Anda di halaman 1dari 93

Pd T-14-2004-A

Konstruksi dan Bangunan

Analisis stabilitas bendungan tipe urugan


akibat beban gempa

Kep Men Permukiman dan Prasarana Wilayah


Nomor : 360/KPTS/M/2004
Tanggal : 1 Oktober 2004

DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH


Pd T-14-2004-A

Prakata

Pedoman ini termasuk dalam Gugus Kerja Geoteknik, Bendungan dan Waduk pada Sub
Panitia Teknik Bidang Sumber Daya Air yang berada di bawah Panitia Teknik Bidang
Konstruksi dan Bangunan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Penulisan pedoman ini mengacu kepada Pedoman BSN No.8 Tahun 2000 dan telah
mendapat masukan dan koreksi dari ahli bahasa.
Perumusan pedoman ini dilakukan melalui proses pembahasan pada Gugus Kerja,
Prakonsensus dan Konsensus pada tanggal 10 September 2003 di Pusat Litbang Sumber
Daya Air Bandung serta proses penetapan pada Panitia Teknik yang melibatkan para
narasumber dan pakar dari berbagai instansi terkait.
Pedoman ini mengacu Selecting Seismic Parameter for Dam Projects, USCOLD, 1985 dan
standar serta pedoman terkait lainnya seperti dijelaskan dalam bab 2, yaitu acuan normatif.
Pedoman ini bertujuan memberikan keseragaman dalam analisis stabilitas bendungan tipe
urugan akibat beban gempa dengan penjelasan tentang petunjuk umum pemilihan
parameter gempa untuk desain bendungan dan bangunan air (faktor-faktor umum, pemilihan
besaran gempa, pemilihan parameter gempa, pengaruh pemilihan parameter, metode
analisis stabilitas), penentuan beban gempa menggunakan peta zona gempa, dan metode
perhitungan analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa, metode analisis
likuifaksi, dan gempa imbas.

i
Pd T-14-2004-A

Daftar Isi

Prakata ............................................................................................................... i
Daftar isi ............................................................................................................. ii
Pendahuluan ...................................................................................................... iv
1 Ruang lingkup .............................................................................................. 1
2 Acuan normatif ............................................................................................. 1
3 Istilah dan definisi ........................................................................................ 1
4 Petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan ...... 4
4.1 Faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam desain ................... 4
4.2 Pemilihan besaran gempa untuk analisis .......................................... 6
4.3 Pemilihan parameter gempa .............................................................. 7
4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan parameter evaluasi gempa 11
4.5 Analisis stabilitas bangunan pengairan lainnya....................................... 15
5 Peta zona gempa ......................................................................................... 15
5.1 Risiko gempa (seismic risk) ................................................................ 15
5.2 Prosedur pembuatan peta zona gempa ............................................. 16
5.3 Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah .......................... 24
5.4 Ragam percepatan gempa desain ..................................................... 26
6 Proses likuifaksi dan gempa imbas ............................................................. 29
6.1 Likuifaksi pada tanah pasiran ............................................................. 29
6.2 Pengaruh gempa imbas pada waktu pengisian waduk ...................... 30
7 Penentuan parameter dinamik tanah dan batuan ........................................ 31
7.1 Penjelasan umum ............................................................................... 31
7.2 Metode uji lapangan ........................................................................... 31
7.3 Metode uji laboratorium ...................................................................... 35
7.4 Metode empiris dari hasil uji laboratorium .......................................... 39
7.5 Hubungan antara modulus penormalan G/Gmax dan rasio redaman
dengan regangan geser ....................................................................... 45
8 Metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa ............ 49
8.1 Tinjauan umum........................................................................................ 49
8.2 Analisis potensi likuifaksi .................................................................... 49
8.3 Analisis dengan cara koefisien gempa (pseudostatic analyses) ........ 49
8.4 Analisis dengan cara dinamik ............................................................. 50

ii
Pd T-14-2004-A

Lampiran A Bagan alir analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa 53
Lampiran B Frekuensi kejadian gempa dan parameter gempa ........................ 56
Lampiran C Formulasi alihan tetap .................................................................... 71
Lampiran D Contoh-contoh aplikasi stabilitas dinamik bendungan .................. 76
Lampiran E Daftar nama dan lembaga .............................................................. 85
Bibliografi ............................................................................................................ 86

iii
Pd T-14-2004-A

Pendahuluan

Desain suatu bendungan tipe urugan yang menahan air dalam volume yang besar harus
mempertimbangkan faktor keamanan terhadap pengaruh kestabilan bendungan. Sampai
sekarang, pedoman mengenai metode analisis kestabilan bendungan tipe urugan akibat
beban gempa belum ada di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dibuat pedoman yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi pendesain bendungan tipe urugan dengan pertimbangan
analisis desain stabilitas akibat beban gempa.
Pedoman ini menguraikan petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain
bendungan dan bangunan air, penentuan beban gempa dengan menggunakan peta zona
gempa, metode perhitungan proses likuifaksi dan pengaruh gempa imbas, penentuan
parameter dinamik untuk tanah dan batuan, dan metode analisis stabilitas bendungan
urugan akibat beban gempa.
Prinsip-prinsip yang diuraikan dalam pedoman ini akan menjadi pegangan dalam analisis
stabilitas untuk desain bangunan pengairan tahan gempa khususnya bendungan tipe urugan
beserta bangunan pelengkap, termasuk penanganan aspek gempa untuk evaluasi perilaku
bendungan. Dengan adanya keseragaman dan pegangan dalam desain bendungan,
diharapkan akan bermanfaat bagi semua pihak terkait (pemilik, pendesain dan instansi
berwenang) terutama dalam bidang desain bendungan tipe urugan tahan gempa ataupun
dalam pembangunan bendungan urugan umumnya.

iv
Pd T-14-2004-A

Analisis stabilitas bendungan tipe urugan


akibat beban gempa

1 Ruang lingkup

Pedoman ini menjelaskan analisis stabilitas lereng bendungan tipe urugan akibat beban
gempa, yang diuraikan secara singkat dalam bagan alir pada lampiran Gambar A.1.
Pedoman ini terdiri atas :
1) petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan dan bangunan
pengairan.
2) penentuan beban gempa yang menggunakan peta zona gempa dengan cara
menentukan percepatan gempa maksimum di permukaan tanah untuk desain bendungan
beserta bangunan pelengkapnya dan bangunan air lainnya.
3) penjelasan proses likuifaksi jika terjadi gempa bumi dan pengaruh gempa imbas pada
waktu pengisian waduk.
4) penentuan parameter dinamik untuk tanah dan batuan dengan cara uji lapangan, uji
laboratorium dan cara empiris.
5) metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa dengan cara koefisien
gempa dan cara dinamik.

Pedoman ini tidak menguraikan pengaruh sesaran-sesaran aktif yang mungkin terjadi di
sekitar lokasi rencana bendungan besar, yang memerlukan studi gempa tersendiri.

2 Acuan normatif

RSNI T- 01-2002 Tata Cara Desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan.


RSNI M-02-2002 Metode Analisis dan Cara Pengendalian Rembesan Air Untuk
Bendungan Tipe Urugan.
RSNI M-03-2002 Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Tipe Urugan
U.S Dept. of the Interior (1987), Design standards, Embankment dams no. 13, Chapter 4,
Static Stability Analyses, U.S Bureau of Reclamation.
U.S Dept. of the Interior (1984), Design standards, Embankment dams no. 13, Chapter 13,
Seismic design and analysis, US Bureau of Reclamation.
USCOLD 1985, Selecting Seismic Parameter for Dam Projects.

3 Istilah dan definisi

3.1 Beban gempa ialah beban atau gaya inersia yang timbul sebagai akibat adanya
goncangan gempa di permukaan tanah.

3.2 Gempa bumi tektonik ialah gempa yang terjadi jika kekuatan geser batuan (batu
dan tanah) tidak dapat lagi menahan tegangan, yang meningkat secara perlahan-lahan
dalam suatu lempeng tektonik atau pada sesaran aktif.

3.3 Magnetudo atau kebesaran gempa ialah tingkat besaran gempa yang berhubungan
dengan pelepasan enersi regangan pada saat terjadi patahan batuan sepanjang garis
sesaran, yang terdiri atas berikut ini :

1 dari 87
Pd T-14-2004-A

1) ML ialah kebesaran gempa yang diperkenalkan pertama kali oleh Richter (1935) dan
disebut kebesaran gempa lokal. Kebesaran ini diperoleh sebagai logaritma dari
amplitudo maksimum yang tercatat dengan alat Wood Anderson Torsion Seismometer
pada jarak episentrum 100 km. Untuk jarak yang lain, kebesaran ini harus dikoreksi.
Persamaan umumnya ialah

ML = Log (A/A0) ………………………………………………. (1)


dengan :
ML : kebesaran gempa lokal
A : amplitudo maksimum yang terekam oleh alat Wood
A0 : amplitudo 1/1000 mm.

2) Ms ialah kebesaran gempa yang didasarkan atas gelombang permukaan (surface waves)
yang diperkenalkan oleh GUTENBERG (1945). Skala kebesaran ini berlaku untuk setiap
seismograf dan diperoleh dengan persamaan

Ms= Log A + C1 Log d + C2 ………………………………….(2)

dengan :
A : amplitudo yang terekam
C1 dan C2 : konstanta
d : jarak episentrum

3) Mb atau m ialah kebesaran gempa yang didasarkan atas gelombang badan (body waves)
dan pada umumnya digunakan untuk gempa-gempa dalam karena tidak menghasilkan
amplitudo yang cukup besar.

3.4 Intensitas gempa ialah suatu angka yang menunjukkan pengaruh kehebatan suatu
gempa bumi terhadap bangunan buatan manusia di atas permukaan tanah, sehingga
merupakan suatu bentuk kualitatif dari besar goncangan dan kerusakan di suatu tempat
tertentu.

3.5 Fokus gempa (hiposentrum) ialah titik pada sesaran atau lempeng tektonik ketika
patahan mulai terjadi.

3.6 Episentrum ialah titik di permukaan bumi yang tepat di atas fokus gempa (lihat
gambar 1).

Gambar 1 Episentrum dan hiposentrum pada waktu terjadi gempa


bumi

2 dari 87
Pd T-14-2004-A

3.7 Jarak episentrum ialah jarak horisontal dari suatu lokasi bangunan terhadap
episentrum gempa.

3.8 Jarak hiposentrum ialah jarak dari suatu tempat terhadap fokus gempa.

3.9 Risiko gempa ialah peluang terjadinya gempa dengan besaran gempa (percepatan,
kecepatan, dan lama goncangan) serta kebesaran gempa pada periode ulang rata-rata
tertentu selama masa guna bangunan yang dinyatakan dengan RN.

3.10 Masa guna bangunan ialah umur teknis suatu bangunan yang secara struktural
masih dapat berfungsi dengan baik dan aman.

3.11 Risiko tahunan ialah peluang tahunan suatu gempa yang dapat dicapai atau dilewati
suatu besaran gempa tertentu yang dinyatakan dengan RA.

3.12 Periode ulang rata-rata suatu gempa ialah jumlah pengulangan suatu periode dari
besaran gempa setiap tahun.

3.13 Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah (maximum ground


acceleration, ag) ialah percepatan gempa yang diperoleh dari hasil analisis risiko gempa
dengan menggunakan rumus empiris dari Fukushima-Tanaka, tetapi belum dikoreksi
terhadap pengaruh jenis tanah setempat.

3.14 Percepatan gempa maksimum terkoreksi (peak ground acceleration, PGA= ad)
ialah percepatan gempa maksimum di permukaan tanah yang dihitung berdasarkan koreksi
pengaruh jenis tanah setempat.

3.15 Periode predominan (predominant period) suatu perlapisan tanah ialah periode
natural dari perlapisan tanah.

3.16 Ragam percepatan gempa (acceleration spectrum) ialah ragam sambutan dinamik
maksimum yang dialami oleh suatu sistem linier berderajat kebebasan tingkat satu pada
waktu digetarkan atau digoncangkan oleh suatu percepatan gempa di permukaan tanah.

3.17 Ragam percepatan gempa penormalan (normalized acceleration spectrum) ialah


ragam percepatan gempa yang dinormalisasikan dengan cara membagi nilai-nilai
percepatan gempa pada setiap periode dengan nilai percepatan gempa maksimum
terkoreksi (ad).

3.18 Gempa bolehjadi maksimum (Maximum Credible Earthquake, MCE) ialah gempa
terbesar yang dapat atau mungkin terjadi sepanjang sesaran atau di daerah subduksi yang
ditentukan secara geografis dan telah diketahui atau diperkirakan sebelumnya. Gempa ini
merupakan batas atas dari besaran gempa atau pada kasus khusus sebagai batas atas dari
intensitas Modified Mercally. Kejadiannya bervariasi antara periode ulang 100 tahun sampai
dengan dengan puluhan ribu tahun. Setiap sesaran aktif di daerah geologi regional atau
geologi lokal akan terkait dengan suatu gempa maksimum bolehjadi. Jika ditinjau secara
geologi penentuan besaran gempa maksimum bolehjadi sangat penting jika dibandingkan
dengan kejadian gempa pendek dengan sistem pendekatan Paleoseismisiti dan sangat
berguna untuk memperkirakan perilaku sesaran aktif tertentu untuk jangka panjang.

3.19 Gempa bolehjadi maksimum penentu (Controlling maximum credible


earthquake, CMCE) ialah gempa maksimum bolehjadi paling kritis yang dapat
mempengaruhi suatu lokasi studi. CMCE ini ditentukan sesudah diperkirakan besarnya
gempa maksimum boleh jadi yang terjadi sepanjang sesaran atau di daerah tektonik terdekat
dengan daerah studi. Untuk daerah tektonik dengan laju aktivitas yang rendah dan tanda-
3 dari 87
Pd T-14-2004-A

tanda identifikasi yang kurang nyata, konsep CMCE merupakan gempa maksimum boleh
jadi yang menjadi signifikan di daerah studi. Evaluasi untuk kondisi ini sebaiknya dilakukan
dengan cara probabilistik bencana gempa.

3.20 Gempa desain maksimum (Maximum design earthquake, MDE) ialah gempa yang
memberikan goncangan terbesar di lokasi studi yang akan digunakan untuk desain atau
analisis. Untuk bendungan yang keruntuhannya akan mengancam kehidupan, gempa desain
maksimum sebaiknya diambil pada batas yang sama dengan CMCE, untuk
mempertahankan kapasitas pengisian waduk. Jika keruntuhan bendungan tidak mengancam
kehidupan, dapat diambil gempa yang lebih kecil dari CMCE sebagai MDE.

3.21 Gempa dasar operasi (Operating basis earthquake, OBE) ialah gempa dengan
batasan goncangan di permukaan tanah pada lokasi studi dengan 50% kemungkinan tidak
terlampaui dalam 100 tahun, yang sebaiknya ditentukan secara probabilistik. Bendungan
dan bangunan pelengkap serta peralatannya harus tetap berfungsi dengan baik dan mudah
perbaikannya jika terjadi gempa dasar operasi, tetapi tanpa memperhitungkan tinjauan
keamanan terhadap kehidupan manusia.

3.22 Proses likuifaksi (liquefaction) ialah proses meningkatnya tekanan air pori dalam
bahan pasiran (tanah lanau pasiran atau pasir lanauan) sehingga kekuatan gesernya
mengalami penurunan.

3.23 Gempa imbas (Reservoir induced earthquake, RIE) ialah gempa bumi yang terjadi
akibat pengisian waduk yang memberikan tingkat goncangan permukaaan maksimum di
lokasi bendungan. Pengaruh gempa imbas hanya dipertimbangkan pada bendungan yang
lebih tinggi dari 100 m atau waduk yang sangat besar dengan kapasitas lebih dari 109 m3
dan pada bendungan baru dengan ukuran lebih kecil di daerah yang sensitif terhadap
pergerakan tektonik. Meskipun terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai gempa
imbas pada waduk, RIE harus tetap dipertimbangkan untuk menentukan beban gempa pada
bendungan tinggi dengan waduk yang mengandung sesaran aktif di daerah hidrauliknya.
Meskipun sesaran di daerah waduk tidak aktif terhadap tektonik, tetapi gempa imbas tidak
boleh diabaikan, jika geologi lokal ataupun regional serta kegempaan bersifat signifikan.
Besaran gempa imbas ditentukan berdasarkan MCE dan OBE, lokasi bendungan, dan
kondisi seismotektonik sehingga gempa imbas dapat menjadi lebih kecil atau sama, ataupun
lebih besar dari OBE, atau sama dengan MDE.

3.24 Bangunan pelengkap ialah fasilitas yang dibangun pada suatu bendungan yang
berkemampuan untuk mengambil dan mengeluarkan air, antara lain, bangunan pelimpah
untuk menjaga keamanan bendungan, bangunan pengeluaran untuk memenuhi fungsi
bendungan, bangunan pengeluaran untuk pemeliharaan aliran di bagian hilir, serta
bangunan pengeluaran untuk inspeksi, perbaikan, operasi dan pemeliharaan.

3.26 Bangunan pengairan ialah fasilitas yang perlu dibangun untuk pemanfaatan dan
pengendalian suatu sistem pengairan, antara lain bangunan sadap, bangunan silang,
tanggul penutup, tanggul banjir, tembok penahan dan lain-lain.

4 Petunjuk umum pemilihan parameter gempa untuk desain bendungan


4.1 Faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam desain
Faktor utama dalam pemilihan parameter desain bendungan tahan gempa tergantung pada
kondisi geologi dan kegempaan di daerah sekitar bendungan. Uraiannya mencakup faktor-
faktor penting yang relatif lengkap, tetapi format dan terperinciannya harus tetap fleksibel
dan disesuaikan dengan kondisi lokal, dimensi bendungan, fungsi bangunan, serta
konsekuensi kerusakan atau keruntuhan total.

4 dari 87
Pd T-14-2004-A

Pada hakekatnya pemilihan parameter gempa untuk evaluasi keamanan bendungan baru
ataupun lama merupakan proses bertahap yang minimal harus mencakup persyaratan yang
akan diuraikan berikut ini.

4.1.1 Geologi regional


Studi geologi dan kegempaan umumnya dilakukan dengan cara mempertimbangkan aspek-
aspek regional dan kondisi lokal. Untuk mengerti keseluruhan masalah geologi dan sejarah
kegempaan di suatu tempat, diperlukan adanya suatu pendekatan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan studi regional pada beberapa tempat yang mencakup seluruh kondisi geologi
utama dan mempertimbangkan kondisi khusus lainnya.
Studi geologi regional harus mencakup radius minimum sekitar 200 km dari lokasi
bendungan dan dapat juga diperluas sampai dengan dengan 300 km yang mencakup
adanya sesaran utama atau karakteristik atenuasi khusus.
Data geologi yang ditinjau ulang harus mencakup :
1) identifikasi phisiographi dan kegempaan pada lokasi studi;
2) sejarah geologi daerah studi;
3) penjelasan formasi geologi, jenis batuan dan deposit tanah;
4) lokasi struktur geologi regional utama termasuk lipatan, pola rekahan dan kekar;
5) interpretasi mekanisme regional kegempaan dan jenis sesaran yang berkaitan;
6) lokasi dan pemerian sesaran daerah remukan (hancuran) serta penilaian terhadap
sesaran yang dapat menimbulkan gempa, atau peralihan akibat gempa. Dokumentasi
harus meliputi ada atau tidak adanya sejarah aktivitas gempa dari setiap sesaran ;
7) kecepatan gempa dan derajat aktivitas sesaran yang terkait dengan daerah studi,
misalnya laju rata-rata geseran, geseran (slip) per satuan waktu, interval waktu antara
gempa kuat dan lain-lain.

4.1.2 Sejarah kejadian gempa


Untuk keperluan identifikasi pola kejadian gempa dari suatu daerah, dan penyediaan data
dasar untuk memperkirakan batas bawah dari besaran goncangan gempa pada lokasi yang
ditinjau, diperlukan pengumpulan data tentang sejarah kejadian gempa. Hal ini didasarkan
atas anggapan bahwa kejadian serupa yang pernah terjadi pada masa lalu dapat terulang di
dekat lokasi yang sama. Kekurangan atau ketidak lengkapan data sejarah kejadian gempa
tidak berarti bahwa daerah tersebut bukan daerah gempa. Oleh karena itu, harus dilengkapi
dengan catatan khusus tentang data kejadian gempa. Katalog gempa yang dihasilkan oleh
BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia), Direktorat Geologi (Bandung), USGS
(United States Geological Survey) dan NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration USA) menyajikan informasi tentang besaran gempa, lokasi dan terperincian
parameter lain, seperti kedalaman pusat gempa dan jarak dari lokasi yang ditinjau. Katalog
yang berisi daftar data tersebut harus diperiksa ketelitian, kelengkapan dan cakupannya
sebelum digunakan untuk analisis.
Data kejadian gempa yang dikumpulkan harus mencakup daerah dengan radius minimum
200 km dan berpusat di lokasi bangunan yang ditinjau. Kejadian gempa khusus dapat
diperluas lebih dari 200 km agar mencakup data terkait lainnya, misalnya sesaran kuat yang
aktif.
Setiap data kejadian gempa yang tersedia harus mencakup :
1) koordinat episentrum;
2) magnetudo (intensitas pusat gempa);
3) tanggal dan waktu kejadian;
4) kedalaman pusat gempa;
5) mekanisme pusat gempa;
6) daerah yang terpengaruh;
7) efek pada permukaan tanah;
8) pengaruh intensitas di lokasi rencana bendungan.
5 dari 87
Pd T-14-2004-A

Peta intensitas dengan kontur isoseismal pada waktu terjadi gempa-penting tetap menjadi
salah satu cara terbaik untuk memperoleh fungsi atenuasi intensitas pada saat diperoleh
data lain. Kontur isoseismal ialah garis yang menghubungkan lokasi-lokasi dengan besaran
kerusakan yang sama atau daerah pengaruh efek gempa yang sama.
Sejarah kejadian gempa dan pertimbangan geologi dapat digunakan untuk menentukan
besarnya laju aktivitas gempa (jumlah kejadian setiap tahun) pada daerah yang diteliti, jika
mungkin untuk setiap sesaran atau daerah sumber gempa di daerah studi.
Data sejarah kejadian gempa harus diproses secara statistik untuk mendapatkan hubungan
regional dengan frekuensi kejadian gempa, sebagai contoh, penggambaran (plotting)
hubungan antara jumlah kejadian gempa dan magnetudo yang sama atau lebih besar pada
skala logaritma. Sumber gempa yang telah diolah secara statistik untuk Indonesia dapat
diperiksa pada lampiran B.1
Lokasi episentrum dapat dipilih dengan menggunakan urutan kronologis dan penambahan
jarak dari lokasi yang ditinjau. Penentuan atau penggambaran (plotting) lokasi pusat gempa
yang berkaitan dengan lokasi bendungan diperlukan untuk memberikan penilaian visual
terhadap lokasi dan kejadian gempa yang ditinjau.

4.1.3 Geologi lokal


Informasi geologi di lokasi tinjauan diperlukan untuk menentukan karakteristik goncangan
tanah dasar yang akan terjadi di tempat bendungan dan untuk mengevaluasi potensi
gerakan sesaran utama pada fondasi bendungan. Setiap kondisi geologi pada atau di dekat
lokasi tinjauan yang mengidentifikasi adanya gerakan sesaran atau aktivitas gempa yang
baru terjadi harus didokumentasikan. Data geologi lokal dapat diperoleh dari literatur,
laporan teknik tentang proyek tersebut, inspeksi di lokasi tinjauan, eksplorasi lapangan dan
pengamjikan serta uji contoh batuan dan tanah. Data tersebut di atas harus mencakup :

1) definisi dari tipe, penyebaran, tebal, macam endapan atau formasinya serta karakteristik
stabilitas dari satuan batuan dan endapan tanah.
2) lokasi dan kronologi dari sesaran lokal, termasuk jumlah dan tipe perubahan yang
diperkirakan dari sejarah kejadian dan data stratigrafi, waktu akhir rekahan, laju aktivitas,
laju tarikan, laju geseran dan lain-lain. Pada beberapa kasus disarankan menggunakan
teknik penyelidikan khusus seperti penentuan umur batuan dengan menggunakan unsur
karbon.
3) interpretasi dari struktur geologi termasuk orientasi dan jarak kekar, perlapisan,
kemiringan dan jurus satuan geologi, lipatan serta batuan intrusi dan batuan lelehan.
4) penentuan kondisi geohidrologi, termasuk lokasi muka air tanah, tekanan air tanah dan
kondisi aliran, serta karakteristik kelulusan air dari formasi yang tercakup.
5) evaluasi potensi timbulnya goncangan gempa dan longsoran lereng waduk;
6) penentuan kondisi fondasi dan ebatmen.
7) inventarisasi rekaman goncangan gempa kuat (strong motion) dari sejarah kejadian
gempa yang terjadi di dekat lokasi tinjauan atau di daerah yang kondisi geologi dan
tektoniknya sama.

4.2 Pemilihan besaran gempa untuk analisis


4.2.1 Penjelasan umum
Untuk keperluan analisis, besaran gempa harus ditentukan untuk memilih parameter gempa
yang sesuai, seperti percepatan, ragam sambutan gempa, durasi dan lainnya. Proses
pemilihan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan, baik prosedur deterministik
ataupun evaluasi probabilitas bencana gempa.
Pemilihan parameter evaluasi gempa, besaran dan jarak tidak dapat ditentukan dengan
prosedur deterministik seperti yang dijelaskan dalam subbab 4.2.3. Besaran gempa yang
diperkirakan akan terjadi pada daerah sumber gempa (umumnya pada sesaran aktif atau
daerah subduksi) lebih cocok ditentukan dengan cara probabilistik, seperti diuraikan pada
subbab 4.3.2 sampai dengan 4.3.5.
6 dari 87
Pd T-14-2004-A

Evaluasi probabilitas bencana gempa harus diperhitungkan untuk menentukan jumlah


kontribusi goncangan gempa di lokasi bendungan. Goncangan gempa tergantung pada
seluruh sumber gempa dengan besaran minimum (besaran tipikal ialah 4 atau 5) sampai
dengan besaran maksimum. Evaluasi probabilitas ini termasuk besaran gempa yang
mungkin terjadi pada bagian dari lokasi sumber gempa.

4.2.2 Evaluasi penentuan beban gempa


Beban gempa yang akan digunakan untuk desain bendungan baru atau evaluasi keamanan
bangunan yang ada diperoleh dari MDE, OBE dan kadang-kadang RIE. Tergantung pada
kondisinya, suatu bendungan dapat dievaluasi terhadap satu atau beberapa beban gempa.
Persyaratan utama desain bendungan tahan gempa ialah dapat memberikan perlindungan
terhadap keamanan umum, kehidupan ataupun harta benda. Pada umumnya bendungan
harus dapat menahan goncangan gempa kuat atau pergerakan sesaran yang mungkin
terjadi di lokasi bendungan sehingga tidak terjadi pelimpahan air waduk yang tidak terkontrol
(bobol). Pada kasus CMCE, jika terjadi kerusakan pada bendungan yang cukup besar,
bendungan harus tetap dalam batasan keamanan yang dapat ditoleransi, dan tidak terjadi
bencana banjir (overtopping).
Selain itu, faktor-faktor yang dibutuhkan untuk evaluasi keamanan bendungan terhadap
gempa antara lain :
1) tingkat bencana gempa di lokasi bendungan (periksa subbab 4.4.2);
2) tipe bendungan;
3) kebutuhan fungsional;
4) tingkat risiko bendungan dan waduk yang telah selesai;
5) konsekuensi perkiraan risiko.

Sebagai contoh, pembangunan bendungan besar dengan penekanan fungsi ekonomis perlu
dianalisis dengan ketentuan beban MDE, OBE dan RIE. Bendungan yang cukup tinggi
dengan waduk yang digunakan untuk penyediaan air minum di daerah permukiman harus
didesain dengan mempertimbangkan persyaratan beban baik pada MDE ataupun OBE.
Bangunan yang rendah faktor ekonomisnya, tetapi keruntuhannya akan menyebabkan
kehilangan nyawa manusia harus tetap dievaluasi dengan MDE. Untuk bendungan buri
(tailing dams), bendungan limbah atau bangunan pengendali banjir dapat diperhitungkan
hanya terhadap OBE, karena bendungan semacam ini kerap kali dikeringkan pada masa
operasionalnya.
Penentuan analisis bendungan dengan menggunakan besaran MDE, OBE, dan atau RIE
harus ditentukan bersama dengan pemilik bendungan, pendesain, dan instansi
berwewenang lainnya berdasarkan pertimbangan utama, yaitu kepentingan umum.

4.3 Pemilihan parameter gempa.


4.3.1 Umum
Parameter gempa dapat terdiri atas salah satu atau beberapa karakteristik goncangan di
permukaan tanah dasar, seperti percepatan, kecepatan atau alihan, dan ragam sambutan
atau sejarah waktu percepatan gempa yang memberikan karakteristik tersendiri bagi MDE,
OBE dan RIE.
Pemilihan parameter dapat dilakukan secara deterministik atau secara probabilistik bencana
gempa atau kombinasi keduanya. Sebagai contoh, hubungan percepatan gempa dengan
periode ulang untuk menentukan MDE, dan dengan OBE terdiri dari percepatan gempa
maksimum (Peak ground acceleration, PGA) dan bentuk sambutan gempa (spektrum) yang
spesifik.
Parameter gempa yang mencerminkan besaran MDE, OBE atau RIE sering digunakan
sebagai data masukan untuk analisis numerik pada bendungan. Hasil dari analisis numerik
tersebut digunakan untuk evaluasi perilaku bendungan dan keamanan bendungan yang
menghasilkan besaran goncangan.

7 dari 87
Pd T-14-2004-A

Banyak faktor yang mempengaruhi goncangan tanah dan parameter gempa, tetapi belum
dapat dipahami sepenuhnya. Goncangan tanah dasar biasanya dipengaruhi oleh kondisi
sumber gempa, jalur transmisi, dan kondisi lokal.
Sumber gempa dipengaruhi antara lain oleh tipe sesaran, dimensi retakan, mekanisme arah,
kedalaman pusat, penurunan tegangan (stress drop) dan besarnya pelepasan enersi.
Pengaruh jalur transmisi merupakan faktor yang berhubungan dengan sebaran geometri dan
penyerapan enersi gempa pada waktu gelombang berjalan menjauhi sumbernya. Yang
termasuk fenomena ialah tipe batuan, tidak homoginnya kerak bumi, lapisan aluvium yang
dalam dan efek arah jalur gelombang terhadap arah meluasnya retakan sesaran.
Pengaruh kondisi lokal berasal dari kondisi topografi dan geologi yang ada di lokasi dan
kemungkinan yang ada antara bangunan dan media di sekitarnya.
Faktor utama yang dipertimbangkan dalam persyaratan parameter gempa ialah :
1) klasifikasi tempat (aluvium atau batuan);
2) parameter fisik (physical properties) dan ketebalan lapisan fondasi;
3) pengaruh dekatnya jarak terhadap sesaran (near field effects);
4) jarak dari daerah pelepasan enersi;
5) pemilihan magnetudo untuk desain.

Faktor-faktor lain seperti arah propagasi retakan sesaran (pengaruh arah), tipe sesaran
(normal, reverse atau strike slip) dan topografi cukup penting, tetapi sampai dengan saat ini
tidak secara rutin tercakup dalam studi kegempaan pada bendungan.
Penentuan evaluasi gempa sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pertimbangan
ketergantungan lokasi (site dependent); yaitu dengan menggunakan pengetahuan yang ada
dan pengukuran aktual terhadap rekaman gempa pada lokasi-lokasi dengan karakteristik
yang sama. Jika data pada lokasi yang diterapkan kurang banyak, maka harus digunakan
karakteristik goncangan tanah dasar yang tidak tergantung pada lokasi.
Idealnya seluruh faktor yang mempengaruhi goncangan tanah dasar harus dipertimbangkan,
tetapi pada umumnya tidak praktis untuk memasukkan seluruh faktor tersebut dalam
memperkirakan parameter gempa. Biasanya hanya dipertimbangkan faktor dari satu sumber
besaran dan satu jalur transmisi jarak. Pengaruh lokal sering diabaikan atau dibatasi sampai
dengan perbedaan antara lokasi batuan atau aluvial serta kemungkinan pertimbangan
pengaruh kedekatan lokasi (near field)
Susunan yang digunakan untuk menentukan karakteristik parameter evaluasi gempa
dijelaskan berikut ini.

4.3.2 Parameter goncangan maksimum di tanah dasar (Peak ground motion


parameter)
Goncangan tanah dasar dapat ditandai dengan nilai maksimum dari perkiraan percepatan,
kecepatan dan alihan. Hubungan empiris diperoleh dari data gempa yang tersedia dengan
persamaan fungsi atenuasi yang berupa hubungan antara goncangan tanah maksimum
dengan jarak dari pusat pelepasan enersi dan magnetudo gempa.
Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah (PGA) dengan tidak memperhatikan
pengaruh kedekatan lokasi (near field) atau banyaknya kejadian gempa dengan frekuensi
tinggi tetap merupakan faktor penting yang digunakan untuk mencari karakteristik parameter
gempa untuk bendungan. Pada akhir-akhir ini banyak persamaan atenuasi yang telah
dikembangkan untuk memperkirakan variabel tersebut.
Pedoman ini tidak memberikan saran penggunaan persamaan tertentu untuk memperoleh
besaran percepatan gempa maksimum PGA, tetapi harus dipertimbangkan penggunaan nilai
rata-rata yang paling tepat seperti diuraikan pada referensi berikut (periksa lampiran B.2).
1) Rumus Fukusima dan Tanaka (1990)
2) Idriss (1991)
3) Sadigh (1993)
4) Joyner and Boore (1993)
5) Crouse (1991)

8 dari 87
Pd T-14-2004-A

6) Youngs (1997)
7) Kenneth W. Campbell

Pada umumnya, untuk memperoleh besaran PGA sebaiknya didasarkan pada batuan dasar,
seperti diuraikan dalam buku referensi dengan menggunakan persamaan atenuasi.
Kemudian, besaran PGA disesuaikan keperluan dengan memperhitungkan kondisi lokasi
khusus, misalnya aluvium dalam, yaitu dengan percepatan pada daerah bebas (free field)
umum mempunyai enersi yang lebih besar jika dibandingkan dengan lokasi batuan.
Prosedur desain terbaru untuk bendungan cenderung menggunakan nilai PGA rata-rata jika
dibandingkan dengan nilai ekstrem. Hal ini disebabkan oleh keperluan konservatif yang
sering digunakan untuk berbagai masalah, misalnya pada ordinat spektral (periksa subbab
2.3.4).
Hingga kini, beberapa parameter yang berkaitan dengan persamaan atenuasi telah
dikembangkan untuk kecepatan puncak. Hal ini karena adanya indikator yang lebih baik bagi
intensitas goncangan tanah akibat pengaruh kedekatan lokasi (near field), alihan puncak
atau komponen vertikal goncangan tanah yang biasanya mempengaruhi kedekatan lokasi.
Untuk lokasi dengan jarak jauh atau pertengahan (far field and intermediate), maka PGA
vertikal dapat diambil cukup konservatif, yaitu sebesar 2/3 atau 1/2 dari PGA horisontal.

4.3.3 Durasi gempa


Durasi gempa yang berakibat langsung pada tingkat kerusakan bendungan merupakan
salah satu parameter yang sangat penting untuk desain bendungan. Durasi gempa dapat
diperkirakan dengan berbagai cara, tetapi yang terpenting ialah waktu pengukuran antara
kejadian pertama sampai dengan akhir dengan percepatan lebih besar dari 0,05 g
(bracketed duration), frekuensi di atas 2 Hz dan durasi getar sesuai dengan jumlah total
enersi yang dilepaskan. Chang dan Krinitzsky (1977) telah meninjau ulang beberapa
hubungan empiris antara magnetudo gempa dan durasi gempa serta mengembangkan
kurva-kurva yang berhubungan dengan durasi gempa, magnetudo gempa dan jarak
episentrum yang terjadi pada batuan dan tanah dasar.

4.3.4 Ragam sambutan gempa


Ragam sambutan gempa menggambarkan hubungan sambutan dinamik maksimum pada
percepatan, kecepatan atau alihan sebagai fungsi dari frekuensi percepatan gempa di
permukaan tanah dan redaman yang dialami oleh suatu sistem berderajat kebebasan tingkat
satu. Ragam sambutan gempa pada MDE, OBE dan RIE dapat ditentukan berdasarkan
pertimbangan terhadap percepatan gempa maksimum, kecepatan dan alihan. Seed, Ugas
dan Lysmer (1974) telah mengembangkan bentuk umum ragam sambutan sebagai nilai rata-
rata dan nilai rata-rata yang ditambah satu standar deviasi untuk digunakan pada lokasi
batuan ataupun tanah lainnya. Hasil tersebut digunakan jika besaran gempa desain
mendekati 6,5, dan data dasar mempunyai kisaran magnetudo gempa 6,5. Studi serupa
telah dilakukan pula oleh Mohraz (1976), Kiremidjian, dan Shah (1978). Mohraz (1978)
memperluas studinya untuk evaluasi pengaruh dari magnetudo gempa dan waktu getar
terhadap bentuk ragam sambutan gempa. Joyner dan Boore (1982), Donovan (1982) dan
Idriss (1985) mengemukakan prosedur untuk mengembangkan bentuk-bentuk ragam
sambutan gempa yang tergantung pada besaran gempa dan jarak, serta bentuk-bentuk
ragam sambutan gempa vertikal.
Bentuk ragam sambutan gempa biasanya tersedia dalam bentuk penormalan dengan PGA.
Untuk keperluan analisis bendungan, dianjurkan menggunakan bentuk rata-rata atau rata-
rata yang ditambah satu standar deviasi.
Alternatif lain dari bentuk ragam sambutan gempa ialah persamaan atenuasi untuk
amplitudo. Amplitudo dapat secara langsung menentukan parameter ragam sambutan
sebagai fungsi dari magnitude gempa, jarak, frekuensi, dan pengaruh jenis tanah.

9 dari 87
Pd T-14-2004-A

Tingkat koefisien redaman dengan ragam sambutan yang telah ditentukan untuk memberi
gambaran dari MDE, OBE dan RIE, harus mencakup kisaran nilai yang dapat diterapkan
terhadap tipe bendungan dan tingkat getaran tanah yang ditinjau. Besaran koefisien
redaman untuk analisis bendungan tipe urugan berkisar antara 5% sampai dengan dengan
20%. Untuk analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa dapat digunakan
ragam percepatan gempa desain yang dibahas pada subbab 5.4.

4.3.5 Sejarah waktu percepatan gempa (Acceleration time history)


Dalam analisis bendungan dengan metode nonlinier tetap diperlukan data rekaman gempa
berupa sejarah waktu percepatan gempa. Dalam desain disarankan untuk menggunakan
beberapa sejarah waktu percepatan gempa untuk menggambarkan besaran MDE, OBE, dan
RIE. Sejarah waktu percepatan gempa dapat berupa getaran horisontal atau vertikal, dan
sebaiknya berupa rekaman akselerogram aktual dari lokasi yang kondisinya sama seperti di
lokasi bendungan. Data rekaman akselerogram untuk gempa kuat yang tersedia pada saat
ini tidak mencakup keseluruhan kisaran dari berbagai kondisi yang mungkin terjadi sehingga
dalam desain perlu dirancang suatu rekaman akselerogram buatan yang sesuai dengan
kondisi di lokasi bendungan. Rekaman akselerogram buatan ini dapat dikembangkan
dengan metode superposisi, proses stokastik atau simulasi matematik dari rekahan sesaran
(Fault Rupture Model) yaitu :
1) Metode superposisi ialah cara sederhana untuk memperoleh rekaman akselerogram
buatan dengan durasi getar, percepatan gempa puncak dan interval waktu akselerogram
tertentu. Metode ini diperoleh dengan menggunakan beberapa segmen dari rekaman
akselerogram yang pernah terjadi dan diskalakan dalam amplitudo dan interval waktu
rekaman sesuai dengan keperluan dengan faktor yang tepat. Metode yang dikenal ialah
cara Seed-Idriss (1968). Penerapannya harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena
akselerogram buatan yang diperoleh kadang-kadang kurang realistis.
2) Proses stokastik ialah suatu cara untuk memperkirakan rekaman akselerogram dengan
menggunakan white noise, filtered white noise, atau non stationary filtered white noise.

4.3.6 Evaluasi probabilistik bencana gempa (Probabilistic Seismic Hazard Evaluation)


Evaluasi probabilistik bencana gempa meliputi cara mendapatkan parameter goncangan
gempa dengan proses matematik dan statistik, hubungan antara parameter goncangan
permukaan tanah dasar dan kemungkinan terlampauinya pada periode ulang tertentu di
lokasi bendungan dengan umur bendungan tertentu. Parameter yang akan digunakan untuk
evaluasi keamanan bendungan ditentukan berdasarkan kriteria bangunan dan lokasinya.
Lokasi yang aktif atau berpotensi aktif, sesaran-sesaran dan daerah kejadian gempa disebut
sebagai daerah sumber gempa. Hubungan laju aktivitas pada setiap daerah sumber gempa
dapat membentuk elemen dasar model bencana pada lokasi yang ditinjau. Model tersebut
harus konsisten dengan kondisi geologi dan tektonik daerah yang kejadian gempanya
sedang ditinjau.

Evaluasi bencana gempa di suatu tempat akibat sumber tunggal mencakup hubungan tiga
fungsi probabilitas (Cornell, 1968; Mc.Guire, 1976; Donovan-Bornstein, 1977; Der-Kiurghian
and Ang, 1977; Kulkarni dkk, 1979) yaitu :
1) probabilitas terjadinya gempa dengan besaran tertentu pada suatu sumber gempa dalam
interval waktu yang ditentukan.
2) probabilitas terjadinya rekahan yang berkaitan dengan sumber gempa dan suatu
kejadian dengan besaran dan jarak tertentu dari lokasi yang ditinjau.
3) probabilitas terjadinya goncangan gempa di tanah dasar dengan suatu besaran gempa
dan jarak tertentu yang akan melebihi tingkat yang telah ditentukan pada lokasi itu.

10 dari 87
Pd T-14-2004-A

Dengan kombinasi ketiga fungsi tersebut, untuk setiap sumber gempa dan pengaruh dari
seluruh sumber gempa, maka probabilitas terlampauinya tingkat tertentu dari suatu
goncangan di tanah dasar pada lokasi yang ditinjau harus dihitung pada interval waktu yang
ditentukan.

Keuntungan menggunakan evaluasi probabilistik bencana gempa, ialah sebagai berikut:


1) Termasuk kontribusi gempa yang berkisar antara besaran terkecil sampai dengan
terbesar (maksimum) dari setiap sumber gempa.
2) Termasuk kontribusi seluruh sumber gempa dan seluruh jarak.
3) Hasilnya dapat digunakan untuk memilih parameter gempa desain dengan
membandingkan derajat risiko pada dua lokasi atau lebih. Probabilitas tahunan yang
disarankan untuk desain bendungan dalam menentukan goncangan di permukaan tanah
pada MCE berkisar antara 1/3000 sampai dengan dengan 1/10000 yang tergantung
pada tingkat risiko bangunan (subbab 4.4.3).

4.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan parameter evaluasi gempa


4.4.1 Umum
Dalam pemilihan parameter untuk evaluasi gempa ada tiga faktor yang perlu
dipertimbangkan yaitu :

1) tingkat kerusakan di lokasi bendungan.


2) tingkat risiko dari bangunan yang sudah selesai dibangun.
3) tipe bendungan dan potensi tipe keruntuhan.

Dalam menentukan metode yang paling tepat untuk evaluasi bendungan dan menentukan
parameter gempa berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, diperlukan keputusan teknik dan
pengalaman profesi yang memadai.

4.4.2 Pengaruh tingkat kerusakan


Secara geografis, jika beberapa tempat cenderung mengalami goncangan gempa lebih
tinggi dibandingkan dengan tempat lain. Klasifikasi tingkat kerusakan dapat dibuat
berdasarkan percepatan gempa maksimum (PGA) yang mungkin terjadi pada MDE.
Penentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan peta zona gempa yang diuraikan
dalam bab V. Tabel 1 dapat diterapkan pada lokasi dengan material fondasi yang baik
(batuan), namun, pada lokasi dengan material fondasi lanau pasiran lunak atau pasir lepas
dengan kepadatan relatif rendah yang berpotensi mengalami likuifaksi harus diterapkan lebih
berhati-hati. Tingkat kerusakan yang diuraikan dalam tabel 1 dapat digunakan sebagai
indikasi awal untuk menentukan parameter gempa yang berupa evaluasi awal, yaitu sebagai
berikut.
Tabel 1 Tingkat kerusakan menurut besarnya percepatan gempa maksimum
pada MDE
Percepatan gempa maksimum (PGA=ad) Klasifikasi tingkat
kerusakan
PGA < 0,1 g I (Rendah)
0,10 ≤ PGA < 0,25g II ( Moderat)
PGA ≥ 0,25g III (tinggi)
Tidak terdapat sesaran aktif dalam jarak 10km dari
lokasi
PGA ≥0,25g IV (ekstrem)
Sesaran aktif lebih dekat dari 10 km dari lokasi

11 dari 87
Pd T-14-2004-A

1) Pada lokasi dengan tingkat kerusakan I, parameter percepatan gempa maksimum


terkoreksi pada MDE yang dapat digunakan untuk analisis di samping metode analisis
sederhana dengan cara koefisien gempa. Jika sudah dianalisis dengan menggunakan
MDE, maka pertimbangan terhadap besaran OBE ataupun RIE tidak diperlukan lagi.
2) Pada lokasi dengan tingkat kerusakan II, parameter gempa dapat ditentukan dengan
percepatan gempa maksimum terkoreksi, ragam sambutan gempa, atau sejarah waktu
percepatan gempa. Selain itu, masih harus dipertimbangkan pengaruh tipe bendungan
dan risiko tingkat bencana di hilir yang akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.
Pertimbangan terhadap OBE tidak diperlukan karena bendungan-bendungan yang
didesain dengan baik pada tingkat kerusakan III harus dapat menahan gempa MDE
dengan asumsi hanya terjadi kerusakan sedikit.
3) Pada lokasi dengan tingkat kerusakan III, sebaiknya parameter gempa ditentukan
dengan menggunakan sejarah waktu percepatan gempa meskipun kemungkinan sudah
cukup dengan ragam sambutan gempa. Biasanya masih dibutuhkan pertimbangan
secara terpisah untuk OBE dan RIE.
4) Pada lokasi dengan tingkat kerusakan IV, sejarah waktu percepatan gempa digunakan
untuk menentukan dan memberikan dampak sesaran terhadap kedekatan lokasi (near
field) atau pengaruh arah.

4.4.3 Pengaruh tingkat risiko bangunan


Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengaruh tingkat risiko bangunan, meliputi
klasifikasi kelas risiko dan kriteria beban gempa untuk desain bendungan urugan.

4.4.3.1 Klasifikasi kelas risiko


Kelas risiko beban gempa yang harus digunakan dalam desain ditentukan oleh tingkat risiko
bangunan seperti diperlihatkan dalam tabel 2.

Tabel 2 Kriteria faktor risiko untuk evaluasi keamanan bendungan


Angka bobot dalam kurung
Faktor Risiko Ekstrem Tinggi Moderat Rendah
6 3
Kapasitas (10 m ) >100 100-1,25 1,00-0,125 < 0,125
(FRk) (6) (4) (2) (0)

Tinggi (m) > 45 45-30 30-15 < 15


(FRt) (6) (4) (2) (0)
Kebutuhan evakuasi > 1000 1000-100 100-1 0
(jumlah orang) (FRe) (12) (8) (4) (0)
Tingkat kerusakan hilir Sangat Tinggi Tinggi Agak Moderat Tidak Ada
(FRh) (12) (10) Tinggi (4) (0)
(8)

Empat faktor risiko yang harus dipertimbangkan dalam analisis ialah kapasitas waduk, tinggi
bendungan, kebutuhan evakuasi dan kerusakan di hilir. Tiap-tiap faktor risiko terbagi lagi
dalam kondisi risiko ekstrem, kondisi risiko tinggi, kondisi risiko moderat dan kondisi risiko
rendah dengan nilai bobot seperti yang tertera dalam kurung. Penentuan kelas beban gempa
dilakukan dengan menghitung faktor risiko total (FRtot) yang merupakan penjumlahan dari
faktor risiko pengaruh kapasitas waduk (FRk), tinggi bendungan (FRt), kebutuhan evakuasi
(FRe) dan pengaruh tingkat kerusakan di hilir (FRh ) dengan persamaan:

FRtot = FRk + FRt + FRe + FRh ……………………….. (3)


dengan :
FRtot adalah faktor risiko total (bobot)
FRk adalah faktor risiko pengaruh kapasitas waduk (bobot)
FRt adalah faktor risiko pengaruh tinggi bendungan (bobot)
FRe adalah faktor risiko kebutuhan evakuasi (bobot)
FRh adalah faktor risiko tingkat kerusakan hilir (bobot), diperoleh dari Pedoman Klasifikasi
Bahaya pada Bendungan
12 dari 87
Pd T-14-2004-A

4.4.3.2 Kriteria beban gempa untuk desain bendungan


Menurut faktor risiko total, kelas risiko untuk desain seperti diuraikan dalam tabel 3 terbagi
atas kelas I (rendah), kelas II (moderat), kelas III (tinggi), dan kelas IV (ekstrem). Kriteria
beban gempa ditinjau berdasarkan tabel 4 dan ditentukan menurut kelas risiko. Analisis
dilakukan dengan dua tingkat gempa, yaitu sebagai berikut.

Tabel 3 Kelas risiko bendungan dan bangunan air


Faktor risiko total Kelas risiko
(0-6) I (Rendah)
(7-18) II (Moderat)
(19-30) III (Tinggi)
(31-36) IV (Ekstrem)

1) Persyaratan tanpa kerusakan dengan periode ulang T ditentukan (OBE), sehingga beban
gempa dapat diperoleh dari peta zona gempa (bab V). Analisis dilakukan dengan cara
koefisien gempa. Kestajikan bendungan harus lebih tinggi dari faktor keamanan minimum
yang dipersyaratkan, bendungan tidak mengalami kerusakan yang serius, dan masih
tetap beroperasi, serta tidak diperlukan pekerjaan perbaikan yang menyeluruh.
2) Persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa terjadi keruntuhan dengan periode
ulang T ditentukan untuk kelas I, II, III, dan IV sehingga percepatan gempa maksimum di
permukaan tanah dapat diperoleh dari peta zona gempa (bab V). Analisis dilakukan
dengan cara dinamik dengan menggunakan ragam sambutan gempa atau sejarah waktu
percepatan gempa. Bendungan harus mampu menahan gempa desain MDE tanpa
keruntuhan atau diperkenankan ada kerusakan dengan alihan tetap tidak melampaui 50
% dari tinggi jagaan.

Tabel 4 Kriteria beban gempa untuk desain bendungan


Kelas risiko Persyaratan tanpa Persyaratan diperkenankan ada kerusakan
dengan masa kerusakan tanpa keruntuhan
guna
T Metode T Metode
(thn) Analisis (tahun) Analisis
IV 100 – 200 Koef Gempa 10.000 Koef.gempa atau dinamik *
N=50-100 ad ≥ 0,1 g (MDE)

III 50 – 100 Koef Gempa 5000 Koef. gempa atau dinamik *


N=50-100 ad ≥ 0,1 g (MDE)

II 50-100 Koef Gempa 3000 Koef. gempa atau dinamik *


N=50-100 ad ≥ 0,1 g (MDE)

I 50-100 Koef Gempa 1000 Koef. gempa atau dinamik *


N=50-100 ad ≥ 0,1 g (MDE)

Catatan :
1) Untuk bendungan besar dengan kondisi geologi setempat yang khusus, Peta Zona Gempa
dalam bab V tidak dapat digunakan, dan perlu dilakukan studi gempa tersendiri.
2) Analisis dinamik dapat dilakukan dengan analisis ragam sambutan gempa atau sejarah
waktu percepatan gempa.
*) Penjelasan lebih terperinci periksa tabel 17.

4.4.4 Pengaruh tipe bendungan


Pengaruh tipe bendungan, tipe keruntuhan, tingkat bahaya kerusakan pada lokasi dan kelas
risiko bangunan harus dipertimbangkan dalam menentukan parameter gempa. Pengalaman
profesi sangat diperlukan untuk menentukan faktor-faktor, yang dapat mempengaruhi
persyaratan parameter evaluasi gempa. Buku pedoman ini tidak secara khusus menguraikan
metode analisis bendungan yang paling sesuai terhadap pengaruh kombinasi beban gempa
13 dari 87
Pd T-14-2004-A

dengan beban lainnya serta kriteria evaluasi perilaku yang dapat diterapkan. Tetapi,
pengaruh dari berbagai macam analisis dan tipe bendungan urugan serta kemungkinan tipe
keruntuhan yang diterapkan terhadap pemilihan parameter evaluasi gempa akan ditinjau
secara umum dalam uraian berikut ini.
Metode yang paling lengkap untuk menentukan beban gempa ialah metode dengan
menggunakan tiga komponen goncangan gempa yang saling tegak lurus, yaitu dua
horisontal dan satu vertikal. Ketiga komponen tersebut tidak selalu diperlukan seluruhnya
karena tergantung dari analisis yang digunakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengaruh beban gempa pada desain
bendungan urugan meliputi : aspek keamanan dan pencegahan kerusakan serta keruntuhan
bendungan.

4.4.4.1 Aspek keamanan


Berbagai macam ketidakstajikan bendungan urugan yang dilanda goncangan gempa
meliputi tiga tipe, yaitu:
1) ketidakstajikan akibat penurunan kekuatan geser material urugan atau material fondasi
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori sehingga mengakibatkan terjadi
proses likuifaksi.
2) ketidakstajikan akibat deformasi yang berlebihan berupa longsoran lereng secara rotasi
dan planar, perosokan, dan retakan pada bendungan yang disebabkan oleh
peningkatan tegangan geser akibat beban gempa.
3) ketidakstajikan akibat gelombang tinggi pengaruh gempa yang dapat menyebabkan
terjadinya pelimpahan yang melewati tubuh bendungan.

Untuk mengetahui tingkat kestajikan bendungan dapat dilakukan analisis dengan metode
simplifikasi, misalnya dengan cara koefisien gempa, cara Newmark (1968), Makdisi & Seed
(1978), atau prosedur terpeterperinci yang menggunakan cara elemen hingga dengan
anggapan material berperilaku linier atau nonlinier. Jika tidak dicurigai adanya penurunan
kuat geser material yang disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori sehingga tidak
mengakibatkan terjadi proses likuifaksi, maka prosedur analisis dapat dilakukan dengan cara
simplifikasi.
Untuk memperkirakan perilaku bendungan urugan pada kelas risiko ataupun tingkat
kerusakan tinggi, sebaiknya digunakan prosedur analisis yang terperinci misalnya cara
analisis elemen hingga (finite element method). Dalam analisis ini diperlukan data sejarah
waktu percepatan gempa sebagai parameter evaluasi gempa. Bendungan urugan
mempunyai periode predominan yang berkisar antara 0,5 sampai dengan dengan 1,5 detik,
sehingga untuk penggunaan dalam analisis elemen hingga, interval bacaan asselerogram
desain bervariasi antara 0,01 detik sampai dengan dengan 0,05 detik.

4.4.4.2 Desain pencegahan kerusakan bendungan


Dalam desain bendungan yang kemungkinan mengalami permasalahan keruntuhan
diperlukan pencegahan dengan analisis yang kompleks. Penerapan secara sederhana dari
langkah-langkah penangkal yang baik untuk mencegah pengaruh kerusakan akibat gempa
bumi, antara lain:
1) tinggi jagaan yang cukup untuk mengatasi penurunan berlebihan atau pergeseran
sesaran aktif.
2) zona transisi yang cukup lebar yang terbuat dari material nonkohesif untuk mencegah
retakan berkelanjutan dan pengaruh gelombang air.
3) drainase tegak di bagian tengah (inti) bendungan tanah.
4) Zona drainase yang cukup lebar untuk mencegah kemungkinan aliran air rembesan
mengalir melalui daerah yang retak.
5) zona inti yang cukup lebar dari material yang cukup plastis supaya tidak mudah retak.
6) gradasi filter yang baik di sebelah udik dan hilir zona inti untuk menghambat
kemungkinan adanya retakan.

14 dari 87
Pd T-14-2004-A

7) puncak bendungan yang tinggi yang akan mencegah erosi di dalam setiap kejadian
pelimpahan dan pengaruh gelombang air.
8) pelebaran bagian inti bendungan pada bidang kontak di ebatmen.
9) penempatan inti yang baik untuk memperkecil derajat kejenuhan dari material.
10) kestabilan lereng hilir waduk untuk mencegah menggesernya ke arah waduk
11) pengadaan terperinci yang khusus untuk mencegah kemungkinan adanya potensi
pergeseran sesaran antara permukaan fondasi bendungan.
12) penyediaan kualitas bahan urugan batu yang baik sehingga air dapat mengalir dengan
bebas.
13) penggaliani material fondasi yang berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian
hari (misalnya lanau pasiran dan pasir lepas yang berpotensi mengalami likuifaksi).

4.5 Analisis stabilitas bangunan pengairan lainnya


Untuk desain bangunan pengairan tahan gempa lainnya, seperti bangunan sadap, bangunan
silang, tanggul penutup (tanggul banjir), dan tembok penahan lainnya perlu dilakukan
analisis stabilitas bangunan dengan mengikuti prosedur yang dianjurkan pada tabel 5.

Tabel 5 Prosedur analisis yang dianjurkan untuk bangunan pengairan


No. Jenis Bangunan Kelas Risiko Periode Ulang Metode
Dengan Masa guna T (tahun) Analisis
1 Bangunan Pengairan V 20-50 Ba
Permanen seperti : N=20-50
• bangunan sadap,
• bangunan silang,
• tanggul penutup,
• tanggul banjir,
• tembok penahan,
• lain-lain.

2 Bangunan Pengairan VI - Tidak perlu


Semi Permanen : dianalisis
Catatan :
Ba = Untuk bangunan pengairan dengan H ≤ 15m, analisis dilakukan dengan metode koefisien gempa dengan
persamaan (48) dan (49); jika H > 15m analisis harus menggunakan kelas risiko IV pada tabel 17.

5 Peta zona gempa


5.1 Risiko gempa (seismic risk)
Peta percepatan gempa boleh jadi untuk periode ulang 10, 20, 50, 100, 200, 500, 1000,
5000, dan 10000 tahun yang kemudian digabungkan menjadi satu peta zona gempa dapat
digunakan untuk memprediksi percepatan gempa untuk periode ulang tertentu. Tetapi,
dalam prakteknya kadang-kadang diperlukan probabilitas terjadinya atau terlampauinya
suatu percepatan gempa maksimum di permukaan tanah untuk suatu masa guna bangunan.
Beberapa persamaan penting yang dapat digunakan untuk menghitung probabilitas atau
risiko diuraikan sebagai berikut :
Tabel 6 Risiko gempa untuk berbagai masa guna dan periode ulang
T RN (%) dengan masa guna bangunan dalam tahun
(thn) 10 20 50 100 200 500 1000
5 89,3 98,9 100 100 100 100 100
10 65,1 87,8 98,5 100 100 100 100
20 40,1 64,2 92,3 99,4 100 100 100
50 18,3 33,2 63,6 86,7 98,2 100 100
100 9,6 18,2 39,5 63,4 86,6 99,3 100
200 4,9 9,5 22,2 39,4 63,3 91,8 99,3
500 2,0 3,9 9,5 18,1 33,0 63,3 86,5
1000 1,0 2,0 4,9 9,5 18,1 39,4 63,2
2000 0,5 1,0 2,5 4,9 9,5 22,1 39,4
5000 0,2 0,4 1,0 2,0 3,9 9,5 18,1
10000 0,1 0,2 0,5 1,0 1,6 4,9 9,5

15 dari 87
Pd T-14-2004-A

T = 1/ RA .....................…………………………………….(4)
RN = 1 – (1 – RA)N ...........…………………………………….(5)
dengan :
T adalah periode ulang rata-rata (tahun)
RA adalah risiko tahunan atau annual risk (-)
N adalah masa guna bangunan (tahun)
RN adalah risiko atau probabilitas terjadinya percepatan gempa dalam waktu N tahun (-).
Pada tabel 6 diperlihatkan hubungan antara RN, N dan T. Jika untuk desain ditentukan
probabilitas terjadinya RN ialah 10% dalam 50 tahun (N), maka dari tabel 6 dapat diperoleh
T= 475 tahun. Dengan demikian untuk memperkirakan percepatan gempa maksimum di
permukaan tanah, maka dapat dipilih peta percepatan gempa boleh jadi dengan periode
ulang yang mendekati 475 tahun atau peta dengan T=500 tahun.

5.2 Prosedur pembuatan peta zona gempa


Dalam penyusunan peta zona gempa untuk Kepulauan Indonesia telah dilaksanakan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :

1) Pemilihan fungsi atenuasi dilakukan dengan memilihnya dari berbagai literatur. Dalam
penyusunan peta ini digunakan persamaan atenuasi dari Fukushima & Tanaka (1990),
seperti diperlihatkan pada persamaan (6) berikut ini :

Log10 (ag)=0,41Ms–Log10(R + 0,032 x 100,41M) – 0,0034 R + 1,3 ……(6)

dengan :
ag adalah percepatan gempa maksimum di permukaan tanah (gal = cm/det2)
R adalah jarak hiposentrum (km)
Ms adalah magnetudo gempa.

2) Penentuan daerah sumber gempa pada zona subduksi diperoleh dengan menggunakan
peta frekuensi kejadian gempa untuk Ms≥5; Ms≥6; Ms≥7 yang datanya diperoleh dari
USGS untuk gempa dangkal (< 100km) dengan lama pengamatan 100 tahun. Peta ini
dapat dilihat dari hasil studi yang telah dilakukan [Najoan, 1996]. Untuk pekerjaan
analisis ini, kepulauan Indonesia dibagi dalam 5 wilayah yaitu sebagai berikut :

a) Wilayah Sumatera dengan daerah sumber gempa berjumlah 138, periksa gambar 2.
Setiap daerah sumber gempa mempunyai parameter jumlah kejadian gempa n per
100 tahun observasi untuk interval Ms = 5,5, 6,5 dan 7,5. Data ini merupakan data
masukan yang akan digunakan dalam program SEISRISK III untuk menghitung nilai β
= -2,303b (b ialah konstanta sifat tektonik daerah sumber gempa dari model
Gutenberg-Richter) dan jumlah kejadian gempa tahunan N1(M).
b) Wilayah Jawa dengan daerah sumber gempa berjumlah 35, periksa gambar 3.
c) Wilayah Bali, Nusa Tenggara dan Timor Timur dengan daerah sumber gempa
berjumlah 48, periksa gambar 4.
d) Wilayah Kalimantan dan Sulawesi dengan daerah sumber gempa berjumlah 118,
periksa gambar 5.
e) Wilayah Irian Jaya dengan daerah sumber gempa berjumlah 56, periksa gambar 6.

3) Penentuan parameter aktivitas gempa pada sesaran aktif diperoleh dengan


menggunakan persamaan dari Wells dan Coppersmith (1994) sebagai berikut:

Mmax = 5,08 + 1,16 Log L ………………………. (7)


Tmax =(1000/slip-rate)x10 (-5,46 + 0,82 x Mmax) …………………..
(8)
(a – b. Mmax)
N1(Mmax) = 1/ Tmax = 10 …….. (9)

16 dari 87
Pd T-14-2004-A

dengan :
Mmax adalah magnetudo gempa maksimum yang dapat terjadi
L adalah panjang segmen patahan (km)
Tmax adalah periode ulang dari gempa maksimum (tahun)
Slip rate adalah pergerakan sesaran (mm/tahun)
a, b adalah konstanta
N1(Mmax) adalah jumlah kejadian gempa dengan Mmax per tahun.

Untuk menghitung periode ulang pada magnetudo lainnya, dapat digunakan persamaan
(8) dengan memasukkan nilai Mmax sama dengan nilai yang diinginkan (misalnya M = 5, 6
dan 7). Konstanta a dan b dapat diperoleh dari persamaan (9) dengan menggunakan 2
nilai magnetudo yaitu pada Mmax dan Ms=5. Data sesaran aktif yang digunakan untuk
analisis risiko gempa dapat dilihat di wilayah Sumatera, yaitu berjumlah 14 segmen
(gambar 2), di wilayah Jawa 2 segmen (gambar 3), dan di wilayah Irian Jaya 8 segmen
(gambar 6). Parameter dari setiap segmen sesaran dapat diperiksa pada tabel 7.

4) Data yang diuraikan pada 1), 2) dan 3) merupakan data masukan untuk analisis risiko
gempa yang menggunakan program SEISRISK III (BENDER & PERKINS 1987).
Perhitungan dilakukan pada berbagai koordinat yang penting di wilayah Sumatera, Jawa,
Bali, Nusa Tenggara, Timor Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya,
dengan tujuan agar dapat dibuat peta kontur percepatan gempa maksimum bolehjadi di
permukaan tanah untuk periode ulang 10, 20, 50, 100, 200, 500, 1000, 5000 dan 10000
tahun. Peta percepatan gempa maksimum boleh jadi ini tidak dilampirkan dalam
pedoman ini.

5) Dalam penggunaannya, percepatan gempa maksimum dari hasil perhitungan pada


setiap koordinat di Kepulauan Indonesia dibagi dengan percepatan gempa maksimum
yang terjadi di Jakarta pada periode ulang 10, 20, 50, 100, 200, 500,1000, 5000, dan
10000 tahun. Rasio rata-rata dari percepatan gempa maksimum di tiap-tiap koordinat
dengan percepatan gempa maksimum di Jakarta untuk periode ulang 10 sampai dengan
dengan 10000 tahun digambarkan berupa kontur koefisien zona dalam peta zona gempa
untuk daerah Indonesia yang dapat diperiksa pada gambar 7. Berdasarkan kontur pada
zona gempa, daerah Indonesia dapat dibagi menjadi 6 zona gempa, yaitu zona A, B, C,
D, E dan F. Besarnya nilai koefisien zona tersebut dapat dilihat pada tabel 8. Dari peta
zona gempa dapat diperoleh percepatan gempa maksimum di permukaan tanah dengan
menggunakan persamaan (10).

17 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 2 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Sumatera

18 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 3 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa untuk Jawa

19 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 4 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa


untuk Bali dan Nusa Tenggara

20 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 5 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa


untuk Kalimantan dan Sulawesi

21 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 6 Daerah sumber gempa dan parameter kejadian gempa


untuk Maluku dan Irian Barat

22 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 7 Peta zona gempa Indonesia

23 dari 87
Pd T-14-2004-A

Tabel 7 Parameter sesaran aktif yang digunakan untuk analisis risiko gempa
No Nama sesaran L Mmax Slip rate Tmax N1(Mmax) N1(M=5) b a N1(M=6) N1(M=7)
Sesa (km) (mm/thn ((tahun)
ran )
1 Sunda 52,2 7,0725 11 198,6 0,005034 0,251995 0,82 3,51 0,0381 0,00577
2 Ranau 158 7,6304 11 569,6 0,001756 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
3 Keruh Dempo 82,9 7,3055 11 308,4 0,003242 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
4 Kaba 73,3 7,2435 11 274,3 0,003645 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
5 Sumbing-Kataun 149,1 7,6012 11 539,0 0,001855 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
6 Keterperinci 165,8 7,6547 11 596,3 0,001677 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
7 Singkarak 55,3 7,1016 11 209,8 0,004766 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
8 Bukittinggi 64,4 7,1783 11 242,6 0,004123 0,251995 0,82 3,50 0,0381 0,00577
9 Lubuksikaping 256,6 7,8747 16 621,1 0,00161 0,366539 0,76 3,38 0,0555 0,00840
10 Sorik-Merapi 143,7 7,5826 5 1144 0,000873 0,114543 0,95 3,82 0,0173 0,00262
11 Toba 210,2 7,7743 27 304,5 0,003285 0,618534 0,68 3,19 0,0936 0,01417
12 Alas 174,2 7,6796 27 254,6 0,003927 0,618534 0,67 3,16 0,0936 0,01417
13 Aceh 210,2 7,7743 10 822,0 0,001216 0,229087 0,84 3,54 0,0347 0,00525
14 La Teuba 79,5 7,2844 10 326,0 0,003067 0,229087 0,84 3,55 0,0347 0,00525
15 Lembang 24,9 6,6996 2 540,3 0,001851 0,045817 0,83 2,84 0,0069 0,00105
16 Banyumas 100,4 7,4020 2 2035 0,000491 0,045817 0,82 2,76 0,0069 0,00105
17 Sorong (01) 268,8 7,898 21 494,6 0,00202 0,481082 0,82 3,88 0,07281 0,01102
1
18 Yapen (02) 168,0 7,661 21 316,3 0,003164 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
4
19 Yapen (03) 190,4 7,360 21 179,1 0,005585 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
20 Meervlakte (4A) 78,40 6,974 21 86,39 0,011575 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
21 Meervlakte (4B) 112,0 7,457 21 215,0 0,004650 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
22 Meervlakte (4C) 134,4 7,549 21 255,8 0,003909 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
23 Meervlakte (4D) 201,6 7,753 21 376,0 0,002659 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
24 Meervlakte (4E) 168,0 7,661 21 316,1 0,003164 0,481082 0,82 3,78 0,07281 0,01102
25 Tarera 134,4 7,550 21 256.3 0.003901 0.481082 0.82 3.94 0.07281 0.01102
Aduma(05)

Tabel 8 Koefisien zona pada zona A,B,C,D,E,F


Koefisien zona Z
Zona
A 0,10-0,30
B 0,30-0,60
C 0,60-0,90
D 0,90-1,20
E 1,20-1,40
F 1,40-1,60

5.3 Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah


Perhitungan percepatan gempa maksimum di permukaan tanah dapat langsung diperoleh
dengan menggunakan peta zona gempa dengan cara sebagai berikut :
1) Daerah Indonesia dibagi dalam enam zona gempa yaitu A, B, C, D, E dan F dengan tiap-
tiap koefisien gempanya.

2) Percepatan gempa diperoleh berdasarkan pada peta zona gempa, koefisien zona
gempa, dan percepatan gempa dasar yang dihitung dengan persamaan berikut.

ad = Z x ac x v ………………………….. (10)

dengan :
ad adalah percepatan gempa maksimum yang terkoreksi di permukaan tanah (gal)
ac adalah percepatan gempa dasar, periksa tabel 9.
Z adalah koefisien zona, periksa gambar 7.
v adalah koreksi pengaruh jenis tanah setempat, periksa tabel 10.

24 dari 87
Pd T-14-2004-A

Tabel 9 Percepatan gempa dasar untuk berbagai periode ulang


T ac
(tahun) (gal)
10 90
20 120
50 160
100 190
200 220
500 250
1000 280
5000 330
1000 350

Tabel 10 Faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat


Kelompok Jenis Tanah Periode predominan Koreksi
Ts(detik) (v)
1 Batuan Ts ≤ 0,25 0,80
a) Perlapisan terbentuk sebelum periode kuarter
disebut batuan.
b) Lapisan diluvial di atas lapisan batuan dengan
tebal kurang dari 10 m
2 Diluvium 0,25 < Ts ≤ 0,50 1,00
a) Lapisan diluvial di atas lapisan batuan dengan
tebal lebih dari 10 m
b) Lapisan aluvial di atas lapisan batuan dengan
tebal kurang dari 10 m.
3 Aluvium 0,50 < Ts ≤ 0,75 1,10
a) Lapisan aluvial di atas lapisan batuan dengan
tebal kurang dari 25 m
b) Lapisan aluvial di atas lapisan batuan dengan
tebal kurang dari 25 m dan lapisan aluvial lunak
kurang dari 5 m.
4 Aluvium lunak Ts > 0,75 1,20
a) Lapisan tanah pasiran jenuh air dengan tebal
kurang dari 10m dari permukaan dengan NSPT ≤
10 pkl/30cm penetrasi.
b) Lapisan tanah kohesif atau lanauan lunak
ditemukan mulai pada kedalaman 3 m dari
2
permukaan dengan nilai cu ≤ 0,25 kg/cm dari uji
lapangan.
Catatan :
(1) Yang termasuk dalam lapisan diluvial ialah lapisan pasir padat, kerikil pasiran, kerikil bongkahan, dan lempung
keras.
(2) Yang termasuk dalam lapisan aluvial ialah lapisan endapan baru seperti endapan sungai, dan longsoran.

3) Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah harus dikoreksi terhadap pengaruh


jenis tanah setempat yang berdasarkan
a) periode predominan dari perlapisan tanah yang dibagi dalam 4 kelompok, seperti
diperlihatkan pada tabel 10.
b) nilai periode predominan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Ts = 1,25 Tp ……………………………. (11)


4Hi
Tp = ∑ni=1 ( ) …………………………… (12)
Vsi
Vs dihitung dengan menggunakan persamaan (13) dan (14) atau diuji di laboratorium
dengan menggunakan uji kolom resonansi (resonant column test) atau diuji di
lapangan dengan uji lubang silang (cross hole test).

Vs = 100 N1/3 ; untuk tanah kohesif …………….. (13)


Vs = 80 N1/3 ; untuk tanah nonkohesif ………… (14)
dengan :
Ts adalah periode predominan perlapisan tanah dengan regangan besar pada
waktu terjadi gempa (detik)
Tp adalah periode predominan perlapisan tanah dengan regangan kecil (detik)

25 dari 87
Pd T-14-2004-A

Hi adalah tebal perlapisan ke i (m)


Vsi adalah cepat rambat gelombang geser pada lapisan tanah ke i (m/detik)
NSPT adalah nilai uji penetrasi standar (SPT)
Vs adalah cepat rambat gelombang geser (m/detik)
n adalah jumlah lapisan.

c) Bagi batuan dasar yang merupakan batas terdalam harus ditentukan lapisan yang
mempunyai nilai Vs lebih dari 280 m/detik.

