Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum
teratasi ( catalano, 1991).
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan
merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. (Nila Ismani, 2001) dan berfokus pada
prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya
yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk
mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik professional contohnya
seperti Kode Etik PPNI, IDI, dan IBI.
Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas
berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang
perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal
dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan
mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika.
Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan
prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan.
Permasalahan etika dalam praktek kesehatan memiliki cakupan yang sangat luas. Namun
yang akan dibahas disini adalah masalah etika biomedis dan bioetis. Bioetis adalah ilmu yang
mempelajari masalah – masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang
biologi dan kedokteran. Ada beberapa masalah penting yang tercakup di dalam bioetis ini:
1. Kloning
Kemajuan di bidang genetika dan biologi reproduksi telah memungkinkan rekayasa duplikasi atau
multiplikasi.Tujuannya :
a) Memberi harapan pada pasangan suami-istri untuk mendapatkan anak dengan kualitas unggul
b) Menyediakan jaringan atau organ fetus untuk transplantasi
c) Memperoleh anak dengan ciri-ciri yang sama dengan kakaknya yang mungkin meninggal
waktu masih kecil
d) Membuat genotipus yang dianggap unggul sebanyak-banyaknya
e) Merealisasikan teori dan memuaskan rasa ingin tahu ilmiah
f) Memperoleh orang dengan jumlah banyak untuk pekerjaan yang sama dengan cirri-ciri tertentu.
Namun dampak yang ditimbulkan baik secara moral terutama agama dan etika membuat manusia
harus mempertimbangkan lebih jauh dalam mengembangkan teknologi ini.
2. Fertilisasi in-vitro
Merupakan metode konsepsi yang memberikan harapan bagi pasangan yang tidak subur untuk
memiliki keturunan dengan cara mempertemukan sel telur dan sperma di luar hubungan suami-istri
yang semestinya terjadi. Pertemuan ini dilakukan di laboratorium dan ketika telah menjadi zigot
ditanamkan kembali ke rahim ibunya dengan harapan dapat terjadi kehamilan.
Di Indonesia fertilisasi in-vitro hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri yang sah, dan baik
sperma maupun sel telur yang digunakan juga harus dari pasangan tersebut.Sedangkan dengan
menggunakan donor, secara hukum dan etika masih tidak dapat diterima.
Selain itu, ada juga Inseminasi artifisal yang merupakan prosedur untuk menimbulkan kehamilan
dengan cara mengumpulkan sperma dari seorang pria yang kemudian dimasukan ke dalam vagina,
serviks atau uterus wanita saat terjadi ovulasi. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan etis mengenai
kemurnian perkawinan yang manghasilkan keturunan yang artificial. Hakekat keluarga dan campur
tangn manusia pada proses kehidupan.
3. Abortus
a. Penegertian
Menurut KUHP
Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai (38-40 minggu)
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500
gram atau kurang dari 20 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan
kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran janin sebelum usia
kehamilan yang cukup.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.Kebanyakan disebabkan karena
kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia
kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau
dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang
dilakukan atas indikasi medik.Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai
penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik
calon ibu maupun janin yang dikandungnya.Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang
dan tidak tergesa-gesa.
b. Penyebab
Adapun penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis adalah:
1. Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak sekolah
bagaimanasupaya tetap dipertahankan sekolah meski sedang hamil kalau terlanjur.
2. Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan keluarga. Hal ini juga
perlulegawa orang tua karena psikologis anak sangat besar.
3. Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya
4. Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan mempunyai anak.
5. Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah sebelum waktu tertentu
karenaterikat kontrak.
6. Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan.
PandanganAborsi Menurut Aspek Hukum ,Etika, Dan Agama
a. Euthanasia dilihat dari Sudut Pandang Hukum dan Kode Etik Kedokteran
Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama
euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau
dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang.Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada
pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya
euthanasia tersebut.Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau
keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang
sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.
Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang
tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat
menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam KUHP
Pidana. Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan
hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344,
338, 340, 345, dan 359Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Dari ketentuan tersebut, ketentuan
yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.
Pasal 344 KUHP
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya
dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. Untuk
euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh
dokter.
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan
penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP
Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain,
di hukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau pejara selama-
lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima
tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Selanjutnya juga dikemukakan sebuah ketentuan
hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.
Pasal 345
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu, atau
memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun penjara.
Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia dalam skenario ini, maka
dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijeratkan
dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-lamanya empat tahun penjara.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak menyetujui Euthanasia aktif.Pasalnya hal itu tidak sesuai
dengan etika, moral, agama, budaya, serta peraturan perundang-undangan yang ada. Secara etika,
tugas dokter adalah memelihara dan memperbaiki kehidupan seseorang, bukan mencabut nyawa
atau menghentikan hidup seseorang .
Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor:
434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Kemudian di dalam penjelasan pasal 10
itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk
manusia ialah mempertahankan hidupnya.Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter. Dokter
harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani, berarti bahwa baik
menurut agama dan undang-undang Negara, maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter
tidak dibolehkan:
a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus).
b. Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak mungkin akan
sembuh lagi (euthanasia). Jadi sangat tegas, para dokter di Indonesia dilarang melakukan
euthanasia.Di dalam kode etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus
mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan
memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.
c. Euthanasia Dari Sudut Pandang Pasien dan Keluarganya
Keadaan sakit yang dialami seseorang terkadang membuat pasien mudah putus asa dan berpikir
bahwa jalan terbik adalah mengakhiri hidupnya.Seorang pasien yang mengalami penderitaan akibat
penyakit yang menimbulkan rasa sakit luar biasa berkepanjangan dengan solusi yang tidak
ditemukan meski setelah dilakukan berbagai macam pengobatan dan penelitian, membuat pasien
tidak berfokus pada jalan penyembuhan lagi namun berpendapat bahwa mengakhiri hidupnya
adalah jalan terbaik.
Dalam beberapa kasus sang pasien juga mempertimbangkan kesusahan yang dialami oleh
keluargnya. Biaya yang tentunya tidak sedikit dan penyakit yang tidak kunjung sembuh membuat
pasien semakin putus asa karena menganggap dirinya telah menyusahkan berbagai pihak. Itulah
beberapa alasan euthnasia dianggap menjadi jalan keluar terbaik yang bisa ia lakukan dan
permhonan untuk euthanasia pun ia ajukan. Pasien terkadang sudah dalam keadaan koma dan tidak
sada secara akut dan permintaan untuk tindakan euthanasia itu sendiri merupakan permintaan pihak
keluarga.
Beberapa keluarga mempunyai alasan tersendiri, misalkan sudah tidak tahan melihat anggota
keluarganya menahan sakit tak tertahankan walaupun segala usaha penyembuhan telah
dilakukan.Keluarga pun juga terpepet masalah biaya yang tentunya semakin membengkak jika
anggota keluarganya terus terbaring dan dirawat di rumah sakit.Itulah aspek kemanusiaan dan
ekonomi yang mendorong keluarga pasien untuk mempertimbangkan jalan euthanasia.
Jika dilihat dari tiap jenis euthanasia ada aspek moral dan etika yang harus menjadi pertimbangan
yang mendalam, mengingat penentuan hidup dan mati tidak di tangan manusia.Apapun alasan
untuk euthanasia pasti memerlukan jawaban yang tidak mudah, apalagi bagi setiap orang yang
memiliki agama tertentu dan meyakini keajaiban Tuhan.Namun secara manusiawi, setiap orang
pasti dihadapkan pada pilihan-pilihan yang dianggap terbaik bagi semua pihak meskipun tidak
selalu memuaskan.Hal ini juga yang melandasi hukum di Indonesia untuk melarang euthanasia
dengan segala bentuknya.Namun harus dipikirkan pula jalan terbaik untuk menekan biaya
perawatan rumah sakit bagi mereka yang tanpa harapan hidup tetapi harus mempertahankan
hidup.Atau setidaknya jalan keluar agar orang-orang yang berada di sekitar pasien tetap bisa hidup
dan bertahan.
5. Transplantasi organ
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke
tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat
bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti
(alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong penderita/pasien dengan kegagalan
organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan pengobatan biasa atau dengan
cara terapi. Hingga dewasa ini transplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun
tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan dari segi
non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral.
Transplantasi organ merupakan sarana untuk menolong mereka yang organ tubuhnya mengalami
kerusakan atau disfungsi permanent. Ada beberapa jenis transplantasi yaitu :
a) Autograft
Pemindahan jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.Misalnya
operasi bibir sumbung, imana jaringan atau organ yang diambil untuk menutup bagian yang
sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu sendiri
b) Allograft
pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh yang lan yang sama
spesiesnya, yakni manusia dengan manusia. Homotransplantasi yang sering terjadi dan tingkat
keberhasilannya tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan kornea mata. Disamping itu terdapat
juga transplantasi hati, walaupun tingkat kebrhsilannya belum tinggi.Transfusi darah sebenarnya
merupakan bagian dari transplntasi ini, karena melalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia
(darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke orang lain (recipient).
Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang sama spesiesnya.
c) Isograft
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari seseorang ke tubuh orang
lain yang identik. Misalnya masih memiliki hubungan secara genetik. Pemindahan dari satu tubuh
ke tubuh lain yang identik.
d) Xenograft
pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda
spesiesnya. Misalnya antara species manusia dengan binatang.Yang sudah terjadi contohnya daah
pencangkokan hati manusia dengan hati dari baboon (sejenis kera), meskipun tingkat
keberhasilannya masih sangat kecil. Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama
spesiesnya.
f. Pandangan Tranplatasi Organ Menurut Aspek Etik ,Hukum Dan Agama.
1. Aspek Etik Transplantasi
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi
salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi,
berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan penderita.
2. Aspek Hukum Transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia
dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan
yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan.Tetapi karena adanya alasan
pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak
lagi diancam pidana dan dibenarkan. Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis,
bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-
pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 1
a. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa
jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan
tertentu.
c. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh
manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan
atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk
keperluan kesehatan.
e. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang
bahwa fungsi otak, pernapasa, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat yang di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam
seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB
IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No.
231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi
spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi
kematian batang otak.
2. Teori Deontologi
Deontologi berprinsipsuatu aksi atau tindakan dan menekan pada nilai moralnya serta
tindakan secara moral benar atau salah Perinsip moral atau yang terkait dengan tugasnya harus
bersifat univesal dan tidak kondisional. Terori ini dikembangkan menjadi 5 perinsip:
a. Kemurahan hati
b. Keadilan
c. Otonomi
d. Kejujuran
e. Ketaatan
Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai meliputi :
a. Keputusan strategis, keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi.
b. Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat menengah dalam
menyelesaikan masalah yang tidak biasa dan mengembangkan teknik inovatif untuk perbaikan
jalannya kelembagaan.
c. Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa harian yang dibuat
sesuai dengan aturan kelembagaan, dan peraturan-peraturan lainnya.
Berdasarkan situasi yang mendorong dihasilkannya suatu keputusan , keputusan
manajemen dibagi menjadi dua macam:
a. Keputusan terprogram, yaitu keputusan yang diperlukan dalam situasi menghadapi masalah.
Masalah yang biasa dan yang terstruktur memunculkan kebijakan dan keseimbangan dan peraturan
untuk membimbing pemecahan peristiwa yang sama. Misalnya keputusan tentang cuti hamil.
b. Keputusan yang tidak terprogram, yaitu keputusan kreatif yang tidak terstruktur dan bersifat
baru, yang dibuat untuk menangani situasi tertentu. Misalnya keputusan yang berkaitan dengan
pasien.
Berdasarkan proses pembuatan keputusan, keputusan manajemen juga dapat dibedakan
menjadi dua model:
a. Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis dalam pemilihan satu
alternative dan beberapa alternatif; perlu waktu yang cukup untuk mengenal dan menyukai pilihan
yang ada.
b. Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan pada pengamatan dalam
membuat keputusan yang memuaskan ataupun yang terbaik.
Pengambilan keputusan dalam keperawatan diaplikasikan dengan cara membangun model
dari beberapa disiplin ilmu antara lain ekonomi, filosofi, politik, psikologi, sosiologi, budaya,
kesehatan, dan ilmu kperawatan itu sendiri.
Hal lain yang harus diketahui dalam pemecahan masalah adalah, harus mengetahui perbedaan
antara masalah dengan gejala. Pertama, gejala dihasilkan oleh masalah.Kedua, masalah
menyebabkan gejala. Ketiga, ketika masalah dikoreksi maka gejala akan berhenti, bukan
sebaliknya.
Proses pemacahan masalah menurut John Dewey, Profesor di Colombia University pada tahun
1970, mengidentifikasi seri penilaian pemecahan masalah:
1. Mengenali kontroversi (masalah)
2. Menimbang klaim alternatif.
3. Membentuk penilaian (solusi).
Secara umum, pemecahan masalah dalam manajemen menggunakan tahap pemecahan masalah
sebagai berikut:
1. Menyelidiki Situasi
Suatu penyelidikan yang diteliti perlu dilakukan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek
penentuan masalah, pengenalan tujuan dan penentuan diagnosis.
Masalah masalah yang timbul dalam praktik keperawatan terkait dengan tanggung jawab dan
tanggung gugat. isu bioetis,yang terkait dengan praktik keperawatan yang berhubungan sesama
perawat dan profesi lain .isu etis ini muncul hampir terjadi disemua bidang keperawatan
Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu
keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya
memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya.Perawat harus
mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan
dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
a. Kepada siap tanggung gugat itu ditujukan ?
b. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat ?
c. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya ?
Kesimpulan
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan interaksi
antara klien dan perawat.Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup
dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang
bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah
dalam mengatasi permasalah klien.Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik, perawat
dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak
bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien.Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan
tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan
dapat dipertahankan.
Permasalahan etika keperawatan pada dasarnya terdiri dari lima jenis, yaitu :
1. Kuantitas Melawan Kuantitas Hidup
2. Kebebasan Melawan Penanganan dan pencegahan Bahaya.
3. Berkata secara jujur melawan berkata bohong
4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falsafah agama, politik, ekonomi
dan ideologi
5. Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-coba
Daftar Pustaka