Anda di halaman 1dari 9

ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM KEPERAWATAN GERONTIK

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

DISUSUN OLEH :
NILLA DITA RIANA P1337420617003
NUANSA RAMADHANTY P1337420617006
FERISHANDY BAGASKARA P1337420617008

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN-NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2020
BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Praktik keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Penerapan
praktik keperawatan tidak hanya diberikan pada pasien balita, anak - anak, dan orang
dewasa muda, tetapi juga diberikan pada pasien lanjut usia. Menurut Undang-Undang No 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Lansia biasanya ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Surini &
Otamo, 2003 dalam Ma'rifatul Lilik, 2011), hal ini dikatakan sebagai ageing process. Ageing
process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mengganti atau mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Canstantindes, 1994; Darmojo, 2004 dikutip oleh Ma'rifatul Lilik, 2011).
Isu - isu legal dan etik yang memengaruhi lansia telah mengalami peningkatan angka
kejadian di pengadilan pada masa sekarang ini. Perawat yang merawat lansia mengalami
isu etis yang unik pada golongan usia ini. Sekelompok pertanyaan muncul pada tingkat
individu yang berkaitan dengan permasalahan penuaan dan arti manusia. Kelompok
pertanyaan kedua berkaitan dengan pengalaman subjektif dari kecacatan dan penyakit
sebagai yang dirasakan dan ditafsirkan oleh lansia dan respons yang diberikan oleh
perawat, dokter, atau tenaga kesehatan yang lain. Serta yang terakhir kelompok ketiga
masalah berpusat pada proses pengambilan keputusan medis yang mengikutsertakan
pasien, anggota keluarga, para tenaga kesehatan, petugas lapangan, dan administrator
rumah sakit. Akhirnya, masalah etis yang berhubungan dengan lansia sebagai suatu
kelompok muncul dalam konteks masyarakat yang lebih besar (Mickey & Patricia, 2006).
Oleh karnanya akan dibahas lebih lanjut mengenai aspek legal dan etis dalam keperawatan
gerontik.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penjelasan mengenai prinsip legal dan etik dalam keperawatan gerontik?
C. Tujuan
Tujuan Umum: Mengetahui penjelasan mengenai legal dan etik dalam dunia keperawatan
gerontik
Tujuan khusus:
 Mengetahui aspek -aspek etik
 Mengetahui landasan hokum keperawatan gerontik di Indonesia
 Mengetahui prinsip moral dalam keperatan gerontik
 Mengetahui tindak – tindak kelalaian dalam keperawatan gerontik (malpraktik)
 Mengetahui standar praktik dalam keperawatan gerontik
 Mengetahui kebijakan pemerintah terkait lansia
BAB II : PEMBAHASAN
A. Aspek Etik
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada penderita usia
lanjut adalah (Kane et al, 199/4, Reuben et al, 1993) :
1. Empati : Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatri harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa
penderitaan yang dialami oleh klien tersebut. Tindakan empati harus
dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over
protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatrik harus
memahami peroses fisiologis dan patologik dari klien.
2. Yang harus dan yang “jangan” : Pelayanan geriatri selalu didasarkan pada
keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk klien dan harus menghindari
tindakan yang berbahaya bagi klien.
3. Otonomi : Suatu prinsip bahwa seorang inidividu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak
tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar
pada keadaan, apakah penderita dapat membuat putusan secara mandiri dan
bebas.
4. Keadilan : Prinsip pelayanan geriatri harus memberikan perlakuan yang sama
bagi semua lansia. Kewajiban untuk memperlakukan seorang lansia secara wajar
dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
5. Kesungguhan hati : Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang
diberikan pada seorang lansia.
Dengan melihat prinsip di atas tersebut, aspek etika pada pelayan geriatri
berdasarkan prinsip otonomi kemudian di titik beratkan pada berbagai hal sebagai berikut
:
1. Klien harus ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan pembuatan
keputusan. Pada akhirnya pengambilan keputusan harus bersifat sukarela.
2. Keputusan harus telah mendapat penjelasan cukup tentang tindakan atau keputusan
yang akan diambil secara lengkap dan jelas.
3. Keputusan yang diambil hanya dianggap sah bila klien secara mental dianggap
kapabel.

Atas dasar hal diatas maka aspek etika tentang otonomi ini kemudian dituangkan
dalam bentuk hukum sebagai persetujuan tindakan medis atau informed consent. Dalam
hal seperti diatas, maka penderita berhak menolak tindakan medis yang disarankan oleh
dokter, tetapi tidak berarti boleh memilih tindakan, apabila berdasarkan pertimbangan
dokter yang bersangkutan tindakan yang dipilih tersebut tidak berguan (useless) atau
bahkan berbahaya (harmful).
B. Landasan Hukum di Indonesia
Berbagai perundang-undangan yang langsung mengenai lanjut usia atau yang tidak
langsung terkait dengan kesejahteraan lanjut usia telah diterbitkan sejak 1965. Beberapa
diantaranya adalah :
1. Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi orang jompo
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan Lembaran Negara Nomor 3796), sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Bagi Orang Jompo.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 berisikan tentang :
a. Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan
kelembagaan.
b. Upaya pemberdayaan.
c. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia potensial dan tidak potensial.
d. Pelayan terhadap lanjut usia.
e. Perlinfungan sosial.
f. Bantua sosial.
g. Koordinasi.
h. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
i. Ketentuan peralihan.
C. Prinsip moral keperawatan gerontik

Prinsip moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang etis
dan dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum dalam
melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik.Prinsip moral berfungsi untuk
membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan, atau diizinkan dalam
suatu keadaan.Terdapat tiga prinsip moral yang sering digunakan dalam diskusi moral, yaitu
autonomy, non-maleficience, dan justice (Johnstone, 1989 dalam buku Suhaemi, 2010).

1. Otonomi

Otonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu autos, yang berarti sendiri dan nomos,
artinya aturan.Otonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri
sendiri.Menghargai otonomi berarti menghargai manusia sebagai sebagai seseorang yang
mempunyai harga diri dan martabat yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya.Prinsip
otonomi sangat penting dalam keperawatan.Perawat harus menghargai harkat dan martabat
manusia sebagai individu yang dapat memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya. Perawat
harus melibatkan klien untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan klien tersebut.
Beberapa tindakan yang tidak memperhatikan otonomi adalah :

a. Melakukan sesuatu bagi klien tanpa mereka diberitahu sebelumnya


b. Melakukan sesuatu tanpa memberi informasi relevan yang penting diketahui klien
dalam membuat suatu pilihan
c. Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik, padahal terdapat gangguan atau
penyimpangan
d. Tidak memberikan informasi yang lengkap walaupun klien menghendaki informasi
tersebut
e. Memaksa klien memberi informasi tentang hal-hal yang mereka sudah tidak bersedia
menjelaskannya

Perawat yang menghargai manusia dalam penerapan otonomi, termasuk juga


menghargai profesi lain dalam lingkup tugas perawat, misalnya dokter, ahli farmasi, dan
sebagainya.

2. Non-maleficience

Non-maleficience berarti tidak melukai atau tidak menimbulkan bahaya/cedera bagi


orang lain. Johnson (1989) dalam buku Suhaemi (2010) menyatakan bahwa prinsip untuk
tidak melukai orang lain berbeda dan lebih keras daripada prinsip untuk melakukan yang
baik.

3. Keadilan

Keadilan (justice) merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua individu.
Tindakan yang dilakukan untuk semua orang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identic,
tetapi dalam hal ini persamaan mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan
kehidupan seseorang. Dalam aplikasinya, prinsip moral ini tidak berdiri sendiri, tetapi bersifat
komplementer sehingga kadang-kadang menimbulkan masalah dalam berbagai situasi.

D. Tindak kelalaian dan malpraktik dalam keperawatan gerontik

Dua istilah legal yang wajib dipahami oleh perawat adalah kelalaian dan malpraktik.
Kelalaian diartikan sebagai kegagalan seseorang dalam melakukan perawatan dan
melindungi orang lain dari bahaya. Malpraktik diartikan sebagai kelalaian yang dilakukan
oleh seorang professional dalam memberikan perawatan bagi orang lain.

Seorang perawat dikatakan bijaksana dan bertanggung jawab apabila ia memberikan


perawatan dengan baik, selalu memikirkan rasional, keuntungan, dan risiko dan tindakan
yang diambilnya.
Usatu tindakan dikatakan malpraktik atau kelalaian apabila memenuhi kondisi sebagai
berikut:

a. Ada kewajiban terhadap klien


b. Ada kegagalan untuk memenuhi kewajiban terhadap klien
c. Terdapat suatu cedera atau hasil negative akibat tidak terpenuhinya
kewajiban terhadap klien
d. Ada bahaya atau kerusakan actual yang dialami klien yang menerima
perawatan

E. Standar perawatan praktik keperawatan gerontik


1. Standar perawatan praktik keperawatan gerontik tahun 1976
Standar praktik keperawatan gerontik yang disusun oleh American Nurses' Associ
ation (ANA) pada tahun 1976 dan dikutip oleh Mickey dan Patricia (2005), mengemu
kakan beberapa standar yaitu: 
a. Data tentang status kesehatan lansia dikumpulkan secara sistematis dan berkelan
jutan. Data mudah diakses, komunikatif, dan tercatat. 
b. Diagnosis keperawatan diambil identifikasi respon normal individu tentang penuaa
n dan data yang dikumpulkan tentang status kesehatan lansia. 
c. Rencana asuhan keperawatan dikembangkan dalam hubungan dengan lansia dan 
atau orang lain yang penting juga termaksud tujuan yang diambil dari diagnosis ke
perawatan. 
d. Rencana asuhan keperawatan terdiri dari prioritas dan rencana pendekatan keper
awatan dan ukuran untuk mencapai tujuan yang diambil dari diagnosis keperawat
an. 
e. Rencana perawatan diimplementasikan dengan menggunakan tindakan keperawa
tan yang tepat. 
f. Lansia dan atau orang lain yang penting ikut berpartisipasi dalam menentukan ke
majuan yang diperoleh dalam mencapai tujuan.
g. Lansia dan atau orang lain yang penting ikut berpartisipasi dalam proses pengkaji
an berkelanjutan menentukan tujuan baru, menyusun prioritas, memperbaiki ranca
na asuhan keperawatan, dan melakukan tindakan keperawatan yang baru.
2. Standar Praktik Keperawatan Gerontik 1987
Menurut Mickey dan Patricia (2005), menjelaskan bahwa standar praktik keperawata
n gerontik 1987 dari American Nurses' Association (ANA) yang secara substansi merup
akan revisi dari standar asli pada tahun 1976 oleh satuan tugas ANA, dengan bantuan E
xecutive Committee of the Council on Gerontological Nursing. Berikutnya, standar - sta
ndar ini diadopsi oleh ANA Cabinet on Nursing Practice dan digunakan sebagai model u
ntuk praktik yang dapat digunakan oleh perawat gerontik dalam berbagai situasi praktik k
eperawatan yaitu terdiri dari:  
a. Semua pelayanan gerontik harus direncanakan, diatur dan diarahkan oleh perawat 
eksekutif. Perawat eksekutif memiliki latar belakang sarjana atau master dan memi
liki pengalaman dibidang keperawatan gerontik dan administrasi dalam pelayanan. 
b. Perawat berpartisipasi dalam pembuatan dan pengujian teori sebagai dasar untuk 
keputusan klinis. Perawat menggunakan konsep teoritis sebagai petunjuk untuk m
elaksanakan praktik keperawatan gerontik yang efektif. 
c. Status kesehatan lansia dikaji secara kompherensif, akurat, dan sistematis. Inform
asi yang diperoleh selama pengkajian kesehatan mudah diakses dan dibagi denga
n anggota tim interdisipliner perawatan kesehatan yang sesuai, termaksud klien la
nsia dan keluarganya. 
d. Perawat menggunakan data pengkajian kesehatan untuk meentukan diagnosis ke
perawatan. 
e. Perawat mengembangkan rencana perawatan dalam hubungannya denganklien la
nsia dan orang lain yang tepat. 
f. Perawat, dengan dibimbing oleh rencana keperawatan melakukan intervensi untuk 
memberikan perawatan dalam rangka memperbaiki kemampuan fungsional klien l
ansia, dan untuk mencegah komplikasi serta ketidakmampuan yang berlebihan. Int
ervensi keperawatan berasal dari diagnosis keperawatan dan berdasarkan teori ke
perawatan gerontik. 
g. Perawat secara berkesinambungan mengevaluasi respon klien dan keluarganya te
rhadap intervensi yang telah dilakukan dalam rangka menentukan kemajuan menc
apai tujuan dan untuk memperbaiki data dasar, diagnosis keperawatan dan rencan
a keperawatan. 
h. Perawat berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dengan berbagai lat
ar belakang yang memberikan perawatan kepada lansia. Tim ini mengadakan pert
emuan secara teratur untuk mengevaluasi keefektifan rencana keperawatan untuk 
klien dan keluarga, dan untuk mengelaola rencana perawatan untuk mngakomoda
si kebutuhan perubahan. 
i. Perawat berpartisipasi dalam desain riset untuk menghasilkan badan ilmu keperaw
atan gerontik, menyebarkan temuan riset, dan menggunakannya dalam praktik. 
j. Perawat menggunkan kode etik keperawatan yang dimulai oleh ANA sebagai ped
oman pembuatan keputusan etis dalam praktik.
k. Perawat bertanggung jawab terhadap pengembangan profesional dan memberika
n kontribusi dalam pertumbuhan profesional sebagai anggota tim interdisiplin. Pera
wat berpartisipasi dalam meninjau dan mengevaluasi untuk menjamin kualitas prak
tik keperawatan
F. Kebijakan pemerintah tentang kesejahteraan lansia
Undang-undang tersebut juga dimaksudkan sebagai pengganti Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghijauan Orang Jompo (Lembaran
Negara Tahun 1965 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2747). Secara
umum materi yang diatur dalam Undang-undang ini, antara lain meliputi:

1. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat guna mewujudkan


kesejahteraan sosial lanjut usia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia dilaksanakan melalui pelayanan:

a. keagamaan dan mental spiritual;

b. kesehatan;

c. kesempatan kerja;

d. pendidikan dan pelatihan;

e. kemudahan dalam penggunaan fasilitas sarana dan prasarana umum;

f. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;

g. perlindungan sosial;

h. bantuan sosial.

3. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dilaksanakan oleh


Pemerintah dan masyarakat.

4. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi dimaksudkan untuk lebih memberikan


kepastian hukum terhadap upaya pelayanan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia.

5. Ketentuan mengenai koordinasi dimaksudkan untuk memadukan penetapan dan


pelaksanaan kebijakan Pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial
lanjut usia.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E, dkk. 2010. Etika Keperawatan. Jakarta: TIM

Dhewi, sofia Rosma. 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


Deeppublisher

Anda mungkin juga menyukai