5.4 Ragam percepatan gempa desain


Dalam analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa pada umumnya digunakan
data ragam percepatan gempa desain yang diperoleh dari hasil pencatatan akselerograf.
Oleh karena itu, telah dikumpulkan hasil pencatatan akselerograf dari Jepang, yang berupa
277 rekaman berasal dari 68 kejadian gempa dengan besarnya gempa berkisar antara 4,5
sampai dengan 8,0 dan kedalaman fokusnya kurang dari 60 km. Data ragam percepatan
gempa desain perlu diubah terlebih dahulu menjadi ragam percepatan gempa penormalan
dengan cara membagi nilai ragam percepatan gempa pada setiap periode percepatan
gempa maksimum yang tercatat.
Ragam percepatan gempa penormalan dibagi dalam empat kelompok (sesuai dengan
penggolongan dalam tabel 10) yang setiap kelompoknya mempunyai satu ragam percepatan
gempa penormalan dengan koefisien redaman D = 5 % (lihat gambar 8, 9 10, dan 11).
Ragam percepatan gempa penormalan dengan D≠ 5% dikoreksi dengan menggunakan
persamaan berikut.

San = Sa5 x Cn ………………….. (15)


dengan :
San adalah ragam percepatan gempa penormalan untuk D ≠ 5% (-)
Sa5 adalah ragam percepatan gempa penormalan untuk D = 5% (-)
Cn adalah koefisien koreksi untuk D≠ 5% dengan menggunakan gambar 12 (-).

3.0

2.5

D = 5%

2.0

1.5

1.0

0.5

Ï
Sa/ad 0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

Gambar 8 Ragam percepatan gempa penormalan untuk fondasi batuan
(Ts ≥ 0,25 detik)

26 dari 87
Pd T-14-2004-A

3.0

2.5

D = 5%
2.0

1.5

1.0

0.5

Ï
Sa/ad 0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

Gambar 9 Ragam percepatan gempa penormalan untuk
fondasi diluvium (0,25 <Ts ≤ 0,50 detik)

3.0

2.5

D = 5%

2.0

1.5

1.0

0.5

Ï
Sa/ad 0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

Gambar 10 Ragam percepatan gempa penormalan untuk
fondasi aluvium (0,50 <Ts ≤ 0,75detik)

27 dari 87
Pd T-14-2004-A

3.0

2.5

D = 5%
2.0

1.5

1.0

0.5

Ï
Sa/ad 0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

Gambar 11 Ragam percepatan gempa penormalan untuk
fondasi aluvium lunak (Ts > 0,75detik)
Faktor koreksi, Cn

Koefisien redaman, D
Gambar 12 Faktor koreksi Cn untuk menentukan ragam percepatan gempa penormalan
dengan D tidak sama dengan 5%

28 dari 87
Pd T-14-2004-A

6 Proses likuifaksi dan gempa imbas


6.1 Likuifaksi pada tanah pasiran
6.1.1 Lapisan tanah pasiran
Jenis lapisan tanah pasiran yang jenuh air cenderung mengalami likuifaksi pada waktu ada
gempa sehingga daya dukung batasnya harus dikoreksi. Hal ini biasanya dijumpai pada
1) kedalaman lapisan tanah kurang dari 20 m dari permukaan tanah,
2) kedalaman muka air tanah kurang dari 10 m,
3) butiran tanah D50 pada grafik analisis gradasi butir mempunyai nilai antara 0,02 mm
sampai dengan dengan 2,0 mm.

6.1.2 Analisis potensi likuifaksi


Analisis potensi likuifaksi pada lapisan tanah pasiran dapat dilakukan dengan menghitung
faktor keamanan terhadap likuifaksi melalui rumus-rumus berikut :

Rp
Fp = …………………………………………………. (16)
L
0.5
 N 
Rt = 0,0882  ' SPT  ……………………………….. (17)
 σ v + 0,7 
Rp = Rt + 0,19 ; 0,02 mm < D50 < 0,05 mm ……………. (18a)

 0.35 
Rp = Rt + 0,225 log10   ; 0,05 mm < D50 < 0,60 mm …(18b)
 D50 
Rp = Rt – 0,05 ; 0,60 mm < D50 < 2,00 mm ……………… (18c)
σv'
L = rd Kh ………………………………… (19)
σv
rd = 1,0 – 0,015 z ………………………………… (20)

dengan :
Fp adalah faktor keamanan terhadap likuifaksi; jika Fp<1 dianggap terjadi proses likuifaksi;
Rp adalah ketahanan elemen tanah terhadap beban dinamik (-)
L adalah beban-beban dinamik yang terimbas akibat goncangan gempa (-)
z adalah kedalaman lapisan tanah dari permukaan tanah asli (m)
Kh adalah koefisien gempa (-)
σv adalah tegangan vertikal total (kg/cm2)
σv’ adalah tegangan vertikal efektif (kg/cm2)
Nspt adalah nilai uji penetrasi standar (SPT)

6.1.3 Koreksi daya dukung batas


Daya dukung batas dari lapisan tanah pasiran yang dapat mengalami proses likuifaksi dan
mempunyai kedalaman kurang dari 20 m dari permukaan tanah harus dikoreksi dengan
mengalikan daya dukung tanah semula dengan faktor reduksi De (lihat tabel 11).

29 dari 87
Pd T-14-2004-A

Tabel 11 Faktor reduksi daya dukung batas pada material


yang mengalami likuifaksi
Fp Kedalaman z (m) Faktor reduksi De

Fp < 0,6 z < 10 0


10 < z < 20 1/3

0,6 < Fp < 0,8 z < 10 1/3


10 < z < 20 2/3

0,8 < Fp < 1,0 z < 10 2/3


10 < z < 20 1

Fp > 1,0 - 1

6.2 Pengaruh gempa imbas pada waktu pengisian waduk


6.2.1 Terjadinya gempa imbas
Gempa imbas yang terjadi pada waktu pengisian waduk besar dengan pusat yang berjari-jari
lebih kecil daripada 10 km biasanya terjadi pada:
1) bendungan yang tingginya melebihi 100 m atau volume air tampungan melebihi 1000 juta
m3;
2) daerah dengan tingkat kegempaan sedang, dan dekat dengan sesaran normal atau
sesaran mendatar yang aktif;
3) waktu beberapa bulan atau beberapa tahun setelah pengisian waduk, dan biasanya
makin berkurang setelah sepuluh tahun.

6.2.2 Penyebab utama gempa imbas


Kejadian gempa imbas tergantung pada jenis batuan sebagai dasar kolam waduk. Semakin
porus batuan itu, semakin cepat terjadinya gempa imbas. Penyebab utama terjadinya
gempa imbas ialah :
1) berat sendiri air waduk yang dapat meningkatkan tegangan dalam batuan dasar;
2) peningkatan tekanan air pori pada waktu pengisian waduk yang akan menurunkan
tegangan efektif batuan sehingga kekuatan geser batuan juga menurun.

Tabel 12 Klasifikasi gempa imbas menurut besaran gempa


Kelas Besaran gempa imbas Kategori

I M > 6,0 kuat


II 3,0 < M < 5,9 sedang
III M < 3,0 lemah

6.2.3 Klasifikasi gempa imbas


Gempa imbas dapat dibagi atas tiga kelas menurut besaran gempanya seperti diuraikan
dalam tabel 12.

6.2.4 Tingkat gempa imbas


Berdasarkan hasil pencatatan kejadian di berbagai tempat di dunia, desain bangunan air
akibat gempa imbas dapat dilakukan dengan menggunakan dua tingkat gempa imbas
sebagai berikut :
1) pada persyaratan tanpa kerusakan digunakan besaran gempa maksimum rata-rata M =
4,75 , kedalaman fokus = 5 km, dan jarak pusat = 5 km dari bendungan;
2) pada persyaratan maximum credible earthquake (MCE) digunakan besaran gempa
maksimum M = 6,5 ; kedalaman fokus = 2 km dan jarak pusat = 2 km.
30 dari 87
Pd T-14-2004-A

7 Penentuan parameter dinamik tanah dan batuan


7.1 Penjelasan umum
Dalam pelaksanaan analisis respons dinamik akibat gaya-gaya gempa bumi pada perlapisan
tanah dan tubuh bendungan dibutuhkan dua parameter utama, yaitu:
1) aselerogram desain di permukaan batuan dasar dengan metode superposisi dan metode
stokastik ;
2) parameter dinamik dari material perlapisan tanah dan tubuh bendungan.

Dalam pedoman ini metode penentuan parameter dinamik yang dibutuhkan untuk analisis
respons dinamik diperhitungkan akibat gaya-gaya gempa bumi, fondasi mesin, dan angin,
gelombang air, serta gaya kejut lainnya. Dua parameter dinamik tersebut ialah modulus
geser (G) dan rasio redaman (D). Besarnya modulus geser ataupun rasio redaman,
tergantung pada regangan geser, γ.
Modulus geser dapat diperoleh baik dari hasil uji lapangan ataupun dari uji laboratorium,
namun, rasio redaman hanya dapat diperoleh dari hasil uji laboratorium.
Parameter dinamik tanah yaitu modulus geser, rasio redaman dan hubungan antara G/Gmax
dengan regangan geser γ dan rasio redaman dengan regangan geser γ dapat diperoleh
melalui tiga metode yaitu sebagai berikut:
a) Uji lapangan dengan menggunakan cara geofisik melalui uji crosshole dan uji suspension
PS logging dan cara empirik melalui uji penetrasi standar (SPT) dan uji penetrasi statik
(CPT). Dalam metode ini hanya diperoleh kecepatan rambat gelombang geser (Vp dan
Vs) dan melalui perhitungan dapat diperoleh modulus geser pada regangan kecil (Gmax)
atau sebaliknya.
b) Uji laboratorium menggunakan alat resonant column dan triaxial dinamik. Untuk
regangan geser kecil (<10-3%) digunakan alat resonant column dan untuk regangan
besar (>10-3%) digunakan alat triaxial dinamik.
c) Metode empiris yang diperoleh dari literatur.

7.2 Metode uji lapangan


7.2.1 Hubungan antara modulus geser dan kecepatan rambat gelombang geser
Hubungan antara modulus geser dan kecepatan rambat gelombang geser dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut:
Gmax = ρ x V2 smax ………(22)
G = ρ x V2 s ….………(23)
ρ = γt / g ….……(24)

dengan :
Gmax : modulus geser maksimum pada regangan geser γ < 10-4%
G : modulus geser pada regangan geser γ > 10-4%
Vsmax : kecepatan rambat gelombang geser pada regangan kecil < 10-4 %
Vs : kecepatan rambat gelombang geser pada regangan geser γ>10-4%
γt : berat volume total
ρ : kerapatan massa
g : gravitasi

Jika Vsmax dan berat volume tanah diketahui, Gmax dapat dihitung.

7.2.2 Metode uji crosshole


Uji crosshole dilakukan di dalam lubang bor untuk itu diperlukan minimal dua lubang bor,
tetapi dianjurkan dengan tiga lubang bor.

31 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 13 Lubang bor untuk uji crosshole

Sumber getar (source= bahan peledak) diledakkan pada kedalaman tertentu pada bor 1
(periksa gambar 13). Dalam lubang bor 2 pada kedalaman yang sama dengan letak sumber
getar dipasang penerima (geofon) untuk membaca waktu tibanya gelombang primer (tp) dan
waktu tibanya gelombang sekunder (ts) yang dihubungkan ke alat baca yang ada di
permukaan tanah. Jarak antara 2 lubang bor (L) harus diukur secara teliti, karena
merupakan salah satu parameter yang diperlukan untuk menghitung kecepatan rambat
gelombang primer (Vp) dan gelombang sekunder (Vs) menggunakan persamaan berikut :

Vp = L/tp …………………………………(25)
Vs = L/ts ………………………………….(26)
E (1 − υ ) 2 G (1 − υ ) ……(27)
Vp = =
ρ (1 + υ )(1 − 2υ ) ρ (1 − 2υ )
Vs =
G …………………………………(28)
ρ
dengan :
tp adalah waktu tiba gelombang primer;
ts adalah waktu tiba gelombang sekunder;
L adalah jarak antara lubang bor;
E adalah modulus elastisitas;
µ adalah angka Poisson.

Sebagai contoh diperlihatkan suatu percobaan dalam 2 lubang bor yang berjarak L=5,00 m.
Pada gambar 14 diperlihatkan hasil pembacaan pada trigger dengan sumber getaran mulai
terbaca pada 12 mikrodetik, tp =14-12= 2 mikrodetik, dan ts = 35-12 =23 mikrodetik. Dengan
demikian Vs= 5/0,023 =217 m/det; Vp=5/0,002 = 2500 m/det.

Gambar 14 Pencatatan hasil uji crosshole

32 dari 87
Pd T-14-2004-A

7.2.3 Uji suspension PS logging


Uji suspension PS logging dilakukan dalam 1 lubang bor dan harus terletak di bawah muka
air tanah. Peralatan sistem suspension PS logging yang dapat diperiksa pada gambar 15
terdiri atas berikut ini:
1) Dua sensor yaitu sensor bagian atas dan sensor bagian bawah, yang berjarak 1,00 m
(L).
2) Setiap sensor dilengkapi 1 hidrofon dan 2 geofon. Hidrofon berfungsi untuk mendeteksi
gelombang primer dan geofon berfungsi untuk mendeteksi gelombang sekunder (geser).
Kedua geofon yang terpasang pada setiap sensor diletakkan secara kebalikannya, agar
dapat mendeteksi gelombang geser yang berbalikan. Hal ini terutama digunakan untuk
mengetahui tingkat kebenaran dari hasil pengujian.
3) Sumber getar yang berupa palu (periksa gambar 16) dikontrol dari alat baca suspension
170, yaitu komponen gelombang S terjadi akibat pergerakan palu ke arah horisontal dan
komponen gelombang P terjadi akibat pukulan palu pada dinding. Palu yang memukul
dinding menimbulkan gelombang melalui media air dan merambat melalui tanah,
sehingga terbaca pada sensor.

Gambar 15 Alat uji suspension PS logging Gambar 16 Struktur sumber getar dan
komponen terjadinya gelombang

4) Pada gambar 17 dan 18 diperlihatkan contoh hasil uji suspension PS logging.


Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan (25) dan (26).

Gambar 17 Hasil uji suspension PS logging Gambar 18 Ikhtisar hasil uji dalam 1 lubang bor
pada satu titik
33 dari 87
Pd T-14-2004-A

7.2.4 Cara empiris untuk memperkirakan modulus geser maksimum dan cepat
rambat gelombang geser
Dalam penyelidikan geoteknik di lapangan, uji penetrasi standar (SPT) dan uji penetrasi
statik (CPT) banyak digunakan untuk memprediksi perlapisan tanah dasar.
Oleh karena itu, banyak peneliti di Jepang dan Amerika Serikat berupaya mengembangkan
persamaan empiris hubungan antara Nspt (uji penetrasi standar) dan tahanan konus qc (uji
penetrasi statik) dengan modulus geser maksimum (Gmax) atau kecepatan rambat
gelombang S (Vsmax). Pada tabel 13 diperlihatkan beberapa persamaan empiris yang sering
digunakan di Indonesia.

Tabel 13 Hubungan antara Nspt dan dengan Gmax dan Vsmax


Peneliti Jenis tanah Gmax(ton/m2) atau Vsmax
(m/sec)

Imai & Yoshimura (1970) semua jenis Gmax = 1000 N0,78


0,62
Ohba & Toriumi (1970) alluvium Gmax = 1220 N
0,78
Ohsaki & Iwasaki (1972) semua jenis Gmax = 1218 N
Hara dkk (1974) kohesif Gmax = 1580 N0,668
0,888
Imai (1977) semua jenis Gmax = 1200 N
1/3
Japan Standard for Highway kohesif Vsmax = 100 N
Japan Standard for Highway nonkohesif Vsmax = 80 N1/3
Catatan : N = Nspt = nilai SPT pukulan/30cm penetrasi

Dengan mengubah-ubah nilai NSPT pada kelima rumus empiris pada tabel 13, maka dapat
digambarkan hubungan antara Gmax dengan Nspt seperti ditunjukkan pada gambar 19.
Ternyata untuk nilai NSPT yang sama, persamaan Imai menghasilkan modulus geser
maksimum terbesar dan persamaan Ohba-Toriumi menghasilkan nilai modulus geser
maksimum terkecil.

Modulus Geser M aksimum (G0) vs NSPT

5,0E+05

4,5E+05
Modulus Geser Maksimum, G 0 (kN/m )
2

4,0E+05

3,5E+05

3,0E+05

2,5E+05

2,0E+05

1,5E+05

1,0E+05

5,0E+04

0,0E+00
0 10 20 30 40 50 60 70
NSPT

Imai-Yoshimura(semua jenis tanah) Ohba-Toriumi (tanah alluvium)


Ohsaki-Iwasaki (semua jenis tanah) Hara (tanah Kohesif)
Imai (semua jenis tanah)

Gambar 19 Perbandingan hubungan antara Gmax dengan Nspt


untuk 5 persamaan empiris pada tabel 13

34 dari 87
Pd T-14-2004-A

7.3 Metode uji laboratorium


7.3.1 Uji resonant column
Peralatan uji resonant column yang digunakan ialah tipe Stokoe (1979), seperti ditunjukkan
pada diagram gambar 20 dan 21, yang terdiri atas :
1) perlengkapan sel resonant column, yang terdiri atas drive plate, sel resonant column,
bottom dan top cap, LVDT .
2) resonant column control box, yang terdiri atas signal conditioner system, function
generator frequency control, decay trigger, VCF input, dan DC power supply.
3) prosedur percobaan sebagai berikut.
a) siapkan benda uji berukuran 3,56x7,12 cm atau 7,0x14,0 cm. Lakukan uji coba alat
sebelum percobaan, antara lain LVDT perlu dikalibrasi dengan menggunakan
mikrometer sehingga diperoleh faktor s = 0,06667 cm/mvolt.
b) pasang benda uji dalam sel resonant column sesuai dengan cara triaxial biasa dan isi
tabung (tabung kecil) dengan cairan silikon berviskositas 50 centistokes sampai
dengan kurang lebih sebatas tinggi top cap. Setelah itu pasang sel resonant column.
c) beri tekanan keliling sesuai dengan kebutuhan misalnya 1,0 kg/cm2 dan lakukan
proses konsolidasi selama 24 jam.

Gambar 20 Diagram alat resonant column tipe Stokoe

35 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 21 Foto alat resonant column tipe Gambar 22 Contoh hasil uji resonant
Stokoe column

d) beri beban torsi secara meningkat pada benda uji dan diikuti dengan pencatatan
frekuensi, akselerometer seperti ditunjukkan pada gambar 22, dan fungsi decay.
e) hasil percobaan dihitung dengan program Rescol dan menghasilkan keluaran
berupa regangan geser, modulus geser, kecepatan rambat gelombang S dan
koefisien redaman.

3) Perhitungan biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :


a) di atas benda uji diberi beban torsi siklik melalui drive plate. Tinggi benda uji H, berat
volume contoh γt, momen inersia massa benda uji I dan momen inersia massa sistem
I0 harus diketahui sebelum pengujian.
b) pengujian dilakukan dengan mengubah-ubah frekuensi getar dari beban torsi
sehingga diperoleh hubungan antara bacaan aselerometer dengan frekuensi. Pada
saat terjadi resonansi, kecepatan geser gelombang pada tanah dapat dihitung
dengan persamaan (29) dan (30) berikut. Kemudian ditentukan modulus gesernya.

ωnH ω H  I
tan  n  = ……………….. (29)
Vs  Vs  I0
ωn = 2π fn .………………...…(30)
dengan :
H adalah tinggi benda uji
fn adalah frekuensi alamiah
I adalah momen inersia massa benda uji
I0 adalah momen inersia massa sistem.

c) Sebagai contoh diketahui I/I0 = 0,40 ,


H = 6 inch ; berat volume tanah
γt = 105 lb/ft2, fn = 41 Hz (periksa gambar 22).
(ωn H /Vs) tan (ωn H /Vs) = 0,4
(ωn H /Vs) = 0,593
Vs = (2x3,14x41x0,5)/(0,593 ) = 217,2 ft/sec
Gmax= ρxV2smax
Gmax = (105/32,2)x217,22 = 153834 lb/ft2

36 dari 87
Pd T-14-2004-A

7.3.2 Uji triaxial siklik


Uji triaxial siklik dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan triaxial siklik dengan sistem
SBEL, USA. Alat ini terbagi atas dua bagian (periksa diagram pada gambar 23 dan 24), yaitu
seperti berikut.

Gambar 23 Diagram sistem triaxial siklik

Gambar 24 Alat servo controller dan sel triaxial siklik

37 dari 87
Pd T-14-2004-A

1) servo sistem SBEL 604 terdiri atas:


a) 3 buah electro magnetic valves (pegasus) yang berfungsi mengatur aliran udara yang
dikontrol dengan sistem aliran listrik (servo controller). Beban statik dan dinamik atau
deformasi statik dan dinamik diatur oleh sistem ini (stress control test atau strain
control test).
b) 3 buah digital phase generator model 337 yang berfungsi mengatur frekuensi dan
fase (sinusoidal, square, triangle dan ramp).
c) 3 buah feedback monitor yang berfungsi untuk membaca beban, tekanan air pori dan
deviator stress.
2) sel triaxial terdiri atas 3 buah sel dengan 2 benda uji berukuran 3,56x7,12 cm dan
7,11x14,22 cm.
3) 1 buah plotter dengan 3 buah channel untuk beban, deformasi, tekanan air pori, dan lain-
lain dapat diatur posisinya.

Metode uji dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :


1) persiapan benda uji dan sebelum percobaan dilakukan kalibrasi transducer, beban,
tekanan air pori dan penurunan (LVDT) mengikuti buku petunjuk. Contoh kalibrasi
Sbeban=15,82 kg/volt ; Spori=0,2 kg/cm2 ; Spenurunan= 2,54 mm/volt.
2) isi sel triaxial diisi dengan aquades dan sebelum pengujian plotter harus dikalibrasi
sehingga diperoleh faktor konversi P, yaitu sebagai berikut: Pbeban=5 kg/div; Ppori=0,2
kg/cm2 ; Spenurunan= 0,8 mm/div.
3) beri tekanan keliling σ3 =1 kg/cm2. Ini diperoleh dengan balance load yang diatur oleh
regulator.
4) percobaan dimulai dengan meningkatkan beban per 50-100 siklus dengan regangan
kecil (γ=0,025 %) sampai dengan regangan besar (γ=2,5 – 5 %). Hasil keluaran dicatat,
yang meliputi beban, tekanan air pori dan penurunan. Selanjutnya perhitungan dilakukan
dengan menggunakan komputer (lihat gambar 25).

Gambar 25 Pembebanan siklik dan lintasan tegangan pada uji triaxial siklik

Gambar 26 Loop histeresis hasil uji triaxial siklik

38 dari 87
Pd T-14-2004-A

5) Modulus geser biasanya diperoleh dengan menarik garis sekan (secant) yang
menghubungkan titik puncak dari loop histeresis, seperti diperlihatkan pada gambar 26.
Jika regangan geser meningkat, modulus geser akan menurun. Rumus-rumus
perhitungannya ialah :
Esec = σdc x 100/ εa ……………..(31)
γ = (1+µ) x εa ……… …….(32)
Gsec = Esec/(2( 1+µ)) .…….........(33)
D = (AABCDA )/ (4π x AAA’O ) …………… (34)

dengan :
Esec adalah modulus sekan (kPa)
σdc adalah tegangan dinamik (kPa)
εa adalah regangan vertikal (%)
γ adalah regangan geser (%)
Gsec adalah G = modulus geser (kPa)
µ adalah rasio Poisson
D adalah rasio redaman.

6) Contoh perhitungannya dijelaskan sebagai berikut :


Dari suatu uji triaxial dinamik pada benda uji tanah lempung lembek diperoleh stress-
strain loop, seperti pada gambar 26. Perhitungan modulus geser dan koefisien redaman
ialah sebagai berikut :
Esec = 236x100/1,4 = 16857 kPa
µ = 0,5
Gsec = 16857/ (2x(1+0,5)) = 5619 kPa
Luas hysterisis loop = 4 kPa dan luas segitiga = 1,65 kPa; D = 4,52 / (4π x 1,65) = 0,218
atau 21,8 %.

7.4 Metode empiris dari hasil uji laboratorium


Karena mahal dan sulitnya melakukan uji lapangan dan laboratorium, para peneliti berusaha
mengembangkan persamaan-persamaan empiris untuk memperoleh Gmax atau Vsmax , antara
lain sebagai berikut:

Gambar 27 Hubungan antara regangan geser dengan K2 untuk pasir

39 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 28 Hubungan antara G/Gmax dengan regangan geser untuk pasir

7.4.1 Metode Seed dan Idriss (1970)


7.4.1.1 Tanah pasir dan kerikil
Berdasarkan kumpulan data hasil uji laboratorium Seed dan Idriss dapat dihitung parameter
tanah pasir dan kerikil dengan rumus-rumus berikut:
G =1000 x K2 x (σ’m)0,5… .………..(35)
Gmax =1000 x K2max x (σ’m)0,5..……..….(36)
σ’m = (1 + 2 Ko) σ’v ……...……...(37)

dengan :
G adalah modulus geser yang tergantung pada kepadatan relatif (psf)
Gmax adalah modulus geser maksimum yang tergantung pada kepadatan relatif (psf)
K2 adalah konstanta yang tergantung pada regangan geser dan kepadatan relatif
K2max adalah konstanta maksimum pada γ=10-4% dan kepadatan relatif
σ’m adalah tegangan efektif rata-rata (psf)
σ’v adalah tegangan vertikal efektif (psf)
Ko adalah tekanan tanah dalam keadaan diam.

Jadi untuk tanah pasir dengan Dr = 75 % dan σ’m= 1 pcf, diperoleh K2max=61 (gambar 27)
sehingga Gmax = 1000 x 61 x 1 = 61000 pcf.
Grafik hubungan antara G/Gmax dan rasio redaman D dengan regangan geser γ untuk tanah
pasir dapat dilihat pada gambar 28 dan 29.

7.4.1.2 Tanah lempung


Untuk memperkirakan besaran nilai Gmax dari tanah lempung, Seed dan Idriss telah
mengembangkan grafik hubungan antara G/su dengan geser γ(%) seperti terlihat pada
gambar 30. Jika diketahui nilai kuat geser undrained su = 20 kPa, pada grafik rata-rata pada
gambar 30 diperoleh Gmax/su (pada γ=10-4) = 2500 sehingga Gmax=50000 kPa. Grafik
hubungan antara G/Gmax dan rasio redaman D dengan regangan geser γ untuk tanah pasir
dapat dilihat pada gambar 31 dan 32.

40 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 29 Hubungan antara rasio redaman D dengan regangan geser untuk pasir

Gambar 30 Hubungan antara G/sU dengan regangan geser untuk tanah lempung

41 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 31 Hubungan antara G/Gmax dengan regangan geser untuk lempung

Gambar 32 Hubungan antara rasio redaman D dengan regangan geser untuk lempung

42 dari 87
Pd T-14-2004-A

7.4.2 Hubungan antara modulus geser maksimum dengan angka pori


Persamaan empiris hubungan antara Gmax dengan angka pori e yang telah dikembangkan
oleh para peneliti di USA dan Jepang ialah sebagai berikut :

Gmax = A × F (e )× σ m ( ) ' n
… (38)
dengan :
A,n adalah konstanta
F(e) adalah fungsi angka pori
σ’m adalah tegangan efektif rata-rata, persamaan (37) (kN/m2)
Gmax=G0 adalah modulus geser maksimum (kN/m2).

Rangkuman persamaan empiris (38) untuk tanah pasir dapat diperiksa pada tabel 14, untuk
tanah lempung dapat dilihat pada tabel 15 dan untuk material kerikil (berbutir kasar) dapat
dilihat pada tabel 16.

Tabel 14 Rangkuman persamaan empiris penentuan Gmax untuk


pasir
Peneliti A F(e) N Material Tanah
2
Hardin-Richart I (1963) 7000 (2,17-e) / (1+e) 0,5 Pasir Ottawa butir bulat

Idem II 3300 (2,97-e)2 / (1+e) 0,5 Pasir kerikil


Iwasaki-Tatsuoka 16600 (2,17-e)2 / (1+e) 0,4 Sebelas jenis pasir
(1978)
Shibata-Soelarno 42000 (0,67-e) / (1+e) 0,5 Tiga jenis pasir
(1975)
2
Kokusho (1980) 8400 (2,17-e) / (1+e) 0,5 Pasir Toyoura
2
Yu-Richart (1984) 7000 (2,17-e) / (1+e) 0,5 Tiga jenis pasir

Tabel 15 Rangkuman persamaan empiris penentuan Gmax untuk


lempung
Peneliti A F(e) n Material Tanah
Hardin-Black (1968) 3270 (2,97-e)2 / (1+e) 0,6 Kaolinite, e = 0,6 – 1,5

Marcuson-Wahls (1972) 4500 (2,97-e)2 / (1+e) 0,5 Kaolinite, IP = 35


I
Idem II 445 (4,4-e)2 / (1+e) 0,5 Bentonite, IP = 60
Kokusho (1982) 90 (7,32-e)2 / (1+e) 0,6 Lempung tak terganggu,IP =
40-85
Zen-Umehara (1978) 2000- (2,97-e)2 / (1+e) 0,5 Lempung cetakulang, IP = 0 –
4000 50

Tabel 16 Rangkuman persamaan empiris penentuan Gmax untuk


kerikil (butir kasar)
Peneliti A F(e) n Material Tanah
Prange (1981) 7320 (2,97-e)2 / (1+e) 0,38 Material ballast
Kokusho-Esashi (1981) I 13000 (2,17-e)2 / (1+e) 0,55 Batu pecah

Idem II 8400 (2,17-e)2 / (1+e) 0,6 Kerikil bulat

Sebagai bahan perbandingan dari persamaan tersebut dengan menetapkan σ’m=100kN/m2


dan mengubah-ubah nilai angka pori, dapat disusun grafik hubungan antara Gmax dan e yaitu
seperti berikut ini.

43 dari 87
Pd T-14-2004-A

7.4.2.1 Tanah pasir


Untuk jenis tanah pasir terdapat lima kelompok peneliti yang telah memberikan rumus
empirik. Hardin-Richart (1963) memberikan dua rumus empirik berdasarkan penelitian yang
dilakukan terhadap pasir Ottawa yang berbutir bulat dan pasir kerikil, dengan metode
pengujian resonant column. Iwasaki-Tatsuoka (1978) melakukan pengujian pada sebelas
jenis pasir dengan metode pengujian resonant column. Shibata-Soelarno (1975) melakukan
pengujian dengan metode ultrasonic pulse pada tiga belas jenis pasir. Kokusho
(1980) menguji pasir Toyoura di Jepang dengan metode pengujian triaxial siklik. Yu-Richart
(1984) menguji tiga jenis pasir dengan metode resonant column.
Pada gambar 33 terlihat bahwa grafik Shibata-Soelarno berada pada posisi paling bawah
dan grafik Iwasaki-Tatsuoka berada pada posisi paling atas. Dengan angka pori yang sama,
rumus empirik Iwasaki-Tatsuoka memberikan nilai modulus geser maksimum (G0) terbesar di
antara rumus lainnya dan rumus empirik Shibata-Soelarno memberikan nilai modulus geser
maksimum (G0) terkecil. Ke empat grafik yang lain, yaitu grafik Hardin-Richart (I), Hardin-
Richart (II), Kokusho, dan Yu-Richart, berada di antara kedua grafik tersebut. Untuk angka
pori yang besar (e ≥ 1,5) ke lima yaitu grafik (Hardin-Richart (I), Hardin-Richart (II), Iwasaki-
Tatsuoka, Kokusho, dan Yu-Richart cenderung berimpit. Pada angka pori (e) > 0,67 rumus
empirik Shibata-Soelarno akan menghasilkan nilai modulus geser maksimum (G0) yang
negatif.

Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Tanah Pasir

6,E+05
Modulus Geser Maksimum, G0

5,E+05

4,E+05
(kN/m2)

3,E+05

2,E+05

1,E+05

0,E+00
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Angka Pori, e

Hardin-Richart ( I ) Hardin-Richart ( II ) Iwasaki-Tatsuoka


Shibata-Solearno Kokusho Yu-Richart

Gambar 33 Hubungan antara Gmax (=G0) dengan e


dengan σ’m=100 kN/m2 untuk tanah pasir

Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Lempung Modulus Geser Maksimum (G0) vs Angka Pori (e) untuk Tanah
Berbutir Kasar (Batu)
5,E+05
Modulus Geser Maksimum, G0

5,E+05 9,E+05
Modulus Geser Maksimum, G0

4,E+05 8,E+05
4,E+05 7,E+05
3,E+05 6,E+05
(kN/m 2)

3,E+05
(kN/m2)

5,E+05
2,E+05 4,E+05
2,E+05
3,E+05
1,E+05
2,E+05
5,E+04
1,E+05
0,E+00
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 0,E+00
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Angka Pori, e
Angka Pori, e

Hardin-Black Marcuson-Wahls ( I ) Marcuson-Wahls ( II )


Prange Kokusho-Esashi ( I ) Kokusho-Esashi ( II )
Kokusho Zen-Umehara

Gambar 34 Hubungan antara Gmax (=G0) dengan Gambar 35 Hubungan antara Gmax (=G0) dengan
e dengan σ’m=100 kN/m2 untuk tanah lempung e dengan σ’m=100 kN/m2 untuk tanah berbutir
kasar

44 dari 87
Pd T-14-2004-A

7.4.2.2 Tanah lempung


Untuk lempung, Hardin-Black (1968) melakukan pengujian dengan metode resonant column
pada tanah lempung jenis kaolinit dengan angka pori (e) antara 0,6 sampai dengan dengan
1,5. Marcuson-Wahls (1972) melakukan pengujian dengan metode resonant column pada
lempung jenis kaolinit dengan indeks plastisitas 35 dan lempung jenis bentonit dengan
indeks plastisitas 60. Kokusho (1982) menguji tanah lempung tak terganggu (undisturb
clays) yang mempunyai indeks plastisitas 0 sampai dengan dengan 50 menggunakan
metode resonant column. Sama halnya pada tanah pasir, dengan menetapkan tegangan
efektif (σ01) konstan sebesar 100 kN/m2 dan mengubah-ubah nilai angka pori (e), didapatkan
grafik hubungan G0 vs e untuk tanah lempung. Dari gambar 34 terlihat bahwa posisi grafik
dari bawah ke atas ialah grafik-grafik Kokusho, Marcuson-Wahls (I), Zen-Umehara, Hardin-
Black, dan Marcuson-Wahls (II). Dari posisi grafik itu disimpulkan bahwa untuk angka pori
yang sama diperoleh nilai modulus geser maksimum (G0) dari yang terkecil sampai dengan
yang terbesar oleh Kokusho, Marcuson-Wahls (I), Zen-Umehara, Hardin-Black, dan
Marcuson-Wahls (II). Angka pori yang membesar membuat ke lima grafik tersebut semakin
berimpit.

7.4.2.3 Kerikil (tanah berbutir kasar)


Data tentang penelitian tanah berbutir kasar sangat sulit diperoleh dari literatur karena
sulitnya pembuatan peralatan uji dinamik berskala besar untuk menguji material berbutir
kasar. Prange (1981) melakukan pengujian pada material ballast dengan menggunakan
metode resonant column. Kokusho-Esashi (1981) melakukan pengujian pada batu pecah
dan kerikil bulat dengan menggunakan metode triaxial siklik.
Pada gambar 35 terlihat bahwa untuk angka pori e < 0,25 , nilai modulus geser maksimum
(G0) Kokusho-Esashi (I) lebih besar dari modulus geser maksimum (G0) Prange, dengan nilai
modulus geser maksimum (G0) terendah diberikan Kokusho-Esashi (II). Pada angka pori (e)
≈ 0,25 terjadi persilangan grafik Kokusho-Esashi (I) dan grafik Prange. Untuk angka pori
yang makin besar, grafik Kokusho-Esashi (I) mendekati grafik Kokusho-Esashi (II) dan
diperkirakan akan memotong grafik tersebut.

7.5 Hubungan antara modulus penormalan G/Gmax dan rasio redaman dengan
regangan geser
Dalam melakukan analisis respons dinamik akibat gempa bumi dapat dicapai tingkat
regangan geser yang cukup tinggi sehingga harus dipertimbangkan perubahan regangan
geser γ dengan modulus geser G dan rasio redaman. Sebagai contoh, dalam program
komputer Shake (Shnabel 1972) digunakan prosedur analisis linier ekivalen, namun,
modulus geser G dan rasio redaman D diperoleh secara iterasi sampai dengan tercapai
kompatibilitas dengan regangan geser. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu
hubungan modulus geser penormalan (G/Gmax) dengan regangan geser γ dan rasio redaman
(D) dengan regangan geser γ. Kurva hubungan antara G/Gmax dengan γ dan D dengan γ dari
Seed & Idriss (1970) seperti dijelaskan dalam subbab 7.4.1 ialah kurva yang paling banyak
digunakan di Indonesia. Tetapi, kini telah banyak dikembangkan persamaan empirik dengan
menggunakan data eksperimen yang lebih lengkap antara lain seperti berikut ini.

7.5.1 Metode Shibata & Soelarno (1977)


Shibata & Soelarno memberikan rumus untuk menghitung nilai modulus geser maksimum
untuk pasir dan lempung, yaitu :
Pasir : Gmax /G = 1 + 103 (γ/σc)……… (39)
Lempung : Gmax /G = 1 +3 x 103 (γ/σc ) …..(40)

dengan :
σc = tekanan keliling atau confining pressure (kg/cm2).

45 dari 87
Pd T-14-2004-A

7.5.2 Metode Ishibasi dan Zhang (1993)


Metode Ishibasi & Zhang dapat digunakan, baik untuk pasir ataupun lempung dengan
persamaan-persamaan sebagai berikut :

G/Gmax = K(γ,PI) (σ’m) m(γ, PI) -mo ………………………………........ (41)


  0.492

K(γ,PI)=0.5 1 + tanh ln 0.000102 + n(PI)    ………………………. (42)
 γ 
     
  0 .4

m(γ,PI)-mo = 0.272 x 1 − tanh ln  0.000556    exp (-0.0145 PI 1.3 ) ..(43)
 γ 
     
0.0 untuk PI = 0

3.37 x 10 PI-6 1.404
untuk 0 < PI ≤ 15
n(PI)= 
 -7
7.0 x 10 PI
1.976
untuk 15 < PI ≤ 70
 2.7 x 10 -5 PI 1.115 untuk PI > 70

Namun, untuk memperoleh rasio redaman D, digunakan persamaan (44) berikut:

1 + exp (-0.0145PI1.3)  
2
 G  G
D = 0.333 0.586  - 1.547 + 1 …………………… (44)
2   Gmax  Gmax 

dengan :
PI adalah indeks plastisitas (%)
K(γ,PI) adalah konstanta tergantung γ dan PI (-)
n(PI) adalah konstanta tergantung pada PI (-)
m(γ,PI)-mo adalah konstanta tergantung γ dan PI (-)
γ adalah regangan geser (-)
σ’m adalah tegangan efektif rata-rata (kN/m2).

G/G0 vs Regangan Geser (γ) untuk Tanah Pasir Rasio Redaman (D) vs Regangan Geser (γ) untuk Lempung

1,2 35

30
1
R a s io R e d a m a n , D (% )

25
0,8
20
G/G 0

0,6 15

0,4 10

5
0,2
0
0 0,0001 0,001 0,01 0,1 1 10
0,0001 0,001 0,01 0,1 1 10 Regangan Geser, γ (%)
Regangan Geser, γ (%)
Ishibashi-Zhang Seed-Idris (upper bound)
Ishibashi-Zhang Shibata-Soelarno Seed-Idris Seed-Idris (lower Bound) Seed-Idris (average)

Gambar 36 Perbandingan hubungan antara G/Gmax Gambar 37 Perbandingan hubungan antara


dengan γ untuk pasir D dengan γ untuk tanah pasir

46 dari 87
Pd T-14-2004-A

G/G0 vs Regangan Geser (γ ) untuk Lempung Rasio Redaman (D) vs Regangan Geser (γ) untuk Lempung

1.2 35

R a s io R e d a m a n , D ( % )
30
1
25
0.8 20
G /G0

0.6 15
10
0.4
5
0.2 0
0.0001 0.001 0.01 0.1 1 10
0
0.0001 0.001 0.01 0.1 1 10 Regangan Geser, γ (%)

Regangan Geser, γ (%)


Ishibashi-Zhang Seed-Idris (upper bound)
Seed-Idris (low er Bound) Seed-Idris (average)
Ishibashi-Zhang Shibata-Soelarno Seed-Idris

Gambar 38 Perbandingan hubungan antara G/Gmax Gambar 39 Perbandingan hubungan antara


dengan γ untuk tanah lempung D dengan γ untuk tanah lempung

Dari persamaan-persamaan tersebut dapt dinyatakan bahwa metode Zhang dan Ishibasi
dapat digunakan untuk berbagai jenis tanah dengan indeks plastisitas dan tegangan efektif
yang berbeda-beda. Pada gambar 36 dan 37 diperlihatkan perbandingan grafik hubungan
antara Gmax dan D dengan regangan geser γ untuk tanah pasir dari Shibata & Soelarno
(σ’c=1,0kg/cm2), Ishibasi-Zang (σ’m=100 kN/m2, PI=0%) dan Seed dkk (rata-rata). Hubungan
antara G/Gmax dengan γ pada gambar 36, menunjukkan bahwa grafik Ishibasi-Zhang dan
Shibata-Soelarno berada 10% sampai dengan 15% di atas grafik Seed dkk. Namun. pada
gambar 37 menunjukkan bahwa grafik hubungan antara D dengan γ dari Ishibasi & Zhang
berada di bawah batas bawah dari grafik Seed dkk.
Pada gambar 38 dan 39 diperlihatkan grafik hubungan antara G/Gmax dan D dengan
regangan geser γ untuk tanah lempung dari Ishibasi-Zhang (σ’m=100 kN/m2) dan Seed dkk
(batas atas, rata-rata dan batas bawah). Untuk grafik hubungan antara G/Gmax dengan γ
pada gambar 38 menunjukkan bahwa grafik Ishibasi-Zhang dan Shibata-Soelarno berada
10% sampai dengan dengan 15% di atas grafik Seed dkk. Namun, pada gambar 39 grafik
hubungan antara D dengan γ memperlihatkan bahwa grafik Ishibasi & Zhang berada di
bawah batas bawah dari grafik Seed dkk.

7.5.3 Metode Rollins dkk (1998)


Rollins K.L dkk (1998) melakukan penelitian dari bahan berbutir kasar yang diuji di
laboratorium dengan menggunakan triaxial siklik yang berukuran diameter 300 m dan tinggi
600 mm. Hasilnya berupa persamaan empirik hubungan antara G/Gmax dan D dengan
regangan geser γ persamaannya adalah sebagai berikut:

G 1
= − 20γ ….………. (45)
Gmaks (1,2 + 16γ (1 + 10 ))
D = 0,8 + 18 ( 1+ 0,15 γ-0,9 )-0,75 ……… (46)

47 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar 40 Perbandingan hubungan antara G/Gmax dengan γ dari hasil penelitian


Rollins dkk dengan Seed dkk untuk bahan berbutir kasar

Untuk klarifikasi, Rollins dkk membandingkan hasil penelitiannya dengan hasil penelitian
Seed dkk (1970) yaitu untuk pasir dan kerikil pada batas atas, rata-rata, dan batas bawah,
seperti terlihat pada gambar 40 dan 41. Kurva G/Gmax dengan γ dan D dengan γ dari Rollins
dkk mendekati kurva Seed & Idriss untuk pasir.

Gambar 41 Perbandingan hubungan antara D dengan γ hasil dari penelitian Rollins


dkk dengan Seed dkk untuk bahan berbutir kasar

48 dari 87
Pd T-14-2004-A

8 Metode analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa


8.1 Tinjauan umum
Untuk mencegah ketidakstajikan akibat penurunan kuat-geser, akibat peningkatan tekanan
pori yang dapat menimbulkan terjadinya proses likuifaksi, deformasi berlebihan dan
pengaruh gelombang tinggi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) pemadatan urugan pada konstruksi bendungan urugan harus dilakukan dengan baik
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.
2) kemiringan lereng untuk bendungan urugan tanah ialah 1:2,5 sampai dengan 1:3 (vertikal
: horisontal). Untuk bendungan tipe urugan batu dengan inti tegak atau miring,
kemiringan lereng dapat dibuat lebih curam.
3) faktor keamanan beban statik untuk bidang longsoran kritis dari hasil analisis stabilitas
lereng ialah 1,5 kali lebih besar daripada faktor keamanan minimum yang dipersyaratkan
untuk kondisi pembebanan dengan gempa.
4) tinggi jagaan minimum disesuaikan dengan melihat RSNI T-01-2002.

Jika kondisi tersebut tidak dapat dipenuhi, harus dilakukan analisis deformasi dengan
menggunakan cara Newmark atau Makdisi & Seed.

8.2 Analisis potensi likuifaksi


Metode analisis likuifaksi secara sederhana dapat diperiksa pada bab 6.

8.3 Analisis dengan cara koefisien gempa (pseudostatic analyses)


Analisis gempa untuk desain bendungan dan bangunan pengairan tahan gempa dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.

8.3.1 Cara koefisien gempa


Cara ini dilakukan dengan menghitung koefisien gempa dan gaya-gaya vibrasi yang bekerja
dengan arah yang berubah-ubah yang diganti dengan satu gaya statik mendatar, seperti
persamaan berikut ini.

F = K. W. …………………….. (47)
ad
Kh = ………………….. (48)
g
K = α 1 x Kh ………………… (49)

dengan :
F adalah gaya gempa mendatar (kN) ;
W adalah: berat (ton);
Kh adalah koefisien gempa dasar yang tergantung pada periode ulang T ;
ad adalah percepatan gempa terkoreksi oleh pengaruh jenis tanah (gal) ;
α1 adalah koreksi pengaruh daerah bebas (freefield) untuk bendungan tipe urugan = 0,7;
namun, untuk bendungan beton dan pasangan batu = 1 ;
K adalah koefisien gempa terkoreksi untuk analisis stabilitas ;
g adalah gravitasi (=980 cm/det2).

Dalam metode analisis ini, percepatan gempa dari dasar sampai dengan puncak bendungan
dianggap sama. Anggapan ini sebetulnya kurang tepat karena bendungan tipe urugan
bersifat lebih fleksibel sehingga percepatan gempa seharusnya makin membesar di puncak.
Analisis stabilitas dilakukan dengan metode keseimbangan batas dengan koefisien gempa K
yang keluarannya berupa faktor keamanan.

49 dari 87
Pd T-14-2004-A

8.3.2 Cara koefisien gempa termodifikasi


Cara koefisien gempa yang telah diuraikan perlu dimodifikasi karena sudah tidak sesuai lagi.
Oleh karena itu, digunakan cara dari Jepang “Seismic Design Guideline for Fill Dam” [26]
dengan koefisien gempa desain Kh = ad/g, yang diperoleh dari persamaan (48) dan (49).
Koefisien gempa desain pada tubuh bendungan yang merupakan fungsi dari kedalaman,
dapat dihitung dengan persamaan :

Ko = α2 x Kh ...................................(50)

dengan :
Ko adalah koefisien gempa desain terkoreksi di permukaan tanah ;
α2 adalah koreksi pengaruh jenis struktur, untuk bendungan tipe urugan = 0,5 ;
Kh adalah koefisien gempa dasar yang tergantung periode ulang T.

Dalam analisis stabilitas ini koefisien gempa pada kedalaman Y dari puncak bendungan
berbeda-beda. Untuk analisis stabilitas, peninjauan dilakukan pada Y = 0.25H; 0.50H; 0,75H
dan H (H ialah tinggi bendungan) dengan menggunakan Kh pada periode ulang sesuai
dengan yang dipersyaratkan. Koefisien gempa rata-rata K pada Y yang berbeda-beda dapat
dihitung dengan persamaan-persamaan sebagai berikut (gambar 42) :
Untuk 0 < Y/H ≤ 0,4
K = Ko x {2,5 – 1,85 x (Y/h)} ……………………. (51)
Untuk 0,4 < Y/H ≤ 1,0
K = Ko x { 2,0 – 0,60 x (Y/h)} …………………… (52)
Analisis stabilitas dilakukan dengan metode keseimbangan batas dengan menggunakan
koefisien gempa K yang keluarannya berupa faktor keamanan.

8.4 Analisis dengan cara dinamik


Analisis dengan cara dinamik dapat dilakukan dengan dua cara perhitungan, yaitu analisis
alihan tetap cara Makdisi & Seed, dan analisis dinamik dengan respons dinamik.

8.4.1 Analisis alihan tetap cara Makdisi & Seed


Formulasi secara terperinci dapat diperiksa pada lampiran C dan dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) lakukan studi risiko gempa dalam menentukan parameter gempa untuk memperoleh
percepatan gempa desain di permukaan tanah ad dan Ms pada periode ulang sesuai
dengan kriteria, spektum percepatan gempa penormalan Sa/ad dengan redaman D, dan
koreksi pengaruh rasio redaman D dengan Cn
2) lakukan analisis stabilitas pada Y/H = 0,25; 0,5; 0,75; 1 dengan mengubah-ubah nilai
Kh pada bidang longsor kritis dengan data bahan γt ; phi’ dan c’. Gambarkan hubungan
antara FK (faktor keamanan) dengan Kh dan tentukan percepatan gempa Ky (percepatan
gempa kritis pada FK=1).
3) tentukan parameter dinamik bahan Vsmax atau Gmax ; grafik hubungan antara G/Gmax dan
D dengan γ dari fondasi dan tubuh bendungan sesuai dengan prosedur yang ditentukan
dalam subbab 7.5.

Gambar 42 Profil bendungan tipikal

50 dari 87
Pd T-14-2004-A

Metode F.E

“ Shear Slice”
(mencakup untuk semua data) M-8¼

Rata-rata
semua data

ky/kmax
kmax/δmax

Gambar 43 Grafik hubungan antara Gambar 44 Grafik hubungan antara Ky/Kmax


Kmax/ űmax dengan Y/H dengan Uk

4) hitung atau taksir nilai Vsmax dengan persamaan :


ω1 = 2,404 Vs /H ; T1= 2π / ω1 = 2,614 Vs /H; Sa1= Cnxad x Sa/ad ….(53)
ω2 = 5,520 Vs /H ; T2= 2π / ω2 = 1,138 Vs /H; Sa2= Cnxad x Sa/ad ….(54)
ω3 = 8,654 Vs /H ; T3= 2π / ω3 = 0,726 Vs /H; Sa3=Cnxad x Sa/ad …(55)
(γrata)ek = 0,195 x (H/Vs) x Sa1 ; dari grafik hubungan antara G/Gmax dengan γ
Cari nilai G/Gmax pada (γrata)ek dan hitung G dan Vs yang baru serta ditulis dalam Gb dan
Vsb
5) periksa ketelitian taksiran Vs dengan persamaan ((Vs– Vb)/Vs) x100%. Jika taksiran lebih
besar dari 5% ulangi langkah 4 dan 5 dengan menggunakan taksiran Vs = Vb . Namun,
jika taksiran kurang atau sama dengan 5% dengan hasil perhitungan, lanjutkan dengan
langkah 6.
6) űmax = [ 2,56 Sa12 + 1,12 Sa22 + 0,74 Sa32 ] 0,5 …………(56)
dari grafik hubungan antara kmax /űmax dengan Y/H (gambar 43) diperoleh kmax , dengan
grafik hubungan antara Uk dengan Ms (gambar 44) diperoleh Uk sehingga dapat dihitung
u = Uk / (kmaxx g x T1)
7) alihan tetap yang terjadi tidak boleh melampaui 50 % dari tinggi jagaan. Lihat bagan alir
pada lampiran gambar A.2.

8.4.2 Analisis respons dinamik


Prinsip dasar dari analisis respons dinamik meliputi langkah-langkah sebagai berikut (lihat
bagan alir pada lampiran gambar A.3) :
a) penentuan profil melintang bendungan digunakan dalam analisis.
b) penentuan sejarah waktu percepatan gempa desain melalui kerja sama antara pakar
geologi dan seismologi merupakan data masukan untuk melakukan analisis respons
dinamik bendungan.
c) penentuan tegangan awal dalam tubuh dan fondasi bendungan dilakukan seteliti mungkin
sebelum terjadinya gempa bumi dengan menggunakan cara elemen hingga dan
parameter berat volume, kuat geser, modulus elastisitas, angka Poisson dan lain-lain.

51 dari 87
Pd T-14-2004-A

d) penentuan sifat-sifat dinamik dari material fondasi dan tubuh bendungan, seperti modulus
geser, karakteristik hubungan modulus geser dan redaman dengan regangan geser dan
angka Poisson merupakan masukan untuk melakukan analisis respons dinamik
bendungan.
e) analisis dapat dilakukan dengan program komputer (Shakem, Flush, Quad 4) yang
banyak tersedia di pasaran dan keluarannya berupa tegangan dan regangan tambahan
akibat beban gempa dan percepatan gempa.
f) hasil analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa berupa tegangan yang
ditambahkan dengan tegangan-tegangan awal yang diperoleh dari analisis elemen hingga
pada kondisi sebelum terjadi gempa.
g) hasil penggabungan tegangan dapat digunakan untuk menentukan apakah elemen akan
mengalami keruntuhan atau tidak.

8.4.3 Prosedur analisis


Berdasarkan penjelasan metode analisis untuk bendungan tipe urugan, dalam tabel 17
diperlihatkan prosedur yang dianjurkan untuk analisis sebagai berikut :
1) bendungan dibagi dalam 2 kelompok dengan ketinggian H ≤ 15 m dan H > 15 m. Setiap
ketinggian dibagi lagi menurut nilai percepatan gempa maksimumnya yaitu ad ≤ 0,25 g
dan ad > 0,25 g ;
2) analisis dilakukan pada 2 tingkat gempa yaitu tingkat gempa dengan persyaratan tanpa
kerusakan dan persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa keruntuhan;.
3) persyaratan tanpa kerusakan untuk kelas risiko I, II, III, IV; untuk H≤ 15 m dilakukan
dengan cara Ea, namun, untuk H>15m analisis dilakukan dengan cara Eb ;
4) pada persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa keruntuhan untuk kelas
risiko I, II, III, IV; untuk H ≤ 15m dilakukan dengan proses yang tergantung pada
percepatan maksimum ad yaitu
• ad ≤ 0,25 g , analisis dilakukan dengan cara Ea
• ad > 0,25 g , analisis dilakukan dengan cara Ec ;
namun, untuk H > 15 m dilakukan dengan proses yang tergantung pada ad yaitu :
• ad ≤ 0,25 g , analisis dilakukan dengan cara Eb,
• ad > 0,25 g , analisis dilakukan dengan cara Ec.

Tabel 17 Prosedur analisis yang dianjurkan untuk bendungan tipe urugan


.Kelas Risiko Tinggi bendungan H≤ 15 Tinggi bendungan H>15 m
ad ≤ 0,25g ah > 0,25g ad ≤ 0,25g ad > 0,25g
Persyaratan tanpa
kerusakan (OBE) :
I Ea Ea Eb Eb
II Ea Ea Eb Eb
III Ea Ea Eb Eb
IV Tidak ada Tidak ada Eb Eb
Persyaratan yang
diperkenankan ada
kerusakan tanpa keruntuhan
(MDE) : Ea Ec Eb Ec
I Ea Ec Eb Ec
II Ea Ec Eb Ec
III Tidak ada Tidak ada Eb Ec
IV
Catatan :
Ea = analisis menggunakan cara koefisien gempa dengan persamaan (48) dan (49)
Eb = analisis menggunakan cara koefisien gempa termodifikasi dengan persamaan (48), (51) dan (52).
Ec =analisis dilakukan secara bertahap; dimulai dengan menggunakan cara koefisien gempa
termodifikasi, jika faktor keamanan ≤ 1.00 perlu dilanjutkan dengan analisis deformasi permanen
yang menggunakan cara Makdisi-Seed dengan syarat deformasi tidak melebihi 50% dari tinggi
jagaan; jika tidak memenuhi syarat perlu dilanjutkan dengan analisis respons dinamik yang
menggunakan cara elemen hingga.

52 dari 87
Pd T-14-2004-A

53 dari 87
Pd T-14-2004-A

LAMPIRAN A
Bagan alir analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa
Mulai

Studi kegempaan meliputi Penyelidikan geoteknik meliputi


1. penyelidikan kondisi geologi regional 1. pengeboran, uji lapangan , uji laboratorium
2. sejarah kejadian gempa 2. penentuan parameter desain material &fondasi
3. kondisi geologi regional a) γn , γsat, φuu, cuu, , φ’cu, c’cu (stabilitas statik)
4. penentuan fungsi atenuasi b) k (analisis rembesan)
5. penentuan M, R, kedalaman gempa, c) Gmax, hubungan G/Gmax dan D dengan
percepatan gempa untuk periode ulang regangan γ (analisis stabilitas dinamik)
(deterministik, probabilistik atau peta
gempa)

Desain bendungan meliputi


1) jenis urugan dan geometri bendungan Persyaratan diperkenankan ada
2) isi waduk, muka air normal, muka air banjir, tinggi kerusakan tanpa keruntuhan (MDE),
jagaan Sesuaikan kelas bendungan dengan T,
tentukan ad, Kh = ad /g

Lakukan analisis stabilitas statik pada kondisi


1. selesai konstruksi
2. aliran langgeng (steady seepage) Lakukan analisis stabilitas dinamik dengan
3. pengoperasian waduk (surut cepat) metode koef gempa termodifikasi pada
4. kondisi darurat Y/H = 0,25; 0,5 ; 0,75 dan 1 (udik +hilir)
dan K ditentukan dengan
K0 = 0,5 x Kh
Untuk 0 < Y/H < 0,4
Tidak K = K0 x (2,5-1,85x (Y/H))
FK> FKmin Ubah Untuk 0,4 <Y/H < 1,0
geometri K = K0 x (2,0-0,60 x (Y/H))

Ya
Hitung stabilitas lereng dengan program
Persyaratan tanpa kerusakkan (OBE) komputer pada y/h=0,25; 0,5 ;0,75; 1
Sesuaikan kelas bendungan dengan T, tentukan ad ,
Kh = ad /g
Ya
Lakukan analisis stabilitas dinamik dengan FK> 1
metode koef gempa termodifikasi pada Selesai
Y/H = 0,25; 0,5 ; 0,75 dan 1 (udik +hilir)
Dimana K ditentukan dengan Tidak
K0 = 0,5 x Kh
Untuk 0 < Y/H < 0,4 Analisis alihan tetap dengan
K = K0 x (2,5-1,85x (Y/H)) Cara Makdisi-Seed (periksa gambar A2)
Untuk 0,4 <Y/H < 1,0
K = K0 x (2,0-0,60 x (Y/H))
Ya
Alihan < 0,5
Hitung stabilitas lereng dengan program komputer Selesai tinggi jagaan
pada y/h=0,25; 0,5 ;0,75; 1

Tidak
Ya
FK<FKmin

Analisi respons dinamik


Tidak Analisis respons dinamik dengan
program SHAKEM dan hitung dengan elemen hingga Flush,
Ubah alihan tetap (periksa gambar A3) Quad-4 dan hitung alihan tetap
(periksa gambar A3)
geometri

Gambar A.1 Bagan alir analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa
53 dari 87
Pd T-14-2004-A

Mulai

Studi risiko gempa untukmenentukan Lakukan analisis stabilitas pada Y/H =


parameter gempa 0,25; 0,5; 0,75; 1 dengan mengubah nilai
kh pada bidang longsor kritis dengan data
bahan γt ; φ’ dan c’.

Desain ad , Ms, hubungan Tentukan nilai ky dari hubungan FK


Sa/ad dengan D, koreksi pengaruh dengan kh untuk setiap bidang longsoran
rasio redaman D dengan Cn (bab 5.4) kritis

Tentukan parameter dinamik bahan Gmax ;


hubungan antara G/Gmax dan D dengan γ

-3
Iter= 1 ; Taksir Giter pada γ (10 %)
0,5
hitung Vs-iter = (G/ρ)

Hitung:
ω1 = 2,404 Vs /H ; T1= 2π / ω1 = 2,614 Vs /H; Sa1= Cnxad x Sa/ad
ω2 = 5,520 Vs /H ; T2= 2π / ω2 = 1,138 Vs /H; Sa2= Cnxad x Sa/ad
ω3 = 8,654 Vs /H ; T3= 2π / ω3 = 0,726 Vs /H; Sa3=Cnxad x Sa/ad
2
(γrata)ek = 0,195 x (H/Vs ) x Sa1 ; dari grafik G/Gmax dengan γ
Cari nilai G/Gmax pada (γrata)ek ; Gb dan Vs-b baru diperoleh

Tidak
Iter=Iter+1 ((Vs– Vb)/Vs) x100%
Vs =Viter = Vb < 5%

2 2 2 0.5
űmax = [ 2.56 Sa1 + 1.12 Sa2 + 0.74 Sa3 ] ; dari grafik
hubungan kmax /űmax dengan Y/H diperoleh kmax ; dengan grafik ky > kmax tidak ada alihan
hubungan antara ky /kmax dengan Ms diperoleh Uk sehingga dapat ky < kmax ada alihan
dihitung alihan tetap u = Uk / (kmaxx g x T1)

Tidak
u > 50% tinggi
Selesai jagaan MAN

Ya

Ubah geometri bendungan (counterweight dan Lanjutkan dengan analisis respons dinamik
pelandaian lereng dan ulangi analisis stabilitas dengan menggunakan cara elemen hingga (2
dan alihan tetap dan ulangi analisis dari awal dimensi, program Quad4, Flush , Plaxis dll )
atau cara pemancaran gelombang (Shakem)

Gambar A.2 Bagan alir analisis alihan tetap dengan cara Makdisi-Seed

54 dari 87
Pd T-14-2004-A

Mulai

Studi risiko gempa untuk menentukan Lakukan analisis stabilitas pada Y/H =
parameter gempa 0,25; 0,5; 0,75; 1 dengan mengubah nilai
kh pada bidang longsor kritis dengan data
bahan γt ; φ’ dan c’.

Tentukan ad , Ms, jarak terdekat pada Tentukan nilai ky dari hubungan FK


daerah sumber gempa dan aselerograf. dengan kh untuk setiap bidang longsoran
kritis

Analisis respons dinamik

Cara perambatan gelombang (Shakem) Cara elemen hingga (Flush, Quad4, Plaxis )

Pilih profil-profil yang akan dianalisis (1 dimensi) Pilih profil-profil yang akan di analisis (2) dimensi)
dan tentukan dan tentukan
1) perlapisan tanah 1) elemen hingga dan perlapisan tanah
2) parameter dinamik bahan Gmax ; hubungan 2) parameter dinamik bahan Gmax ; hubungan antara
antara G/Gmax dan D dengan γ untuk setiap lapis G/Gmax dan D dengan γ untuk setiap lapis .
3) titik-titik pusat bidang longsoran kritis yang 3) titik-titik pusat bidang longsoran kritis yang
membutuhkan aselerograf membutuhkan aselerograf

Hitung alihan tetap dengan menggunakan cara


Newmark pada setiap bidang longsoran kritis
dengan data masukkan aseleregraf pada titik
pusatnya dan ky

u > 50% tinggi


Selesai jagaan MAN

Ubah geometri bendungan (counterweight dan


pelandaian lereng dan ulangi analisis stabilitas
dan alihan tetap dan ulangi analisis dari awal

Gambar A.3 Bagan alir analisis alihan tetap dengan cara respons dinamik

55 dari 87
Pd T-14-2004-A

Lampiran B
Frekuensi kejadian gempa dan parameter gempa

B.1 Kejadian gempa


B.1.1 Statistik kejadian gempa
Untuk mengetahui kegempaan di suatu daerah sumber gempa, perlu dilakukan analisis
frekuensi kejadian gempa dengan teori probabilitas. Model statistik yang umum digunakan
untuk menentukan probabilitas kejadian gempa ialah model Gutenberg-Richter, yaitu
mengumpulkan data gempa dengan periode tertentu dan menyusun data menurut jumlah
kejadian gempa N(M) dengan magnetudo yang berbeda selama periode tersebut. Kemudian
jumlah kejadian gempa setiap magnetudo dibagi dengan periode pengamatan T untuk
mendapatkan rata-rata tahunan kejadian gempa yang lebih besar dari magnetudo M, yang
disebut N1(M) yang biasa dinyatakan sebagai periode ulang gempa yang lebih besar dari
magnetudo M. Kurva regresi dibuat berdasarkan pada data yang diplot sehingga
menghasilkan persamaan linier yang dinyatakan dengan rumus

Log N(Ms) = a – b. Ms (B.1)

N (M s )
N1 (M s ) = (B.2)
T
Log N1(Ms) = a1 – b1.Ms (B.3)

dengan :
Ms : magnetudo gempa
N (Ms) : frekuensi kumulatif selama waktu T kejadian gempa lebih besar magnetudo Ms
N1(M) : frekuensi kumulatif tahunan kejadian gempa lebih besar dari pada magnetudo Ms
T : lama pengamatan
a & a1 : konstanta yang tergantung pada lamanya pengamatan
b & b1 : kontanta yang menyatakan karakteristik daerah terjadinya gempa bumi.

Dari penelitian Beca Carter dan Hollings diperoleh nilai b dari 15 seismotektonik di Indonesia
yang berkisar antara 0,9-1,1.
Pencatatan gempa biasanya hanya pada kejadian gempa besar, sedangkan gempa kecil
tidak tercatat karena tidak terdeteksi. Penarikan garis lurus pada model Gutenberg-Richter
akan menghasilkan perkiraan nilai rata-rata tahunan untuk magnetudo kecil akan terlalu
rendah dan sebaliknya untuk magnetudo besar nilainya terlalu besar.

B.1.2 Frekuensi kejadian gempa


B.1.2.1 Analisis frekuensi kejadian gempa
Dalam analisis frekuensi kejadian gempa digunakan data gempa Indonesia yang didapat dari
United States Geological Surveys (U.S.G.S) dan sumber lain seperti Badan Meteorologi dan
Geofisika mencatata data gempa dari tahun 1900 sampai dengan dengan tahun 2000, yang
terdiri stasiun pencatat gempa, waktu kejadian dalam tahun, bulan, dan tanggal, magnetudo
dalam Ms (surface magnetudo) dengan Ms > 4, kedalaman pusat gempa yang dibatasi
sampai dengan 150 km dan lokasi gempa yang dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur.
Data gempa yang terkumpul dibagi dalam kotak satu derajat persegi menurut bujur dan
lintang yang secara keseluruhan untuk daerah Indonesia berjumlah 1138 kotak, periksa
gambar B.1

56 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar B.1 Kotak-kotak sumber gempa di Indonesia

57 dari 87
Pd T-14-2004-A

Tabel B.1 Data kejadian gempa per kotak 1° bujur dan lintang untuk kotak 1
Dalaman
Kotak Stasiun Lintang Bujur Thn Bln Tgl Waktu terjadi km Ms

1 PDE 8,23 94,01 1965 8 31 34555,8 70 4,8


ISC 8,65 94,01 1967 7 2 140944,0 94 4,7
PDE 8,05 94,02 1967 7 2 141924,0 132 4,4
PDE 8,12 94,02 1968 3 8 230822,0 54 4,2
PDE 8,91 94,03 1968 11 19 224807,9 68 4,7
ISC 8,95 94,04 1975 10 28 54042,4 23 4,9
PDE 8,26 94,06 1976 7 27 90951,3 26 5,2
ISC 8,17 94,07 1976 7 27 102211,5 36 4,7
ISC 8,60 94,10 1978 1 27 194003,9 113 4,7
PDE 8,22 94,11 1978 9 21 33241,4 55 5,5
ISC 8,14 94,12 1978 10 10 24258,6 33 4,8
PDE 8,42 94,12 1979 7 3 101403,6 33 4,6
ISC 8,31 94,13 1980 3 17 82045,5 26 4,3
PDE 8,78 94,14 1980 4 15 72042,8 39 4,6
ISC 8,78 94,14 1981 11 29 153339,1 33 4,6
ISC 8,97 94,14 1985 11 23 232239,8 33 4,3
ISC 8,79 94,15 1985 3 17 62347,2 33 4,4
PDE 8,32 94,17 1985 3 17 62344,8 33 4,1
ISC 8,68 94,18 1986 1 28 123216,8 27 5,7
ISC 8,73 94,19 1987 11 14 132153,2 72 4,1
ISC 8,05 94,20 1989 8 24 170052,4 33 4,1
PDE 8,27 94,22 1990 12 29 132354,3 18 5,6
PDE 8,25 94,24 1990 12 30 93643,8 33 4,6
PDE 8,13 94,25 1991 7 18 95036,8 26 5,4
ISC 8,78 94,26 1991 6 26 143443,1 33 4,9
ISC 8,45 94,28 1991 6 26 154805,8 33 4,1
ISC 8,52 94,31 1991 7 18 44245,0 33 4,0
ISC 8,32 94,32 1991 7 18 120337,7 76 4,8
PDE 8,32 94,40 1991 7 18 152405,1 16 5,1
PDE 8,79 94,43 1995 3 19 43413,9 43 4,0
PDE 8,42 94,47 1996 6 25 71821,3 24 4,0
PDE 8,44 94,63 1996 6 25 72858,1 27 5,3
PDE 8,54 94,74 1997 10 16 64234,8 33 4,5

Gambar B.2 Hubungan magnetudo dan log N1(Ms)


untuk kotak 1

58 dari 87
Pd T-14-2004-A

Pada tabel B.1, diperlihatkan data pada kotak 1 yang digunakan sebagai contoh untuk
menghitung konstanta-konstanta a1 dan b. Data dalam tabel B.1 diperiksa ulang dalam tabel
B.2 menurut tahun dan frekuensi kejadian gempa untuk Ms > 4,0, Ms > 4,5, Ms > 5,0, Ms >
5,5, Ms > 6,0 ,Ms > 6,5 , Ms > 7,0 dan Ms > 7,5. Kemudian dihitung N(Ms) , N1(Ms) dan Log
(N1(Ms)) dan dibuatkan grafik hubungan antara Ms dengan Log (N1(Ms)) dengan cara regresi
linier, seperti pada gambar B.2 Konstanta b=0,704 dan a1=2,873 .

Tabel B.2 Analisis data gempa per kotak 1° bujur dan lintang
Frekuensi Kumulatif Gempa
Kotak Kedalamanan
Thn Lebih Besar Dari
Min Rata Maks 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5
1 1965 1 1
1967 2 1
1968 2 1
1975 1 1
1976 2 2 1
1978 3 3 1 1
1979 1 1
1980 2 1
1981 1 1
1985 3
1986 1 1 1 1
1987 1
1989 1
1990 2 2 1 1
1991 5 4 2
1995 1
1996 1 1 1
1997 1 1
16 44.3 132 31 21 7 3 N(Ms)
0,969 0,656 0,219 0,094 N1(Ms)
Log
-0,014 -0,183 -0,660 -1,028
N1(Ms)
T = 32 tahun
Msmaks= 5,7

Gambar B.3 Asumsi penentuan jumlah


kejadian gempa

Dengan cara yang sama hal tersebut dilakukan untuk kotak-kotak lainnya, seperti
diperlihatkan pada tabel B.3.

59 dari 87
Pd T-14-2004-A

B.1.2.2 Peta frekuensi kejadian gempa


Data konstanta a1 dan b pada setiap kotak sumber gempa yang diperoleh pada B.1.2.1
dikembangkan untuk membuat peta frekuensi kejadian gempa untuk 100 tahun pengamatan.
Kejadian gempa pada setiap kotak sumber gempa diperoleh dengan dengan cara rata-rata
hitung (weighted average) untuk masing Ms > 5, Ms > 6, Ms > 7 dan Ms > 8 dengan
menjumlahkan kejadian gempa (periksa gambar B.3) :
1) 0,25 dari frekuensi kejadian gempa pada bagian yang diarsir
2) 0,50 dari frekuensi kejadian gempa pada 4 kotak A
3) 0,25 dari frekuensi kejadian gempa pada 4 kotak B
Hasil penggambaran kontur frekuensi kejadian gempa untuk Ms > 5, Ms > 6, Ms > 7 dan Ms >
8 untuk pengamatan 100 tahun dapat dilihat pada gambar B.4; B.5; B.6; B.7, yaitu frekuensi
kejadian gempa per tahun N1(Ms) diperoleh dengan membagi nilai kontur dengan 100 tahun.

Tabel B.3a Nilai-nilai a1, b dan koefisien korelasi R2

Kotak a1 b R2 Kotak a1 b R2 Kotak a1 b R2


a 2,446 0,699 0,9063 79 2,539 0,625 0,9677 183 1,613 0,375 0,7643
b 3,825 0,857 0,9603 80 3,188 0,752 0,9074 184 2,348 0,646 0,9255
c 1,192 0,342 0,9359 81 2,666 0,671 0,9662 204 3,667 0,926 0,9432
d 0,584 0,301 0,9905 82 2,682 0,689 0,9671 205 3,125 0,734 0,8357
1 2,873 0,704 0,9709 83 2,796 0,695 0,9574 206 5,034 0,943 0,8400
2 5,208 1,125 0,8891 102 2,583 0,699 0,9574 207 4,523 0,859 0,7718
3 3,776 0,852 0,9343 103 2,143 0,567 0,9468 208 3,528 0,822 0,8140
4 3,455 0,744 0,9944 104 2,879 0,665 0,9670 209 2,262 0,515 0,8944
5 4,924 1,129 0,9230 105 3,186 0,766 0,9274 229 2,962 0,778 0.9092
6 2,010 0,602 1,0000 106 3,000 0,732 0,9225 230 4,723 0,980 0,8437
7 0,241 0,256 0,4460 107 2,507 0,641 0,9833 231 3,304 0,656 0,9028
8 1,083 0,350 0,9254 127 3,499 0,886 0,8782 232 4,115 0,900 0,8452
26 0,493 0,301 0,9905 128 4,045 0,937 0,9550 233 2,603 0,683 0,8270
27 2,522 0,672 1,0000 129 3,177 0,799 0,9705 254 1,917 0,544 0,9962
28 3,052 0,749 0,9609 130 1,925 0,492 0,8770 255 3,677 0,749 0,9681
29 4,102 0,937 0,8944 131 2,486 0,510 0,9150 256 4,692 0,971 0,8245
30 4,100 0,906 0,9550 132 2,226 0,523 0,9738 257 2,938 0,781 0,9297
31 3,747 0,921 0,8110 153 3,748 0,954 0,8345 279 2,105 0,436 0,8491
32 1,116 0,301 0,9905 154 2,250 0,564 0,8627 280 4,220 0,853 0,9186
52 2,603 0,563 0,9178 155 4,270 0,960 0,8722 281 3,140 0,788 0,7652
53 3,994 0,920 0,9560 156 3,964 0,975 0,9374 282 1,846 0,426 0,8500
54 5,045 1,063 0,9270 157 2,765 0,713 0,7370 303 1,338 0,301 0,9905
55 4,273 0,979 0,9065 160 0,373 0,176 0,9812 304 3,771 0,847 0,8538
57 1,108 0,352 1,0000 180 2,588 0,634 0,8998 305 3,948 0,831 0,8842
77 1,234 0,416 0,9781 181 3,191 0,714 0,8487 306 3,990 0,908 0,8270
78 2,786 0,643 0,9618 182 4,671 0,955 0,7643 307 1,189 0,477 0,9777

60 dari 87
Pd T-14-2004-A

Tabel B.3b Nilai-nilai a1, b dan koefisien korelasi R2

Kotak a1 b R2 Kotak a1 b R2 Kotak a1 b R2


327 2,611 0,699 0,7500 451 3,687 0,813 0,9704 569 3,525 0,900 0,9515
328 2,594 0,653 0,8698 452 2,863 0,623 0,8731 570 3,668 0,832 0,8866
329 3,957 0,861 0,9502 453 4,504 1,097 0,9112 571 2,765 0,572 0,8808
330 4,698 1,094 0,9028 471 1,634 0,602 0,7500 572 2,839 0,590 0,7710
331 4,270 1,026 0,9118 473 2,734 0,699 0,8517 573 3,770 0,758 0,9375
353 3,767 0,871 0,9676 474 2,110 0,565 0,9626 574 5,734 1,481 1,0000
354 2,689 0,613 0,9747 475 4,350 0,984 0,9117 580 0,887 0,322 0,8501
355 3,259 0,769 0,9420 476 3,221 0,598 0,8380 581 3,099 0,771 0,8693
356 2,583 0,699 0,9574 477 1,146 0,250 1,0000 584 1,872 0,452 0,9879
377 2,444 0,692 0,8207 498 2,317 0,621 0,9752 588 2,139 0,537 0,9257
378 3,359 0,851 0,9791 499 2,704 0,641 0,9568 589 2,014 0,493 0,9050
379 2,779 0,745 0,9509 500 3,021 0,769 0,8397 593 1,364 0,398 0,8350
380 0,086 0,146 0,7500 501 3,253 0,802 0,8701 594 3,786 0,852 0,9780
399 1,198 0,336 0,7910 502 3,762 1,000 0,9993 595 3,782 0,803 0,9550
401 2,090 0,699 0,9574 522 2,901 0,681 0,9900 596 2,951 0,677 0,7873
402 2,945 0,681 0,8698 523 1,670 0,439 0,9870 597 4,524 0,888 0,9414
403 3,266 0,771 0,9411 524 2,407 0,669 0,9429 598 3,771 0,954 1,0000
404 2,049 0,529 0,9595 525 1,911 0,500 0,9351 609 2,481 0,532 0,9762
425 0,705 0,301 0,9303 545 2,007 0,602 0,7500 610 2,393 0,626 0,9340
426 2,580 0,605 0,9272 546 2,939 0,691 0,9740 611 2,255 0,607 0,9910
427 2,899 0,665 0,9360 547 2,230 0,591 0,9659 612 2,814 0,584 0,8790
428 2,712 0,729 0,8254 548 3,108 0,748 0,8706 613 1,859 0,487 0,8252
429 1,774 0,566 0,9837 549 2,844 0,653 0,9611 614 1,353 0,455 0,9884
448 1,859 0,544 0,9334 555 0,559 0,301 0,9905 617 4,993 1,230 0,9320
449 0,225 0,239 0,8941 559 4,817 1,204 1,0000 618 3,810 0,858 0,9190
450 3,703 0,843 0,9366 560 1,216 0,477 0,9777 619 3,825 0,810 0,9564

61 dari 87
Pd T-14-2004-A

Tabel B.3c Nilai-nilai a1, b dan koefisien korelasi R2

Kotak a1 b R2 Kotak a1 b R2 Kotak a1 b R2


846 2,165 0,602 1,0000 904 4,251 0,863 0,8532 986 1,531 0,532 0,9346
847 3,316 0,801 0,9715 905 2,273 0,580 0,9892 993 1,130 0,477 0,7500
848 4,639 1,023 0,8429 919 1,720 0,467 0,6833 994 4,348 0,865 0,9587
849 3,779 0,903 0,8515 922 2,730 0,609 0,9039 995 3,826 0,871 0,7998
850 3,921 0,951 0,8666 923 1,454 0,286 0,8702 996 2,718 0,740 0,9315
851 2,244 0,558 0,7881 925 3,516 0,954 1,0000 997 3,896 0,802 0,9120
852 4,643 1,022 0,8319 926 2,327 0,637 0,9675 998 3,563 0,727 0,9838
853 4,274 0,916 0,8789 927 2,604 0,674 0,9554 999 3,109 0,845 0,9433
854 4,292 0,893 0,9513 928 3,562 0,833 0,9153 1018 4,638 0,893 0,9972
855 3,925 0,873 0,9259 929 0,799 0,347 0,8993 1019 4,843 0,971 0,9364
856 5,769 1,121 0,9461 946 3,414 0,814 0,9020 1020 3,110 0,752 0,9353
857 5,983 1,155 0,9107 947 1,898 0,477 0,9623 1021 4,102 0,912 0,9358
858 3,629 0,883 0,9236 948 2,862 0,656 0,9728 1022 3,804 0,801 0,9177
873 3,947 1,000 0,7842 949 3,466 0,863 0,8152 1042 2,725 0,613 0,9723
874 1,955 0,602 0,8976 950 4,428 0,981 0,9345 1043 3,120 0,658 0,9903
876 3,952 0,984 0,9419 951 4,129 0,901 0,8803 1044 2,436 0,580 0,9416
877 5,383 1,108 0,8978 952 2,103 0,518 0,9953 1045 2,646 0,631 0,9090
878 3,928 0,857 0,9061 953 3,758 0,954 0,8829 1046 1,405 0,426 0,9002
879 3,909 0,800 0,9618 962 1,565 0,527 0,8575 1066 3,861 0,852 0,8644
880 5,651 1,052 0,8939 969 0,598 0,221 0,6000 1067 5,862 1,148 0,8575
881 4,200 0,921 0,9438 970 1,785 0,516 0,8983 1068 3,360 0,744 0,9118
882 5,222 1,255 0,9397 971 3,050 0,670 0,9528 1069 3,334 0,759 0,9627
898 2,558 0,656 0,9629 972 2,535 0,512 0,9345 1070 3,896 0,954 1,0000
901 3,248 0,696 0,8939 973 4,009 0,859 0,9139 1091 2,690 0,632 0,8356
902 3,660 0,851 0,9321 974 5,188 1,102 0,9310 1092 4,392 0,835 0,9512
903 4,305 0,887 0,9091 975 2,675 0,704 0,9808 1093 4,761 0,899 0,8575

2
Kotak a1 b R
1094 3,635 0,744 0,9842
1095 3,593 0,954 0,8917
1116 4,339 0,942 0,8917
1117 4,052 0,854 0,9178
1118 2,482 0,540 0,9604
1119 2,558 0,778 0,9832

62 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar B.4 Peta kejadian gempa Ms > 5 untuk 100 tahun pengamatan

Gambar B.5 Peta kejadian gempa Ms > 6 untuk 100 tahun pengamatan

63 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar B.6 Peta kejadian gempa Ms > 7 untuk 100 tahun pengamatan

Gambar B.7 Peta kejadian gempa Ms > 8 untuk 100 tahun pengamatan

B.2 Fungsi atenuasi


B.2.1 Fukusima dan Tanaka (1990)
Berdasarkan pada pada data gempa di Jepang dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Untuk
segala jenis tanah dengan faktor koreksi tertentu, fungsi attenuasi diturunkan sebagai
berikut.
log PHA (gals) = 0,41 MS - log (r+0,030. 10 0.41M S )-0,0033r+1,28……….(B.4)

dengan :
PHA adalah percepatan gempa horisontal maksimum (gals)
MS adalah magnetudo
r adalah jarak hiposentrum terdekat
64 dari 87
Pd T-14-2004-A

B.2.2 Idriss (1991)


Berdasarkan pada data gempa di California dan San Fransisco. Dengan jenis tanah batuan
tertentu dapat dibuat persamaan sebagai berikut.

ln(y) = α0 + exp(α1 + α2 M ) + [β0 − exp(β1 + β2M )]ln(R + 20) + 0,2F ……(B.5)


dengan :
α 0 = -0,05 ; α1 = 3,477 ; α 2 = -0,284 ; β 0 = 0 ; β1 = 2,475 ; 2 = -0,286
Ln = natural logarithm
Y = parameter pergerakan tanah (PHA dan Spectral Acceleration)
M = besaran momen (moment magnetudo)
R = Jarak terdekat terhadap sumber gempa, untuk M ≤ 6 dipakai jarak hiposentrum.

0 strike slip fault


F = 1 reverse fault
0,5 oblique source

B.2.3 Sadigh (1993)


Berdasarkan pada gempa-gempa penting di California, seperti Imperial Valley (1979),
Coalinga (1983), Morgan Hill (1984), North Palm Spring (1986), Whittier (1987), Loma Prieta
(1989), dan Landers and Big Bear (1992). Persamaannya ialah sebagai berikut.

ln (PHA) = C1 + C 2 M + C 4 ln( R + exp(C 5 + C 6 M )) ………..(B.6)


dengan :
C1 = -1,274 ; C2 = 1,1 ; C4 = -2,1 ; C5 = -0,48451 ; C6 = 0,524

B.2.4 Joyner and Boore (1993)


Persamaan untuk gempa-gempa Loma Prieta (1989). Landers and Big Bear (1992) dan
Petrolia (1992), diturunkan dengan menggunakan data dengan besar magnetudo mendekati
7. Keadaan tanah diklasifikasikan ke dalam empat kelas berdasarkan pada rata-rata
kecepatan gelombang pada kedalaman lebih besar dari 30 m. Pada persamaan berikut D
belum termasuk dalam analisis. Rumus empiris ini berlaku untuk batuan dasar (bed rock).

log Y(g)= b1 + b2 ( M − 6) + b3 ( M − 6) 2 + b4 r + b5 log( r ) + b6 G B + b7 Gc (B.7)


(
r= d +h )
2 1 2

0 untuk kelas lokasi A 0 untuk kelas lokasi A


GB = 0 untuk kelas lokasi B GC = 0 untuk kelas lokasi B
1 untuk kelas lokasi C 1 untuk kelas lokasi C

dengan :
b1=-0,105 ; b2= 0,229 ; b3 = 0 ; b4 = 0 ; b5 = -0,778 ; b6 = 0,162 ; b7= 0,251 ;
d = ∆ : jarak episentrum (km) ;
h : kedalaman gempa, diambil 30 km ;
r = R : jarak hiposentrum.

65 dari 87
Pd T-14-2004-A

Tabel B.4 Kelas lokasi yang tergantung pada kers batuan


Kelas Lokasi v s (m/det) pada kedalaman 30 m
A >750
B 360-750
C 180-360

B.2.5 Crouse (1991)


Rumus perhitungan Crouse ialah :

Ln(PGA) = 6.36 +1.76 ⋅ M S − 2.73⋅ Ln(R +1.58 ⋅ exp(0.608 ⋅ M S )) + 0.00916 ⋅ h


…………………………..(B.8)
B.2.6 Youngs (1997)
Rumus perhitungan Youngs ialah :
Ln (PGA) = 0,2418 + 1,414 x M –2,552 x Ln(R+1,7818.exp(0,554 x M)) + 0,00607 x H +
0,3846 x Zt ………………………….. (B.9)

B.2.7 Kenneth W. Campbell


Persamaan ini diturunkan berdasarkan pada data gempa dengan magnetudo > 4,7 pada
periode 1957-1993, dengan kondisi tanah dan batuan sebagai berikut :

Lny(g)= β 0 + 0 ,683 M + β 1 tanh [0 ,647 (M − 4 .7 )] − 1,0 ln( r ) − α R +0,27F


+ [β 2 − 0.105ln(R)]S + β 3 tanh(0,620D) …………….. (B.10)
r = ( R 2 + [0,0586 exp(0,683M )] )
2 1 2

α = β4 + β5M
dengan :
0 untuk strike - slip dan normal faults
F=
1 untuk reverse, reverse - oblique, thrust - oblique faults
0 Tanah
S=
1 Batuan
D : kedalaman lapisan batuan dasar (basement rock) dalam (km).

Tabel B.5 Konstanta β untuk persamaan B.10


Periode β0 β1 β2 β3 β4 β5
(detik)
PHA -3,15 0 0 0 0,0150 -0,000995

66 dari 87
Pd T-14-2004-A

Perbandingan Rumus Empiris (M = 7.5 dan R = 300 km)

0.7

0.6
Fukushima
Idriss
Sadigh
0.5
Boore A
Boore B
Boore C
0.4
PGA (g)

Crouse
Youngs
Campbell
0.3

0.2

0.1

0
10 40 70 100 130 160 190 220 250 280 310
R (km)

Gambar B.8 Hubungan percepatan gempa horisontal dengan jarak hiposentrum

Dalam pemilihan fungsi atenuasi atau rumus empiris ini, satuan PHA yang digunakan ialah g
(gal = cm/det2, dan g = 1/980 cm/det2). Magnetudo gempa yang diambil ialah 7,5 dengan
kedalaman 30 km.
Agar mudah terlihat, perbandingan hasil antarfungsi atenuasi sebaiknya digambarkan dalam
bentuk grafik fungsi percepatan dengan jarak hiposentrum (lihat gambar B.8).
Berdasarkan pada grafik tersebut, terlihat bahwa fungsi atenuasi Joyner and Boore kelas B
pada jarak relatif kecil (10-30 km) memiliki nilai PGA relatif kecil, sedangkan untuk jarak yang
jauh memiliki nilai rata-rata dibandingkan dengan rumus lainnya. Namun, nilai PGA untuk
jarak kecil pada semua fungsi atenuasi berubah-ubah. Rumus empiris Joyner & Boore ini
berlaku untuk bed rock sehingga mencakup kegempaan di Indonesia yang memiliki batuan
dasar muda dan relatif lunak. Nilai percepatan hasil perhitungan dengan rumus tersebut
tidak perlu dikoreksi lagi, karena sudah berlaku untuk batuan dasar (bed rock). Lain halnya
untuk rumus Fukusima & Tanaka yang berlaku untuk permukaan tanah yang memerlukan
faktor koreksi nilai percepatan gempa tersebut dibagi dengan 0,8. Nilai magnetudo pada
rumus empiris ini menggunakan Mw (moment magnetudo) sehingga nilai magnetudo yang
ada yaitu dalam bentuk Ms (Surface Wave Magnetudo) harus dikonversikan terlebih dahulu,
sesuai dengan persamaan (B.12).
Setelah fungsi atenuasi dari Joyner and Boore ditentukan untuk digunakan dalam analisis
data, perlu dicari besarnya jarak hiposentrum (R) untuk tiap-tiap jarak episentrum. Hal ini
disebabkan yang dibutuhkan untuk data program komputer ialah jarak episentrum,
sedangkan di dalam rumus Joyner and Boore yang diperlukan ialah jarak hiposentrum.
Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar B.9.

67 dari 87
Pd T-14-2004-A

Jarak episentrum ( ∆ )
Titik pengamatan episentrum

Kedalaman = 30 km

Jarak hiposentrum ( R )

Fokus gempa •

Gambar B.9 Hubungan jarak episentrum dan jarak hiposentrum dengan


kedalaman gempa

Jarak hiposentrum diperoleh dengan rumus Phytagoras, yaitu :

R= ∆ 2 + 302 (B.11)

Data yang perlu dimasukkan ke dalam program komputer ialah besarnya jarak episentrum
dan besarnya percepatan tanah maksimum yang dinyatakan dalam g untuk beberapa nilai
magnetudo. Adapun jumlah jarak episentrum yang dapat dimasukkan ke dalam program
komputer berjumlah maksimal 20 buah.
Berikut ini diberikan beberapa contoh perhitungan :
¾ Contoh perhitungan 1 :

- Diketahui : Jarak episentrum (D) = 10 km


- Ditanyakan : Jarak hiposentrum (R) = ?
- Jawab : R= ∆ 2 + 302
= 102 + 302
= 31,6227766 km

¾ Contoh perhitungan 2 :

- Diketahui : Magnetudo (M) = 7,5


Mw = 1,1.Ms – 0,64 = 1,1x7,5 – 0,64 = 7,61 ………………(B.12)
Jarak hiposentrum (R) = 31,6227766 km
Ms ialah surface moment magnetudo;
Mw ialah moment magnetudo.
- Ditanyakan : Percepatan gempa maksimum di permukaan tanah dengan menggunakan
persamaan attenuasi Joyner-Boore (ag) = ?
- Jawab :
ag = 10^(-0,105 + 0,229 x (M-6) – 0,778 x log R + 0,162 x GB + 0,251 x GC
ag = 10^(-0,105 + 0,229 x (7,61 – 6) – 0,778 x log(31,6227766) + 0,62 x 1 + 0,251 x 0)
ag = 0,181422 g

68 dari 87
Pd T-14-2004-A

B.3 Aselerogram gempa kuat pada batuan dasar untuk desain


Metode yang dugunakan adalah :
1) metode superposisi (Seed, Idriss, Kiefer 1969)
2) cara stokastik

B.3.1 Metode superposisi


Langkah-langkah pembuatan aselerogram desain dengan metode superposisi ialah sebagai
berikut.
1) lakukan analisis statistik kejadian gempa untuk menentukan Ms yang sesuai dengan
periode ulang yang diinginkan dengan jarak episentrum terdekat.

2) hitung percepatan gempa maksimum desain ad atau k=ad/g

3) tentukan periode predominan Tp dari batuan dasar ( Vs >300m/det) menggunakan


gambar B.10 .

4) pilih aselerogram pada Tabel B.5 dengan periode predominan yang mendekati Tp dari
hasil studi.

Gambar B.10 Hubungan antara periode predominan pada batuan


dasar dengan jarak ke sesar aktif atau jarak pusat gempa untuk
variasi magnetudo (Seed dkk 1969)
5) Aselerogram yang dipilih mempunyai parameter (lihat tabel B.5) berikut.
T1 : periode predominan;
∆t1 : interval waktu aselerogram
amaks1 : percepatan gempa maksimum
t01 : durasi goncangan

6) Ubah interval waktu aselerogram yang ada sehingga periode predominan T1 sama
dengan periode predominan batuan dasar setempat Tp yaitu dengan persamaan :
∆t2 = ∆t1xTp/T1 … (B.12)
dengan :
∆t2 : interval aselerogram desain
∆t1 : interval aselerogram gempa yang dipilih
Tp : periode predominan hasil studi (gambar B.10)
T1 : periode predominan aselerogram yang dipilih

7) Ubah percepatan gempa maksimum (amaks1) dari aselerogram yang dipilih, yaitu dengan
mengalikannya dengan faktor koreksi ad/amaks1

69 dari 87
Pd T-14-2004-A

8) Durasi aselerogram desain ditentukan dengan rumus :


t02 = 4 + 11x(Ms-5) (detik) (rumus dari Donovan)

Jika t02 > t01 tambah rekaman


Jika t02 < t01 kurangi rekaman

Tabel B.6 Parameter 22 rekaman aselerogram gempa untuk analisis respons dinamik
Gempa Ms Deps ∆t1 t01 amaks T1
(km) (detik) (detik) (g) (detik)
Auburn dam (H) 6,5 0,01 20,47 0,642 0,15
Auburn dam (V) 6,5 0,01 20,47 0,386 0,15
California DWR Oroville (H) 6,5 0,01 20,47 0,600 0,20
Paicoma Taft Spectrum (V) 6,5 0,01 20,47 0,341 0,20
Nearfield Synthetic 1 7,5 0,01 20,47 0,630 0,10
Nearfield Synthetic 2 7,5 0,01 20,47 0,630 0,30
San Fernando (H) 6,6 37,10 0,02 35,98 0,151 0,30
San Fernando (V) 6,6 37,10 0,02 35,98 0,049 0,15
Jennings A-1 (H) 8,25 20,00 0,025 119,975 0,376 0,80
Jennings A-2 (V) 8,25 20,00 0,025 119,975 0,440 0,40
El Centro 1940 South (H) 6,70 9,30 0,02 53,42 0,349 0,45
El Centro 1940 West (H) 6,70 9,30 0,02 53,42 0,214 0,25
El Centro 1940 (V) 6,70 9,3 0,02 53,42 0,210 0,10
Norden dam (H) 6,0 17,80 0,01 20,47 0,225 0,20
Island Park 1 (H) 7,5 18,00 0,01 20,47 0,594 0,20
Island Park 2 (H) 7,5 18,00 0,01 20,47 0,423 0,25
Jackson Lake Dam (H) 6,5 0,01 10,31 0,484 0,10
Koyno Long (India) (H) 6,5 3,00 0,01 10,23 0,583 0,15
Paicoma Taft Modifcation (H) 7,25 2,00 0,01 37,83 0,750 0,20
Farfield / Seed-Idriss (H) 8,25 0,02 75,18 0,420 0,45
Bradbury Dam Local (H) 7,25 0,0266 45,08 0,699 0,35
Bradbury Dam Distant (H) 8,25 60,00 0,025 89,975 0,200 0,30

70 dari 87
Pd T-14-2004-A

Lampiran C
Formulasi analisis alihan tetap

C.1 Metode keping geser (shear wedge) dari Makdisi & Seed

C.1.1 Grafik penentuan alihan tetap


Dalam penentuan alihan tetap dengan metode Makdisi & Seed disediakan dua buah grafik
yaitu grafik hubungan antara Kmax/űmax dengan Y/H (gambar C.1) dan hubungan antara
Ky/Kmax dengan Uk=U/ (Kmax x g x T0) periksa gambar C.2. Parameter yang diuraikan űmax
ialah parameter yang dihitung secara iteratif dengan menggunakan cara Seed & Martin.

Penjelasan parameter grafik pada gambar C.1 dan


C.2.
• űmax= percepatan gempa maksimum di puncak yang
diperoleh dengan metode Seed-Martin
• Y = kedalaman bidang gelincir dari puncak
• H = tinggi bendungan
• Kmax= percepatan gempa maksimum yang bekerja
pada titik pusat bidang gelincir yang diperoleh
dari grafik gambat C.1
• Ky = diperoleh dengan melakukan analisis stabilitas
dengan menvariasikan Kh , sehingga diperoleh
suatu grafik hubungan antara FK dengan Kh , i
pada FK=1 diperoleh Kh yang sama dengan Ky
Ky > Kmax tidak ada alihan tetap.
Ky < Kmax ada alihan tetap
• U = alihan tetap dari grafik gambar C.2
• T0 = periode predoman atau periode mode 1
• g = gravitasi

Metode F.E

“ Shear Slice” M-8¼


(mencakup untuk semua data)

Rata-rata
semua data

kmax/δmax ky/kmax

Gambar C.1 Hubungan antara Kmax / űmax Gambar C.2 Hubungan antara Ky / Kmax
dengan Y/H dengan Uk

71 dari 87
Pd T-14-2004-A

C.1.2 Penentuan percepatan gempa maksimum di puncak


Besarnya percepatan gempa maksimum pada setiap kedalaman Y dan waktu t menurut
Seed dan Martin dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

Gambar C.3 Model Seed & Martin dalam formulasi űmax

Y
2 Jo( β n )
u (Y , t ) = ∑ H ω V (t ) …….. (C.1)
β n J1 (β n )
n n
n =1
t
Vn (t ) = ∫ ug (t )e −λnωn ( t −τ ) sin{ω dn (t − τ )}
……(C.2)

0

ωdn = ω (1 − λn ) ………………(C.3)

Jika λn bernilai kecil ωdn = ωn untuk λn ≤ 20%, persamaannya adalah

vs
ωn = β n ` …….(C.4)
H
vs = G / ρ ……… (C.5)

dengan :
J1 : fungsi Bessel tingkat pertama dengan orde nol dan satu
βn : akar dari persamaan Jo (βn Y/H) = 0 (lihat tabel C.1)
Vs : kecepatan rambat gelombang geser
ωn : frekuensi alamiah (natural frequency) untuk ragam ke-n
ρ : kepadatan massa
ű(Y,t) : percepatan gempa pada kedalaman y dan waktu t
Űg(t) : percepatan gempa di permukaan pada waktu t
Vn (t) : Integral Duhamel.

72 dari 87
Pd T-14-2004-A

Persamaan C.1 dapat disederhanakan seperti persamaan C.6 berikut.

u (Y , t ) = ∑ φ n (Y )ω nV n (t ) …………………… (C.6)
n =1

 Y 
2.J 0  β n. 
φn(Y) =  H = partisipation factor …….(C.7)
βn.J1.( βn)

Tabel C.1 Nilai βn untuk 5 ragam vibrasi pada bendungan urugan


M N
1 2 3 4 5

0 2,404 5,520 8,654 11,792 14,931


1/2 2,903 6,033 9,171 12,310 15,451
4/7 2,999 6,133 9,273 12,413 15,544
2/3 3,142 6,283 9,525 12,566 15,708
1 3,382 7,106 10,174 13,324 16,471

Dalam perhitungan, penggunaan tiga ragam vibrasi yang pertama sudah dianggap cukup
teliti. Dari tabel nilai βn telah dapat diketahui yaitu :

β1 = 2,404 ; ω1 = 2,404 Vs /H ; T1= 2¶ / ω1 = 2,614 Vs /H …. (C.8)


β2 = 5,520 ; ω2 = 5,520 Vs /H ; T2= 2¶ / ω2 =1,138 Vs /H …. (C.9)
β3 = 8,654 ; ω3 = 8,654 Vs /H ; T3= 2¶ / ω3 =0,726 Vs /H ……(C.10)

Pada puncak bendungan Y = 0, nilai mode participation faktornya didapat dari gambar C.4
φ1 (0) = 1,60 )
φ2 (0) = 1,06 ) …………..(C.11)
φ3 (0) = 0,86 )

Gambar C.4 Nilai φn fungsi dari y/H

Percepatan gempa maksimum di puncak dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.

u n max = φ n ( 0 ) Sa n …………………….. (C.12)

dengan : San : spectrum percepatan gempa

73 dari 87
Pd T-14-2004-A

Percepatan gempa maksimum di puncak bendungan untuk tiga mode yang pertama dapat
ditulis sebagai berikut :
ű1max = φ1 (0) Sa1 = 1,60 Sa1 ……… (C.13)
ű2max = φ2 (0) Sa2 = 1,06 Sa2 ……… (C.14)
ű3 max = φ3 (0) Sa3 = 0,86 Sa3 ……… (C.15)
Karena nilai-nilai maksimum pada setiap ragam terjadi pada waktu yang berbeda-beda,
percepatan gempa maksimum di puncak bendungan diambil sebagai akar penjumlahan
kuadrat dari percepatan gempa maksimum dari tiga mode pertama.

űmax = [ Σ (űnmax)2 ] 0,5

űmax = [ 2,56 Sa12 + 1,12 Sa22 + 0,74 Sa32 ] 0,5 ….(C.16)

Regangan geser (γ) yang terjadi pada setiap elevasi bendungan (Y) dan waktu (t) menurut
Seed dan Martin dapat dinyatakan dengan persamaan
 Y
2 J1  β n . 
H
γ (Y,t) =
∑ H.ω 2 .β . J . (β ) ωn . Vn (t).. ……… (C.17)
n n 1 n

persamaan C.17 dapat juga ditulis dalam bentuk berikut.


H
γ (Y,t) =
Vs
2 ∑φ ' n (Y)ωn . Vn (t) ………..(C.18)
 Y
2 J1  β n . 
dengan : φ’n (Y) =  H ………(C.19)
β n . J1
2

φ’n (Y) : faktor ragam partisipasi untuk regangan

Dengan menganggap hanya ragam pertama saja yang berpengaruh, regangan geser
maksimum yang terjadi pada setiap kedalaman dapat dinyatakan dengan persamaan
H …………………… (C.20)
γ (max) (Y ) = φ (Y ) Sa1
2 1
Vs
dengan :
γ max (Y) : regangan geser maksimum pada elevasi Y
φ1 (Y) : faktor ragam partisipasi untuk regangan pada mode kesatu
Sa1 : nilai ragam percepatan pada frekuensi alamiah ω1 .

Regangan geser maksimum rata-rata pada seluruh penampang bendungan pada mode
pertama diperoleh dengan menggunakan faktor partisipasi ragam rata-rata pada seluruh
penampang bendungan, yaitu

(φ1) rata = 1
5
(0.38 + 0.41 + 0.35 + 0.24 + 0.1) = 0.3 …….(C.21)

sehingga
H
(γ max ) rata = 2
(φ1 ) rata .Sa…
1 ……. (C.22)
Vs

74 dari 87
Pd T-14-2004-A

Dengan menganggap bahwa regangan geser ekivalen ialah 65% dari regangan geser
maksimum, persamaannya adalah:
(γ rata ) ek = 0 . 65 ( γ max ) rata

H
(γ rata ) ek = 0.65 × 0.30 × 2
× Sa1
Vs
H ………. (C.23)
(γ rata ) ek = 0.195 × 2 × Sa1
Vs
Setelah (γrata)ek diperoleh, modulus geser G dan rasio redaman D didapat dari grafik
hubungan G / Gmax dan D terhadap regangan geser γ (periksa subbab 7).

75 dari 87
Pd T-14-2004-A

Lampiran D
Contoh-contoh aplikasi stabilitas dinamik
bendungan urugan

D.1 Contoh evaluasi potensi likuifaksi


Diketahui suatu perlapisan tanah seperti diperlihatkan pada gambar D.1 (Nilai N dari hasil uji
penetrasi standar (SPT), D50 dan berat volume tanah γt). Percepatan gempa maksimum di
permukaan tanah ag = 120 gal.

Pertanyaan : Hitung potensi likuifaksi


Penyelesaian :
Vs dari perlapisan pasir yang terbawah sebesar 500 m/detik (berarti melebihi 280 m/detik)
sehingga sebagai batuan dasar dianggap berada pada kedalaman 15,00m .
n
Tp = Σ (4Hi/Vsi) = (4x10/120) + (4x5/140) = 0,476 detik
1=1

Ts = 1,25 Tp = 1,25 x 0,476 = 0,595 detik.


Dari tabel 3.5 faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat v = 1,1; ad = 1,1 x 120 = 132 gal ,
Kh = 132/981 = 0,135
Hasil analisis potensi likuifaksi diperlihatkan dalam tabel D.1, Fp ≤ 1 perlapisan tanah pasir
mulai pada kedalaman 3,00 sampai dengan 10,00m mempunyai potensi likuifaksi.

Tabel D.1 Hasil analisis potensi likuifaksi


Kedalaman Nspt σv σ’v D50 Rp rd = L Fp=R/L
Z (m) 2
(ton/m )
2
(ton/m ) (mm) (ton/m2) 1-0.015Z (ton/m2)
2 7 3,65 3,15 0,14 0,208 0,970 0,152 1,368
3 6 5,55 4,05 0,14 0,189 0,955 0,177 1,068
4 6 7,45 4,95 0,14 0,180 0,940 0,191 0,942
5 4 9,35 5,85 0,14 0,158 0,925 0,200 0,790
6 7 11,25 6,75 0,14 0,175 0,910 0,205 0,854
7 10 13,15 7,65 0,14 0,186 0,895 0,208 0,841
8 9 15,05 8,55 0,14 0,177 0,880 0,209 0,847
9 4 16,95 9,45 0,14 0,145 0,865 0,209 0,694
10 5 18,85 10,35 0,14 0,149 0,850 0,209 0,713

Catatan : γt = 1,8 ton/m3 ; γsat = 1,90 ton/m3.


Kh = 0,135 ; L = 0,135 x rd x σv/σ’v

76 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar D.1 Perlapisan tanah untuk analisis likuifaksi

77 dari 87
Pd T-14-2004-A

D.2 Contoh analisis stabilitas lereng bendungan


Bendungan Tilong yang terletak di Nusa Tenggara Timur (gambar D.2) pada koordinat
10,15° LS dan 124° BT ialah bendungan tipe urugan batu dengan inti kedap air. Tinggi
bendungan H= 45m ; volume tampungan pada muka air normal = 19 x 106 m; kebutuhan
evakuasi berjumlah 100-1000 orang, tingkat kerusakan di hilir bendungan diperkirakan
termasuk kategori agak tinggi dan fondasi bendungan terletak di atas batuan.

Gambar D.2 Peta lokasi bendungan Tilong

Gambar D.3 Tata letak bendungan , bangunan pelimpah dan pengeluaran Tilong

78 dari 87
Pd T-14-2004-A

Gambar D.4 Potongan memanjang dan melintang bendungan Tilong

Gambar D.5 Profil geologi, kekuatan batuan dan kelulusan air


pada poros bendungan Tilong
79 dari 87
Pd T-14-2004-A

Ditanyakan : besaran percepatan gempa desain.


Penyelesaian :
1) Parameter fondasi dan material urugan dijelaskan pada tabel D.2 berikut

Tabel D.2 Parameter desain untuk analisis stabilitas lereng


Parameter Masa konstruksi Aliran tetap atau surut cepat
Fondasi Inti Batu Fondasi Inti Batu
3
γn (kN/m ) 15,20 18,80 22,00 15,20 18,80 22,00
γsat (kN/m3) 16,10 19,10 23,00 16,10 19,10 23,00
φ, φ’ 43,00 27,00 - 58,00 25,00 -
Lapis 1 - 45,00 - - 45,00
Lapis 2 - 42,00 - - 42.00
Lapis 3 - 40,00 - - 40,00
c, c’ (kN/m2) 271,00 23,00 0,00 150 17,00 0,00

2) Penentuan kelas bangunan dan beban gempa ialah sebagai berikut


Kapasitas waduk = 19 x 106 m3 FRk = 4
Tinggi bendungan = 45 m FRt = 4
Kebutuhan evakuasi = 100-1000 orang FRe = 8
Tingkat bahaya hilir = agak tinggi FRh = 8
FRtot= 24

Kelas risiko bendungan Tilong termasuk Kelas III (tinggi)


Analisis dilakukan pada T =100 tahun ; FK sesuai dengan kriteria yang berlaku
T = 5000 tahun FK>1, jika tidak dipenuhi analisis dinamik
Lokasi bendungan : pada koordinat 10,15° LS dan 124,0° BT
Dari peta gempa Z=1

T=100 tahun
ad = Zx ac x v = 1 x 190 x 0,8 = 152 gal
Kh = ad/ 981 = 152/981 = 0,155 g
Ko = α3 x Kh = 0,5 x 0,155 = 0,0775 g
Untuk y/H =0,25 ; K = Ko x ( 2,5-1,85 y/H) = 0,16g
Untuk y/H =0,50 ; K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,13 g
Untuk y/H =0,75 ; K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,12 g
Untuk y/H =1,0 , K = Ko x ( 2,0 –0,6 y/H) = 0,11 g

Table D.3 Ikhtisar hasil analisis stabilitas lereng kondisi tanpa gempa dan dengan
gempa dengan cara koefisien termodifikasi pada T=100 tahun dan T=10000 tahun
Faktor Keamanan T=100 Faktor Keamanan T=10000

Kondisi Tanpa Y/H = 1 Y/H = 0,75 Y/H = 0,50 Y/H = 0,25 Y/H = 1 Y/H = 0,75 Y/H = Y/H =
0,50 0,25
Gempa K = 0,11 g K = 0,12 g K = 0,13 g K = 0,16g K=0,21g K=0,24g K=0,26g K=0,31g
Massakonstr 3,13 2,04 2,01 1,87 1,66 - - - -
uksi U/S
Massa 2,85 1,90 1,93 1,46 1,47 - - - -
konstruksi
D/S
Aliran tetap 3,00 1,58 1,53 1,45 1,39 - 1,25 1,21 1,15
U/S
Aliran tetap 2,82 1,88 1,90 1,46 1,46 - 1,73 1,30 1,25
D/S
Surut Cepat 2,74 1,67 1,63 1,77 1,66 - 1,50 1,52 1,35
U/S

80 dari 87
Pd T-14-2004-A

3) Analisis alihan tetap dengan cara Makdisi & Seed dijelaskan sebagai berikut
a) Mencari nilai koefisien percepatan gempa kritis pada Y/H = 0,25, 0,5 dan 0,75, baik untuk
lereng udik maupun lereng hilir pada bidang longsoran kritisnya. Hal ini dilakukan dengan
mengubah-ubah nilai K dan menghitung FK, kemudian dibuatkan grafik hubungan antara
FK dan K seperti terlihat pada gambar D.6 dan D.7
b) Pada FK = 1 diperoleh nilai Ky. Grafik hubungan antara FK dan nilai K dapat diperiksa
pada gambar D.6 dan D.7.
c) Melalui berbagai perhitungan seperti diuraikan dalam Najoan (1991), diperoleh alihan
tetapnya pada M= 6,5 ; 7,5 dan 8,5, seperti diperlihatkan pada tabel D.4 dan D.5.
d) Dari hasil analisis alihan tetap yang dilakukan dengan asumsi gempa sangat kuat, yaitu
pada Ms = 8,25m, alihan tetap terbesar terjadi pada puncak bendungan dengan Y/H =
0,25 pada kondisi aliran tetap sebelah udik sebesar 1,72 m yang masih lebih kecil dari
2,50m (0,50x5m) yang dipersyaratkan. Ini menunjukkan bendungan Tilong masih cukup
aman.

Tabel D.4 Alihan tetap bendungan Tilong kondisi aliran tetap udik (T=10000 thn)
Lereng Ms Y/H Umaks Kmaks/ Kmaks Ky Ky/Kmaks Umaks
(g) Umaks (g) (m)
8,25 0,75 1,369 0,432 0,592 0,309 0,522 0,187
0,50 1,369 0,600 0,821 0,316 0,385 0,747
0,25 1,369 0,842 1,152 0,352 0,305 1,719
7,50 0,75 1,369 0,432 0,592 0,309 0,522 0,089
Udik 0,50 1,369 0,600 0,821 0,316 0,385 0,311
0,25 1,369 0,842 1,152 0,352 0,305 0,770
6,50 0,75 1,369 0,432 0,592 0,309 0,522 0,054
0,50 1,369 0,600 0,821 0,316 0,385 0,172
0,25 1,369 0,842 1,152 0,352 0,305 0,3628

Tabel D.5 Alihan tetap bendungan Tilong kondisi aliran tetap hilir (T=10000thn)
Lereng Ms Y/H Umaks Kmaks/ Kmaks Ky Ky/Kmaks Umaks
(g) Umaks (g) (m)
8,25 0,75 1,369 0,432 0,592 0,497 0,8393 0,0113
0,50 1,369 0,600 0,821 0,376 0,4577 0,4462
0,25 1,369 0,842 1,152 0,416 0,3608 1,2495
7,50 0,75 1,369 0,432 0,592 0,497 0,8393 0,0057
Hilir 0,50 1,369 0,600 0,821 0,376 0,4577 0,1927
0,25 1,369 0,842 1,152 0,416 0,3608 0,5370
6,50 0,75 1,369 0,432 0,592 0,497 0,8393 0,0037
0,50 1,369 0,600 0,821 0,376 0,4577 0,1136
0,25 1,369 0,842 1,152 0,416 0,3608 0,2787

81 dari 87
Pd T-14-2004-A

a) Kondisi aliran langgeng lereng udik y/H =0,25

b) Kondisi aliran langgeng lereng udik y/H =0,50

c) Kondisi aliran langgeng lereng udik y/H =0,75


Gambar D.6 Penentuan percepatan gempa kritis lereng udik kondisi aliran langgeng
82 dari 87
Pd T-14-2004-A

a) Kondisi aliran langgeng lereng hilir y/H =0,25

b) Kondisi aliran langgeng lereng hilir y/H =0,50

c) Kondisi aliran langgeng lereng hilir y/H =0,75


Gambar D.7 Penentuan percepatan gempa kritis lereng hilir kondisi aliran langgeng

83 dari 87
Pd T-14-2004-A

a) Kondisi surut cepat lereng udik y/H =0,25

b) Kondisi surut cepat lereng udik y/H =0,50

c) Kondisi surut cepat lereng udik y/H =0,75


Gambar D.8 Penentuan percepatan gempa kritis lereng udik kondisi surut cepat
84 dari 87
Pd T-14-2004-A

Lampiran E

Daftar nama dan lembaga

1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

2) Penyusun
Nama Lembaga
Ir. Theo F. Najoan, M. Eng. Pusat Litbang Sumber Daya Air
Ir. Carlina Soetjiono, Dipl. HE. Pusat Litbang Sumber Daya Air

85 dari 87
Pd T-14-2004-A

Bibliografi

1. BALAI KEAMANAN BENDUNGAN, Dirjen Air, Dept. PU, 1998, “Pedoman Untuk
Menentukan Klasifikasi Bahaya Bendungan.”.
2. BENDER, B.; PERKINS, D.V., “Seisrisk III: A Computer Program For Seismic Hazard
Estimation “, US. Geological Survey, Bulletin no. 1772
3. BOLT, B.A.; ABRAHAMSON, N.A.,1982, “ New Attenuation Relation for Peak and
Expected Acceleration of Strong Ground Motion”, Bull. Seism. Soc. Am., Vol. 72. , No. 6,
Dec. pp 2307-2321
4. BOORE, D.M.. ; JOYNER, W.B.,1982, “ The Emperical Prediction of Ground Motion”,
Bull. Seism. Soc. Am., Vol. 72. , No. 6, Dec. pp 843-860
5. CAMPBELL, K.W.,1981, “ Near Source Attenuation of Peak Horizontal Acceleration “,
Bull. Of Seism. Soc. Am, Vol. 71, No. 6, Dec. pp 2039-2070.
6. CHANG, F.K.; KRINITZSKY, E.L., 1977, “ State of The Art for Assessing Earthquake
Hazards in the United States “, Miscellaneous Paper 5-73-1, US. Army Engineer
Waterways Experiment Station, Vicksburg, Miss. Report 8, Dec , 58 p
7. CORNELL, C.A.,1968, “ Engineering Seismic Risk Analysis “, Bull Of Seism. Soc. Of
America, Vol. 58, No. 5., pp 1583-1606.
8. Dirjen. Pengembangan Pedesaan, 1999, Penentuan beban gempa pada Bangunan
Pengairan, Dept. Kimpraswil
9. DER-KIUREGHIAN, A.; ANG, A. HS., 1977, “ A Fault Rupture Model for Seismic Risk
Analysis “, Bull. Of Seism. Soc. Am., Vol. 67, No. 4 pp 1173-1194
10. DONOVAN, N.C.; Bornstein, A., 1977, “The Problems of Uncertainties in the Use of
Seismic Risk Procedures”, ASCE Fall Convention and Exhibit, San Fransisco, Oct 17-21,
Preprint 2913, The Use of Probabilities in Civil Engineering , p 1-36.
11. DONOVAN, N.C.,1983, “ A Practitioner’s View of Site Effects on Strong Ground Motion”,
Workshop on Site Specific Effects of Soil and Rock Ground Motion and Implications for
Earthquake Resistant Design, Reston , VA., July 25-27, Proc. Conf. XXII, pp 68-79
12. FUKUSHIMA, Y.; TANAKA, T., 1990 , “A New Attenuation Relation For Peak Horizontal
Acceleration Of Strong Motion In Japan” , Bull. Seism. Soc. Am., 80 (4): 757-783
13. IDRISS, I.M., 1985, “ Evaluating Seismic Risk in Engineering Practice “, Proc., XI
International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, San Fransisco,
Agust 12-16.
14. ISHIHARA, KENJI, 1996 “Soil Behaviour in Earthquake Geotechnics”. Clarendon
Press, Oxford.
15. JOYNER, W.B; BOORE, D.M., 1982, ” Prediction of Earthquake Response Spectra”, 51
st Annual Convention , SEAOC, Sept . 30- Oct. 2, 1982, Sacramento, CA. , Proceedings ,
pp 359-375.
16. KIRIMIDJIAN, A.S.; SHAH, H.C., 1978, “ Probabilistic Site Dependent Spectra”, Stanford
University, John A. Blume Earthquake Engineering Center, Report No. 29, April, 86pp
17. Kramer, S.L.,1996, “Geotechnical Earthquake Engineering”. Prentice Hall,
18. KULKARNI, R.B.; SADIGH, K.; IDRISS, I.M., 1979, “ Probabilistic Evaluation of Seismic
Exposure “, Proceedings, Second US. National Conference on Earthquake Engineering,
Stanford, CA, pp 90-98.

86 dari 87
Pd T-14-2004-A

19. MAKDISI, F.I.; SEED, H.B., 1978, “ Simplified Procedure for Estimating Dam and
Embankment Earthquake Induced Deformations”, Journ Of The Geotechnical
Engineering Divisions, ASCE, Vol. 104, No. GT 7, July pp 849-867.
20. McGUIRE, R.K., 1976, “Fortran Computer Program For Seismic Risk Analysis”, US
Geological Survey, Open File Report 76-67
21. MOHRAZ, B., 1976, ”A Study Of Earthquake Response Spectra For Different Geological
Conditions “, Bull. of Seism. Soc. Of America, Vol. 66, No. 3. , June, pp 915-935
22. MOHRAZ, B., 1978, “ Influences of the Magnetudo of the Earthquake and The Duration
of Strong Motion on Earthquake Response Spectra “, Central American Conference on
Earthquake Eng., San Salvador, CA, Jan 9-12, Proc., pp 27-35
23. NAJOAN, Th.F., SOEROSO, D. dan RUKHIJAT, S., 1996 , “Peta Zona Gempa Dan Cara
Penggunaannya Sebagai Usulan Dalam Perencanaan Bangunan Pengairan Tahan
Gempa “, Jurn. Litbang Air, no. 36, Th.II-KW1
24. SEED, H.B.; IDRISS, I.M., 1982, ” Ground Motions and Soil Liquefaction During
Earthquakes “, Earthq. Engineering Research Institute, Berkeley, California , Monograph,
Libarary of Conggress Catalog Card Number 82-84224.
25. SEED, H.B.; UGAS, C.; LYSMER, J., 1974, ”Site Dependent Spectra for Earthquake
Resistant Design”, University Of California, Berkeley, Earthquake Engineering Research
Center, Report No. EERC 74-12, November, 14 pp.
26. SEED, H.B.; IDRISS, I.M. ; KIEFER, F.W., 1969, “ Characteristics of Rock Motions
During Earthquakes”, Journ. Of The Soil Mechanics and Foundations Div., ASCE, Vol.
95, No. SM5, pp 1199-1218.
27. Seed, H.B. and Idriss, I.M., 1970, “Soil Moduli and Damping Factors for Dynamic
Response Analyses “, Report EERC 70-10, Earthquake Engineering Research Center ,
University of California , Berkeley
28. Rollins K.M, Evans M.D, Diehl N.B and Daily III W.D, 1998, ” Shear Modulus and
Damping Relation for Gravels “, Journ. Geotechnical and Geoenvironmental Engineering,
May 1998 Vol. 24 no. 5.
29. United Nations Development Programme, Central Soil and Materials Research Station,
Indian Society for Rock Mechanics and Tunnelling Technology, 1994, “Dynamic Safety of
Earth and Rockfill Dams”. A A Balkema/Rotterdam.
30. The Institution of Civil Engineers, 1991, “An engineering guide to seismic risk to dams in
the United Kingdom”
31. WELLS, D.L.; Coppersmith, K.J., 1994, “New Emperical Relationship among Magnetudo,
Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area And Surface Displacement “, Bull Seism.
Soc. Am. 84(4): 974-1002.

87 dari 87

Anda mungkin juga menyukai