Prakata
Pedoman ini termasuk dalam Gugus Kerja Geoteknik, Bendungan dan Waduk pada Sub
Panitia Teknik Bidang Sumber Daya Air yang berada di bawah Panitia Teknik Bidang
Konstruksi dan Bangunan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Penulisan pedoman ini mengacu kepada Pedoman BSN No.8 Tahun 2000 dan telah
mendapat masukan dan koreksi dari ahli bahasa.
Perumusan pedoman ini dilakukan melalui proses pembahasan pada Gugus Kerja,
Prakonsensus dan Konsensus pada tanggal 10 September 2003 di Pusat Litbang Sumber
Daya Air Bandung serta proses penetapan pada Panitia Teknik yang melibatkan para
narasumber dan pakar dari berbagai instansi terkait.
Pedoman ini mengacu Selecting Seismic Parameter for Dam Projects, USCOLD, 1985 dan
standar serta pedoman terkait lainnya seperti dijelaskan dalam bab 2, yaitu acuan normatif.
Pedoman ini bertujuan memberikan keseragaman dalam analisis stabilitas bendungan tipe
urugan akibat beban gempa dengan penjelasan tentang petunjuk umum pemilihan
parameter gempa untuk desain bendungan dan bangunan air (faktor-faktor umum, pemilihan
besaran gempa, pemilihan parameter gempa, pengaruh pemilihan parameter, metode
analisis stabilitas), penentuan beban gempa menggunakan peta zona gempa, dan metode
perhitungan analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa, metode analisis
likuifaksi, dan gempa imbas.
i
Pd T-14-2004-A
Daftar Isi
Prakata ............................................................................................................... i
Daftar isi ............................................................................................................. ii
Pendahuluan ...................................................................................................... iv
1 Ruang lingkup .............................................................................................. 1
2 Acuan normatif ............................................................................................. 1
3 Istilah dan definisi ........................................................................................ 1
4 Petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan ...... 4
4.1 Faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam desain ................... 4
4.2 Pemilihan besaran gempa untuk analisis .......................................... 6
4.3 Pemilihan parameter gempa .............................................................. 7
4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan parameter evaluasi gempa 11
4.5 Analisis stabilitas bangunan pengairan lainnya....................................... 15
5 Peta zona gempa ......................................................................................... 15
5.1 Risiko gempa (seismic risk) ................................................................ 15
5.2 Prosedur pembuatan peta zona gempa ............................................. 16
5.3 Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah .......................... 24
5.4 Ragam percepatan gempa desain ..................................................... 26
6 Proses likuifaksi dan gempa imbas ............................................................. 29
6.1 Likuifaksi pada tanah pasiran ............................................................. 29
6.2 Pengaruh gempa imbas pada waktu pengisian waduk ...................... 30
7 Penentuan parameter dinamik tanah dan batuan ........................................ 31
7.1 Penjelasan umum ............................................................................... 31
7.2 Metode uji lapangan ........................................................................... 31
7.3 Metode uji laboratorium ...................................................................... 35
7.4 Metode empiris dari hasil uji laboratorium .......................................... 39
7.5 Hubungan antara modulus penormalan G/Gmax dan rasio redaman
dengan regangan geser ....................................................................... 45
8 Metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa ............ 49
8.1 Tinjauan umum........................................................................................ 49
8.2 Analisis potensi likuifaksi .................................................................... 49
8.3 Analisis dengan cara koefisien gempa (pseudostatic analyses) ........ 49
8.4 Analisis dengan cara dinamik ............................................................. 50
ii
Pd T-14-2004-A
Lampiran A Bagan alir analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa 53
Lampiran B Frekuensi kejadian gempa dan parameter gempa ........................ 56
Lampiran C Formulasi alihan tetap .................................................................... 71
Lampiran D Contoh-contoh aplikasi stabilitas dinamik bendungan .................. 76
Lampiran E Daftar nama dan lembaga .............................................................. 85
Bibliografi ............................................................................................................ 86
iii
Pd T-14-2004-A
Pendahuluan
Desain suatu bendungan tipe urugan yang menahan air dalam volume yang besar harus
mempertimbangkan faktor keamanan terhadap pengaruh kestabilan bendungan. Sampai
sekarang, pedoman mengenai metode analisis kestabilan bendungan tipe urugan akibat
beban gempa belum ada di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dibuat pedoman yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi pendesain bendungan tipe urugan dengan pertimbangan
analisis desain stabilitas akibat beban gempa.
Pedoman ini menguraikan petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain
bendungan dan bangunan air, penentuan beban gempa dengan menggunakan peta zona
gempa, metode perhitungan proses likuifaksi dan pengaruh gempa imbas, penentuan
parameter dinamik untuk tanah dan batuan, dan metode analisis stabilitas bendungan
urugan akibat beban gempa.
Prinsip-prinsip yang diuraikan dalam pedoman ini akan menjadi pegangan dalam analisis
stabilitas untuk desain bangunan pengairan tahan gempa khususnya bendungan tipe urugan
beserta bangunan pelengkap, termasuk penanganan aspek gempa untuk evaluasi perilaku
bendungan. Dengan adanya keseragaman dan pegangan dalam desain bendungan,
diharapkan akan bermanfaat bagi semua pihak terkait (pemilik, pendesain dan instansi
berwenang) terutama dalam bidang desain bendungan tipe urugan tahan gempa ataupun
dalam pembangunan bendungan urugan umumnya.
iv
Pd T-14-2004-A
1 Ruang lingkup
Pedoman ini menjelaskan analisis stabilitas lereng bendungan tipe urugan akibat beban
gempa, yang diuraikan secara singkat dalam bagan alir pada lampiran Gambar A.1.
Pedoman ini terdiri atas :
1) petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan dan bangunan
pengairan.
2) penentuan beban gempa yang menggunakan peta zona gempa dengan cara
menentukan percepatan gempa maksimum di permukaan tanah untuk desain bendungan
beserta bangunan pelengkapnya dan bangunan air lainnya.
3) penjelasan proses likuifaksi jika terjadi gempa bumi dan pengaruh gempa imbas pada
waktu pengisian waduk.
4) penentuan parameter dinamik untuk tanah dan batuan dengan cara uji lapangan, uji
laboratorium dan cara empiris.
5) metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa dengan cara koefisien
gempa dan cara dinamik.
Pedoman ini tidak menguraikan pengaruh sesaran-sesaran aktif yang mungkin terjadi di
sekitar lokasi rencana bendungan besar, yang memerlukan studi gempa tersendiri.
2 Acuan normatif
3.1 Beban gempa ialah beban atau gaya inersia yang timbul sebagai akibat adanya
goncangan gempa di permukaan tanah.
3.2 Gempa bumi tektonik ialah gempa yang terjadi jika kekuatan geser batuan (batu
dan tanah) tidak dapat lagi menahan tegangan, yang meningkat secara perlahan-lahan
dalam suatu lempeng tektonik atau pada sesaran aktif.
3.3 Magnetudo atau kebesaran gempa ialah tingkat besaran gempa yang berhubungan
dengan pelepasan enersi regangan pada saat terjadi patahan batuan sepanjang garis
sesaran, yang terdiri atas berikut ini :
1 dari 87
Pd T-14-2004-A
1) ML ialah kebesaran gempa yang diperkenalkan pertama kali oleh Richter (1935) dan
disebut kebesaran gempa lokal. Kebesaran ini diperoleh sebagai logaritma dari
amplitudo maksimum yang tercatat dengan alat Wood Anderson Torsion Seismometer
pada jarak episentrum 100 km. Untuk jarak yang lain, kebesaran ini harus dikoreksi.
Persamaan umumnya ialah
2) Ms ialah kebesaran gempa yang didasarkan atas gelombang permukaan (surface waves)
yang diperkenalkan oleh GUTENBERG (1945). Skala kebesaran ini berlaku untuk setiap
seismograf dan diperoleh dengan persamaan
dengan :
A : amplitudo yang terekam
C1 dan C2 : konstanta
d : jarak episentrum
3) Mb atau m ialah kebesaran gempa yang didasarkan atas gelombang badan (body waves)
dan pada umumnya digunakan untuk gempa-gempa dalam karena tidak menghasilkan
amplitudo yang cukup besar.
3.4 Intensitas gempa ialah suatu angka yang menunjukkan pengaruh kehebatan suatu
gempa bumi terhadap bangunan buatan manusia di atas permukaan tanah, sehingga
merupakan suatu bentuk kualitatif dari besar goncangan dan kerusakan di suatu tempat
tertentu.
3.5 Fokus gempa (hiposentrum) ialah titik pada sesaran atau lempeng tektonik ketika
patahan mulai terjadi.
3.6 Episentrum ialah titik di permukaan bumi yang tepat di atas fokus gempa (lihat
gambar 1).
2 dari 87
Pd T-14-2004-A
3.7 Jarak episentrum ialah jarak horisontal dari suatu lokasi bangunan terhadap
episentrum gempa.
3.8 Jarak hiposentrum ialah jarak dari suatu tempat terhadap fokus gempa.
3.9 Risiko gempa ialah peluang terjadinya gempa dengan besaran gempa (percepatan,
kecepatan, dan lama goncangan) serta kebesaran gempa pada periode ulang rata-rata
tertentu selama masa guna bangunan yang dinyatakan dengan RN.
3.10 Masa guna bangunan ialah umur teknis suatu bangunan yang secara struktural
masih dapat berfungsi dengan baik dan aman.
3.11 Risiko tahunan ialah peluang tahunan suatu gempa yang dapat dicapai atau dilewati
suatu besaran gempa tertentu yang dinyatakan dengan RA.
3.12 Periode ulang rata-rata suatu gempa ialah jumlah pengulangan suatu periode dari
besaran gempa setiap tahun.
3.14 Percepatan gempa maksimum terkoreksi (peak ground acceleration, PGA= ad)
ialah percepatan gempa maksimum di permukaan tanah yang dihitung berdasarkan koreksi
pengaruh jenis tanah setempat.
3.15 Periode predominan (predominant period) suatu perlapisan tanah ialah periode
natural dari perlapisan tanah.
3.16 Ragam percepatan gempa (acceleration spectrum) ialah ragam sambutan dinamik
maksimum yang dialami oleh suatu sistem linier berderajat kebebasan tingkat satu pada
waktu digetarkan atau digoncangkan oleh suatu percepatan gempa di permukaan tanah.
3.18 Gempa bolehjadi maksimum (Maximum Credible Earthquake, MCE) ialah gempa
terbesar yang dapat atau mungkin terjadi sepanjang sesaran atau di daerah subduksi yang
ditentukan secara geografis dan telah diketahui atau diperkirakan sebelumnya. Gempa ini
merupakan batas atas dari besaran gempa atau pada kasus khusus sebagai batas atas dari
intensitas Modified Mercally. Kejadiannya bervariasi antara periode ulang 100 tahun sampai
dengan dengan puluhan ribu tahun. Setiap sesaran aktif di daerah geologi regional atau
geologi lokal akan terkait dengan suatu gempa maksimum bolehjadi. Jika ditinjau secara
geologi penentuan besaran gempa maksimum bolehjadi sangat penting jika dibandingkan
dengan kejadian gempa pendek dengan sistem pendekatan Paleoseismisiti dan sangat
berguna untuk memperkirakan perilaku sesaran aktif tertentu untuk jangka panjang.
tanda identifikasi yang kurang nyata, konsep CMCE merupakan gempa maksimum boleh
jadi yang menjadi signifikan di daerah studi. Evaluasi untuk kondisi ini sebaiknya dilakukan
dengan cara probabilistik bencana gempa.
3.20 Gempa desain maksimum (Maximum design earthquake, MDE) ialah gempa yang
memberikan goncangan terbesar di lokasi studi yang akan digunakan untuk desain atau
analisis. Untuk bendungan yang keruntuhannya akan mengancam kehidupan, gempa desain
maksimum sebaiknya diambil pada batas yang sama dengan CMCE, untuk
mempertahankan kapasitas pengisian waduk. Jika keruntuhan bendungan tidak mengancam
kehidupan, dapat diambil gempa yang lebih kecil dari CMCE sebagai MDE.
3.21 Gempa dasar operasi (Operating basis earthquake, OBE) ialah gempa dengan
batasan goncangan di permukaan tanah pada lokasi studi dengan 50% kemungkinan tidak
terlampaui dalam 100 tahun, yang sebaiknya ditentukan secara probabilistik. Bendungan
dan bangunan pelengkap serta peralatannya harus tetap berfungsi dengan baik dan mudah
perbaikannya jika terjadi gempa dasar operasi, tetapi tanpa memperhitungkan tinjauan
keamanan terhadap kehidupan manusia.
3.22 Proses likuifaksi (liquefaction) ialah proses meningkatnya tekanan air pori dalam
bahan pasiran (tanah lanau pasiran atau pasir lanauan) sehingga kekuatan gesernya
mengalami penurunan.
3.23 Gempa imbas (Reservoir induced earthquake, RIE) ialah gempa bumi yang terjadi
akibat pengisian waduk yang memberikan tingkat goncangan permukaaan maksimum di
lokasi bendungan. Pengaruh gempa imbas hanya dipertimbangkan pada bendungan yang
lebih tinggi dari 100 m atau waduk yang sangat besar dengan kapasitas lebih dari 109 m3
dan pada bendungan baru dengan ukuran lebih kecil di daerah yang sensitif terhadap
pergerakan tektonik. Meskipun terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai gempa
imbas pada waduk, RIE harus tetap dipertimbangkan untuk menentukan beban gempa pada
bendungan tinggi dengan waduk yang mengandung sesaran aktif di daerah hidrauliknya.
Meskipun sesaran di daerah waduk tidak aktif terhadap tektonik, tetapi gempa imbas tidak
boleh diabaikan, jika geologi lokal ataupun regional serta kegempaan bersifat signifikan.
Besaran gempa imbas ditentukan berdasarkan MCE dan OBE, lokasi bendungan, dan
kondisi seismotektonik sehingga gempa imbas dapat menjadi lebih kecil atau sama, ataupun
lebih besar dari OBE, atau sama dengan MDE.
3.24 Bangunan pelengkap ialah fasilitas yang dibangun pada suatu bendungan yang
berkemampuan untuk mengambil dan mengeluarkan air, antara lain, bangunan pelimpah
untuk menjaga keamanan bendungan, bangunan pengeluaran untuk memenuhi fungsi
bendungan, bangunan pengeluaran untuk pemeliharaan aliran di bagian hilir, serta
bangunan pengeluaran untuk inspeksi, perbaikan, operasi dan pemeliharaan.
3.26 Bangunan pengairan ialah fasilitas yang perlu dibangun untuk pemanfaatan dan
pengendalian suatu sistem pengairan, antara lain bangunan sadap, bangunan silang,
tanggul penutup, tanggul banjir, tembok penahan dan lain-lain.
4 dari 87
Pd T-14-2004-A
Pada hakekatnya pemilihan parameter gempa untuk evaluasi keamanan bendungan baru
ataupun lama merupakan proses bertahap yang minimal harus mencakup persyaratan yang
akan diuraikan berikut ini.
Peta intensitas dengan kontur isoseismal pada waktu terjadi gempa-penting tetap menjadi
salah satu cara terbaik untuk memperoleh fungsi atenuasi intensitas pada saat diperoleh
data lain. Kontur isoseismal ialah garis yang menghubungkan lokasi-lokasi dengan besaran
kerusakan yang sama atau daerah pengaruh efek gempa yang sama.
Sejarah kejadian gempa dan pertimbangan geologi dapat digunakan untuk menentukan
besarnya laju aktivitas gempa (jumlah kejadian setiap tahun) pada daerah yang diteliti, jika
mungkin untuk setiap sesaran atau daerah sumber gempa di daerah studi.
Data sejarah kejadian gempa harus diproses secara statistik untuk mendapatkan hubungan
regional dengan frekuensi kejadian gempa, sebagai contoh, penggambaran (plotting)
hubungan antara jumlah kejadian gempa dan magnetudo yang sama atau lebih besar pada
skala logaritma. Sumber gempa yang telah diolah secara statistik untuk Indonesia dapat
diperiksa pada lampiran B.1
Lokasi episentrum dapat dipilih dengan menggunakan urutan kronologis dan penambahan
jarak dari lokasi yang ditinjau. Penentuan atau penggambaran (plotting) lokasi pusat gempa
yang berkaitan dengan lokasi bendungan diperlukan untuk memberikan penilaian visual
terhadap lokasi dan kejadian gempa yang ditinjau.
1) definisi dari tipe, penyebaran, tebal, macam endapan atau formasinya serta karakteristik
stabilitas dari satuan batuan dan endapan tanah.
2) lokasi dan kronologi dari sesaran lokal, termasuk jumlah dan tipe perubahan yang
diperkirakan dari sejarah kejadian dan data stratigrafi, waktu akhir rekahan, laju aktivitas,
laju tarikan, laju geseran dan lain-lain. Pada beberapa kasus disarankan menggunakan
teknik penyelidikan khusus seperti penentuan umur batuan dengan menggunakan unsur
karbon.
3) interpretasi dari struktur geologi termasuk orientasi dan jarak kekar, perlapisan,
kemiringan dan jurus satuan geologi, lipatan serta batuan intrusi dan batuan lelehan.
4) penentuan kondisi geohidrologi, termasuk lokasi muka air tanah, tekanan air tanah dan
kondisi aliran, serta karakteristik kelulusan air dari formasi yang tercakup.
5) evaluasi potensi timbulnya goncangan gempa dan longsoran lereng waduk;
6) penentuan kondisi fondasi dan ebatmen.
7) inventarisasi rekaman goncangan gempa kuat (strong motion) dari sejarah kejadian
gempa yang terjadi di dekat lokasi tinjauan atau di daerah yang kondisi geologi dan
tektoniknya sama.
Sebagai contoh, pembangunan bendungan besar dengan penekanan fungsi ekonomis perlu
dianalisis dengan ketentuan beban MDE, OBE dan RIE. Bendungan yang cukup tinggi
dengan waduk yang digunakan untuk penyediaan air minum di daerah permukiman harus
didesain dengan mempertimbangkan persyaratan beban baik pada MDE ataupun OBE.
Bangunan yang rendah faktor ekonomisnya, tetapi keruntuhannya akan menyebabkan
kehilangan nyawa manusia harus tetap dievaluasi dengan MDE. Untuk bendungan buri
(tailing dams), bendungan limbah atau bangunan pengendali banjir dapat diperhitungkan
hanya terhadap OBE, karena bendungan semacam ini kerap kali dikeringkan pada masa
operasionalnya.
Penentuan analisis bendungan dengan menggunakan besaran MDE, OBE, dan atau RIE
harus ditentukan bersama dengan pemilik bendungan, pendesain, dan instansi
berwewenang lainnya berdasarkan pertimbangan utama, yaitu kepentingan umum.
7 dari 87
Pd T-14-2004-A
Banyak faktor yang mempengaruhi goncangan tanah dan parameter gempa, tetapi belum
dapat dipahami sepenuhnya. Goncangan tanah dasar biasanya dipengaruhi oleh kondisi
sumber gempa, jalur transmisi, dan kondisi lokal.
Sumber gempa dipengaruhi antara lain oleh tipe sesaran, dimensi retakan, mekanisme arah,
kedalaman pusat, penurunan tegangan (stress drop) dan besarnya pelepasan enersi.
Pengaruh jalur transmisi merupakan faktor yang berhubungan dengan sebaran geometri dan
penyerapan enersi gempa pada waktu gelombang berjalan menjauhi sumbernya. Yang
termasuk fenomena ialah tipe batuan, tidak homoginnya kerak bumi, lapisan aluvium yang
dalam dan efek arah jalur gelombang terhadap arah meluasnya retakan sesaran.
Pengaruh kondisi lokal berasal dari kondisi topografi dan geologi yang ada di lokasi dan
kemungkinan yang ada antara bangunan dan media di sekitarnya.
Faktor utama yang dipertimbangkan dalam persyaratan parameter gempa ialah :
1) klasifikasi tempat (aluvium atau batuan);
2) parameter fisik (physical properties) dan ketebalan lapisan fondasi;
3) pengaruh dekatnya jarak terhadap sesaran (near field effects);
4) jarak dari daerah pelepasan enersi;
5) pemilihan magnetudo untuk desain.
Faktor-faktor lain seperti arah propagasi retakan sesaran (pengaruh arah), tipe sesaran
(normal, reverse atau strike slip) dan topografi cukup penting, tetapi sampai dengan saat ini
tidak secara rutin tercakup dalam studi kegempaan pada bendungan.
Penentuan evaluasi gempa sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pertimbangan
ketergantungan lokasi (site dependent); yaitu dengan menggunakan pengetahuan yang ada
dan pengukuran aktual terhadap rekaman gempa pada lokasi-lokasi dengan karakteristik
yang sama. Jika data pada lokasi yang diterapkan kurang banyak, maka harus digunakan
karakteristik goncangan tanah dasar yang tidak tergantung pada lokasi.
Idealnya seluruh faktor yang mempengaruhi goncangan tanah dasar harus dipertimbangkan,
tetapi pada umumnya tidak praktis untuk memasukkan seluruh faktor tersebut dalam
memperkirakan parameter gempa. Biasanya hanya dipertimbangkan faktor dari satu sumber
besaran dan satu jalur transmisi jarak. Pengaruh lokal sering diabaikan atau dibatasi sampai
dengan perbedaan antara lokasi batuan atau aluvial serta kemungkinan pertimbangan
pengaruh kedekatan lokasi (near field)
Susunan yang digunakan untuk menentukan karakteristik parameter evaluasi gempa
dijelaskan berikut ini.
8 dari 87
Pd T-14-2004-A
6) Youngs (1997)
7) Kenneth W. Campbell
Pada umumnya, untuk memperoleh besaran PGA sebaiknya didasarkan pada batuan dasar,
seperti diuraikan dalam buku referensi dengan menggunakan persamaan atenuasi.
Kemudian, besaran PGA disesuaikan keperluan dengan memperhitungkan kondisi lokasi
khusus, misalnya aluvium dalam, yaitu dengan percepatan pada daerah bebas (free field)
umum mempunyai enersi yang lebih besar jika dibandingkan dengan lokasi batuan.
Prosedur desain terbaru untuk bendungan cenderung menggunakan nilai PGA rata-rata jika
dibandingkan dengan nilai ekstrem. Hal ini disebabkan oleh keperluan konservatif yang
sering digunakan untuk berbagai masalah, misalnya pada ordinat spektral (periksa subbab
2.3.4).
Hingga kini, beberapa parameter yang berkaitan dengan persamaan atenuasi telah
dikembangkan untuk kecepatan puncak. Hal ini karena adanya indikator yang lebih baik bagi
intensitas goncangan tanah akibat pengaruh kedekatan lokasi (near field), alihan puncak
atau komponen vertikal goncangan tanah yang biasanya mempengaruhi kedekatan lokasi.
Untuk lokasi dengan jarak jauh atau pertengahan (far field and intermediate), maka PGA
vertikal dapat diambil cukup konservatif, yaitu sebesar 2/3 atau 1/2 dari PGA horisontal.
9 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tingkat koefisien redaman dengan ragam sambutan yang telah ditentukan untuk memberi
gambaran dari MDE, OBE dan RIE, harus mencakup kisaran nilai yang dapat diterapkan
terhadap tipe bendungan dan tingkat getaran tanah yang ditinjau. Besaran koefisien
redaman untuk analisis bendungan tipe urugan berkisar antara 5% sampai dengan dengan
20%. Untuk analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa dapat digunakan
ragam percepatan gempa desain yang dibahas pada subbab 5.4.
Evaluasi bencana gempa di suatu tempat akibat sumber tunggal mencakup hubungan tiga
fungsi probabilitas (Cornell, 1968; Mc.Guire, 1976; Donovan-Bornstein, 1977; Der-Kiurghian
and Ang, 1977; Kulkarni dkk, 1979) yaitu :
1) probabilitas terjadinya gempa dengan besaran tertentu pada suatu sumber gempa dalam
interval waktu yang ditentukan.
2) probabilitas terjadinya rekahan yang berkaitan dengan sumber gempa dan suatu
kejadian dengan besaran dan jarak tertentu dari lokasi yang ditinjau.
3) probabilitas terjadinya goncangan gempa di tanah dasar dengan suatu besaran gempa
dan jarak tertentu yang akan melebihi tingkat yang telah ditentukan pada lokasi itu.
10 dari 87
Pd T-14-2004-A
Dengan kombinasi ketiga fungsi tersebut, untuk setiap sumber gempa dan pengaruh dari
seluruh sumber gempa, maka probabilitas terlampauinya tingkat tertentu dari suatu
goncangan di tanah dasar pada lokasi yang ditinjau harus dihitung pada interval waktu yang
ditentukan.
Dalam menentukan metode yang paling tepat untuk evaluasi bendungan dan menentukan
parameter gempa berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, diperlukan keputusan teknik dan
pengalaman profesi yang memadai.
11 dari 87
Pd T-14-2004-A
Empat faktor risiko yang harus dipertimbangkan dalam analisis ialah kapasitas waduk, tinggi
bendungan, kebutuhan evakuasi dan kerusakan di hilir. Tiap-tiap faktor risiko terbagi lagi
dalam kondisi risiko ekstrem, kondisi risiko tinggi, kondisi risiko moderat dan kondisi risiko
rendah dengan nilai bobot seperti yang tertera dalam kurung. Penentuan kelas beban gempa
dilakukan dengan menghitung faktor risiko total (FRtot) yang merupakan penjumlahan dari
faktor risiko pengaruh kapasitas waduk (FRk), tinggi bendungan (FRt), kebutuhan evakuasi
(FRe) dan pengaruh tingkat kerusakan di hilir (FRh ) dengan persamaan:
1) Persyaratan tanpa kerusakan dengan periode ulang T ditentukan (OBE), sehingga beban
gempa dapat diperoleh dari peta zona gempa (bab V). Analisis dilakukan dengan cara
koefisien gempa. Kestajikan bendungan harus lebih tinggi dari faktor keamanan minimum
yang dipersyaratkan, bendungan tidak mengalami kerusakan yang serius, dan masih
tetap beroperasi, serta tidak diperlukan pekerjaan perbaikan yang menyeluruh.
2) Persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa terjadi keruntuhan dengan periode
ulang T ditentukan untuk kelas I, II, III, dan IV sehingga percepatan gempa maksimum di
permukaan tanah dapat diperoleh dari peta zona gempa (bab V). Analisis dilakukan
dengan cara dinamik dengan menggunakan ragam sambutan gempa atau sejarah waktu
percepatan gempa. Bendungan harus mampu menahan gempa desain MDE tanpa
keruntuhan atau diperkenankan ada kerusakan dengan alihan tetap tidak melampaui 50
% dari tinggi jagaan.
Catatan :
1) Untuk bendungan besar dengan kondisi geologi setempat yang khusus, Peta Zona Gempa
dalam bab V tidak dapat digunakan, dan perlu dilakukan studi gempa tersendiri.
2) Analisis dinamik dapat dilakukan dengan analisis ragam sambutan gempa atau sejarah
waktu percepatan gempa.
*) Penjelasan lebih terperinci periksa tabel 17.
dengan beban lainnya serta kriteria evaluasi perilaku yang dapat diterapkan. Tetapi,
pengaruh dari berbagai macam analisis dan tipe bendungan urugan serta kemungkinan tipe
keruntuhan yang diterapkan terhadap pemilihan parameter evaluasi gempa akan ditinjau
secara umum dalam uraian berikut ini.
Metode yang paling lengkap untuk menentukan beban gempa ialah metode dengan
menggunakan tiga komponen goncangan gempa yang saling tegak lurus, yaitu dua
horisontal dan satu vertikal. Ketiga komponen tersebut tidak selalu diperlukan seluruhnya
karena tergantung dari analisis yang digunakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengaruh beban gempa pada desain
bendungan urugan meliputi : aspek keamanan dan pencegahan kerusakan serta keruntuhan
bendungan.
Untuk mengetahui tingkat kestajikan bendungan dapat dilakukan analisis dengan metode
simplifikasi, misalnya dengan cara koefisien gempa, cara Newmark (1968), Makdisi & Seed
(1978), atau prosedur terpeterperinci yang menggunakan cara elemen hingga dengan
anggapan material berperilaku linier atau nonlinier. Jika tidak dicurigai adanya penurunan
kuat geser material yang disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori sehingga tidak
mengakibatkan terjadi proses likuifaksi, maka prosedur analisis dapat dilakukan dengan cara
simplifikasi.
Untuk memperkirakan perilaku bendungan urugan pada kelas risiko ataupun tingkat
kerusakan tinggi, sebaiknya digunakan prosedur analisis yang terperinci misalnya cara
analisis elemen hingga (finite element method). Dalam analisis ini diperlukan data sejarah
waktu percepatan gempa sebagai parameter evaluasi gempa. Bendungan urugan
mempunyai periode predominan yang berkisar antara 0,5 sampai dengan dengan 1,5 detik,
sehingga untuk penggunaan dalam analisis elemen hingga, interval bacaan asselerogram
desain bervariasi antara 0,01 detik sampai dengan dengan 0,05 detik.
14 dari 87
Pd T-14-2004-A
7) puncak bendungan yang tinggi yang akan mencegah erosi di dalam setiap kejadian
pelimpahan dan pengaruh gelombang air.
8) pelebaran bagian inti bendungan pada bidang kontak di ebatmen.
9) penempatan inti yang baik untuk memperkecil derajat kejenuhan dari material.
10) kestabilan lereng hilir waduk untuk mencegah menggesernya ke arah waduk
11) pengadaan terperinci yang khusus untuk mencegah kemungkinan adanya potensi
pergeseran sesaran antara permukaan fondasi bendungan.
12) penyediaan kualitas bahan urugan batu yang baik sehingga air dapat mengalir dengan
bebas.
13) penggaliani material fondasi yang berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian
hari (misalnya lanau pasiran dan pasir lepas yang berpotensi mengalami likuifaksi).
15 dari 87
Pd T-14-2004-A
T = 1/ RA .....................…………………………………….(4)
RN = 1 – (1 – RA)N ...........…………………………………….(5)
dengan :
T adalah periode ulang rata-rata (tahun)
RA adalah risiko tahunan atau annual risk (-)
N adalah masa guna bangunan (tahun)
RN adalah risiko atau probabilitas terjadinya percepatan gempa dalam waktu N tahun (-).
Pada tabel 6 diperlihatkan hubungan antara RN, N dan T. Jika untuk desain ditentukan
probabilitas terjadinya RN ialah 10% dalam 50 tahun (N), maka dari tabel 6 dapat diperoleh
T= 475 tahun. Dengan demikian untuk memperkirakan percepatan gempa maksimum di
permukaan tanah, maka dapat dipilih peta percepatan gempa boleh jadi dengan periode
ulang yang mendekati 475 tahun atau peta dengan T=500 tahun.
1) Pemilihan fungsi atenuasi dilakukan dengan memilihnya dari berbagai literatur. Dalam
penyusunan peta ini digunakan persamaan atenuasi dari Fukushima & Tanaka (1990),
seperti diperlihatkan pada persamaan (6) berikut ini :
dengan :
ag adalah percepatan gempa maksimum di permukaan tanah (gal = cm/det2)
R adalah jarak hiposentrum (km)
Ms adalah magnetudo gempa.
2) Penentuan daerah sumber gempa pada zona subduksi diperoleh dengan menggunakan
peta frekuensi kejadian gempa untuk Ms≥5; Ms≥6; Ms≥7 yang datanya diperoleh dari
USGS untuk gempa dangkal (< 100km) dengan lama pengamatan 100 tahun. Peta ini
dapat dilihat dari hasil studi yang telah dilakukan [Najoan, 1996]. Untuk pekerjaan
analisis ini, kepulauan Indonesia dibagi dalam 5 wilayah yaitu sebagai berikut :
a) Wilayah Sumatera dengan daerah sumber gempa berjumlah 138, periksa gambar 2.
Setiap daerah sumber gempa mempunyai parameter jumlah kejadian gempa n per
100 tahun observasi untuk interval Ms = 5,5, 6,5 dan 7,5. Data ini merupakan data
masukan yang akan digunakan dalam program SEISRISK III untuk menghitung nilai β
= -2,303b (b ialah konstanta sifat tektonik daerah sumber gempa dari model
Gutenberg-Richter) dan jumlah kejadian gempa tahunan N1(M).
b) Wilayah Jawa dengan daerah sumber gempa berjumlah 35, periksa gambar 3.
c) Wilayah Bali, Nusa Tenggara dan Timor Timur dengan daerah sumber gempa
berjumlah 48, periksa gambar 4.
d) Wilayah Kalimantan dan Sulawesi dengan daerah sumber gempa berjumlah 118,
periksa gambar 5.
e) Wilayah Irian Jaya dengan daerah sumber gempa berjumlah 56, periksa gambar 6.
16 dari 87
Pd T-14-2004-A
dengan :
Mmax adalah magnetudo gempa maksimum yang dapat terjadi
L adalah panjang segmen patahan (km)
Tmax adalah periode ulang dari gempa maksimum (tahun)
Slip rate adalah pergerakan sesaran (mm/tahun)
a, b adalah konstanta
N1(Mmax) adalah jumlah kejadian gempa dengan Mmax per tahun.
Untuk menghitung periode ulang pada magnetudo lainnya, dapat digunakan persamaan
(8) dengan memasukkan nilai Mmax sama dengan nilai yang diinginkan (misalnya M = 5, 6
dan 7). Konstanta a dan b dapat diperoleh dari persamaan (9) dengan menggunakan 2
nilai magnetudo yaitu pada Mmax dan Ms=5. Data sesaran aktif yang digunakan untuk
analisis risiko gempa dapat dilihat di wilayah Sumatera, yaitu berjumlah 14 segmen
(gambar 2), di wilayah Jawa 2 segmen (gambar 3), dan di wilayah Irian Jaya 8 segmen
(gambar 6). Parameter dari setiap segmen sesaran dapat diperiksa pada tabel 7.
4) Data yang diuraikan pada 1), 2) dan 3) merupakan data masukan untuk analisis risiko
gempa yang menggunakan program SEISRISK III (BENDER & PERKINS 1987).
Perhitungan dilakukan pada berbagai koordinat yang penting di wilayah Sumatera, Jawa,
Bali, Nusa Tenggara, Timor Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya,
dengan tujuan agar dapat dibuat peta kontur percepatan gempa maksimum bolehjadi di
permukaan tanah untuk periode ulang 10, 20, 50, 100, 200, 500, 1000, 5000 dan 10000
tahun. Peta percepatan gempa maksimum boleh jadi ini tidak dilampirkan dalam
pedoman ini.
17 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 2 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Sumatera
18 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 3 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Jawa
19 dari 87
Pd T-14-2004-A
20 dari 87
Pd T-14-2004-A
21 dari 87
Pd T-14-2004-A
22 dari 87
Pd T-14-2004-A
23 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel 7 Parameter sesaran aktif yang digunakan untuk analisis risiko gempa
No Nama sesaran L Mmax Slip rate Tmax N1(Mmax) N1(M=5) b a N1(M=6) N1(M=7)
Sesa (km) (mm/thn ((tahun)
ran )
1 Sunda 52,2 7,0725 11 198,6 0,005034 0,251995 0,82 3,51 0,0381 0,00577
2 Ranau 158 7,6304 11 569,6 0,001756 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
3 Keruh Dempo 82,9 7,3055 11 308,4 0,003242 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
4 Kaba 73,3 7,2435 11 274,3 0,003645 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
5 Sumbing-Kataun 149,1 7,6012 11 539,0 0,001855 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
6 Keterperinci 165,8 7,6547 11 596,3 0,001677 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
7 Singkarak 55,3 7,1016 11 209,8 0,004766 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
8 Bukittinggi 64,4 7,1783 11 242,6 0,004123 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
9 Lubuksikaping 256,6 7,8747 16 621,1 0,00161 0,366539 0,76 3,38 0,0555 0,00840
10 Sorik-Merapi 143,7 7,5826 5 1144 0,000873 0,114543 0,95 3,82 0,0173 0,00262
11 Toba 210,2 7,7743 27 304,5 0,003285 0,618534 0,68 3,19 0,0936 0,01417
12 Alas 174,2 7,6796 27 254,6 0,003927 0,618534 0,67 3,16 0,0936 0,01417
13 Aceh 210,2 7,7743 10 822,0 0,001216 0,229087 0,84 3,54 0,0347 0,00525
14 La Teuba 79,5 7,2844 10 326,0 0,003067 0,229087 0,84 3,55 0,0347 0,00525
15 Lembang 24,9 6,6996 2 540,3 0,001851 0,045817 0,83 2,84 0,0069 0,00105
16 Banyumas 100,4 7,4020 2 2035 0,000491 0,045817 0,82 2,76 0,0069 0,00105
17 Sorong (01) 268,8 7,898 21 494,6 0,00202 0,481082 0,82 3,88 0,07281 0,01102
1
18 Yapen (02) 168,0 7,661 21 316,3 0,003164 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
4
19 Yapen (03) 190,4 7,360 21 179,1 0,005585 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
20 Meervlakte (4A) 78,40 6,974 21 86,39 0,011575 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
21 Meervlakte (4B) 112,0 7,457 21 215,0 0,004650 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
22 Meervlakte (4C) 134,4 7,549 21 255,8 0,003909 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
23 Meervlakte (4D) 201,6 7,753 21 376,0 0,002659 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
24 Meervlakte (4E) 168,0 7,661 21 316,1 0,003164 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
25 Tarera 134,4 7,550 21 256.3 0.003901 0.481082 0.82 3.94 0.07281 0.01102
Aduma(05)
2) Percepatan gempa diperoleh berdasarkan pada peta zona gempa, koefisien zona
gempa, dan percepatan gempa dasar yang dihitung dengan persamaan berikut.
ad = Z x ac x v ………………………….. (10)
dengan :
ad adalah percepatan gempa maksimum yang terkoreksi di permukaan tanah (gal)
ac adalah percepatan gempa dasar, periksa tabel 9.
Z adalah koefisien zona, periksa gambar 7.
v adalah koreksi pengaruh jenis tanah setempat, periksa tabel 10.
24 dari 87
Pd T-14-2004-A
25 dari 87
Pd T-14-2004-A
c) Bagi batuan dasar yang merupakan batas terdalam harus ditentukan lapisan yang
mempunyai nilai Vs lebih dari 280 m/detik.
3.0
2.5
D = 5%
2.0
1.5
1.0
0.5
Ï
Sa/ad 0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
TÎ
Gambar 8 Ragam percepatan gempa penormalan untuk fondasi batuan
(Ts ≥ 0,25 detik)
26 dari 87
Pd T-14-2004-A
3.0
2.5
D = 5%
2.0
1.5
1.0
0.5
Ï
Sa/ad 0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
TÎ
Gambar 9 Ragam percepatan gempa penormalan untuk
fondasi diluvium (0,25 <Ts ≤ 0,50 detik)
3.0
2.5
D = 5%
2.0
1.5
1.0
0.5
Ï
Sa/ad 0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
TÎ
Gambar 10 Ragam percepatan gempa penormalan untuk
fondasi aluvium (0,50 <Ts ≤ 0,75detik)
27 dari 87
Pd T-14-2004-A
3.0
2.5
D = 5%
2.0
1.5
1.0
0.5
Ï
Sa/ad 0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
TÎ
Gambar 11 Ragam percepatan gempa penormalan untuk
fondasi aluvium lunak (Ts > 0,75detik)
Faktor koreksi, Cn
Koefisien redaman, D
Gambar 12 Faktor koreksi Cn untuk menentukan ragam percepatan gempa penormalan
dengan D tidak sama dengan 5%
28 dari 87
Pd T-14-2004-A
Rp
Fp = …………………………………………………. (16)
L
0.5
N
Rt = 0,0882 ' SPT ……………………………….. (17)
σ v + 0,7
Rp = Rt + 0,19 ; 0,02 mm < D50 < 0,05 mm ……………. (18a)
0.35
Rp = Rt + 0,225 log10 ; 0,05 mm < D50 < 0,60 mm …(18b)
D50
Rp = Rt – 0,05 ; 0,60 mm < D50 < 2,00 mm ……………… (18c)
σv'
L = rd Kh ………………………………… (19)
σv
rd = 1,0 – 0,015 z ………………………………… (20)
dengan :
Fp adalah faktor keamanan terhadap likuifaksi; jika Fp<1 dianggap terjadi proses likuifaksi;
Rp adalah ketahanan elemen tanah terhadap beban dinamik (-)
L adalah beban-beban dinamik yang terimbas akibat goncangan gempa (-)
z adalah kedalaman lapisan tanah dari permukaan tanah asli (m)
Kh adalah koefisien gempa (-)
σv adalah tegangan vertikal total (kg/cm2)
σv’ adalah tegangan vertikal efektif (kg/cm2)
Nspt adalah nilai uji penetrasi standar (SPT)
29 dari 87
Pd T-14-2004-A
Fp > 1,0 - 1
Dalam pedoman ini metode penentuan parameter dinamik yang dibutuhkan untuk analisis
respons dinamik diperhitungkan akibat gaya-gaya gempa bumi, fondasi mesin, dan angin,
gelombang air, serta gaya kejut lainnya. Dua parameter dinamik tersebut ialah modulus
geser (G) dan rasio redaman (D). Besarnya modulus geser ataupun rasio redaman,
tergantung pada regangan geser, γ.
Modulus geser dapat diperoleh baik dari hasil uji lapangan ataupun dari uji laboratorium,
namun, rasio redaman hanya dapat diperoleh dari hasil uji laboratorium.
Parameter dinamik tanah yaitu modulus geser, rasio redaman dan hubungan antara G/Gmax
dengan regangan geser γ dan rasio redaman dengan regangan geser γ dapat diperoleh
melalui tiga metode yaitu sebagai berikut:
a) Uji lapangan dengan menggunakan cara geofisik melalui uji crosshole dan uji suspension
PS logging dan cara empirik melalui uji penetrasi standar (SPT) dan uji penetrasi statik
(CPT). Dalam metode ini hanya diperoleh kecepatan rambat gelombang geser (Vp dan
Vs) dan melalui perhitungan dapat diperoleh modulus geser pada regangan kecil (Gmax)
atau sebaliknya.
b) Uji laboratorium menggunakan alat resonant column dan triaxial dinamik. Untuk
regangan geser kecil (<10-3%) digunakan alat resonant column dan untuk regangan
besar (>10-3%) digunakan alat triaxial dinamik.
c) Metode empiris yang diperoleh dari literatur.
dengan :
Gmax : modulus geser maksimum pada regangan geser γ < 10-4%
G : modulus geser pada regangan geser γ > 10-4%
Vsmax : kecepatan rambat gelombang geser pada regangan kecil < 10-4 %
Vs : kecepatan rambat gelombang geser pada regangan geser γ>10-4%
γt : berat volume total
ρ : kerapatan massa
g : gravitasi
Jika Vsmax dan berat volume tanah diketahui, Gmax dapat dihitung.
31 dari 87
Pd T-14-2004-A
Sumber getar (source= bahan peledak) diledakkan pada kedalaman tertentu pada bor 1
(periksa gambar 13). Dalam lubang bor 2 pada kedalaman yang sama dengan letak sumber
getar dipasang penerima (geofon) untuk membaca waktu tibanya gelombang primer (tp) dan
waktu tibanya gelombang sekunder (ts) yang dihubungkan ke alat baca yang ada di
permukaan tanah. Jarak antara 2 lubang bor (L) harus diukur secara teliti, karena
merupakan salah satu parameter yang diperlukan untuk menghitung kecepatan rambat
gelombang primer (Vp) dan gelombang sekunder (Vs) menggunakan persamaan berikut :
Vp = L/tp …………………………………(25)
Vs = L/ts ………………………………….(26)
E (1 − υ ) 2 G (1 − υ ) ……(27)
Vp = =
ρ (1 + υ )(1 − 2υ ) ρ (1 − 2υ )
Vs =
G …………………………………(28)
ρ
dengan :
tp adalah waktu tiba gelombang primer;
ts adalah waktu tiba gelombang sekunder;
L adalah jarak antara lubang bor;
E adalah modulus elastisitas;
µ adalah angka Poisson.
Sebagai contoh diperlihatkan suatu percobaan dalam 2 lubang bor yang berjarak L=5,00 m.
Pada gambar 14 diperlihatkan hasil pembacaan pada trigger dengan sumber getaran mulai
terbaca pada 12 mikrodetik, tp =14-12= 2 mikrodetik, dan ts = 35-12 =23 mikrodetik. Dengan
demikian Vs= 5/0,023 =217 m/det; Vp=5/0,002 = 2500 m/det.
32 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 15 Alat uji suspension PS logging Gambar 16 Struktur sumber getar dan
komponen terjadinya gelombang
Gambar 17 Hasil uji suspension PS logging Gambar 18 Ikhtisar hasil uji dalam 1 lubang bor
pada satu titik
33 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.2.4 Cara empiris untuk memperkirakan modulus geser maksimum dan cepat
rambat gelombang geser
Dalam penyelidikan geoteknik di lapangan, uji penetrasi standar (SPT) dan uji penetrasi
statik (CPT) banyak digunakan untuk memprediksi perlapisan tanah dasar.
Oleh karena itu, banyak peneliti di Jepang dan Amerika Serikat berupaya mengembangkan
persamaan empiris hubungan antara Nspt (uji penetrasi standar) dan tahanan konus qc (uji
penetrasi statik) dengan modulus geser maksimum (Gmax) atau kecepatan rambat
gelombang S (Vsmax). Pada tabel 13 diperlihatkan beberapa persamaan empiris yang sering
digunakan di Indonesia.
Dengan mengubah-ubah nilai NSPT pada kelima rumus empiris pada tabel 13, maka dapat
digambarkan hubungan antara Gmax dengan Nspt seperti ditunjukkan pada gambar 19.
Ternyata untuk nilai NSPT yang sama, persamaan Imai menghasilkan modulus geser
maksimum terbesar dan persamaan Ohba-Toriumi menghasilkan nilai modulus geser
maksimum terkecil.
