Legal Etik Kelompok 14
Legal Etik Kelompok 14
DISUSUN OLEH :
NILLA DITA RIANA P1337420617003
NUANSA RAMADHANTY P1337420617006
FERISHANDY BAGASKARA P1337420617008
A. Latar Belakang
Praktik keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Penerapan
praktik keperawatan tidak hanya diberikan pada pasien balita, anak - anak, dan orang
dewasa muda, tetapi juga diberikan pada pasien lanjut usia. Menurut Undang-Undang No 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Lansia biasanya ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Surini &
Otamo, 2003 dalam Ma'rifatul Lilik, 2011), hal ini dikatakan sebagai ageing process. Ageing
process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mengganti atau mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Canstantindes, 1994; Darmojo, 2004 dikutip oleh Ma'rifatul Lilik, 2011).
Isu - isu legal dan etik yang memengaruhi lansia telah mengalami peningkatan angka
kejadian di pengadilan pada masa sekarang ini. Perawat yang merawat lansia mengalami
isu etis yang unik pada golongan usia ini. Sekelompok pertanyaan muncul pada tingkat
individu yang berkaitan dengan permasalahan penuaan dan arti manusia. Kelompok
pertanyaan kedua berkaitan dengan pengalaman subjektif dari kecacatan dan penyakit
sebagai yang dirasakan dan ditafsirkan oleh lansia dan respons yang diberikan oleh
perawat, dokter, atau tenaga kesehatan yang lain. Serta yang terakhir kelompok ketiga
masalah berpusat pada proses pengambilan keputusan medis yang mengikutsertakan
pasien, anggota keluarga, para tenaga kesehatan, petugas lapangan, dan administrator
rumah sakit. Akhirnya, masalah etis yang berhubungan dengan lansia sebagai suatu
kelompok muncul dalam konteks masyarakat yang lebih besar (Mickey & Patricia, 2006).
Oleh karnanya akan dibahas lebih lanjut mengenai aspek legal dan etis dalam keperawatan
gerontik.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penjelasan mengenai prinsip legal dan etik dalam keperawatan gerontik?
C. Tujuan
Tujuan Umum: Mengetahui penjelasan mengenai legal dan etik dalam dunia keperawatan
gerontik
Tujuan khusus:
Mengetahui aspek -aspek etik
Mengetahui landasan hokum keperawatan gerontik di Indonesia
Mengetahui prinsip moral dalam keperatan gerontik
Mengetahui tindak – tindak kelalaian dalam keperawatan gerontik (malpraktik)
Mengetahui standar praktik dalam keperawatan gerontik
Mengetahui kebijakan pemerintah terkait lansia
BAB II : PEMBAHASAN
A. Aspek Etik
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada penderita usia
lanjut adalah (Kane et al, 199/4, Reuben et al, 1993) :
1. Empati : Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatri harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa
penderitaan yang dialami oleh klien tersebut. Tindakan empati harus
dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over
protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatrik harus
memahami peroses fisiologis dan patologik dari klien.
2. Yang harus dan yang “jangan” : Pelayanan geriatri selalu didasarkan pada
keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk klien dan harus menghindari
tindakan yang berbahaya bagi klien.
3. Otonomi : Suatu prinsip bahwa seorang inidividu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak
tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar
pada keadaan, apakah penderita dapat membuat putusan secara mandiri dan
bebas.
4. Keadilan : Prinsip pelayanan geriatri harus memberikan perlakuan yang sama
bagi semua lansia. Kewajiban untuk memperlakukan seorang lansia secara wajar
dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
5. Kesungguhan hati : Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang
diberikan pada seorang lansia.
Dengan melihat prinsip di atas tersebut, aspek etika pada pelayan geriatri
berdasarkan prinsip otonomi kemudian di titik beratkan pada berbagai hal sebagai berikut
:
1. Klien harus ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan pembuatan
keputusan. Pada akhirnya pengambilan keputusan harus bersifat sukarela.
2. Keputusan harus telah mendapat penjelasan cukup tentang tindakan atau keputusan
yang akan diambil secara lengkap dan jelas.
3. Keputusan yang diambil hanya dianggap sah bila klien secara mental dianggap
kapabel.
Atas dasar hal diatas maka aspek etika tentang otonomi ini kemudian dituangkan
dalam bentuk hukum sebagai persetujuan tindakan medis atau informed consent. Dalam
hal seperti diatas, maka penderita berhak menolak tindakan medis yang disarankan oleh
dokter, tetapi tidak berarti boleh memilih tindakan, apabila berdasarkan pertimbangan
dokter yang bersangkutan tindakan yang dipilih tersebut tidak berguan (useless) atau
bahkan berbahaya (harmful).
B. Landasan Hukum di Indonesia
Berbagai perundang-undangan yang langsung mengenai lanjut usia atau yang tidak
langsung terkait dengan kesejahteraan lanjut usia telah diterbitkan sejak 1965. Beberapa
diantaranya adalah :
1. Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi orang jompo
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan Lembaran Negara Nomor 3796), sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Bagi Orang Jompo.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 berisikan tentang :
a. Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan
kelembagaan.
b. Upaya pemberdayaan.
c. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia potensial dan tidak potensial.
d. Pelayan terhadap lanjut usia.
e. Perlinfungan sosial.
f. Bantua sosial.
g. Koordinasi.
h. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
i. Ketentuan peralihan.
C. Prinsip moral keperawatan gerontik
Prinsip moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang etis
dan dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum dalam
melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik.Prinsip moral berfungsi untuk
membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan, atau diizinkan dalam
suatu keadaan.Terdapat tiga prinsip moral yang sering digunakan dalam diskusi moral, yaitu
autonomy, non-maleficience, dan justice (Johnstone, 1989 dalam buku Suhaemi, 2010).
1. Otonomi
Otonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu autos, yang berarti sendiri dan nomos,
artinya aturan.Otonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri
sendiri.Menghargai otonomi berarti menghargai manusia sebagai sebagai seseorang yang
mempunyai harga diri dan martabat yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya.Prinsip
otonomi sangat penting dalam keperawatan.Perawat harus menghargai harkat dan martabat
manusia sebagai individu yang dapat memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya. Perawat
harus melibatkan klien untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan klien tersebut.
Beberapa tindakan yang tidak memperhatikan otonomi adalah :
2. Non-maleficience
3. Keadilan
Keadilan (justice) merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua individu.
Tindakan yang dilakukan untuk semua orang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identic,
tetapi dalam hal ini persamaan mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan
kehidupan seseorang. Dalam aplikasinya, prinsip moral ini tidak berdiri sendiri, tetapi bersifat
komplementer sehingga kadang-kadang menimbulkan masalah dalam berbagai situasi.
Dua istilah legal yang wajib dipahami oleh perawat adalah kelalaian dan malpraktik.
Kelalaian diartikan sebagai kegagalan seseorang dalam melakukan perawatan dan
melindungi orang lain dari bahaya. Malpraktik diartikan sebagai kelalaian yang dilakukan
oleh seorang professional dalam memberikan perawatan bagi orang lain.
b. kesehatan;
c. kesempatan kerja;
g. perlindungan sosial;
h. bantuan sosial.