Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) rentan terhadap masalah kesehatan.
BBLR adalah bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram pada waktu
lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya adalah bayi dengan retardasi
pertumbuhan intra uteri, bayi premature yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu, bayi
small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine, bayi
prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuh dan reflek-refleknya
(Saifudin, 2007).
Pada BBLR beresiko terjadi permasalahan pada sistem tubuh, akibat karena
kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal pada bayi BBLR adalah 8 kali lebih
besar dari bayi normal. Prognosis akan lebih buruk bila berat badan semakin rendah,
kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi,
pneumoni, perdarahan intra kranial, hipoglikemi. Bila bayi hidup akan dijumpai
kerusakan saraf, gangguan bicara, tingkat kecerdasan rendah. Prognosis ini juga
tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orangtua dan perawatan pada saat
kehamilan, persalinan dan postnatal. Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan
salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadapa kematian bayi khususnya
pada masa perinatal. Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik
pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang
tinggi.
Di Negara berkembang termasuk Indonesia, tingginya morbiditas dan mortalitas
bayi berat badan lahir rendah (BBLR) masih menjadi masalah utama yaitu 20%. Secara
statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka
kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500
gram gram (WHO, 2007). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka
panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (UNICEF, 2007).

1|Page
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah ada, maka rumusan permasalahatan yang terkait dengan
asuhan keperawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) diantaranya:

1. Apa pengertian dari BBLR ?


2. Apa etiologi BBLR ?
3. Apa saja tanda dan gejala BBLR ?
4. Apa saja komplikasi yang muncul pada BBLR ?
5. Bagaimanakah patofisiologi dari BBLR ?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan medis dari BBLR ?
7. Apa Asuhan Keperawatan BBLR ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengertian dari BBLR.
2. Mengetahui apa etiologi BBLR.
3. Mengetahui tanda dan gejala BBLR.
4. Mengetahui komplikasi yang muncul pada BBLR.
5. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari BBLR.
6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dari BBLR.
7. Mengetahui Asuhan Keperawatan BBLR.

2|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram
pada saat lahir.
Ada dua golongan bayi berat badan lahir rendah;
1. Prematuritas murni
Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan bayi
sesuai dengan gestasi atau yan disebut neonates kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan.
2. Bayi small for gestational (SGA)
Berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga
jenis:
a. Simetris (intrauterus for gestational age)
Terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang
lama.
b. Asimetris (intrauterus growth retardation)
Terjadi deficit nutrisi pada fase awal kehamilan.
c. Dismaturitas
Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi dan
si bayi mengalami retasdasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil
untuk masa kehamilan.

B. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari berat badan bayi lahir rendah maupun usia bayi belum sesuai
dengan masa gestasi sebagai berikut:
1. Komplikasi obsterti
a. Multilple gestation.
b. Incompetence.
c. Pro (premature rupture of membran) dan korionitis.

3|Page
d. Pregnancy induce hypertention (PIH).
e. Plasenta previa.
f. Ada riwayat kelahiran prematur.
2. Komplikasi medis
a. Diabetes maternal.
b. Hipertensi kronis.
c. Infeksi traktus urinarius.
3. Faktor ibu
a. Penyakit: toksemia gravidarium, perarahan antepartum, psikologis, infeksi akut,
serta kelainan kardiovaskular.
b. Usia ibu: prematuritas tertinggi pada usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravid
yang jarak kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia 26-35
tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi: kejadian yang tinggi terdapat pada golongan rendah. Hal
ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal
yang kurang.
d. Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat badan ibu yang tidak adekuat dan ibu
yang perokok.
4. Faktor janin
Hidramnion/polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan janin.

C. Manifestasi Klinis
1. Berat badan kurang dari 2.500 gram.
2. Panjang badan kurang dari 45 cm.
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm.
4. Masa gestasi kuran dari 37 minggu.
5. Kepala lebih besar dari tubuh.
6. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan sedikit.
7. Osifikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutum lebar.
8. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia mayora.
9. Tulang rawan dan daun telinga blum cukup,sehingga elastisitas belum sempurna.

4|Page
10. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernapasan belum teratur, dan sering
mendapat serangan apnea.
11. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun, reflex mengisap dan menelan belum
sempurna.

Bayi berat lahir rendah dapat juga dibagi menjadi 3 stadium:

1. Stadium I
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar&kering seperti permen
karet, namun belum terdapat noda mekonium.
2. Stadium II
Bila didapatkan tanda-tanda stasium I ditambah warna kehitaman pada kulit, plasenta,
dan umbilicus hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampuran dalam amnion
kemudian mengendap ke dalam kulit umbilicus dan plasenta.
3. Stadium III
Ditemukan tanda stadium II ditambah kulit berwarna kuning, demikian pula kuku dan
tali pusat.

D. Penyakit pada Bayi Berat Lahir Rendah


1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik, disebut juga penyakit membran hialin yang
melapisi alveolus paru.
2. Pneumonia aspirasi, sering ditemukan pada prematur karena reflex menelan dan
batuk belum sempurna. Penyakit ini dapat dicegah dengan perawatn yang baik.
3. Perdarahan interventrikular. Perdarahan spontan pada ventrikel otak lateral biasanya
disebabkan oleh anoksia otak, biasanya terjdi bersamaan dengan pembentukan
membrane hialin pada paru.
4. Fibroplasia retinolental. Ditemukan pada bayi prematur disebabkan oksigen yang
berlebihan.
5. Hiperbilirubinemia karena kematangan hepar, sehingga konjugasi bilirubin indirek
menjadi bilirubin direk belum sempurna.

E. Komplikasi

5|Page
1. Sindrom aspirasi mekonium.
2. Hipoglikemi simptomatik.
3. Penyakit membran hialin.
4. Asfiksia neonatorum
5. Hiperbilirubinemia.

F. Patofisiologi
Bayi berat lahir rendah disebabkan oleh beberapa faktor; faktor janin, faktor plasenta,
faktor ibu, dan faktor lingkungan. Faktor tersebut menimbulkan 2 hal pada ibu hamil:
1. Diawal kehamilan sampai pertengahan trimester 2 pembuluh ibu cenderung melebar,
jadi darah yang ada tidak cukup untuk mengisi ruang yang kosong di pembuluh darah
lalu menyebabkan tekanan darah rendah.
2. Jumlah darah yang ada dipakai oleh ibu dan janin menimbulkan optimatis volume
darah berkurang, jadi pasokan oksigen ke otak berkurang yang menyebabkan ibu
anemia. Akibat anemia Hb yang mengikat oksigen berkurang jadi kadar oksigen yang
dibawa ke plasenta juga berkurang menyebabkan hipoksemia. Hipoksemia
menyebabkan metabolisme berkurang, jadi mengganggu tumbuh kembang janin di
dalam rahim dan menyebabkan BBLR. BBLR menimbulkan beberapa komplikasi dan
tanda gejala. BBLR sendiri ini menyebabkan 4 hal:
1) Organ pencernaan imatur, membuat perisaltik belum sempurna, jadi kemamuan
mencerna makanan kurang dan reflex menghisap dan menelan belum berkembang
baik.
2) Pertumbuhan dinding dada belum sempurna menyebabkan vaskuler paru imatur,
lalu membuat kerja nafas meningkat.
3) Sedikitnya lemak dibawah jaringan kulit menyebabkan kehilangan panas melalui
kulit, menimbulkan peningkatan kebutuhan kalori dan menyebabkan sistem
termoregulasi imatur.
4) Sistem imun yang belum matang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.

6|Page
Pathways

Faktor Janin Faktor Plasenta Faktor Ibu Faktor Lingkungan

 Kelainan  Hidramnion  Penyakit, usia ibu  Tempat tinggal di


kromosom  Plasenta previa  Keadaan gizi ibu dataran tinggi
 Infeksi janin  Solutio plasenta  Kondisi ibu saat  Terkena radiasi,
kronik ( inklusi  Kehamilan hamil serta terpapar zat
sitomegali, rubella kembar  Keadaan sosial & beracun
bawaan )

Diawal kehamilan
Ibu Hamil
sampai pertengahan
trimester 2
Jml darah yang ada
Pembuluh darah ibu dipakai utk ibu & janin
hamil cenderung
melebar
Optimatis volume
Darah yg ada tdk darah berkurang
cukup utk mengisi
ruang2 kosong di
pembuluh darah yg Pasokan O2ke otak
berkurang
Tekanan darah rendah

Anemia selama
kehamilan

Hb yg dapat mengikat
O2berkurang

Kadar O2yg dibawa ke


plasenta berkurang

Hipoksemia

Kemampuan
metabolisme
berkurang

Mengganggu tum-kem
janin didalam rahim

BBLR

7|Page
Komplikasi BBLR Manifestasi Klinis BBLR

 Sindrom aspirasi  Berat badan >2500 gram


mekonium  Masa gestasi >37 minggu
 Asfiksia neonatorum  Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan
 Penyakit membran amat sedikit
hialin  Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan
 Hiperbilirubinemia belum teratur dan sering mendapatkan serangan apnea

Organ pencernaan Pertumbuhan Sedikitnya lemak dibawah Sistem imun


imatur dinding dada jaringan kulit yang belum
belum sempurna matang

Peristaltik belum Penurunan


Vaskuler paru Kehilangan panas melalui
sempurna daya tahan
imatur kulit
tubuh
Peningkatan kerja Peningkatan kebutuhan
Kurangnya Resiko
nafas kalori
kemampuan infeksi
untuk mencerna
Ketidakefektifa Sistem termoregulasi
n pola nafas yang imatur
Refleks
menghisap & Ketidakefektifan
menelan belum termoregulasi
berkembang

Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

G. Penatalaksanaan
1. Pastikan bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain lunak, kering, selimuti,
dan gunakan topi untuk menghindari adanya kehilangan panas.
2. Awasi frekuensi pernapasan, terutama dalam 24 jam pertama guna mengetahui
sindrom aspirasi mekonium/sindrom gangguan pernapasan idiopatik.

8|Page
3. Pantau suhu disekitar bayi, jangan sampai bayi kedinginan. Hal ini karena byi BBLR
mudah hipertermia akibat luas dari permukaan tubuh bayi relatif lebih besar dari
lemak subkutan.
4. Motivasi ibu untuk menyusui dalam 1 jam pertama.
5. Jika bayi haus, beri makanan dini (early feeding), yang berguna mencegah
hipoglikemia.
6. Jika bayi sianosis atau sulit bernapas (frekuensi kuramg dari 3atau lebih dari 60 kali
per menit, tarik diding dada ke dalam dan merintih, beri oksigen lewat kateter hidung
atau nasal prong.
7. Cegah infeksi karena rentan akibat pemindahan imunoglobin G (IgG) dari ibu ke
janin terganggu.
8. Eriksa kadar gula darah setiap 8-12 jam.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan oleh seorang perawat untuk mendapat data, baik
objektif maupun subjektif dari ibu adalah sebagai berikut:
1) Riwayat kesehatan terdahulu
a. Apakah ibu pernahmengalami sakit kronis.
b. Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan sebelumnya.
c. Apakah ibu seorang perokok.
d. Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakitketurunan seperti kelainan
kardiovaskular.
4) Pengkajian fisik
a. Sirkulasi
 Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas normal (120-
160 detik/menit).

9|Page
 Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandkan duktus
arteriosus (PDA).
b. Pernapasan
 Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik
intermiten atau periodic (40-60 kali/menit).
 Pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, juga
derajat sianosis yang mungkin ada.
 Adanya bunyi amela pada auskultasi, menandakan sindrom distress
pernapasan (RDS).
c. Neurosensori
 Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan karena
ketidakadekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat.
 Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung, hidung
pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju.
 Tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstermitas bawah dan
atas serta keterbatasan gerak.
 Pelebaran tamilan mata.
d. Makanan/cairan
 Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar
kepala.
 Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya jaringan
subkutan.
 Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan paha.
 Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemi/hipokalsemia.
e. Keamanan
 Suhu berfluktuasi dengan mudah.
 Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan.
 Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar tali pusat
dengan warna kehijauan.
 Menangis mungkin lemah.

10 | P a g e
f. Seksualitas
 Labia minora wanita mungkin lebih besar daripada labia mayora
dengan klitoris menonjol.
 Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada
skrotum.
5) Pemeriksaan diagnostik
a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan
anemia atau kehilangan darah.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi.
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distress
pernapasan bila ada.
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.
f. Urinalisis: mengkaji homeostasis.
g. Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin menyertai sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan berat badan
lahir rendah adalah sebagai berikut:
1) Tidak efektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan imaturitas pusat
pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan energi atau
kelelahan, dan ketidakseimbangan metabolik.
2) Risiko tinggi termoregulasi tidak efektif yang berhubungan dengan susunan
saraf pusat (SSP) imatur (pusat regulasi residu, penurunan rasio massa tubuh
terhadap area permukaan, penurunan lemak subkutan, ketidakmampuan
merasakan dingin atau berkeringat, cadangan metabolik buruk).
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal
lemah,dan refleks lemah.

11 | P a g e
4) Risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan
berat ekstrem (prematur < 2.500 gram) kehilangan cairan berlebihan (kulit
tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/kegagalan mengonsentrasikan
urine).

3. Perencanaan
1) Diagnosis 1: Tidak efektif pola pernapasan yang berhubungan dengan
imaturitas pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan
energi atau kelelahan, dan ketidakseimbangan metabolik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan, pola napas menjadi efektif
Kriteria hasil: neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik,
membran mukosa merah muda.

Intervensi Mandiri

a. Kaji frekuensi dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea perubahan


frekuensi jantung.
Rasional: membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan
normal dari serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pada gestasi
minggu ke-30.
b. Isap jalan napas sesuai kebutuhan.
Rasional: menghilangkan mukus yang menyumbat jalan napas
c. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan
popok di bawah bahu untuk menghasilkan hiperekstensi
Rasional: posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode
apnea, khususnya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau
hiperkapnea.
d. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat
depresi pernapasan pada bayi.
Rasional: magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat dan aktivitas
susunan saraf pusat (SSP).

12 | P a g e
Selain tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh seorang
perawat, tindakan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dilaksanakan,
di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Pantau pemeriksaan laboratorium (misalnya: GDA, glukosa elektrolit,
kultur, dan kadar obat) sesuai indikasi.
Rasional: hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnea, hipoglikemia,
hipokalsemia, dan sepsis dapat memperberat serangan apnetik.
b. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat
meningkatkan fungsi pernapasan.
c. Berikan obat-obatan sesuai indikasi, seperti berikut ini:
 Natrium bikarbonat
Rasional: memperbaiki asidosis.
 Antibiotik
Rasional: mengatasi infeksi pernapasan dan sepsis.
 Aminopilin
Rasional: dapat meningkatkan aktivitas pusat pernapasan dan
menurunkan sensitivitas terhadap CO, menurunkan frekuensi
apnea.

2) Diagnosis 2: Risiko tinggi terhadap termoregulasi tidak efektif yang


berhubungan dengan perkembangn SSP imatur (pusat regulasi residu
penurunan rasio massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak
subkutan, ketidakmampuan merasakan dingin atau berkeringat, dan cadangan
metabolik buruk)
Tujuan: Termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan
Kriteria hasil: mempertahankan suhu kulit atau aksila (35-37,3 C) bebas stres
dan rasa dingin.

Intervensi Mandiri

13 | P a g e
a. Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awal, selanjutanya periksa
suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan
penyebar hangat.
Rasional: hiportermía membuat bayi cenderung merasa stress karena
dingin, penggunaan simpanan lemak tidak dapat diperbarui bila ada dan
penurunan sensivitas untuk meningkatkan kadar CO2 atau penurunan
kadar O2.
b. Tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat
Rasional: mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah
stres karena dingin.
c. Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat (pertahankan batas atas
pada 98,6 F, bergantung pada ukuran dan usia bayi).
Rasional: hipertermia dengan peningkatan laju metabolisme kebutuhan
oksigen dan glukosa serta kehilangan air dapat terjadi bila suhu
lingkungan terlalu tinggi.
d. Kajian haluaran dan berat jenis urine.
Rasional: penurunan keluaran dan peningkatan berat jenis urine
dihubungkan dengan penurunan perfusi ginjal selama periode stres karena
rasa dingin.
e. Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan berat
badan tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesual indikasi
Rasional: ketidakadekuatan penambahan berat badan meskipun masukan
kalori adekuat dapat menandakan bahwa kalori digunakan untuk
mempertahankan suhu lingkungan tubuh, sehingga memerlukan
peningkatan suhu lingkungan.
f. Perhatikan perkembangan takikardi, warna kemerahan, diaforesis letargi.
apnea, atau aktivitas kejang.
Rasional: tanda-tanda hipertermia ini dapat berlanjut pada kerusakan otak
bila tidak teratasi.

Kolaborasi

14 | P a g e
a. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (GDA, glukosa serum,
elektrolit, dan kadar bilirubin).
Rasional: stres dingin meningkatkan kebutuhan terhadap gula glukosa dan
oksigen serta dapat mengakibatkan masalah asam basa bila bayl
mengalami metabolisme anaerobik bila kadar oksigen yang cukup tidak
tersedia. Peningkatan kadar bilirubin indirek dapat terjadi karena
pelepasan asam lemak dari metabolisme lemak coklat dengan asam lemak
bersaing dengan bilirubin pada bagian ikatan di albumin.
b. Berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi.
 Fenobarbital
Rasional: membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan
fungsi SSP yang disebabkan hipertermia.
 Natrium bikarbonat
Rasional: memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada hipoternia
dan hipertermia.

3) Diagnosis 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imusnitas produksi enzim,
otot abdominal lemah, dan refieks lemah.
Tujuan: nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil: mempertahankan pertumbuhan dan penirgkatan berat dalam
kurva normal dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 2 gram hari.

Intervensi Mandiri

a. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya:


mengisap, menelan, dan batuk).
Rasional: menentukan metode pemberian makan yang tepatuntuk bayi.
b. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik, dan status pernapasan.
Rasional: pemberian makan pertama bayi stabil memilki peristaltik dapat
dimulai 6-12 jam setclah kelahiran. Bila distres pernapasan ada, cairan
parenteral diindikasikan dan cairan per oral harus ditunda.

15 | P a g e
c. Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, kemudian
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi.
Rasional: mengidentifikasilkan adanya risiko derajat dan risiko tethadap
pola pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ektrasel
kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
mengalami penurunan berat badan dalam uterus atau mengalami
penurunan simpanan lemak/glilkogen
d. Pantau masukan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit
setiap hari.
Rasional: Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam
hubungannya dengan perkiraan kebutuhuan untuk digunakan dalam
penyesuaian diet.
e. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine,
kondisi membran mukosa, dan fluktuasi berat badan.
Rasional: peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat
meningkatkan kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemi dapat
mengakibatian diuresis pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin
diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan
hati-hati ditangani untuk menghindari kelebihan cairan f
f. Kaji tanda-tanda hipoglikemia: takipnea dan pernapasan tidak teratur,
apnea, letargi, fluktuasi suhu, dan diaforesis. Pernberian makan buruk,
gugup, menangis nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktivitas kejang.
Rasional: karena glukosa adalah sumber putama dari bahan bakar untuk
otak, kekurangannya dapat menyebabkan kerusakan SSP permanen.

Kolaborasi

a. Pantau pemeriksaan laboratortum sesuai indikasi.


 Glukosa serum
Rasional: hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam lahir bayi SGA
saat candangan glikogen dengan cepat berkurang dan

16 | P a g e
glukonkogenesis tidak adekuat karena penurunan simparan protein
obat dan lemak.
 Nitrogen urea darah, kreatin, osmolaritas serum/urine, elekirolit
urine.
Rasional: mendeteksi perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan
penurunan simpanan nutrien dan kadar cairan akibat malnutrisi .
b. Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi: misalnya kalsium glukonat 10
%.
Rasional: ketidakstabilan metabolik pada bayi SGA/LGA dapat
memerlukan suplemen untuk mempertahankan homeostasis.

4) Diagnosis 4: risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungarn


dengan usia berat yang ekstrem (prematur c 2.500 gram) , kehilangan cairan
berlebihan (kulit tipis, lapisan kurang lemak, ginjal imatur/kegagalan untuk
mengonsentrasikan urine).
Tujuan: cairan terpenuhi.
Kriteria hasil: bebas dari tanda delhidrasi.
Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.

Intervensi Mandiri

a. Bandingkan masukan pengeluaran urine setiap shift dan keseimbangan


kumulatif setiap periodik 24 jam. Pertahankan catutan ukuran mengenai
jumiah darah yang diambil untuk tes laboratorium.
Rasional: pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuban terapi
cairan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama, meningkat sampai
120-140 ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk
tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht.
b. Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam dengan
menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan dengan kantong
penampung urin.

17 | P a g e
Rasional: meskipun imaturitas ginjal dan ketidakmampuan untuk
mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah
pada bayi preterm (rentang normal 1.006-1.013), Kadar yang rendah
menandakan volume cairan berlebihan dan kadar lebih besar dari 1.013
menandakan ketidakmanmpuan masukan cairan dan dehidrasi.
c. Evaluasi turgor kulit, membran nukosa, dan keadaan fontanel enterior.
Rasional: kehilangan atau perpindahan cairan yarng minimal dapat dengan
cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk,
membran mukosa kering, dan fontanel cekung.
d. Pantau tekanan darah, nadi dan tekanan arterial rata-rata (TAR).
Rasional kehilangan 25 % volume darah mengakibatkan syok dengan
TAR kurang dari 25 mmHg menandakan hipotensi.

Kolaborasi

a. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi Ht.


Rasional: dehiirasi meningkatkan kadar Ht di atas nilai normal 45-53%
kalium serum.
Rasional: hipoglikemia dapat terjadi karena kehilangan melalui selang
nasogastrik diare atat muntah.
b. Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg,
khususnya pada PDA, displasia bronkopulmonal (BFD), atau entero coltis
nektrotisan (NEC).
Rasional: penggantian cairan darah menambah volume darah, membantu
mengembalikan vasokonstriksi akibat dengan hipoksia, asidosis, dan pirau
kanan ke kiri melalui PDA dan telah membantu dalam peruruan
komplikasi enterokolitis nektrotisan dan displasia bronkopulmonal.
c. Berikan transfusi darah.
Rasional: mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan
menggantikan kehilargan darah.

18 | P a g e
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh
keputusan bersama dengan dokter atan petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi
Hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.

19 | P a g e
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Setelah membahas mengenai uraian asuhan keperawatan pada neonatus dengan BBLR,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam melakukan pengkajian pada neonatus dengan BBLR pada ditekankan pada
adanya perubahan suhu, nutrisi, interitas kulit, dan resiko infeksi.
2. Dalam melakukan pengkajian  dan implementasi keperawatan, perawat harus benar-benar
sesuai dengan prosedur dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi
neonatus mengingat bayi BBLR terjadi imaturitas organ.
3. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada adanya perubahan suhu, nutrisi, interitas
kulit, dan resiko infeksi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas kami memberanikan diri untuk memberikan saran


sebagai berikut:
1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan tidak boleh membeda-bedakan status klien.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan perlu
adanya pendekatan dengan klien yaitu; menjalin hubungan saling percaya sehingga klien
mau mengungkapkan apa yang dirasakan dan masalah keperawatan yang dihadapi dapat
teratasi.
3. Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan neonatus dengan BBLR perawat
diharuskan memiliki sikap sabar, sopan, teliti, cermat, mempunyai pengetahuan,
wawasan yang luas dan ketrampilan yang memadai.

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai