Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KOPLING TETAP (PERMANENT COUPLING)

2.1 Pendahuluan
Kopling berasal dari kata couple yang artinya menggabungkan. Dua poros
(penggerak dan yang digerakkan) digabungkan atau dihubungkan satu sama lain
dengan maksud untuk meneruskan daya. Kopling dibedakan menjadi 2 (dua) macam
tipe, yaitu : kopling tetap (permanent coupling), dan kopling tak tetap seperti clutch.

Kopling tetap biasanya tidak untuk dilepas-lepas sambungannya kecuali bila


diadakan reparasi atau perbaikan.

2.2 Pembagian Kopling Tetap


a. Kopling Kaku (Solid Couplings)  Kopling : Bus (Sleeve Coupling) , Kopling Flens
b. Kopling Fleksibel (Flexible Couplings)  Kopling : Flens, Karet, Gigi, Rantai,
Fluida
c. Kopling Universal (Universal Coupling)  Kopling : Universal Hooke, Kecep.
Tetap

2.3 Kopling Bus (Sleeve / Muff Coupling)

Keterangan :
T = Torsi (Nmm)
D = Diameter Bus / Sleeve = 2d + 13 (mm)
d = Diameter poros (mm)
L = Panjang Pasak (mm) = 3,5 d
Gambar 2.1 : Kopling Bus (Sleeve / Muff Coupling) t = Tebal pasak (mm)

  D4  d 4   
T g    g D 3 (1  k 4 )  g  Tegangan geser izin (N/mm2)
16  D  16
d
L 3,5 d k
l  D
2 2
d
T  l . w . g . (Geser pada pasak)
2
t d
T  l . . c . (Tekanan bidang pada pasak)
2 2
8
Contoh :
Rencanakan sebuah kopling bus (muff coupling) yang digunakan untuk menghubungkan
dua buah poros dan untuk mentransmisikan daya sebesar 40 (Kw) pada putaran 350
(rpm). Bahan poros dan pasak dari baja karbon dengan tegangan geser dan tekanan
bidang yang diizinkan masing-masing 40 (Mpa) dan 80 (Mpa). Bahan kopling bus dari
baja tuang dengan tegangan geser izin 15 (Mpa).

Penyelesaian :
P = 40 (Kw) = 40.000 (Watt), n = 350 (rpm),  c = 40 (Mpa) = 40 (N/mm2),  cr = 80 (Mpa)

= 80 (N/mm2),  c = 15 (Mpa) = 15 (N/mm2)

a. Perencanaan Poros

P 60 40 x 10 3 60
T   1.100 ( Nm)  1.100.000 ( Nmm)
2 n 2  350
 3  3
1.100.000  d g  d 40  7,86 d 3
16 16
d 3  140.000    d  52  55 (mm)
b. Perencanaan Bus
D = 2d + 13 (mm) = 2 x 55 + 13 (mm) = 123 ≈ 125 (mm)
L = 3,5 d = 3,5 x 55 (mm) = 192,5 ≈ 195 (mm)
Cek terhadap keamanan penggunaan bahan :

  D4  d 4   125 4  55 4 
T g    1.100.000  g Bus    370.000 . g Bus
16  D  16  125 
g Bus  2,97 ( N / mm 2 ) < 15 (N/mm2) - jadi amam

c. Perencanaan Pasak

Dari tabel pasak , didapatkan bahwa : untuk d = 55 (mm), w = 18 (mm)


L 195
l   97,5 (mm)
2 2
Cek terhadap geser pada pasak :
d 55
T  l . w . g .    1.100.000  97,5 x 18 x g Pasak
2 2
9
g Pasak  22,8 ( N / mm 2 ) < 40 (N/mm2) - Jad aman
Cek terhadap tekanan biang pada pasak :
t d 11 55
T l. .c .    1.100.000  97,5 x c Pasak  14.746,88 c Pasak
2 2 2 2
c Pasak  74,59 ( N / mm 2 ) < 80 (N/mm2)  Jadi aman

2.4 Kopling Flens

Gambar 2.2 : Kopling Flens tipe Unprotected

Secara empiris (Machines Design, Khurmi p. 486),


L = 1,5 d
D1 = 3 d
D2 = D1 + (D1 – D) = 2 D1 – D = 4 d
tf = 0,5 d
Penggunaan baut pada flens ditentukan : 3 untuk d sampai dengan 40 (mm)
4 untuk d sampai dengan 100 (mm)
6 untuk d sampai dengan 180 (mm)
Keterangan :
d = Diameter poros = diameter dalam naf (hub) (mm)
D = Diameter luar naf = 2 d (mm)
L = Panjang naf = 1,5 d (mm)
D1 = Diameter lingkaran dudukan baut = 3 d (mm)

10
tf = Tebal flens = 0,5 d (mm)
d1 = Diameter baut pada flens (mm)

2.4.1 Perencanaan Kopling Flens :


a. Perencaan naf (hub):

  D4  d 4   d
T g    g D 3 (1  k 4 )    k 
16  D  16 D
b. Perencanaan pasak :
Perencanaan pasak = perencanaan sebelumnya (diambil dari tabel pasak),
kemudian cek terhadap geser dan tekanan bidang :
d
T  l . w . g . (Geser pada pasak)
2
t d
T  l . .c . (Tekanan bidang pada pasak)
2 2
c. Perencaan Flens :

T  kell. naf x tebal flens x teg . geser flens x jari  jari naf
D  D2
T   D . t f . g Flens .  . t f . g Flens
2 2
d. Perencanaan Baut :
Dari tabel apabila diketahui diameter (d), maka banyak baut (n) dapat
ditentukan.
D1  1,6 . d
 2 D
T . d 1 . g Baut . n . 1
4 2
Dari rumus tersebut diameter baut (d1) dapat ditentukan.
Cek terhadap tekanan bidang pada baut (  c ) :

Luas bidang yang mendapat tekanan bidang semua baut, (apabila n =


banyak baut)  A  n . d 1 . t f

Tekanan bidang pada baut  Tc  A .  c  ( n . d 1 . t f ) .  c

D1
Torsi  T  (n . d1 . t f .  c ) .
2
Dari persamaan tersebut, tegangan akibat tekanan bidang dapat dicek.

11
2.5 Kopling Flens tipe Marine (pada Kapal)
Banyak baut dapat ditentukan berdasarkan tabel berikut :

Tabel 2.1 : Penentuan Banyak Baut Tipe Marine

Ukuran lain dapat ditentukan sebagai berikut :


Tebal flens =d/3
Taper (kemiringan) baut = 1:20 s/d 1:40
Diameter dudukan baut = D1 = 1,6 . d
Diameter luar flens = D2 = 2,2 . d

Gambar 2.3 : Kopling Flens tipe Marine

Contoh :
Rencanakan kopling flens tipe proteksi yang digunakan untuk mentransmisikan daya 15
(kW) pada putaran 200 (rpm). Bahan kopling dan poros dari besi tuang dengan tegangan
geser izin 40 (Mpa). Tegangan geser yang terjadi pada poros dan pasak tidak boleh
melebihi 30 (Mpa). Asumsikan bahwa bahan yang digunakan untuk poros dan pasak
adalah sama dan tegangan akibat tekanan bidang dua kali tegangan gesernya. Torsi
maksimum dihitung 25% lebih besar dari torsi rata-rata. Tegangan geser pada flens = 14
(Mpa).

Gambar 2.4 : Kopling Flens tipe Proteksi

12
Penyelesaian :

Diketahui : P = 15 (kW), n = 200 (rpm), g flen  poros = 40 (Mpa) = 40 (N/mm2),

g baut  pasak = 30 (Mpa),  ck = 2 . g = 60 (N/mm2), Tmaks = 1,25 . T rata-rata ,  g = 14 (Mpa)
= 14 (N/mm2).
a. Perencanaan naf (hub) :
60 . P 60 . 15.000
Trata rata    716 ( Nm)  716.000 ( Nmm)
2 .  . n 2 .  . 200
Tmaks  1,25 . Trata rata  1,25 . 716.000  895.000 ( Nmm)
 
Tmaks  . d 3 . c  . d 3 . 40  7,86 . d 3
16 16
895.000
d3  113.868
7,86
d  48,4  50 (mm)
Jadi ukuran lain dapat ditentukan :
Diameter bus  D  2 . d  2 . 50  100 (mm)

Panjang bus  L  1,5 . d  1,5 . 50  75 (mm)


Pengecekan terhadap tegangan geser pada bus :

  D4  d 4    100 4  50 4 
895.000  . c .    . c .    184.100 .  c
16  D  16  100 
895.000
c   4,86 ( N / mm 2 )
184.100
Tegangan yang terjadi akibat tekanan bidang = 4,86 (N/mm2) < 14 (N/mm2)
(Tegangan izin akibat tekanan bidang), jadi perencanaan bus (hub) aman.

b. Perencanaan Pasak (key) :


Dari table, untuk d = 50 (mm) didapatkan lebar pasak (w) = 16 (mm), tebal (t) = w
= 16 (m)
Panjang pasak (l) = L = 75 (mm)
Pengecekan terhadap tegangan akibat tekanan bidang dan tegangan geser pada
d 50
pasak  895.000  l . w .  k .  75 . 16 .  k .  30.000  k
2 2
13
895.000
k   29,8 ( N / mm 2 )
30.000
t d 16 50
895.000  l . .  ck .  75 . .  ck .  15.000 .  ck
2 2 2 2
895.000
 ck   59,6 ( N / mm 2 )
15.000
Tegangan akibat tekanan bidang dan tegangan geser yang terjadi pada pasak <
dari tegangan yang diizinkan, jadi perencanaan pasak aman.

c. Perencanaan Flens (flange):


Tebal flens = 0,5 . d
t f = 0,5 . 50 = 25 (mm)
Pengecekan terhadap tegangan geser pada flens :
 . D2  . 100 2
895.000  . g . t f  .  g . 25  392.750 .  g
2 2
895.000
g   2,5 ( N / mm 2 )
392.750
Tegangan yang terjadi pada flens = 2,5 (N/mm2) < 14 (N/mm2) (Tegangan geser
yang diizinkan pada flens),  jadi perencanaan flens aman.

d. Perencanaan Baut (Bolt) :


d1 = Diameter baut (mm)
Banyak baut = n = 3 (buah)
Diameter dudukan baut = D1 = 3 . d = 3 . 50 = 150 (mm)
 D  150
895.000  (d 1 ) 2 .  g . n . 1  (d1 ) 2 . 30 . 4 .  7.070 . (d1 ) 2
4 2 4 2
895.000
(d1 ) 2   126,6    d1  11,25 (mm)
7.070
Asumsikan diameter baut standar d1 = 12 (mm) atau (M12)

D2  4 . d  4 . 50  200 (mm)
Tebal pelindung flens = t p  0,25 . d  .25 . 50  12,5. (mm)

14

Anda mungkin juga menyukai