Anda di halaman 1dari 27

Contoh Permasalahan Etika di Bidang Kesehatan

By; H. Maswan Daulay, S.Kep, Ns, M.Kes

                 Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran    telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum
teratasi ( catalano, 1991). 
                 Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan
merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab  moral. (Nila Ismani, 2001) dan berfokus pada
prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya
yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk
mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik professional contohnya
seperti Kode Etik PPNI, IDI, dan IBI. 
                 Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas
berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang
perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal
dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan
mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika.
Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan
prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan.

Masalah-Masalah Etika Dalam Bidang Kesehatan


            Menurut Ellis, Hartley (1980) masalah etika dalam bidang kesehatan  meliputi:
1.    Evaluasi diri
       Evaluasi diri mempunyai hubungan erat dengan pengembangan karier, aspek hukum dan
pendidikan berkelanjutan.Merupakan tanggung jawab etika bagi semua perawat.Dengan evaluasi
diri perawat dapat mengetahui kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya sebagai perawat praktisi.
Evaluasi diri mirip salah satu cara melindungi klien dari pemberian perawatan yang buruk.
       Ellis dan Hartley, menyatakan bahwa evaluasi diri terkadang tidak mudah dilakukan oleh
beberapa perawat. Evaluasi diri sebaiknya dilakukan secara periodik Eavaluasi diri dilakukan agar
perawat menjadi istimewa atau kompeten dl memberikan asuhan keperawatan
2.    Evaluasi Kelompok
       Tujuan evaluasi kelompok untuk mempertahankan konsistensi kualitas asuhan keperawatan
yang baik, yang merupakan tanggung jawab etis.Evaluasi kelompok dapat dilakukan secara formal
dan informal.Evaluasi secara informal contoh dengan observasi langsung saat tindakan atau
mengamati perilaku sesama rekan.Masalah etika muncul saat perawat mengamati rekan kerjanya
yang berperilaku tidak sesuai standar. Evaluasi kelompok secara formal merupakan tanggung jawab
etis perawat dan organisasi profesi Dasar untuk melakukan evaluasi asuhan keperawatan adalah
standar praktek keperawatan yg digunakan untuk mengevaluasi proses
       Dasar untuk evaluasi perawatan klien digunakan kriteria hasil.Secara Formal metode evaluasi
kelompok meliputi konfrensi yang membahas berbagai hal yang diamati, wawancara dengan klien
atau staf, observasi langsung pada klien dan audit keperawatan berdasarkan catatan klien.

3.    Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang.


       Para tenaga kesehatan seringkali membawa pulang barang-barang kecil seperti kassa, kapas,
lar. antiseptik, dan lain-lain. Sebagian dari mereka tidak tahu apakah hal itu benar atau salah. Bila
hal tersebut dibiarkan rumah sakit akan rugi, dan beban pada klien lebih berat.
       Perawat harus dapat memberi penjelasan pada orang lain atau tenaga kesehatan bahwa
mengambil barang walaupun kecil secara etis tidak dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan
mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang di tempat kerja.

4.    Merekomendasikan klien pada dokter


       Perawat dapat memberikan informasi ttg berbagai altenatif, misalnya bila seorang klien ingin
memeriksa ke dokter ahli kandungan, perawat dapat menyebutkan tiga nama dokter dengan
beberapa informasi penting alternative lain tentangg keahlian dan pendekatan yang dipakai dokter
pada klien. Secara hukum perawat tidak boleh memberikan kritik tentang dokter kepada klien.

5.    Menghadapi asuhan keperawatan yg buruk


       Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan
klien.Perawat harus mampu mengenal atau tanggap bila bila ada asuhan keperawatan yang buruk
serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut.Ellis & Hartley (1980) menjelaskan beberapa
tahap yang dapat dilakukan bila perawat menghadapi asuhan yang buruk.
Tahapan-tahapannya yaitu:
a.    Pertama, mengumpulkan informasi yang lengkap dan sah, jangan membuat keputusan
berdasarkan gosip, umpatan atau dari satu pihak
b.    Kedua, mengetahui siapa saja pembuat keputusan atau yang memiliki pengaruh terhadap
terjadinya perubahan.
c.    membawa masalah kepada pengawas  terbawah. Namum belum tentu masalah ini akan
dihiaraukan oleh pengawas.
            Pendekatan awal mis: secara sukarela menjadi anggota panitia penilai kelompok.
Pendekatan awal lainnya dengan menggunakan sisitem informal, yaitu dengan cara mendiskusikan
masalah dengan orang yang dipercaya dan berpengaruh dalam system. Bila scr informal td berhasil
lakukan pendekatan formal melalui jalur resmi.

6.    Masalah antara peran merawat dan mengobati


       Peran perawat secara formal adalah memberikan asuhan keperawatan.Berbagai faktor
menyebabkan peran perawat menjadi kabur dengan peran mengobati. Hal ini banyak dialami di
Indonesia, terutama perawat di puskesmas
       Hasil penelitian Sciortino (1992) menunjukkan pertentangan antara peran formal dan aktual
perawat merupakan salah satu contoh nyata bagaimana transmisi yang terganggu antara tingkat
nasional dan lokal dapat mempengaruhi fungsi pelayanan. Perawat tidak melakukan apa yang
secara formal diharapkan dan telah diajarkan kepada mereka. Perawat dalam melaksanakan tugas
delegatif yaitu dalam pelayanan pengobatan, secara hukum tidak dilindungi.
       Perawat yg akan ditugaskn di unit pelayanan (PKM, BP) yang belum ada tenaga medis, perlu
diberikan surat tugas serta uraian tugas yang jelas dari pimpinan. Merupakan aspek legal dalam
memberikan pelayanan.

2.2. Permasalahan Dasar Etika Kesehatan


                      Menurut Bandman dan Bandman (1990), masalah etika kesehatan secara umum
sebagai berikut : 
1.    Kuantitas melawan kualitas hidup
Teknologi saat ini telah mampu mendeteksi kondisi kesehatan manusia bahkan sejak manusia
tersebut masih berupa janin. Maka tidak mengherankan dengan berbagai cara seseorang mampu
menciptakan manusia dengan kualitas yang unggul. Namun permasalahan moral yang timbul
kemudian adalah jika janin sudah terbentuk dan ternyata dideteksi memiliki penyakit atau jenis
kecacatan tertentu atau bagaimana jika ada orang yang terdeteksi menderita penyakit kronis tertentu
seperti kanker, apakah harus diakhiri kehidupannya agar tidak menimbulkan penderitaan lebih
lanjut?atau bagaimana orang yang menderita penyakit kanker tersebut, justru mendorongnya untuk
melakukan tindakan nekat untuk mengakhiri hidupnya sebelum penyakit tersebut mambunuhnya
terlebih dahulu?
Hal-hal semacam ini memerlukan pemikiran yang bijaksana pada para pelaku profesi di bidang
kesehatan, untuk menentukan mana yang lebih baik bagi pasiennya tanpa menimbulkan akibat yang
lebih jauh.Kekurangan dan kelebihan, kehidupan dan kematian bukanlah permainan teknologi
namun harus diputuskan dengan pertimbangan-pertimbangan yang cukup dan memiliki alasan yang
dapat diterima baik secara ilmiah, moral maupun etika.
Contoh Masalahnya : seorang ibu minta perawat untuk melepas semua selang yang dipasang pada
anaknya yang berusia 14 tahun, yang telah koma selama 8 hari. Dalam keadaan seperti ini, perawat
menghadapi permasalahan tentang posisi apakah yang dimilikinya dalam menentukan keputusan
secara moral. Sebenarnya perawat berada pada posisi permasalahan kuantitas melawan kuantitas
hidup, karena keluarga pasien menanyakan apakah selang-selang yang dipasang hampir pada semua
bagian tubuh dapat mempertahankan pasien untuk tetap hidup.
2.    Kebenaran melawan penanganan dan pencegahan bahaya
Seseorang terkena virus menular yang mematikan.Untuk menghindari penularan lebih lanjut maka
pasien tersebut di isolasi untuk melindungi kepentingan banyak orang.Keputusan ini tampak adil
bagi semua pihak, namun tidak bagi mereka yang mengalami perlakuan isolasi.
Kasus semacam ini tentu saja tidak mudah bagi semua pihak untuk mendapatkan penyelesaian yang
memuaskan, namun didalam mengatasinya ada aspek-aspek universal yang harus ditaati oleh semua
pihak.
Contoh masalahnya : seorang pasien berusia lanjut yang menolak untuk mengenakan sabuk
pengaman sewaktu berjalan. Ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini, perawat pada
permasalahan upaya menjaga keselamatan pasien yang bertentangan dengan kebebasan pasien.
3.    Berkata jujur melawan kebohongan
Berkata jujur adalah kaidah moral yang utama dalam semua sendi kehidupan.Namun kejujuran
yang diharapkan didalam menyelesaikan permasalahan etis bukanlah kejujuran yang bersifat naïf
namun menuntut kedewasaan serta pertimbangan-pertimbangan yang bijaksana dimana setiap
keputusan untuk berkata jujur sepenuhnya harus dipikirkan dampaknya.Contoh yang paling sering
dilihat adalah wajib simpan rahasia kedokteran.
       Contoh masalahnya : seorang perawat yang mendapati teman kerjanya menggunakan
narkotika. Dalam posisi ini, perawat tersebut berada pada masalah apakah ia akan mengatakan hal
ini secara terbuka atau diam, karena diancam akan dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan
hal tersebut pada orang lain.
4.    Hasrat terhadap ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan agama dan ideologi
Beberapa terobosan baru di bidang kesehatan tidak hanya menggegerkan dunia kedokteran namun
hal-hal yang berkaitan dengan agama.Contohnya adalah fertilisasi in-vitro atau bayi tabung.Oleh
sebagian agama hal ini dianggap sebagai campur tangan manusia terhadap hubungan sakral
perkawinan antara manusia yang disaksikan Tuhan. Sehingga anak yang dihasilkan dengan cara ini
dianggap menyalahi hukum kodrat dan mendahului kuasa Tuhan.
Contoh masalahnya : seorang pasien yang memilih penghapusan dosa daripada berobat ke dokter.
5.    Terapi ilmiah melawan terapi tradisional
Akupuntur, pengobatan herbal dan massage adalah jenis terapi tradisional yang telah umum dikenal
berabad-abad lamanya sebelum ilmu kedokteran modern muncul dan memberi pengaruh yang besar
terhadap perkembangan ilmu kesehatan.Namun masih menggunakan unsur-unsur magis yang
secara ilmiah sulit diterima.
Permasalahan yang muncul kemudian adalah bahwa jika ternyata terapi tradisional ini tidak kalah
efektif dibandingkan dengan terapi ilmiah kedokteran.Namun dihadapan hukum keduanya memilki
perlakuan yang berbeda.Begitupun dengan masalah kode etik.Dokter, perawat dan bidan memilki
organisasi profesi dengan seperangkat aturan tertentu yang mampu melindungi mereka dari tuntutan
hukum, sementara para ahli terapis tidak memiliki organisasi profesi yang mampu membela
kepentingannya, sehingga apabila terjadi malpraktek maka kredibilitasnya selalu menjadi
pertanyaan yang utama.
Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri
dengan daun-daun yang sifatnya gatal. Mereka percaya bahwa pada daun tersebut terdapat miang
yang dapat melekat dan menghilangkan rasa nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit.
Permasalahan Etika dalam Praktek Kesehatan

          Permasalahan etika dalam praktek kesehatan memiliki cakupan yang sangat luas. Namun
yang akan dibahas disini adalah masalah etika biomedis dan bioetis. Bioetis adalah ilmu yang
mempelajari masalah – masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang
biologi dan kedokteran. Ada beberapa masalah penting yang tercakup di dalam bioetis ini:
1.      Kloning
Kemajuan di bidang genetika dan biologi reproduksi telah memungkinkan rekayasa duplikasi atau
multiplikasi.Tujuannya :
a)      Memberi harapan pada pasangan suami-istri untuk mendapatkan anak dengan kualitas unggul
b)      Menyediakan jaringan atau organ fetus untuk transplantasi
c)      Memperoleh anak dengan ciri-ciri yang sama dengan kakaknya yang mungkin meninggal
waktu masih kecil
d)     Membuat genotipus yang dianggap unggul sebanyak-banyaknya
e)      Merealisasikan teori dan memuaskan rasa ingin tahu ilmiah
f)       Memperoleh orang dengan jumlah banyak untuk pekerjaan yang sama dengan cirri-ciri tertentu.
Namun dampak yang ditimbulkan baik secara moral terutama agama dan etika  membuat manusia
harus mempertimbangkan lebih jauh dalam mengembangkan teknologi ini.
2.      Fertilisasi in-vitro
Merupakan metode konsepsi yang memberikan harapan bagi pasangan yang tidak subur untuk
memiliki keturunan dengan cara mempertemukan sel telur dan sperma di luar hubungan suami-istri
yang semestinya terjadi. Pertemuan ini dilakukan di laboratorium dan ketika telah menjadi zigot
ditanamkan kembali ke rahim ibunya dengan harapan dapat terjadi kehamilan.
Di Indonesia fertilisasi in-vitro hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri yang sah, dan baik
sperma maupun sel telur yang digunakan juga harus dari pasangan tersebut.Sedangkan dengan
menggunakan donor, secara hukum dan etika masih tidak dapat diterima.
Selain itu, ada juga Inseminasi artifisal yang merupakan prosedur untuk menimbulkan kehamilan
dengan cara mengumpulkan sperma dari seorang pria yang kemudian dimasukan ke dalam vagina,
serviks atau uterus wanita saat terjadi ovulasi. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan etis mengenai
kemurnian perkawinan yang manghasilkan keturunan yang artificial. Hakekat keluarga dan campur
tangn manusia pada proses kehidupan.
3.      Abortus
a.       Penegertian
Menurut KUHP
        Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai (38-40 minggu)
        Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500
gram atau kurang dari 20 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan
kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran janin sebelum usia
kehamilan yang cukup.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau  Abortus Provocatus Criminalis
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau  Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.Kebanyakan disebabkan karena
kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia
kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau
dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang
dilakukan atas indikasi medik.Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai
penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik
calon ibu maupun janin yang dikandungnya.Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang
dan tidak tergesa-gesa.
b.      Penyebab
 Adapun penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis adalah:
1.      Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak sekolah
bagaimanasupaya tetap dipertahankan sekolah meski sedang hamil kalau terlanjur.
2.      Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan keluarga. Hal ini juga
perlulegawa orang tua karena psikologis anak sangat besar.
3.      Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya
4.      Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan mempunyai anak.
5.       Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah sebelum waktu tertentu
karenaterikat kontrak.
6.      Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan.
PandanganAborsi Menurut Aspek Hukum ,Etika, Dan  Agama

1.      Aspek Hukum


Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan, yang dikenal dengan istilah "Abortus Provocatus Criminalis".
Yang dikenai hukuman dalam hal ini :
1. Ibu yang melakukan abortus
2. Dokter/bidan/dukun/tenaga kesehatan lain yang melakukan aborsi
3. Orang-orang/pihak yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah :
 KUHP pasal 299, 346, 347, 348, 349 tentang larangan pengguguran kandungan.
 UU RI No. 1 tahun 1946 menyatakan aborsi merupakan tindakan pelanggaran hukum.
 UU RI No. 7 tahun 1984 tentanf menghapus diskriminasi pada wanita.
 UU RI No. 23 tahun 1992,     pasal 15 : abortus diperbolehkan dengan alasan medis.
 Pasal 77c : kebebasan menentukan reproduksi
 Pasal 80 : dokter boleh melakukan aborsi yang aman.
Apabila ditinjau dari Human Rights (HAM) :
 Setiap manusia berhak kapan mereka bereproduksi
 RUU pasal 7 : berhak menentukan kapan dan jumlah reproduksi.
 RUU Kesehatan pasal 63

2.      AspekEtika Kedokteran


 Bunyi lafal sumpah dokter : Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui dari
pasien bahkan hingga pasien meninggal.
 Bunyi lafal sumpah dokter : Saya akan menghormati setiap hidup insane mulai dari
pembuahan.
 Penjelasan Pasal 7c KODEKI : Abortus Provokatus dapat dibenarkan dalam tindakan
pengobatan/media
 Pasal 10 KODEKI : Dokter wajib mengingat akan kewajibannya melindungi hidup tiap
insani.
Jika dilihat dalam etika kedokteran maka dokter yang melakukan aborsi tersebut telah melanggar
kode etik kedokteran yang berlaku di Indonesia karena dalam KodeEtikjelastermuat bahwa seorang
dokter dilarang melakukan aborsi kecuali untuk alasan medis. Sehingga dokter tersebut seharusnya
dilaporkan kepada MKEK agar mendapat tindakan dari majelis tersebut sehingga ke depannya tidak
akan terjadi lagi.
3.      Aspek Agama
Beberapa pandangan agama tentang aborsi adalah sebagai beriku :
1.    Islam
Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa :
a.    Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
b.    Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
c.    Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi adalah:
         Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan
caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
         Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
d.   Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:
         Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit
disembuhkan.
         Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya
terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
e.    Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
4.      Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani euthanathos yang artinya ‘mati dengan baik tanpa
penderitaan.Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang
hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup
seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien tersebut. Ada beberapa jenis
euthanasia, dilihat dari cara dilaksanakannya dibagi menjadi :
a)      Euthanasia Pasif
Merupakan perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu
untuk mempertahankan hidup manusia.
b)      Euthanasia Aktif
Merupakan perbuatan yang dilakukan secara medis melalui intervensi aktif oleh seorang dokter
atau perawat dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Euthanasia aktif dibedakan atas :

1)   Euthanasia aktif langsung


Dilakukannya suatu tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup
pasien atau memperpendek hidup pasien, dikenal dengan mercy killing.
2)   Euthanasia aktif tidak langsung
Dilakukannya suatu tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui
adanya risiko memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Contohnya pemberian obat penenang
dalam jumlah yang terus ditambahkan.
Sedangkan dilihat dari bagaimana mendapatkannya, euthanasia dibedakan atas :
1)   Sukarela
Euthanasia didapatkan dengan cara diminta oleh pasien sendiri secara sukarela dan berulang-ulang.
2)   Bukan atas permintaan pasien
Didapatkan atas permintaan keluarga pasien karena pasien sudah tidak sadarkan diri dalam jangka
waktu yang lama dan tidak tahu kapan akan pulih kesadarannya.

a.    Euthanasia dilihat dari Sudut Pandang Hukum dan Kode Etik Kedokteran
Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama
euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau
dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang.Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada
pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya
euthanasia tersebut.Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau
keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang
sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.
Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang
tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat
menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam KUHP
Pidana. Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan
hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344,
338, 340, 345, dan 359Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Dari ketentuan tersebut, ketentuan
yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.
        Pasal 344 KUHP
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya
dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. Untuk
euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh
dokter.
        Pasal 338 KUHP
Barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan
penjara selama-lamanya lima belas tahun.
        Pasal 340 KUHP
Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain,
di hukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau pejara selama-
lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
        Pasal 359
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima
tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Selanjutnya juga dikemukakan sebuah ketentuan
hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.
        Pasal 345
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu, atau
memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun penjara.
Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia dalam skenario ini, maka
dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijeratkan
dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-lamanya empat tahun penjara.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak menyetujui Euthanasia aktif.Pasalnya hal itu tidak sesuai
dengan etika, moral, agama, budaya, serta peraturan perundang-undangan yang ada. Secara etika,
tugas dokter adalah memelihara dan memperbaiki kehidupan seseorang, bukan mencabut nyawa
atau menghentikan hidup seseorang .
Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor:
434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Kemudian di dalam penjelasan pasal 10
itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk
manusia ialah mempertahankan hidupnya.Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter. Dokter
harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani, berarti bahwa baik
menurut agama dan undang-undang Negara, maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter
tidak dibolehkan:
a.   Menggugurkan kandungan (abortus provocatus).
b. Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak mungkin akan
sembuh lagi (euthanasia). Jadi sangat tegas, para dokter di Indonesia dilarang melakukan
euthanasia.Di dalam kode etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus
mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan
memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.
c.  Euthanasia Dari Sudut Pandang Pasien dan Keluarganya
Keadaan sakit yang dialami seseorang terkadang membuat pasien mudah putus asa dan berpikir
bahwa jalan terbik adalah mengakhiri hidupnya.Seorang pasien yang mengalami penderitaan akibat
penyakit yang menimbulkan rasa sakit luar biasa berkepanjangan dengan solusi yang tidak
ditemukan meski setelah dilakukan berbagai macam pengobatan dan penelitian, membuat pasien
tidak berfokus pada jalan penyembuhan lagi namun berpendapat bahwa mengakhiri hidupnya
adalah jalan terbaik.
Dalam beberapa kasus sang pasien juga mempertimbangkan kesusahan yang dialami oleh
keluargnya. Biaya yang tentunya tidak sedikit dan penyakit yang tidak kunjung sembuh membuat
pasien semakin putus asa karena menganggap dirinya telah menyusahkan berbagai pihak. Itulah
beberapa alasan euthnasia dianggap menjadi jalan keluar terbaik yang bisa ia lakukan dan
permhonan untuk euthanasia pun ia ajukan. Pasien terkadang sudah dalam keadaan koma dan tidak
sada secara akut dan permintaan untuk tindakan euthanasia itu sendiri merupakan permintaan pihak
keluarga.
Beberapa keluarga mempunyai alasan tersendiri, misalkan sudah tidak tahan melihat anggota
keluarganya menahan sakit tak tertahankan walaupun segala usaha penyembuhan telah
dilakukan.Keluarga pun juga terpepet masalah biaya yang tentunya semakin membengkak jika
anggota keluarganya terus terbaring dan dirawat di rumah sakit.Itulah aspek kemanusiaan dan
ekonomi yang mendorong keluarga pasien untuk mempertimbangkan jalan euthanasia.
Jika dilihat dari tiap jenis euthanasia ada aspek moral dan etika yang harus menjadi pertimbangan
yang mendalam, mengingat penentuan hidup dan mati tidak di tangan manusia.Apapun alasan
untuk euthanasia pasti memerlukan jawaban yang tidak mudah, apalagi bagi setiap orang yang
memiliki agama tertentu dan meyakini keajaiban Tuhan.Namun secara manusiawi, setiap orang
pasti dihadapkan pada pilihan-pilihan yang dianggap terbaik bagi semua pihak meskipun tidak
selalu memuaskan.Hal ini juga yang melandasi hukum di Indonesia untuk melarang euthanasia
dengan segala bentuknya.Namun harus dipikirkan pula jalan terbaik untuk menekan biaya
perawatan rumah sakit bagi mereka yang tanpa harapan hidup tetapi harus mempertahankan
hidup.Atau setidaknya jalan keluar agar orang-orang yang berada di sekitar pasien tetap bisa hidup
dan bertahan.
5.  Transplantasi organ
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke
tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat
bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti
(alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong penderita/pasien dengan kegagalan
organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan pengobatan biasa atau dengan
cara terapi. Hingga dewasa ini transplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun
tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan dari segi
non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral.
Transplantasi organ merupakan sarana untuk menolong mereka yang organ tubuhnya mengalami
kerusakan atau disfungsi permanent. Ada beberapa jenis transplantasi yaitu :
a)    Autograft
Pemindahan jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.Misalnya
operasi bibir sumbung, imana jaringan atau organ yang diambil untuk menutup bagian yang
sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu sendiri
b)   Allograft
pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh yang lan yang sama
spesiesnya, yakni manusia dengan manusia. Homotransplantasi yang sering terjadi dan tingkat
keberhasilannya tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan kornea mata. Disamping itu terdapat
juga transplantasi hati, walaupun tingkat kebrhsilannya belum tinggi.Transfusi darah sebenarnya
merupakan bagian dari transplntasi ini, karena melalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia
(darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke orang lain (recipient).
Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang sama spesiesnya.
c)    Isograft
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari seseorang ke tubuh orang
lain yang identik. Misalnya masih memiliki hubungan secara genetik. Pemindahan dari satu tubuh
ke tubuh lain yang identik.
d)   Xenograft
pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda
spesiesnya. Misalnya antara species manusia dengan binatang.Yang sudah terjadi contohnya daah
pencangkokan hati manusia dengan hati dari baboon (sejenis kera), meskipun tingkat
keberhasilannya masih sangat kecil. Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama
spesiesnya.

f.     Pandangan Tranplatasi Organ Menurut Aspek Etik ,Hukum Dan Agama.
1.    Aspek Etik Transplantasi
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi
salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi,
berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:
        Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
         Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
        Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan penderita.
2.    Aspek Hukum Transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia
dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan
yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan.Tetapi karena adanya alasan
pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak
lagi diancam pidana dan dibenarkan. Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis,
bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-
pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
        Pasal 1
a.       Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa
jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b.      Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan
tertentu.
c.       Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh
manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan
atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d.      Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk
keperluan kesehatan.
e.       Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang
bahwa fungsi otak, pernapasa, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

           Ayat yang di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam
seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB
IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No.
231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi
spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi
kematian batang otak.

3.    Transplantasi Organ dari Segi Agama


a. Tansplantasi Organ dari Segi Agama Islam
1) Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan
jantung, hati dan otaknya. Hukumnya tidak diperbolehkan, Berdasarkan firman Allah SWT dalam
Al – Qur’an :
1) surat Al – Baqorah ayat 195
” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”
2)   An – Nisa ayat 29
” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”
3)   Al – Maidah ayat 2
” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.“
2).Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal
Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan  mayat sebagaimana pelanggaran
terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja
dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda : “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang
orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,”Rasulullah pernah
melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu
menyakiti penghuni kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat
mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan
menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.

Salah satu contoh kasus transplantasi organ:


Tragis menimpa Jsica Santilln, pasien 17 tahun, imigran Meksiko. Dia meninggal 2 minggu setelah
menerima cangkok jantung dan paru-paru dari orang lain dengan golongan darah berbeda. Dokter
di Duke University Medical Center gagal memeriksa kompatibilitas sebelum operasi
dimulai.Santilln yang memiliki jenis darah O, telah menerima organ dari tipe donor A. Setelah
operasi transplantasi ke dua untuk memperbaiki kesalahan, Jesica malah menderita kerusakan otak
dan komplikasi lain hingga meninggal.
Padahal Santilln sudah tiga tahun datang ke Amerika Serikat untuk mencari perawatan jantung dan
paru-paru. Transplantasi jantung dan paru-paru oleh Dokter Ahli Bedah Rumah Sakit di Universitas
Duke di Durham diharapkan akan memperbaiki kondisi ini, namun bukan kesehatan diraih, tapi
kematian.
6.      Penghentian pemberian makanan, cairan dan pelepasan alat bantu kehidupan
Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia, jadi sudah kewajiban paramedis untuk
memberikannya kepada pasien. Namun didalam hal tertentu hal ini akan menghambat pemulihan
pasien sehingga  untuk sementara harus dihentikan, apalagi dalam keadaan pre dan post operasi
dimana makanan dapat membahayakan jiwa pasien.
Penghentian ini kadangkala tidak diterima baik oleh pasien sehingga dianggap sebagai sesuatu yang
menyiksa.Tetapi dilematis seperti ini harus bisa diatasi paramedis dengan sebaik-baiknya, karena
tujuan penghentian tersebut demi kebaikan pasien sendiri.
7.      AIDS
Penyakit ini telah menjadi momok sejak merebaknya pada era 80-an. Ketiadaan obat dan
kemudahan terjadinya pemaparan penyakit telah membuat orang menjadi takut pada dampak AIDS.
Apalagi akhirnya adalah kematian ditambah dengan pandangan masyarakat yang menganggapnya
sebagai kutukan kerena dosa manusia, meskipun AIDS bisa menulari siapa saja, kapan saja, dimana
saja tanpa perlu perlu orang tersebut berbuat dosa terlebih dahulu. Contohnya melalui donor darah
yang berasal dari penderita AIDS.
Dilema yang sama dirasakan oleh paramedis, pekerjaannya mau tidak mau berhubungan langsung
dengan penyakit dan pemaparannya. Oleh karena itu sikap menjaga diri (preventif) dan hati-hati
adalah hal yang sangat manusiawi, karena bagaimanapun mereka masih memiliki rasa takut. Tapi
hal ini terkesan manjaga jarak  dan memperlakukan pasien secara berbeda akibatnya pasien merasa
tidak nyaman, meskipun sebenarnya tidaklah demikian.
Kerumitan semacam ini harus diatasi dengan banyak pengertian dan pendekatan yang lebih
simpatik dan menumbuhkan rasa percaya antara dokter dan pasien.
8.      Berkata jujur
Kejujuran adalah faktor etis yang paling sulit dan penuh dilema bagi pelaku kesehatan.Namun yang
terpenting dasar dari bahwa tujuan dari kejujuran tersebut untuk kebaikan.Tetapi kejujuran ini
bersifat prima facie (tidak mutlak), apalagi jika kejujuran tersebut justru menimbulkan pasien shock
dan tidak mau lagi meneriam segala bentuk pengobatan bagi dirinya, maka tidak mengatakan
apapun adalah pilihan terbaiknya.
9.      Kelainan perilaku seksual atau perbedaan orientasi orientasi seksual
2.3. Teori Dasar Pembuatan Keputusan Etis
            Pengambilan keputusan legal etik adalah cara mengambil keputusan dari suatu
permasalahan yang disesuaikan dengan keabsahan suatu tata cara pengambilan keputusan baik
secara umum ataupun secara khusus.

Teori Dasar Pembuatan Keputusan


1.      Teori Teleologi
            Merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fonomena berdasarkan akibat yang dihasilkan 
atau konsekuensi yang dapat terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil akhir yang terjadi
pencapaian hasil dengan kebaikan  maksimal dan ketidakbaiakan sekecil mungkin bagi
manusia.            
            Teleologi dibedakan menjadi :
a.      Rule Utilitarianisme
Berprinsip bahwa manfaat atau nilai dari suatu tindakan bergantung pada sejauh mana       tindakan
tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada manusia.
b.      Act Utilitarianisme
            Bersifat lebih terbatas, tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya menjelaskan           
pada suatu situasi tertentu dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang    dapat   memberikan
kebaikan sebanyak banyaknya atau ketidakbaikan sekecil kecilnya pada individu.

2. Teori Deontologi
            Deontologi berprinsipsuatu aksi atau tindakan dan menekan pada nilai moralnya serta
tindakan secara moral benar atau salah Perinsip moral atau yang terkait dengan tugasnya harus
bersifat univesal dan tidak kondisional. Terori ini dikembangkan menjadi 5 perinsip:
a.      Kemurahan hati
b.      Keadilan
c.       Otonomi
d.      Kejujuran
e.       Ketaatan
Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai meliputi :
a.       Keputusan strategis, keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi.
b.      Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat menengah dalam
menyelesaikan masalah yang tidak biasa dan mengembangkan teknik inovatif untuk perbaikan
jalannya kelembagaan.
c.        Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa harian yang dibuat
sesuai dengan aturan kelembagaan, dan peraturan-peraturan lainnya.
Berdasarkan situasi  yang mendorong dihasilkannya suatu keputusan , keputusan
manajemen dibagi menjadi dua macam:
a.       Keputusan terprogram, yaitu keputusan yang diperlukan dalam situasi menghadapi masalah.
Masalah yang biasa dan yang terstruktur memunculkan kebijakan dan keseimbangan dan peraturan
untuk membimbing pemecahan peristiwa yang sama. Misalnya keputusan tentang cuti hamil.
b.      Keputusan yang tidak terprogram, yaitu keputusan kreatif yang tidak terstruktur dan bersifat
baru, yang dibuat untuk menangani situasi tertentu. Misalnya keputusan yang berkaitan dengan
pasien.
Berdasarkan proses pembuatan keputusan, keputusan manajemen juga dapat dibedakan
menjadi dua model:
a.    Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis dalam pemilihan satu
alternative dan beberapa alternatif; perlu waktu yang cukup untuk mengenal dan menyukai pilihan
yang ada.
b.     Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan pada pengamatan dalam
membuat keputusan yang memuaskan ataupun yang terbaik.
            Pengambilan keputusan dalam keperawatan diaplikasikan dengan cara membangun model
dari beberapa disiplin ilmu antara lain ekonomi, filosofi, politik, psikologi, sosiologi, budaya,
kesehatan, dan ilmu kperawatan itu sendiri.

1.      Berpikir Kritis


            Untuk dapat mengambil keputusan yang benar perawat harus dapat menerapkan pola
berpikir kritis. Marriner A-Tomey(1996) menyatakan bahwa berpikir kritis  merupakan elemen-
elemen yang yang berasal dari dimensi dasar yang memberikan logika umum untuk suatu alasan
mengapa kegiatan tersubut dilakukan. Elemen-elemen tersebut meliputi tujuan, pusat masalah atau
pertanyaan yang mengarah pada isu yang berkembang, sudut pandang atau kerangka referensi,
dimensi empiris, dimensi konsep, asumsi, implikasi dan konsekuensi yang ada, serta kesimpulan.
2.      Analisis Kritis
            Analisis kritis merupakan instrumen yang digunakan dalam berpikir kritis dengan
mengembangkan beberapa pertanyaan tentang isu yang ada dan validitasnya, karena pertanyaan-
pertanyaan tersebut dapat membantu dalam menganalisis tahap-tahap dalam pengambilan
keputusan.
Pertanyaan dalam analisis kritis
      1.      Apakah isu tersebut nyata?
      2.      Asumsi apa yang paling utama?
      3.      Apakah ada bukti nyata yang valid dan dapat dipercaya?
                  a. Yang harus dicari
1) Akurasi data
2) Konsistensi
3) Adanya hubungan/keterkaitan
4) Efek dari kasus
5) Masukkan dalam bingkai pertimbangan
6) Identifikasi secara jelas tentang nilai dan perasaan
                  b. Apa yang keluar/tampak
1)   Bias
2)   Apa yang menimbulkan munculnya emosi
3)   Tidak konsisten
4)   Kontradiksi
5)   klise
                  c.       Apakah ada konflik dengan sistem yang dianut?
3.      Berpikir Logis Dan Kreatif
            Hernacki M. dan Bobbi D.P (2001) menyatakan bahwa berpikir logis dan kreatif
mempunyai keuntungan-keuntungan seperti memaksimalkan proses-proses pemecahan masalah
secara kreatif, membiarkan otak kanan bekerja pada situasi-situasi yang menantang, memahami
peran paradigma pribadi dalam proses-proses kreatif, mempelajari bagaimana curah-gagasan(brain
Storming) dapat memberikan pemecahan inovatif bagi berbagai masalah, dan menemukan
keberhasilan dalam “berpikir tentang hasil(outcome thinking)”.
4.      Pemecahan Masalah
            Marriner A-Tomey (1996), dalam Sumijatun (2009) menyatakan bahwa mekanisme berpikir
dari otak manusia telah dikonsepkan dalam dua sisi, sisi kanan adalah intuitif dan konseptualyang
digunakan untuk mendorong kreativitas berpikir; sedangkan sisi kiri adalah analisis dan rangkaian-
rangkaian.
Hernacki M. dan Bobbi D.P (2001) menyatakan bahwa pemecahan masalah dikenal adanya 7 istilah
yang sering digunakan, yakni berpikir vertikal, lateral, kritis, analitis, strategis, berpikir tentang
hasil, dan juga berpikir kreatif.
                                                                                
Model Pengambilan Keputusan Etik
a.       Kozier, dkk(1997)
1)      Mengidentifikasi fakta dan situasi spesifik
2)      Menerapkan prinsip dan teori etika keperawatan
3)      Mengacu kepeda kode etik keperawatan
4)      Melihat dan mempertimbangkan kesesuaiannya untuk klien
5)      Mengacu pada nilai yang dianut
6)      Mempertimbangkan faktor lain seperti nilai, kultur, harapan, komitmen, penggunaan waktu,
kurangnya pengalaman, ketidaktahuan atau kecemasan terhadap hukum, dan adanya loyalitas
terhadap publik.

b.      Potter dan Perry (2005)


1)      Menunjukkan maksud baik, mempunyai anggapan bahwa semua orang mempunyai maksud
yang baik untuk menjelaskan masalah yang ada.
2)      Mengidentifikasi semua orang penting, menganggap bahwa semua orang yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan merupakan orang penting dan perlu didengar pendapatnya.
3)      Mengumpulkan informasi yang relevan, informasi yang relevan meliputi data tentang pilihan
klien, sistem keluarga, diagnosis dan prognosis medis, pertimbangan sosial, dan dukungan
lingkungan.
4)      Mengidentifikasi prinsip etik yang dianggap penting
5)      Mengusulkan tindakan alternatif
6)      Melakukan tindakan terpilih
Tahap- Tahap Pengambilan Keputusan

                  1.      Mengidentifikasi masalah.


                  2.      Mengumpulkan data masalah.
                  3.      Mengidentifikasi semua pilihan/ alternative
                  4.      Memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
                  5.      Membuat keputusan
                  6.      Melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil evaluasi tindakan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis Dalam Praktik


Keperawatan
                  1.      Factor agama dan adat istiadat
                  2.      Factor sosial
                  3.      Factor IPTEK
                  4.      Factor Legislasi dan eputusan yuridis
                  5.      Factor dana atau keuangan
                  6.      Factor pekerjaan atau posisi klien atau perawat
                  7.      Factor kode etik keperawatan
                                                      
2.4. Kerangka Pembuatan Keputusan Etis
1.    Proses Pengambilan Keputusan
Pengambil keputusan yang optimal adalah rasional.Artinya dia membuat pilihan memaksimalkan
nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu.Terdapat asumsi-asumsi khusus yang mendasari
model ini. Asumsi tersebut yaitu :
a)   Model Rasional
Enam langkah dalam model pengambilan keputusan rasional diurutkan sebagai berikut :
1)       Tetapkan masalah
2)       Identifikasikan criteria keputusan
3)       Alokasikan bobot pada criteria
4)       Kembangkan Alternatif
5)       Evaluasi alternatif
6)       Pilihlah alternatif terbaik
b) Asumsi Model
Model pengambilan keputusan rasional yang baru saja digambarkan mengandung sejumlah asumsi
sebagai berikut :
1)       Kejelasan masalah
2)       Pilihan-pilihan diketahui
3)       Pilihan yang jelas
4)       Pilihan yang konstan
5)       Tidak ada batasan waktu atau biaya
6)       Pelunasan maksimum
Etika Dalam Pengambilan Keputusan
Pertimbangan etis merupakan suatu criteria yang penting dalam pengambilan keputusan
organisasioanal.Tiga cara yang berlainan untuk embuat kerangka keputusan dan memeriksa factor-
faktor yang membentuk perilaku pengambilan keputusan etis. Tiga criteria keputusan etis tersebut
yaitu :
1. Kriteria Utilitarian, keputusan diambil semata-mata atas hasil atau konsekuensi mereka.
Pada kriteria ini mendorong efisiensi dan produktivitas, tetapi dapat mengakibatkan pengabaian hak
dari beberapa individu.
2. Kriteria menekankan pada hak, mempersilahkan individu untuk mengambil keputusan
yang konsisten dengan kebebasan dan keistimewaan mendasar. Penggunaan hak sebagai kriteria
dapat memberikan kebebasan dan perlindungan kepada individu, tetapi dapat merintangi efisiensi
dan produktivitas.
Kriteria menekankan pada keadilan, mensyartkan individu untuk mengenakan dan memperkuat
aturan-aturan secara adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan biaya yang
pantas.Melindungi kepentingan individu yang kurang terwakili dan yang kurang berkuasa, tetapi
kriterian ini dapat mendorong kepemilikian yang akan mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan
produktivitas.
Tiga Kriteria Keputusan Etis
1. Utiliteranisme :Keputusan dibuat untuk memberikan manfaat yang terbesar bagi jumlah yang
terbesar.Dan ini konsisten dengan tujuan-tujuan  efisiensi, produktifitas dan laba tinggi.
Misal ; Outsourcing, relokasi perusahaan.
2. Hak :Keputusan individu atas dasar hak individu mereka.Misal : pengungkapan masalah
perusahaan terhadap pihak luar.
3. Keadilan:Aturan-aturan harus adil dan tidak berat sebelah (missal : upah sama untuk pekerjaan
yang sama).

2.5. Penyelesaian Masalah Etis

Metode Pemecahan Masalah


Masalah adalah perbedaan antara keadaan nyata sekarang dengan keadaan yang dikehendaki.
Dalam manajemen diperlukan proses pemecahan masalah secara sistematis. Hal ini perlu untuk
mengatasi kesulitan pada waktu membuat keputusan, misalnya menghadapi situasi yang tidak
diduga (pada keputusan yang tidak terprogram atau tidak rutin).
Elemen-elemen dari proses pemecahan masalah:
1)       Masalah

2)       Desired state (keadaan yang diharapkan)


3)       Current state (keadaan saat ini)
4)       Pemecah masalah/manajer
5)       Adanya solusi alternatif dalam memecahkan masalah
6)       Solusi.

Hal lain yang harus diketahui dalam pemecahan masalah adalah, harus mengetahui perbedaan
antara masalah dengan gejala. Pertama, gejala dihasilkan oleh masalah.Kedua, masalah
menyebabkan gejala. Ketiga, ketika masalah dikoreksi maka gejala akan berhenti, bukan
sebaliknya.
Proses pemacahan masalah menurut John Dewey, Profesor di Colombia University pada tahun
1970, mengidentifikasi seri penilaian pemecahan masalah:
1. Mengenali kontroversi (masalah)
2. Menimbang klaim alternatif.
3. Membentuk penilaian (solusi).
Secara umum, pemecahan masalah dalam manajemen menggunakan tahap pemecahan masalah
sebagai berikut:
1.      Menyelidiki Situasi
            Suatu penyelidikan yang diteliti perlu dilakukan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek
penentuan masalah, pengenalan tujuan dan penentuan diagnosis.

2.      Mengembangkan Alternative


            Sebelum mengambil keputusan, pemecahan masalah memerlukan penemuan berbagai
alternative yang kreatif dan imajinatif.

3.    Mengevaluasi berbagai alternative dan menetapkan pilihan yang terbaik


            Setelah mengembangkan seperangkat alternative, manajer harus       mengevaluasinya untuk
melihat keefektifan setiap alternative melalui dua      kriteria, yaitu seberapa realistis alternative itu
dipandang dari sumber daya    organisasi yang dimiliki dan seberapa baik alternative itu akan
membantu    memecahkan masalah.

4.      Melaksanakan keputusan dan Menetapkan tindak lanjut.


Penyelesaian Etis Di Pelayanan Rumah Sakit
Perawat didefinisikan sebagai pemecah masalah (problem solvers).Fokus utama pendidikan
keperawatan adalah untuk belajar bagaimana menyelesaikan masalah asuhan keperawatan pasien.
Disamping kemampuan untuk menghadapi masalah fisik pasien, banyak perawat merasa tidak
mampu ketika menghadapi dilema etik terkait asuhan pasien.Perasaan ini dapat terjadi akibat
perawat tidak terbiasa dengan teknik penyelesaian masalah yang sistematik untuk dilema etis. Akan
tetapi, perawat dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan dapat mengembangkan keterampilan
penyelesaian masalah yang perlu untuk mengambil keputusan etis ketika mereka belajar dan
berlatih menguunakan proses penyelesaian etis.
Proses penyelesaian etis dapat memberikan suatu metode bagi perawat untuk menjawab pertanyaan
penting tentang diema etis dan untuk mengarahkan pikiran mereka agar berpikir lebih logis dan
bersikap benar.
Tujuan utama proses penyelesaian etis adalah menentukan yang benar dari yang salah dalam situasi
dimana tidak ada atau tidak terlihat batasan yang jelas dalam mengambil keputusan memahami
sistem stis yang ada, mengetahui isi dari sistem etis dan mengerti sistem yang diaplikasikan
terhadap masalah penyelesaian etis yang sama dengan variabel yang lebih dari satu.

Masalah masalah yang timbul dalam praktik keperawatan terkait dengan tanggung jawab dan
tanggung gugat. isu bioetis,yang terkait dengan praktik keperawatan yang berhubungan sesama
perawat dan profesi lain .isu etis ini muncul hampir terjadi disemua bidang keperawatan
Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu
keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya
memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya.Perawat harus
mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan
dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
a.         Kepada siap tanggung gugat itu ditujukan ?
b.        Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat ?
c.         Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya ?

Kesimpulan
                 Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan interaksi
antara klien dan perawat.Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup
dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang
bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah
dalam mengatasi permasalah klien.Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik, perawat
dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak
bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien.Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan
tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan
dapat dipertahankan.
     Permasalahan etika keperawatan pada dasarnya terdiri dari lima jenis, yaitu :
  1.  Kuantitas Melawan Kuantitas Hidup
  2.  Kebebasan Melawan Penanganan dan pencegahan Bahaya.
  3.  Berkata secara jujur melawan berkata bohong
  4.  Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falsafah  agama, politik, ekonomi
dan ideologi
  5. Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-coba

Daftar Pustaka

- Sumijatun.2011. Membudayakan Etika dalam Praktik Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.


- Suhaemi, Mimin Emi. 2002. Etika Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC.
- Ismaini, N. 2001.Etika Keperawatan. Jakarta : Widya  Medika  
- Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC.
- Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices.  Philadelphia. Addison
Wesley.
- Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third Edition, by Lippicot
Philadelpia, New York.
- http://www.slideshare.net/YafetGeu/dilema-etik-keperawatan
- http://www.peutuah.com/kasus-hubungan-antara-perawat-dan-klien/. Diakses 19 oktober 2011,
time 10:15pm.

Anda mungkin juga menyukai