Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEPERAWATAN DASAR

“KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN”

DISUSUN OLEH :
ANASTASYA SYAPUTRI

193110164

KELAS I B

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Yessi Fadriyanti, S.Kep., M.Kep

PRODI D3 KEPERAWATAN PADANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN
AKTIVITAS DAN LATIHAN” dengan mata kuliah Keperawatan Dasar tepat pada
waktunya. Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini serta kesempurnaan makalah berikutnya.Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, Sekian penulis sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Aamiin.

Padang, 23 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR..............................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................6

I. Konsep dan Prinsip Kebutuhan Aktivitas dan Latihan .................................6


A. Struktur Sistem Muskuloskletal dan Persarafan yang Mempengaruhi
Pergerakan................................................................................................6
B. Mekanisme Tubuh dalam Fisiologi Pergerakan.......................................7
C. Mobilisasi dan Imobilisasi serta Efeknya Terhadap Tubuh ...................11
D. Respon Fisiologis dan Psikologis Klien Terhadap Imobilisasi................14
E. Prinsip-Prinsip Mekanika Tubuh.............................................................15
II. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas................................17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................27
B. Saran...............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aktivitas adalah suatu keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan kehidupan. Tiap individu mempunyai pola atau irama
dalam menjalani aktivitas. Salah satu tanda seseorang dikatakan sehat adalah adanya
kemampuan orang tersebut melakukan aktivitas seperti bekerja, makan dan minum,
personal hygiene, rekreasi, dan lain-lain. Dengan beraktivitas selain tubuh menjadi
sehat, juga dapat mempengaruhi harga diri dan citra tubuh seseorang.
Jika seseorang sakit atau terjadi kelemahan fisik sehingga kemampuan aktivitas
menurun. Seseorang tersebut biasanya terjadi masalah fisik, psikologis dan tumbuh
kembang, hal ini bisa berpengaruh pada masalah kesehatan seseorang. Selain
menimbulkan dampak fisik, gangguan personal hygiene dapat pula berdampak pada
gangguan pemenuhan kebutuhan psikososial dan nyaman.
Kebanyakan orang menilai tingkat kesehatan seseorang berdasarkan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan beraktivitas
merupakan kebutuahan dasar yang mutlak diharapkan oleh manusia. Kemampuan
aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
musculoskeletal. Pergerakan atau mekanik tubuh pada dasarnya adalah baimana
menggunakan secara efektif, terkoordinasi, dan aman, sehingga menghasilkan gerakan
yang baik dan keseimbangan selama beraktivitas. Peran perawat sangat penting untuk
mencengah terjadinya gangguan mekanik tubuh terutama pada klien yang mengalami
tirah baring lama dan cedera dan lain-lain, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan tonus otot. Sehingga berdampak pada gangguan intoleransi
aktivitas, hambatan mobilisasi, kelelahan, immobilisasi dan deficit perawatan diri.
Dengan demikian perawat harus bisa melatih mekanik tubuh dengan benar, sehingga
mencengah komplikasi klien seperti jatuh, tekanan fisik, cedera dan dampak
imobilisasi.

Perawat sangat beresiko mengalami cedera tulang belakang karena aktivitas


atau pekerjaan yang dilakukannya. Aktivitas tersebut diantaranya adalah mengangkat
klien ditempat tidur, membantu klien untuk turun dari tempat tidur, memindahkan
tempat tidur klien sendirian, mengangkat klien dan memindahkannya, serta membawa
alat yang beratnya melebihi 15 kg. Dengan demikian, apabila mekanik tubuh yang
dilakukan tubuh tidak benar dapat menyebabkan jatuh, tekanan fisik pada tulang
belakang, dan cedera (Asmadi, 2008).

B. Materi Pembelajaran
I. Konsep dan Prinsip Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
a. Struktur Sistem Muskuloskletal dan Persarafan yang Mempengaruhi
Pergerakan
b. Mekanisme Tubuh dalam Fisiologi Pergerakan
c. Mobilisasi dan Imobilisasi serta Efeknya Terhadap Tubuh
d. Respon Fisiologis dan Psikologis Klien Terhadap Imobilisasi
e. Prinsip-Prinsip Mekanika Tubuh
II. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dan prinsip kebutuhan aktivitas dan latihan
2. Untuk mengetahui struktur sistem muskuloskletal dan persyarafan yang
mempengaruhi pergerakan.
3. Untuk mengetahui mekanisme tubuh dalam fisiologi pergerakan
4. Untuk mengetahui mobilisasi dan imobilisasi serta efeknya terhadap tubuh
5. Untuk mengetahui respon fisiologis dan psikologis klien terhadap tubuh
6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip mekanika tubuh
7. Untuk mengetahui askep pemenuhan kebutuhan aktivitas
BAB II

PEMBAHASAN

I. Konsep dan Prinsip Kebutuhan Aktivitas dan Latihan

A. Struktur Sistem Muskuloskletal dan Persarafan yang Mempengaruhi


Pergerakan
1) Tulang
a. Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak
mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium)
yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut
adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.
Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
i. Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh
ii. Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh
kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang
melekat padanya.
iii. Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain
iv. Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit
dalam sumsum merah tulang tertentu.
b. Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
i. Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
ii. Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
iii. Tulang pipih pada tengkorak dan iga
iv. Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra,
tulang-tulang wajah, dan rahang.

Lapisan terluar dari tulang (cortex) tersusun dari jaringan tulang yang
padat, sementara pada bagian dalam di dalam medulla berupa jaringan sponge.
Bagian tulang paling ujung dari tulang panjang dikenal sebagai epiphyseyang
berbatasan dengan metaphysis. Metaphysis merupakan bagian dimana tulang
tumbuh memanjang secara longitudinal. Bagian tengah tulang dikenal
sebagai diaphysisyang berbentuk silindris.

Unit struktural dari cortical tulang compacta adalah system havers,


suatu jaringan (network) saluran yang kompleks yang mengandung pembuluh-
pembuluh darah mikroskopis yang mensuplai nutrient dan oksigen ke tulang,
lacuna, dan ruang-ruang kecil dimanaosteosit berada.

Jaringan lunak di dalam trabeculae diisi oleh sumsum tulang : sumsum


tulang merah dan kuning. Sumsum tulang merah berfungsi dalam
hal hematopoesis, sementara sumsum kuning mengandung sel lemak yang
dapat dimobilisasi dan masuk ke aliran darah.Osteogenic cells yang kemudian
berdiferensiasi ke osteoblast (sel pembentuk tulang) danosteoclast (sel
penghancur tulang) ditemukan pada lapisan terdalam
dari periosteum.Periosteum adalah lembar jaringan fibrosa dan terdiri atas
banyak pembuluh darah.

Vaskularisasi, tulang merupakan jaringan yang kaya akan vaskuler


dengan total aliran darah sekitar 200 sampai 400 cc/menit. Setiap tulang
memiliki arteri penyuplai darah yang membawa nutrient masuk didekat
pertengahan tulang, kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi
pembuluh-pembuluh darah mikroskopis. Pembuluh darah ini
mensuplaicortex, marrow, dan system haverst.

Persarafan, serabut syaraf sympathetic dan afferent (sensori)


mempersyarafi tulang. Dilatasi kapiler darah dikontrol oleh syaraf
symphatetic, sementara serabut syaraf afferent mentransmisikan rangsangan
nyeri.

c. Perkembangan dan pertumbuhan tulang


Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
i. Tulang didahului oleh model kartilago.
ii. Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model
korpus. Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel
kartilago mati dan meninggalkan ruang-ruang.
iii. Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh sel-
sel pembentuk tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh
sel-sel pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam lapisan
tak teratur dalam bentuk kartilago.
iv. Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah
pada epifisis yang menghasilkan tiga pusat osifikasi.
v. Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran
kartilago yang sehat dan hidup antara pusat osifikasi. Pada
metafisis sel-sel kartilago memisah secara vertical. Pada awalnya
setiap sel meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong sel-
sel yang lebih tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua runag
mebesar untuk membentuk lorong-lorong vertical dalm kartilago
yang mengalami degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel
pembentuk tulang.
vi. Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika
epifisis berfusi dengan korpus.
vii. Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral
dan hormone sebagai berikut :

Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90%
posfor. Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik.
Sebagai contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor
akan berkurang. Calcitonin, diproduksi oleh kelenjar typoid memilki aksi
dalam menurunkan kadar kalsium serum jika sekresinya meningkat diatas
normal. Vitamin D, penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan
osteomalacia pada usia dewasa.

Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun,


sekresi hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk
meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan kalsium kedalam darah.
Growth hormone (hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam
peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matrik tulang yang
dibentuk pada masa sebelum pubertas.

Glukokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.


Sex hormone, estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat
peran hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat
menopause, wanita sangat rentan terhadap menurunnya kadar estrogen dengan
konsekuensi langsung terhadap kehilangan masa tulang (osteoporosis).
Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan meningkatkan
masa tulang.

2) Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang.
Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul
sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan
sesuai dengan strukturnya.
a. Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan
oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya
sutura tulang tengkorak.
b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh
jaringan fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara
korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan
gerakan sedikit bebas.
c. Sendi synovial (diartrodial)
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya
memungkinkan gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan
tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak
(mis., sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa
dibatasi dengan membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan
sinovial ke dalam ruang sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial
normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna
kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relatif
kecil (1 sampai 3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya
kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan
synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.

Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras


dimana permukaan ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi
terdapat suatu sabit kartilago fibrosa yang sebagian memisahkan tulang-tulang
sendi (mis., lutut, rahang)

Jenis sendi synovial :

a. Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan


gerakan bebas penuh.
b. Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan
contohnya adalah siku dan lutut.
c. Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak
lurus. Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
d. Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna.
Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar
pegangan pintu.
e. Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan
contohnya adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.
3) Otot Rangka
a. Pengertian otot ( musculus)
Otot (musculus) merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan
tubuh dapat bergerak. Ini adalah suatu sifat penting bagi organisme. Gerak
sel terjadi karena sitoplasma mengubah bentuk. Pada sel – sel, sitoplasma
ini merupakan benang – benang halus yang panjang disebut miofibril.
Kalau sel otot mendapat rangsangan maka miofibril akan memendek.
Dengan kata lain sel otot akan memendekkan dirinya kearah tertentu
(berkontraksi).
b. Ciri-ciri Otot
1. Kontraktilitas
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau mungkin
juga tidak melibatkan pemendekan otot. Serabut akan terolongasi
karena kontraksi pada setiap diameter sel berbentuk kubus atau bulat
hanya akan menghasilkan pemendekan yang terbatas.
2. Eksitabilitas
Serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh implus
saraf.
3. Ekstensibilitas
Serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang
otot saat relaks.
4. Elastilitas
Serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi
atau meregang.
c. Struktur Otot Rangka
Otot rangka tersusun atas sejumlah besar serat-serat otot. Sel-sel
silindris tidak bercabang. Otot ini disokong oleh jaringan ikat dan
mempunyai banyak suplai darah dan saraf. Setiap sel mempunyai banyak
nuklei dan mempunyai penampilan lurik. Dindingnya atau sarkolema,
mengandung myofibril yang dibungkus dengan rapat dalam sarkoplasma
cair. Didalamnya juga ada banyak mitokondria. Warna merah dari otot
berhubungan dengan mioglobin, suatu protein seperti hemoglobin dalam
sarkoplasma.
Setiap miofibril mempunyai lurik (striasi) terang dan gelap secara
bergantian, disebut pita I dan A secara berurutan. Striasi disebabkan oleh
2 tipe filamen, satu mengandung proteinaktin, dan lainnya mengandung
protein myosin.
Kontraksi otot adalah karena reaksi filament aktin dan miosin satu
sama lain, seperti ketika mereka menyisip satu sama lain dan menarik
ujung dari sel otot saling mendekat. Serat otot memendek sampai dengan
sepertiga dari panjangnya saat kontraksi.
Serat-serat otot biasanya menjalar sejajar terhadap arah tarikan,
baik tanpa tendon (otot kepeng) mis., otot interkostal, atau dengan tendon
pada ujungnya (otot fusiformis) mis., otot bisep. Otot-otot ini mempunyai
rentang gerak yang besar tetapi relative lemah.
Otot pennate lebih kuat daripada tipe otot di atas, tetapi
mempunyai rentang gerak lebih pendek. Pada otot ini, serat-serat menjalar
membentuk sudut terhadap arah tarikan dan menyisip ke dalam tendon
sentral atau tendon pengimbang.
d. Histology Otot
Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan atas dasar strukturnya
dan ciri fiologis yaitu otot polos, otot lurik, dan otot jantung.
1. Otot polos (smooth muscle/involuntary muscle)
Otot polos mengandung sel berbentuk spindle dengan panjang 40-200
µm dengan inti terletak di tengah. Myofibril ini sukar diperlihatkan
dan tidak mempunyai corak melintang. Serabut reticular transversa
menghubungkan sel-sel otot yang berdekatan dan membentuk suatu
ikatan sehingga membentuk unik fungsional. Otot polos tidak
dibawah pengaruh kehendak.
2. Otot lurik (skeleton muscle/voluntary muscle)
Otot lurik mengandung sel-sel otot (serabut otot) dengan ukuran tebal
10-100 µm dan panjang 15 cm. Serabut otot lurik berasal dari
myotom, inti terletak dipinggir, dibawah sarcolema.memanjang sesuai
sumbu panjang serabut otot. Beberapa serabut otot bergabung
membentuk berkas otot yang dibungkus jaringan ikat yang disebut
endomycium. Bebefrapa endomycium disatukan jaringan ikat disebut
perimycium. Beberapa perimycium dibungkus oleh jaringan ikat yang
disebut epimycium (fascia). Otot lurik dipersyafi oleh system
cerebrosfinal dan dapata dikendalikan. Otot lurik terdapat pada otot
skelet, lidah, diaphragm, bagian atas dinding oesophagus.
3. Otot Jantung
Terdiri dari serabut otot yang bercorak yang bersifat kontraksinya
bersifat otonom. Tetapi dapat dipengaruhi system vagal. Serabutnya
bercabang-cabang, saling berhubungan dengan serabut otot di
dekatnya. Intinya berbentuk panjang dan terletajk di
tengah.Sarkosom jauh lebih banyak dari pada otot rangka.
e. Persarafan Otot Rangka
Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf pendek :
1. Saraf sensorik yang membawa impuls dari otot, terutama dari reseptor
regangan khusus, gelondong otot
2. Saraf motorik yang membawa impuls ke otot untuk memicu kontraksi
otot

Korpus sel dari sel-sel saraf motorik terdapat dalam kornu anterior
substansia grisea dalam medula spinalis. Setiap sel saraf mempunyai serat
utama atau akson yang bercabang untuk mempersarafi 50 sampai 200
serat otot. Semua korpus sel mempersarafi satu sel otot yang terletak
berdekatan dalam medulla spinalis. Impuls saraf mencapai setiap serat
otot kira-kira di bagian tegahnya, pada motor end plate. Datangnya
impuls saraf ini menyebabkan simpanan asetilkolin dilepaskan dari motor
end plate. Asetilkolin bekerja untuk memperkuat impuls saraf. Ini
menyebabkan gelombang besar aktivitas listrik untuk menjalar sepanjang
otot, menimbulkan perubahan yang menyebabkan otot berkontraksi.
Kekuatan kontaksi tergantung pada jumlah serat-serat yang terstimulasi.
Bila impuls berhenti maka otot rileks.

4) Tendon
Tendon merupakan berkas (bundel) serat kolagen yang melekatkan
otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot
ke tulang. serat kolagen dianggap sebagai jaringan ikat dan dihasilkan oleh
sel-sel fibroblas.
5) Ligament
Ligament adalah taut fibrosa kuat yang menghubungkan tulang ke
tulang, biasanya di sendi. Ligament memungkinkan dan membatasi gerakan
sendi.
6) Bursae
Adalah  kantong kecil dari jaringan ikat. Dibatasi oleh membran
sinovial dan mengandung cairan sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara
bagian-bagian yang bergerak seperti pada olekranon bursae terletak antara
prosesus olekranon dan kulit

