑙 |)ђ( 𝜔𝜔𝑐𝑐2 + 𝜔𝜔02 )−2 − 𝑙𝑙ђ 𝜔𝜔𝑐𝑐
4 2
1
Dengan syarat batas, saat 𝜔𝜔0 → 0, energi menjadi 𝐸𝐸𝑛𝑛𝑛𝑛 = �𝑛𝑛 + + (|𝑙𝑙 | −
2
𝑙𝑙)/2� ђ𝜔𝜔𝑐𝑐 dan hanya bergantung pada bilangan kuantum 𝑁𝑁 = 𝑛𝑛 + (|𝑙𝑙 | −
𝑙𝑙)/2. Secara fisis, 𝑁𝑁 merupakan indeks Landau-level dan – 𝑙𝑙 merupakan
momentum sudut bilangan kuantum. Tanpa potensial pengurungan, energi
dari keadaan 𝑙𝑙 positif akan tidak bergantung pada 𝑙𝑙, tetapi dalam
pengaamatan ternyata energi dari keadaan 𝑙𝑙 akan bertambah seiring dengan
bertambahnya 𝑙𝑙. Medan magnet B diset besar agar spin terpolarisasi dan
dapat diamati fungsi keadaan interaksi elektron. Dalam spin yang
terpolarisasi, efek zeeman dapat diabaikan sehingga hamiltonian sistem
menjadi
𝑛𝑛 𝑒𝑒 𝑛𝑛 𝑒𝑒
1 2
1 ∗ 2 2
1 𝑒𝑒 2 1
𝐻𝐻 = �(𝑝𝑝𝑖𝑖 + 𝑒𝑒𝐴𝐴𝑖𝑖 ) + 𝑚𝑚 𝜔𝜔0 � 𝑟𝑟𝑖𝑖 + �
2𝑚𝑚∗ 2 2 4𝜋𝜋𝜋𝜋𝜖𝜖0 �𝑟𝑟𝑖𝑖 − 𝑟𝑟𝑗𝑗 �
𝑖𝑖=1 𝑖𝑖=1 𝑖𝑖≠𝑗𝑗
686
Gambar 36.10. Energi level sebagai fungsi dari J untuk tiga dan empat
elektron pada QD GaAs.
36.4.4 Blinking QD
Permukaan yang cacat dari struktur kristal nano akan meneyebabkan
adanya jebakan sementara untuk elektron atau hole. Ini akan mengakibatkan
radiasi rekombinan alami dan menjadi alasan utama flourescence intermittens
(blinking). Untuk menghindari efek ini kita membutuhkan kulit untuk
melindungi inti atom dari oksidasi dan rekasi kimia lainnya.
687
Salah satu fenomena yang teramati pada QD adalah peristiwa
pergantian luminescence (blinking). Hal ini teramati juga pada molekul
tunggal seperti misalnya pewarna organik dan polimer, dengan eksitasi
luminescence emisi berganti dari ‘on’ ke ‘off’ dengan lompatan stokastik
yang tiba-tiba. Perbedannya adalah distribusi waktu ‘on’ dan ‘off’ pada
sistem ini biasanya eksponensial atau mendekati eksponensial, berbeda
dengan QD koloid yang membutuhkan energi yang lebih rendah dan interval
waktunya mulai dari 0.1s hingga 1000 s.
Penjelasan mengenai fenomena ini dijelaskan dalam tiga model
yaitu energi dasar, keadaan eksitasi emisi cahaya, dan keadaan perangkap
gelap dimana sistem tidak berpijar. Oleh karenanya terperangkap dan tidak
terperangkap menyebabkan pergantian fotoluminescence ‘off’ dan
‘on’.luminescence teramati jika salah satu karier (elektron atau hole)
terperangkap dalam matriks. Peristiwa blinking dapat diatur dengan fluktuasi
energi level yang acak pada kuantum dot relatif terhadap energi pada keadaan
terperangkap pada permukaan kristal.
Karakteristik muatan elektrostatis dan fotoionisasi dari kristal nano
CdSe 5 nm diamati menggunakana electrostatic force microscopy (EFM)
dalam udara kering dan temperatur ruang. in dry air at room temperature.
Pengukuran dilakukan pada kristal nano tunggal. Kristal nano dalam keadaan
awal bermuatan netral. Beberapa minggu kemudian beberapa kristal nano
menunjukkan muatan positif jika mengenai cahaya.
Pengukuran dengan EFM menunjukkan bukti fotoionisasi kristal
nano.sebagaian kecil dari kristal nano yang terfotoionisasi menunjukkan efek
blinking. Pengukuran dengan EFM juga menunjukkan bahwa fotoionisasi
mengecil pada batas elektron pada permukaan kristal nano.
Gaya tarik menarik antara tip dan substrat konduktif yang dihasilkan
dari adanya tegangan, diibaratkan sebagai interaksi kapasitif. Setiap muatan
Q diperlakukan sebagai muatan diatas permukaan isolator. Permukaan
muatan membentuk muatan image pada tip dan substrat metal. Muatan
688
permukaan dan imagenya berinteraksi dengan muatan total pada EFM tip
dengan interaksi coulomb. Gaya tarik menarik antara penopang dan substrat
sebanding dengan kuadrat beda tegangan antara keduanya. Berikut ini
perhitungan matematisnya.
Gaya elektrostatik dirumuskan dengan
𝑄𝑄1 𝑄𝑄2
𝐹𝐹𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 =
4𝜋𝜋𝜋𝜋𝑧𝑧 2
Sedangkan energi yang tersimpan dalam kapasitor
1 2 1 𝑄𝑄 2
𝑈𝑈 = 𝐶𝐶𝑉𝑉 =
2 2 𝐶𝐶
Gaya yang berkaitan dengan kapasitansi
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 1 𝑄𝑄 2 1 𝑄𝑄 2 𝑑𝑑𝑑𝑑 1 𝑑𝑑𝑑𝑑 2
𝐹𝐹 = − =− � �= = 𝑉𝑉
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 2 𝐶𝐶 2 𝐶𝐶 𝑑𝑑𝑑𝑑 2 𝑑𝑑𝑑𝑑
Ketika tegangan diberikan kepada tip, muncul gaya elektrostatik dan
kapasitatif. Jika terdapat muatan pada permukaan, muatan image ditimbulkan
oleh metal tip.
1 𝑑𝑑𝑑𝑑 2 𝑄𝑄1 𝑄𝑄2
𝐹𝐹𝑒𝑒 = 𝐹𝐹𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝐹𝐹𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 = 𝑉𝑉 +
2 𝑑𝑑𝑑𝑑 4𝜋𝜋𝜋𝜋𝑧𝑧 2
1 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑄𝑄𝑠𝑠
= ((𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 ) + 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 sin(𝜔𝜔𝜔𝜔 ))2 − (𝑄𝑄 + 𝐶𝐶𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝐶𝐶𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 sin(𝜔𝜔𝜔𝜔 ))
2 𝑑𝑑𝑑𝑑 4𝜋𝜋𝜋𝜋𝑧𝑧 2 𝑠𝑠
1 𝑑𝑑𝑑𝑑 1 𝑄𝑄𝑠𝑠
= �(𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 )2 + 𝑉𝑉𝑎𝑎2𝑎𝑎 � − �𝑄𝑄 + 𝐶𝐶 (𝑉𝑉𝑑𝑑𝑐𝑐 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 )�
2 𝑑𝑑𝑑𝑑 2 4𝜋𝜋𝜋𝜋𝑧𝑧 2 𝑠𝑠
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑄𝑄𝑠𝑠 𝐶𝐶
+ �2(𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 ) − � 𝑉𝑉 sin(𝜔𝜔𝜔𝜔 )
𝑑𝑑𝑑𝑑 4𝜋𝜋𝜋𝜋𝑧𝑧 2 𝑎𝑎𝑎𝑎
1 𝑑𝑑𝑑𝑑 2
+ 𝑉𝑉 cos (𝜔𝜔𝜔𝜔)
4 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑎𝑎𝑎𝑎
dengan
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑄𝑄𝑠𝑠 𝐶𝐶
𝐹𝐹 (𝜔𝜔) = �2(𝑉𝑉𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝑉𝑉𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 ) − � 𝑉𝑉
𝑑𝑑𝑑𝑑 4𝜋𝜋𝜋𝜋𝑧𝑧 2 𝑎𝑎𝑎𝑎
689
untuk QD pada frekuensi 2 𝜔𝜔. Tampak bahwa pada frekeunsi 2 𝜔𝜔 teramati
fenomena blinking QD.
Gambar 36.12. diberi energi 20 W/cm2. Gambar a image muatan pada gaya
pada 1 𝜔𝜔 QD dan (b) QD koloidal yang terpolarisasi untuk gaya pada 2 𝜔𝜔
menunjukkan adanya efek blinking. (sumber gambar: Krauss dkk 2001)
36.5 Aplikasi QD
Karena sifatnya yang unik, QD memiliki banyak aplikasi. Seperti
misalnya Photovoltaic devices: solar cells yang merupakan optoelectronic
device. Dalam Biologi sebagai biosensors, imaging, kode warna kuatum dot
sebagai test DNA yang cepat, imaging bagian dalam tubuh organisme hidup,
dan sebagainya. Sedangkan dalam elektronika sebagai Light emitting diodes:
LEDs, kuantum computation, flat-panel displays, memory elements sebagai
information storage, Photodetectors infra red, dan laser. Dalam tulisan ini
hanya dibahas beberapa aplikasi QD
36.5.1 LEDs
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karena emisi warna dari
QD dapat dikontrol dari ukuran dan komponennya, QD sangat cocok
690
digunakan untuk membuat LED. Keuntungan dari LEDs (Light Emiting
Dioda Quantum Dots) ini dibandingkan dengan LED konvensional adalah
lebih tahan lama dan konsumsi energi rendah. Lampu LEDs dapat
menurunkan hingga 50% konsumsi penggunaan listrik. Salah satu aplikasi
dari LEDs adalah displays berkualitas tinggi.
LCD konvensional menggunakan konsep pixel. Setiap pixel
mengandung 3 sub pixel yang berkaitan dengan warna merah, biru dan hijau.
Dengan mengatur intensitas ketiga komponen warna dapat dihasilkan
berbagai macam warna. Tetapi ada beberapa kekurangan LCD konvensional.
Yang pertama subpixel tidak murni yang dapat mempengaruhi kualitas
gambar. Yang kedua pixel hitam hanya memblok pixel sehingga boros
energi. Display yang menggunakan QD dapat menghilangkan kekurangan
ini. Karena efek pengurungan yang kuat, QD memiliki emisi yang tajam,
sehingga dapat mengemisikan warna merah, biru, dan hijau yang murni. QD
mengemisikan cahaya bukan memfilternya sehingga lebih hemat energi.
Selain itu QD tidak banyak mengemisikan infrared sehingga mengurangi
pemanasan selama proses pencahayaan.
Untuk LED konvensional, ada dua cara menghasilkan warna putih.
Yang pertama adalah mengatur warna hijau, merah dan biru. Pada metode ini
energi digunakan untuk internal absorbsi dan proses pengaturan. Cara kedua
adalah menambahkan fosfor pada LED biru. Emisi LED biru berkisar antara
380-420 nm, sedangkan efisiensi absorpsi fosfor konvensional rendah. Oleh
karena itu fosfor yang efisien dibutuhkan dalam proses ini.
Para peneliti menunjukkan bahwa sintesis koloid QD bisa menjadi
partikel nano fosfor yang bagus. Keuntungan fosfor dalam ukuran QD : (1)
QD memiliki pencapaian kuantum yang tinggi, (2) Emisi energi dapat diatur
dengan mengatur ukuran QD, (3) Semakil kecil dot mengindikasikan
semakin banyak atom yang dipermukaan dan setiap perubahan pada
komponen kimia pada atom tersebut akan mempengaruhi emisi energi dari
dot tersbut.
Struktur dari LEDs adalah pusat emisi cahaya yakni cadmium
selenide (CdSe) kristal nano. Lapisan CdSe diapit oleh lapisan elektron-
transporting (ETL) dan lapisan hole-transporting (HTL) material organik.
Pemasangan medan listrik menyebabkan elektron dan hole bergerak menuju
lapisan QD, dimana mereka ditangkap oleh QD dan direkombinan sehingga
dapat mengemisikan foton. Spektrum emisi foton lebar dan dikarakterisasi
dari FWHM.
Membawa elektron dan hole bersama dalam daerah yang kecil untuk
rekombinan yang efisien utnuk menngemisikan foton tanpa ada disipasi
merupakan salah satu tantangan. Untuk mengatasi masalah ini dibuat lapisan
691
emisi tipis diapit oleh HLT dan ETL. Dengan membuat lapisan tipis QD,
elektron hole dapat ditransfer langsung dari permukaan ETL dan HTL.
Elektron hole rekombinan teramati di dekat katoda, yang akan
mengakibatkan pembentukkan eksiton. Untuk menncegah terbentuknya
eksiton atau hole dari mencapai katoda, lapisan hole-bloking memainkan
peranan mencegah hole bergerak ke katoda dan mentransport elektron
menuju lapisan emisi. Gambar 13.13 menunjukkan lapisan-lapisan yang ada
pada LEDs. Disini digunakan lapisan QD tunggal (monolayer) dimana QD
disusun sehingga membentuk ukuran 2 dimensi.
Gambar 36.13. Struktur lapisan LEDs dimana lapisan QD diapit oleh lapisan
ETL dan HTL.
692
pewarna organik, sehingga memungkinkan untuk mengamati proses sel
untuk waktu yang lebih lama. QD memberikan spektrum absorbsi yang luas
dengan panjang gelombang emisi yang tetap.
Multifungsi dari sistem nano untuk diagnosa kanker dan pengobatan
telah dibuat. Geometri dari partikel nano pembawa haruslah dapat penyimpan
obat dan gerak dinamis dalam fluida (darah). Struktur pori atau berlubang
diperlukan untuk menyimpan dan menyebarkan obat. Seperti ditunjukkan
pada gambar, interior nano pembawa diisi oleh obat anti kanker begitu juga
dengan permukaan luarnya. Bagian luar dari nano pembawa dihubungkan
dengan fluorescent dan partikel nano magnetik untuk imaging dan
hipertermia. Hipertermia disini diartikan dengan panas suhu tubuh. Sehingga
dengan menggunakan partikel nano magnetik kita bisa memberikan panas
pada bagian tubuh tertentu untuk membakar sel yang terinfeksi misalnya.
Komponen fluorescent bukan hanya untuk menahan bagian
dalamnya tetapi juga agar tidak berinteraksi dengan komponen lain di
luarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Cho Hoon Sung menunjukkan bahwa
menghubungkan QD dengan beberapa partikel nano pembawa seperti
misalnya carbon nanotubes dan magnetik nanospheres Fe3O4 menyebabkan
adanya pergeseran biru. Pergeseran biru atau blue shift berarti spektrum
emisinya menuju ke spektrum biru.
Gambar 36.14. skema ideal multifungsi sistem nano yang digunakan untuk
diagnosa kanker dan pengobatan.
693
Para peneliti di Emory University, Georgia Tech, dan Cambridge
Penelitian dan Instrumentasi, telah menggunakan QD untuk mengidentifikasi
tumor pada tikus. QD yang digunakan terbuat dari selenide kadmium sulfida-
seng, masing-masing 5nm di diameter. QD dilapisi dengan polimer untuk
mencegah tubuh makhluk hidup menyerang QD dan untuk menjaga QD
sendiri dari kebocoran ion kadmium beracun dan selenium. kauntum dot
dipasangkan antibodi di luar kulit, kemudian anti bodi tersebut dilepas ke
permukaan sel tumor prostat. Para ilmuwan menyuntik QD ke dalam sistem
peredaran darah dan terakumulasi pada titik tumor, yang kemudian bisa
dideteksi oleh fluoresensi pencitraan.
694
QD dapat menjawab semua persoalan tersebut. Partikel QD memiliki
ukuran dalam skala nano meter, sehingga luas permukaan serapan akan
menjadi sangat besar. Bayangkan saja setiap dot mampu menyerap dan
mengkonversi cahaya menjadi energi listrik, padahal dalam luas permukaan
tertentu pasti akan banyak sekali QD (mencapai orde bilangan avogadro).
Celah energi yang bergantung pada ukuran pun membuat daerah serapan
menjadi sangat lebar. Tiap jenis QD memiliki daerah serapan masing-masing,
mulai dari daerah ultraviolet sampai inframerah, sehingga pada kondisi cuaca
bagaimanapun sel surya berbasis QD masih tetap aktif bekerja mengubah
energi cahaya menjadi energi listrik. Sel surya berbasis QD mampu bertahan
hingga 10000jam pemakaian.
Sel surya berbasis QD dibagi menjadi tiga konfigurasi. Pertama adalah
foloelektroda yang tersusun dari sejumlah larik (array) QD. Pada konfigurasi
ini, QD disusun membentuk formasi larik tiga dimensi dan jarak antar dot
dibuat sangat kecil sehingga terbentuk pita mini (mini band).
36.6 Penutup
QD merupakan kristal nano yang berukuran sangat kecil yang dapat
mengemisikan panjang gelombang yang berbeda-beda tergantung dari ukuran,
bentuk dan komposisinya. Dengan sifatnya ini QD merupakan penemuan yang
luar biasa yang memungkinkan kita untuk mengatur ukuran dan sifatnya
seperti yang kita inginkan sehingga kita dapat menghasilkan berbagai macam
device sesuai dengan kebutuhan kita. Selain itu kita juga dapat
menggunakannya untuk mendeteksi berbagai hal yang kita inginkan. Aplikasi
dari QD ini sangat beragam seperti misalnya untuk LED yang lebih efisien,
aplikasi dalam bidang kedokteran untuk membantu pengobatan kanker, dan
dalam bidang komputer menawarkan sistem memori baru menggunakan spin
sehingga dapat dihasilkan memori dengan penyimpanan yang jauh lebih besar
pada ukuran memori yang lebih kecil.
695
Busani, Sridhar. QDs – Application in Life Sciences. Didownload dari
nanocluster.mit.edu/bawendi-group2011
Chance Harenza. QDs. Seminar Research, Arlington, TX, 76010, USA
Fabrication of GaAs kuantum dots by droplet epitaxy on Si/Ge virtual
substrate. Didownload dari http://iopscience.iop.org/1757-
899X/6/1/012009
Griffith, David J. Introduction to Kuantum Mechanics. Second Edition.
Pearson Education LTD,. London
Hoon-Sung, Cho. 2010. Design and Development of a multifunctional nano
carrier system for imaging, drug delivery, and cell targeting in cancer
research. Disertasi pada Division of Research and Advanced Studies of
the University of Cincinnati Liu, Cheng. 2005. Basic Idea of Kuantum
Dots and Current applications. Physic 598OS 14 Desember
Koc, Kenan, Tepehan, Fatma, dan Tepehan, Galip. Characterization Of Mps
Capped Cds Kuantum Dots And Formation Of Self-Assembled Kuantum
Dots Thin Films On A Glassy Substrate. Chalcogenide Letters Vol. 8,
No. 4, April 2011, p. 239-247
Kouwenhoven, Leo P. dkk. 1997. Electron transport in quantum dots.
Proceedings di the Advanced Study Institute on Mesoscopic Electron
Transport
Krauss, dkk. Charge and Photoionization Properties of Single Semiconductor.
J. Phys. Chem. B 2001, 105, 1725-1733
maksyin, P.A. dan Chakraborty, Tapash. 1990. Kuantum Dots in a Magnetik
Field: Role of Electron-Electron interactions. Physical review Letter
volume 65, number 1 (108-111).
Michaelt, Xavier, dkk. Properties of Fluorescent Semiconductor Nanocrystals
and their Application to Biological Labeling. Single Mol. 2 (2001) 4,
261-276
Mikrajuddin, A. 2009. Pengantar Nanosains. Penerbit ITB:Bandung
Murphy, Catherine J. 2002. QDs: A Primer. Volume 56, number 1. Applied
Spectroscopy. Hal 16A-27A
Norris, David J. Spectrum in Cadmium Selenide (CdSe) QDs. Disertasi
departemen of Chemistry University of Chicago 1990
S. M. Reimann and M. Manninen. Electronic structure of QDs. Rev. Mod.
Phys., Vol. 74, No. 4, October 2002
Wojs, Arkadiusz, dkk. Electronic structure and magneto-optics of self-
assembled quantum dots. Physical Review B Volume 54, Number 8 15
August 1996-II
Wong, Michael S. dan Stucky, Galen D.. The Facile Synthesis of
Nanocrystalline Semiconductor Kuantum Dots. Mat. Res. Soc. Symp.
Proc. Vol. 676 © 2001 Materials Research Society
X. Michalet. QDs for Live Cells, in Vivo Imaging, and Diagnostics
696
Bab 37
Sel Surya Quantum Dot
Oleh: Dui Yanto Rahman
37.1 Pendahuluan
Peningkatan efisiensi sel surya terus dikembangkan, salah satunya
adalah dengan meningkatkan daya serap sel surya terhadap foton-foton cahaya,
baik yang memiliki energi tinggi maupun energi rendah. Sel surya
konvensional yang ada saat ini hanya mampu menyerap energi cahaya yang
memiliki panjang gelombang antara 400-550 nm, yang berarti hanya sebagian
kecil dari daerah cahaya tampak. Oleh karena itu, penemuan partikel nano yang
memiliki konduktivitas tinggi kemudian diterapkan pada teknologi
semikonduktor sel surya. Penelitian menunjukkan bahwa pemakaian
semikonduktor berstruktur nano dapat meningkatkan daya serap sel surya, tapi
hanya menyerap foton-foton berenergi tinggi yang berguna untuk
menghasilkan Multiple exiton (satu foton bisa menghasilkan lebih dari satu
pasangan elektron dan hole). Untuk itu, diperlukan susunan dan material sel
surya yang dapat menyerap foton-foton berenergi rendah juga. Kombinasi
antara material nano dan Quantum Dots dapat menjawab tantangan ini karena
Quantum Dots dapat menyerap hampir semua foton-foton dalam daerah
cahaya tampak.
697
Selanjutnya, dikarenakan pada sambungan pn terdapat medan listrik E, elektron
hasil fotogenerasi tertarik ke arah semikonduktor n, begitu pula dengan hole
yang tertarik ke arah semikonduktor p. Apabila rangkaian kabel dihubungkan
ke dua bagian semikonduktor, maka elektron akan mengalir melalui kabel. Jika
sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut menyala
dikarenakan mendapat arus listrik, dimana arus listrik ini timbul akibat
pergerakan elektron. Gambar 37.2.1. menunjukkan proses perubahan energi
cahaya menjadi energi listrik.
698
Pada awalnya, pembuatan dua jenis semikonduktor ini dimaksudkan
untuk meningkatkan tingkat konduktifitas atau tingkat kemampuan daya hantar
listrik dan panas semikonduktor alami. Di dalam semikonduktor alami (disebut
dengan semikonduktor intrinsik) ini, elektron maupun hole memiliki jumlah
yang sama. Kelebihan elektron atau hole dapat meningkatkan daya hantar
listrik maupun panas dari sebuah semikoduktor.
699
Gambar 4.2.4 Proses penyambungan semikonduktor N dan P
(http://energisurya.files.wordpress.com)
Elektron dari semikonduktor n bersatu dengan hole pada semikonduktor p
yang mengakibatkan jumlah hole pada semikonduktor p akan berkurang.
Daerah ini akhirnya berubah menjadi lebih bermuatan positif.
Pada saat yang sama. hole dari semikonduktor p bersatu dengan elektron yang
ada pada semikonduktor n yang mengakibatkan jumlah elektron di daerah ini
berkurang. Daerah ini akhirnya lebih bermuatan positif.
W
Gambar 4.2.2 Terbentuknya depletion area setelah proses
penyambungan (http://energisurya.files.wordpress.com)
Daerah negatif dan positif ini disebut dengan daerah deplesi (depletion
region) ditandai dengan huruf W.
Baik elektron maupun hole yang ada pada daerah deplesi disebut dengan
pembawa muatan minoritas (minority charge carriers) karena keberadaannya
di jenis semikonduktor yang berbeda.
700
Pada sambungan p-n inilah proses konversi cahaya matahari menjadi listrik
terjadi. Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada lapisan atas
sambungan p yang menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat
jauh lebih tipis dari semikonduktor p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke
permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke daerah deplesi dan
semikonduktor p.
701
Cahaya matahari dengan panjang gelombang (dilambangkan dengan
simbol “lambda” di gambar atas ) yang berbeda, membuat fotogenerasi pada
sambungan pn berada pada bagian sambungan pn yang berbeda pula.
702
Mayoritas bahan semikonduktor untuk sel surya yang ada terbuat dari
silikon karena kemudahan mendapatkan bahan tersebut didukung dengan
meluasnya fabrikasi semikonduktor berbasis silikon. Tetapi efisiensi sel surya
dengan bahan silikon rata-rata hanya 15 persen. Pencapaian efisiensi sel surya
berbasis silikon pada level 30% tidak didukung dengan kemurahan biaya
produksinya.
Beberapa material selain silikon telah dicoba diterapkan sebagai bahan
semikonduktor untuk sel surya tetapi efisiensi yang dihasilkan belum cukup
memuaskan ditambah dengan biaya produksinya membuat banyak peneliti
tidak berhenti untuk terus menemukan bahan sel surya yang mempunyai
efisiensi yang tinggi namun dengan biaya produksi murah. Gambar 37.2.2 di
bawah ini menyajikan perbandingan tingkat efisiensi untuk beberapa jenis sel
surya.
Gambar 4.2.2 Perbandingan tingkat efisiensi untuk tipe solar sel yang berbeda.
(Shell Solar 2003)
Pusat kerja sel surya berada pada lapisan semikonduktor n dan p dan
sambungan keduanyanya. Dimana pada lapisan ini arus listrik yang dihasilkan
bergantung pada banyaknya pasangan elektron dan hole yang dihasilkan.
Semakin banyak pasangan electron dan hole yang dihasilkan semakin besar
aliran electron yang terjadi antara semikonduktor n dan p yang berefek pada
besarnya aliran arus listrik yang dihasilkan. Gambar di bawah ini menunjukkan
pusat kerja sel surya.
Gambar 4.2.3 pusat kerja sel surya. Lapisan n, p dan daerah deplesi.
(Donghwan Kim, Korea University)
703
Untuk menghasilkan pasangan electron-hole yang banyak diperlukan
material yang memiliki nilai band gap yang optimum, dimana dapat menyerap
foton-foton yang dibawa cahaya matahari baik yang berenergi tinggi maupun
rendah.
Teknologi sel surya yang ada saat ini biasanya dikelompokkan menjadi
3 kelompok, yakni sel surya single junction (sambungan tunggal), sel surya
film tipis, dan sel surya single junction yang disusun menjadi beberapa lapisan
. Material yang dipakai untuk sel surya beragam diantaranya monocrystalline
silicon, polycrystalline silicon,, amorphous silicon, cadmium telluride, dan
copperindum selenide/sulfide. Material umumnya berbentuk bulk yang
dibentuk wafer-wafer tipis berukuran 180-240 mikrometer. Material yang lain
adalah lapisan film tipis, dye organic, dan polymer organic yang dideposisikan
pada substrate pendukung.
Sel surya silikon terbagi menjadi tiga kategori sesuai dengan sifat dan
ukuran kritalnya. Yaitu;
1. Monokristal silikon (c-Si)
2. Poli Kristal silikon atau multi Kristal silikon (poly-Si atau mc-Si)
3. Ribbon Silicon
Sel surya single junction memiliki efisiensi yang terbatas, hal ini
disebabkan oleh banyaknya energi yang terbuang dan dibawa oleh foton
dengan beberapa mekanisme, seperti yang ditunjukkan gambar 37.2.4.
Spektrum matahari yang terdiri dari foton-foton dengan kisaran energi antara
0.5 s.d 3.5 eV. Foton dengan energi yang lebih kecil dari band gap (celah pita)
material semikonduktor sel surya tidak diserap oleh material tersebut
(ditransmisikan), sementara foton-foton dengan energi sangat tinggi
melepaskan energinya sebagai panas ketika Carrier (pembawa muatan)
kembali ke tepi pita (ditunjukkan oleh no.1 dan 2 pada gambar 37.2.3 secara
berurutan). e
2
e e 3
4
e e e
5 e
h 5’
4’ h h
2’
h
h
1
704
berenergi tinggi dan cara untuk bisa menyerap foton yang memiliki energi
lebih rendah dari band gap. Adapun cara untuk mengecilkan potensi
kehilangan energi (loss energy) untuk foton berenergi tinggi dan foton
berenergi lebih rendah dari band gap yaitu menggunakan solar sel single
junction dengan beberapa lapisan yang memiliki pita energi yang berbeda.
Tetapi cara ini belum memperoleh biaya produksi yang ekonomis.
705
Gambar 4.3.2. contoh lapisan quantum dots
pada sel surya
706
Gambar 4.3.4 Konsep desain sel surya Quantum Dot GaAs
Gambar 4.3.4 merupakan sel surya quantum dots GaAs. Dimana
(Galium Arsenide) (Seth Hubbard dan Ryne Raffaelle)
material quantum dots hanya diletakkan di daerah persambungan antara
semikonduktor tipe n dan semikonduktor tipe p.
Gambar 37.3.6 merupakan sel surya quantum dots koloid dimana CdSe
sebagai material quantum dots diikatkan pada nano partikel TiO2. Lapisan
substrate berupa OTE (Optical Transparant Electrode)
707
Efisiensi sel surya quantum dots menyamai sel surya GaAs tandem yang
biayanya mahal. Tetapi QDs bisa ditingkatkan lagi efisiensinya. Khusus PbS
CQDs mempunyai bandgap bandgap yang dapat menyerap cahaya infra merah,
yang tidak bisa diserap jika memakai PbS dalam ukuran bulk. Setengah dari
cahaya matahari yang sampai ke bumi adalah infra merah, kebanyakannnya
adalah di dekat daerah infra merah. Dengan solar sel quantum dot, material-
material yang sangat peka terhadap cahaya infra merah sangat mudah
digunakan sehingga dapat menyerap lebih banyak energi.Dengan teknologi ini
kehilangan energi dari pasangan elektron hole yang dihasilkan oleh foton
berenergi tinggi dapat ditekan dan digunakan untuk meningkatkan baik
tegangan ataupun arus oleh cahaya (photo voltage dan photo current).
Peningkatan arus bisa dicapai dengan menggunakan energi yang hilang dalam
proses relaksasi untuk membangkitkan pasangan elektron dan hole yang lebih
banyak. Satu foton bisa menghasilkan lebih dari satu pasangan elektron dan
hole. Sementara peningkatan photo voltage bisa dicapai dengan mengumpulkan
pembawa muatan (carrier) berenergi tinggi sebelum mereka sampai ke tepi
pita. Untuk foton yang berenergi lebih kecil dari celah pita, kehilangan
energinya bisa dihindari dengan memakai material yang memiliki intermediate
band (pita menengah) yang diletakkan antara pita valensi dan konduksi dari
suatu semikonduktor. Ada beberapa tipe sel surya berbasis nano dan quantum
dots.
708
37.4.2 Sel Surya Hot Carrier
Konsep fisis dari sel surya hot carrier adalah mengekstrasikan pembawa
muatan (carrier) dari media penyerap sebelum mereka (carrier) terelaksasi ke
pingiran pita dengan mengemisikan fonon (carrier masih panas). Ekstraksi hot
carrier bergantung pada dua factor utama. harus melewati sel dengan cepat (2)
laju pendinginan harus lambat. Hot carrier harus dikumpulkan dari media
penyerap dengan kontak energy pilihan. Struktur nano quantum dot dapat
diimplementasikan dalam sel surya hot carrier baik sebagai penyerap dan
kontak energi. Rapat keadaan yang diskrit dalam struktur ini bias mencegah
pendinginan carrier dibandingkan jika memakai material bulk. Dan juga rapat
energi yang terkurung dalam struktur nano seperti nano well, nano wire dan
quantum dots dapat digunakan sebagai level-level peresonansi energy dari
lebar yang sangat kecil yang mentransmisikan energi yang sangat kecil dari hot
carrier merefleksikan kembali carrier menuju lapisan penyerap. Ekstrasksi hot
carrier meningkatkan tegangan sirkuit terbuka dan efisiensi. Batas efisiensi
dari sel surya hot carrier adalah 85% mendekati batas kuantum maksimum
yaitu 86,8 %. Ini cocok dengan porsi yang sempit dari radiasi cahaya.
709
Dalam Intermediate band solar cells (IBSCs), sebuah material dengan
IB yang ditempatkan di daerah intrinsic antara semikonduktor konvensional
tipe p dan n seperti diperlihatkan gambar di bawah ini. Material IB harus
mengandung paling sedikit satu pita di antara pita valensi dan pita konduksi.
Gambar 4.4.3.2 skema proses penyerapan foton dan split level quasi-
Fermi dalam sel surya IB (Som Nath Dahal,Disertasi, 2011)
Para peneliti seluruh dunia sedang mencari dan meneliti material bulk
dan molecular yang mempunyai potensial memiliki IB yang cocok untuk
IBSCs.
Struktur nano seperti quantum well, wire dan dots direkomendasikan
sebagai calon material untuk IBSC. Dalam struktur ini, Kristal nano dari
material dengan band gap kecil dikelilingi material dengan band gap besar
dalam dimensi satu, dua dan tiga menghasilkan quantum well, wire dan dots
secara berurutan. Kedaan terkurung pada pita konduksi dan valensi dari
material quantum well, wire atau dots bertindak sebagai keadaan menengah
yang bias memfasilitasi penyerapan foton-foton sub band gap. Tetapi berkaitan
dengan k vector carrier continuum dalam arah yang tidak terkurung, quantum
well dan wire tidak memiliki rapat keadaan yang cocok untuk menjaga level
quasi-Fermi, sebagaimana yang ditunjukkan gambar di bawah ini. Quantum
dots Kristal nano, berkaitan dengan fungsi deltanya seperti rapat keadaan, dapat
menjadi calon material yang cocok untuk menjaga level quasi-Fermi dari
intermediate band diciptakan keadaan-keadaan terkurung tersebut (confined
states).
710
Dalam quantum dots, keadaan terkurung pada pita konduksi dan valensi
dapat bertindak sebagai keadaan intermediate, dan jika jarak antara Kristal
nano quantum dots cukup kecil sehingga terjadi overlapping fungsi gelombang
diantara dot-dot sekitarnya yang cukup signifikan mereka akan membentuk
sebuah pita yang dapat bertindak sebagai sebuah pita intermediate seperti yang
ditunjukkan di bawah ini. Untuk applikasi quantum dots pada IBSCs,
penumbuhan metode stranski-Krastanov (SK) bias dipakai untuk fabrikasi QDs
melalui metode epitaxial yang dikontrol dengan sempurna menggunakan
molecular beam epitaxy (MBE) atau metalorganic chemical vapor deposition
(MOCVD).
711
carrier memungkinkan menggunakan material penyerap untuk menghasilkan
efisiensi lebih dari 50 % di bawah konsentrasi.
Proses fabrikasi material untuk sel surya berbasis nano dapat dilakukan
dengan mekanisme fisika, kimia dan biologi. Mekanisme kimia dan biologi
memiliki potensi untuk menghasilkan sel surya berbiaya rendah. Usaha-usaha
untuk membuat semikonduktor berstruktur nano , partikel nano logam, dan
karbon nanotube telah membuka jalan untuk membuat sel surya generasi baru.
Ide-ide baru untuk bisa menyerap banyak foton dengan menggunakan
semikonduktor berbasis nano dan Assembly molecular sangat dibutuhkan.
Semikonduktor Quantum Dots dapat menyerap semua gelombang
cahaya tampak. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah Quantum Dot yang ada
dipermukaan suatu semikonduktor dengan ukuran yang bervariasi
menyebabkan semakin banyaknya cahaya dengan panjang gelombang yang
bervariasi di daerah cahaya tampak yang diserap oleh semikonduktor tersebut.
bahkan tidak menutup kemungkinan cahaya inframerahpun bisa diserap oleh
semikonduktor Quantum Dots. Sehingga pemakaian material Quantum Dots
dalam perangkat sel surya sangat dibutuhkan untuk memperlebar jangkauan
penyerapan spektrum cahaya matahari. Hal tersebut melengkapi kemampuan
material nano struktur yang menyerap energi foton dengan panjang gelombang
pendek.
712
Celah Pita
Gambar 4.4.1 : ilustrasi pita valensi, pita konduksi dan celah pita energi bahan
Ukuran partikel dalam nanometer semikonduktordapat mengubah lebar celah pita
energi. Berbeda dengan ukuran bulk. Bentuk kecil dan besarnya memiliki celah
pita energi yang sama. Bandgap partikel akan semakin besar jika ukurannya
bertambah kecil jika ukurannya dalam nanometer.
ℎ2
λ𝑑𝑑𝑑𝑑 = � (1)
2𝑚𝑚𝑚𝑚
dengan mensubstitusi panjang gelombang dan mencari solusi untuk energi akan
didapatkan ungkapan tingkat energi yang dimiliki oleh partikel sebagai
berikut.
ℎ 2 𝑛𝑛 2
𝐸𝐸𝑛𝑛 = (3)
8𝑚𝑚𝑑𝑑 2
Setiap nilai n sesuai dengan satu keadaan energy yang diizinkan, dimana n =1
adalah energi terendah. Gelombang berdiri dalam sumur kuantum akan
memiliki setengah panjang gelombang n.
n=4
Energi
n=3
n=2
n=1
x
−ℎ 2 𝜕𝜕 2 𝜓𝜓
= (𝐸𝐸 − 𝑉𝑉)𝜓𝜓 (4)
8𝜋𝜋 2 𝑚𝑚 𝜕𝜕𝑥𝑥 2
Syarat batas dimana fungsi gelombang sama dengan nol ketika x = 0 dan
x = d, yang akan menghasilkan B = 0. A harus tidak sama dengan nol, oleh
karena itu ungkapan di dalam fungsi sinus harus sama dengan nilai bulat dari
pi. Jika syarat batas dipenuhi, maka akan didapat solusi E sebagai fungsi n.
