Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN.

1. Latar Belakang

Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan


manusia. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan memberikan
toleransi yang cukup panjang hinga sampai pada keadaan fatal, tetapi sebentar
saja manusia tidak mendapatkan oksigen maka akan langsung
fatal akibatnya. Tidak hanya untuk bernafas dan mempertahankan
kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Oksigen
juga bis dijadikan sarana untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Oksigen
ialah salah satu komponen gas yang unsur vital dalam proses metabolism tubuh,
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara
normal, elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan
dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan
oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologis.

2. Rumusan Masalah
2.1 Apa itu Oksigenasi?
2.2 Apa saja konsep yang dapat memenuhi kebutuhan oksigenasi?
2.3 Apa saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi?
2.4 Bagaimana prosedur kerja dalam kebutuhan oksigenasi?
2.5 Apa saja gangguan dalam kebutuhan oksigenasi?
3. Tujuan
3.1 Untuk mengetahui definisi kebutuhan oksigenasi.
3.2 Untuk mengetahui konsep pemenuhan dalam kebutuhan oksigenasi.
3.3 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenisasi.
3.4 Untuk mengetahui bagaimana prosedur kerja oksigenasi
3.5 Untuk mengetahui apa saja gangguan kesehatan dalam kebutuhan oksigenasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN OKSIGENISASI

Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses


kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi karena apabila berkurang maka
akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama akan
menyebabkan kematian Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia
dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan,
pembebasan jalan nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen,
memulihkan dan memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal
(Taqwaningtyas, Ficka (2013) dalam Hidayat dan Uliyah, 2005).

Pemberian oksigen berupa pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui


saluran pernapasan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen kepada
klien dapat melalui tiga cara, yaitu melalui kateter nasal, kanula nasal, dan masker
oksigen .

Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21%
pada tekanan 1 atmosfer sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
(Kristina (2013) dalam Saryono dan Widianti, 2010.

Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen kedalam system kimia dan


fisika. Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel, sebagai hasilnya terbentuklah
karbondioksida ,energy dan air. Penambahan karbondioksida yang melebihi batas
normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap
aktivitas sel (Adityana, Rosi (2012) dalam Mubarak dan Chayatin, 2007).

Sistem pernapasan berperan penting untuk mengatur pertukaran oksigen dan


karbondioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh semua sel untuk
menghasilkan sumber energy, adenosine triposfat (ATP), karbondioksida
dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolisme aktif dan membentuk asam, yang
harus dibuang dari tubuh. Untuk melakukan pertukaran gas, system
kardiovaskuler dan system respirasi harus bekerjasama. Sistem kardiovaskuler
bertanggungjawab untuk perfusi darah melalui paru. Sedangkan system
pernapasan melakukan dua fungsi terpisah ventilasi dan rspirasi (Maryudianto,
Wahyu (2012) dalam Elisabeth J. Corwin, 2009).

2.2 KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


2.2.1 Sistem Tubuh dan Perannya Terhadap Kebutuhan Oksigenasi

Setiap makhluk hidup memerlukan oksigen terlebih untuk kebutuhan


pernapasan. Sistem pernapasan yang baik dapat menunjukkan tingkat pertahanan
hidup yang baik. Dalam hubungannya dengan homeostasis, seseorang dapat
dikatakan dalam keadaan atau kondisi homeostasis apabila kebutuhan akan
oksigen mereka terpenuhi dengan baik. Oksigenasi dapat dide- finisikan sebagai
proses pertukaran udara dari luar ke dalam bentuk oksigen (O) dan mengeluarkan
karbon dioksida (CO) dari tubuh melalui pernapasan. Sistem pernapasan terdiri
dari saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah.

2.2.1.1 Saluran Pernapasan Atas

Saluran pernapasan ini terdiri dari empat bagian yaitu hidt ng, faring, laring,
dan epiglotis. Saluran ini berguna sebagai mekanisme filter, penghangatan, dan
pengaturan ke- lembapan udara yang masuk.

2.2.1.1.1 Hidung merupakan bagian tubuh di mana proses oksigen- asi dimulai.
Nares anterior yang terdapat pada hidung mengandung kelenjar
sebaseus yang tertutup oleh rambut. Nares anterior bermuara ke rongga
hidung di mana bagian ini dilapisi selaput lendir dan mempunyai
pembuluh darah. Ketika udara masuk melalui hidung, rambut kasar
akan menyaring udara untuk kemudian dihangatkan dan dilembapkan.
Selain sebagai bagian penting saluran pernapasan manusia, hidung
juga mempunyai fungsi penting untuk membunuh kuman yang masuk
ketika udara dihirup.
2.2.1.1.2 Faring (tekak) merupakan bagian saluran pernapasan yang berbentuk
pipa berotot dan terletak di belakang rongga hidung dan mulut, dasar
tengkorak, sampai dengan esofagus. Dalam kaitannya dengan
pernapasan, faring mempunyai fungsi sebagai pembatas atau
persimpangan jalan makanan dan jalan pernapasan. Faring dibedakan
menjadi tiga bagian berdasarkan letaknya, yaitu nasofaring yang
berada di belakang hidung, orofaring di belakang mulut, dan
laringofaring di belakang laring.
2.2.1.1.3 Laring (pangkal tenggorokan) adalah bagian saluran pernapasan yang
berfungsi dalampembentukan suara. Laring terdiri dari bagian tulang
rawan yang terikat ligamen vang bersambung di garis tengah bersama
membran dengan dua lamina
2.2.1.1.4 Epiglotis (katup tulang rawan) adalah bagian saluran pernapasan yang
berfungsiuntuk menutup laring saat teriadi proses menelau makanan
atau minuman.
2.2.1.2. Saluran Pernapasan Bawah

Saluran pernapasan ini terdiri dari empat bagian yaitu trakea, bronkus,
bronkiolus serta paru-paru. Saluran ini di perlukan untuk mengalirkan udara dan
memproduksi surfaktan.

2.2.1.2.1 Trakea (batang tenggorokan) merupakan saluran pernapasan yang


terletak setelah laring sepanjang kurang lebih 9 cm yang tersusun dari
16 sampai 20 lingkaran seperti cincin. Trakea berlapis selaput lendir
dan mempunyai epitelium bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan
debu atau benda asing yang dapat mengganggu kesehatan tubuh
2.2.1.2.2 Bronkus merupakan saluran pernapasan yang terletak setelah trakea
dan mempunyai dua cabang yaitu bronkus kanan dan kiri. Bronkus
kanan berbentuk lebih pendek dan lebar daripada bronkus kiri dan
mempunyai tiga lobus yaitu lobus atas, tengah, dan bawah. Sebaliknya,
bronkus kiri berbentuk lebih panjang daripada bronkus kanan dan
hanya mempunyai dua lobus yaitu lobus atas dan lobus bawah.
2.2.1.2.3 Bronkiolus merupakan saluran pernapasan yang bercabang yang
terletak setelah bronkus.
2.2.1.2.4 Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan yang
terletak dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai dengan
diafragma. Paru-paru mempu- nyai jaringan elastis dan berpori. Paru-
paru terbagi menjadi dua bagian yaitu paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Di bagian tengah paru-paru terdapat bagian penting tubuh yang
lain yaittu jantung. Bagian puncak paru-paru adalah apeks. Seperti
halnya bronkus, paru-paru juga terdiri dari beberapa lobus yang
berlapis pleura. Pleura memiliki cairan yang disebut surfaktan yang
berfungsi untuk melindungi paru-paru dari benda asing

2.2.2 Proses Oksigenasi

Proses oksigenasi melibatkan system pernapasan dan system kardiovaskuler.


Terdapat tiga tahapan pada proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi yaitu
ventilasi, difusi, dan transportasi.

2.2.2.1 Ventilasi

Proses ventilasi adalah peristiwa keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke


dalam alveoli atau sebaliknya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi proses
ventilasi, di antaranya adalah sebagai berikut.

2.2.2.1.1 Konsentrasi oksigen di atmosfer Semakin tinggi suatu tempat, semakin


rendah tekanan udara di tempat tersebut dan sebaliknya.
2.2.2.1.2 Kondisi jalan napas Jalan napas yang baik akan memudahkan proses
oksigenasi. Kondisi jalan napas yang baik dipengaruhi oleh mukus
siliaris yang berguna untuk menahan virus dan menangkal benda asing
yang mengandung interveron. Kondisi jalan napas yang baik juga
dipengaruhi oleh refleks batuk dan muntah.
2.2.2.1.3 Kemampuan toraks dan alveoli paru-paru melakukan kembang kempis
atau ekspansi
2.2.2.1.4 Kemampuan paru-paru untuk mengembang disebut dengan
compliance, sedangkan kemampuan paru-paru untuk melakukan
kontraksi atau mengeluarkan CO disebut dengan recoil. Compliance
dan recoil harus berfungsi semua untuk dapat bernapas dengan baik
karena apabila compliance baik tetapi recoil terganggu, maka
pengeluaran CO tidak dapat berjalan Hcara maksimal. Hal-hal yang
memengaruhi compli- ance adelah surfaktan dan sisa udara. Surfaktan
ber- funesi dalam menurunkan tegangan permukaan dan diproduksi
saat sel alveoli meregang dan disekresi saat daradihirup daam proses
pernapasan. Faktor lainnya sakal sissadara herfumgsi agar tidak terjadi
kolans dam ganggan toraks.

Dalam proses ventilasi, pertukaran antara O, dan CO terjadi secara terus


menerus. CO diperlukan untuk merangsang pusat pernapasan. Perangsangan pusat
pernapasan yang baik terjadi apabila peningkatan CO dalam batas 60 mmHg
sedangkan apabila pening- katan CO,s 80 mmHg akan menyebabkan depresi pusat
pernapasan (Uliyah dan Hidayat, 2015).

2.2.2.2 Difusi

Proses difusi merupakan pertukaran O, dari alveoli ke kapiler paru-paru


dan CO, dari kapiler ke alveoli. Proses ini terjadi akibat gerakan molekul secara
acak. Dalam proses pernapasan kecepatan gerak molekul dalam udara sangatlah
penting. Ada beberapa faktor yang memengaruhi proses difusi yaitu:

2.2.2.2.1 Luas permukaan paru-paru . Kegiatan fisik seperti olahraga dapat


menyebabkan berkurangnya luas permukaan paru-paru.
2.2.2.2.2 Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas. Membran ini meliputi
epitel alveoli dan interstisial. Jika membran makin tebal, proses difusi
juga akan semakin sulit.
2.2.2.2.3 Perbedaan tekananan dan konsentrasi O2. Jika tekanan O2 dalam
rongga alveoli lebih ting- gi daripada tekanan O2 dalam vena
pulmonalis, maka tekanan dan konsentrasi O2 akan berbeda.
2.2.2.2.4 Kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb atau biasa
disebut atinitas gas
2.2.2.3 Transportasi

Disebut transportasi gas sebab O2, kapiler didistribusikan ke jaringan tabuh


dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses ini, terbentuk oksihemoglobin
sebesar 97% karea oksigen terikat dengan Hb dan kemudian larut dalam plasma
sebesar 3% sedangkan CO2, yang terikat dengan Hb membentuk
karbohemoblobin sebesar 30% yang kemudian larut dalam plasma 5% dan
sebagian menjadi HCO2, dalam darah 65 %. Ada beberapa faktor yang dapat
memengaruhi transportasi gas, yaitu:

2.2.2.3.1 Curah jantung, dapat dilihat dari frekuensi denyut jantung dan isi
sekuncup.
2.2.2.3.2 Pembuluh darah, jika pembuluh darah menyempit maka proses
transportasi dapat terganggu.
2.2.2.3.3 Aktivitas fisik berat dapat menghambat transportasi oksigen.

2.3 FAKTOR FAKTOR YANG MEMENUHI KEBUTUHAN


OKSIGENISASI
2.3.1 Saraf Otonom

Kemampuan dilatasi dan kontriksi dapat dipengaruhi oleh saraf simpatis dan
parasimpatis dari saraf otonom. Proses ini terjadi karena ujung saraf
mengeluarkan neurotransmitter (simpatis mengeluarkan noradrenalin yang dapat
memengaruhi bronkhodilatasi dan parasimpatis mengeluarkan asetikolin yang
memengaruhi bronk- hokonstriksi), Hal ini terjadi sebab adanya reseptor dan
adrenergik dan reseptor kolinergik pada saluran pernapasan. Berikut bagan
pengaruh saraf otonom terhadap oksigenasi.

2.3.2 Hormonal dan Obat

Pelebaran saluran pernapasan dapat disebabkan oleh semua hormon dan obat-
obatan yang bersifat parasimpatis seperti Sulfas Atropin sedangkan obat-obatan
yang dapat menyempitkan saluran pernapasan seperti Ekstrak Belladona dan obat
adrenergik tipe beta.

2.3.3 Alergi pada Saluran Pernapasan

Bersin dan batuk adalah gejala-gejala yang menanda- kan bahwa seseorang
alergi terhadap sesuatu. Jika rangsangan berada pada nasal, maka akan
menyebabkan bersin Jika rangsangan berada di saluran pernapasan atas, maka
akan menyebabkan batuk dan rhinitis. Jika pada saluran bagian bawah, terjadi
rangsangan alergi. Alergi tersebut disebabkan oleh banyak hal seperti debu,
makanan, cuaca dingin, bulu binatang, dan sebagainya.

2.3.4 Faktor Perkembangan

Usia perkembangan anak dapat menjadi faktor oksigenasi sebab kebutuhan


oksigen dalam organ akan bergantung pada usia. Kematangan organ dan
oksigenasi akan terjadi sejalan dengan bertambahnya usia.

2.3.5 Faktor Lingkungan

Kemampuan adaptasi seseorang terhadap lingkungan seperti suhu, alergi,


dan ketinggian dapat memenga ruhi kebutuhan oksigenasi orang tersebut.

2.3.6 Faktor Perilaku

Beberapa perilaku yang dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi antara lain:

2.3.6.1 Makanan yang dikonsumsi karena akan memengaruhi jumlah mutrisi


2.3.6.2 Aktivitas fisik
2.3.6.3 Kebiasaan seperti merokok, pembuluh darah perokok akan mengalami
penyempitan.

2.4 PROSEDUR PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN

Pemenuhan Oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis menurut


hierarki Maslow. Kebutuhan Oksigen dibutuhkan untuk proses kehidupan,
metabolism tubuh. Karena apabila dalam tubuh kekurangan oksigen maka akan
terjadi kerusakan dalam jaringan otak yang dapat menyebabkan kematian.

Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan


cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan, membebaskan saluran
pernapasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan
memperbaiki oran pernapasan agar berfungsi secara normal dengan cara
menggunakan kanula dan masker, fisioterapi dada, dan cara menghisapan lender.

2.4.1 Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen kepada klien dapat melalui tiga cara, yaitu melalui
kateter nasal, kanula nasal, dan masker oksigen.

2.4.2 Tujuan :
1. Memenuhi kebutuhan oksigen
2. Mencegah terjadinya hipoksia
2.4.3 Alat dan Bahan :
1. Tabung oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifier
2. Kateter nasal, kanula nasal, atau masker
3. Vaselin/jeli
2.4.4 Prosedur kerja
2.4.4.1 Pemberian Oksigen Melalui Kateter Nasal

Kateter berukuran 6 atau 8 FG yang dimasukkan ke dalam lubang hidung


hingga melewati bagian belakang rongga hidung. Tempatkan kateter dengan jarak
dari sisi cuping hidung hingga ke bagian tepi dalam dari alis anak.
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (1-6
liter/menit). Kemudian observasi humidfire dengan melihat air
bergelembung.
4. Atur posisi dengan semi-flower.
5. Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai ke hidung dan
berikan tanda.
6. Buka saluran udara dari tabung oksigen.
7. Berikan minyak pelumas (vaselin/jeli).
8. Masukkan kedalam hidung sampai batas yang ditentukan.
9. Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan
menekan lidah pasien dengan menggunakan spanel (akan terlihat posisinya
dibelakang uvula).
10. Fiksasi pada daerah hidung.
11. Periksa kateter nasal setiap 6-8 jam.
12. Kaji cuping,septum, dan mukos hidung serta periksa kecepatan alliran
oksigen setiap 6-8 jam.
13. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respons klien.
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
Keuntungan : pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, membersihkan mulut, murah dapat digunakan sebagai kateter
penghisap, dan dapat digunakan dalam jangka waktu lama.
Kekurangan : tidak dapat memberikan konsentrasi yang lebih dari 44%,
memasukan alat kateter nasal lebih sulit daripada kanula nasal, nyeri saat kateter
melewati nasofaring, dan muksosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter
akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti dalam waktu 8 jam
dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 liter/menit dapat menyebablan nyeri
sinus dan mengeringkan muksosa hidung, serta kateter mudah tersumbat dan
tertekuk.
2.4.4.2 Pemberian Oksigen Melalui Kanula Nasal

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan.
3. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (1-6
liter/menit). Kemudian observasi humidfire dengan melihat air
bergelembung.
4. Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan
pasien.
5. Periksa kanula setiap 6-8 jam.
6. Kaji cuping,septum, dan mukos hidung serta periksa kecepatan alliran
oksigen setiap 6-8 jam.
7. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respons klien.
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
Keuntungan : pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju
pernapasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah,
disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir
dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernapasan mulut, bila
pasien bernapas dengan mulut menyebabkan udara masuk pada sat inhalasi dan
akan menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup
melalui hidung.
Kekurangan : tidak dapat memberikan konsentrasi yang lebih dari 44%,
suplai oksigen berkurang apabila pasien bernapas melalui mulut, mudah lepas
karena panjang kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan
obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab
pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan
hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi
selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung
akibat pemasangan yang terlalu ketat.
2.4.4.3 Pemberian Oksigen Melalui Masker Oksigen
Masker oksigen Merupakan peralatan yang digunakan untuk memberikan
oksigen, dan kelembaban yang dipanaskan. Ada dua jenis utama masker oksigen,
yaitu : konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah.

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan.
3. Atur posisi dengan semi-Flower
4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (6-10
liter/menit). Kemudian observasi humidfire dengan melihat air
bergelembung.
5. Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan atur
pengikat untuk kenyamanan pasien.
6. Berikan aliran oksigen sesuai kecepatan aliran.
7. Periksa masker, aliran oksigen setiap 2 jam atau lebih cepat, tergantung
kondisi dan keadaan umum pasien
8. Pertahankan batas air pada botol humidifire setiap waktu.
9. Periksa jumlah kecepatan aliran oksigen dan program terapi setiap 8 jam .
10. Kali membran mukosa hidung dari adanya iritasi dan beri jeli untuk
melembabkan membrane mukosa jika diperlukan.
11. Cuci tangan.
12. Evaluasi respon pasien.
13. Catat hasil tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya.
Keuntungan : Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan/tepat sesuai dengan
petunjuk pada alat, FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur
dengan O2 analiser, temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol, tidak terjadi
penumpukan CO2.
Kerugian : Mengikat, harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen
mengalir kedalam mata, tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus
dilepaskan bila pasien makan, minum, atau minum obat, bila humidifikasi
ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak mengganggu konsentrasi O2.

2.4.5 Fisioterapi Dada


2.4.5.1 Definisi Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna
bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis.
Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada
penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk
kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim
paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik.

Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri


atas perkusi dan vibrasi, postural drainase, latihan pernapasan/napas dalam, dan
batuk yang efektif. (Brunner & Suddarth, 2002: 647). Tujuan: untuk membuang
sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan meningkatkan efisiensi otot-otot
pernapasan.

2.4.5.2 TUJUAN FISIOTERAPI DADA (FTD)

Tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah:

1. Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan


2. Membantu membersihkan sekret dari bronkus
3. Untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran
sekret
4. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
5. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang
cukup
6. Mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan.

Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada
penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk
kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim
paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik. Fisioterapi dada
ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi.

Kontra indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan
jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra
indikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas
operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang
rangsang.

2.4.6 Prosedur Kerja


2.4.6.1 Postural Drainase
Postural drainase adalah pengaliran sekresi dari berbagai segmen paru
dengan bantuan gravitasi. Postural drainase menggunakan posisi khusus yang
memungkinkan gaya gravitasi membantu mengeluarkan sekresi bronkial. Sekresi
mengalir dari bronkiolus yang terkena ke bronki dan trakea lalu membuangnya
dengan membatukkan dan pengisapan.
(ilustrasi posisi postural drainase)
Tujuan postural drainase adalah menghilangkan atau mencegah
obstruksi bronkial yang disebabkan oleh akumulasi sekresi. Dilakukan sebelum
makan (untuk mencegah mual, muntah dan aspirasi ) dan menjelang/sebelum
tidur.

Persiapan Alat:
1. Bantal ( 2 atau 3 buah)
2. Tisue
3. Segelas Air hangat
4. Sputum Pot

Prosedur Pelaksanaan:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi, semi-Flower bersandr ke kanan, ke kiri lalu ke depan apabila
daerah yang akan didrainase pada lobus atas bronkus apical.
4. Tegak dengan sudut 45° membungkuk ke depan pada bantal dengan 45°
ke kiri dan kanan apabila daerah yang akan didrainase bronkus posterior.
5. Berbaring dengan bantak dibawah lutut apabila yang akan didrainase
bronkus anterior.
6. Posisi Trendelenburg dengan sudut 30° atau dengan menaikan kaki tempat
tidur 35-40 cm, sedikit miring ke kiri apabila yang akan didrainase pada
lobus tengah (bronkus lateral dan medial).
7. Posisi Trendelenburg dengan sudut 30° atas dengan menaikkan kaki
tempat tidur ke kanan apabila daerah yang akan didrainase bronkus
superior dan inferior.
8. Condong dengan bantal di bawah panggul apabila yang didrainase bronkus
apical.
9. Posisi Trendelenburg dengan sudut 45° atau dengan menaikan kaki tempat
tidur 45-50 cm, sedikit miring ke kanan apabila yang akan didrainase pada
bronkus medial.
10. Posisi Trendelenburg dengan sudut 45° atau dengan menaikan kaki tempat
tidur 45-50 cm, sedikit miring ke kiri apabila yang akan didrainase pada
bronkus lateral.
11. Posisi Trendelenburg dengan sudut 45° dengan bantal di bawah panggul,
sedikit miring ke kanan apabila yang akan didrainase pada bronkus
posterior.
12. Lama pengaturan posisi pertama kali adalah 10 menit, kemudia periode
selanjutnya kurang lebih 15-30 menit.
13. Lakukan observasi tanda vital selama prosedur.
14. Setelah pelaksanaan drainase postural lakukan clapping, vibrasi, dan
pengisapan (suction).
15. Cuci tangan setelah prosedur dilakkukan.
2.4.6.2 Clapping dan Vibrasi
1. Clapping/ Perkusi Dada
Perkusi atau disebut clapping adalah tepukkan atau pukulan ringan pada
dinding dada klien menggunakan telapak tangan yang dibentuk seperti mangkuk,
tepukan tangan secara berirama dan sistematis dari arah atas menuju
kebawah.Selalu perhatikan ekspresi wajah klien untuk mengkaji kemungkinan
nyeri. Setiap lokasi dilakukan perkusi selama 1-2 menit.
(ilustrasi tangan saat melakukan clapping)
Cupping adalah menepuk-nepuk tangan dalam posisi telungkup.
Clupping menepuk-nepuk tangan dalam posisi terbuka.
Tujuan untuk menolong pasien mendorong / menggerakkan sekresi
didalam paru-paru yang diharapkan dapat keluar secara gaya berat, dilaksanakan
dengan menepuk tangan dalam posisi telungkup. Clapping atau perkusi dilakukan
pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau melonggarkan secret yang
tertahan.
Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada perkusi secara rutin
dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua indikasi
postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
Persiapan Alat :

1. Handuk (jika perlu)


2. Peniti (jika perlu)
3. Tempat sputum

Prosedur Pelaksanaan:
1. Ikuti protokol standar umum dalam intervensi keperawatan seperti
perkenalkan diri perawat, pastikan identitas klien, jelaskan prosedur dan
alasan tindakan, cuci tangan.
2. Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk atau pakaian tipis
untuk mencegah iritasi kulit dan kemerahan akibat kontak langsung.
3. Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan
relaksasi
4. Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk.
5. Secara bergantian lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara
cepat untuk menepuk dada.
6. Perkusi pada setiap segmen paru selama 1-2 menit.
7. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang mudah
cedera seperti mamae, sternum,kolumna spinalis, dan ginjal.
8. Cuci tangan

2. Vibrasi
Vibrasi adalah kompresi dan getaran kuat secara serial oleh tangan yang
diletakan secara datar pada dinding dada klien selama fase ekshalasi
pernapasan.Vibrasi dilakukan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara ekspirasi sehingga dapat melepaskan mucus kental yang melekat pada
bronkus dan bronkiolus. Vibrasi dan perkusi dilakukan secara bergantian.

(ilustrasi vibrasi pada fisioterapi dada)


Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien
disuruh bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak
inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara
meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan
bergetar. Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis.
Tujuan vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian
dengan perkusi.
Indikasi Klien Yang Mendapat Vibrasi kontra indikasinya adalah patah
tulang dan hemoptisis yang tidak diobati.
Persiapan Alat: sama seperti pada perkusi.
Prosedur Pelaksanaan:
1. Ikuti protokol standar umum dalam intervensi keperawatan seperti
perkenalkan diri perawat, pastikan identitas klien, jelaskan prosedur dan
alasan tindakan, cuci tangan.
2. Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area dada yang
akan didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain dengan jari-jari
menempel bersama dan ekstensi. Cara lain tangan bisa diletakkan secara
bersebelahan.
3. Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan
relaksasi
4. Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan serta
siku lalu getarkan, gerakkan ke arah bawah.Perhatikan agar gerakan
dihasilkan dari otot-otot bahu.Hentikan gerakan jika klien inspirasi.
5. Vibrasi selama 3 - 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang terserang.
6. Setelah setiap kali vibrasi ,anjurkan klien batuk dan keluarkan sekresi ke
tempat sputum.
7. Cuci tangan

2.4.6.3 Penghisapan Lendir


Penghisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada klien yangtidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara
mandiri dengan menggunakan alat penghisap.
Tujuan Penghisapan Lendir
1. Membersihkan jalan nafas.
2. Memenuhi kebutuhan oksigenasi
Alat dan Bahan Penghisapan Lendir
1. Alat penghisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan.
2. Kateter penghisap lendir steril.
3. Pinset steril.
4. Sarung tangan steril.
5. Dua kom berisi larutan Aquades atau NaCl 0,9% dan larutan desinfektan.
6. Kasa steril.
7. Kertas tissue. 
8. Stetoskop.
Prosedur Kerja Penghisapan Lendir
1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
2. Cuci tangan.
3. Tempatkan pasien pada posisi terlentang dengan kepala miring ke arah
perawat.
4. Gunakan/Pakai sarung tangan.
5. Hubungkan kateter penghisap dengan slang alat penghisap
6. Mesin penghisap dihidupkan