B. Mekanisme tubuh dalam fisiologi pergerakan


Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang
terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks.Untuk terjadi gerak refleks, maka
dibutuhkan struktur sebagai berikut : organ sensorik (yang menerima impuls),
serabut saraf sensorik (yang menghantarkan impuls), sumsum tulang belakang
(serabut-serabut saraf penghubung menghantarkan impuls), sel saraf motorik
(menerima dan mengalihkan impuls), dan organ motorik (yang melaksanakan
gerakan). Gerak refleks merupakan bagian dari mekanika pertahanan tubuh yang
terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar, misalnya menutup mata pada saat terkena
debu, menarik kembali tangan dari benda panas menyakitkan yang tersentuh tanpa
sengaja. Gerak refleks dapat dihambat oleh kemauan sadar ; misalnya, bukan saja
tidak menarik tangan dari benda panas, bahkan dengan sengaja menyentuh
permukaan panas. (Evelyn Pearce, 2009 : 292).
Mekanisme gerak refleks merupakan suatu gerakan yang terjadi secara
tiba-tiba diluar kesadaran kita. Refleks fleksor, penarikan kembali tangan secara
refleks dari rangsangan yang berbahaya merupakan suatu reaksi perlindungan.
Refleks ekstensor (polisinaps) rangsangan dari reseptor perifer yang mulai dari
refleksi pada anggota badan dan juga berkaitan dengan ekstensi anggota badan.
Gerakan refleks merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh dan terjadi
jauh lebih cepat dari gerak sadar misalnya menutup mata pada saat terkena debu
Untuk terjadinya gerakan refleks maka dibutuhkan struktur sebagai
berikut, organ sensorik yang menerima impuls misalnya kulit. Serabut saraf
sensorik yang menghantarkan impuls tersebut menuju sel-sel ganglion radiks
posterior dan selanjutnya serabut sel-sel akan melanjutkan impuls dan
menghantarkan impuls-impils menuju substansi pada kornu posterior medula
spinalis. Sel saraf motorik menerka impuls dan menghantarkan impuls-impuls
melalui serabut motorik.
Kegiatan sistem saraf pusat ditampilkan dalam bentuk kegiatan
refleks.Dengan kegiatan refleks dimungkinkan terjadi hubungan kerja yang baik
dan tepat antara berbagai organ yang terdapat dalam tubuh manusia dan hubungan
dengan sekelilingnya.Refleks adalah respon yang tidak berubah terhadap
perangsangan yang terjadi diluar kehendak.Rangsangan ini merupakan reaksi
organisme terhadap perubahan lingkungan baik didalam maupun diluar organisme
yang melibatkan sistem saraf pusat dalam maupun memberikan jembatan
(respons) terdapat rangsangan. Refleks dapat berupa peningkatan maupun
penurunan kegiatan, misalnya kontraksi atau relaksasi otot, kontraksi atau dilatasi
pembuluh darah. Dengan adanya kegiatan refleks, tubuh mampu mengadakan
reaksi yang cepat terhadap berbagai perubahan diluar maupun didalam tubuh
disertai adaptasi terhadap perubahan tersebut.Dengan demikian seberapa besar
peran sistem saraf pusat dapat mengukur kehidupan organisme.
Proses yang terjadi pada refleks melalui jalan tertentu disebut lengkung
refleks. Komponen-komponen yang dilalui refleks :
1. Reseptor rangsangan sensorik yang peka terhadap suatu rangsangan misalnya
kulit
2. Neuron aferen (sensoris) yang dapat menghantarkan impuls menuju kesusunan
saraf pusat (medula spinalis-batang otak)
3. Pusat saraf (pusat sinaps) tempat integrasi masuknya sensorik dan dianalisis
kembali ke neuron eferen
4. Neuron eferen (motorik) menghantarkan impuls ke perifer
5. Alat efektor merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili oleh suatu serat
otot atau kelenjar.

Walaupun otak dan sum-sum tulang belakang mempunyai materi sama


tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak dibagian luar atau
kulitnya dan dibagian putih terletak Walaupun otak dan sum-sum tulang belakang
mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu
terletak dibagian luar atau kulitnya dan dibagian putih terletak ditengah. Pada
sum-sum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-
kupu,sedangkan pada bagian-bagian korteks juga dapat berupa materi putih.

Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex.


Lengkung reflex ini terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps
yang terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen,
dan efektor. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis
medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan
terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial
yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan
radiks ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hokum Bell- Magendie.

Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai


potensial reseptor yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial
reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di
saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan sebanding dengan
besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi
pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi
postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf
(sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat
gagal atau tuntas.Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot
polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di
otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap
tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu
menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron
aferen dan eferen biasanya terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di
lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh berbagai masukan dari neuron lain
yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.

Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang


mempunyai satu sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex
semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex
monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu interneuron
antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik dan jumlah sinapsnya
antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada
lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya
fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal
fringe), dan oleh berbagai efek lain. (Laurale Sherwood, 2006)

Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang
mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi
otot itu. Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan
balik negative untuk menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga
panjang optimal dapat dipertahankan.

C. Mobilisasi dan Imobilisasi serta Efeknya terhadap Tubuh


1) MOBILITAS
Pengertian Mobilitas / Mobilisasi :
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya.

Jenis Mobilitas :
a) Mobilitas Penuh :
1. Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas penuh
sehingga dpt melakukan interaksisosial.
2. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik & sensorik u/
mengotrol area tubuh

b) Mobilitas Sebagian :
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak
mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik
dan sensorik. Mobilitas sebagian ini terbagia dlm :
1. Mobilitas sebagian temporer:
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya sementara.
2. Mobilitas sebagian permanen :
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap, hal tersebut diakibatkan oleh kerusakan sistem syaraf yang
sifatnya menetap.
Faktor yg mempengaruhi Mobilitas:

a. GayaHidup

Berdampak pada perilaku dan kebiasaan sehari-hari

b. Prosespenyakit/Cedera

Kondisi sakit sangat berpengaruh pada mobilitas seseorang. Contoh :


Orang yang mengalami fraktur femur akan mengalami
keterbatasanpergerakan pada ekstremitasnya

c. Kebudayaan

Kebudayaan sangat berpengaruh pada mobilitas seseorang. Contoh : Orang


yang memiliki kebiasaa serig berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas
yang kuat, dan sebaliknya bagi orang yang sakit dan memiliki adat tertentu
dilarag untukberaktivitas.

d. TingkatEnergi

Melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup.

e. Usia dan StatusPerkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang


berbeda, hal ini dikarenakan kemampuan / kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia.

2) IMMOBILITAS

Pengertian Immobilitas / Immobilisasi:

Merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara


bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas).

Jenis Immobilitas:

a) Imobilitas Fisik

1. Merupakan pembatasan untuk bergerak secarafisik


2. Tujuan menegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
3. Contoh : pada pasien hemiplegia tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b) Imobilitas Intelektual

1. Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan ayafikir.


2. Contoh : pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu
penyakit.

c) Imobilitas Emosional

1. Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara


emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikandiri.
2. Contoh : seseorang stress berat akibat bedahamput
d) Imobilitas Sosial:

1. Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan


interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupansosial.
Perubahan Sistem tubuh akibatImobilitas

a) PerubahanMetabolisme

Secara umum imobilitas mengganggu metabolisme secara normal. Hal


tersebut dapat dijumpai pada menurunnya Basal Metabolisme Rate (BMR)
yang menyebabkan berkuragnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh,
sehigga dapat mempengaruhi gangguan oksigenisasisel.
b) Ketidakseimbangan Cairan danElektrolit.
1. Ketidakseimbangan cairan & elektrolit mengakibatkan persediaan
protein menurun dan konsentrasi protein serumberkurang
2. Berkurangnya perpidahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat
menyebabkanedema.
c) Gangguan Perubahan Zat Gizi
Terjadinya ggn zat gizi yg disebabkan oleh menurunnya pemasukan
protein dan kalori dapat megakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada
tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi menerima zat makanan dalam
jumlah yg cukup untuk melaksanakan aktivitasnya.
d) Gangguan Fungsi Gastroitestinal.
Imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, mengakibatkan
menurunnya jumlah masukan cukup, menimbulkan gejala : kembung,
mual, nyeri lambung dan gangguan eliminasi.
e) Perubahan SistemPernafasan
1. Akibat imobilitas kadar hemoglobin menurun dan menurunnya aliran
oksige dari alveoli kejaringan
2. Ekpansi paru menurun dapat terjadi akibat tekanan yg meningkat oleh
permukaan paru.
f) Perubahan Kardiovaskuler
1. Terjadi hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya
kemampuan syaraf otonom.
2. Pada posisi yang tetap dan lama refleks neuromuskuler akan menurun
dan menebabkan kontraksi pada pembuluh darah.
g) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
1. Gangguan Muskular:
i. Menurunnya massa otot menyebabkan turunnya kekuatanotot.
ii. Berkuragnya massa otot dapat menyebabkan atropi padaotot.
2. Gangguan Skeletal:
i. Kontraktur sendi → kondisi yang abnormal dgn kriteria
adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi /
memendeknyaotot
ii. Osteoporosis → ↑ reabsorbsi tulang, & ↓ jumlah kalsium
dalam darah karena banyak yang keluar melaluiurine.
3. Perubahan SistemIntegumen

i. Yang terjadi berupa menurunnya elastisitas kulit karena


menurunnya sirkulasidarah.
ii. Terjadiya iskemia serta nekrosis jaringan superfisial
dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan yang
kuat da penurunan sirkulasi dijaringan.
4. PerubahanEliminasi
Menurunnya jumlah urine yang mungkin disebabakan oleh
kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran
darah renal dan urineberkurang.
5. PerubahanPerilaku
Akibat imobilitas timbul rasa bermusuhan, bingung, cemas,
emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur dan
menurunnya kopingmekanisme.

D. Respon fisiologis dan psikologis klien terhadap imobilisasi


1) Respon Fisiologis
Perubahan Metabolisme
Perubahan metabolisme immobiliasasi dapat mengakibatkan proses
anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat
beresiko meningkatkan gangguan metabolisme.
i. Ketidakseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Dampak dari immobilisasi akan mengakibatkan persediaan


proteinmenurun dan konsentrasi protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.

ii. Gangguan pengubahan zat gizi

Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya


pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan
zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi
menerima glukosa, asam amino, lemak dan oksigen dalam jumlah
yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.

iii. Gangguan Fungsi Gastrointestinal

Immobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,


sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan.

iv. Perubahan Sistem Pernafasan

Akibat immobilisasi, kadar heamoglobin menurun, ekspansi paru


menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan
proses metabolisme terganggu.

v. Perubahan Kardiovaskuler.

Perubahan sistem kardiovaskuler akibat immobilisasi antara lain


dapat berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung,
dan terjadinya pembentukan trombus.

vi. Perubahan Sistem Muskuloskeletal.

1. Gangguan Muskular : Menurunnya massa otot sebagai


dampak immobilisasi dapat menyebabkan turunnya kekuatan
otot secara langsung.
2. Gangguan Skeletal : Akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis.
3. Perubahan Sistem Integumen
Karena menurunnya sirkulasi darah akibat immobilisasi
dan terjadi iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan
adanya luka dekubitus akibat tekanan.

vii. Perubahan Eliminasi

Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran


darah renal dan urine berkurang.

viii. Terjadi Vertigo

Karena seseorang terlalu lama berbaring, sehingga aliran darah ke


otak berkurang dan menyebabkan pusing tujuh keliling, serta
mempengaruhi nervus vestibularis.
2) Respon Psikologis
Pasien mengalami penurunan motivasi belajar, yang mana mereka
sering tidak memahami pendidikan kesehatan yang diberikan maupun
sulit menerima anjuran- anjuran.
Beberapa pasien mengalami kemunduran dalam memecahkan
masalah yang dihadapi dan sering kali mengekspresikan emosi dalam
berbagai cara misalnya menarik diri, apatis atau agresif. Pada keadaan
lebih lanjut pasien mengalami perubahan konsep diri serta memberikan
reaksi emosi yang sering tidak sesuai dengan situasi.
Terjadinya perubahan prilaku tersebut merupakan dampak
immobilisasi karena selama preses immobilisasi seseorang akan
mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain- lain.

E. Prinsip-prinsip mekanika tubuh


Prinsip yang digunakan dalam mekanik tubuh adalah sebagai berikut :
1) Gravitasi
Merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan dalam melakukann
mekanika tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai
sumbu dalam pergerakan tubuh. Terdapat tiga faktor yang perlu
diperhatikan dalam gravitasi:
a. Pusat gravitasi ( center of gravitasi ), titik yang berada
dipertengahan tubuh
b. Garis gravitasi ( Line Of gravitasi ), merupakan garis imaginer
vertikal melalui pusat gravitasi.
c. Dasar tumpuan ( base of suport ), merupakan dasar tempat
seseorang dalam keadaan istirahat untuk menopang atau menahan
tubuh
2) Keseimbangan
Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara
mempertahankan posisi garis gravitasi diantara pusat gravitasi dan
dasar tumpuan.
3) Berat
Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat dipehatikan adalah
berat atau bobot benda yang akan diangkat karena berat benda akan
mempengaruhi mekanika tubuh.

II. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas


1. Pengkajian
Untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik dengan palpasi, aukultasi, hasil tes
laboratorium, bb (berat badan), asupan cairan, dan haluaran cairan.
Menggali data yang akurat selama pemeriksaan fisik yang meliputi:
a. Perawat harus menanyakan tingkat aktivitas klien, hal ini untuk
mengidentifikasi mobilisasi dan resiko cedera yang meliputi pola aktivitas,
jenis, frekuensi, dan lamanya.

b. Selain itu perawat juga perlu mengkaji kecepatan aktivitas.

c. Tanyakan tingkat kelelahan meliputi aktivitas yang membuat lelah dan


gangguan pergerakan meliputi penyebab , gejala dan efek dari gangguan
pergerakan

d. Perawat mengkaji tingkat aktivitas klien meliputi,

1) Tingkat 0: klien mampu merawat diri sendiri secara penuh,


2) Tingkat 1: klien memerlukan penggunaan alat,

3) Tingkat 2: klien perlu bantuan atau pengawasan orang lain,

4) Tingkat 3: memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan peralatan,

5) Tingkat 4: Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau


berpartisipasi dalam perawatan

e. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan data adanya


indikasi rintangan dan keterbatasan sehingga klien perlu bantuan perawat
meliputi

1) Tingkat kesadaran dan postur/bentuk tubuh,

2) Skoliosis, kiposis, lordosis dan cara berjalan,

3) Ekstremitas: kelemahan, gangguan sensorik, tonus otot, atropi, tremor,


gerakan tak terkendali, kekuatan otot, kemampuan jalan, kemampuan
duduk, kemampuan berdiri,

f. Pergerakan, kemerahan, deformitas, nyeri sendi dan kripitasi, suhu sekitar


sendi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Intoleransi Aktivitas

Kategori : Fisiologis

Subkategori : Aktivitas/istirahat

Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivtas sehari-hari

Penyebab :

1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan osigen

2. Tirah baring

3. Kelemahan

4. Imobilitas

5. Gaya hidup monoton

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Mengeluh lelah

Objektif : Frekuensi jantung meningkatn >20% dari kondisi istirahat


Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

1. Dispnea

2. Merasa tidak nyaman setelah melakukan aktivita

3. Merasa lemah

Objektif :

1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat


2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan Iskemia
4. Sianosis

Kondisi klinis terkait :

1. Anemia

2. Gagal jantung kongestif

3. Penyakit jantung koroner

4. Penyakit katup jantung

5. Aritmia

6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

7. Gangguan metabolic

8. Gangguan musculoskeletal

b. Gangguan Mobilitas Fisik

Kategori : Fisiologis

Subkategori : Aktivitas/istirahat

Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri

Penyebab :

1. Kerusakan integritas struktur tulang

2. Perubahan metabolisme

3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot

5. Penurunan massa otot

6. Keterlambatan perkembangan

7. Kekakuan sendi

8. Kontraktur

9. Malnutrisi

10. Gangguan musculoskeletal

11. Gangguan neuromuscular

12. Indeks massa tubuh diatas persentil ke 75 sesuai usia

13. Efek agen farmakologis

14. Program pembatasan gerak

15. Nyeri

16. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik

17. Kecemasan

18. Gangguan kognitif

19. Keengganan melakukan pergerakan

20. Gangguan sensoripersepsi

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Mengeluh Sulit menggerakkan ekstremitas

Objektif :

1. Kekuatan otot menurun

2. Rentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

1. Nyeri saat bergerak

2. Enggan melakukan pergerakan

3. Merasa cemas saat bergerak


Objektif :

1. Sendi kaku

2. Gerakan tidak terkoordinasi

3. Gerakan terbatas

4. Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait :

1. Stroke

2. Cedera medulla spinalis

3. Trauma

4. Fraktur

5. Osteoarthritis

6. Ostemalasia

7. Keganasan

c. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan

Kategori : Lingkungan

Subkategori : Keamanan dan Proteksi

Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan

(membrane mukosa,kornea, fasia, ootot, tendon, tulang, kartilago, kapsul

sendi dan/atau ligament).

Penyebab :

1. Perubahan sirkulasi

2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

3. Kekurangan/kelebihan volume cairan

4. Penurunan mobilitas

5. Bahan kimia iritatif

6. Suhu lingkungan yang ekstrem


7. Faktor mekaniss (mis. penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau
faktor elektris (elekrodiatermi, energy listrik bertegangan tinggi)

8. Efek samping terapi radiasi

9. Kelembapan

10. Proses penuaan

11. Neuropati perifer

12. Perubahan pigmentasi

13. Perubahan hormonal

14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahan/melindungi


integritas jaringan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : (tidak tersedia)

Objektif : Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : (tidak tersedia)

Objektif :

1. Nyeri

2. Perdarahan

3. Kemerahan

4. Hematoma

Kondisi Klinis Terkait :

1. Imobilisasi

2. Gagal jantung kongestif

3. Gagal ginjal

4. Diabetes mellitus

5. Imunodeficiensi (mis. AIDS)

d. Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan

Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi

Definisi :Berisiko mengalami kerusakan kulit (dermis dan/atau

epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,

tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament).

Faktor Risiko:

1. Perubahan sirkulasi

2. Perubahan status nutrisi (kelebihan/kekurangan)

3. Kekurangan

4. Kekurangan/kelebihan volume cairan

5. Penurunan mobilitas

6. Bahan kimia iritatif

7. Suhu lingkungan yang ekstrem

8. Faktor mekaniss (mis. penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau


faktor elektris (elekrodiatermi, energy listrik bertegangan tinggi)

9. Efek samping terapi radiasi

10. Kelembapan

11. Proses penuaan

12. Neuropati perifer

13. Perubahan pigmentasi

14. Perubahan hormonal

15. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahan/melindungi


integritas jaringan

Kondisi Klinis Terkait :

1. Imobilisasi

2. Gagal jantung kongestif

3. Gagal ginjal

4. Diabetes mellitus

5. Imunodeficiensi (mis. AIDS)


6. Kateterisasi jantung

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran Intervensi


Keperawatan

1. Dx. Intoleransi Luaran : Toleransi Intervensi : Manajemen Energi


Aktivitas Aktivitas
Definisi : Mengidentifikasi dan
Definisi : Respon mengelola penggunaan energy untuk
fisiologis tehadap mengatasi kulit atau mencegah kelelahan
aktivitas yang dan mengoptimalkan proses pemulihan
membutuhkan tenaga
Tindakan :
Ekspektasi :
Meningkat Observasi

Kriteria hasil : 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh


yang mengakibatkan kelelahan
1) Frekuensi nadi
meningkat 2) Monitor kelelahan fisik dan
emosional
2) Keluhan lelah
menurun 3) Monitor pola dan jam tidur

3) Dispnea saat 4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan


aktivitas menurun selama melakukan aktivitas

4) Dispnea setelah Terapeutik


aktivitas menurun 1) Sediakan linkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)

2) Lakukan latihan rentang gerak pasif


dan/atau aktif

3) Berikan aktivitas distraksi yang


menenangkan

4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,


jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

1) Anjurkan tirah baring

2) Anjurkan melakukan aktivitas secara


bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang

4) Ajrkan strtegi koping untuk


mengurangi kelelahan

Kolaborasi

1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara meningkatkan asupan makan

Intervensi : Terapi aktivitas

Definisi : menggunakan aktivitas fisik,


kognitif, sosial, dan spriritual tertentu untuk

memulihkan keterlibatan,
frekuensi, atau durasi
aktivitas individu atau
kelompok.

Tindakan

Observasi

1) Identifikasi deficit tingkat aktivitas

2) Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas tertentu

3) Identifikasi sumber daya untuk


aktivitatas yang diinginkan

4) Identifikasi strategi meningkatkan


partisipasi dalam aktivitas

5) Identifikasi makna aktivitas rutin


(mis. bekerja) dan waktu luang

6) Monitor respons emosional, fisik,


sosial, dan spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik

1) Fasilitasi focus pada kemampuan,


bukan deficit yang dialami
2) Sepakati komitmen untk
meningkatkan frekuensi tentang aktifitas

3) Fasilitasi memilih aktivitas dan


tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis,
dan sosial

4) Koordinasikan pemilihan aktivitas


sesuai usia

5) Fasilitasi makna aktivitas yang


dipilih

6) Fasilitasi transportasi untuk


menghindari aktivitas, jika sesuai

7) Fasilitasi pasie dan keluarga dalam


menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih

8) Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.


ambulasi, mobilisasi dan perawatan diri),
sesuai kebutuhan

9) Fasilitasi aktivitas pengganti saat


mengalami keterbatasan waktu, energy, atau
gerak

10) Fasilitasi aktivitas motorik kasar


untuk pasien hiperaktif

11) Tingkatkan aktivitas fisik untuk


memelihara berat badan, jika sesuai

12) Fasilitasi aktivitas motorik untuk


merelaksasikan otot

13) Fasilitasi aktivitas dengan


komponen memori implicit dan emosional
(mis. kegiatan keagamaan khusus) untuk
pasien demensia, jika sesuai

14) Libatkan dalam permainan kelompok


yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif

15) Tingkatkan keterlibatan dalam


aktivitas rekresi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis. vocal grup,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri
dan teka-teki dan kartu)

16) Libatkan keluarga dalam aktivitas,


jika perlu

17) Fasilitasi mengembangkan motivasi


dan penguatan diri

18) Fasilitasi pasien dan keluarga


memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan

19) Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas


sehari-hari

20) Berikan penguatan positif atas


partisipasi dalam aktivitas

Edukasi

1) Jelaskan metode aktivitas fisik


sehari-hari, jika perlu

2) Ajarkan cara melakukan aktivitas


yang dipilih

3) Anjurkan melakukan aktivitas fisik,


sosial, spiritual, dan kognitif, dalam menjaga
fungsi dan kesehatan

4) Anjurkan terlibat dalam aktivitas


keompok atau terapi, jika perlu

5) Anjurkan keluarga untuk


memberikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi

1) Kolaborasi dengan terapis okupasi


dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai

2) Rujuk pada pusat atau program


aktivitas komunitas

2. Dx. Gangguan Luaran : Mobilitas


Mobilitas Fisik fisik
Intervensi : Dukungan ambulasi
Definisi :
Kemampuan dalam Definisi : Memfasilitasi pasien untuk
gerakan fisik dari satu meningkatkan aktivitas berpindah
atau lebih ekstremitas Tindakan :
secara mandiri.
Observasi
Ekspektasi :
Meningkat 1) Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fsik lainnya
Kriteria hasil :
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan
1) Pergerakan ambulasi
ekstremitas meningkat
3) Monitor frekuensi jantung dan tekan
2) Kekuatan otot darah sebelum memulai ambulasi
meningkat
4) Monitor kondisi umum selama
3) Rentang gerak melakukan ambulasi
(ROM) meningkat
Terapeutik

1) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan


alat bantu (mis. tongkat, kruk)

2) Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,


jika perlu

3) Libatkan keluarga untuk membantu


pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur


ambulasi

2) Anjurkan melakukan ambulasi dini

3) Ajarkan ambulasi sederhanayang


harus dilakukan (mis. berjalan dan tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur
ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
Intervensi : Dukungan mobilisasi

Definisi : Memfasilitasi pasien untuk


meningkatkan aktiviats pergerakan fisik

Tindakan :

Observasi

1) Identifikasi adanya nyeri atau


keluhan fisik lainnya

2) Identifikasi toleransi fisik melakukan


pergerakan

3) Monitor frekuensi jantung dan tekana


darah sebelum memulai mobilisasi

4) Monitor kondisi umum selama


melakukan mobilisasi

Terapeutik

1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan


alat bantu (mis. pagar tempat tidur)

2) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika


perlu

3) Libatkan keluarga untuk membantu


pasien dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi

2) Anjurkan mobilisasi dini

3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang


harus dilakukan (mis. duduk di tempat
tidur).

3. Dx. Gangguan Luaran : Integritas Intervensi : Perawatan integritas Kulit


Integritas kulit dan jaringan
Kulit/Jaringan Definisi : mengidentifikasi dan
Definisi : Keutuhan merawat klit untuk menjaga keutuhan,
kulit (dermis dan/atau kelembapan dan mencegah perkembangan
epidermis) atau jaringan mikroorganisme
(membrane mukosa,
kornea, fasia, otot, Tindakan :
tendon, tulang, kartilago, Observasi
kapsul sendi dan/atau
ligament). 1) Identifikasi penyebab gangguan
integritas (mis. perubahan sirkulasi,
Ekpektasi : perubahan status nutrisi, penuruna
Meningkat kelembapan, suhu lingkungan ekstrem,
Kriteria hasil penurunan mobilitas)

1) Kerusakan Terapeutik
jaringan meningkat 1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
2) Kerusakan lapisan baring
kulit 2) Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu

3) Bersihkan perineal dengan air


hangat, terutama selama periode diare

4) Gunakan produk berbahan petroleum


atau minyak pada kulit kering

5) Gunakan produk berbahan


ringan/alami dan hipoalergikpada kulit
sensitive

6) Hindari produk berbahan dasar


alkohol pada kulit kering

Edukasi

1) Anjurkan menggunakan pelembap


(mis. lotion, serum)

2) Anjurkan minum air yang cukup

3) Anjurkan meningkatkan asupan


nutrisi

4) Anjurkan meningkatkan asupan buah


dan sayur

5) Anjurkan menghindari terpapar suhu


ekstrem
6) Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar rumah

7) Anjurkan mandi dan menggunkan


sabun secukupnya

4. Dx. Risiko Luaran : Integritas Intervensi : Perawatan integritas Kulit


Gangguan kulit dan jaringan
Integritas Definisi : mengidentifikasi dan
Kulit/Jaringan Definisi : Keutuhan merawat klit untuk menjaga keutuhan,
kulit (dermis dan/atau kelembapan dan mencegah perkembangan
epidermis) atau jaringan mikroorganisme
(membrane mukosa,
kornea, fasia, otot, Tindakan :
tendon, tulang, kartilago, Observasi
kapsul sendi dan/atau
ligament). 2) Identifikasi penyebab gangguan
integritas (mis. perubahan sirkulasi,
Ekpektasi : perubahan status nutrisi, penuruna
Meningkat kelembapan, suhu lingkungan ekstrem,
Kriteria hasil penurunan mobilitas)

1) Kerusakan Terapeutik
jaringan meningkat 7) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
2) Kerusakan lapisan baring
kulit 8) Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu

9) Bersihkan perineal dengan air


hangat, terutama selama periode diare

10) Gunakan produk berbahan petroleum


atau minyak pada kulit kering

11) Gunakan produk berbahan


ringan/alami dan hipoalergikpada kulit
sensitive

12) Hindari produk berbahan dasar


alkohol pada kulit kering

Edukasi

8) Anjurkan menggunakan pelembap


(mis. lotion, serum)

9) Anjurkan minum air yang cukup

10) Anjurkan meningkatkan asupan


nutrisi

11) Anjurkan meningkatkan asupan buah


dan sayur

12) Anjurkan menghindari terpapar suhu


ekstrem

13) Anjurkan menggunakan tabir surya


SPF minimal 30 saat berada di luar rumah

14) Anjurkan mandi dan menggunkan


sabun secukupnya
BAB III

PENUTUP`

A. Kesimpulan
Kebutuhan aktivitas atau pergerakan atau istirahat tidur meruppakan suatu kesatuan
yang saling brhubungan dan saling mempengaruhi. Salah satu tanda kesehatan adalah
adanya kemampuan seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persyarafan dan
muskuloskletal.
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Manusia memiliki kebutuhan untukbergerak
agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan melindungi diri dari kecelakaan.
Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuloskletal dan sistem syaraf untuk
mempertahankan keseimbanan yang tepat. Mekanika tubuh adalah cara menggunakan
tubuh secara efisien yaitu tidak banyak mengeluarkan tenag terkoordinasi secara aman
dalam menggerakkan serta mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas

B. Saran
Mempelajari kebutuhan aktivitas akan membuat kitamenjadi lebih tau pengertiannya
secara mendalam. Kita akan tahu bagaimana seharusnya seorang perawat memberi
pelayanan kesehatan dengan baik bagi kesembuhan kliennya, kita juga akan tahu
dampak positif dan negatifnya dari pellayanan yang kita berikan ini terhadap diri kita.
Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat yang akan menjadi
informasi untuk kehidupan kita sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA

Wahid, IM dan Nurul, C. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Teori dan
Aplikasi dalam Praktek. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. 2012. Modul Pembelajaran KDM.


Malang.

Kasiati, NS dan Rosmalawati, Ni Wayan Dwi. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia I.


Jakarta Selatan.

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

dan Praktik edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai