Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR TRAUMA


“FRAKTUR KLAVIKULA”

Disusun Oleh :
NAMA : ERINA SURYA
PRATIWI
NIM : 1601470008
KELOMPOK : 6A

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN LAWANG
MINGGU PRAKTIK : 23 MARET 2020 - 28 MARET 2020

TEMPAT PRAKTIK : IGD RSUD MARDI WALUYO BLITAR

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR CLAVIKULA
A. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah gangguan atau terputusnya kontinuitas dari struktur
tulang (Black & Hawks, 2005). Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah
tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot
dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (De Jong, 2010).
Fraktur clavicula adalah terputusnya hubungan tulang clavicula yang disebabkan oleh
trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan terputus atau tertarik keluar
(outstretched hand) karena trauma berlanjut dari pergelangan tangan sampai clavicula
( Muttaqin, 2012).
Jadi close fraktur clavicula adalah gangguan atau terputusnya hubungan tulang
clavicula yang disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan
terputus atau tertarik keluar (outstretched hand) yang tidak ada hubungan patah tulang
dengan dunia luar.
B. ETIOLOGI
Umumnya fraktur disebabkan oeh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. (De Jong,
2010)
1. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang,
hal tersebut akan menyebabkan fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat comminuted dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan
2. Trauma tak langsung Apabila trauma di hantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung, misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada clavicula. Pada keadaan ini jaringan
lunak tetap utuh.
3. Fraktur yang terjadi ketika tekanan atau tahanan yang menimpa tulang lebih besar
dari pada daya tahan tulang.
4. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
5. Usia penderita.
6. Kelenturan tulang dan jenis tulang.

C. KLASIFIKASI
Secara umum fraktur clavicula menurut Armis (2002) diklasifikasikan menjadi tiga
tipe yaitu
1. Fraktur pada sepertiga tengah clavicula (insiden kejadian 75% - 80%). Pada daerah
ini tulang lemah dan tipis serta umumnya terjadi pada pasien muda.
2. Fraktur atau patah tulang clavicula terjadi pada distal ( insiden kejadian 15%-25%).
Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular yakni, conoid dan trapezoid
a) Tipe 1.
Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya perpindahan tulang maupun
ganguan ligament coracoclevicular.
b) Tipe 2A.
Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan ligament coracoclavicular masih
melekat pada fragmen.
c) Tipe 2 B.
Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupun kedua-duanya.
d) Tipe 3.
Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yang melibatkan AC joint.
e) Tipe 4.
Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkan fragmen proksimal berpindah
keatas.
f) Tipe 5.
Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.
3. Fraktur clavicula pada sepertiga proksimal (5% pada kejadian ini berhubungan
dengan cidera neurovaskuler).
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik menurut Helmi (2012) adalah keluhan nyeri pada bahu depan,
adanya riwayat trauma pada bahu atau jatuh dengan posisi tangan yang tidak optimal
(outstretched hand).
1. Look yaitu pada fase awal cidera klien terlihat mengendong lengan pada dada
untuk mencegah pergerakan. Suatu benjolan besar atau deformitas pada bahu
depan terlihat dibawah kulit dan kadang-kadang fragmen yang tajam mengancam
kulit
2. Feel didapatkan adanya nyeri tekan pada bahu depan
3. Move karena ketidakmampuan mengangkat bahu ke atas, keluar dan kebelakang
thoraks.

E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi fraktur clavicula menurut Helmi (2012) adalah tulang pertama yang
mengalami proses pergerasan selama perkembangan embrio pada minggu ke lima dan
enam. Tulang clavicula, tulang humerus bagian proksimal dan tulang scapula
bersama-sama membentuk bahu. Tulang clavicula ini membantu mengangkat bahu ke
atas, keluar, dan kebelakang thorax. Pada bagian proximal tulang clavicula bergabung
dengan sternum disebut sebagai sambungan sternoclavicular (SC). Pada bagian distal
clavicula (AC), patah tulang pada umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan tulang
clavicula adalah tulang yang terletak dibawah kulit (subcutaneus) dan tempatnya
relatif didepan. Karena posisinya yang terletak dibawah kulit maka tulang ini sangat
rawan sekali untuk patah. Patah tulang clavicula terjadi akibat tekanan yang kuat atau
hantaman yang keras ke bahu. Energi tinggi yang menekan bahu ataupun pukulan
langsung pada tulang akan menyebabkan fraktur.

F. PATHWAY

T
e
k
a
n
a
n

L
a
n
g
s
u
n
g
/ d
T a
id
a K
k l
L a
a v
n i
g k
s u
u l
n a
g
p
FRAKTUR KLAVIKULA
a

Perub K Nyeri Akut


ahan e
jaring r
an u
sekita s
r a
(kulit, k
otot, a
tulang n
&
syaraf) f
r
a
g
m
e
n

t
u
l
a
n
g
/
c
e
d
e
r
a
n
j
a t
r u
i l
n a
g n
a g

Pembuluh darah
Lu vena/arteri terputus
ka Pergeser Reaksi
La an Inflama
ser tulang Perdarahan si
asi (Defor
mitas)
/ Pengump
Ker Pengeluaran
ulan Bradikinin &
usa Eskstremitas
Kerusakan darah Berkaitan dengan
kan atas tidak
Integritas
kuliKulit (Hemato Nosireseptor
dapat
t berfungsi m), Hb ↓
dengan baik Ht ↓
Pengelu
ara
Gangguan Mobilitas Mediato
Fisik r Kimia
(Histam
Imobilisasi in)
Gangguan Pola Tidur
Reaksi
Dilatasi
Pers Inflama
pembuluh
onal si
kapiler
Hygi (Tumor
(tekanan Kerusakan
ene kapiler otot ↑) &
Integritas Kulit
tidak Rubor)
adek
uat Histamin
menstimulasi
otot
Deficit Perawatan (spasme otot) 
vaskon Pembuluh
Diri

Metabolisme Anaerob
(ATP↓) →Penumpukan Asam Laktat

Keletihan
G. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Klavikula 1/3 Tengah
Terdapat kesepakatan bahwa fraktur klavikula 1/3 tengah non displaced
seharusnya diterapi secara non operatif. Sebagian besar akan berlanjut dengan
union yang baik, dengan kemungkinan non union di bawah 5% dan kembali ke
fungsi normal.
Manajemen non operatif meliputi pemakaian simple sling atau ransel verban
untuk kenyamanan. Sling atau ransel verban dilepas setelah nyeri hilang (setelah
1-3 minggu) dan pasien disarankan untuk mulai menggerakkan lengannya.
Terdapat lebih sedikit kesepakatan mengenai manajemen fraktur 1/3 tengah.
Penggunaan simple splintage pada fraktur dengan pemendekan lebih dari 2 cm
dipercaya menyebabkkan risiko terjadinya malunion simptomatik – terutama
nyeri dan tidak adanya tenaga saat pergerakan bahu – dan peningkatan insidens
terjadinya non-union. Sehingga dikembangkan teknik fiksasi internal pada fraktur
klavikula akut yang mengalami pergeseran berat, fragmentasi, atau pemendekan.
Metode yang dikerjakan berupa pemasangan plat (terdapat plat dengan kontur
yang spesifik) dan fiksasi intramedular.
2. Fraktur Klavikula 1/3 Distal
Sebagian besar fraktur 1/3 distal klavikula mengalami pergeseran minimal
dan ekstra-artikular. Ligamentum korakoklavikula yang intak mencegah
pergeseran jauh dan manajemen non operatif biasanya dipilih.
Penatalaksanaannya meliputi pemakaian sling selama 2-3 minggu sampai nyeri
menghilang, dilanjutkan dengan mobilisasi dalam batas nyeri yang dapat diterima.
Fraktur klavikula 1/3 distal displaced berhubungan dengan robeknya
ligamentum korakoklavikula dan merupakan injuri yang tidak stabil. Banyak studi
menyebutkan fraktur ini mempunyai tingkat non-union yang tinggi bila
ditatalaksana secara non operatif. Pembedahan untuk stabilisasi fraktur sering
direkomendasikan. Teknik operasi menggunakan plate dan screw
korakoklavikular, fiksasi plat hook, penjahitan dan sling techniques dengan graft
ligamen Dacron dan yang terbaru adalah locking plates klavikula.
3. Fraktur Klavikula 1/3 Proksimal
Sebagian besar fraktur yang jarang terjadi ini adalah ekstra-artikular.
Penatalaksanaan yang dilakukan sebagian besar adalah non operatif kecuali jika
pergeseran fraktur mengancam struktur mediastinal. Fiksasi pada fraktur
berhubungan dengan komplikasi yang mungkin terjadi seperti migrasi dari implan
ke mediastinum, terutama pada penggunaan K-wire. Metode stabilisasi lain yang
digunakan yaitu penjahitan dan teknik graft, dan yang terbaru locking plates.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada fraktur clavicula menurut De Jong (2010) dapat berupa
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
b. Sindrom kompartemen
c. Fat Embolism Syndrome
d. Infeksi
e. Syok
2. Komplikasi lanjut ( De Jong, 2010)
a. Mal union : proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
b. Non union : kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut De Jong (2010) yaitu
1. Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui, Hemoglobin, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, Laju endap darah (LED) meningkat
2. Radiologi
X Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
3. Venogram (anterogram)
mengambarkan arus vaskularisasi
4. CT Scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks
5. Rontgen
Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
6. Scan tulang atau MRI
memperlihatkan fraktur dan menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
FRAKTUR KLAVIKULA
I. PENGKAJIAN
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di
awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien
dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien
gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah
keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua :
1. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan
pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.
2. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan
pengkajian dari kepala sampai kaki.
a. Pengkajian Riwayat Penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian :
1) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S (signs and : tanda dan gejala yang diobservasi dan
symptoms) dirasakan klien

A (Allergis) : alergi yang dipunyai klien


M (medications) : tanyakan obat yang telah diminum klien
untuk mengatasi nyeri
P (pertinent past : riwayat penyakit yang diderita klien
medical hystori)
L (last oral intake : makan/minum terakhir; jenis makanan,
solid ada penurunan atau peningkatan
or liquid) kualitas makan
E (event leading to : pencetus/kejadian penyebab keluhan
injury or illnes)
2) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (provoked) : pencetus nyeri, tanyakan hal yang
menimbulkan dan mengurangi nyeri
Q (quality) : kualitas nyeri
R (radian) : arah penjalaran nyeri
S (severity) : skala nyeri ( 1 – 10 )
T (time) : lamanya nyeri sudah dialami klien
b. Tanda-tanda vital dengan mengukur :
- Tekanan darah
- Irama dan kekuatan nadi
- Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
- Suhu tubuh
c. Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
1) Pengkajian kepala, leher dan wajah
- Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak,
adakah perdarahan serta benda asing.
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau
keluaran lain seperti cairan otak.
- Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau
tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan
menelan.
2) Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
- Kelainan bentuk dada
- Pergerakan dinding dada
- Amati penggunaan otot bantu nafas
- Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan,
sianosis, abrasi dan laserasi
3) Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi,
distensi abdomen dan jejas
- Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
- Nadi femoralis
- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
- Distensi abdomen
4) Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
- Tanda-tanda injuri eksternal
- Nyeri
- Pergerakan
- Sensasi keempat anggota gerak
- Warna kulit
- Denyut nadi perifer
5) Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
- Deformitas
- Tanda-tanda jejas perdarahan
- Jejas
- Laserasi
- Luka
6) Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
- Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
- Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti
sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun
anggota keluarga
- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan
hiperventilasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan meliputi :
1. Radiologi dan Scanning
2. Pemeriksaan laboratorium
3. USG dan EKG

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai dengan
kategori urgensi masalah berdasarkan pada sistem triage dan pengkajian yang
telah dilakukan. Prioritas ditentukan berdasarkan besarnya ancaman kehidupan :
Airway, Breathing dan Circulation.
Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat muncul pada kasus Fraktur
Kalvikula antara lain :
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, pergeseran fragmen tulang
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur

III. INTERVENSI
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: v  Pain Level, 1.    1. Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi, kimia,
v  Pain Control, secara komprehensif termasuk
fisik, psikologis), kerusakan
v  Comfort Level lokasi, karakteristik, durasi,
jaringan Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan faktor
DS: tindakan presipitasi
·      Laporan secara verbal keperawatan selama …. 2.    2. Observasi reaksi nonverbal
DO: Pasien tidak mengalami dari ketidaknyamanan
·      Posisi untuk menahan nyeri, dengan kriteria
3.    3. Bantu pasien dan keluarga
nyeri hasil: untuk mencari dan menemukan
·      Tingkah laku berhati-hati 1.    1. Mampu mengontrol dukungan
·      Gangguan tidur nyeri (tahu penyebab
4.    4. Kontrol lingkungan yang dapat
·      Terfokus pada diri sendiri nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti suhu
·      Fokus menyempit menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan dan
·      Tingkah laku distraksi, nonfarmakologi untuk kebisingan
·      Respon autonom mengurangi nyeri, 5.   5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
·      Perubahan autonomic mencari bantuan) 6.    6. Kaji tipe dan sumber nyeri
dalam tonus otot 2.    2. Melaporkan bahwa untuk menentukan intervensi
·      Tingkah laku ekspresif nyeri berkurang dengan
7. 7. Ajarkan tentang teknik non
·      Perubahan dalam nafsu menggunakan manajemen farmakologi: napas dala, relaksasi,
makan dan minum nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
3.    3. Mampu mengenali
8.   8. Berikan analgetik untuk
nyeri (skala, intensitas, mengurangi nyeri: ……...
frekuensi dan tanda nyeri)9.  9. Tingkatkan istirahat
4.    4. Menyatakan rasa
10.  Berikan informasi tentang nyeri
nyaman setelah nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
berkurang Tanda vital lama nyeri akan berkurang dan
dalam rentang normal antisipasi ketidaknyamanan dari
5.    5. Tidak mengalami prosedur
gangguan tidur 11.  10. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
Berhubungan dengan: v  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
·      Gangguan metabolisme sel
v  Mobility Level 1.   1. Monitoring vital sign
Keterlembatan v  Self Care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan lihat
perkembangan v  Transfer Performance respon pasien saat latihan
·   Pengobatan Setelah dilakukan 2.   2. Konsultasikan dengan terapi
·   Keterbatasan ketahan tindakan fisik tentang rencana ambulasi
kardiovaskuler Keperawatan selama…. sesuai dengan kebutuhan
·     Kehilangan integritas Gangguan mobilitas 3.   3. Bantu klien untuk
struktur tulang fisik teratasi dengan menggunakan tongkat saat
·    Kurang pengetahuan tentang kriteria hasil: berjalan dan cegah terhadap
kegunaan 1.    1. Klien meningkat cedera
pergerakan fisik dalam aktivitas fisik 4.   4. Ajarkan pasien atau tenaga
·  Kerusakan persepsi sensori 2.   2. Mengerti tujuan dari kesehatan lain tentang teknik
·   Tidak nyaman, nyeri peningkatan mobilitas ambulasi
·   Kerusakan muskuloskeletal
3.    3. Memverbalisasika
5.  5. Kaji kemampuan pasien
dan neuromuskuler perasaan dalam dalam mobilisasi
·   Intoleransi aktivitas/ meningkatkan kekuatan
6.   6. Latih pasien dalam pemenuhan
penurunan kekuatan dan dan kemampuan kebutuhan ADLs secara mandiri
stamina berpindah sesuai kemampuan
·    Depresi mood atau cemas 4.    4. Memperagakan
7.   7. Dampingi dan Bantu pasien
·   Penurunan kekuatan otot, penggunaan alat Bantu saat mobilisasi dan bantu penuhi
kontrol dan atau masa untuk mobilisasi (walker) kebutuhan ADLs ps.
DO: 8.  8. Berikan alat Bantu jika klien
·      Kesulitan merubah posisi memerlukan.
·    Perubahan gerakan 9.   9. Ajarkan pasien bagaimana
(penurunan untuk berjalan, merubah posisi dan berikan
kecepatan, kesulitan bantuan jika diperlukan
memulai langkah pendek)
·     Keterbatasan motorik kasar
dan halus
·   Keterbatasan ROM
·    Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
·    Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
·   Gerakan sangat lambat dan
tidak terkoordinasi

DAFTAR PUSTAKA
Black M. Joyce&Jane H. Hawks.2005. Medical SurgicalNursing : ClinicalManagement For
Positive Outcome. 7th edition. St Louis : Elseiver Inc

De Jong, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih Bahasa : TIM Penerbit Ilmu Kedokteran, editor :
Sjamsuhidajat, R, Edisi 2, EGC : Jakarta
Helmi, Z.N, 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskletal, Penerbit Salemba Medika

Muttaqin, Arif, 2012. Buku Saku Gangguan Muskuloskletal Aplikasi Pada Praktek Klinik
Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai