Anda di halaman 1dari 14

 

Aliran-Aliran yang Muncul pada Filsafat Barat Kontemporer abad XX

Pragmatisme, Eksistensialisme,

A.Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari kata “pragma” (bahasa Yunani) yang berarti tindakan,
perbuatan. Pragmatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang
bermanfaat scara praktis.. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan
bermanfaat bagi kehidupan. Aliran ini sangat terkenal di Amerika Serikat.Jadi,
pragmatisme memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai
ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran. Kelompok ini bersikap kritis terhadap
sistem-sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk – bentuk aliran materialisme,
idealisme, dan realisme. Mereka berpendapat bahwa filsafat pada masa lalu telah
keliru karena mencari hal – hal yang mutlak, yang ultimate.

 1.William James (1842-1910 M) 

Willam James dilahirkan di New York, pada tahun 1842. Setelah belajar ilmu
kedokteran di Universitas Harvrad, Ia kemudian pada tahun 1855-1861 belajar di
Inggris, Prancis, Swiss dan Jerman. Ia kembali ke Amerika dan ahli dalam bidang
anatomi, fisiologi, psikologi, dan filsafat hingga tahun 1907. Selain menamakan
filsafatnya dengan “Pragmatisme”, James juga menyebutkan dengan istilah Radical
Empirisme (Empirisme Radikal). Empirisme Radikal adalah suatu empirisme baru
yang tidak menerima suatu unsur dan bentuk apapun yang tidak dialami secara
langsung atau mengeluarkan dari bentuknya unsur yang dialami secara
langsung. James beranggapan bahwa masalah kebenaran, tentang asal/tujuan dan
hakikat bagi orang Ameika terlalu teoritis. Yang James inginkan adalah hasil-hasil
yang konkret . Dengan demikian untuk mengetahui kebenaran dari ide-konsep
haruslah diselidiki konsekuensi- konsekuensi praktisnya-

Bukunya, The Meaning of The Truth (1909) . Kebenaran harus merupakan nilai
dari suatu ide. Tak ada suatu motif dalam mengatakan bahwa sesuatu itu benar atau
tidak benar, kecuali untuk memberi petunjuk bagi tindakan yang praktis. kebenaran
itu relatif, subjektif dan terus berkembang.. Ukuran benar dan salah dalam
pragmatismenya James tergantung pada masing- masing individu yang
menjalaninya.

 Pragmatisme dan Etika Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara
konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu
menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan, maka ide tersebut bersifat benar (true).
Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan keuntungan kepada manusia
dan yang dapat dipercayai tersebut membawa ke arah kebaikan (good). Suatu
bentuk teori etika dapat dibangun demi teori pragmatisme ini.

2. John Dewey (1859-1952)

Lahir di Barlington tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore, ia


menjadi Guru Besar di bidang filsafat dan pendidikan pada Universitas Colombis
(1904-1929). Terdapat persamaan pemikiran antara Dewey dengan James. Dewey
adalah seorang pragmatis, tetapi ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan
aktivitas manusia secara lebih baik, untuk di dunia, dan sekarang. Ia menegaskan
bahwa tugas filsafat yang utama adalah memberikan garis-garis pengarahan bagi
perbuatan dalam kenyataan hidup. Instrumentalis adalah suatu usaha untuk
menyusun teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-
pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-
macam dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam
penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konskuensi-
konsekuensi di masa depan. Menurut Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum
selesai penciptaannya. Dewey menyikapi hal ini dengan meneliti tiga aspek, yaitu
temporalisme (ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu), futurisme (menolong
kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kematian) dan milionarisme (dunia
dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita. 

Dewey mengatakan bahwa pengalaman bukan suatu tabir yang menutupi manusia
sehingga tidak melihat alam. Pengalaman adalah satu- satunya jalan bagi manusia
untuk memasuki rahasia-rahasia alam.

Dalam pengalaman seseorang, pikiran selalu muncul untuk memberikan arti dari
situasi yang terganggu oleh pekerjaan di luar hipotesis atau membimbing kepada
perbuatan yang akan dilakukan. Kegunaan kerja pikiran kata Dewey, tidak lain
hanya merupakan cara untuk jalan melayani kehidupan. Ia dengan keras menuntut
untuk menggunakan metode ilmu alam (scientific method) bagi semua lapangan
pikiran, teruatama dalam penilaian pikiran, persoalan akhlak (etika), estetika,
politik dan lain-lain. Dengan demikian, cara penilaian bias berubah dan bias
disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan hidup.

Pendidikan nasional Amerika, menurut Dewey hanya mengajarkan muatan-muatan


yang sudah usang (out of date) dan hanya mengulang-ulang sesuatu yang sudah
lampau, yang sebenarnya tidak sudah layak lagi untuk diajarkan kepada anak didik.
Pendidikan yang demikian hanya mengebiri intelektualitas anak didik. Konsep
pendidikan yang adaptif pada anak dan perkembangan dikemukakan olehnya
dengan menawarkan dua metode: Problem Solving Method (mengajarkan
kebebasan pada anak dalam memecahkan masalah sehingga guru hanya membantu
ketika siswa menghadapi kesulitan) dan Learnig by Doing (memberikan bekal
keterampilan-ketermpilan praktis pada anak agar bisa eksis di lingkungan
masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat).

B. Eksistensialisme

Apa yang membedakan manusia dengan binatang? Manusia menyadari dan


mempertanyakan keberadaannya, eksistensinya, sementara hewan tidak. Eksistensi
mendahului esensi. Eksistensi manusia adalah tema sentral dalam filsafat
eksistensialisme.Filsafat ini pada dasarnya adalah protes terhadap pandangan
bahwa manusia adalah benda serta tuntutan agar eksistensi personal seseorang
harus diperhatikan secara serius.

Latar Belakangeksistensialisme

Munculnya aliran filsafat ini yaitu reaksi terhadap filsafat idealisme dan
materialism.Menurut idealism , Segala apa yang ada tidak bersifat fisik dan tidak
memiliki materi termasuk manusia.Menurut eksistensialisme(keigeraad) bahwa
manusia memiliki cara berada dari eksistensinya. Karenanya, akal budi bukanlah
pewujud nyata realitas. Akal budi merupakan cara manusia untuk mencari
keberadaan segala apa yang ada..

Materialisme melihat manusia pada prinsipnya hanya sebagai benda, sama dengan
benda-benda lain seperti binatang, tumbuhan,atau bahkan benda mati seperti meja,
kursi, dll Menurut eksistensialisme(keigeraad) manusia bukanlah objek. Materi
tubuh manusia hanyalah sebagian aspek kemanusiaan. Manusia memiliki cara
berada yang berbeda dari ada-ada yanglain. Maksud berada disin
yaitumemunculkan dirinya..diamana manusia memilikiakal, budi dan kesadaran
yangmampu memetik makna yangada sisekitarnya

Asal-usul gerakan filsafat eksistensialisme ini dapat dilacak dari abad 19. Soren
Kierkegaard kerap dianggap Bapak Eksistensialisme. Ada yang membagi aliran
eksistensialisme dalam dua kubu. Pertama, adalah kubu Katolik (agama), seperti
Jaspers dan Marcel yang bergerak menuju Tuhan. Kubu lainnya adalah
eksistensialis ateis, yaitu Sartre, Heidegger, dan Camus.

Soren Kierkegaard

Dua hal yang menjadi perhatian Kierkegaard dalam tulisan-tulisannya adalah


filsafat idealisme Hegelian dan agama Kristen yang menjadi agama resmi
Denmark. Dalam filsafat Hegel, segala bentuk pertentangan dan konflik dalam
realitas dan perjalanan hidup manusia, termasuk perang dan revolusi, dapat
didamaikan. Filsafat, melalui proses dialektika, pada akhirnya menjadi
pengetahuan tak terbatas mengenai segala sesuatu dan yang dapat menjelaskan
segala sesuatu. Bagi Kierkegaard, pemikiran abstrak Hegel tersebut
menghilangkan kepribadian manusia. Filsafat Hegel mereduksi segala
kompleksitas manusia dalam pergulatan hidupnya. Menurut Kierkegaard, yang ia
butuhkan bukanlah kumpulan pengetahuan sistemik mengenai kebenaran objektif,
melainkan bagaimana hidup, membuat pilihan, dan mengambil keputusan yang
benar.

Mengenai kekristenan, Kierkegaard, melihat umat Kristen mudah membicarakan


ajaran Kristen, namun sedikit yang hidup dengan ajaran tersebut. Agama Kristen
sudah menjadi hal biasa, membosankan, dan biasa saja.
Kierkegaard memandang bahwa filsafat idealisme Hegel merusak pemikiran yang
benar mengenai iman Kristen. Apa pasalnya? Karena telah membuat keimanan
lebih rendah dibanding akal manusia sementara agama Kristen mengajarkan iman
ada di atas dan di luar akal manusia.

Manusia selalu ingin menggapai kebenaran atau realitas objektif. Kita ingin tahu
dengan pasti mengenai dunia sebagaimana adanya, begitu pula tentang dunia Ilahi
dan kematian. Kita ingin tahu secara pasti bahwa pernikahan kita akan langgeng,
dan sebagainya. Sebuah realitas sebagaimana adanya, tidak terpengaruh oleh
pemahaman kita sebagai manusia, dan menjadi tolok ukur apakah penilaian
manusia itu benar atau salah. Bagi Kierkegaard, kita tidak akan pernah menggapai
realitas objektif tersebut. Baginya, kebenaran sebagai subjektivitas. Subjektivitas
adalah poros utama argumen Kierkegaard. Filsafat idealisme Hegel menekankan
pada realitas objektif. Kierkegaard tidak berbicara mengenai semua bentuk
kebenaran, melainkan hanya bentuk-bentuk kebenaran yang secara konkret
menentukan cara manusia menjalani hidupnya, yakni kebenaran moral dan religius.
Kebenaran moral dan religius secara hakiki menentukan bagaimana kita akan
menghayati hidup sehari-hari dan nilai-nilai apa yang kita peluk. Menjadi Kristen,
bagi Kierkegaard, adalah menyerap ajaran itu ke dalam eksistensinya,
memasukkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kierkegaard menyatakan ada 3 tahap bereksitensi, tahap jalan hidup, yaitu: tahap
estetis, tahap etis, tahap religius. Menurutnya, demikianlah cara manusia berada di
dunia.

1.Tahap estetis adalah usaha mendefinisikan dan menghayati hidup tanpa merujuk
pada yang baik (good) atau yang jahat (evil). Ketika bertindak tertentu, tidak
memikirkan apakah tindakan tersebut baik atau tidak. Tindakan yang berdasar pada
pemenuhan atas keinginan yang langsung dan spontan.

2.Pada tahap etis, manusia mulai mempertimbangkan kategori baik atau jahat. Saat
bertindak, tidak sekadar berusaha memenuhi keinginannya yang langsung dan
spontan, melainkan sudah membuat pilihan-pilihan konkret berdasar rasio.

Manusia cenderung ingin menggapai realitas objektif, sementara pengetahuan


manusia hanya mampu mendekati realitas objektif, dan tak akan pernah menguasai
sepenuhnya. Manusia mengalami ketakpastian karena tak mampu sepenuhnya
mencapai realitas objektif. Namun, justru keterbatasan inilah yang menjadi peluang
bagi manusia. Ketakpastian membuatnya mengintensifkan hasrat batinnya yang tak
terbatas. Dia memasuki kebenaran objektif dengan hasratnya yang tak terbatas.
Inilah iman. Manusia memeluk kebenaran tentang apa yang melampaui
keterbatasan pengetahuannya.

3.Saat itulah manusia memasuki tahap religius. Menghayati hidupnya dengan


penuh gairah.Manusia yang menghayati kebenaran religius secara setengah-
setengah, tanpa gairah, dan hanya tampilan luar merupakan tanda
ketidakautentikan penghayatan diri dan eksistensinya.

Tiap kita, manusia, adalah individu yang sadar, bukan sekadar bagian dari
kerumunan, angka-angka dalam kelompok. Jadi, untuk hidup secara eksistensial
adalah mengekspresikan dan menyelami kedalaman-kedalaman dari apa yang
disebut orang sebagai pandangan kehidupannya. Atau, mengutip Socrates, gnothi
seauton — kenali dirimu.

Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Saat itu,


ayahnya sedang berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Awal ia belajar tentang
teologi adalah ketika ia masuk universitas Kopenhagen. Ia membuat gebrakan
dengan menentang keras pemikiran Hegel, yang kala itu sedang mendominasi
universitasnya. Ia juga sempat merasa absurd dengan agama. Ia ingin bebas dari
aturan agama. Itulah masa krisisnya. Namun, akhirnya ia kembali ke lingkungan
aturan agama. Bahkan, ia menjadi Pastor Lutheran

Kierkegaard adalah seorang tokoh eksistensialisme yang membuat semua


tulisannya memperhatikan satu persoalan yaitu: bagaimana menjadi orang kritis
dan ia orang pertama yang menjadikan istilah eksistensialisme sebagai penolakan
terhadap pemikiran yang abstrak yang logis atau filsafat ilmu pengetahuan. Dan
mengatakan bahwa akal tidak akan pernah mampu memahami seluruh realitas
(eksistensi ) manusia. Realitas yang bersifat eksistensi sepert :nilai-nilai hidup ,
moralitas, agama, karena seluruh realitas eksistensi ini hanya dapat dialami secara
subjektif oleh manusia.

Kemudian ungkapan Kierkegaard dijadikan pegangan bagi para eksistensialis


lainnya yang dikenal sebagai metode “subjektif”. Dengan demikian akal bukanlah
satu-satunya sumber pengetahuan bagi manusia, karena pengalaman personal lebih
memberikan pemahaman yang lebih jelas terhadap masalah yang berkaitan dengan
eksistensi manusia.

Pemikiran Kierkegaard berbeda dengan para filsuf lainnya yang hendak


merasionalkan segala sesuatu. Menurutnya agama tidak perlu dibuktikan secara
rasional supaya dapat diterima setiap orang . Bahkan dia membuat klasifikasi
eksistensi menjadi 3 tahap.

Kierkgaard juga aktif sebagai Penulis. Buku prtamanya, Om Begrebet Ironi (The
Concept of Irony) dipublikasikan pada tahun 1841. Buku merepresentasikan
pemikirannya yang sangat orisinal dan memperlihatkan kecerdasannya. Karya
agungnya terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig Efterskriff (Consluding
Unscientific Postcript) tahun 1846. Karya ini mengungkapkan ajaran-ajarannya
yang bermuara pada kebenaran subyek. Karyakarya lainnya adalah Enten Eller
(1843) dan Philosophiske Smuler (1844). Sedangkan buku-buku yang bernada
kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work of Love) 1847, Christelige Taler
(Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The Sickness into Death)
tahun 1948)18

Jean-Paul Sartre

Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris dari seorang
keluarga cendekiawan. Namun, sewaktu masih kecil, Sartre ditinggal mati oleh
Ayahnya. Hingga ia dibesarkan oleh ibu dan kakeknya. Hasil didikan dari
kakeknya lah yang paling mempengaruhi pemikiran Sartre kedepannya. Sartre
benar-benar dipaksa untuk belajar ilmu pengetahuan serta mengembangkan
bakatnya semaksimal mungkin

Jean-Paul Sartre dikenal tak hanya sebagai filsuf, tapi juga dramawan dan novelis.
Kebebasan, tanggung jawab, absurditas menjadi tema-tema dalam karya-karya
Sartre. Dalam filsafatnya, Sartre menyatakan bahwa manusia modern harus
menghadapi fakta bahwa tuhan tidak ada. Dunia dan benda-benda yang
membentuknya adalah benda yang ada tanpa alasan dan tujuan, mereka sekadar
ada. Manusia berbeda dari benda, dalam artian manusia menciptakan hakikat
keberadaannya sendiri. Benda tidak bisa memilih moralitas yang diinginkannya.
Dengan kebebasan memilih bagi dirinya sendiri, benda-benda maupun nilai untuk
dirinya sendiri, maka manusia membentuk hakikatnya sendiri, menciptakan dirinya
sendiri. Manusia menjadi tolok ukur.

Dalam menciptakan dirinya dengan pilihan moralitasnya, ukuran apa yang


dipakai? Karena tuhan tidak ada, maka tidak ada hukum mengenai moralitas yang
objektif. Setiap orang sepenuhnya milik dirinya sendiri, maka ia harus
memutuskan untuk dirinya sendiri dan harus memilih sendiri pula. Setiap orang
adalah juri moralitas tertinggi.

Dalam memilih untuk dirinya sendiri, setiap manusia mengalami suatu perasaan
bebas yang memuakkan karena tidak ukuran yang diikuti. Ada rasa takut akan
keputusasaan, banyak kemungkinan yang tidak bisa dikontrolnya, padahal ia harus
membuat keputusan. Itulah keabsurdan hidup. Sartre mengingatkan untuk
bertindak tanpa berharap.

Albert Camus

Karya-karya Albert Camus menyiratkan tentang absurditas. Perasaan mengenai


absurditas muncul karena manusia mencari pemahaman yang lengkap mengenai
suatu dunia yang tidak dapat dipahami. Kita menginginkan kebenaran universal
sementara dunia hanya menunjukkan kebenaran yang terpenggal.

Apa yang harus dilakukan untuk menghadapi absurditas ini? Pemberontakanlah


yang ditawarkan Camus. Menjadi manusia absurd.

Bagi Camus, manusia yang absurd adalah manusia yang mengerti arti absurditas,
tidak lari dari absurditas tetapi menjaganya dalam kesadaran. Ia berdiri menantang,
berjuang tanpa harapan.

Meski tahu akan hancur, ia tetap melawan. Pemberontakan tersebut memberi nilai
baru pada kehidupan, mengembalikan kebebasan pada eksistensi manusia. Hal
tersebut ia ilustrasikan dalam karyanya yang berjudul Mite
Sisifus dan Pemberontakan. Perhatian manusia absurd adalah pada yang langsung:
saat ini dan di sini.

Filsafat eksistensialisme menawarkan refleksi kehidupan manusia yang akan


memunculkan dialog, pertama dengan diri sendiri dan orang-orang yang dicintai.
Eksistensialisme berarti sebuah minat yang menggebu-gebu terhadap persoalan
hidup manusia. Bahwa kehidupan yang sementara dan absurd ini mesti dijalani
dengan penuh gairah lewat pilihan dan keputusan.

Latar Belakang Humanistik Eksistensia

Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh


sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di
bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua
teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi.
Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow
menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang
berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama
mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu
eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia
(being-in-the-world), dan menyadari penuh akan keberadaannya .
Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata
sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis
percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan,
menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung
jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi
evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

 Pendekatan humanistik – eksistensial berfokus pada diri manusia. Pendekatan


ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pemahaman atas manusia.
Pendekatan humanistik eksistensial berusaha mengembalikan pribadi kepada
fokus sentral, yakni memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya
yang tertinggi. Pendekatan ini Berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang
mencangkup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk
menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai

suatu unsur dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tak
bermakna, berada sendiri dan berada dalam hubungan dengan orang lain
keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan mengaktualkan diri.
Pendekatan Humanistik eksistensial, di lain pihak, menekankan renungan-
renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh. Terapi
eksistensial, terutama berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa
melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu
saling berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya, pendekatan
eksistensial humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis
yang melandasi terapi. Pendekatan eksistensial humanistik menyajikan suatu
landasan filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang
menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya,
dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam
menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan
manusia. Pendekatan ini memberikan kontribusi yang besar dalam bidang
psikologi, yakni tentang penekanannya terhadap kualitas manusia terhadap
manusia yang lain dalam proses teurapeutik.

Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia dan


menekankan kesadaran diri sebelum bertindak. Kesadaran diri berkembang
sejak bayi. Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan
masing-masing individu. Determinasi diri dan kecenderungan kearah
pertumbuhan adalah gagasan-gagasan sentral. Psikopatologi adalah akibat dari
kegagalan dalam mengaktualkan potensi. Pembedaan-pembedaan dibuat antara
“rasa bersalah ekstensial” dan “rasa bersalah neurotik” serta antara
“kecemasan ekstensial” dan “kecemasan neurotik”. Berfokus pada saat
sekarang dan akan menjadi apa seseorang itu, yang berarti memiliki orientasi
ke masa depan. Maka dari itu, akan lebih meningkatkan kebebasan konseling
dalam mengambil keputusan serta bertanggung jawab dalam setiap tindakan
yang di ambilnya.

Teori Humanistik Eksistensial

1. Teori Abraham Maslow

Oleh karena eksistensialisme menekankan pada anggapan bahwa manusia


memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka
pandangan-pandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi
humanistik dan selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi
humanistik.Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang
dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut :
1). Prinsip holistik
Menurut Maslow, holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah
laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau
komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi
bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu akan
mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang
terpenting adalah :
(a). Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan
koherensi.Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasai adalah keadaan
patologis (sakit).
(b). Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi
tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.
(c). Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
(d). Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat
minimal. Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan
menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
(e). Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari
pada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis
yang diisolasi.
2). Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri.
Manusia adalah agen yang sadar, bebas memilih atau menentukan setiap
tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan
bertanggung jawab.
3). Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi
sesuatu yang lain dari sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan
tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat
mendukung.
4. Individu sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
5. Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya
netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau
pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
6. Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada
pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau
keistimewaan dalam bidang tertentu.
7. Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia.
8. Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki
a) kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
(b) kebutuhan akan rasa aman (the safety and security needs)
(c) kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
(d) kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)
(e) kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)

2. Teori Carl Rogers

Rogers (1902-1987) menjadi terkenal berkat metoda terapi yang


dikembangkannya, yaitu terapi yang berpusat pada klien (client-centered
therapy). Tekniknya tersebar luas di kalangan pendidikan, bimbingan, dan
pekerja sosial. Rogers sangat kuat memegang asumsinya bahwa manusia itu
bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subjektif, proaktif, heterostatis, dan
sukar dipahami

Pokok-pokok Teori Carl Rogers


a. Struktur kepribadian
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian. Namun
demikian ada tiga komponen yang dibahas bila bicara tentang struktur
kepribadian menurut Rogers, yaitu : organisme, medan fenomena, dan self.
1) Organime, mencakup :
a) Makhluk hidup
Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya,
tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat
dalam kesadar setiap saat.
b) Realitas subjektif
Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Realita
adalah medan persepsi yang sifatnya subjektif, bukan benar-salah.
c) Holisme
Organisme adalah kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan
mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau
bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan
diri.
2) Medan fenomena
Rogers mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan pengalaman, baik
yang internal maupun eksternal, baik yang disadari maupun yang tidak
disadari. Medan fenomena merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang
sepanjang hidupnya.

3) Self
Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian Rogers, yang intinya
adalah :
a) terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang
tertentu;.
b) bersifat integral dan konsisten;
c) menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai
ancaman;
d) dapat berubah karena kematangan dan belajar.

b. Dinamika kepribadian
Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis
yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin
berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin tersosialisasikan.
Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha
organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya
sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu dipersepsikan (Hall
dan Lindzey, 1995 :136-137).
Rogers menegaskan bahwa secara alami kecenderungan aktualisasi akan
menunjukkan diri melalui rentangan luas tingkah laku, yaitu :
1) Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologis, termasuk kebutuhan
dasar (makana, minuman, dan udara), kebutuhan mengembangkan dan
memerinci fungsi tubuh serta generasi.
2) Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi psikologis untuk menjadi
diri sendiri.
3) Tingkah laku yang tidak meredakan ketegangan tetapi justru meningkatkan
tegangan, yaitu tingkah laku yang motivasinya untuk berkembang dan menjadi
lebih baik.
c. Perkembangan kepribadian
Rogers tidak membahas teori pertumbuhan dan perkembangan, namun dia
yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua orang yang secara alami
mendorong proses organisme menjadi semakin kompleks, otonom, sosial, sdan
secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Rogers menyatakan bahwa self
berkembang secar utuh-keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagian.
Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif, dan
penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap sesuai dengan struktur self
sehingga dirinya berkembang menjadi pribadi yang berfungsi utuh.
Pribadi yang berfungsi utuh menurut Rogers adalah individu yang memakai
kapasitas dan bakatnya, merealisasi potensinya, dan bergerak menuju
pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang
pengalamannya. Rogers menggambarkan 5 ciri kepribadian yang berfungsi
sepenuhnya sebagai berikut :
1) terbuka untuk mengalami (openess to experience);
2) hidup menjadi (existential living);
3) keyakinan organismik (organismic trusting);
4) pengalaman kebebasan (experiental freedom);
5) kreativitas (creativity)

3. Konsep Utama Pendekatan Humanistik Eksistensial

1.Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu
kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu
berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan
mahluk-mahluk lain. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang,
semakin ia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti
meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh
sebagai manusia.Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas
alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi,
dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling. Kesadaran
diri banyak terdapat pada akar kesanggupan
manusia, maka putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah
fundamental bagi pertumbuhan manusia.

2.Kebebasan tanggung jawab, kecemasan


Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan
yang menjadi atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu
karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis,
sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan
kepribadian.

3.Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan
hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi
kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas
diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya
dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang
rasional.

Anda mungkin juga menyukai