Anda di halaman 1dari 6

PROPOSAL PENELITIAN

DAMPAK PSIKIS DAN PSIKOLOGIS KAUM DISABILITAS KORBAN


KEKERASAN SEKSUAL

(Studi Kasus pada wanita Tunagrahita)

Oleh :

Risda Virgin Al Qomar

12308173066

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

TULUNGAGUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang di dunia ini tidak ada yang sempurna, mereka terlahir
dengan kondisi yang berbeda-beda, pun dengan kelebihan dan kekurangan
yang berbeda pula. Kekurangan baik secara fisik maupun nonfisik. Seperti
contohnya manusia yang terlahir tidak normal atau tidak sempurna (cacat
mental/cacat fisik), baik manusia yang mempunyai keterbatasan pola fikir
maupun cacat sejak lahir. Keadaan ini disebut dengan istilah Disablitas
atau orang dengan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah
orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik
dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan
sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk
berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (UU. No. 8 Th
2016 Pasal 1 Ayat 1).
Ada banyak pengertian mengenai disabilitas, seperti pengertian
yang diungkapkan oleh WHO bahwa disabilitas atau penyandang cacat
adalah adalah suatu kehilangan atau ketidaknormalan baik psikologis,
fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. Orang dengan
penyandang disabilitas juga ingin hidup layaknya orang normal. Pada
dasarnya mereka penyandang disabilitas memiliki kemampuan yang lebih
rendah daripada orang normal pada umumnya, tidak menutup
kemungkinan untuk mereka para orang normal melalukan tindakan yang
sewenang-wenang terhadap kaum disabilitas. Misalnya melakukan
tindakan kekerasan seksual.
Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan
dasar atau biasa disebut hierarki kebutuhan yang tediri dari kebutuhan
fisiologis, rasa aman, cinta, penghargaan dan aktualisasi diri. Abraham
Maslow dalam makalahnya, "A Theory of Human Motivation"
(Psychological Review, 1943) Ia beranggapan bahwa kebutuhan-
kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup
terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih
tinggi menjadi hal yang memotivasi. Apabila salah satu atau semua dari
kelima keutuhan tersebut tidak terpebuhi, misal di kebutuhan rasa aman, ia
tidak mendapatkan hal tersbut, ia mengalami kekerasan seksual, maka ia
akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan selanjutnya, depresi,
trauma dan menderita.
Kekerasan seksual oleh Johan Galtung (1985): “violence is a
present when human beings are being ifluenced so that their actual
somatic and mental realizations are below their potential realization”
diartikan sebagai suatu kenyataan ketika manusia sedang dipengaruhi
kondisi somatik yang nyata dan merupakan perwujudan mental di bawah
kesadaran mereka. Pelecehan seksual sendiri terdiri dari pelecehan
seksual verbal dan non verbal, pelecehan verbal berpa perkataan dan non
verbal berupa perlakuan.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasionak
(BKKBN) (Aziz, 2015), mengatakan bahwa tindakan pelecehan seksual
berupa perkosaan merpakan satu bentuk pelecehan yang paling berat.
Rentang pelecehan ini sangat luas, meliputi main mata, siulan nakal,
komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno, cubitan, colekan,
tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tetentu atau
isyarat yang bersifat seksual, berkencan dengan iming-iming atau
ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan.
Kekerasan seksual bukan masalah yang dapat disepelakan, dalam
UU. No. 8 Tahun 2016 dijelaskan bahwa penyandang disabilitas
mendapatkan Pelindungan khusus dari Diskriminasi, penelantaran,
pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual. Tetapi masih
banyak pelaku kekerasan seksual yang berkeliaran dan tidak diproses oleh
hukum disebabkan belum ada peraturan di daerah tertentu yang
menegaskan. Keterbatasan yang dimiliki perempuan inilah yang seringkali
dimanfaatkan oleh orang-orang normal untuk melakukan kekerasan
seksual, mereka berfikir bahwa kaum disabilitas lemah tak berdaya dan
tidak bisa memberontak, sehingga mereka bebas melakukan aksinya.
Kekerasan seksual sangat berpengaruh dan merugikan orang lain.
Bukan hanya secara psikis maupun psikologis, kekerasan seksual juga
berpengaruh terhadap kehidupan akademis dan karier korban. Pengalaman
dilecehkan walaupun secara verbal dapat berdampak negatif bagi
kesehatan mental korban.
Center of Impriving Qualified Activities in Lifeof People with
Disabilities atau yang disingkat CIQAL mengatakan secara fisik tentunya
korban mengalami luka pada bagian tertentu, yang dimanfaatkan pelaku
dalam memuaskan nafsunya, sedangkan dari psikologis adanya tekanan
secara psikologis (trauma) yang dialami korban yang menyebabkan
penurnan harga diri karena disebabkan rasa malu seingga korban memiliki
peluang untuk didiskriminasi dari lingkungannya. Yossa pada Berita 360
(Guf, 2017) mengatakan dampak psikologis kekerasan terhadap korban
disabilitas adalah trauma berkepanjangan, kehilangan rasa aman,
hilangnya kepercayaan, rasa malu, rasa rendah diri, respon emosional yang
kuat dan menunjukkan perilaku seksual.
Akibat dari kekerasan seksual menurut Aziz (2015) adalah sikap
sinis dari masyarakat yang menyebabkan penyandang disabilitas enggan
membuka diri kembali untuk bisa bergaul dengan masyarakat di
sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih dalam dampak apa saja yang terjadi pada kaum disabilitas korban
pelecehan seksual.
B. Rumusan Masalah
1. Apa motivasi pelaku melakukan aksi kekerasan seksual tersebut ?
2. Apa dampak yang dialami korban pasca mendapat kekerasan seksual ?
3. Perilaku apa yang berubah atau muncul pasca korban mendapatkan
kekerasan seksual ?
C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan motivasi pelaku melakukan aksi kekerasan seksual
tersebut.
2. Menjelaskan dampak yang dialami korban pasca mendapat kekerasan
seksual.
3. Menjelaskan perilaku yang berubah atau muncul pasca korban
mendapatkan kekerasan seksual.
D. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai apa itu disabilitas,
apa itu kekerasan dan hal lain yang tedapat di proposal ini. Khususnya
mengenai dampak-dampaknya.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiyantika, Sulistiyary. 2016. Strategi Advokasi Perempuan Difabel Korban
Kekerasan di SAPDA. Journal of Disability Studies Vol. 3, No. 2.

http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/1667.pdf. Diakses pada 5 April 2020


pukul 09.00.

Humara, Diesmy. 2015. Kekerasan Seksual pada Anak: Telaah Relasi Pelaku
Korban dan Kerentanan pada Anak. Jurnal Psikologi Islam (JPI). Pusat
Penelitan dan Layanan Psikologi. Volume 12. Nomor 2.

Noviana, Iva. 2015. Kekerasan Seksual pada Anak: Dampak dan


Penanganannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial, Kementerian Sosial RI. Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang Jakarta

Paskalia, Trisuci. 2019. Dampak Kekerasan Seksual pada Penyandang


Disabilitas. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Rofi’ah, Siti. 2017. HARMONISASI HUKUM SEBAGAI UPAYA


MENINGKATKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN
PENYANDANG DISABILITAS KORBAN KEKERASAN SEKSUAL.
Volume 11 Nomor 2.

Wijayanto, Puguh Ari. 2013. Upaya Perlindungan Hukum terhadap Kaum Difabel
sebagai Korban Tindak Pidana. Jurnal: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai