Anda di halaman 1dari 31

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Konsep Teori BBLR
1. Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah didefinisikan sebagai anak dengan berat badan
kurang dari 2500 gram. Dahulu “berat badan lahir rendah” diartikan
sebagai bayi prematur. Namun, WHO mengubah pernyataan tersebut
karena tidak semua bayi yang lahir dibawah 2.500 gram. Definisi BBLR di
Indonesia hampir sama dengani definisi WHO, artinya jika berat badan
bayi kurang dari 2500 gram aspek usia kehamilan tidak diperhitungkan
dan berat badan anak ditimbang 24 jam pertama setelah lahir (Kemenkes
RI, 2016).(Kognisi et al., 2021). Menurut Sembiring, (2017 ) Berat badan
lahir rendah yaitu keadaan bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram
tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat badan bayi lahir
yang ditimbang dalam 1 jam setelah dilahirkan.
Bayi yang mengalami Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah jika
berat bayi tersebut kurang dari angka 2500 gram atau 2.5 kg tanpa melihat
periode waktu bayi berada dalam rahim (gestasi). BBLR dapat terjadi
dikarenakan usia kehamilan yang kurang dari usia normal yaitu 37 minggu
dan berat bayi pun lebih rendah dari bayi pada umumnya (Kemenkes,
2018 ; Rizka, 2021).

2. Klasifikasi BBLR
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, BBLR dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Berat badan lahir rendah (BBLR),yaitu berat badan lahir bayi antara
1500 sampai 2500 gram.
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu berat lahir bayiI<
1500 gram.
3. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER), yaitu berat bayi lahir <
1000 gram.
4. Berdasarkan usia kehamilan, BBLR dapat diklasifikasikan menjadi
dua tipe yaitu:
a. Prematur murni Bayi prematur murni adalah bayi baru lahir
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan memiliki berat
badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan.
b. Dismaturitas Dismaturitas/ kecil masa kehamilan (KMK) adalah
bayi yang lahir selama kehamilan dengan berat badan kurang dari
berat badan sebenarnya. Hal ini dikarenakan janin mengalami
gangguan pertumbuhan di dalam rahim (Kognisi et al., 2021).
Selain itu bblr dapat juga dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
a. Stadium 1
Bayi tampak kurus dan relative lebih panjang,kulit longgar,dan kering
b. Stadium 2
Terdapat tanda tanda stadium 1 ditambah warna kehijauan pada kulit
dan plasenta.
c. Stadium 3
Ditemukan pada stadium 2 ditambah warna kulit kuning begitupun
dengan kuku dan tali pusar.

3. Etiologi BBLR
Menurut (Rizka, 2021) Penyebab terjadinya bayi BBLR secara
umum bersifat, multifaktor sehingga kadang mengalami kesulitan untuk
melakukan tindakan pencegahan namun, penyebab terbanyak terjadi bayi
BBLR adalah prematur. semakin muda usia kehamilan semakin besar
resiko jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi. Menurut Sudarti
(2016). Penyebab terbanyak terjadi BBLR adalah kelahiran premature,
faktor ibu umur, paritas dan lain lain. faktor-faktor yang berhubungan
dengan bayi BBLR secara umum yaitu sebagai berikut
a) Faktor ibu
1. Penyakit Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan
misalnya: pendarahan antepartum, trauma fisik, PEB dan
psikologis, DM.
2. Usia ibu Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia <
20 tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat.
kejadian terendah bayi BBLR ialah pada usia antara 20-35 tahun.
3. Keadaan sosial ekonomi Kejadian tertinggi terdapat pada
golongan sosial ekonomi rendah. Mengerjakan aktivitas fisik
beberapa jam tampa istirahat. Keadaan gizi yang kurang baik.
pengawasan antenatal yang kurang. Kejadian prematuritas pada
bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, yang terjadi lebih
tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari perkawaninan
yang sah.
4. Sebab lain: Ibu perokok, ibu peminum alkohol, ibu pecandu obat
narkotika penggunaan obat antimetabolik.
b) Faktor janin
1. Kelainan kromosom
2. Infeksi janin kronik
3. Radiasi
4. kehamilan ganda/kembar (gemeli )
5. Ketuban pecah dini
c) Faktor plasenta
Berat plasenta kurang atau berongga bisa juga keduanya
(hidramion). Alas permukaan berkurang, plasentitis vilus (bakteri,
virus dan parasit), infark. tumor (krioangioma, mola hidatidosa),
plasenta yang lepas, sindrom plaseta yang lepas, sindrom transfuse
bayi kembar (sindrom parabiotik).
d) Faktor lingkungan
1. Polusi udara atau asap rokok
2. Bertempat tinggal didaratan tinggi.
3. Terkena radiasi
4. Terpapar zat beracun.
Faktor-faktor yang dapat meyebabkan terjadinya BBLR menurut
Amin & Hardhi (2016), adalah :
a. Faktor ibu
1. Umur bumil kurang dari 20 tahun atau di atas 35 tahun .
2. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
3. Gizi saat hamil yang kurang.
4. Faktor pekerja yang terlalu berat.
5. Penyakit menahun ibu seperti hipertensi,jantung dan lain lain .
b. Faktor kehamilan
1. Hamil ganda (gemeli).
2. Hamil dengan hidramnion.
3. Perdarahan antepartum.
c. Komplikasi kehamilan (Preeklampsi/ eklampsi, ketuban pecah dini).
d. Plasenta Previa.
e. Faktor janin
1. Cacat bawaan.
2. Infeksi dalam rahim.
f. Faktor pendukung lainnya (nutrisi, perokok, peminum alkohol,
budaya, sosial ekonomi, dan lain-lain) (Rizka, 2021).

4. Patofisiologi BBLR
Secara teoritis pada BBLR terdapat hipotermi karena sistem organ
belum berfungsi secara sempurna, paru yang belum matur dapat
menyebabkan peningkatan kerja nafas dan kebutuhan kalori yang
meningkat. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus, dampak jangka panjang terhadap bayi
BBLR ialah bayi mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
gangguan berbicara atau komunikasi, gangguan neurologi dan gangguan
hiperaktif terhadap kehidupannya di masa depan (Kusparlina,2016).
BBLR dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme yang
berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas. Adanya Hipotermi terjadi bila
panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar dan terjadi mekanisme tubuh
kehilangan panas secara konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi pada
tubuh. Masalah pernafasan juga akan muncul sehingga akan mengganggu
dalam pemenuhan nutrisi secara oral dan potensial juga, untuk kehilangan
panas bayi dengan masalah BBLR seperti suhu tubuhnya tidak stabil,
lemak subcutan yang sedikit, belum matangnya system syaraf, dan
pengatur suhu tubuh, sehingga menyebabkan hipotermia (Farida &
Yuliana, 2017).
Faktor

Faktor ibu : Faktor Janin : Faktor Lingkungan :


1. Faktor penyakit Hidroamnion Tempat tinggal di dataran
(tassemia gravidaum Kehamilan multiple/ganda tinggi
trauma fisik, dll) Kelainan kromosom Radiasi
2. Faktor usia Zat-zat beracun

BBLR

Kulit tipis dan lemak Imaturitas system Reflek menelan dan


subcutan pernafasan menghisap belum baik

Tidak dapat menyimpan Pernafasan belum Intake nutrisi tida


panas sempurna adekuat

Mudah kehilangan panas O2 dalam darah menurun Asupan gizi kurang

Kedinginan O2 dalam sel darah Sel-sel kekurangan


menurun CO2 tinggi nutrisi

Hipotermi Asidosis Kerusakan sel

Gangguanpertukaran gas Penurunan BB atau


kematian

4. Manifestasi Klinis BBLR Defisit nutrisi

Sumber pathwa
Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah mempunyai ciri-ciri :
a. Berat badan < 2500 gram
b. Panjang badan < 45 cm, lingkar kepala < 33, lingkar dada
c. Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan halus,
elastisitas daun telinga
d. Dada : dinding thorak elastis, puting susu belum terbentuk.
e. Abdomen : distensi abdomen, kulit perut tipis pemuluh darah
kelihatan.
f. Kulit : tipis, transfaran, pembuluh darah, kelihatan
g. Jaringan lemak subkutan sedikit, lanugo banyak.
h. Genatalia : LK skrotum kecil, testis tidak teraba, PR labio mayora
hampir tidak ada,klitoris menonjol
i. Eksterimitas : kadang eodema, garis telapak kaki sedikit.
j. Motorik : pergerakan masih lemah. (Dewi Vivian, 2016).

5. Komplikasi BBLR
Komplikasi yang terjadi pada bayi BBLR menurut (Dewi, vivian,
2016) antara adalah:
a. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempuma
b. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belurn sempurna
c. Perdarahan intraventrikuler: perdarahan spontan di ventrikel otak
lateral disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat
menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.
d. Hipotermia,karena sumber panas bayi premature baik lemak subkutan
yang masih sedikit maupun jaringan lemak yang mudah terbakar
belum terbentuk.
Beberapa ciri bayi hipotermia antara lain:
a. Bayi mengigil (walaupun biasanya ciri ini tidak mudah terlihat pada
bayi kecil).
b. Kulit bayi terlihat belang-belang merah bercampur putih ataupun
timbul bercak-bercak.
c. Gerakan bayi kurang dari normal.
d. Tubuh bayi menjadi biru ,dilihat dari bibir dan ujung-ujung kukunya
(Walyani,2015).

6. Pemeriksaan Penunjang BBLR


Menurut (Natalina, 2020) pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
a. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intyrauterin serta
menemukan gangguan perttumbuhan, misalnya pemeriksaan USG.
b. Memeriksa kadar gula darah dengan destrostix atau di laboratorium.
c. Pemerioksaan hematokrit.
d. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi
SMKe. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan
menderita aspirasi mekonium.

7. Penatalaksanaan BBLR
Menurut (Natalina, 2020) penatalaksanaannya sebagai berikut:
1) Pengaturan Suhu Tubuh
Bayi BBLR Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita
Hypotermia bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas
disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila
dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah
kulit dan kekurangan lemak coklat ( brown fat).
Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang
cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat komsumsi
oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila
bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat
badan kurang dari 2000 gr adalah 35 C dan untuk bayi dengan BB
2000 gr sampai 2500 gr 34 C , agar ia dapat mempertahankan suhu
tubuh sekitar 37 C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50-60
persen . Kelembaban yang lebih tinggi di perlukan pada bayi dengan
sindroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan 1 C
per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan secara
berangsur angsur ia dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi
dengan suhu lingkungan 27 C-29 C.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya
atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi
atau dengan menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekiter 36 C-37
C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti
pada bayi di dalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi
kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah mulai digunakan
inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (thermistor
probe). Alat ini ditempelkan di kulit bayi. Suhu inkubator di kontrol
oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat
dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini
sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting
untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum,perubahan
tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga
penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta
pengobatan dapat dilaksanakan secepat – cepatnya.
2) Pencegahan Infeksi.
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam
tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat
infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial.
Kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulin
serum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas baktersidal neotrofil,
efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum
berpengalaman.
Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi
diagnosis dini dapt ditegakkan jika cukup waspada terhadap
perubahan (kelainan) tingkah laku bayi sering merupakan tanda
infeksi umum. Perubahan tersebut antara lain : malas menetek,
gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frekwensi pernafasan
meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap
bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh
kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan
masker dan abjun khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali
pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan antiseptik
alat – alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio
perawat pasien yang idea, mengatur kunjungan, menghindari
perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan
pemberian antibiotik yang tepat.
3) Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu, cara pemberian
dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI
(Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jioka bayi mampu
mengisap. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika
bayi tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi
khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang
komposisinya mirip mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan
masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam inkubator dengan
kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur inkubator harus
diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi
lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi
BBLR yang lebih kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika
minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikan
melalui NGT. Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan
kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval
tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.
4) Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing,
trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveeolaris
ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas akan menimbulkan asfiksia,
hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran
sehingga dapat lahir dengan asfiska perinatal. Bayi BBLR juga
berisiko mengalami kurangnya suplai oksigen, sehingga tidak dapat
memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya di peroleh dari
plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan
nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi
miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik
tumit. Bila tindakan ini gagal , dilakukan ventilasi, intubasi
endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian natrium bikarbonat dan
pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya
aspirasi. Dengan tindakan ini dapat mencegah sekaligus mengatasi
asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.

B. Konsep Hipotermia