5,0E+05
4,5E+05
Modulus Geser Maksimum, G 0 (kN/m )
2
4,0E+05
3,5E+05
3,0E+05
2,5E+05
2,0E+05
1,5E+05
1,0E+05
5,0E+04
0,0E+00
0 10 20 30 40 50 60 70
NSPT
34 dari 87
Pd T-14-2004-A
35 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 21 Foto alat resonant column tipe Gambar 22 Contoh hasil uji resonant
Stokoe column
d) beri beban torsi secara meningkat pada benda uji dan diikuti dengan pencatatan
frekuensi, akselerometer seperti ditunjukkan pada gambar 22, dan fungsi decay.
e) hasil percobaan dihitung dengan program Rescol dan menghasilkan keluaran
berupa regangan geser, modulus geser, kecepatan rambat gelombang S dan
koefisien redaman.
ωnH ω H I
tan n = ……………….. (29)
Vs Vs I0
ωn = 2π fn .………………...…(30)
dengan :
H adalah tinggi benda uji
fn adalah frekuensi alamiah
I adalah momen inersia massa benda uji
I0 adalah momen inersia massa sistem.
36 dari 87
Pd T-14-2004-A
37 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 25 Pembebanan siklik dan lintasan tegangan pada uji triaxial siklik
38 dari 87
Pd T-14-2004-A
5) Modulus geser biasanya diperoleh dengan menarik garis sekan (secant) yang
menghubungkan titik puncak dari loop histeresis, seperti diperlihatkan pada gambar 26.
Jika regangan geser meningkat, modulus geser akan menurun. Rumus-rumus
perhitungannya ialah :
Esec = σdc x 100/ εa ……………..(31)
γ = (1+µ) x εa ……… …….(32)
Gsec = Esec/(2( 1+µ)) .…….........(33)
D = (AABCDA )/ (4π x AAA’O ) …………… (34)
dengan :
Esec adalah modulus sekan (kPa)
σdc adalah tegangan dinamik (kPa)
εa adalah regangan vertikal (%)
γ adalah regangan geser (%)
Gsec adalah G = modulus geser (kPa)
µ adalah rasio Poisson
D adalah rasio redaman.
39 dari 87
Pd T-14-2004-A
dengan :
G adalah modulus geser yang tergantung pada kepadatan relatif (psf)
Gmax adalah modulus geser maksimum yang tergantung pada kepadatan relatif (psf)
K2 adalah konstanta yang tergantung pada regangan geser dan kepadatan relatif
K2max adalah konstanta maksimum pada γ=10-4% dan kepadatan relatif
σ’m adalah tegangan efektif rata-rata (psf)
σ’v adalah tegangan vertikal efektif (psf)
Ko adalah tekanan tanah dalam keadaan diam.
Jadi untuk tanah pasir dengan Dr = 75 % dan σ’m= 1 pcf, diperoleh K2max=61 (gambar 27)
sehingga Gmax = 1000 x 61 x 1 = 61000 pcf.
Grafik hubungan antara G/Gmax dan rasio redaman D dengan regangan geser γ untuk tanah
pasir dapat dilihat pada gambar 28 dan 29.
40 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 29 Hubungan antara rasio redaman D dengan regangan geser untuk pasir
Gambar 30 Hubungan antara G/sU dengan regangan geser untuk tanah lempung
41 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar 32 Hubungan antara rasio redaman D dengan regangan geser untuk lempung
42 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gmax = A × F (e )× σ m ( ) ' n
… (38)
dengan :
A,n adalah konstanta
F(e) adalah fungsi angka pori
σ’m adalah tegangan efektif rata-rata, persamaan (37) (kN/m2)
Gmax=G0 adalah modulus geser maksimum (kN/m2).
Rangkuman persamaan empiris (38) untuk tanah pasir dapat diperiksa pada tabel 14, untuk
tanah lempung dapat dilihat pada tabel 15 dan untuk material kerikil (berbutir kasar) dapat
dilihat pada tabel 16.
43 dari 87
Pd T-14-2004-A
Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Tanah Pasir
6,E+05
Modulus Geser Maksimum, G0
5,E+05
4,E+05
(kN/m2)
3,E+05
2,E+05
1,E+05
0,E+00
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Angka Pori, e
Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Lempung Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Tanah
Berbutir Kasar (Batu)
5,E+05
Modulus Geser Maksimum, G0
5,E+05 9,E+05
Modulus Geser Maksimum, G0
4,E+05 8,E+05
4,E+05 7,E+05
3,E+05 6,E+05
(kN/m 2)
3,E+05
(kN/m2)
5,E+05
2,E+05 4,E+05
2,E+05
3,E+05
1,E+05
2,E+05
5,E+04
1,E+05
0,E+00
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 0,E+00
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Angka Pori, e
Angka Pori, e
Gambar 34 Hubungan antara Gmax (=G0) dengan Gambar 35 Hubungan antara Gmax (=G0) dengan
e dengan σ’m=100 kN/m2 untuk tanah lempung e dengan σ’m=100 kN/m2 untuk tanah berbutir
kasar
44 dari 87
Pd T-14-2004-A
7.5 Hubungan antara modulus penormalan G/Gmax dan rasio redaman dengan
regangan geser
Dalam melakukan analisis respons dinamik akibat gempa bumi dapat dicapai tingkat
regangan geser yang cukup tinggi sehingga harus dipertimbangkan perubahan regangan
geser γ dengan modulus geser G dan rasio redaman. Sebagai contoh, dalam program
komputer Shake (Shnabel 1972) digunakan prosedur analisis linier ekivalen, namun,
modulus geser G dan rasio redaman D diperoleh secara iterasi sampai dengan tercapai
kompatibilitas dengan regangan geser. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu
hubungan modulus geser penormalan (G/Gmax) dengan regangan geser γ dan rasio redaman
(D) dengan regangan geser γ. Kurva hubungan antara G/Gmax dengan γ dan D dengan γ dari
Seed & Idriss (1970) seperti dijelaskan dalam subbab 7.4.1 ialah kurva yang paling banyak
digunakan di Indonesia. Tetapi, kini telah banyak dikembangkan persamaan empirik dengan
menggunakan data eksperimen yang lebih lengkap antara lain seperti berikut ini.
dengan :
σc = tekanan keliling atau confining pressure (kg/cm2).
45 dari 87
Pd T-14-2004-A
1 + exp (-0.0145PI1.3)
2
G G
D = 0.333 0.586 - 1.547 + 1 …………………… (44)
2 Gmax Gmax
dengan :
PI adalah indeks plastisitas (%)
K(γ,PI) adalah konstanta tergantung γ dan PI (-)
n(PI) adalah konstanta tergantung pada PI (-)
m(γ,PI)-mo adalah konstanta tergantung γ dan PI (-)
γ adalah regangan geser (-)
σ’m adalah tegangan efektif rata-rata (kN/m2).
G/G0 vs Regangan Geser (γ) untuk Tanah Pasir Rasio Redaman (D) vs Regangan Geser (γ) untuk Lempung
1,2 35
30
1
R a s io R e d a m a n , D (% )
25
0,8
20
G/G 0
0,6 15
0,4 10
5
0,2
0
0 0,0001 0,001 0,01 0,1 1 10
0,0001 0,001 0,01 0,1 1 10 Regangan Geser, γ (%)
Regangan Geser, γ (%)
Ishibashi-Zhang Seed-Idris (upper bound)
Ishibashi-Zhang Shibata-Soelarno Seed-Idris Seed-Idris (lower Bound) Seed-Idris (average)
46 dari 87
Pd T-14-2004-A
G/G0 vs Regangan Geser (γ ) untuk Lempung Rasio Redaman (D) vs Regangan Geser (γ) untuk Lempung
1.2 35
R a s io R e d a m a n , D ( % )
30
1
25
0.8 20
G /G0
0.6 15
10
0.4
5
0.2 0
0.0001 0.001 0.01 0.1 1 10
0
0.0001 0.001 0.01 0.1 1 10 Regangan Geser, γ (%)
Dari persamaan-persamaan tersebut dapt dinyatakan bahwa metode Zhang dan Ishibasi
dapat digunakan untuk berbagai jenis tanah dengan indeks plastisitas dan tegangan efektif
yang berbeda-beda. Pada gambar 36 dan 37 diperlihatkan perbandingan grafik hubungan
antara Gmax dan D dengan regangan geser γ untuk tanah pasir dari Shibata & Soelarno
(σ’c=1,0kg/cm2), Ishibasi-Zang (σ’m=100 kN/m2, PI=0%) dan Seed dkk (rata-rata). Hubungan
antara G/Gmax dengan γ pada gambar 36, menunjukkan bahwa grafik Ishibasi-Zhang dan
Shibata-Soelarno berada 10% sampai dengan 15% di atas grafik Seed dkk. Namun. pada
gambar 37 menunjukkan bahwa grafik hubungan antara D dengan γ dari Ishibasi & Zhang
berada di bawah batas bawah dari grafik Seed dkk.
Pada gambar 38 dan 39 diperlihatkan grafik hubungan antara G/Gmax dan D dengan
regangan geser γ untuk tanah lempung dari Ishibasi-Zhang (σ’m=100 kN/m2) dan Seed dkk
(batas atas, rata-rata dan batas bawah). Untuk grafik hubungan antara G/Gmax dengan γ
pada gambar 38 menunjukkan bahwa grafik Ishibasi-Zhang dan Shibata-Soelarno berada
10% sampai dengan dengan 15% di atas grafik Seed dkk. Namun, pada gambar 39 grafik
hubungan antara D dengan γ memperlihatkan bahwa grafik Ishibasi & Zhang berada di
bawah batas bawah dari grafik Seed dkk.
G 1
= − 20γ ….………. (45)
Gmaks (1,2 + 16γ (1 + 10 ))
D = 0,8 + 18 ( 1+ 0,15 γ-0,9 )-0,75 ……… (46)
47 dari 87
Pd T-14-2004-A
Untuk klarifikasi, Rollins dkk membandingkan hasil penelitiannya dengan hasil penelitian
Seed dkk (1970) yaitu untuk pasir dan kerikil pada batas atas, rata-rata, dan batas bawah,
seperti terlihat pada gambar 40 dan 41. Kurva G/Gmax dengan γ dan D dengan γ dari Rollins
dkk mendekati kurva Seed & Idriss untuk pasir.
48 dari 87
Pd T-14-2004-A
Jika kondisi tersebut tidak dapat dipenuhi, harus dilakukan analisis deformasi dengan
menggunakan cara Newmark atau Makdisi & Seed.
F = K. W. …………………….. (47)
ad
Kh = ………………….. (48)
g
K = α 1 x Kh ………………… (49)
dengan :
F adalah gaya gempa mendatar (kN) ;
W adalah: berat (ton);
Kh adalah koefisien gempa dasar yang tergantung pada periode ulang T ;
ad adalah percepatan gempa terkoreksi oleh pengaruh jenis tanah (gal) ;
α1 adalah koreksi pengaruh daerah bebas (freefield) untuk bendungan tipe urugan = 0,7;
namun, untuk bendungan beton dan pasangan batu = 1 ;
K adalah koefisien gempa terkoreksi untuk analisis stabilitas ;
g adalah gravitasi (=980 cm/det2).
Dalam metode analisis ini, percepatan gempa dari dasar sampai dengan puncak bendungan
dianggap sama. Anggapan ini sebetulnya kurang tepat karena bendungan tipe urugan
bersifat lebih fleksibel sehingga percepatan gempa seharusnya makin membesar di puncak.
Analisis stabilitas dilakukan dengan metode keseimbangan batas dengan koefisien gempa K
yang keluarannya berupa faktor keamanan.
49 dari 87
Pd T-14-2004-A
Ko = α2 x Kh ...................................(50)
dengan :
Ko adalah koefisien gempa desain terkoreksi di permukaan tanah ;
α2 adalah koreksi pengaruh jenis struktur, untuk bendungan tipe urugan = 0,5 ;
Kh adalah koefisien gempa dasar yang tergantung periode ulang T.
Dalam analisis stabilitas ini koefisien gempa pada kedalaman Y dari puncak bendungan
berbeda-beda. Untuk analisis stabilitas, peninjauan dilakukan pada Y = 0.25H; 0.50H; 0,75H
dan H (H ialah tinggi bendungan) dengan menggunakan Kh pada periode ulang sesuai
dengan yang dipersyaratkan. Koefisien gempa rata-rata K pada Y yang berbeda-beda dapat
dihitung dengan persamaan-persamaan sebagai berikut (gambar 42) :
Untuk 0 < Y/H ≤ 0,4
K = Ko x {2,5 – 1,85 x (Y/h)} ……………………. (51)
Untuk 0,4 < Y/H ≤ 1,0
K = Ko x { 2,0 – 0,60 x (Y/h)} …………………… (52)
Analisis stabilitas dilakukan dengan metode keseimbangan batas dengan menggunakan
koefisien gempa K yang keluarannya berupa faktor keamanan.
50 dari 87
Pd T-14-2004-A
Metode F.E
“ Shear Slice”
(mencakup untuk semua data) M-8¼
7½
6½
Rata-rata
semua data
ky/kmax
kmax/δmax
51 dari 87
Pd T-14-2004-A
d) penentuan sifat-sifat dinamik dari material fondasi dan tubuh bendungan, seperti modulus
geser, karakteristik hubungan modulus geser dan redaman dengan regangan geser dan
angka Poisson merupakan masukan untuk melakukan analisis respons dinamik
bendungan.
e) analisis dapat dilakukan dengan program komputer (Shakem, Flush, Quad 4) yang
banyak tersedia di pasaran dan keluarannya berupa tegangan dan regangan tambahan
akibat beban gempa dan percepatan gempa.
f) hasil analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa berupa tegangan yang
ditambahkan dengan tegangan-tegangan awal yang diperoleh dari analisis elemen hingga
pada kondisi sebelum terjadi gempa.
g) hasil penggabungan tegangan dapat digunakan untuk menentukan apakah elemen akan
mengalami keruntuhan atau tidak.
52 dari 87
Pd T-14-2004-A
53 dari 87
Pd T-14-2004-A
LAMPIRAN A
Bagan alir analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa
Mulai
Ya
Hitung stabilitas lereng dengan program
Persyaratan tanpa kerusakkan (OBE) komputer pada y/h=0,25; 0,5 ;0,75; 1
Sesuaikan kelas bendungan dengan T, tentukan ad ,
Kh = ad /g
Ya
Lakukan analisis stabilitas dinamik dengan FK> 1
metode koef gempa termodifikasi pada Selesai
Y/H = 0,25; 0,5 ; 0,75 dan 1 (udik +hilir)
Dimana K ditentukan dengan Tidak
K0 = 0,5 x Kh
Untuk 0 < Y/H < 0,4 Analisis alihan tetap dengan
K = K0 x (2,5-1,85x (Y/H)) Cara Makdisi-Seed (periksa gambar A2)
Untuk 0,4 <Y/H < 1,0
K = K0 x (2,0-0,60 x (Y/H))
Ya
Alihan < 0,5
Hitung stabilitas lereng dengan program komputer Selesai tinggi jagaan
pada y/h=0,25; 0,5 ;0,75; 1
Tidak
Ya
FK<FKmin
Gambar A.1 Bagan alir analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa
53 dari 87
Pd T-14-2004-A
Mulai
-3
Iter= 1 ; Taksir Giter pada γ (10 %)
0,5
hitung Vs-iter = (G/ρ)
Hitung:
ω1 = 2,404 Vs /H ; T1= 2π / ω1 = 2,614 Vs /H; Sa1= Cnxad x Sa/ad
ω2 = 5,520 Vs /H ; T2= 2π / ω2 = 1,138 Vs /H; Sa2= Cnxad x Sa/ad
ω3 = 8,654 Vs /H ; T3= 2π / ω3 = 0,726 Vs /H; Sa3=Cnxad x Sa/ad
2
(γrata)ek = 0,195 x (H/Vs ) x Sa1 ; dari grafik G/Gmax dengan γ
Cari nilai G/Gmax pada (γrata)ek ; Gb dan Vs-b baru diperoleh
Tidak
Iter=Iter+1 ((Vs– Vb)/Vs) x100%
Vs =Viter = Vb < 5%
2 2 2 0.5
űmax = [ 2.56 Sa1 + 1.12 Sa2 + 0.74 Sa3 ] ; dari grafik
hubungan kmax /űmax dengan Y/H diperoleh kmax ; dengan grafik ky > kmax tidak ada alihan
hubungan antara ky /kmax dengan Ms diperoleh Uk sehingga dapat ky < kmax ada alihan
dihitung alihan tetap u = Uk / (kmaxx g x T1)
Tidak
u > 50% tinggi
Selesai jagaan MAN
Ya
Ubah geometri bendungan (counterweight dan Lanjutkan dengan analisis respons dinamik
pelandaian lereng dan ulangi analisis stabilitas dengan menggunakan cara elemen hingga (2
dan alihan tetap dan ulangi analisis dari awal dimensi, program Quad4, Flush , Plaxis dll )
atau cara pemancaran gelombang (Shakem)
Gambar A.2 Bagan alir analisis alihan tetap dengan cara Makdisi-Seed
54 dari 87
Pd T-14-2004-A
Mulai
Studi risiko gempa untuk menentukan Lakukan analisis stabilitas pada Y/H =
parameter gempa 0,25; 0,5; 0,75; 1 dengan mengubah nilai
kh pada bidang longsor kritis dengan data
bahan γt ; φ’ dan c’.
Cara perambatan gelombang (Shakem) Cara elemen hingga (Flush, Quad4, Plaxis )
Pilih profil-profil yang akan dianalisis (1 dimensi) Pilih profil-profil yang akan di analisis (2) dimensi)
dan tentukan dan tentukan
1) perlapisan tanah 1) elemen hingga dan perlapisan tanah
2) parameter dinamik bahan Gmax ; hubungan 2) parameter dinamik bahan Gmax ; hubungan antara
antara G/Gmax dan D dengan γ untuk setiap lapis G/Gmax dan D dengan γ untuk setiap lapis .
3) titik-titik pusat bidang longsoran kritis yang 3) titik-titik pusat bidang longsoran kritis yang
membutuhkan aselerograf membutuhkan aselerograf
Gambar A.3 Bagan alir analisis alihan tetap dengan cara respons dinamik
55 dari 87
Pd T-14-2004-A
Lampiran B
Frekuensi kejadian gempa dan parameter gempa
N (M s )
N1 (M s ) = (B.2)
T
Log N1(Ms) = a1 – b1.Ms (B.3)
dengan :
Ms : magnetudo gempa
N (Ms) : frekuensi kumulatif selama waktu T kejadian gempa lebih besar magnetudo Ms
N1(M) : frekuensi kumulatif tahunan kejadian gempa lebih besar dari pada magnetudo Ms
T : lama pengamatan
a & a1 : konstanta yang tergantung pada lamanya pengamatan
b & b1 : kontanta yang menyatakan karakteristik daerah terjadinya gempa bumi.
Dari penelitian Beca Carter dan Hollings diperoleh nilai b dari 15 seismotektonik di Indonesia
yang berkisar antara 0,9-1,1.
Pencatatan gempa biasanya hanya pada kejadian gempa besar, sedangkan gempa kecil
tidak tercatat karena tidak terdeteksi. Penarikan garis lurus pada model Gutenberg-Richter
akan menghasilkan perkiraan nilai rata-rata tahunan untuk magnetudo kecil akan terlalu
rendah dan sebaliknya untuk magnetudo besar nilainya terlalu besar.
56 dari 87
Pd T-14-2004-A
57 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel B.1 Data kejadian gempa per kotak 1° bujur dan lintang untuk kotak 1
Dalaman
Kotak Stasiun Lintang Bujur Thn Bln Tgl Waktu terjadi km Ms
58 dari 87
Pd T-14-2004-A
Pada tabel B.1, diperlihatkan data pada kotak 1 yang digunakan sebagai contoh untuk
menghitung konstanta-konstanta a1 dan b. Data dalam tabel B.1 diperiksa ulang dalam tabel
B.2 menurut tahun dan frekuensi kejadian gempa untuk Ms > 4,0, Ms > 4,5, Ms > 5,0, Ms >
5,5, Ms > 6,0 ,Ms > 6,5 , Ms > 7,0 dan Ms > 7,5. Kemudian dihitung N(Ms) , N1(Ms) dan Log
(N1(Ms)) dan dibuatkan grafik hubungan antara Ms dengan Log (N1(Ms)) dengan cara regresi
linier, seperti pada gambar B.2 Konstanta b=0,704 dan a1=2,873 .
Tabel B.2 Analisis data gempa per kotak 1° bujur dan lintang
Frekuensi Kumulatif Gempa
Kotak Kedalamanan
Thn Lebih Besar Dari
Min Rata Maks 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5
1 1965 1 1
1967 2 1
1968 2 1
1975 1 1
1976 2 2 1
1978 3 3 1 1
1979 1 1
1980 2 1
1981 1 1
1985 3
1986 1 1 1 1
1987 1
1989 1
1990 2 2 1 1
1991 5 4 2
1995 1
1996 1 1 1
1997 1 1
16 44.3 132 31 21 7 3 N(Ms)
0,969 0,656 0,219 0,094 N1(Ms)
Log
-0,014 -0,183 -0,660 -1,028
N1(Ms)
T = 32 tahun
Msmaks= 5,7
Dengan cara yang sama hal tersebut dilakukan untuk kotak-kotak lainnya, seperti
diperlihatkan pada tabel B.3.
59 dari 87
Pd T-14-2004-A
60 dari 87
Pd T-14-2004-A
61 dari 87
Pd T-14-2004-A
2
Kotak a1 b R
1094 3,635 0,744 0,9842
1095 3,593 0,954 0,8917
1116 4,339 0,942 0,8917
1117 4,052 0,854 0,9178
1118 2,482 0,540 0,9604
1119 2,558 0,778 0,9832
62 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar B.4 Peta kejadian gempa Ms > 5 untuk 100 tahun pengamatan
Gambar B.5 Peta kejadian gempa Ms > 6 untuk 100 tahun pengamatan
63 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar B.6 Peta kejadian gempa Ms > 7 untuk 100 tahun pengamatan
Gambar B.7 Peta kejadian gempa Ms > 8 untuk 100 tahun pengamatan
dengan :
PHA adalah percepatan gempa horisontal maksimum (gals)
MS adalah magnetudo
r adalah jarak hiposentrum terdekat
64 dari 87
Pd T-14-2004-A
dengan :
b1=-0,105 ; b2= 0,229 ; b3 = 0 ; b4 = 0 ; b5 = -0,778 ; b6 = 0,162 ; b7= 0,251 ;
d = ∆ : jarak episentrum (km) ;
h : kedalaman gempa, diambil 30 km ;
r = R : jarak hiposentrum.
65 dari 87
Pd T-14-2004-A
α = β4 + β5M
dengan :
0 untuk strike - slip dan normal faults
F=
1 untuk reverse, reverse - oblique, thrust - oblique faults
0 Tanah
S=
1 Batuan
D : kedalaman lapisan batuan dasar (basement rock) dalam (km).
66 dari 87
Pd T-14-2004-A
0.7
0.6
Fukushima
Idriss
Sadigh
0.5
Boore A
Boore B
Boore C
0.4
PGA (g)
Crouse
Youngs
Campbell
0.3
0.2
0.1
0
10 40 70 100 130 160 190 220 250 280 310
R (km)
Dalam pemilihan fungsi atenuasi atau rumus empiris ini, satuan PHA yang digunakan ialah g
(gal = cm/det2, dan g = 1/980 cm/det2). Magnetudo gempa yang diambil ialah 7,5 dengan
kedalaman 30 km.
Agar mudah terlihat, perbandingan hasil antarfungsi atenuasi sebaiknya digambarkan dalam
bentuk grafik fungsi percepatan dengan jarak hiposentrum (lihat gambar B.8).
Berdasarkan pada grafik tersebut, terlihat bahwa fungsi atenuasi Joyner and Boore kelas B
pada jarak relatif kecil (10-30 km) memiliki nilai PGA relatif kecil, sedangkan untuk jarak yang
jauh memiliki nilai rata-rata dibandingkan dengan rumus lainnya. Namun, nilai PGA untuk
jarak kecil pada semua fungsi atenuasi berubah-ubah. Rumus empiris Joyner & Boore ini
berlaku untuk bed rock sehingga mencakup kegempaan di Indonesia yang memiliki batuan
dasar muda dan relatif lunak. Nilai percepatan hasil perhitungan dengan rumus tersebut
tidak perlu dikoreksi lagi, karena sudah berlaku untuk batuan dasar (bed rock). Lain halnya
untuk rumus Fukusima & Tanaka yang berlaku untuk permukaan tanah yang memerlukan
faktor koreksi nilai percepatan gempa tersebut dibagi dengan 0,8. Nilai magnetudo pada
rumus empiris ini menggunakan Mw (moment magnetudo) sehingga nilai magnetudo yang
ada yaitu dalam bentuk Ms (Surface Wave Magnetudo) harus dikonversikan terlebih dahulu,
sesuai dengan persamaan (B.12).
Setelah fungsi atenuasi dari Joyner and Boore ditentukan untuk digunakan dalam analisis
data, perlu dicari besarnya jarak hiposentrum (R) untuk tiap-tiap jarak episentrum. Hal ini
disebabkan yang dibutuhkan untuk data program komputer ialah jarak episentrum,
sedangkan di dalam rumus Joyner and Boore yang diperlukan ialah jarak hiposentrum.
Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar B.9.
67 dari 87
Pd T-14-2004-A
Jarak episentrum ( ∆ )
Titik pengamatan episentrum
Kedalaman = 30 km
Jarak hiposentrum ( R )
Fokus gempa •
R= ∆ 2 + 302 (B.11)
Data yang perlu dimasukkan ke dalam program komputer ialah besarnya jarak episentrum
dan besarnya percepatan tanah maksimum yang dinyatakan dalam g untuk beberapa nilai
magnetudo. Adapun jumlah jarak episentrum yang dapat dimasukkan ke dalam program
komputer berjumlah maksimal 20 buah.
Berikut ini diberikan beberapa contoh perhitungan :
¾ Contoh perhitungan 1 :
¾ Contoh perhitungan 2 :
68 dari 87
Pd T-14-2004-A
4) pilih aselerogram pada Tabel B.5 dengan periode predominan yang mendekati Tp dari
hasil studi.
6) Ubah interval waktu aselerogram yang ada sehingga periode predominan T1 sama
dengan periode predominan batuan dasar setempat Tp yaitu dengan persamaan :
∆t2 = ∆t1xTp/T1 … (B.12)
dengan :
∆t2 : interval aselerogram desain
∆t1 : interval aselerogram gempa yang dipilih
Tp : periode predominan hasil studi (gambar B.10)
T1 : periode predominan aselerogram yang dipilih
7) Ubah percepatan gempa maksimum (amaks1) dari aselerogram yang dipilih, yaitu dengan
mengalikannya dengan faktor koreksi ad/amaks1
69 dari 87
Pd T-14-2004-A
Tabel B.6 Parameter 22 rekaman aselerogram gempa untuk analisis respons dinamik
Gempa Ms Deps ∆t1 t01 amaks T1
(km) (detik) (detik) (g) (detik)
Auburn dam (H) 6,5 0,01 20,47 0,642 0,15
Auburn dam (V) 6,5 0,01 20,47 0,386 0,15
California DWR Oroville (H) 6,5 0,01 20,47 0,600 0,20
Paicoma Taft Spectrum (V) 6,5 0,01 20,47 0,341 0,20
Nearfield Synthetic 1 7,5 0,01 20,47 0,630 0,10
Nearfield Synthetic 2 7,5 0,01 20,47 0,630 0,30
San Fernando (H) 6,6 37,10 0,02 35,98 0,151 0,30
San Fernando (V) 6,6 37,10 0,02 35,98 0,049 0,15
Jennings A-1 (H) 8,25 20,00 0,025 119,975 0,376 0,80
Jennings A-2 (V) 8,25 20,00 0,025 119,975 0,440 0,40
El Centro 1940 South (H) 6,70 9,30 0,02 53,42 0,349 0,45
El Centro 1940 West (H) 6,70 9,30 0,02 53,42 0,214 0,25
El Centro 1940 (V) 6,70 9,3 0,02 53,42 0,210 0,10
Norden dam (H) 6,0 17,80 0,01 20,47 0,225 0,20
Island Park 1 (H) 7,5 18,00 0,01 20,47 0,594 0,20
Island Park 2 (H) 7,5 18,00 0,01 20,47 0,423 0,25
Jackson Lake Dam (H) 6,5 0,01 10,31 0,484 0,10
Koyno Long (India) (H) 6,5 3,00 0,01 10,23 0,583 0,15
Paicoma Taft Modifcation (H) 7,25 2,00 0,01 37,83 0,750 0,20
Farfield / Seed-Idriss (H) 8,25 0,02 75,18 0,420 0,45
Bradbury Dam Local (H) 7,25 0,0266 45,08 0,699 0,35
Bradbury Dam Distant (H) 8,25 60,00 0,025 89,975 0,200 0,30
70 dari 87
Pd T-14-2004-A
Lampiran C
Formulasi analisis alihan tetap
C.1 Metode keping geser (shear wedge) dari Makdisi & Seed
Metode F.E
6½
Rata-rata
semua data
kmax/δmax ky/kmax
Gambar C.1 Hubungan antara Kmax / űmax Gambar C.2 Hubungan antara Ky / Kmax
dengan Y/H dengan Uk
71 dari 87
Pd T-14-2004-A
Y
2 Jo( β n )
u (Y , t ) = ∑ H ω V (t ) …….. (C.1)
β n J1 (β n )
n n
n =1
t
Vn (t ) = ∫ ug (t )e −λnωn ( t −τ ) sin{ω dn (t − τ )}
……(C.2)
dτ
0
ωdn = ω (1 − λn ) ………………(C.3)
vs
ωn = β n ` …….(C.4)
H
vs = G / ρ ……… (C.5)
dengan :
J1 : fungsi Bessel tingkat pertama dengan orde nol dan satu
βn : akar dari persamaan Jo (βn Y/H) = 0 (lihat tabel C.1)
Vs : kecepatan rambat gelombang geser
ωn : frekuensi alamiah (natural frequency) untuk ragam ke-n
ρ : kepadatan massa
ű(Y,t) : percepatan gempa pada kedalaman y dan waktu t
Űg(t) : percepatan gempa di permukaan pada waktu t
Vn (t) : Integral Duhamel.
72 dari 87
Pd T-14-2004-A
u (Y , t ) = ∑ φ n (Y )ω nV n (t ) …………………… (C.6)
n =1
Y
2.J 0 β n.
φn(Y) = H = partisipation factor …….(C.7)
βn.J1.( βn)
Dalam perhitungan, penggunaan tiga ragam vibrasi yang pertama sudah dianggap cukup
teliti. Dari tabel nilai βn telah dapat diketahui yaitu :
Pada puncak bendungan Y = 0, nilai mode participation faktornya didapat dari gambar C.4
φ1 (0) = 1,60 )
φ2 (0) = 1,06 ) …………..(C.11)
φ3 (0) = 0,86 )
73 dari 87
Pd T-14-2004-A
Percepatan gempa maksimum di puncak bendungan untuk tiga mode yang pertama dapat
ditulis sebagai berikut :
ű1max = φ1 (0) Sa1 = 1,60 Sa1 ……… (C.13)
ű2max = φ2 (0) Sa2 = 1,06 Sa2 ……… (C.14)
ű3 max = φ3 (0) Sa3 = 0,86 Sa3 ……… (C.15)
Karena nilai-nilai maksimum pada setiap ragam terjadi pada waktu yang berbeda-beda,
percepatan gempa maksimum di puncak bendungan diambil sebagai akar penjumlahan
kuadrat dari percepatan gempa maksimum dari tiga mode pertama.
Regangan geser (γ) yang terjadi pada setiap elevasi bendungan (Y) dan waktu (t) menurut
Seed dan Martin dapat dinyatakan dengan persamaan
Y
2 J1 β n .
H
γ (Y,t) =
∑ H.ω 2 .β . J . (β ) ωn . Vn (t).. ……… (C.17)
n n 1 n
Dengan menganggap hanya ragam pertama saja yang berpengaruh, regangan geser
maksimum yang terjadi pada setiap kedalaman dapat dinyatakan dengan persamaan
H …………………… (C.20)
γ (max) (Y ) = φ (Y ) Sa1
2 1
Vs
dengan :
γ max (Y) : regangan geser maksimum pada elevasi Y
φ1 (Y) : faktor ragam partisipasi untuk regangan pada mode kesatu
Sa1 : nilai ragam percepatan pada frekuensi alamiah ω1 .
Regangan geser maksimum rata-rata pada seluruh penampang bendungan pada mode
pertama diperoleh dengan menggunakan faktor partisipasi ragam rata-rata pada seluruh
penampang bendungan, yaitu
(φ1) rata = 1
5
(0.38 + 0.41 + 0.35 + 0.24 + 0.1) = 0.3 …….(C.21)
sehingga
H
(γ max ) rata = 2
(φ1 ) rata .Sa…
1 ……. (C.22)
Vs
74 dari 87
Pd T-14-2004-A
Dengan menganggap bahwa regangan geser ekivalen ialah 65% dari regangan geser
maksimum, persamaannya adalah:
(γ rata ) ek = 0 . 65 ( γ max ) rata
H
(γ rata ) ek = 0.65 × 0.30 × 2
× Sa1
Vs
H ………. (C.23)
(γ rata ) ek = 0.195 × 2 × Sa1
Vs
Setelah (γrata)ek diperoleh, modulus geser G dan rasio redaman D didapat dari grafik
hubungan G / Gmax dan D terhadap regangan geser γ (periksa subbab 7).
75 dari 87
Pd T-14-2004-A
Lampiran D
Contoh-contoh aplikasi stabilitas dinamik
bendungan urugan
76 dari 87
Pd T-14-2004-A
77 dari 87
Pd T-14-2004-A
Gambar D.3 Tata letak bendungan , bangunan pelimpah dan pengeluaran Tilong
78 dari 87
Pd T-14-2004-A
T=100 tahun
ad = Zx ac x v = 1 x 190 x 0,8 = 152 gal
Kh = ad/ 981 = 152/981 = 0,155 g
Ko = α3 x Kh = 0,5 x 0,155 = 0,0775 g
Untuk y/H =0,25 ; K = Ko x ( 2,5-1,85 y/H) = 0,16g
Untuk y/H =0,50 ; K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,13 g
Untuk y/H =0,75 ; K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,12 g
Untuk y/H =1,0 , K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,11 g
Table D.3 Ikhtisar hasil analisis stabilitas lereng kondisi tanpa gempa dan dengan
gempa dengan cara koefisien termodifikasi pada T=100 tahun dan T=10000 tahun
Faktor Keamanan T=100 Faktor Keamanan T=10000
Kondisi Tanpa Y/H = 1 Y/H = 0,75 Y/H = 0,50 Y/H = 0,25 Y/H = 1 Y/H = 0,75 Y/H = Y/H =
0,50 0,25
Gempa K = 0,11 g K = 0,12 g K = 0,13 g K = 0,16g K=0,21g K=0,24g K=0,26g K=0,31g
Massakonstr 3,13 2,04 2,01 1,87 1,66 - - - -
uksi U/S
Massa 2,85 1,90 1,93 1,46 1,47 - - - -
konstruksi
D/S
Aliran tetap 3,00 1,58 1,53 1,45 1,39 - 1,25 1,21 1,15
U/S
Aliran tetap 2,82 1,88 1,90 1,46 1,46 - 1,73 1,30 1,25
D/S
Surut Cepat 2,74 1,67 1,63 1,77 1,66 - 1,50 1,52 1,35
U/S
80 dari 87
Pd T-14-2004-A
3) Analisis alihan tetap dengan cara Makdisi & Seed dijelaskan sebagai berikut
a) Mencari nilai koefisien percepatan gempa kritis pada Y/H = 0,25, 0,5 dan 0,75, baik untuk
lereng udik maupun lereng hilir pada bidang longsoran kritisnya. Hal ini dilakukan dengan
mengubah-ubah nilai K dan menghitung FK, kemudian dibuatkan grafik hubungan antara
FK dan K seperti terlihat pada gambar D.6 dan D.7
b) Pada FK = 1 diperoleh nilai Ky. Grafik hubungan antara FK dan nilai K dapat diperiksa
pada gambar D.6 dan D.7.
c) Melalui berbagai perhitungan seperti diuraikan dalam Najoan (1991), diperoleh alihan
tetapnya pada M= 6,5 ; 7,5 dan 8,5, seperti diperlihatkan pada tabel D.4 dan D.5.
d) Dari hasil analisis alihan tetap yang dilakukan dengan asumsi gempa sangat kuat, yaitu
pada Ms = 8,25m, alihan tetap terbesar terjadi pada puncak bendungan dengan Y/H =
0,25 pada kondisi aliran tetap sebelah udik sebesar 1,72 m yang masih lebih kecil dari
2,50m (0,50x5m) yang dipersyaratkan. Ini menunjukkan bendungan Tilong masih cukup
aman.
Tabel D.4 Alihan tetap bendungan Tilong kondisi aliran tetap udik (T=10000 thn)
Lereng Ms Y/H Umaks Kmaks/ Kmaks Ky Ky/Kmaks Umaks
(g) Umaks (g) (m)
8,25 0,75 1,369 0,432 0,592 0,309 0,522 0,187
0,50 1,369 0,600 0,821 0,316 0,385 0,747
0,25 1,369 0,842 1,152 0,352 0,305 1,719
7,50 0,75 1,369 0,432 0,592 0,309 0,522 0,089
Udik 0,50 1,369 0,600 0,821 0,316 0,385 0,311
0,25 1,369 0,842 1,152 0,352 0,305 0,770
6,50 0,75 1,369 0,432 0,592 0,309 0,522 0,054
0,50 1,369 0,600 0,821 0,316 0,385 0,172
0,25 1,369 0,842 1,152 0,352 0,305 0,3628
Tabel D.5 Alihan tetap bendungan Tilong kondisi aliran tetap hilir (T=10000thn)
Lereng Ms Y/H Umaks Kmaks/ Kmaks Ky Ky/Kmaks Umaks
(g) Umaks (g) (m)
8,25 0,75 1,369 0,432 0,592 0,497 0,8393 0,0113
0,50 1,369 0,600 0,821 0,376 0,4577 0,4462
0,25 1,369 0,842 1,152 0,416 0,3608 1,2495
7,50 0,75 1,369 0,432 0,592 0,497 0,8393 0,0057
Hilir 0,50 1,369 0,600 0,821 0,376 0,4577 0,1927
0,25 1,369 0,842 1,152 0,416 0,3608 0,5370
6,50 0,75 1,369 0,432 0,592 0,497 0,8393 0,0037
0,50 1,369 0,600 0,821 0,376 0,4577 0,1136
0,25 1,369 0,842 1,152 0,416 0,3608 0,2787
81 dari 87
Pd T-14-2004-A
83 dari 87
Pd T-14-2004-A
Lampiran E
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
2) Penyusun
Nama Lembaga
Ir. Theo F. Najoan, M. Eng. Pusat Litbang Sumber Daya Air
Ir. Carlina Soetjiono, Dipl. HE. Pusat Litbang Sumber Daya Air
85 dari 87
Pd T-14-2004-A
Bibliografi
1. BALAI KEAMANAN BENDUNGAN, Dirjen Air, Dept. PU, 1998, “Pedoman Untuk
Menentukan Klasifikasi Bahaya Bendungan.”.
2. BENDER, B.; PERKINS, D.V., “Seisrisk III: A Computer Program For Seismic Hazard
Estimation “, US. Geological Survey, Bulletin no. 1772
3. BOLT, B.A.; ABRAHAMSON, N.A.,1982, “ New Attenuation Relation for Peak and
Expected Acceleration of Strong Ground Motion”, Bull. Seism. Soc. Am., Vol. 72. , No. 6,
Dec. pp 2307-2321
4. BOORE, D.M.. ; JOYNER, W.B.,1982, “ The Emperical Prediction of Ground Motion”,
Bull. Seism. Soc. Am., Vol. 72. , No. 6, Dec. pp 843-860
5. CAMPBELL, K.W.,1981, “ Near Source Attenuation of Peak Horizontal Acceleration “,
Bull. Of Seism. Soc. Am, Vol. 71, No. 6, Dec. pp 2039-2070.
6. CHANG, F.K.; KRINITZSKY, E.L., 1977, “ State of The Art for Assessing Earthquake
Hazards in the United States “, Miscellaneous Paper 5-73-1, US. Army Engineer
Waterways Experiment Station, Vicksburg, Miss. Report 8, Dec , 58 p
7. CORNELL, C.A.,1968, “ Engineering Seismic Risk Analysis “, Bull Of Seism. Soc. Of
America, Vol. 58, No. 5., pp 1583-1606.
8. Dirjen. Pengembangan Pedesaan, 1999, Penentuan beban gempa pada Bangunan
Pengairan, Dept. Kimpraswil
9. DER-KIUREGHIAN, A.; ANG, A. HS., 1977, “ A Fault Rupture Model for Seismic Risk
Analysis “, Bull. Of Seism. Soc. Am., Vol. 67, No. 4 pp 1173-1194
10. DONOVAN, N.C.; Bornstein, A., 1977, “The Problems of Uncertainties in the Use of
Seismic Risk Procedures”, ASCE Fall Convention and Exhibit, San Fransisco, Oct 17-21,
Preprint 2913, The Use of Probabilities in Civil Engineering , p 1-36.
11. DONOVAN, N.C.,1983, “ A Practitioner’s View of Site Effects on Strong Ground Motion”,
Workshop on Site Specific Effects of Soil and Rock Ground Motion and Implications for
Earthquake Resistant Design, Reston , VA., July 25-27, Proc. Conf. XXII, pp 68-79
12. FUKUSHIMA, Y.; TANAKA, T., 1990 , “A New Attenuation Relation For Peak Horizontal
Acceleration Of Strong Motion In Japan” , Bull. Seism. Soc. Am., 80 (4): 757-783
13. IDRISS, I.M., 1985, “ Evaluating Seismic Risk in Engineering Practice “, Proc., XI
International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, San Fransisco,
Agust 12-16.
14. ISHIHARA, KENJI, 1996 “Soil Behaviour in Earthquake Geotechnics”. Clarendon
Press, Oxford.
15. JOYNER, W.B; BOORE, D.M., 1982, ” Prediction of Earthquake Response Spectra”, 51
st Annual Convention , SEAOC, Sept . 30- Oct. 2, 1982, Sacramento, CA. , Proceedings ,
pp 359-375.
16. KIRIMIDJIAN, A.S.; SHAH, H.C., 1978, “ Probabilistic Site Dependent Spectra”, Stanford
University, John A. Blume Earthquake Engineering Center, Report No. 29, April, 86pp
17. Kramer, S.L.,1996, “Geotechnical Earthquake Engineering”. Prentice Hall,
18. KULKARNI, R.B.; SADIGH, K.; IDRISS, I.M., 1979, “ Probabilistic Evaluation of Seismic
Exposure “, Proceedings, Second US. National Conference on Earthquake Engineering,
Stanford, CA, pp 90-98.
86 dari 87
Pd T-14-2004-A
19. MAKDISI, F.I.; SEED, H.B., 1978, “ Simplified Procedure for Estimating Dam and
Embankment Earthquake Induced Deformations”, Journ Of The Geotechnical
Engineering Divisions, ASCE, Vol. 104, No. GT 7, July pp 849-867.
20. McGUIRE, R.K., 1976, “Fortran Computer Program For Seismic Risk Analysis”, US
Geological Survey, Open File Report 76-67
21. MOHRAZ, B., 1976, ”A Study Of Earthquake Response Spectra For Different Geological
Conditions “, Bull. of Seism. Soc. Of America, Vol. 66, No. 3. , June, pp 915-935
22. MOHRAZ, B., 1978, “ Influences of the Magnetudo of the Earthquake and The Duration
of Strong Motion on Earthquake Response Spectra “, Central American Conference on
Earthquake Eng., San Salvador, CA, Jan 9-12, Proc., pp 27-35
23. NAJOAN, Th.F., SOEROSO, D. dan RUKHIJAT, S., 1996 , “Peta Zona Gempa Dan Cara
Penggunaannya Sebagai Usulan Dalam Perencanaan Bangunan Pengairan Tahan
Gempa “, Jurn. Litbang Air, no. 36, Th.II-KW1
24. SEED, H.B.; IDRISS, I.M., 1982, ” Ground Motions and Soil Liquefaction During
Earthquakes “, Earthq. Engineering Research Institute, Berkeley, California , Monograph,
Libarary of Conggress Catalog Card Number 82-84224.
25. SEED, H.B.; UGAS, C.; LYSMER, J., 1974, ”Site Dependent Spectra for Earthquake
Resistant Design”, University Of California, Berkeley, Earthquake Engineering Research
Center, Report No. EERC 74-12, November, 14 pp.
26. SEED, H.B.; IDRISS, I.M. ; KIEFER, F.W., 1969, “ Characteristics of Rock Motions
During Earthquakes”, Journ. Of The Soil Mechanics and Foundations Div., ASCE, Vol.
95, No. SM5, pp 1199-1218.
27. Seed, H.B. and Idriss, I.M., 1970, “Soil Moduli and Damping Factors for Dynamic
Response Analyses “, Report EERC 70-10, Earthquake Engineering Research Center ,
University of California , Berkeley
28. Rollins K.M, Evans M.D, Diehl N.B and Daily III W.D, 1998, ” Shear Modulus and
Damping Relation for Gravels “, Journ. Geotechnical and Geoenvironmental Engineering,
May 1998 Vol. 24 no. 5.
29. United Nations Development Programme, Central Soil and Materials Research Station,
Indian Society for Rock Mechanics and Tunnelling Technology, 1994, “Dynamic Safety of
Earth and Rockfill Dams”. A A Balkema/Rotterdam.
30. The Institution of Civil Engineers, 1991, “An engineering guide to seismic risk to dams in
the United Kingdom”
31. WELLS, D.L.; Coppersmith, K.J., 1994, “New Emperical Relationship among Magnetudo,
Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area And Surface Displacement “, Bull Seism.
Soc. Am. 84(4): 974-1002.
87 dari 87