8𝜋𝜋 2 𝑚𝑚𝑚𝑚
0 = 𝐴𝐴 sin �� 𝑑𝑑� (6)
ℎ2
8𝜋𝜋 2 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑛𝑛𝑛𝑛 = � 𝑑𝑑 (7)
ℎ2
ℎ 2 𝑛𝑛 2
𝐸𝐸𝑛𝑛 = (8)
8𝑚𝑚 𝑑𝑑 2
714
elektron terkurung dalam satu dimensi (garis) dan tidak mempunyai energi
yang cukup untuk menembus dimensi yang ke-dua dan tiga maka daerah
tersebut dinamakan quantum wire. Dan apabila elektron terkurung dalam suatu
daerah dimana elektron tidak bisa bergerak baik pada dimensi kesatu, dua dan
tiga maka daerah tersebut dinamakan quantum dot (QD). Dapat disimpulkan
bahwa quantum well, quantum wire, dan khususnya QD merupakan skema
pemerangkapan elektron dalam dimensi tertentu untuk membatasi geraknya
sehingga menghasilkan sifat-sifat kuantum yang diinginkan. Contoh dimensi
material dari ukuran besar hingga QD diilustrasikan pada gambar 37.4.2.1
1 2
3 4
Gambar 37.4.2.1: 1. Bulk (3 dimensi ) tiga derajat kebebasan (sumbu x,y dan z)
2.Quantum well (2 D) 2 derajat kebebasan (sumbu x dan y). 3. Quantum wire (1 D) 1 derajat
kebebasan (sumbu x). 4. Quantum Dot (0D) 0 derajat kebebasan (electron terkurung dalam
semua arah) (John Romankiewicz , 2004)
Quantum Dot kadang disebut atom tiruan (artificial atom). Ini
dikarenakan QD memiliki ukuran beberapa kali ukuran atom tunggal, tetapi
masih tetap kecil sehingga sifat-sifatnya menyerupai atom. Ukurannya mulai
dari 1 nm sampai 10 nm.
n=3
n=2
n=1
Eg
n=1
n=2
n=3
715
elektron memiliki massa efektif yang berbeda untuk dipakai di persamaan di
atas. Terdapat satu faktor lagi yang mempengaruhi energi yang dibutuhkan,
merujuk pada efek eksiton. Dua pembawa muatan, hole dan elektron, tidak
terisolasi. Mereka saling berinteraksi satu sama lain, menghasilkan energi
potensial negatif seperti ditunjukkan di bawah ini
−𝑒𝑒 2
𝑉𝑉 = (11)
4𝜋𝜋𝜋𝜋 ∈
Keduanya saling mengorbit satu sama lain, sama seperti interaksi antara
proton dan elektron dalam atom hidrogen, ini menyebabkan ada suku tambahan
berupa energi kinetik. Karena proton jauh lebih besar, elektron dianggap
mengelilingi proton. Asumsi yang sama bisa diterapkan pada hole, walaupun
tidak sebesar proton, hole lebih berat dari elektron. Gaya sentripetal yang
mengurung elektron diorbitnya adalah gaya Coulomb, dengan mengetahui
hubungan antara percepatan dan percepatan untuk gerak melingkar, maka
mungkin mendapat energi kinetiknya.
𝑣𝑣 2
𝑎𝑎 = 12)
𝑟𝑟
𝑒𝑒 2 𝑣𝑣 2
= 𝑚𝑚𝑒𝑒∗ (13)
4𝜋𝜋∈𝑟𝑟 2 𝑟𝑟
1 𝑒𝑒 2
𝑚𝑚𝑣𝑣 2 = = 𝐾𝐾𝐾𝐾 (14)
2 4𝜋𝜋∈
Energi total kombinasi elektron dan hole adalah sama dengan energi
kinetik ditambah dengan energi potensial.
𝑒𝑒 2 𝑒𝑒 2 𝑒𝑒 2
𝐸𝐸𝑥𝑥 = 𝐾𝐾𝐾𝐾 + 𝑉𝑉 = − = − (15)
8𝜋𝜋∈𝑟𝑟 4𝜋𝜋∈𝑟𝑟 8𝜋𝜋∈𝑟𝑟
Dimana ;
E BG = Energi band gap, h = konstanta planck, c = kecepatan cahaya
∗ ∗
𝑚𝑚𝑒𝑒 = masa efektif elektron, 𝑚𝑚ℎ = masa efektif hole ∈ = Kosntanta dielektrik
r = jari-jari Quantum Dot d = diameter Quantum Dot
Contoh perhitungan sederhana panjang gelombang yang diserap jika ukuran
Quantum Dot divariasikan.
Bahan : CdTe
Energi Band Gap = 1,51 eV pada suhu kamar.
716
Masa Efektif Elektron : 0,096 (Berger, 1997).
Masa Efektif Hole : 0,84 (Berger, 1997).
Konstanta Dielektrik (ε) : 10,392 (Zanio, 1978)
Dengan memvariasikan ukuran r Quantum Dot dari 2,5 nm sampai 5 nm, dan
memasukkan ke dalam pers berikut
37.5 Eksperimen
Pada bagian ini akan diperlihatkan hasil eksperimen yang
mengkombinasikan antara material solar sel yang berukuran nano dengan
quantum dot dalam susunan sel surya yang menghasilkan daya serap lebih baik
dibandingkan dengan tanpa kombinasi keduanya dan juga dibandingkan
dengan material bulk.
a b
Gambar 4.5.1.1. a. Nano partikel OTE/TiO2 b. Nanotube Ti/TiO2
(Anusom K ,et al, 2008)
717
Gambar 4.5.1.2. Hasil SEM dari (A) Flm tipis TiO2 pada OTE dan (B,C,D) nanotube
TiO2. Tampak samping (B) , tampak atas (C), dan tampak diperbesar (D)
(Anusom K, et al, 2008)
Gambar Gambar
4.5.1.3. 2,3 nm, 2,6menunjukkan
4.5.1.4 nm, 3 nm dan 3,7 nm diameter
desain Quantum
solar sel Dot CdSedengan
“Rainbow” (A)
Tunggal (B) dimasukkan ke TiO2 film tipis (OTE/TiOe/CdSe) dan (C) dimasukan ke
Quantum
susunan Dots CdSe
nanotube dalam
TiO2 (Ti/T Nanotube T i O 2
iO2(NT)/CdSe (Anusom K, et al, 2008)
37.5.2. Alat
Alat yang digunakan untuk mengukur daya serap cahaya adalah
spektrofotometer Shimadzu UV-3101 PC.
718
Gambar 37.5.2.1 spektrofotometer Shimadzu UV-3101 PC
(http://www.chem.uky.edu/courses/che450g/handouts/shimadzuinstructions.html)
Gambar 4.5.3.1 Spektrum penyerapan quantum dots CdSe dengan diameter 2,3
nm, 2,6 nm, 3 nm, dan 3,7 nm. (Anusom K, et al, 2008)
2. Quantum dots CdSe yang dimasukkan ke dalam film tipis TiO 2 ukuran nano
dan nanotube TiO 2 . Untuk CdSe dengan diameter 2,3 nm, 2,6 nm, 3,0 nm dan
3,7 nm penyerapan dimulai dengan panjang gelombang 590 nm, 600 nm, 610
nm dan 640 nm. Gambar 37.5.3.2 menunjukkan spektrum serapan cahaya
untuk CdSe yang dimasukkan ke dalam TiO 2 partitikel nano dan TiO 2
nanotube.
719
Gambar 4.5.3.2. Spektrum penyerapan quantum dots CdSe (a) 3,7 nm (b) 3,0 nm (c) 2,6
nm (d) 2,3 nm dimasukkan kedalam film tipis TiO2 (A) OTE/TiO2 (Nano
Partikel)/CdSe (garis utuh) dan (B) Ti/TiO2 (nanotube)/CdSe (garis terputus-
putus)
Dari kedua grafik tadi diperlihatkan pergeseran penyerapan cahaya
matahari jika quantum dots CdSe dikombinasikan dengan TiO 2 dalam ukuran
nano. Pergeran penyerapan terjadi dari gelombang pendek menuju gelombang
panjang. Dan terlihat hampir semua spectrum cahaya tampak bisa diserap oleh
sel surya dengan material kombinasi antara quantum dots dan partikel nano.
Quantum dots CdSe memiliki Band Gap kecil sedangkan TiO 2 memiliki band
gap lebih besar. Elektron ditansfer dari material quantum dots (CdSe) menuju
material partikel nano (TiO 2 ). Ukuran CdSe yang bervariasi menciptakan band
gap yang bervariasi pula sehingga ini dapat memperlambat prosese
rekombinasi elektron dan hole. Variasi level energi gap ini juga dapat
menyerap spectrum cahaya matahari yang lebih lebar di daerah cahaya tampak.
Gambar 37.5.3.3 mengilustrasikan level energi CdSe dengan variasi ukurannya
dan TiO 2.
Gambar 4.5.3.3 Diagram ilustrasi level-level energy untuk quantum dots CdSe
dengan ukuran yang berbeda dan TiO2 (Anusom K, et al, 2008)
Sebagai perbandingan penyerapan cahaya oleh bahan bulk adalah
sebagai berikut:
1. Bahan CdS, Grafik penyerapan cahayanya diperlihatkan pada gambar di
bawah ini:
720
Dari grafik di atas terlihat bahwa permualaan penyerapan cahaya oleh
material CdS bulk dimulai dengan panjang gelombang 550 nm. Hanya panjang
gelombang tersebut yang diserap oleh bahan CdS bulk. Untuk panjang
gelombang lebih besar dari 550 nm CdS bulk tidak bisa menyerapnya
dikarenakan energi yang dimiliki oleh cahaya dengan panjang gelombang lebih
besar dari 550 nm tidak cukup untuk menciptakan pasangan elektron dan hole.
2. Bahan ZnO, grafik penyerapan cahaya oleh ZnO terlihat pada gambar di
bawah ini:
37.5 Efisiensi
Efisiensi sel surya quantum dots secara teori dapat ditingkatkan hingga
44 %. Pada sel surya yang sekarang, cahaya yang diserap partikel hanya dapat
mengeksitasi satu elektron (membuat satu pasangan elektron-hole), sedangkan
721
pada Sel surya quantum dots foton yang ada pada cahaya dapat mengeksitasi
beberapa elektron (Multiple Exiton Generation). Semakin banyak elektron
yang tereksitasi, semakin baik efisensi suatu sel surya.
Pemakaian quantum dots pada sel surya pertama kali diidekan oleh
Burnham and Duggan pada tahun 1990. Efisiensi sel surya quantum dots pada
waktu itu baru mencapai 5,1 % dan jenis quantum dots yang dipakai adalah
koloid. Dibandingkan dengan efisiensi yang telah dicapai bahan silikon
memang masih kecil tetapi masih mempunyai peluang yang besar untuk
ditingkatkan.
Gambar 37.5.1. Struktur sel surya yang menggunakan quantum dot PbS (timbal
sulida) ( Sargent et.al., Nature Materials)
Peningkatan transport elektronik dan juga stabilitas yang lebih lama adalah
salah satu keuntungan dari penggunaan bahan-bahan inorganik . Dan sampai
saat ini peningkatan efisiensi sel surya quantum dots masih terus dilakukan
oleh para peneliti
37.5 Penutup
Penggunaan quantum dots dalam bahan sel surya dapat meningkatkan
daya serap sel surya tersebut. Dikarenakan bandgap Quantum dots dapat
dimodifikasi dengan memvariasikan ukuran quantum dots tersebut. Dengan
memvariasikan bandgap maka kita dapat mengontrol energi-energi matahari
722
yang ingin diserap oleh sel surya dengan bahan quantum dots. Berbeda dengan
material bulk dimana bandgapnya tidak bisa diubah-ubah sesuai dengan
komposisi materialnya.
723
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdulah Mikrajudin, “ Pengantar Nanosains” . Penerbit ITB, Bandung, 2009
3. Anusom Kongkanand, Kevin Tvrdy, Kensuke Takechi, Masaru Kuno, and Prashant
V.Kamat, “ Quantum Dot Solar Cell. Tuning Photoresponse through Size and
Shape Control of CdSe-TiO 2 Architecture”, Journal of The American Chemical
Society, 130,4007-4015 (2008)
4. Som Nath Dahal, “Advanced Nanostructured Concepts in Solar Cells using III-V
and Silicon-Based”, Dissertation, Arizona State University, 2011
724
10. Graetzel, M. “Nanocrystalline Electronic Junctions. In Semiconductor
Nanoclusters - Physical, Chemical and Catalytic Aspects”; Kamat, P. V.,Meisel,
D. Eds.; Elsevier Science: Amsterdam, The Netherlands, 1997
13. S.P Bremner, R Corkish, and C.B. Honserberg, “ Detailed balance efisiency
Limits with quasi-Fermi level variations, “IEEE Transactions on Electron
Devices. Vol.46.no.10.pp.1932-1999
14. S.P. Bremmer, M.Y.Levy, C.B. Honsberg, “Analysis of Tandem Solar Cell
Effisiensi Under AM!.5G spectrum Using a Rapid Flux Calculation Method, “
Progress in Photovoltaic: Research and Applications, vol.16, pp.225-233,2008
15. A.Luque, A.Marti, “Increasing the effieciensy of ideal solar cells by photon
induced transitions at intermediate levels,” Physical Review Letters, vol.78,
p.5015,1997
16. A.De Vos and B Desoete, “On the ideal performance of solar cells with larger-
than unity quantum effieciency,” Solar Energy Materials and Solar cells,
vol.51.pp.413-424, 1998
725
726