Anda di halaman 1dari 17

RINGKASAN BUKU SEJARAH PERKEMBANGAN PRAKTEK DAN

PIKIRAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DARI PLATO SAMPAI IG


LOYOLA (ROBERT R BOEHLKE )

BAB 1
DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MASA KUNO
A.  Pendidikan Yunani- Romawi
1.      Plato ( kira-kira 428 -348 s.M )
      Pemenu Pendidikan Agama Kristen bukanlah GEREJA PURBA
      Orang- orang Kristen pertama dibesarkan dalam negeri yang telah dipengaruhi
Kebudayaan Yunani kurang lebih 200 tahun lamanya.
      Ada 3 macam arus mengalir menjadi sungai Iman Kristen, yaitu

1). Yahudi yang membawa dasar agamawi


2). Yunani yang membawa bahasanya
3). Romawi yang menentukan struktur ketertiban umum dan hak sipil
1.1    Plato berasal dari keluarga Bangsawan, sisilah nenek moyangnya terdapat nama raja-raja
Atena dan seorang Anggota DPR yang bernama Solon.
1.2    Guru Plato adalah bernama Sokrates.
Sistim atau gaya mengajar Sokrates kepada murid melalui tiga tingkat fikiran ,yaitu :
1). Yakin yang tiada berdasar
2). Bimbang dan ragu-ragu tentang pendapatnya semula, dan ingin hendak mengetahui yang
sebenarnya.
3). Yakin yang berdasarkan kepada penyelidikan dan cara berpikir yang betul.
Tragis, Sokrates dijatuhi hukuman mati ( ia minum racun dalam mangkok dikelilingi murid-
muridnya ), Sokrates dituduh oleh musuh-musuhnya merusak akhlak para pemuda dengan
pendekatan belajarnya.
1.3    Plato kemudian mendirikan sekolah yang dinamakan “ Akademi “, pikiran matang
Plato tentang PENDIDIKAN dimuat dalam bukunya yang berjudul “Republik “ (bukunya
melukiskan bentuk suatu Negara yang sesempurna mungkin) .
1.4    Pendidikan menurut Plato, perlu untuk :
 Membimbing orang-orang meninggalkan semua bayang-bayang yang tidak berakar dalam
kenyataan , agar melihat serta menganut Kebenaran
 Dalam Proses pendidikan, menurut Plato kita dibimbing “ mengingat” inti abadi dari benda-
benda dalam dunia ini.
 Pria dan wanita berhak menerima pendidikan.
 Yang termasuk dalam subyek Pendidikan adalah anak-anak dan muda-mudi dari kaum
atasan.
 Menurut Plato latihan itu bukalah pendidikan, sebab pendidikan mencakup perkembangan
manusia secara keutuhan.
 Ruang lingkup perkembangan manusia secara keutuhan,terdapat tiga bagian pokok, yaitu :
1). Perkembangan emosi, dapat dikembangkan melalui : musik dan cerita-cerita
2). Perkembangan tubuh, dapat dilatih dengan olahraga
3).Perkembangan akal dikembangkan melalui semua ilmu yang menantang akal, misalnya ilmu
ukur, ilmu pasti, ilmu bintang dan dialetika.
 Orang-orang akan terdidik akan menjadi pemimpin masyarakat
1.5    Menurut Plato , pendidikan adalah menjadi tanggung- jawab negara.
1.6    Menurut Plato Manusia cenderung condong lebih menghargai keamanan pribadi
meskipun dasarnya salah, ketimbang membuka diri terhadap pendekatan baru, pengetahuan
baru, pengertian baru dan sebagainya.
2.    Aristoteles ( kira-kira 384 -322 s.M )
2.1  Aristoteles lahir di desa Stagira, negeri Thrakia, yaitu bagian utara Yunani moderen
sekarang.
2.2  Ayahnya seorang dokter, dan pengalamannya di rumah ayahnya sangat mempengaruhi
caranya meninjau dunia sekitarnya.
2.3  Hoby atau kegemaran Aristoteles menggambarkan sifat-sifat berbagai jenis makhluk hidup
dan benda dari dunia alam.
2.4  Sekolah Aristoles di Akademi Plato di Atena , setelah tahun 367 ia pindah dari Thrakia ke
Atena, sekolah selama 20 tahun.
2.5  Pada tahun343 Aristoteles menjadi Guru pribadi putra Filipus, Raja Makedonia, di Kota
Iskandar Mesir ia mendirikan perpustakaan dan Museum.
2.6  Pada Tahun 334, Aristoteles kembali ke Atena dan mendirikan sekolah Akademi.
2.7  Gaya mengajar Aristoteles membuat sekolahnya terkenal sebagai sekalah
“ peripatetis” dari kata Yunani , yang artinya berjalan-jalan.
2.8  Pandangan Aristoteles terhadap Pendidikan :
 Pendidikan termasuk kegiatan insani yang mempunyai maksud utama, yaitu : menolong orang
mencapai kebahagiaan ( eudaimonia). Hal tersebut terlihat dari dua karya utamanya: Etika
Nikomakia dan Politik.
 Pertama-tama sebagai dasar pendidikan Aristoteles menitikberatkan pentingnya panca indera
manusia.
 Pendidikan melalui kebiasaan harus mendahului pendidikan melalui akal, dengan kata lain,
baik buruknya sesuatu orang dipelajari melalui apa yang dialaminya. Jadi para pelajar
hendaknya dituntun dan dianjurkan untuk bergaul dengan anak-anak, muda-mudi dan orang
Dewasa yang berbudi tinggi, Guru memiliki tugas menolong murid-muridnya
meningkatkan diri menjadi sama dengan orang-rang yang berbudi tinggi.
 Menurut Aristoteles,perkembangan kemampuan nalar para pelajar dapat didorong dengan
cara meneliti dunia alam dan sekitarnya.
 Dalam hal mengambil keputusan etis dan bagaimana caranya orang dapat menemukan
ukuran yang dapat dipercaya, menurut Aristoteles mengunakan kunci “ Jalan Tengah
Kencana “ ( “Golden Mean”) atau menserasikan diri dengan irama alam dunia, misalnya :
memilih jalan tengan antara kepengecutan dengan kenekatan secara membabi buta, yaitu
keberanian, antara kemalasan dan nafsu ialah ambisi, antara kerendahan hati dan
kesombongan adalah kesederhanaan. Orang yang dapat menyerasikan dirinya dengan alam
dunia,dan mengalami kebajikan moral baru dapat beroleh gelar “ terpelajar”

3.    Quintilianes ( kira-kira 384 -322 s.M )


1.1.   Quintilianes berasal dari Spanyol, ia adalah guru Romawi pertama yang diangkat sebagai
guru Rhetorika ( seni berbicara di depan umum).Ia mengajar selama 20 th.
1.2.   Buku karyanya yang ternama adalah “Institutia Oratoria” ( Pengajaran tentang asas-asas
Ilmu Pidato ).
1.3.   Quintilianes berpendapat : Barangsiapa pandai berpidato dapat menolong orang-orang lain
memperoleh keadilan melalui lembaga-lembaga negara.
1.4.   Perbedaan gagasan tentang pendidikan Quintilianes dengan Plato-Aristoteles :
 Plato-Aristoteles pendidik Yunani itu menjelaskan gagasan yang luas dan mendalam tentang
pendidikan , sedangkan Quintilianes lebih terbatas, yaitu mengajar orang-orang memperoleh
salah satu ketrampilan praktis.
1.5     Pendapat Quintilianes “ Filsafat dapat dipalsukan, tetapi kepandaian berpidato,tidak”
Artinya : orang-orang dapat memberi kesan seolah-olah kepandaian mereka betul-betul
mendalam,meskipun mereka hanya melaporkan pemikiran yang terdapat di dalam buku-
buku saja, lain halnya dengan dengan orang-orang yang berpidato, pada saat ia
mengungkapkan gagasannya, terampil atau tidaknya ia berpidato langsung kentara. Dia
tidak dapat menipu para pendengarnya.
1.6     Sumbangan besar Quintilianes terhadap perkembangan ilmu pendidikan, yaitu ;
 memperlakukan setiap anak didik sebagai seorang pribadi yang perlu dihormati
 para pendidik diharapkan merencanakan tugas belajar sesuai dengan kemampuan setiap
golongan umur peserta didik
 menolak bermacam-macam hukuman yang diberikan kepada murid.
1.7     Kekurangan atau kelemahan pandangan Quintilianes yaitu kefasihan berpidato menjadi
suatu nilai yang mutlak
1.8     Karyanya Quintilianes pada tahun 1410 M dipupulerkan kembali oleh Poggio, seorang
humanis, setelah Institutio Quintilianes ditemukan kembali dalam biara Santo Gall, Swis.
B.  Pendidikan Agama Yahudi
B.1 Walaupun tidak 100% yang merupakan dasar Pendidikan Agama Kristen agama
Yahudi adalah pemikiran pedagogis yang dikembangkan dalam kebudayaan Yunani
Romawi seperti yang diwakili oleh Plato, Aristoteles, dan Quantilianes.
B.2 Para pemikir Kristen mengembangkan struktur dan isi teologi atas kedua dasar
kebudayaan, yaitu Yahudi dan Yunani.
B.3 Hubungan Erat antara paguyuban Yahudi dengan Kristen dapat dilambangkan dengan
penemuan para ahli purbakala di kota Jaresy, Palestina Kuno abad ke 3 dan gedung Gereja
Byzantium dari abad ke 6 suatu rumah ibadah agama yahudi yang jauh lebih tua.
B.4 Sejarah perkembangan Pendidikan Agama yahudi dapat dibagi dalam dua zaman:
1). Zaman Saat terbentuknya bangsa Israel sampai pembuangan ke Babel
2). Zaman Pembuangan Ke Babel dan permulaan Zaman Masehi
B.5.1Pendidikan Agama Yahudi Zaman Saat terbentuknya bangsa Israel sampai
pembuangan ke Babel
 Berdasarkan sejarah,bangsa Israel (Ibrani) berasal dari salah satu suku Semit, yang terlibat
perpindahan umum 4000 tahun lalu di daerah barat daya Asia, sekitar tahun 2000 sM ( zaman
Abram )
 Dasar Teologis Pendidikan Agama Yahudi: berdasarkan keyakinan bahwa Allah
memanggil Abram, dan keturunan Abram dinamakan bangsa yang terpilih.
( dapat kita baca sebagai petunjuk daar Teologisnya di Ulangan 7:7-8,Kejadian 12,Ulangan
6 :4-9 ).
 Ruang lingkup Pendidikan Agama yahudi : Pendidikan Agama menjadi bagian inti dari
kegiatan sehari-hari yang lazim dilakukan.Ruang lingkup Pendidikan Agama yahudi :
Pendidikan Agama menjadi bagian inti dari kegiatan sehari-hari yang lazim dilakukan.
 Perbedaan orang Yahudi dengan orang Yunani :
Orang Yunani amat optimis terhadap kekuatan akal manusia, Orang Yahudi lebih cenderung
bersandar pada Tuhan yang menyatakan diriNya melalui FirmanNya, peristiwa-peristiwa
sejarah dan perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
 Haluan Pendidikan Agama Yahudi dipengaruhi oleh :
(1). Kepastian akan adanya penyataan sebagai pengalaman yang diharapkan akan terjadi.
(2). Keyakinan Teologis yang berporos pada jati diri bangsa Israel sebagi umat yang terpilih oleh
Tuhan.
 Ada tiga hal yang menjadi dasar KeyakinanTeologis Pendidikan Agama Yahudi :
(1). Kepastian akan adanya penyataan sebagai pengalaman yang diharapkan akan terjadi.
(2). Keyakinan Teologis yang berporos pada jati diri bangsa Israel sebagi umat yang terpilih oleh
Tuhan.
(3). Ajaran tentang manusia di dalam Alkitab ( kejadian,Yeremia 2:13b, Yes.1:18-20).
 Tujuan Pendidikan Agama Yahudi , ialah :
“ Melibatkan angkatan muda dan dewasa dalam sejumlah pengalaman belajar yang
menolong mereka mengingat perbuatan-perbuatan ajaib yang dilaksanakan Allah pada
masa lampau, serta membimbing mereka mengharapkan terjadinya perbuatan sama dengan
penyataan ditengah-tengah kehidupan mereka guna memenuhi syarat-syarat perjanjian, baik
yang berkaitan dengan kebaktian keluarga dan seluruh persekutuan maupun yang mencakup
perilaku yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sebagaimana Ia mengejawantahkan dalam
urusan sosial dan pemeliharaan ciptaan yang dinamakan baik oleh Tuhan”.
 Pengajar - pengajar dalam pendidikan Agama Yahudi , terdiri atas 4 golongan
pemimpin, yaitu :
1). Kaum Imam
2). Para Nabi
3). Kaum Bijaksana
4). Kaum penyair
 Kurikulum pendidikan Agama Yahudi
Kurikulum utama Pendidikan agama Yahudi adalah : “Sejarah yang Di ingat” ( yaitu
Keterlibatan Allah dalam kehidupan mereka)
B.5.2Pendidikan Agama Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan Permulaan Zaman
Masehi
 Dasar teologi baru untuk Pendidikan agama Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan
Permulaan Zaman Masehi, yaitu :
  “Dari Abu bencana yang sedang menimpa mereka dengan dua pendekatan nabi-nabi yang
bernubuat di Israel ( kerajan Utara) dan Yehuda ( Kerajaan Selatan).
  Teologinya mulai mencakup baik statusnya sebagai bangsa terpilih, maupun hukuman
yang seharusnya dijatuhkan Allah atas diri mereka sebagai akibat melanggar hukum
Tuhan.
 Langkah atau usaha yang dilakukan dalam rangka menerapkan Pendidikan Agama Yahudi
Zaman pembuangan ke Babel dan Permulaan Zaman Masehi, yaitu :
  Condong mengutamakan Taurat
  Belajar menafsirkan Firman Tuhan, bahkan terbentuk hari penafsiran(Misyna).
  Didalam Misyna juga terdapat sejumlah petunjuk mempelajari isi taurat dan mengamalkan
serta mentaati isinya (misal:Mazmur 119,Amzal22:6,)
 Lembaga-lembaga Pendidikan Agama Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan awal
gerakan Kristen yang didirikan antara lain :
1). Lembaga rumah ibadah (sinagoge).
2). Sekolah Dasar (Beth-Hasepher atau rumah buku ) tahun 75 sM, dikota Yerusalem.
Kemudian akhirnya berdasarkan keputusan Imam Agung Yosua ben Gamala, disetiap
kabupaten dan kota praja didirikan sekolah dasar.
3). Sekolah Menengah Pertama ( Beth Talmud).
  Anak laki-laki mulai masuk sekolah dasar usia 6 tahun, mereka mulai mempelajari
bahasa Ibrani,Taurat, nubuat dan tulisan - tulisan lain, seperti Mazmur.
  Pada umur 10 tahun diharapkan mereka sudah mampu membaca seluruh Perjanjian Lama
dalam bahasa Ibrani.
  Sekitar umur 10 atau 11 tahun, mereka boleh diterima di SMP,dan mulai belajar tentang
Misyna : suatu penafsiran tentang alkitab.
  Disamping belajar Misyna, Talmud dan Haggadah ( bahan hukum dan etis dari Talmud )
murid-murid itu juga mempelajari ilmu hitung, ilmu bintang, ilmu bumi dan ilmu hayat.
 Gaya mengajar di sekolah Yahudi ;
 Menitik beratkan metode menghafalkan
 Bahan yang dipelajari murid dinyanyikan
 Ancaman hukuman dan hukuman dipakai untuk meningkatkan perhatian murid.
 Para Pelajar :
 Anak –anak perempuan tidak memperoleh tempat dalam sistem persekolahan Yahudi. Hanya
diutamakan anak Laki-laki.
 Kurikulum : terbatas tetapi apa yang dipelajarinya, dipelajari dengan teliti, anak didiknya
terlatih untuk berpikir secara agamawi dalam menghadapi urusan sehari-hari.
BAB II
PENDIDIKAN AGAMAWI DALAM PERJANJIAN BARU
A.      Pendidikan Yang Berporos Yesus Sendiri
1.    Yesus sebagai Buah Pendidikan Agama Yahudi,
Karena Yesus yang lahir dan bertumbuh di lingkungan orang Yahudi, sedikit banyak
mempengaruhi tindakan-Nya dalam mengajar pendidikan Agama. Perjanjian Baru identik
dengan Yesus, Artinya sebagian besar pokok bahasan dalam Perjanjian Baru berbicara
mengenai Yesus, terutama empat kitab pertama atau Injil sinoptis.
2.    Yesus Sebagai Seorang Guru
Yesus diakui sebagai Guru Agung, karenanya semua pembahasan tentang pendidikan
agama dalam Perjanjian Baru sepatutnya dimulai dari Pribadi ini. Yesus mempunyai
hubungan yang khusus dengan Bapa-Nya. Tetapi hubungan ini tidak menghalangi Yesus
untuk belajar sebagaimana layaknya anak laki-laki Yahudi lainnya. Ucapan Yesus dalam
Lukas 6:40, Mat 10:24-25 dan Yoh 13:16-17, setidaknya menunjukkan pada kita bagaimana
Yesus belajar.
Dulu Ia adalah seorang murid. Kemudian Ia belajar pada guru-guru-Nya. Sama seperti anak
laki-laki Yahudi lainnya, keluargalah guru-Nya yang pertama. Seperti yang diceritakan oleh
empat Injil dalam Alkitab, kita dapat menarik kesimpulan bahwa orang tua-Nya berusaha
memenuhi semua syarat agama Yahudi yang berlaku bagi mereka, baik yang bersifat liturgis
maupun yang bukan liturgis. Kemudian setelah Ia dewasa, Ia masuk ke rumah ibadat menurut
kebiasaan-Nya pada hari Sabat. Kemungkinan besar Ia juga menghadiri sekolah ibadat di
Nazaret dan sekolah Beth Talmud. Di sinilah Yesus memperoleh pengetahuan isi Perjanjian
Lama dan menafsirkannya. Ia juga mengetahui cara berpikir orang Farisi dan Saduki. Jadi,
minimal Yesus telah memperoleh pendidikan dalam bahasa Ibrani agar Ia mampu membaca
Taurat.
Dalam kitab Matius dan Yohanes, Yesus diberi gelar “Rabi”, guru, suatu gelar yang
tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan. Di dalam Injil diceritakan tentang kegiatan-
Nya, “mengajar” yang merupakan pelayanan yang paling awal yang kemudian disusul
dengan “memberitakan Injil” dan “melenyapkan segala penyakit dan kelemahan”. Sama
seperti rabi lainnya, Dia menarik perhatian beberapa pengikut yang dinamakan “murid-
murid”; suatu istilah teknis yang berkaitan dengan orang-orang yang belajar dari bimbingan
seorang pengajar.

Metode perdebatan-Nya sama seperti para rabi lainnya, misalnya menggunakan


perumpamaan-perumpamaan. Isi pengajaran-Nya juga menyerupai isi pengajaran para rabi,
seperti membicarakan hukum Taurat, hukum yang terutama yaitu keharusan mengasihi baik
Allah maupun manusia. Di antara para pengikut-Nya terdapat perempuan-perempuan,
memperhatikan anak-anak kecil, bergaul dengan orang-orang berdosa misalnya pemungut
cukai dan wanita sundal, yang pantang sekali bagi kaum rabi. Hal inilah yang membedakan
Yesus dan para rabi di zaman-Nya.

Dengan menekankan identitas Yesus sebagai guru bukan berarti identitas-Nya yang
lain harus ditolak. Sebenarnya istilah mana pun kurang mencukupi untuk mencakup semua
segi watak-Nya, tetapi dengan ‘Guru’ dan ‘Juruselamat’, kita mulai lebih dekat kepada siapa
sebenarnya Yesus itu. Sang Guru inilah yang memanggil jemaat-Nya untuk mengajar dan
diajar. Salah satu penyebab Yesus disebut sebagai Rabi adalah terdapat dalam kharisma yang
dimiliki oleh-Nya ketika Ia menyampaikan pengajaran-Nya. Ia mampu menarik perhatian
banyak orang melalui suara-Nya sehingga dapat menimbulkan kepercayaan dalam diri
mereka yang mendengarkan-Nya.

Kegiatan Yesus lebih sering digambarkan dengan kata kerja “mengajar”, daripada
memberitakan atau berkhotbah.

Mengajar bukan sekedar memindahkan pengetahuan dari orang yang lebih tahu pada
orang yang belum tahu. Mengajar adalah ilmu mengajarkan sesuatu secara tepat dan
cepat sehingga orang yang diajar dapat memahami, menanggapi dan
mempraktikannya.

Kegiatan inilah yang Yesus lakukan saat itu. Ia ingin bahwa setiap orang yang menerima
pengajaran-Nya, bukan hanya mendengar tetapi juga memeliharanya dan orang yang
melakukan ini adalah orang yang berbahagia (Luk. 11:28). Memelihara dalam arti
mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Yang diajarkan-Nya adalah diri pribadi-Nya sendiri. Melalui kegiatan mengajar itu Ia
menyatakan seluruh rencana Allah
3.    Gaya Mengajar Yesus
Yesus juga mengajar dengan cara memperhadapkan orang-orang kepada tantangan pokok,
yaitu apakah mereka rela mengabdikan diri kepada Allah yang dinyatakan dalam diri Yesus
itu atau tidak. Beberapa metode yang dipakai Yesus seperti yang ditulis dalam keempat Injil
antara lain:

a. Ceramah, Yesus berusaha menyampaikan pengetahuan kepada murid-murid-Nya


atau menafsirkan pengetahuan tersebut. Melalui pendekatan ini Ia mengharapkan dua
tanggapan dari para pendengar-Nya yaitu pengertian mendalam dan perilaku baru.
b. Bimbingan, selain mengajar melalui ceramah Yesus juga memberikan bimbingan
kepada murid-murid-Nya mereka diajar melalui tinjauan yang harus diamalkan. Ia
memberitahukan apa yang mereka harus lakukan dan ke mana mereka pergi kelak.
c. Menghafalkan , menghafalkan ayat-ayat tertentu dalam Alkitab.
d. Perwujudan, metode ini dipakai oleh penulis Injil Matius terhadap pelayanan Yesus
dan merupakan pendekatan khas Matius, namun contohnya diberikan oleh Yesus
sendiri. Dengan perwujudan-Nya Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya
bahwa diri pribadi-Nyalah penyataan yang baru itu dan bukan hanya pengajaran-Nya.
e. Dialog, Yesus mengajukan pertanyaan yang baru sebagai tanggapan atas pertanyaan
yang sebelumnya diajukan kepada-Nya. Pada setiap tahap pertukaran pikiran, orang
yang diajak berdialog diarahkan untuk menggali pemahamannya lebih dalam lagi.
f. Studi Kasus, perumpamaan yang diceritakan Yesus merupakan studi kasus. Dengan
pendekatan ini Yesus menggariskan seluk-beluk salah satu kasus dan mengundang
para pendengar-Nya memanfaatkan akal dan iman-Nya. Mereka didorong untuk
memikirkan inti persoalannya dan bagaimana memecahkannya.
g. Perjumpaan, dengan metode ini para pelajar ditantang secara langsung untuk
mengambil keputusan. Di sini Yesus tidak bercerita. Ia memprakarsai pertanyaan
yang pribadi dan besar sekali maknanya. Contohnya di dalam peristiwa di Kaisarea
Filipi (Mat 16:13-20)
h. Perbuatan Simbolis, maksud Yesus menggunakan metode perbuatan simbolis
adalah Pelayanan itu perlu pengorbanan diri sebagai tujuan utama kehidupanNya.
Contoh perbuatan Simbolis : Yesus di depan umum dibaptis oleh Yohanes
Pembaptis.
.       Pendidikan Agama Kristen dalam surat-surat tertentu dari PB
1.    Surat kepada Jemaat di Tesalonika
  Surat kepada jemaat di Tesalonika ini rupanya dikirim dari kota Korintus pada tahun 50 SM,
jadi 17 tahun sesudah kebangkitan Yesus.
  Pendidikan dalam jemaat merupakan salah satu cara yang disediakan agar rang-orang dapat
mendengarkan Firman Tuhan.
  Selama Paulus bekerja di Tesalonika, ia terlibat pelayanan berkotbah disusul kegiatan
mendidik dan membina jemaat. Jadi berkotbah saja tidak cukup, mesti ada pelayanan
mendidik agar para jemaat bertumbuh dalam imannya.
  Orang-orang Kristen tidak dihasilkan begitu saja, tetapi melalui pendidikan yang sungguh-
sungguh dalam para-dosis ( melalui tradisi dan intisari Injil ).
  Paulus mengganggap bahwa pengajaran yang disampaikannya bukan gagasan atau bukan
berasal dari dirinya, tetapi Allah yang memberi paraggelia(petunjuk, bimbingan) ( I Tes 4:2),
Paulus menyampaikan suatu paradosis ( pengajaran yang telah diterima) ( 2 Tes 2: 15).
  Ada 4 (empat) macam bahan dalam surat Tesalonika, yaitu :
1). Ajaran Teologis (1Tes 1:1-10, 1Tes 5:9, 1Tes 4:13-18 )
2).Pengajaran Etis ( 1 Tes 4:1,3 , 9, 1 Tes 5:14-15 )
3).Tata Gereja ( 1 Tes 5 :12-13 )
4).Kata-kata yang menyerupai ucapan Yesus ( 1Tes 4:1,1Tes 4:15,1Tes 5:2, Mat24:43 1 Tes
5:5,7 )
2.    Surat – surat penggembalaan
 Surat-surat pengembalaan ( 1 dan II Timotius dan Titus ) disusun 50 dan 70 tahun sesudah
penulisan surat-surat Tesalonika.
 Rasul Paulus meninggal di Roma sekitar kira-kira tahun 64M, jadi jelaslah pengarang ketiga
surat penggembalaan bukanlah Paulus.
 Beberapa ajaran –ajaran yang dipertahankan:
 Ajaran teologis (I Tim 6:20, 2 Tim 1:14, 1 Tim 2:7, 2Tim 2:2, 1 Tim2:3)
 Pengajaran etis ( 1 Tim 6 :9-10, 2Tim 3:2-3, Titus 3:3)
 Petunjuk-petunjuk tentang jabatan gerejawi ( 1 Tim 3 : 1-13)
 Perkataan-perkataan Tuhan Yesus sebagai ukuran yang dipakai untuk menilai mutu kehidupan
seorang Kristen. ( 1Tim 6:3)
 Beberapa ajaran teologis yang dipertahankan :
 I Tim 6:20 Hai Timotius, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu. Hindarilah
omongan yang kosong dan yang tidak suci dan pertentangan-pertentangan yang berasal dari
apa yang disebut pengetahuan,
 2 Tim 1:14 Peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh
Roh Kudus yang diam di dalam kita.
 1 Tim 2:7, 2Tim 2:2, 1 Tim 2:3
BAB III
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM GEREJA PURBA ( Abad ke-2 dan ke-
5)
A.      Lingkungan Luasnya
B.       Tantangan Budaya terhadap
C.      Keprihatinan Gereja Terhadap Pelayanan Pendidikan
 Pendidikan agama Kristen yang dikembangkan oleh Gereja Purba merupakan usaha untuk
bergumul dengan kebudayaan yang nilai-nilainya bertentangan terhadap lingkungan luas
disekitarnya.
 Tantangan pertama yang dihadapi adalah terkait dengan kepercayaan sekitar gereja yang
masih politeisme.
 Tantangan kedua adalah terkait dengan masalah intelektual kebudayaan yang bertentangan
dengan Injil, sehingga membuat beberapa gereja memutuskan untuk memisahkan diri dari
kebudayaan itu.
 Sehingga dari sini muncul seorang Tertulianus yang menjadi tokoh gereja yang berani
membuat garis pemisah antara gereja dan kebudayaan. Dalam hal ini persekutuan Kristen
wajib untuk memisahkan diri secara mutlak dari pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi.
 Sebaliknya, ada tokoh lain yaitu Hieronimus dan Basil lebih mengarah kepada
pemahaman untuk memanfaatkan kebudayaan tersebut yang tidak bertentangan secara
langsung dengan nilai Injil. Artinya, tidak semua kebudayaan itu buruk sehingga harus
ditolak. Tetapi perlu ada penyaringan yang baik, sehingga mendapatkan sebuah jalan keluar
yang menjembatani keduanya untuk berguna bagi pelayanan. Pertentangan kedua pendapat
ini berlangsung cukup lama, bahkan ketika 2 abad sesudah mereka wafat, perbedaan sudut
pandang ini masih saja dipertentangkan.
 Tantangan ketiga yang dihadapi oleh Gereja purba adalah terkait dengan masalah
relegiusitas atau keagamaan.
Dalam hal ini ada beberapa aliran yang menghambat proses perkembangan gereja antara lain,
:
 Gnostik,
 Mitraisme dan
 Neo-Platonisme.
Gnostik berasal dari bahasa Yunani “gnosis” yang berarti “pengetahuan”. Tetapi
pengetahuan disini bukan sesuatu yang bisa diperoleh dari mempelajari sesuatu, melainkan
sesuatu yang diterima langsung dan bersumber dari sorga.
Untuk Mitraisme, belum jelas sejauh mana agama Kristen dipengaruhi olehnya, tetapi bila
memperhatikan secara sejarah nampaknya pengaruh dari Mitraisme lahir dalam hal
perayaan dan sakramen. Contohnya adalah perayaan natal pada 25 Desember dan
permandian dengan darah lembu yang sebelumnya pesertanya harus di “sidi” terlebih dahulu.
  Tantangan keempat atau yang terakhir adalah tuduhan dari kebudayaan Unani-Romawi yang
mengatakan bila orang Kristen tidak bertuhan. Dalam hal ini mereka mengatakan bila orang
Kristen tidak menyembah dewa-dewi yang berwujud patung, maka dikatakan bila orang
Kristen tidak bertuhan.
Menanggapi semua tuduhan itu, para pendidik Kristen menolak semuanya. Artinya,
memang warga Kristen mengasihi sesamanya, termasuk musuhnya, tetapi mereka tidak
berzinah. Dalam hal ini perilaku mereka sangat susila dimana setiap hari mereka bersyukur
pada Tuhan atas segala keperluan hidup yang diberikan Tuhan pada mereka. Dalam
menghadapi semua tantangan dan tuduhan itu, pendidik Kristen memberikan pembelaan yang
baik. Artinya disini adalah, menjelaskan semua alasan dan fakta kebenaran mengapa mereka
melakukan itu bukan berdasarkan kebencian atau ketidak setiaan kepada Negara, tetapi lebih
kepada keputusan untuk member pada yang prioritas.
  Dalam memberikan tentangan terhadap semua tuduhan ini muncul seorang tokoh
bernama Origenes yaitu seorang teolog dari abad ke-3 yang menjawab melalui karyanya
yang berjudul “Contra Celsum” (Melawan Kelsus).
Sedkit terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh gereja diatas, Gereja juga memiliki
keprihatinan terhadap pelayanan pendidikan. Dalam hal ini usaha untuk memperoleh suatu
gambaran yang jelas dan lengkap tentang keprihatinan pedagogis gereja purba itu agak sulit.
Hal ini disebabkan jemaat tidak memiliki Komisi Pendidikan Kristen. Sehingga dari sini
muncul masalah lain yaitu, tidak adanya penerbit Kristen yang
mengeluarkankurikulumtertulis.
Keprihatinan selanjutnya juga menyangkut masalah ketidak pastian pengajaran atau
dokmatika. Sebagai akibatnya, mau tidak mau jemaat wajib mengambil keputusan tentang
siapa sebenarnya Yesus, sebab Dialah alasan pokok mengapa jemaat itu berada.
  Origenes dalam karyanya dogmatika yang berjudul De Principiis (Asas Dasariah Iman
Kristen) mengajarkan bila Yesus Kristus sudah ada sejak permulaan dunia. Ia tidak
hanya muncul pada titik tertentu dalam sejarah manusia. Dalam hal ini juga Origenes
memecahkan masalah mengenai Inkarnasi Kristus dengan jalan mengemukakan adanya
nyawa yang dimiliki Yesus dan yang tidak boleh diambil dari pada-Nya (Yoh. 10:17-18).
  Seorang tokoh lagi yang memberikan solusi pada masa keprihatianan gereja purba
terkait dengan dogmatika adalah Eusebius seorang ahli sejarah gereja Purba yang
mengarang sekitar tahun 325 M. Dalam hal ini Eusebius menegaskan bila Yesus Kristus
adalah Anak Allah yang tidak terbelenggu oleh persyaratan waktu manusia. Ia ada sejak
permulaandunia.
  Disamping semua usaha diatas, pada umumnya terdapat pula pengajaran melalui dua
macam usaha, yaitu isi nyanyian rohani yang dipelopori oleh Efraim, pendeta di siria,
dan melalui mutu kehidupan para warga Kristen sendiri yang dipupuk melalui kebaktian
umum,doapribadidanpuasa.
D.      Lima Pendidik Besar
Terkait dengan perkembangan pendidikan agama Kristen dalam gereja purba, ringkasnya ada
lima pendidik besar yang cukup mempengaruhi perkembangan pendidikan Kristen dalam
gereja purba antara lain Clementus, Origenes, Hieronimus, Chysostomus dan Augustinus.
1. Clementus (150-215M.)
 Lahir di Athena dan meninggal di Palestina. Dalam hal ini Clementus sangat rajin dalam
menjembatani pemikiran Kristen dengan kebudayaan Yunani sebagaimana diwakili dalam
tulisan - tulisan Homerus, Plato, dan kaum filsuf Stoa.
  Gagasan pokok dalam hal pendidikan Agama Kristen disampaikan dalam tiga karya besarnya
yaitu;
 Protrepikos atau nasihat yang disampaikan kepada kaum kafir,
 Paidagogos atau Sang pendidik yaitu Kristus dan
 Stomateis yang merupakan bunga rampai.
  Dalam hal ini Clementus menjembatani hubungan antara pekabaran Injil dan
pendidikan dengan sebuah pertanyaan; Apakah dengan pendidikan itu orang-orang
bertobat dan menerima Kristus, atau apakah mereka harus lebih dahulu mendengar Injil,
bertobat dan sesudah itu baru dapat diajar ? dalam hal ini Clementus tidak menarik garis
pemisah yang lebar antara kedua pelayanan itu, karena Kristus, Sang Pengajar itu, terlibat
dalam kedua-duanya.
  Tujuan PAK tidak dikemukakan secara langsung, tetapi berdasarkan isi tulisannya dapat
disimpulkan bahwa Clementus ingin menghasilkan seorang Kristen yang mewujudkan dalam
diri pribadinya sifat yang paling kaya yang berasal dari Injil Kristus dan dari kebudayaan
Yunani.
  Clementus memberikan 4 unsur dalam pendidikan antara lain adalah:
1). pendidikan mencakup seorang yang rela diajar,
2). seorang lain yang mengajar,
3). suatu proses yang memperlancar pengalaman belajar mengajar dan
4). berbagi hasil dari pengalaman tersebut.
2.    Origenes (182-224 M.)
 Seorang pelajar sekaligus “rector” sekolah kakismus di Aleksandria. Dalam diri
Origenes tergabung filsafat Yunani dan Iman Alkitabiah. Origenes menghargai filsafat
sebagai alat untuk menolong orang-orang menjernihkan pikiran, tetapi filsafat itu sendiri
kurang bobotnya untuk memperoleh pengetahuan yang ilahi.
Origenes menerima gagasan tentang kedua tingkat kenyataan, yaitu kenyataan duniawi yang
selalu berubah dan kenyataan rohani yang sama selama-lamanya. Namun demikian bagi
Origenes akal manusia mempunyai kemungkinan yang teram kaya raya. Dalam hal ini juga
 Origenes menegaskan bila kemampuan daya pikir manusia terbatas. Itu sebabnya
manusia memerlukan penyataan dari Allah melalui Alkitab dan Yesus Kristus (Origenes
menggunakan metode penafsiran alegoris). Selain itu
 Origenes juga mengecam semua bentuk kebodohan dan ketidaktahuan, karena semuanya
itu menunjukan bagaimana orang-orang yang bersangkutan tidak mempergunakan karunia
besar yang diberikan Tuhan kepada manusia, yaitu kemampuan berpikir secara rasional.

3. Hieronimus (345-420 M.)


  Hieronimus seperti yang telah disinggung di atas adalah seorang penterjemah Alkitab kedalam
Vulgata atau bahasa latin.
  Dalam hal pendidikan, Hieronimus adalah seorang seorang guru bagi kaum wanita
golongan elit Romawi.
  Metode pendidikan yang digunakan oleh Hieronimus agak kaku, mana ia lebih bersifat
mengindoktrinasi peserta didik dari pada bersifat pembinaan yang mendorong anak didik
kreatif untuk berpikir.
  Dalam hal ini, Hieronimus tidak secara langsung mengungkapkan tujuan dari pendidikan,
namun dari beberapa kasus pendidikan yang ditanganinya menunjukan bila tujuan dari
pendidikan adalah mendidik “jiwa”, yaitu menjadi sempurna seperti Bapa adalah
sempurna (Mat. 5:48).
Sekalipun terkesan kaku dan mengindoktrinasi dalam melaksanakan pendidikan, Hieronimus
mengatakan bila hukuman jangan dipakai bila anak tidak depat menangkap atau berbuat
sesuatu yang mungkin masih terlampau sulit baginya. Mesti ada kesabaran dari pihak guru,
demikian nasehatnya.
Membahas mengenai ruang lingkup pendidikan, Hieronimus membaginya dalam tiga bagian
pokok yaitu, penggunaan bahasa baik Yunani maupun Latin, kemudian pengetahuan dan
pengalaman rohani, terakhir adalah ketrampilan memintal, menjahit dan sebagainya (bagi
kaum perempuan).
Dalam memberikan pengajaran Alkitab, Hieronimus tidak mengajar secara kronologis,
melainkan disesuaikan dengan kebutuhan yang tersusun dalam sebuah kurikulum.
4. Yohanes Chrysostomus (347-407 M.)
Berasal dari Antiokhia yang kemudian mendapat gelar “Chrysostomus” atau “mulut
Kecana” dan “maha guru dunia”. Gelar pertama melambangkan kemampuanya sebagai
seorang pengkhotbah dan kedua adalah terkait dengan sumbangannya dalam pendidikan.
Sebagai seorang Uskup Agung kota Konstantinopel (Istambul) ia sangat berani dalam usaha
menerapkan peraturan gerejawi, khususnya atas para pendeta, biarawan juga uskup. Buah
pikirannya dalam hal pendidikan dituangkan dalam judul “jalan yang layak bagi para orang
tua untuk mendidik anaknya”.
Tujuan pendidikan Kristen menrutnya adalah menjadi seorang “olahragawan” bagi Kristus.
Latihan menurutnya bukan dilakukan untuk mengisi waktu senggang, tetapi melalui sebuah
displin khusus. Dalam disiplin ini, pendidikan melibatkan panca indra yang ada yaitu, mulut /
dengan pengucapan lisan, telinga/ pendengaran, hidung/ penciuman, mata / penglihatan dan
terakhir adalah indera peraba yang meliputi seluruh badan.
5. Augustinus (354-430 M.)
Agustinus seorang teolog yang dilahirkan di Afrika Utara, dalam hal ini Agustinus disebut
sebagai raksasa pertama dalam sejarah gereja yang diubah secara mendalam oleh surat Roma
selain dari Martin Luther dan John Wesley di Inggris. Tugas pertama dalam pelayanannya
adalah sebagai seorang kepala sekolah kateketika (perguruan tinggi Kristen). Pemikiran
Augustinus dalam hal pendidikan berakar dalam refleksinya sebagai seorang Kristen atas
pendidikan yang ia alami dulu, bidang filsafat, khususnya Plato dan misteri anugerah Allah
yang dinyatakan melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Asas yang diyakini dalam hal
pendidikan adalah, pelajar diajar bukan oleh kata-kata saja, melainkan oleh segala apa yang
dinyatakan secara batin kepadanya oleh Allah.

Dengan kata lain,seseorang harus percaya sebelum dapat berpikir secara mendalam . artinya
seseorang tidak dapat belajar tentang kebenaran agamawi itu dengan jalan “diisi dari luar”,
malahan penerima kebenaran itu memerlukan respon pribadi terhadap Allah.
Sejauh dapat kita ketahui, Augustinus tidak pernah menyusun suatu tujuan yang bulat bagi
pendidikan agama Kristen. Ada perkiraan yang menyakan tujuan pendidikan menurut
Augustinus adalah meghantar para pelajar untuk memupuk kehidupan rohani, membukakan
diri kepada Firman Tuhan, memperoleh pengetahuan tentang perbuatan Allah yang
dilaporkan dalam Alkitab dan bacaan lainnya, agar dengan demikian mereka mengalami
hikmat, suatu pengalaman yang di dalamnya terkandung kesalehan, persekutuan dengan
Allah, kebahagiaan pribadi, pengetahuan dan pengertian serta kemampuan untuk hidup
sebagai warga gereja dalam suatu masyarakat umum. Dalam hal ini Augustinus melihat bila
Yesus Kristus adalah satu-satunya Guru Agung.
Dari segi penyusunan isi pelajaran atau kurikulum, Augustinus menentang semua
kecondongan mengkotakan pelajaran dalam hal yang disebut “sekuler” dan yang disebut
“agamawi” atau “kristiani”. Artinya, Augustinus tidak setuju dengan pendekatan yang
mengajarkan setiap vak terpisah dari yang lain, khususnya dari pengalaman agamawi. Dalam
hal ini semua vak wajib disoroti sejauh mungkin dari iman kristiani. Terkait dengan metode
pembelajaran yang digunakan, nampaknya Agustinus lebih condong menggunakan metode
dialog sebagai metode terbaik dalam mencapai pendidikan yang diharapkan.
Cara mengajar yang digunakan oleh Augustinus condong memanfaatkan dua metode pokok,
yaitu penjelasan panjang lebar yang dibawakan secara lisan dan suatu pendekatan dialogis.
Namun demikian dalam hal ini Augustinus berceramah dan berdialog dengan bervariasi. Ia
menyiapkan bahan atau materinya dengan jelas dan sistematis.

E. Tiga wadah Pedagogis yang Pokok.


1.    Jemaat Sebagai Persekutuan Yang Beribadah
 Persekutuan yang beribada tersebut menghasilkan Liturgi
2.    Wadah Katekumenat
 Katekumenat merupakan jawaban gereja Purba menanggulangi masalah banyaknya orang
dewasa yang ingin mengabdikan diri kepada Kristus.
3.    Wadah Sekolah Katekisasi
 Mutu pendidikan katekisasi yang diterima diperguruan Kristiani itu dibuktikan oleh nama-
nama tamatannya yang telah memberikan sumbangan yang kaya-raya kepada Gereja,
misalnya Clementus,Origenes dan Agustinus dan Nyssa.

Anda mungkin juga menyukai