Anda di halaman 1dari 4

Krititik Terhadap Paradikma Naturalistik

Oleh:

Lisra

Nurvaika

Nurul fadillah k.hamzah

Pendahuluan

Ronald Dworkin merupakan salah satu pemikir hukum yang cukup penting,
khususnya berkaitan dengan pemikiran tentang content theory dalam hukum yang
dibangunnya. Bagi Dworkin sistem hukum memiliki empat karakteristik, yaitu unsur elemen/
bagian (elements), hubungan (relation), Struktur (structure) dan penyatuan (wholeness).
Sudut pandang Dworkin bukanlah sebagai sesuai pandangan seorang peneliti sosial.
Pandangannya diambil dari sudut pandang Hakim atau pihak-pihak yang ada sebagai bagian
dari praktek yang kemudian disebutnya dengan Law’s empire.

Ronald Dworkin mendasarkan teori hukumnya pada kritiknya yang terus-menerus


terhadap teori hukum positivis, terutama teori yang dikembangkan oleh Hart dalam “The
Concept of Law ”, karena Dworkin percaya bahwa teori Hart adalah “teori hukum yang
berkuasa”. Namun, selama bertahun-tahun, teori Dworkin telah berkembang dalam
tanggapannya terhadap kritik terhadap karyanya atau sebagai alternatif karena fakta bahwa
kaum positivis dalam menanggapi kritiknya, mengadaptasi teori positivisme. Dari tahun
1960-an dan seterusnya, evolusi teori anti-positivis ini dapat dikatakan terjadi dalam tiga fase.
Meskipun mungkin untuk melihat teori Dworkin dalam berbagai cara, catatan khusus ini akan
mengambil pendekatan pemahaman bagaimana tiga fase perkembangan dalam teorinya
berevolusi dan berubah sambil memperkaya teori interpretatifnya sepanjang waktu dengan
fokus pada kritiknya yang berkembang pada karya Hart.

Ronald Dworkin tidak diragukan lagi salah satu pemikir hukum terkemuka yang
menjauh dari pengaruh positivisme hukum yang terus dominan bahkan dalam versi
modifikasi dalam filsafat hukum HLA Hart. Dworkin memberikan dukungan kepada filsafat
hukum prinsip-prinsip moralitas dan etika Kant. Dworkin menempatkan martabat manusia
sebagai ciri khas filsafat hukumnya. Dia terutama berfokus pada martabat, tanggung jawab
dan kehendak bsebas dalam kaitannya dengan kebebasan berbicara, hak atas privasi dan hak
asasi manusia. 1

Pembahasan
1
Hal, “Kritisi Terhadap Teori Hukum Ketiga Ronald Dworkin,” 1960, 1–10.
Paradigma holisme hegeliean dan kritik atas liberalisme

Umumnya orang berpandangan bahwa peradikma holisme modol ini sudah tidak
aktual lagi dalam pemikiran politik kontenporer.paradigma-paradigma terpenting dalam
filsafat politik abad ke-20 dan 21 bernafaskan teori kontrak sosial.itu berarti,titik statusnya
adalah individualisme meteologis dan ontologis (john rawlis:1993).secara normatif juga hak
dan kesejetraan individu di pandang sebagai norma tertinggi dalam padigma teori kontrak
sosial.keberadaan insititusi,badan dan perkumpulan hanya legitim sejauh melayani
kepentingan individi.dari sudut pandang sejarah,prioritas individu ini dapat di mengerti
sebagai raksi atas pengalaman traumatis nasionalsosialisme dan totalitarisme awal abad ke-
20.

Kritik atas teori kontrak sosial liberal,legitimasi hukum norma-norma politik dalam
teori kontrak sosial bersifat historis dan konstruktif sekaligus.dalam teori kontrak biasanya di
rumuskan cerita bagaimana manusia menciptakan konsensus guna merumuskan aturan-aturan
bagi hidup bersama baik dalam komunitas maupun negara.juga di tunjukkan apakah proses
tersebut baik atau buruk bagi hidup manusia.teori kontrak sosial juga mengonsturisikan
sebuah kondisi dalam sebuah tatanan hukum politik,di mana individu-individu setara harus
mencapai konsensus tertentu berdasarkan ke pentinggan atau pertimbangan yang terdapat
pada masing-masing orang.

Dalam teori kontrak sosial proses abstraksi atas realitas historis di anggap tak
bermasalah.sebab abstraksi berhubungan dengan penetapan norma-norma rasional yang tidak
harus berlaku secara riil atau bahkan tak perna berlaku sama sekali.2

Jika kita mereflesikan sejarah moral hukum dan konsitusi tanpa mempertimbangkan
metafisis dan naturalitis,maka sejarah tersebut tak lebih dari proses satu jenis pengalaman
yang mirip dengan pengalaman ilmu pengatahuan,namun tetap berbeda dalam hal-hal
substensial.pengalaman-pengalaman yang mengjadi titik pijak perkembangan kesadaran
hukum dan konsitusi tidak terlalu bersifat sistematis.namun pengalaman-pengalaman tersebut
dapat di lihat dari teks terdapat sistem nilai lama,,tapi mentrasformasikannya.dalam
kesadaran baru tersebut di temukan banyak sekali warisan teradisi masa lalu dalam bidang
hukum,moral dan insitusi.

Menuju paradigma penelitian sosiologi yang integratif

2
Saifullah, “Jurnal Ilmiah Peuradeun International Multidisciplinary Journal,” Ilmiah Peuradeun II, no. 2 (2014):
287–300, https://journal.scadindependent.org/index.php/jipeuradeun/article/view/35.
Sosiologi sebagai sebuah ilmu,memiliki banyak pradigma.Rangam pradigma yang ada
lahir pada perdebatan panjang dari sejarah lahirnya sosiologi yang di kenal dengan istilah
methodenstreit (perdebatan metodologi) yang membedakan metode induktif dan deduktif,dan
idiografic bebas nilai dan padat nilai,serta keterpisahan teori dari prxis.perdebatan panjang ini
melahirkan ragam pradigma metodologi dalam penelitian sosiologi,yaitu:pastivismeme,post-
positivisme,konstruktivisme,teori kritik dan partisipatoris.

Paradigma dalam ilmu sosial berbeda dengan pradigma dalam ilmu alam.pada ilmu
alam,paradigma alam tidak lagi di gunakan setelah di temukan pradigma baru.perkembangan
revesioner ilmu pengatahuan dalam ilmu alam dapat terlihat dengan jelas.sementara pada
ilmu-ilmu sosial muncul beragam padigma,dan masing-masing berkembang,pada saat yang
bersamaan.di sini konsep pradigma tidak sekedar di gunakan dalam arti perbedaan cara
pandang terdapat suatu realitas sosial.

Ragam pradigma

Pradigma penelitian (meteologi)maupun pradigma teori dalam ilmu sosial telah


banyak di bangun oleh parah ahli,kesemuaanya perkembangan dan mempunyai perbedaan
landasan filosofis (ontologi,epistimologi dan metodologi).gubah dan densin membagi
paradigma penelitian menjadi (lima) yaitu:positivisme,teori kritik,konstruktifisme dan
parsititoris dua yang bernaung di bawa metode penelitian kuantitatif dan kualitatif,sementara
para digama teori oleh ritser (2005)

Ontologi

Positivisme sebagai padigma tertua warisan dan ilmu alam menganut ontologo
realisme,yang meyakini bahwa realita sosial ada (extst ) dan berjalan sesuai dengan hukum
alam (narural law). Oleh karena itu,maka prnelitian yang di lakukan adalah dengan
mengungkap realitas tersebut.

Epistemologi

Padigma positivisme menganut epistemologi dualist dan opjektif,seorang peneliti


harus menempatkan diri di belakang layar untuk mengokserfasi hakikat realitas apa adanya
untuk menjaga opjektifitas temuan.oleh kareana itu,secara metodologis peneliti dapat
menggunakan metode eksprimen terhadap gejala empirik atau metode lain yang setara untuk
menjamin temuan-temuanya secara opjektiif.

Paradikma konstruktivis
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami komplektitas dunia
nyata.paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan pragtisinya pardigma
menunjukkan pada mereka apa yang penting.Absah,dan masuk akal.paradigma juga bersifat
inomatif.menunjukan kepada pradiksinya apa yang harus di lakukan tanpa perlu melakukan
pertimbangan eksitensial atau epitomologis yang panjang (moliana 2003:9).

Paradigma yang di gunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma


konstruktifis.paradigma konstruktifis,yaitu paradikma yang hampir merupakan entitesis dari
paham yang meletakkan pengamatan da opjektifitas dalam menumukan suaturealitas atau
ilmu pengatahuan.

Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially
meaningful action melalui pengaamatan langsung dan terperingci terhadap pelaku sosial yang
bersangkutan menciptakan dan memelihara atau mengelola dunia sosial
mereka(hidayat,2003:3)

Menurut patton,para peneliti transtruktifis mempelajari beragam realita yang


terstruksi oleh ndividu dan inplikasi dari kontruksi teersebut bagi kehidupan mereka dengan
yang lain.dalam konstruktifis,setiap indifidu memiliki pengalaman yang unik dengan
demikian,penelitian dengan sterategi seperti ini menyarangkan bahwa setiap cara yang di
ambil individu dalam memandang dunia adalah valid,dan perlu adanya rasa menghargai atas
pandangan tersebut (patton,2002 :96-97)

Teori konstruktisme menyatakan bahwa individu mengintrpetasikan da beraksi


menurut kategori konseptual dari pikiran realitas tidak menggambarkan diri individu namun
harus di saring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut.teori konstruktisme di
bangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi
porsonal (personal construct) oleh george kelly.Iya menyatakan bahwa orang memahami
pengalamanya dengan cara mengelompokkan berbagai prestiwa menurut ke samaanya dan
membedakan berbagai hal melalui perbedaanya.lebih jauh,paradigma konstruktivisme italah
para digma di mana kebenaran suatu realitas sosial di lihat sebagai hasil konstruksi sosial,dan
kebenaran suatu realitas bersifat relatif.

Anda mungkin juga menyukai