Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh semua makhluk

hidup di dunia, jika tubuh menjadi sakit, akan membuat seseorang menjadi

tidak produktif dan berisiko untuk kematian. Menurut Undang-Undang nomor

36 tahun 2009 tentang kesehatan, sehat merupakan suatu keadaan sehat

baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara ekonomi dan sosial (Kemenkes, 2021).

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak jg berhak mendapatkan pelayanan

kesehatan yang tertuang dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Disebutkan bahwa, upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak

dalam kandungan, bayi, balita, hingga remaja; termasuk upaya pemeliharaan

kesehatan anak cacat dan anak yang memerlukan perlindungan (Kemenkes

RI, 2016).

Salah satu upaya pemerintah bertujuan untuk mencegah

meningkatnya angka kesakitan pada penyakit tertentu yang beresiko pada

bayi yaitu dengan dilakukannya imunisasi/vaksin. Menurut WHO (2023)

jumlah anak yang tidak mendapatkan vaksinasi meningkat dari 18,1 juta pada

tahun 2021 menjadi 14,3 juta pada tahun 2022, hampir kembali ke angka

sebelum pandemi pada tahun 2019 yaitu 12,9 juta. Di Indonesia, cakupan

imunisasi rutin lengkap nasional dari 84% di tahun 2019 ke 94,9% di tahun

2022. masih ada sekitar 5% atau 240.000 anak-anak Indonesia yang belum

mendapatkan perlindungan tambahan dari imunisasi dasar lengkap. Artinya

mereka masih berisiko tinggi terkena penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (Kemenkes RI, 2023).


Implementasi untuk meningkatkan cakupan imunisasi yang dilakukan

pemerintah salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat

utamanya ibu hamil akan pentingnya perilaku promotif preventif melalui

pemberian imunisasi rutin lengkap pada anak. Orang tua mungkin menolak

vaksinasi untuk anak-anak mereka karena keyakinan agama atau filosofi

yang bertentangan dengan mandat sekolah mengenai imunisasi atau karena

mereka mempertanyakan keamanan vaksin(Dinkins & Sorrel, 2021). Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh mengenai alasan orang tua

menolak, menunda, atau ragu-ragu untuk memvaksinasi anak mereka dapat

dikemukakan dalam 4 kategori umum yakni alasan agama, keyakinan pribadi

atau alasan filosofis, masalah keamanan, dan keinginan untuk mendapatkan

lebih banyak informasi dari penyedia layanan kesehatan.

Profesi keperawatan terus mengalami perkembangan, dan perawat

sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan dan anggota sistem

kesehatan yang bertanggung jawab memberikan pelayanan kepada klien dan

pasien berdasarkan masalah etika. Dalam melaksanakan praktik

keperawatan seorang perawat harus tau akan batasan legal yang

mempengaruhi praktik keseharian mereka. Oleh karena itu, penting bagi

perawat dan profesional kesehatan lainnya untuk menemukan cara

menerapkan peraturan vaksin guna melindungi sebanyak mungkin orang

tanpa melanggar otonomi individu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka permasalahan
yang dibahas adalah masalah etik/moral/hukum yang pernah dialami atau
sering terjadi dalam praktik keperawatan (dilema etik), dan merancang
penyelesaian masalah berdasarkan konsep etika profesi keperawatan, kode
etik, kewenangan klinis, aspek legal hukum kesehatan/keperawatan dan peka
budaya.

C. Tujuan
Mampu mengetahui masalah etik/moral/hukum yang pernah dialami
atau sering terjadi dalam praktik keperawatan, dan merancang penyelesaian
masalah berdasarkan konsep etika profesi keperawatan, kode etik,
kewenangan klinis, aspek legal hukum kesehatan/keperawatan dan peka
budaya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Etika
Etika yang dalam bahasa Inggris Ethics adalah istilah yang muncul
dari aristoteles, berasal dari kata yunani Ethos yang berarti adat, budi pekerti.
Dalam filsafat pengertian etika adalah telaah dan penilaian kelakuan manusia
ditinjaui dari kesusilaannya (Indar, 2014). Etika keperawatan adalah nilai-nilai
dan prinsip-prinsip yang diyakini oleh profesi keperawatan dalam
melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan pasien, masyarakat,
teman sejawat maupun dengan organisasi profesi, dan juga dalam
pengaturan praktik keperawatan itu sendiri. Prinsip-prinsip etika ini oleh
profesi keperawatan secara formal dituangkan dalam suatu kode etik yang
merupakan komitmen profesi keperawatan akan tanggung jawab dan
kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat (Pangaribuan, 2017).
B. Dilema etik
C. Unsur-Unsur kelalaian
Menurut Poluan et al (2021) tenaga kesehatan dianggap melakukan
tindakan kelalaian apabila memenuhi empat unsur, yaitu:
1. Duty atau tugas, di mana tenaga kesehatan wajib melakukan tindakan
atau tidak melakukan tindakan khusus terhadap pasien tertentu dalam
situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau melalaikan tugas.
3. Damage atau kerugian, yaitu kerugian yang dialami oleh pasien sebagai
akibat dari pelayanan kesehatan yang diterima.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam
hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara kelalaian tugas
dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”.
D. Dasar Hukum Perundang-Undangan Praktek Keperawatan
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan
penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut
(Dewan Perwakilan Rakyat RI, 2014):
1. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan
pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)
2. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
3. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan
Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88
tentang penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di
Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan
direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek
keperawatan memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya.
Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat
berbuat kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu,
dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan
baik aspek moral atau etik keperawatan maupun aspek hukum yang berlaku
di Indonesia. Fry (1990) dalam Poluan et al (2021).menyatakan bahwa
akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yaitu tanggung jawab dan
tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari
praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan.

TUGAS III
PEMBAHASAN
A. Kasus Masalah Etik
Penulis mempunyai pengalaman terkait penolakan tindakan imunisasi.
Adapun alasan yang dikemukakan oleh individu yang menolak imunisasi adalah
alasan agama yaitu tentang kehalalan dari vaksin yang digunakan untuk
imunisasi. Mereka juga menyampaikan anak-anaknya yang tidak mendapatkan
imunisasi juga tetap dalam keadaan sehat dan tidak mengalami penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi.
B. Analisis Penyelesaian Masalah Etik
1. Ditinjau dari Prinsip Etik
Dalam area praktek perawat, semua pemberi pelayanan dibatasi oleh prinsip-
prinsip etik tertentu termasuk autonomy, beneficence dan nonmaleficence.
Dengan merujuk prinsip-prinsip etik tersebut, pemberi pelayanan kesehatan dan
orang tua secara teoritis harus mampu untuk bekerja bersama untuk mencapai
konsensus.
a. Autonomy
Prinsip etik yang pertama adalah autonomy dimana pasien dalam hal
ini adalah anak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih
tindakan tertentu yang memperbolehkan setiap orang untuk memutuskan
apa yang terbaik untuk dirinya. (Halperin MD & Mac Donald, 2007 dalam
Alison Fernbach 2010). Anak yang masih muda dianggap tidak kompeten
dan kurang pengetahuan untuk membuat pilihan dengan implikasi sepanjang
hidup (Baines 2008 dalam Alison F, 2010). Hal ini akan menjadi tidak
beralasan untuk menganggap bahwa bayi (infant) atau anak dapat membuat
keputusan secara otonomi untuk diimunisasi. Siapa yang secara moral
ditunjuk untuk membuat keputusan bagi anak? Menurut Baines (2008),
orang tua mungkin tidak mempunyai otonomi atas keputusan ini akan tetapi
mereka mempunyai otoritas sebagai orang tua dan karena alasan ini,
perawat tidak boleh mengesampingkan orang tua dalam proses pengambilan
keputusan. Hal ini tidak untuk dikatakan, akan tetapi pendapat orang tua
secara otomatis menentukan tindakan. Setiap kasus harus diujikan secara
individu untuk menentukan apa yang terbaik untuk anak mereka dan
komunitas.
Angus Dawson (2005), menyampaikan “the best interest argument for
children vaccination”termasuk Keputusan medic bagi pasien yang
tidak kompeten harus dibuat
berdasrkan pada apa yang terbaik
untuk mereka. (dimana keinginan
sebelumnya tidak diketahui atau tidak
ada)
b. Anak usia preschool termasuk tidak
kompeten dan tidak mempunyai
keinginan sebelumnya, oleh karena itu
keputusan tentang pelayanan medis
harus dibuat berdasarkan pada apa
yang terbaik untuk mereka.
c. “Best Interest”dalam hubungannya
dengan anak harus ditentukan dengan
melihat keseimbangan antara potensial
bahaya yang ditimbulkan dengan
kemungkinan keuntungan yang akan
ddiperoleh jika tindakan atau
pelayanan medis ini dilakukan atau
tidak dilakukan.
d. Orang tua yang membuat keputusan
tentang perawatan bayi dimana terjadi
bahaya yang signifikan setelahnya,
maka pihak ketiga dalam hal ini adalah
pemerintah, mempunyai kewajiban
untuk memberikan perlindungan pada
bayi tersebut dari konsekuensi akibat
keputusan yang diambil
e. “Best Interest” untuk anak dalam
hubungannya dengan vaksinasi
ditentukan dengan melihat bahaya dan
keuntungan yang berhubungan
dengang vaksinasi versus non
vaksinasi.
Beneficence and nonmaleficence
Prinsip beneficence menyatakan
secara tidaak langsung bahwa kewajiban
moral dari pemberi perawatan primer /
perawat adalah untuk memberikan kebaikan
dan membantu orang lain, sedangkan
nonmaleficence adalah menghindari hal
yang berbahaya (Do no harm). Ketika
prinsip ini diaplikasikan pada imunisasi,
terdapat dua pandangan yang saling
berlawanan yang harus dilihat.Keuntungan
dan bahaya dari imunisasi pada anak
sebagai seorang individu versus keuntungan
dan bahaya imunisasi pada
komunitas.Pertimbangan pertama dari hal
yang terbaik untuk anak adalah keuntungan
dari imunisasi harus lebih besar dari pada
bahaya yang mungkin ditimbulkan akibat

BAB IV
KESIMPULAN

Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar


mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep
kebutuhan dasar manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan
dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau
psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika
perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam
pandangan etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab (responsibility)
terhadap tugas-tugasnya.
Kelalaian perawat dalam tindakannya harus di klarifikasi terlebih dahulu
apakah merupakan kelalaian atau sudah masuk dalam tahapan malpraktik, setiap
rumah sakit memiliki peraturan tersendiri mengenai tanggung jawab atas kejadian
kecelakaan yang dapat menyebabkan bahaya bagi pasien akibat dari kelalaian
perawat. Namun dasar hukum mengenai kelalaian tindakan keperawatan yaitu
rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Dalam
praktik pelayanan kesehatan di Rumah Sakit penting Seorang perawat untuk
menerapkan dan melakukan sikap carinh terhadap seluruh klien atau pasien yang
berada di rumah sakit. Dengan perawat mampu bersikap caring terhadap seluruh
pasien rawat yang dirawat di rumah sakit akan sangat menurunkan kejadian
kecelakaan akibat dari kelalaian perawat.
Pasien dan keluarga adalah pihak penerima layanan kesehatan. Mereka
berhak untuk mengetahui tentang baik buruknya tindakan yang akan diberikan
kepada mereka. Sehingga saran yang dianjurkan bagi penerima layanan kesehatan
adalah: Mintalah informasi selengkap mungkin mulai dari persiapan, prosedur, alat
yang digunakan, cara kerja sampai dengan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
ditimbulkan jika mereka menerima suatu tindakan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Perwakilan Rakyat RI. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan (Issue 1).
Dinkins, C. S., & Sorrel, J. M. (2021). Ethics Column: Resisting Vacci nation : How
Can Nurses Respond Ethically? 1, 1–4.
Indar. (2014). Dimensi Etika dan Hukum Keperawatan.Pdf (pp. 1–270). Masagena
Press.
Pangaribuan, R. (2017). Persepsi Perawat Terhadap Prinsip-Prinsip Etik Dalam
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Di Icu Rumah Sakit Tk. Ii Putri Hijau
Medan. Jurnal Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 1(1), 37.
https://doi.org/10.34008/jurhesti.v1i1.6
Poluan, S., Sepang, M., & Bawole, H. Y. A. (2021). Pemberlakuan Tindak Pidana
Bagi Tenaga Kesehatan Apabila Melakukan Kelalaian Terhadap Penerima
Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan. Lex Crimen, X(3), 187–193.
Rizal, L. K. (2019). PENTINGNYA MELESTARIKAN BUDAYA KESELAMATAN
UNTUKPASIEN DI RUMAH SAKIT.
Sinaga, W. S. (2020). KECELAKAAN PASIEN AKIBAT KELALAIAN PERAWAT
MENJADI ISSU TERKAIT KESELAMATAN PASIEN.
Yuliana. (2021). PERTANGGUNGJAWABAN RUMAH SAKIT ATAS KELALAIAN
YANG DILAKUKAN OLEH TENAGA KESEHATAN TERHADAP PASIEN.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30737/dhm.v3i2.2020.g1694

Anda mungkin juga menyukai