2.5 GANGGUAN KESEHATAN YANG BERKAITAN DENGAN


KEBUTUHAN OKSIGENISASI

Gangguan Kesehatan yang Berkaitan dengan Kebutuhan Oksigenasi

2.5.1 Hipoksia. Hipoksia merupakan gangguan karena oksigen yang


masuk dalam tubuh tidak cukup akibat defisiensi oksigen atau peningkatan
oksigen di tingkat sel. Hipoksia dapat terjadi karena kadar Hb dan difusi O
dari alveoli ke dalam darah dan perfusi jaringan menurun. Gangguan
ventilasi juga dapat menghambat proses okisgenasi karena konsentrasi
oksigen menurun. Hipoksia ditandai dengan membirunya kulit.
2.5.2 Perubahan Pola Pernapasan
2.5.2.1 Takipnea adalah pernapasan yang terjadi sebanyak 24 kali semenit
dan disebabkan adanya emboli dalam paru-paru atau paru-paru
berada dalam keadaan atelektasis.
2.5.2.2 Bradipnea adalah pernapasan dengan frekuensi rendah kurang lebih
sebanyak 10 kali semenit dan disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial yang disertai narkotik dan sedatif.
2.5.2.3 Hiperventilasi terjadi jika jumlah oksigen dalam paru - paru
meningkat disebabkan oleh proses metabolisme yang tinggi.
Hiperventilasi ditandai dengan meningkatnya denyut nadi, pendek
napas, nyeri dada. dan menurunnya konsentrasi CO2. Beberapa hal
yang dapat menyebabkan hiperventilasi antara lain infekal
ketidakseimbangan asam basa, dan masalah psikologis. Seseorang
yang terkena hiperventilasi dapat mengalami hipokapnea karena
kebutuhan CO2 tidak ferpenuhi dan menyebabkan menurunnya
rangsangan terhadap pusat pernapasan.
2.5.2.4 Kussmaul adalah pernapasan yang cepat dan dangkal ng blasa
dialami oleh seseorang yang berada dalam keadaan asidosis
metabolic
2.5.2.5 Hipoventilasi adalah tidak cukupnya jumlah oksigen dalam paru-
paru yang ditandai dengan nyeri kepala, penurunan kesadaran,
disorientasi atau ketidakseimbangan eletrolik karena atelektasis,
kelumpuhan otot-otot pernapasan, depresi pusat pernapasan,
peningkatan tahanan jalanan udara, penurunan tahanan jaringan
paru-paru dan toraks, serta penurunan compliance paru-paru dan
toraks. Hipoventilasi dapat menyebabkan hiperkapnea yakni
PaCO2, meningkat dan depresi susunan saraf pusat.
2.5.2.6 Dispnea adalah sesak dan berat napas yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti kadar gas dalam darah dan jaringan yang
berubah, aktivitas fisik yang melebihi normal, dan tekanan
psikologi.
2.5.2.7 Ortopnea adalah gangguan pernapasan yang kerap dialami oleh
seseorang yang mengalami kongestif paru-paru. Seseorang yang
mengalami ortopnea mengalami kesulitan bernapas jika tidak
duduk atau berdiri.
2.5.2.8 Cheyne stokes adalah pola pernapasan dengan amplitudo naik,
turun, kemudian berhenti, dan dimulai dengan pola atau siklus
selanjutnya secara teratur.
2.5.2.9 Biot adalah pola pernapasan yang hampir mirip dengan cheyne
stokes hanya saja amplitudonya tidak teratur. Gangguan ini
biasanya terjadi pada seseoran yang mengalami radang selaput
otak, trauma kepalas dan lain-lain. Seseorang yang mengalami biot
biasanya mengambil empat atau lima napas dengan kedalaman
yang sama Pernapasan paradoksial adalah gangguan pernapasan
yang dialami oleh seseorang yang mengalami atelektasis . Keadaan
ini terjadi akibat dinding paru-paru yang ergerak melawah arah
dari keadaan normal.
2.5.2.10 Stridor adalah gangguan pernapasan yang ditandai dengan
suara yang keluar saat sedang bernapas disebabkan oleh
penyempitan saluran pernapasan. Seseorang yang mengalami
stridor biasanya menderita spasme trakhea atau obstruksi laring.
2.5.3 Obstruksi Jalan Napas

Obstruksi jalan napas terjadi sebab seseorang tidak mampu untuk batuk secara
efektif diakibatkan oleh sekret yang berlebihan atau kental. Ada beberapa hal
yang menyebabkan obstruksi jalan napas di antaranya adalah infeksi,
immobilisasi, statis sekresi dan penyakit saraf seperti cerebro vascular accident
(CVA), efek samping obat sedatif, dan lain-lain. Seseorang dengan obstruksi jalan
napas akan menunjukkan beberapa tanda klinis seperti:

a. Tidak batuk atau batuk tidak efektif.


b. Sekret dijalan napas tidak dapat dikeluarkan.
c. Adanya sumbatan saluran pernapasan sehingga bersuara saat
bernapas.
d. Ketidaknormalan jumlah, irama, dan kedalaman napas
2.5.4 Gangguan Pertukaran Gas

Gangguan pertukaran gas terjadi karena menurunnya O2 dan CO2 diakibatkan


oleh mengentalnya sekret dan immobilisasi karena penyakit sistem saraf, depresi
susunan saraf pusat, dan radang paru-paru. Gangguan pertukaran gas ini dapat
mengakibatkan beberapa hal seperti gangguan transportasi O, ke dalam tubuh,
anemia, dan keracunan CO2 Seseorang dengan gangguan pertukaran was akan
menunjukkan beberapa tanda klinis seperti:

a) Saat bernapas mengalami dispnea.


b) Bernapas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang
c) Agitasi.
d) kelelahan
e) peningkatan tahanan vaskular paru-paru
f) penurunan saturasi oksigen dan PaCO2
g) sianosis
http://www.ichrc.org/107-terapipemberian-oksigen
https://www.slideshare.net/Alfabl/pemberianoksigen
https://www.academia.edu/11322939/PROSEDUR_PEMENUHAN_OKSIGE
N
https://www.academia.edu/8457234/Fisioterapi_Dada

Anda mungkin juga menyukai