1. Definisi Hipotermia
Hipotermi adalah suhu dibawah 36,5oC, yang terbagi atas :
hipotermi ringan (cord stress) yaitu suhu antara 36-26,5oC, hipotermi
sedang yaitu suhu antara 32-36oC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh
(Ariyanti et al., 2021). Hipotermi pada bayi baru lahir adalah suhu tubuh
di bawah 36,5oC, pengukuran dilakukan pada ketiak selama 3-5 menit.
Hipotermi didefinisikan sebagai keadaan ternal yang tidak normal dimana
suhu tubuh bayi turun dibawah 36,5oC. Penurunan suhu tubuh secara
progresif menyebabkan efek yang dapat merugikan mulai dari gangguan
metabolic hingga kematian (Khaifa, 2015).
2. Penyebab Hipotermia
Hipotermi dapat disebabkan oleh :
a. Evaporasi, dimana evaporasi merupakan kehilangan panas ke udara
ruangan melalui kulit yang basah atau selaput mukosa. Evaporasi
terjadi apabila bayi lahir tidak segera dikeringkan.
b. Konduksi terjadi apabila bayi diletakkan ditempat dengan alas dingin,
seperti pada waktu menimbang bayi.
c. Radiasi, terjadi jika panas berpindah dari bayi ke benda padat lainnya
tanpa melalui kontak langsung.
d. Konveksi, terjadi apabila bayi berada dalam ruangan ada aliran udara
karena pintu, jendela terbuka. Dalam hal ini, konveksi merupakan
kehilangan panas dari kulit bayi ke udara yang bergerak.
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu : jaringan lemak
subkutan tipis, perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan
besar, cadangan glikogen dan brown fat sedikit, BBL (Bayi Baru Lahir)
tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan,
kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang berisiko
tinggi mengalami hipotermi (Rukiyah, Yulianti. 2015).
Faktor yang meningkatkan kehilangan panas pada bayi baru lahir,
antara lain:
a. Rasio permukaan tubuh dengan berat badan lebih besar.
b. Kehilangan cairan transdermal.
c. Insulasi buruk akibat kulit tipis dan pembuluh darah yang
dipermukaan.
d. Keterbatasan merubah posisi tubuh.
Hipotermi juga dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan
lingkungan dingin, suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau
basah, atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian (Yunanto,
2014).
3. Tanda Dan Gejala Hipotermi Pada BBLR
a. Pengukuran suhu pada neonatus (bayi baru lahir) dan BBLR mungkin
tidak dapat mendeteksi secara dini adanya stress dingin, karena
neonatus dan BBLR akan menggunakan simpanan energy lebih
dahulu untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
b. Tanda awal hipotermi.
a. Kaki teraba dingin.
b. Kemampuan mengisap rendah atau tidak bisa menyusu.
c. Letargi atau menangis lemah.
d. Perubahan warna kulit dari pucat dan sianosis menjadi kutis
marmorata atau pletora.
e. Takipnea takikardia.
c. Tanda hipotermi menetap, antara lain tanda berikut berlanjut :
a. Letargi.
b. Apnea dan bradikardia.
c. Risiko tinggi untuk terjadinya hipoglikemia, asidosis metabolik,
sesak nafas, dan faktor pembekuan yang abnormal (perdarahan
intraventrikuler, perdarahan paru).
Bayi tidak mau minum atau minum ASI, bayi tampak lesu atau
mengantuk saja, tubuh bayi teraba dingin, dalam keadaan berat, denyut
jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema).
a. Tanda-tanda hipotermi sedang (stress dingin) yaitu : aktifitas
berkurang, letargis, tangisan lemah, kulit bewarna tidak rata (cutis
marmorata), Kemampuan menghisap lemah dan kaki teraba dingin.
b. Tanda-tanda hipotermi berat (cidera dingin) sama dengan hipotermi
sedang ditambah dengan bibir dan kuku kebiruan, pernafasan lambat,
pernafasan tidak teratur, bunyi jantung lambat dan selanjutnya
mungkin timbul hipoglikemia (kadar gula darah yang rendah),
asidosis metabolik (keasaman darah yang tinggi) dan kematian. Tubuh
dengan cepat menggunakan energy agar tetap hangat, sehingga pada
saat kedinginan bayi memerlukan lebih banyak cadangan oksigen.
Karena itu, hipotermi bisa menyebabkam berkurangnya aliran oksigen
ke jaringan.
c. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermi yaitu muka, ujung kaki dan
tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit
mengeras merah dan timbul oedema terutama pada punggung,
kaki dan tangan (sklerema).
d. Tanda-tanda hipotermi adalah akral dingin, bayi tidak mau
minum, kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipnea atau
takikardia.
4. Patofisiologi Hipotermia
(Natalina, 2020) apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh
akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa :
a. Shivering thermoregulation/ST.
Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar
secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.
b. Non-shivering thermoregulation/NST.
Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem
saraf simpatis untuk mentimulasi proses metabolic dengan melakukan
oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme
jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam
tubuh.
c. Vasokontriksi perifer.
Mekanisme ini juga diistimulasi oleh sistem saraf simpatis,
kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar anterior kulit
untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan ini efktif
untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah
hilangnya panas yang tidak berguna.
5. Klasifikasi Suhu Tubuh Abnormal
Klasifikasi suhu tubuh abnormal (Natalina, 2020).
Tabel 2.1 Klasifikasi Suhu Tubuh Abnormal
Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi

 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh 36,4 Hipotermia


lingkungan rendah. derajat celcius. sedang
 Waktu timbulnya  Gangguan nafas.
kurang dari 2 hari.  Denyut jantung kurang
dari 100kali/menit.
 Malas minum.
 Letargi .
 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh 32 derajat Hipotermi berat
lingkungan yang celcius.
rendah.  Tanda lain hipotermia
 Waktu timbulnya sedang.
kurang dari 2 hari.  Kulit teraba keras.
 Tidak terpapar  Nafas pelan dan dalam.
dengan dingin atau  Suhu tubuh berkultrasi
panas yang antara, 36-39 mekipun
berlebihan. berada di suhu
lingkungan yang stabil.

 Bayi berada  Tanda dehidrasi Hipotermia


dilingkungan yang (elastisitas kulit
sangat panas, turun,mata dan ubun-
terpapar sinar ubun besar
mataharii,berada di cekung,lidan dan
incubator atau membra mukosa
dibawah kering).
pemancaran panas.  Malas minum.
 Frekuensi nafas >60
kali/menit.
 Denyut jantung >160
kali/menit.
 Letarge.

6. Penanganan Hipotermia
Menurut (Natalina, 2020) penanganan hipotermia ada 2, yaitu
penanganan dan pencegahan sebagai berikut:
a. Penanganan
Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal.
Tindakannya yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi
didalam incubator atau melalui penyinaran lampu. Dimana incubator
bayi adalah sebuah wadah tertutup yang kehangatan lingkungannya
dapat diatur dengan cara memanaskan udara dengan suhu tertentu
yang berfungsi untuk menghangatkan bayi (Setyaningsih dkk, 2015).
Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap
orang adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi
diletakkan didada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi.
Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus
berada didalam satu pakaian merupakan teknologi tepat guna baru
disebut sebagai Metode Kanguru. Sabagian ibu menggunakan pakaian
longgar berkancing depan.
Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat
yang disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh
bayi ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat.
Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus
diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak
menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
Faktor yang dapat mempengaruhi perubahan suhu tubuh bayi baru
lahir agar tidak terjadi hipotermi adalah pemantauan suhu tubuh bayi
secara cepat dan teliti, mengusahakan agar suhu kamar optimal atau
pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, inkubator, metode
kanguru dan skin to skin yaitu salah satunya dengan meletakkan bayi
telungkup didada ibu maka akan terjadi kontak kulit langsung antara
ibu dan bayi sehingga bayi akan memperoleh kehangatan karena ibu
juga salah satu sumber panas yang baik bagi bayi (Ekawati, 2015).
b. Pencegahan
1) Keringkan bayi secara seksama.
2) Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk
mencengah kehilangan panas secara evaporasi. Selain untuk
menjaga kehangatan tubuh bayi, mengeringkan dengan menyeka
tubuh bayi juga merupakan rangsangan taktil yang dapat
merangsang pernafasan bayi.
3) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat.
Bayi yang diselimuti kain yang sudah basah dapat terjadi
kehilangan panas secara konduksi. Untuk itu setelah
mengeringkan tubuh bayi, ganti kain tersebut dengan selimut atau
kain yang bersih, kering dan hangat.
4) Tutup bagian kepala Bagian kepala bayi merupakan permukaan
yang relatif luas dan cepat kehilangan panas. Untuk itu tutupi
bagian kepala bayi agar bayi tidak kehilangan panas.
5) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya. Selain untuk
memperkuat jalinan kasih sayang ibu dan bayi, kontak kulit antara
ibu dan bayi akan menjaga kehangatan tubuh bayi. Untuk itu
anjurkan ibu untuk memeluk bayinya. Selain itu juga dapat
membuat bayi lebih tenang.
6) Perhatikan cara menimbang bayi atau jangan segera memandikan
bayi baru lahir. Menimbang bayi tampa alas timbangan dapat
menyebabkan bayi mengalami kehilangan panas secara konduksi.
Jangan biarkan bayi di timbang telanjang. Gunakan selimut atau
kain berat badan bayi dapat dihitung dari selisih berat bayi dengan
berat kain yang digunakan. Bayi baru lahir rentan mengalami
hipotermi untuk itu tunda memandikan bayi hingga 6 jam setelah
lahir.
7) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat. Jangan tempatkan
bayi diruangan ber AC. Tempatkan bayi bersama ibu (rooming in).
Jika menggunakan AC, jaga suhu ruangan agar tetap hangat.
8) Jangan segera memandikan bayi baru lahir. Bayi baru lahir akan
cepat dan mudah kehilangan panas karena sistem pengaturan
panas didalam tubuhnya belum sempurna. Bayi sebaiknya
dimandikan minimal 6 jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam
beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia
yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh
perawat bersama pasien dalam menentukan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, penentuan diagnosis, perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, serta pengevaluasian hasil asuhan yang telah diberikan
dengan berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan. Setiap tahap saling
bergantung dan berhubungan (Abarca, 2021).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pertama dalam proses keperawatan.
Tahap pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis untuk
menentukan status kesehatan dan fungsi kerja serta respon klien pada saat
ini dan sebelumnya. (Induanisih & Hendarsih, 2016).
1. Identitas klien
Pada bayi BBLR identitas klien berupa berat badan bayi <1.500
gram, jenis kelamin, usia gentasi <37 minggu (Mahayana,
Chundrayetti & Yulistini, 2015).
2. Keluhan utama
Menurut Daslidel, Hasan, Hevrialni, & Sartika (2015) keluhan
utama yang dialami oleh bayi baru lahir dengan hipotermia karena
sumber panas bagi bayi prematur baik lemak subkutan yang masih
sedikit maupun brown fat belum terbentuk.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi dengan riwayat dengan berat badan kurang dari 2500 gram
(Proverawati & Sulistyorini, 2015).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu dengan riwayat kelahiran prematuritas, umur ibu kurang dari
20 tahun dan lebih dari 35 tahun, jarak kedua kehamilan yang terlalu
dekat (Lestari, 2016).
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan
seperti kelainan kardiovaskuler.
6. Riwayat kehamilan atau persalinan
a. Riwayat kehamilan
Keadaan ibu yang beresiko tinggi yang menyebabkan BBLR
adalah mempunyai penyakit hipertensi, toksemia, plasenta pravia,
abrupsio plasenta, inkopenten servikal, kehamilan kembar,
malnutrisi dan diabetes meilitus, status sosial ekonomi yang rendah
dan tiadanya perawat sebelum kelahiran (prenatal care), riwayat
kelahiran premature atau aborsi, penggunaan obat-obatan, alkohol,
rokok, kafein.
b. Riwayat ibu :
umur dibawah 16 tahun atau diatas usia 35 tahun dan latar
pendidikan yang kurang, rendahnya gizi, kehamilan yang
berdekatandan penyakit hubungan seksual lain. (Pratiwi, 2015).
c. Riwayat persalinan
a) Riwayat imunisasi
Pemberian vaksin tetanus diberikan 2 kali pada ibu hamil,
yaitu: TT (tetanus) I diberikan setelah bulan ke-3 dan TT II
diberikan dengan interval minimal 1 bulan, serta tidak boleh
<1 bulan sebelum persalinan agar kadar anti tetanus serum bayi
mencapai kadar normal. Bila ibu hamil belum mendapatkan
polio yang aman untuk ibu hamil. (Proverawati, 2016).
b) Riwayat nutrisi
Masalah pemberian asi pada BBLR terjadi karena ukuran
tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energy, lemah,
lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Bayi dengan
BBLR sering- sering mendapatkan pemberian ASI dalam
jumplah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan
kehamilan > 35 minggu dan berat lahir 2000 gram umumnya
bisa langsung menetek. (Proverawati, 2016)
c) Pola makan dan minum
Air susu ibu (ASI) merupakan pilihan pertama jika bayi
mampu menghisap. ASI merupakan makanan yang paling
utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan
untuk diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI
dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan
atau memasang sonde ke lambung. Permukaan cairan yang
diberika sekitar 200 cc/kg BB/hari. Pemberian makanan
interval tiap jam dilakukan pada BBLR. Reflek hisap yang
lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sediki demi
sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering (Proverawati
& Sulistyorini, 2017).
d) Pola eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ
tubuh terutama pencernaan belum sempurna.
e) Pola kebersihan diri/personal hygiene
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan
pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK
harus diganti popok khusus bayi BBLR yang kering dan
halus.
f) Pola tidur
Terlihat gerak bayi masih pasif, tangisannya masih
merintih, meskipun keadaan lapar bayi tetap tidak
menangis, bayi cenderung lebih banyak tidur dan pemalas.
Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan
pergerakannya lemah (Proverawati, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Inspeksi : Simetris/tidak, persebaran rambut merata/tidak.
Palpasi : Fontanela menutup/tidak cekung/tidak, ubun-
ubuncekung/cembung/datar, lingkar kepala, nyeri tekan/tidak,
maulding/moulase tulang kepala tumpang tindih/tidak.
2. Wajah
Inspeksi Simetris/tidak, warna kulit sama/tidak, pucat/tidak.
Palpasi :Nyeri tekan/tidak.
3. Mata
Inspeksi : Simetris/tidak, konjungtivanormal/anemis, sklera
(putih,bersih,ikterus), pupil miosis/midriasis, bersih/tidak, mata
cowong/tidak, bentuk bola mata menonjol/cekung/normal.
Palpasi : Nyeri tekan/tidak
4. Hidung
Inspeksi : Simetris/tidak, pernafasan cuping hidung iya/tidak,
adanya pembengkakan sputum hidung/tidak, ada polip/tidak,
ada sekret/tidak. Palpasi : Nyeri tekan/tidak.
5. Telinga
Inspeksi : Simetris/tidak, ada serumen/tidak, tulang rawan sudah
matang/belum, ketiak ditekuk kembali/tidak
Palpasi : Daun telinga keras/lunak, ada nyeri tekan /tidak.
6. Leher
Inspeksi : Simetris/tidak, ada jaringan parut/tidak, adanya
keterbatasan gerakan/tidak
Palpasi : adanya pembesaran limfe/tidak, adanya pembesaran
kelenjar tyroid dan vena jugularis/tidak, nyeritekan/tidak
7. Dada dan Maxila
Inspeksi : Simetris/tidak, ada pergerakan dada/tidak,
adanya penonjolan/tidak
Palpasi : Nyeritekan/tidak
8. Abdomen
Inspeksi : Perut tampak buncit/kembung, pembuluh darah
tampak/tidak
Palpasi : Nyeri tekan/tidak pada area abdomen
Auskultasi : Peristaltik usus dapat terdengar antara 9-30 x/menit,
timpani/hipertimpani
9. Punggung dan Tulang belakang
Inspeksi : Lengkung sakral tampak/tidak, adanya kelainan
bentuk tulang belakang/tidak, kulit tampak kuning/kemerahan
Palpasi : Nyeri tekan/tidak pada area punggung dan tulang
belakang
10. Genetalia
Pada bayi perempuan labia minora belum tertutup dengan labia
mayora, pada bayi laki-laki didapatkan testis yang belum turun
11. Ekstremitas
Otot-otot masih hipotonik, kepala mengarah kesatu sisi,
pergelangan kaki dan sendi lutut dalam fleksi/lurus.
12. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan atau adanya patah tulang. Selain itu
refleks berkedip, babinski, merangkak, menari atau melangkah,
ekstrusi, galant’s, neck righting, palmar graps, rooting, startle,
menghisap dan tonic neck perlu diperiksa lebih lanjut.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif
dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan proses perfikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi
pelayanan kesehatan.
Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok
interpretasi dan menjamin keakuratan diagnosa dari proses
keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa
keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai
pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu yang aktual,
resiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan (Proverawati &
Sulistyorini 2015). Berdasarkan manifestasi klinis dengan BBLR,
maka diagnose yang muncul sesuai dengan SDKI, SIKI, SLKI 2018
sebagai berikut :
1. Hipotermi berhubungan dengan berat badan ekstrem
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
3. ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan.
Tabel 2.2 Analisa Data
Data senjang Etiologi Masalah
Data Mayor: Berat badan ekstrem Hipotermia
Subjektif:
-
Objektif
1. Kulit teraba dingin
2. Menggigil
3. Suhu tubuh di bawah
nilai normal

Data Minor:
Subjektif:
-
Objektif:
1. Akrosianosis
2. Bradikardi
3. Dasar kuku sianotik
4. Hipoglikemia
5. Hipoksia
6. Pengisiaan kapiler
>3 detik
7. Konsumsi oksigen
meningkat
8. Ventilasi menurun
9. Piloereksi
10. Takikardi
11. Vasokonstriksi
perifer
12. Kutis memorata
(pada neonates)

4. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah rencana keperawatan
kepada klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga
kebutuhan klien dapat terpenuhi. Dalam teori perencanaan
keperawatan dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil
berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Perencanaan keperawatan dan disesuaikan dengan kondisi
klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat
diselesaikan dengan Spesifik, Measure, Arhieverble, Rasional,
Time (SMART) selanjutnya akan diuraikan rencana asuhan
keperawatan dari diagnosa yang ditegakkan (SDKI, 2016).
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN
No. RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL (SLKI) (SIKI)
1. Hipotermia berhubungan Setelah dilakukan asuhan SIKI: Manajemen hipotermia
dengan berat badan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
ekstrem. diharapkan hipotermia pada 1. Monitor suhu tubuh. 1. Mampu mengetahui suhu
Gejala dan Tanda BBLR dapat diatasi dengan 2. Identifikasi penyebab hipotermia tubuh bayi dengan
Mayor: menunjukkan (mis. Terpapar suhu lingkungan memonitor bayi
Ds: SLKI: Termoregulasi rendah, pakaian tipis, kerusakan 2. Memastikan bayi agar tetap
-  Dipertahankan di level 3 hipotalamus, penurunan laju terpapar suhu hangat dan
Do:  Ditingkatkan ke level 5 metabolism, kekurangan lemak pakaian tebal
1. Kulit teraba dingin Deskripsi level: subkutan). 3. Mengetahui adanya tanda
2. Menggigil  1. Memburuk 3. Monitor tanda dan gejala akibat gejala hipotermia pada bayi
3. Suhu tubuh di  2. Cukup memburuk hipotermia (hipotermia ringan: 4. Memastikan agar tubuh
bawah nilai  3. Sedang takipnea, disartria, menggigil, bayi tetap hangat
normal hipertensi, diuresis ; hipotermia 5. Memastikan bayi agar
 4. Cukup membaik
sedang: aritmia, hipotensi, apatis, terhindar dari pakaian
 5. Membaik
Gejala dan Tanda koagulopati, reflex menurun; basah
Minor: hipotermia berat: oligulia, reflex 6. Memastikan bayi untuk
Dengan kriteria hasil:
Ds: menghilang, edema paru, asam- selalu daam keadaan hangat
1. Suhu tubuh membaik.
- basa abnormal). 7. Melakukan penghangatan
2. Suhu kulit membaik.
Do: Terapeutik dengan perawatan metode
3. Pengisian kapiler membaik.
1. Akrosianosis 1. Sediakan lingkungan yang kanguru
4. Ventilasi membaik.
2. Bradikardi hangat ( mis. Atur suhu ruangan, 8. Memastikan agar bayi
3. Dasar kuku sianotik incubator). selalu diberi perawatan
4. Hipoglikemia 2. Ganti pakaian/linern yang basah. menggunakan kehangatan
5. Hipoksia 3. Lakukan penghangatan pasif 9. Keluarga diharapkan
6. Pengisiaan kapiler >3 (mis. Selimut, penutup kepala, mampu untuk memberi
detik pakaian tebal). asupan ASI hangat
7. Konsumsi oksigen 4. Lakukan penghangatan aktif
meningkat eksternal(mis. Kompres hangat,
8. Ventilasi menurun botol hangat, selimut hangat,
9. Piloereksi perawatan metode kanguru).
10. Takikardi 5. Lakukan penghangatan aktif
11. Vasokonstriksi perifer internal (mis. Infus cairan
12. Kutis memorata (pada hangat, oksigen hangat, lavase
neonates) peritoneal dengan cairan hangat).
Edukasi
1. Anjurkan makan/minum hangat.
5. Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksanaan dari rencana
intervensi yang dilakukan untuk tercapainya intervensi yang jelas.
Implementasi merupakan tindakan asuhan keperawatan yang sudah
direncanakan dalam tahap perencanaan keperawatan. Tahap
implementasi dilakukan setelah rencana intervensi disusun untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan untuk mengatasi
masalah kesehatan klien. Pada tahap implementasi ini perawat
harus mengetahui berbagai hal seperti bahaya-bahaya fisik dan
perlindungan pada klien, teknik komunikasi yang efektif dan
terapeutik, serta kemampuan dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan yang tepat (Sukmawati, 2017)
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan intelektual yang
bertujuan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat
dapat memonitor apa saja yang terjadi selama tahap pengkajian,
diagnosa, perencanaan, dan pelaksanaan keperawatan yang telah
dilakukan terhadap pasien yang ditangani, Evaluasi yang
digunakan berbentuk S (Subjektif), O (Objektif), A (Analisa), P
(Perencanaan terhadap analisis) (Harvita & Marpaung, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Abarca, R. M. (2021).. Nuevos Sistemas de Comunicación e Información, 2013–


