Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan

C. Aliran Pemikiran Richard Rorty

Richard Rorty merupakan salah satu tokoh filsuf berasal dari Amerika Serikat yang
terkenal berdasarkan pemikiran-pemikirannya dalam dunia filsafat dan dikenal sebagai
seorang filsuf yang beraliran pragmatisme. Pragmatisme sendiri merupakan suatu aliran
dalam filsafat yang dicirikan dengan suatu kebenaran dianggap benar apabila
memunculkan suatu manfaat bagi kehidupan yang praktis. Hal tersebut dimisalkan pada
suatu peraturan tidak dapat diterima dalam kehidupan satu masyarakat, namun diterima
bahkan memberikan manfaat bagi masyarakat lainnya maka suatu peraturan tersebut
akan dianggap benar dalam kehidupan masyarakat kedua. Secara umum aliran filsafat
pragmatisme dipandang berupaya untuk menengahi pertikaian dari idealisme dan
empirisme juga berupaya untuk melakukan sintesis antara keduanya. Aliran pragmatisme
sebagai suatu ukuran menetapkan suatu nilai dan kebenaran menggunakan cara yaitu
mendasarkan dirinya pada metode yang memakai sebab—sebab praktis. Dengan
pemikiran William James dapat diketahui bahwa aliran pragmatisme didasarkan pada
metode dan pendirian daripada menggunakan doktrin-doktrin filsafat yang bersifat
sistematis.

Pragmatisme mulai berkembang dan tumbuh di Amerika Serikat pada abad ke 19


dengan tiga tokoh utama sebagai perintis yaitu Charles Sanders Peirce, William James
dan John Dewey yang kemudian dijuluki sebagai Bapak pendiri pemikiran pragmatisme
lalu berikutnya menjadi sebuah fase pertama perkembangan aliran pragmatisme di
Amerika Serikat. Richard Rorty merupakan salah satu tokoh filsuf yang menandai
berkembangnya fase kedua pemikiran pragmatisme di Amerika Serikat. Richard Rorty
yang sebelumnya merupakan dosen filsafat analitis di suatu Universitas mulai beralih
untuk mendalami pragmatisme setelah merasa tidak puas dengan metode filsafat analitis
yang lebih kepada mengklasifkasi berbagai pemikiran dalam mendekati realitas daripada
berhadapan langsung dan membangun polemik secara dialektis terhadap suatu ide. Rorty
memiliki pandangan pragmatisme yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran James
dan Dewey.
Pemikiran pragmatisme Richard Rorty terbentuk berdasarkan pemikiran James dan
Dewey sebagai Bapak pragmatisme yang berorientasi dan berpihak dimensi subjek
konkret dan faktor praktis kepentingannya. Usaha penemuannya terhadap ciri-ciri
epistemologi barat menjadi dasar pemikiran pragmatisme Richard Rorty. Penelusuran
Rorty terhadap epistemologi barat membuatnya menemukan suatu moral yaitu filsafat
Barat yang memiliki upaya untuk membangun suatu budaya kebenaran yang kokoh dan
abadi, kebenaran yang hanya bisa diperoleh dengan landasan niscaya, yakni daya
intrinsic subjek yang ditetapkan sebagai asas teoritis tunggal sebagai dasar
perkembangan sebuah pengetahuan yang benar dimana Rorty menolak sepenuhnya spirit
ini. Dari pemikiran tersebut yang ditolak oleh Rorty kemudian memunculkan suatu
pandangan atau pemikiran pragmatisme milik Richard Rorty. Untuk menandai
pragmatismenya Richard Rorty membuat tulisan yang berjudul Pragmatism, Relativism,
and Irrationalism yang membagi menjadi empat ciri-ciri pragmatisme seorang Richard
Rorty.

 Anti-Esensialisme
Dari epistemology barat yang mengejar esensi dan berambisi dalam mendapatkan
kebenaran, Richard Rorty menyampaikan penolakannya yang ditulis dalam karyanya
Pragmatism, Relativism, and Irrationalism yang juga memunculkan ciri pertama dari
pandangan pragmatis yang dianut Richard Rorty dimana dalam tulisan itu Rorty menulis
“Ciri pertama yang ingin saya kemukakan dalam pragmatisme bahwa ia adalah paham
yang anti-esensialisme terhadap konsepsi-konsepsi seperti ‘kebenaran’, ‘pengetahuan’,
‘bahasa’ ‘moralitas’ dan segala konsepsi yang serupa sebagai objek teoritisasi filsafat”
(PRI 295). Bagi Richard Rorty sesuai dengan pandangan William James bahwa
kebenaran bukan tentang esensi karena esensi dapat diperoleh saat memasuki arena teori.
Jika dilihat secara spesifik spirit esensialisme yang ditolak oleh Richard Rorty
merupakan teori kebenaran korespondensi. Richard Rorty menolak segala sesuatu yang
bertujuan untuk memuaskan dahaga akan kebenaran, baginya suatu kebenaran haruslah
sesuai dengan realitas yang ada. Richard Rorty berpandangan bahwa hidup diisi dengan
aktivitas yang merekam hasil-hasil yang berasal dari segala pengamatan, perhitungan,
dan penalaran dengan cara itu kebenaran diperoleh.
Richard Rorty berpandangan bahwa mereka yang berusaha untuk mencari esensi
akan menghendaki segala bentuk pengetahuan untuk selalu memuat suatu esensi
(kebenaran) dan bukan hanya untuk mengoreksi suatu pandangan yang mereka anggap
salah namun juga dijadikan sebuah dasar untuk mencari suatu kebenaran selanjutnya.
Dengan penjelasan tersebut pragmatisme Richard Rorty berbobot anti-esensialisme
sebagai penolakannya terhadap suatu keinginan bahwa kebenaran akan dicapai dengan
berbagai kajian teoritis, karena Richard Rorty menganggap bahwa pencarian kebenaran
bukan suatu hal yang menjadi pusat kehidupan namun strategi dalam memajukan
kehidupan dan memenuhi kehidupan manusia.
 Anti-Epistemologi
Setelah penolakan yang dilakukan Richard Rorty terhadap kaum-kaum esensialisme
beliau melanjutkan penciriannya yaitu menolak segala epistemologi yang bertujuan baik
mencari kebenaran dalam level apapun atau berbagai perbedaan metodologi dalam
mengungkap realitas. Menurut Richard Rorty epistemologi merupakan pencarian struktur
sebagai fondasi dalam pengetahuan, budaya, dan kehidupan. Richard Rorty menolak
prosedur normatif dan mekanik sehingga penolakannya dipandang bahwa Richard Rorty
anti-metode yang dimaknai dengan sikap anti terhadap berbagai asas-asas atau peraturan
yang seharusnya di taati sebagai jaminan kebenaran yang abadi. Tentunya hal itu
dikarenakan epistemologi yang mencapai kebenaran kebenaran masih secara teoritis.
Penolakan Richard Rorty terhadap epistemologi menunjukkan bahwa tidak hanya
menolak untuk mematuhi segala norma untuk tujuan memperoleh suatu kebenaran
namun Richard Rorty juga menyingkirkan dimensi dimensi teori dari pemikiran
filsafatnya. Richard Rorty menganggap bahwa kosakata praktis lebih penting daripada
kosakata teoritis, aksi bahkan lebih utama daripada kontemplasi. Bahkan Richard Rorty
mendesak untuk mengganti dimensi teori dengan dimensi perbuatan, dengan hal ini
terlihat jelas bahwa kaum pragmatisme tidak berorientasi pada dimensi teoritis namun
mengkaji secara rasional murni sebagai syarat pengetahuan manusia dalam menjamin
kebenaran sebagai proses penyelidikan teoritis. Dengan itu orientasi kaum pragmatis
terdapat pada suatu pemenuhan kepentingan dengan tujuan pemuasan keinginan dan
kebutuhan hidup sebagai dimensi konkret dalam kehidupan manusia.
Namun sebenarnya penolakan terhadap epistemologi Barat yang dilakukan oleh
Richard Rorty tidak dapat dikatakan bahwa Richard Rorty ingin menghapus begitu saja
wawasan tersebut. Richard Rorty justru mengakui bahwa wawasan epistemologi barat
yang hadir saat itu merupakan tangga bagi manusia khususnya filsafat dalam
menyelesaikan suatu permasalahan pada masa-masa itu. Tetapi Richard Rorty
mengungkapkan bahwa sudah saatnya manusia menendang tangga itu karena
permasalahan yang dihadapi manusia sekarang bukan suatu persoalan dan tantangan
filosofis sehingga kurang relevan dengan kondisi kontemporer yang membutuhka
pendekatan secara praktis-real daripada teoritis.
Penolakan yang dilakukan Richard Rorty terhadap epistemologi Barat (anti-
epistemologi), metode pengetahuan (anti-metode), penolakannya kepada setiap dorongan
untuk menemukan esensi kebenaran (anti-esensisialisme) dan anti-representasionisme,
menurut Nielsen, dapat disimpulkan bahwa Richard Rorty merupakan seorang filsuf
yang anti teori karena jelas memperlihatkan ketidakpercayaannya yang mendalam
terhadap berbagai teori dan kajian-kajian yang ingin dikembangkan. Dalam hal ini
terlihat bahwa dalam kajian pragmatisme seorang Richard Rorty beliau mencoba untuk
menegaskan tentang dimensi konkret manusia yaitu kebutuhan dan kepentingan yang
dijadikan Richard Rorty sebagai orientasi dari filsafatnya.

Anda mungkin juga menyukai