BAB 1
DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MASA KUNO
A. Pendidikan Yunani- Romawi
1. Plato ( kira-kira 428 -348 s.M )
Pemenu Pendidikan Agama Kristen bukanlah GEREJA PURBA
Orang- orang Kristen pertama dibesarkan dalam negeri yang telah dipengaruhi
Kebudayaan Yunani kurang lebih 200 tahun lamanya.
Ada 3 macam arus mengalir menjadi sungai Iman Kristen, yaitu
Dengan menekankan identitas Yesus sebagai guru bukan berarti identitas-Nya yang
lain harus ditolak. Sebenarnya istilah mana pun kurang mencukupi untuk mencakup semua
segi watak-Nya, tetapi dengan ‘Guru’ dan ‘Juruselamat’, kita mulai lebih dekat kepada siapa
sebenarnya Yesus itu. Sang Guru inilah yang memanggil jemaat-Nya untuk mengajar dan
diajar. Salah satu penyebab Yesus disebut sebagai Rabi adalah terdapat dalam kharisma yang
dimiliki oleh-Nya ketika Ia menyampaikan pengajaran-Nya. Ia mampu menarik perhatian
banyak orang melalui suara-Nya sehingga dapat menimbulkan kepercayaan dalam diri
mereka yang mendengarkan-Nya.
Kegiatan Yesus lebih sering digambarkan dengan kata kerja “mengajar”, daripada
memberitakan atau berkhotbah.
Mengajar bukan sekedar memindahkan pengetahuan dari orang yang lebih tahu pada
orang yang belum tahu. Mengajar adalah ilmu mengajarkan sesuatu secara tepat dan
cepat sehingga orang yang diajar dapat memahami, menanggapi dan
mempraktikannya.
Kegiatan inilah yang Yesus lakukan saat itu. Ia ingin bahwa setiap orang yang menerima
pengajaran-Nya, bukan hanya mendengar tetapi juga memeliharanya dan orang yang
melakukan ini adalah orang yang berbahagia (Luk. 11:28). Memelihara dalam arti
mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Yang diajarkan-Nya adalah diri pribadi-Nya sendiri. Melalui kegiatan mengajar itu Ia
menyatakan seluruh rencana Allah
3. Gaya Mengajar Yesus
Yesus juga mengajar dengan cara memperhadapkan orang-orang kepada tantangan pokok,
yaitu apakah mereka rela mengabdikan diri kepada Allah yang dinyatakan dalam diri Yesus
itu atau tidak. Beberapa metode yang dipakai Yesus seperti yang ditulis dalam keempat Injil
antara lain:
Dengan kata lain,seseorang harus percaya sebelum dapat berpikir secara mendalam . artinya
seseorang tidak dapat belajar tentang kebenaran agamawi itu dengan jalan “diisi dari luar”,
malahan penerima kebenaran itu memerlukan respon pribadi terhadap Allah.
Sejauh dapat kita ketahui, Augustinus tidak pernah menyusun suatu tujuan yang bulat bagi
pendidikan agama Kristen. Ada perkiraan yang menyakan tujuan pendidikan menurut
Augustinus adalah meghantar para pelajar untuk memupuk kehidupan rohani, membukakan
diri kepada Firman Tuhan, memperoleh pengetahuan tentang perbuatan Allah yang
dilaporkan dalam Alkitab dan bacaan lainnya, agar dengan demikian mereka mengalami
hikmat, suatu pengalaman yang di dalamnya terkandung kesalehan, persekutuan dengan
Allah, kebahagiaan pribadi, pengetahuan dan pengertian serta kemampuan untuk hidup
sebagai warga gereja dalam suatu masyarakat umum. Dalam hal ini Augustinus melihat bila
Yesus Kristus adalah satu-satunya Guru Agung.
Dari segi penyusunan isi pelajaran atau kurikulum, Augustinus menentang semua
kecondongan mengkotakan pelajaran dalam hal yang disebut “sekuler” dan yang disebut
“agamawi” atau “kristiani”. Artinya, Augustinus tidak setuju dengan pendekatan yang
mengajarkan setiap vak terpisah dari yang lain, khususnya dari pengalaman agamawi. Dalam
hal ini semua vak wajib disoroti sejauh mungkin dari iman kristiani. Terkait dengan metode
pembelajaran yang digunakan, nampaknya Agustinus lebih condong menggunakan metode
dialog sebagai metode terbaik dalam mencapai pendidikan yang diharapkan.
Cara mengajar yang digunakan oleh Augustinus condong memanfaatkan dua metode pokok,
yaitu penjelasan panjang lebar yang dibawakan secara lisan dan suatu pendekatan dialogis.
Namun demikian dalam hal ini Augustinus berceramah dan berdialog dengan bervariasi. Ia
menyiapkan bahan atau materinya dengan jelas dan sistematis.