2015.
Ariyanti, Kesbi, F. G., Tari, A. R., Siagian, G., Jamilatun, S., Barroso, F. G.,
Sánchez-Muros, M. J., Rincón, M. Á., Rodriguez-Rodriguez, M., Fabrikov,
D., Morote, E., Guil-Guerrero, J. L., Henry, M., Gasco, L., Piccolo, G.,
Fountoulaki, E., Omasaki, S. K., Janssen, K., Besson, M., … A.F. Falah, M.
(2021).. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 4(1), 1–2.
http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/10544%0Ahttp
s://scholar.google.com/scholar?
hl=en&as_sdt=0%2C5&q=tawuran+antar+pelajar&btnG=%0Ahttps://
doi.org/10.1016/j.jfca.2019.103237
Harvita, S. R. I., & Marpaung, S. (2016). Pengevaluasian Proses Keperawatan
Yang Telah Dilaksanakan Kepada Pasien Diabetes Mellitus.
Natalina, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan BBLR NANDA
NOCNIC.Www.Academia.Edu.
https://www.academia.edu/31598138/Asuhan_keperawatan_pada_klien_den
gan_bblr_nanda_noc_nic
Rizka, P. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Berat
Badan Bayi Lahir Rendah Di Rsud Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Repository.Ung.Ac.Id.
https://repository.ung.ac.id/skripsi/show/841413003/faktor-faktor-yang-
berhubungan-dengan-kejadian-berat-badan-bayi-lahir-rendah-di-rsud-prof-
dr-h-aloei-saboe-kota-gorontalo.html
Sukmawati, I. (2017). Pengetahuan Ibu Pada Penatalaksanaan Bblr Di Rsud Dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya. Gaster, 15(1), 53.
https://doi.org/10.30787/gaster.v15i1.138
Laporan Kinerja Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu Tahun
2019
Abarca, R. M. (2021).. Nuevos Sistemas de Comunicación e Información, 2013–
2015.
Ariyanti, Kesbi, F. G., Tari, A. R., Siagian, G., Jamilatun, S., Barroso, F. G.,
Sánchez-Muros, M. J., Rincón, M. Á., Rodriguez-Rodriguez, M., Fabrikov,
D., Morote, E., Guil-Guerrero, J. L., Henry, M., Gasco, L., Piccolo, G.,
Fountoulaki, E., Omasaki, S. K., Janssen, K., Besson, M., … A.F. Falah, M.
(2021).. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 4(1), 1–2.
http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/10544%0Ahttp
s://scholar.google.com/scholar?
hl=en&as_sdt=0%2C5&q=tawuran+antar+pelajar&btnG=%0Ahttps://
doi.org/10.1016/j.jfca.2019.103237
Harvita, S. R. I., & Marpaung, S. (2007). Pengevaluasian Proses Keperawatan
Yang Telah Dilaksanakan Kepada Pasien Diabetes Mellitus.
Kognisi, P. K., Risiko, P., Jenis, D. A. N., Bidori, F., Puspitowati, L. I. dan I.,
Wijaya, I. G. B., Alifah, U., Artikel, I., Paedagoria, S. N., Anwar, I., Jamal,
M. T., Saleem, I., Thoudam, P., Hassan, A., Anwar, I., Saleem, I., Islam, K.
M. B., Hussain, S. A., Witcher, B. J., … alma. (2021). Industry and Higher
Education,3(1),1689–1699.
http://journal.unilak.ac.id/index.php/JIEB/article/view/3845%0Ahttp://
dspace.uc.ac.id/handle/123456789/1288
Natalina, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan BBLR NANDA
NOCNIC.Www.Academia.Edu.
https://www.academia.edu/31598138/Asuhan_keperawatan_pada_klien_den
gan_bblr_nanda_noc_nic
Rizka, P. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Berat
Badan Bayi Lahir Rendah Di Rsud Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Repository.Ung.Ac.Id.
https://repository.ung.ac.id/skripsi/show/841413003/faktor-faktor-yang-
berhubungan-dengan-kejadian-berat-badan-bayi-lahir-rendah-di-rsud-prof-
dr-h-aloei-saboe-kota-gorontalo.html
Sukmawati, I. (2017). Pengetahuan Ibu Pada Penatalaksanaan Bblr Di Rsud Dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya. Gaster, 15(1), 53.
https://doi.org/10.30787/gaster.v15i1.138

Abarca, R. M. (2021). Nuevos Sistemas de Comunicación e Información, 2013–


2015.
Ariyanti, Kesbi, F. G., Tari, A. R., Siagian, G., Jamilatun, S., Barroso, F. G.,
Sánchez-Muros, M. J., Rincón, M. Á., Rodriguez-Rodriguez, M., Fabrikov,
D., Morote, E., Guil-Guerrero, J. L., Henry, M., Gasco, L., Piccolo, G.,
Fountoulaki, E., Omasaki, S. K., Janssen, K., Besson, M., … A.F. Falah, M.
(2021).. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 4(1), 1–2.
http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/10544%0Ahttp
s://scholar.google.com/scholar?
hl=en&as_sdt=0%2C5&q=tawuran+antar+pelajar&btnG=%0Ahttps://
doi.org/10.1016/j.jfca.2019.103237
Harvita, S. R. I., & Marpaung, S. (2007). Pengevaluasian Proses Keperawatan
Yang Telah Dilaksanakan Kepada Pasien Diabetes Mellitus.
Kognisi, P. K., Risiko, P., Jenis, D. A. N., Bidori, F., Puspitowati, L. I. dan I.,
Wijaya, I. G. B., Alifah, U., Artikel, I., Paedagoria, S. N., Anwar, I., Jamal,
M. T., Saleem, I., Thoudam, P., Hassan, A., Anwar, I., Saleem, I., Islam, K.
M. B., Hussain, S. A., Witcher, B. J., … alma. (2021). Industry and Higher
Education, 3(1), 1689–1699.
http://journal.unilak.ac.id/index.php/JIEB/article/view/3845%0Ahttp://
dspace.uc.ac.id/handle/123456789/1288
Natalina, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan BBLR NANDA
NOCNIC.Www.Academia.Edu.
https://www.academia.edu/31598138/Asuhan_keperawatan_pada_klien_den
gan_bblr_nanda_noc_nic
Rizka, P. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Berat
Badan Bayi Lahir Rendah Di Rsud Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Repository.Ung.Ac.Id.
https://repository.ung.ac.id/skripsi/show/841413003/faktor-faktor-yang-
berhubungan-dengan-kejadian-berat-badan-bayi-lahir-rendah-di-rsud-prof-
dr-h-aloei-saboe-kota-gorontalo.html
Sukmawati, I. (2017). Pengetahuan Ibu Pada Penatalaksanaan Bblr Di Rsud Dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya. Gaster, 15(1), 53.
https://doi.org/10.30787/gaster.v15i1.138

Anda mungkin juga menyukai